Oleh:
dr. Royan Mechi Varendra
Narasumber:
DR. dr. Agus Sulistyono, SpOG(K)
dr. Rozi Aditya Aryananda, SpOG
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR SINGKATAN v
BAB I Pendahuluan 1
BAB V Ringkasan 32
DAFTAR PUSTAKA 33
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Sistem staging USG prenatal untuk gangguan placenta accreta
spectrum (PAS) dan temuan pada histopatologi.
Tabel 3.3 Posisi kantung kehamilan dalam kaitannya dengan bekas luka
operasi cesar yang terlihat pada USG trimester pertama
19
30
iv
DAFTAR SINGKATAN
CS Cesarean Section
MTX Methotrexate
USG Ultrasonography
v
vi
BAB I
Pendahuluan
Cesarean Scar Pregnancy (CSP) adalah bentuk kehamilan ektopik yang jarang terjadi,
yakni ketika kehamilan terimplantasi pada jaringan dalam rahim yang telah rusak akibat dari
bekas luka dari operasi cesar sebelumnya. Bila diikuti dengan penetrasi dan implantasi lebih
lanjut, hal ini kemudian dapat menimbulkan resiko besar bagi pasien yang disebabkan oleh
pertumbuhan vaskularisasi yang meningkat secara masif di dalam rahim. Begitu perdarahan
dimulai, hampir tidak mungkin untuk mengontrolnya tanpa beberapa bentuk intervensi
peningkatan prosedur yang bisa berpotensi merusak endometrium seperti operasi caesar. Hal
kesempatan untuk mendeteksi adanya CSP menjadi lebih baik. Diagnosis CSP seringkali sulit
untuk dilakukann, sehingga kecurigaan dini adanya kemungkinan terjadinya CSP sangat
penting karena kesalahan dalam mendiagnosis dapat menyebabkan komplikasi parah yang
mengancam nyawa seperti terjadinya ruptur uterus, plasenta yang melekat dalam rahim,
perdarahan hebat dan syok hipovolemik dengan konsekuensi morbiditas dan kehilangan
Diagnosis munculnya CSP seringkali sulit untuk dilakukan, dan diagnosis negatif palsu
dapat menyebabkan komplikasi yang besar di kemudian hari, hingga dapat terjadinya
tindakan histerektomi pada pasien. Diagnosis didasarkan pada penemuan kantung kehamilan
di lokasi bekas luka operasi cesar sebelumnya dengan adanya rongga rahim dan serviks yang
kosong, serta miometrium tipis yang berdekatan dengan kandung kemih, (Timor Tritsch et al,
2012).
1
2
Meskipun telah banyak kasus terjadinya CSP dan terdapat penanganan dengan
modalitas yang berbeda telah dilaporkan, pengelolaan CSP yang optimal masih kontroversial
karena prevalensinya yang masih rendah, (So Yun Kim et al, 2018). Penanganan secara
optimal pada pasien trimester pertama kehamilan dengan diagnosis CSP masih belum pasti.
Hingga saat ini terdapat beberapa modalitas pengobatan yang telah diusulkan antara satu
pengobatan utama saja atau kombinasinya dengan modalitas pengobatan lain namun masih
PATOGENESIS CSP
mekanisme yang telah dikemukakan yakni melibatkan implantasi blastokista dalam saluran
dehiscence mikroskopis di bekas luka dari sesar sebelumnya. Karena sifat fibrosa dari
jaringan parut, tempat implantasi yang tidak sempurna ini berisiko mengalami dehiscence dan
perdarahan saat CSP membesar. CSP dan plasenta akreta memiliki jalur penyakit yang
serupa. Dalam suatu studi dimana kehamilan dengan CSP atau Placenta Accreta Spectrum
(PAS) dini menjalani analisis histopatologi oleh ahli patologi, dengan hasil temuannya yakni
tidak terdapat perbedaan antar kedua kasus tersebut. Analisis histopatologi keduanya ditandai
dengan invasi vili miometrium atau jaringan parut dengan sedikit maupun tanpa intervensi
Pola implantasi CSP dapat dikategorikan sebagai endogenik (juga disebut sebagai
"pada bekas luka") atau eksogenik (pada "niche") (Gambar 2.1). Endogenik didefinisikan
sebagai tumbuh di dalam rongga rahim dan eksogenik yang timbul dari kantung kehamilan
yang tertanam dalam ke dalam bekas luka yang mungkin tumbuh ke arah kandung kemih atau
rongga perut. Penampilan ultrasonografi ini dapat mempengaruhi prognosis obstetri. Telah
disarankan baru-baru ini bahwa penentuan trimester pertama awal apakah CSP tumbuh pada
"bekas luka" maupun "niche" dari histerotomi sesar sebelumnya dapat digunakan untuk
dengan kehamilan yang tumbuh padai “bekas luka” memiliki hasil obstetrik yang bervariasi,
3
4
A B
Plasenta terletak di dalam rahim dan memodulasi lingkungan dalam rahim untuk
memberikan nutrisi yang dibutuhkan janin untuk perkembangan yang optimal. Jaringan
pembuluh darah yang padat di dalam plasenta bertanggung jawab untuk pertukaran gas
pernapasan, nutrisi, dan limbah antara ibu dan janin saat kehamilan, hal-hal tersebut
merupakan kebutuhan yang penting untuk pertumbuhan janin. Selama masa kehamilan,
pembuluh darah plasenta ada dan terus berkembang untuk mengakomodasi kebutuhan janin
Gambar 2.2 Angiogenesis plasenta normal berdasarkan usia kehamilan (Pereira RD et al, 2015).
Tanda pertama angiogenesis plasenta normal terjadi pada usia kehamilan 3 minggu
ditandai dengan terbentuknya lacuna dalam ukuran kecil dan hal ini merupakan interaksi
awal dengan pembuluh darah ibu. Namun mulai sekitar 12 minggu dan seterusnya, pembuluh
5
darah menonjol ke arah lapisan trofoblas vili, di mana pertukaran darah antara sirkulasi ibu
dan janin optimal. Dari sekitar 9-23 minggu kehamilan, terjadi perluasan tempat kapiler
janin. Dari usia kehamilan 23-24 minggu, perubahan terbesar dalam perkembangan pembuluh
darah dan komposisi vili diamati. Angiogenesis berlanjut sampai cukup bulan dengan
pematangan pembuluh darah dan perkembangan jaringan vaskular yang lebih kompleks
DIAGNOSIS CSP
Diagnosis dan pengobatan kehamilan bekas luka sesar (CSP) telah menjadi tantangan
kehamilan yang diakhiri dengan operasi caesar dan dengan perkembangan ultrasonografi
transvaginal (TVS), frekuensi diagnosis CSP juga meningkat. Kehamilan bekas luka caesar
adalah jenis kehamilan ektopik dimana sel telur yang telah dibuahi ditanamkan di otot atau
jaringan fibrosa bekas luka setelah operasi caesar sebelumnya, (Piotr, et al, 2018). Diagnosis
kehamilan dengan luka caesar berdasarkan gejala dan pemeriksaan panggul saja sulit
dilakukan karena CSP tidak menunjukkan gejala pada fase awal. Tanda-tanda kehamilan
jenis ini seringkali tidak spesifik. Perdarahan vagina dan sakit perut juga sering muncul pada
penegakan diagnosis CSP yang tepat menjadi jauh lebih mudah (Piotr, et al, 2018).
CSP didiagnosis ketika rongga rahim dan saluran serviks kosong dan kantung
implantasi dapat diukur di lokasi antara kantung kehamilan dan kandung kemih, dapat
disebut abnormal bila ukurannya kurang dari delapan milimeter. Sekitar dua pertiga kasus
CSP memiliki ketebalan miometrium kurang dari lima milimeter. Implantasi abnormal ini
terjadi ketika blastokista ditanamkan ke dalam jaringan parut dari luka bekas operasi caesar
sebelumnya. Wanita yang telah menjalani beberapa kali prosedur operasi caesar memiliki
risiko lebih tinggi mengalami implantasi abnormal ke dalam jaringan parut fibrotic (Hoffman
et al, 2020).
6
7
Beberapa kriteria diagnostik CSP, yaitu kavum uteri kosong dan tertutup serta kanalis
servikalis kosong, plasenta dan kantong kehamilan tertanam pada skar bekas operasi caesar
dan dikelilingi oleh miometrium, dan kantong kehamilan berbentuk segitiga atau bulat atau
oval yang mengisi niche. Adapun kriteria lainnya, yaitu lapisan miometrium tipis atau tidak
ada miometrium di antara kantong kehamilan dan vesika urinaria, yolk sac, embrio dan
aktivitas kardiak dapat ada ataupun tidak, terdapat bukti adanya trofoblastik atau sirkulasi
plasenta pada pemeriksaan doppler. MRI kadang diperlukan ketika diagnosis melalui USG
sulit dilakukan misalnya fibroid yang besar atau usia kehamilan lebih lanjut, (Satgas Akreta,
2019).
Kriteria USG untuk diagnosis bekas luka operasi Caesar (Osborn et al, 2012).
3. Kantung kehamilan tertanam di segmen bawah rahim anterior di lokasi bekas luka
4. Miometrium terlihat tipis bahkan sampai dengan tidak terlihat diantara kantung
<5 milimeter)
8
CSP dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan temuan pencitraan dan
perkembangan kehamilan. Tipe 1, atau endogenik, CSP dimana tempat implantasi terjadi
pada luka bekas operasi caesar dan kantung kehamilan tumbuh menuju serviko-isthmik atau
kavum uteri. Tipe 2, atau eksogenik, CSP terjadi ketika kantung kehamilan tertanam lebih
dalam pada luka bekas operasi caesar hingga miometrium di sekitarnya dan tumbuh menuju
kandung kemih. Pada tipe eksogenik, lapisan miometrium dapat terlihat di antara kantung
kehamilan dan kandung kemih, namun myometrium dapat tervisualisasi tipis bahkan sampai
dengan tidak terlihat, dengan tonjolan kantung kehamilan melalui celah saat kehamilan
berlangsung, sehingga membawa risiko lebih besar terjadinya ruptur (Satgas Akreta, 2019).
Hubungan antara kantung kehamilan CSP, skar SC dan dinding uterus anterior
dianalisis untuk menentukan apakah dapat memprediksi evolusi CSP. Untuk melakukan ini,
Cali G. dkk. menggunakan tanda sonografi baru, Cross over sign (COS). Pada pandangan
sagital rahim, garis lurus ditarik menghubungkan orifisium uteri internal dan fundus uteri
melalui endometrium (garis endometrium) (Gambar 1). Kantung kehamilan diidentifikasi dan
diameter superior-inferior (S-I), tegak lurus terhadap garis endometrium, dilacak. Pasien
9
dikategorikan menurut hubungan antara garis endometrium dan diameter S-I dari kantung
kehamilan menjadi dua kelompok: (1) COS-1, di mana kantung kehamilan ditanamkan pada
skar SC, dan setidaknya dua pertiga dari diameter S-I dari kantung kehamilan berada di atas
garis endometrium, menuju dinding rahim anterior (Gambar 1 dan 2); dan (2) COS-2, di
mana kantung kehamilan terimplantasi dalam skar SC, dan kurang dari dua pertiga dari
diameter S–I kantung kehamilan berada di atas garis endometrium. Kasus-kasus ini kemudian
dibagi menjadi dua kategori yang berbeda sesuai dengan ada (COS-2 +) atau tidak adanya
persimpangan antara diameter S-I dari kantung kehamilan dan garis endometrium.
dinding rahim anterior, didefinisikan sebagai crossover sign (COS), dalam plasenta yang
lengket (Satgas Akreta, 2019)
dilaporkan sehingga tidak ada konsensus tentang penanda awal terjadinya kondisi ini.
bahwa posisi kantung di dalam niche (atau di bekas luka operasi cesar), ketebalan
miometrium, munculnya lakuna pada awal plasentasi dan hipervaskularitas pada area
permukaan uterus dan kandung kemih adalah modalitas ultrasonografi yang paling tepat
dilakukan pada usia kehamilan 11-14 minggu pertama terkait dengan diagnosis Plasenta
Akreta dini. Baru-baru ini penilaian yang dipublikasikan dari skrining dan diagnostik dua
tahap protokol untuk Cesarean scar pregnancy juga menunjukkan akurasi yang tinggi untuk
ultrasonografi pada trimester pertama (tingkat false positive 0,1%). Dalam penelitian yang
pernah dilakukan, semua kasus dari Plasenta akreta dikaitkan, pada saat penilaian diagnostik
dini usia kehamilan 12 minggu di klinik khusus Plasenta akreta, dengan modalitas
vaskularisasi yang tidak teratur pada plasenta (Timor tritsch et al, 2019).
11
Gambar 3.3 Perubahan USG Transvaginal pada saat usia kehamilan 5-7 minggu (Timor tritsch et al,
2019)
Penanda ultrasonografi pada awal kehamilan Cesarean scar pregnancy (CSP) trimester
pertama muncul antara 5-7 minggu kehamilan. Pada gambar (a) CSP di 5/6 minggu: bagian
tengah kantung (X dengan panah putih panjang) terlihat di bawah garis kuning putus-putus
yang menandai bagian tengah rahim secara sagittal. (b) CSP pada 6/7 minggu, menunjukkan
rongga uterus kosong dan lokasi bekas luka, dengan garis kandung kemih sedikit terdistorsi
oleh kantung kehamilan. (c) CSP pada 6/7 minggu: pencitraan Doppler warna dalam kasus
yang sama seperti pada (b), mengungkapkan pembuluh darah di sekitar kantung; beberapa
dekat dengan kandung kemih. (d) CSP pada 7/8 minggu: bagian longitudinal uterus dengan
kantung kehamilan diam di posisi rendah anterior. (e) CSP pada 7/8 minggu: plasenta previa
anterior bawah sudah menunjukkan lakuna; panah kecil menguraikan bagian uterus. (f) CSP
pada 7/8 minggu, menunjukkan plasenta ditanamkan jauh ke dalam niche dari persalinan
Gambar 3.4 Perubahan USG Transvaginal pada saat usia kehamilan 8-10 minggu (Timor tritsch et al,
2019)
(CSP) muncul antara 8-10 minggu kehamilan. (a) CSP di 8/9 minggu: plasenta previa dengan
rongga kosong terlihat di bidang sagital uterus. (b) CSP pada 8/9 minggu: penampang
12
(c) CSP pada 9/10 minggu, menunjukkan posisi rendah anterior dari kantung kehamilan. (d)
CSP pada 10 minggu: bagian melintang uterus dengan kantung kehamilan menonjol ke dalam
kandung kemih. (e) CSP pada 10/11 minggu, menunjukkan anterior rendah plasenta, dengan
lakuna plasenta dan tidak ada ruang kosong miometrium anterior. (f) CSP pada 10/11
minggu: selain lacuna, konsentrasi anterior pembuluh darah terlihat pada sambungan
temuan ultrasonografi. Definisi Cesarean Scar Pregnancy grade I saat gestational sac (GS)
tertanam kurang dari setengah ketebalan miometrium. grade II CSP menunjukkan bahwa
Cesarean Scar Pregnancy menempati lebih dari setengah kedalaman miometrium yang
ditanamkan. grade III Cesarean Scar Pregnancy, GS menonjol keluar dari atasnya
menjadi tumor amorf dengan vaskularisasi yang kaya di lokasi bekas luka cesar sebelumnya,
Cesarean Scar Pregnancy mewakili kedalaman Cesarean Scar Pregnancy tertanam dalam
ketebalan kurang dari setengah korpus anterior bawah dan dapat terjadi pada usia kehamilan
13
± 5-7 minggu. Grade II Cesarean Scar Pregnancy tertanam lebih dari setengah ketebalan
korpus anterior bawah dan dapat terjadi pada usia kehamilan ± 7-9 minggu. Grade III
Cesarean Scar Pregnancy, GS menonjol keluar dari miometrium atasnya dan serosa Rahim
dan dapat terjadi pada usia kehamilan ± 7-10 minggu. Pada Cesarean Scar Pregnancy Grade
IV, GS menjadi tumor amorf dengan vaskularisasi yang kaya pada Cesarean Scar Pregnancy
dan dapat terjadi pada usia kehamilan ± 9-11 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa, grading
Cesarean Scar Pregnancy berhubungan dengan usia kehamilan, (Shin Yu Lin et al, 2018).
Publikasi menyarankan bahwa USG kehamilan dini pada pasien setelah operasi caesar
harus dilakukan dengan probe 5-12 MHz karena mereka optimal untuk deteksi CSP.
Pemeriksaan Doppler penting untuk menegakkan diagnosis yang benar karena menunjukkan
vaskularisasi kualitatif dan kuantitatif di sekitar bekas luka seksio Caesar. Dalam CSP,
oleh peningkatan aliran darah dengan kecepatan sistolik puncak / Peak Systolic Velocity
(PSV) lebih besar dari 20 cm/s dan pulsatililty index (PI) lebih rendah dari 1. Dalam banyak
kasus, aliran turbulen berkecepatan tinggi dan impedansi (aliran bolak-balik) rendah relatif
tidak berubah sampai β-hCG kembali ke nilai normal. Pasien dengan gambaran aliran ini
harus diberi tahu tentang risiko ruptur uterus dan perdarahan internal akibat aliran yang
memiliki kecepatan tinggi bahkan jika β-hCG menurun secara bertahap selama observasi.
Selain itu, kecepatan puncak sistolik yang tinggi harus menjadi tanda peringatan yang jelas
untuk tidak melakukan dilatasi dan kuretase (D&C) untuk penghentian CSP karena risiko
longitudinal uterus dengan CSP (minggu ke-6 hari ke-3). CSP menonjol ke arah kandung kemih dengan sinyal
Doppler warna perifer yang kuat, (Piotr et al, 2018).
pada bagian sagital, memperhatikan leher rahim dan tubuh rahim serta rongga rahim dan
saluran serviks. Ciri khas untuk CSP adalah sebagai berikut : Tidak ada kantung kehamilan di
15
dalam rongga rahim dan saluran serviks, visualisasi kantung kehamilan dan / atau plasenta di
bekas luka seksio sesarea, lapisan otot yang sangat tipis antara kantung kehamilan dan
dinding kandung kemih (1 hingga 4,6 mm) dan vaskularisasi intensif di sekitar bekas luka
operasi Caesar (Niche). Tanda-tanda lain yang menunjukkan CSP termasuk apa yang disebut
negative organ sliding sign, yaitu kurangnya gerakan kantung kehamilan pada tekanan
lembut dengan probe di vagina. Kriteria ini mengeksklusi diagnosis lain, seperti kehamilan
Gambar 3.7 USG 3D Kantung gestasional yang menonjol ke arah kandung kemih (Piotr et al, 2018).
Diagnosis CSP pada pasien untuk manajemen terapeutik yang tepat juga menggunakan
ultrasonografi tiga dimensi (3D), meskipun teknik pencitraan ini tidak dapat menggantikan
teknik dua dimensi, teknik ini dapat memberikan manfaat yang besar seperti memvisualisasi
lokasi yang tepat dari kantung kehamilan dan penilaian hubungannya dengan dinding
kandung kemih dan struktur panggul bawah lainnya (Piotr et al, 2018).
digunakan untuk menambah akurasi dari diagnosa CSP, terdapat berbagai laporan kasus yang
mendukung kegunaan teknik ini. Namun, karena keterbatasan pengalaman yang dipublikasi
dengan pendekatan ini, belum ada cukup data untuk mendukung manfaat penggunaan rutin
16
pencitraan ultrasound 3 dimensi untuk diagnosis atau tatalaksana CSP, (Timor-Tritsch et al,
2020).
Gambar 3.8 MRI pada kasus CSP (minggu 8 hari 3) di segmen bawah dinding rahim anterior di bekas luka
Caesar (panah). Miometrium tipis antara kantung kehamilan dan kandung kemih (Piotr et al, 2018).
Selain itu, magnetic resonance imaging (MRI) juga terbukti berguna dalam
mendiagnosis CSP. Hal ini memungkinkan pengukuran yang akurat dari jarak antara kandung
kemih, miometrium dan kantung kehamilan, dan memberikan visualisasi yang baik dari
MRI telah digunakan sebagai tambahan di samping pencitraan dengan ultrasound untuk
diagnosis CSP, meskipun manfaat tambahannya melalui pencitraan ultrasound saja masih
kantung kehamilan tertanam di dalam rahim bagian bawah segmen pada tingkat niche bekas
luka sesar sebelumnya dan sebuah rongga endometrium kosong dan endoserviks. MRI juga
dapat memberikan informasi yang berguna utnuk membuktikan adanya PAS dan juga tingkat
invasi. Kebanyakan penulis tidak merekomendasikan MRI sebagai komponen rutin evaluasi
CSP, oleh karena Pencitraan USG transvaginal dengan Doppler berwarna diyakini dapat
diandalkan dalam penegakan diagnosa. Namun, dalam kasus di mana pencitraan USG tidak
meyakinkan, MRI dapat dianggap sebagai studi tambahan. Mengingat risiko yang dapat
17
muncul oleh karena diagnostik yang tertunda, penggunaan berbagai pendekatan pencitraan
baik ultrasound dan modalitas lain, seperti MRI, mungkin lebih disukai daripada pemeriksaan
Diagnositik CSP telah dilaporkan juga dengan tindakan histeroskopi dan laparoskopi.
Meskipun demikian, metode ini tidak disarankan jika hanya bertujuan untuk diagnostik,
metode ini dapat digunakan pada saat dilakukan intervensi operasi yang telah direncanakan
setelah pasien terdiagnosis untuk mengkonfirmasi diagnosis CSP yang telah ditegakkan.
tampilan "merah-salmon" di bawah kandung kemih di tingkat bekas luka sesar sebelumnya
Terdapat pengembangan sistem staging USG pada prenatal untuk mengetahui adanya
gangguan placenta accreta spectrum (PAS) pada wanita dengan plasenta previa dan
mengevaluasi hubungan dengan hasil tindakan bedah, invasi plasenta dan stadium klinis
untuk gangguan PAS. Wanita dengan plasenta previa dengan adanya gangguan pada placenta
accreta spectrum (PAS), memiliki tanda ultrasonografi PAS yang diklasifikasikan sebagai
PAS 0, yakni plasenta previa tanpa adanya tanda-tanda invasi pada pemeriksaan
ultrasonografi atau adanya lakuna pada plasenta tetapi tidak ada bukti kelainan pada
permukaan uterus dan kandung kemih. PAS1, yakni terdapat setidaknya dua lakuna pada
plasenta, loss of clear zone atau bladder wall interruption. PAS2, yakni PAS1 ditambah
peningkatan vaskularisasi di bagian inferior segmen bawah uterus yang berpotensi meluas ke
Tabel 3.2: Sistem staging USG prenatal untuk gangguan placenta accreta spectrum (PAS) dan temuan pada
histopatologi.
PAS Staging Ultrasonografi Kemungkinan Histopathologi
Staging
PAS 0 Plasenta previa tanpa adanya tanda-tanda Implantasi normal / Retensi
invasi pada pemeriksaan ultrasonografi atau placenta
adanya lakuna pada plasenta tetapi tidak ada
bukti kelainan pada permukaan uterus dan
kandung kemih
PAS 1 Terdapat setidaknya dua lakuna pada Plasenta Akreta/Inkreta
plasenta, loss of clear zone atau bladder wall
interruption
PAS 2 PAS1 + adanya hipervaskularitas Plasenta Perkreta fokal/ difus
uterovescical
PAS 3 PAS1/PAS2 + adanya peningkatan Plasenta perkreta menginvasi
vaskularisasi di bagian inferior segmen sepertiga inferior segmen
bawah uterus yang berpotensi meluas ke bawah rahim dan dinding
regio parametrial panggul lateral (atau
parametrium)
Terdapat suatu analisis retrospektif yang dilakukan oleh Cali dkk, dengan
mengumpulkan data dari wanita dengan kasus plasenta previa, riwayat operasi cesar, maupun
pada wanita yang sebelumnya pernah mengalami operasi pada uterus, Yang saat ini sedang
hamil pada trimester pertama (5-7 minggu gestasi) dilakukan pemeriksaan melalui USG.
Hubungan antara posisi kantung kehamilan dan bekas luka operasi cesar dapat dinilai
menggunakan tiga penanda USG yang dilakukan pada trimester pertama, yang telah
dilaporkan oleh Cali et al. (crossover sign (COS)), Kaelin Agten et al. (implantation of the
gestational sac on the scar vs in the niche of the CS) and Timor-Tritsch et al. (position of the
center of the gestational sac below vs above the midline of the uterus). Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi hubungan antara temuan USG pada trimester
pertama dengan staging Placenta Accreta Spectrum (PAS) pada USG trimester ketiga.
Tujuan kedua dari penelitian tersebut adalah untuk menjelaskan apakah kombinasi
pemeriksaan USG pada trimester pertama dan staging USG pada Placenta Accreta Spectrum
Tabel 3.3 : Posisi kantung kehamilan dalam kaitannya dengan bekas luka operasi cesar yang terlihat pada USG
trimester pertama
Pada tabel 3.2 menunjukkan distribusi berbagai jenis COS pada USG trimester pertama,
menurut staging USG trimester ketiga dari PAS. Semua wanita dengan implantasi kantung
kehamilan normal pada USG trimester pertama diklasifikasikan sebagai PAS 0 pada trimester
ketiga. Hanya 7,7% (3/39) dari kasus yang diklasifikasikan sebagai COS-1 pada trimester
pertama ditemukan menjadi PAS 1 pada trimester ketiga, dibandingkan dengan 92,3%
(36/39) dari kasus COS-2 (P <0,01). Lebih penting lagi, 79,6% (43/54) kasus dengan COS-1
pada penilaian trimester pertama ditemukan PAS 3 pada USG trimester ketiga, dibandingkan
dengan 20,4% (11/54) kasus COS-2 (P <0,01). Perbandingan implantasi kantung kehamilan
pada niche di bekas operasi cesar sebelumnya dengan implantasi kantung kehamilan pada
bekas luka, terdapat 23,1% (9/39) wanita dengan implantasi di dalam niche, dibandingkan
dengan 76,9% ( 30/39) wanita dengan implantasi kehamilan pada bekas luka, pada USG
trimester ketiga didapatkan kategori PAS 1 (P <0,001). Sebaliknya, terdapat 94,4% (51/54)
wanita dengan implantasi kantung kehamilan pada niche dikategori sebagai PAS 3,
dibandingkan dengan wanita dengan implantasi pada bekas luka (P <0,01) yang hanya 5,6%
dikategorikan sebagai PAS 3 (3/54). Yang terakhir, terdapat 100% wanita (54/54) dengan
posisi kantung kehamilan yang berada di bawah garis tengah uterus didiagnosis dengan
20
kategori PAS 3, dibandingkan PAS 1 dengan 17,9% (7/39) dan PAS 2 dengan 87,5% (14/16),
TATALAKSANA CSP
Karena risiko tingginya morbiditas pada ibu, pilihan manajemen dengan melanjutkan
kehamilan tidak dianjurkan untuk CSP yang telah diketahui, dan penghentian kehamilan
umumnya disarankan segera setelah pasien terdiagnosa. Pada kasus yang diduga CSP namun
diagnosisnya masih belum yakin, maka follow up dengan interval yang pendek, second
opinion, atau pencitraan tambahan dengan MRI dapat dipertimbangkan untuk membuat
diagnosis yang tepat waktu tanpa adanya penundaan yang tidak semestinya, (Timor-Tritsch et
al, 2020).
Pada kasus CSP yang secara definitif terdiagnosis sebagai nonviable, manajemen yang
perdarahan atau nyeri panggul. Namun, harus diakui bahwa waktu yang dibutuhkan dapat
berjalan hingga beberapa bulan pada nonviable CSP untuk dapat berakhir secara spontan, dan
perkembangan Arteriovenous malformation (AVM) pada uterus. AVM uterus dalam konteks
klinis telah dikaitkan dengan perdarahan persisten pada vagina yang mungkin memerlukan
Tindakan embolisasi arteri umbilikalis atau bahkan histerektomi. Pada penelitian yang dibuat
oleh Timor-Tritsch dkk, 20% (2/10 wanita) dirawat dengan mempertahankan kehamilan
Meskipun terdapat beragam pililhan untuk manajemen CSP yang telah dilaporkan,
namun pengobatan yang optimal masih belum diketahui. Terapi pembedahan, medis, dan
terapi invasif minimal dan berbagai kombinasi perawatan tersebut telah dijelaskan. Namun,
literatur medis yang tersedia sebagian besar berupa rangkaian kasus, dengan jumlah RCT
21
22
yang terbatas dalam membandingkan berbagai pendekatan pengobatan tersebut. Pada studi
dari kasus-kasus ini juga ini dipengaruhi oleh level variabel pengalaman klinis, kemampuan
fasilitas kesehatan, keterampilan operator, dan kompleksitas kasus, yang menjadi tantangan
tersendiri dalam menentukan perbandingan antar studi. Kesimpulan tentang terapi CSP yang
optimal selanjutnya juga masih dibatasi oleh kurangnya perbandingan langsung antara terapi
(termasuk kuretase tajam dan teknik aspirasi vakum), embolisasi arteri uterina (UEA),
metotreksat (termasuk injeksi terpandu lokal dan pemberian sistemik), injeksi kalium klorida
(KCl), dekompresi kantung kehamilan dengan panduan jarum, pencitraan ultrasound terfokus
intensitas tinggi, penggunaan kateter balon, dan kombinasi dari metode-metode ini. Dalam
salah satu review, penulis melaporkan bahwa pemilihan terapi dipengaruhi oleh spesialisasi
dokter, para ahli bedah ginekologi memilih melakukan kuretase, laparoskopi, dan
histeroskopi dan dokter kandungan lebih siap melakukan suntikan berbasis jarum dan
Studi
Metode Serial kasus RCT Jumlah subjek, Efikasi Komplikasi
n % %
Expectant management 5 0 41 41,5 53,7
Metotreksat sistemik 18 3 339 75 13
Aspirasi jarum metotreksat sistemik 6 0 148 84,5 15,5
Kuretase 21 0 243 48 21
Histeroskopi 7 0 95 83 3,2
Reseksi ransvagina 6 0 118 >99 0,9
Embolisasi a. uterina + kuretase 5 2 295 93,6 3,4
Embolisasi a. uterina + histeroskopi 1 1 87 95,4 1,2
Embolisasi a. uterina + metotreksat 13 1 427 68,6 2,8
sistemik
Metotreksat lokal dan sistemik 2 0 34 75 2,3
Laparoskopi 7 0 69 97,1 0
Metotreksat lokal 2 1 74 64,9 4,1
HIFU 1 0 16 100 0
HIFU + kuretase suction dengan 1 0 52 100 0
histeroskopi
Double cervical ripening balloon 2 0 48 97,7 4,2
catheter
Keputusan tatalaksana CSP memiliki tujuan utama untuk menjaga kesehatan ibu,
diikuti dengan tujuan sekunder yaitu menjaga fertilitas bila memungkinkan. Keputusan
dokter, dan sumber daya institusional. Manajemen yang dipilih mungkin berbeda antar
institusi berdasarkan sumber daya, personel, dan klinis pengalaman. Bahkan dengan upaya
untuk menyesuaikan strategi pengobatan pasien individu dan presentasi klinis, masih ada
al, 2020).
pengobatan CSP yang dilakukan masih berupa terapi tunggal dan masih dicari mana yang
optimal dan terbaik dengan menyeimbangkan tingkat keberhasilan dan resiko prosedural.
Dalam ulasan oleh Timor-Tritsch dan Monteagudo yang mencakup 751 dilaporkan kasus
CSP dan 31 pendekatan pengobatan yang berbeda, terdapat tingkat komplikasi sebanyak
44,1% yang telah dilaporkan secara keseluruhan. Komplikasi termasuk operasi darurat yang
24
tidak direncanakan itu termasuk histerektomi (4,8%), laparotomi (5,3%), dan EAU (2,9%).
Prosedur yang telah dilakukan dengan tingkat komplikasi yang tinggi ialah prosedur dengan
terapi tunggal methotrexate intramuskular (54/87 kasus; 62,1%), terapi tunggal kuretase atau
dalam kombinasi dengan modalitas lain (189/305 kasus; 61,9%), dan terapi tunggal EAU atau
kombinasi dengan modalitas lain (30/64 kasus; 46,9%). Adapun tingkat komplikasi yang
paling rendah di antara terapi lini pertama yakni dengan tindakan histeroskopi saja atau
dalam kombinasi (22/119 kasus; 18,4%) dan injeksi metotreksat intragestasional lokal atau
KCl (8/81 kasus; 9,6%). Berdasarkan hasil observasi dari tingkat komplikasi, pada sebuah
untuk pengobatan CSP dan tidak menganjurkan penggunaan methotrexate sistemik tunggal,
kuretase, dan UEA. Dari catatan, sebagian besar literatur tersedia tidak membedakan antara
kuretase sharp dan suction, meskipun tingkat komplikasi tampak lebih rendah dengan
Kesimpulan yang dicapai dalam tinjauan sistematis dengan mengumpulkan 2037 kasus
CSP, dengan sebagian besar usia kehamilan terdeteksi pada trimester pertama. Pengobatan
modalitas pengobatan lini pertama sudah dapat menangani kasus CSP. Komplikasi mayor
didefinisikan Ketika dilakukannya histerektomi, perdarahan masif > 1000 mL, atau
dibutuhkannya transfusi darah. Dari hasil pengamatan, tingkat keberhasilan terendah terjadi
pada expectant management atau menunggu terjadi keguguran dengan sendirinya tanpa
21% komplikasi), EAU dan metotreksat (n=427; 68,6% sukses, 2,8% komplikasi), sistemik
metotreksat (n=339; 75,2% sukses, 13% komplikasi), dan gabungan metotreksat lokal dan
sistemik (n=34; 76,5% sukses, 2,3% komplikasi). Diantara terapi yang dilaporkan, tingkat
keberhasilan tertinggi adalah dengan reseksi CSP transvaginal (n=118; 99,2% sukses, 0,9%
25
histeroskopi, atau keduanya (n=85; 95,4% sukses, 1,2% komplikasi), dan EAU sendiri
(n=295; 93,6% sukses, 3,4% komplikasi). Berbasis pada studi kasus tersebut, dapat
medikamentosa. Pengobatan dengan kateter balon ganda serviks yang dapat menghentikan
kehamilan sambil memampatkan suplai darah ke kantung kehamilan juga telah dilaporkan
efektif. Beberapa kasus telah dilaporkan dengan tingkat komplikasi yang rendah (4.2%) dan
tingkat keberhasilan yang tinggi (97,7%) dengan digunakannya teknik ini, (Birch et al, 2016).
Perlu ditekankan dalam penanganan CSP, modalitas reseksi transvaginal, EAU, dan
laparoskopi saja maupun kombinasi tampaknya lebih unggul dibanding terapi medis dan
tindakan minimal invasive, namun modalitas ini membutuhkan sumber daya seperti
perlengkapan khusus ruang prosedural atau ruang operasi, peralatan canggih, ketersediaan
anestesi, dan staf terlatih. Akibatnya, beberapa intervensi ini tidak tersedia secara luas, dan
mungkin saja menjadi mahal. Selain itu, hanya ada sedikit penelitian yang membandingkan
metode ini secara langsung, seperti suntikan lokal methotrexate intragestasional atau KCl.
Rekomendasi pendekatan CSP kemudian dapat kita diferensiasi menjadi pendekatan Bedah
Baik pilihan pengobatan medis dan intervensi telah dijelaskan untuk pengelolaan CSP.
memiliki tingkat komplikasi yang rendah, meskipun data yang dipublikasikan tentang teknik
ini terbatas. Keuntungan potensial dari pendekatan ini adalah agar jaringan parut dapat
diangkat dan bagian sekitar miometrium dapat direkonstruksi kembali pada saat
26
pengangkatan CSP. Tidak diketahui apakah praktik ini mengurangi risiko CSP terulang
Kuretase saja, tanpa perawatan adjuvan, yang telah dilakukan dapat mengakibatkan
komplikasi yang tinggi, yang meliputi perdarahan dan perforasi, karena ketidakmampuan
untuk sepenuhnya mengakses dan membuang jaringan trofoblas di luar rongga endometrium
dan karena jaringan parut berkontraksi dengan buruk setelah kuretase. Kuretase yang tajam
dapat merusak dinding pembuluh darah yang cukup dalam dan mengakibatkan pasien
tambahan diperlukan pada 52% kasus kuretase. Perlu dicatat bahwa literatur yang telah
dipublikasikan belum sepenuhnya membedakan antara kuretase tajam dan vakum aspirasi,
yang memiliki tingkat keberhasilan dan komplikasi yang berbeda pada manajemen CSP.
memungkinkan) atau vakum aspirasi dengan panduan ultrasound lebih disarankan untuk
pertimbangan manajemen bedah pada CSP dibandingkan dengan Tindakan tunggal kuretase
Meskipun kuretase tajam saja tidak direkomendasikan sebagai pengobatan CSP primer,
manfaat yang lebih tinggi dan tingkat komplikasi yang lebih rendah telah dilaporkan dengan
panduan ultrasound vakum aspirasi. Dalam seri yang melibatkan 191 perempuan dengan CSP
yang menjalani kuretase hisap, sebanyak 4,7% membutuhkan transfusi darah dan satu kasus
histerektomi karena perdarahan. Di antara wanita yang kembali untuk tindak lanjut, terdapat
6% kasus operasi berulang karena hasil konsepsi yang tertinggal. Histerektomi merupakan
pilihan bedah alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk pengelolaan CSP definitif.
Pendekatan ini mungkin sangat tepat untuk tahap awal kasus CSP pada trimester kedua atau
pada wanita yang sudah tidak menginginkan kesuburan di masa depan, (Timor-Tritsch et al,
2020).
27
Saat menjalani perawatan medis CSP, tindakan yang dilakukan ialah injeksi
methotrexate lokal atau intragestasional, dengan atau tanpa methotrexate sistemik yang
menyertai. Methotrexate sistemik yang berdiri sendiri tidak disarankan karena risiko yang
dilaporkan lebih tinggi dari manfaatnya, meskipun dalam RCT kecil methotrexate sistemik
dibanding lokal tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam angka kesembuhan
secara keseluruhan, Sebuah studi menunjukkan risiko komplikasi yang tinggi dengan
methotrexate intramuskular saja, dan methotrexate lokal tampaknya menjadi pendekatan yang
lebih efektif. Dalam tinjauan literatur oleh Cheung dari 96 kasus intragestasional
methotrexate untuk CSP, keberhasilan terapi diraih pada 73,9% subjek setelah injeksi
methotrexate lokal tunggal dan meningkat menjadi 88,5% setelah tambahan injeksi
methotrexate lokal atau intramuskular. Tidak ada karakteristik klinis lain yang ditemukan
selain kadar serum beta-hCG> 100.000 IU / L, yang dikaitkan dengan kegagalan pengobatan.
Injeksi intragestasional dilakukan biasanya dengan jarum ukuran 20g di bawah panduan
injeksi untuk mengkonfirmasi letak penempatan jarum yang tepat. Terdapat suatu data
terbatas mengenai dosis optimal untuk injeksi metotreksat lokal, dengan dosis 1 mg / kg berat
ibu dan hingga 50 mg. Berbagai dosis Methotrexate sistemik telah dilaporkan dalam
tatalaksana CSP, namun secara umum dosis ini sebanding dengan dosis yang digunakan pada
kehamilan ektopik. Dilakukan pengamatan pada pasien dengan CSP yang telah dirawat
secara medis, masa kehamilan dapat memakan waktu berminggu-minggu untuk berakhir.
Peningkatan pada level beta-hCG dan ukuran massa CSP dapat diamati setelah terapi
Methotrexate. Pemahaman tentang kuretase pasca terapi yang diantisipasi ini dapat
membantu meminimalkan perawatan tambahan yang tidak perlu. Selama pasca perawatan
28
periode observasi, pasien harus dipantau mengenai gejala seperti perdarahan atau AVM
KCl Intragestasional dilakukan untuk pengobatan CSP dalam sejumlah kecil kasus.
Pendekatan ini mungkin secara khusus sesuai untuk manajemen CSP dengan intrauterin yang
hidup, karena paparan Methotrexate memiliki efek embriosidal atau teratogenik untuk
kehamilan. Seperti halnya Methotrexate, dengan panduan ultrasound Injeksi KCl dapat
disertai dengan aspirasi kantung. Di sebuah laporan kasus dan tinjauan literatur, 5 kasus CSP
dilakukan tindakan dengan injeksi KCl lokal. Semua menghasilkan kelahiran hidup yang
Uterine Embolization Artery (UEA) adalah prosedur invasif minimal yang telah
digunakan di berbagai kombinasi untuk mengobati CSP. UEA telah dilaporkan sebagai
prosedur yang berdiri sendiri dan dikombinasikan dengan kuretase, methotrexate, dan
histeroskopi, yang menjadi komplikasi perbandingan antar studi. Satu ulasan menunjukkan
keberhasilan yang tinggi dan tingkat komplikasi yang rendah saat UEA dilakukan tanpa
methotrexate atau dengan dan tanpa kuretase. Ketika methotrexate ditambahkan ke UAE,
terdapat risiko yang lebih tinggi (31,4%) sehingga membutuhkan perawatan yang lebih lama,
Gambar 4.1 : Double balloon catheter. A) Kateter dengan 3 ports. B) Balon yang telah dikembangkan, bagian
atas diisi dengan 25cc dan bagian bawah diisi dengan 15cc normal saline, (Cali et al, 2018).
29
Metode yang dilakukan Cali dkk memberikan cara yang aman dan efektif untuk kasus
CSP. Dengan memakai double balloon catheter untuk menekan CSP. Metode yang dilakukan
dengan cara pemberian NSAID berkisar dua jam sebelum tindakan, pada beberapa pasien
juga diberikan sedasi secara intravena. Spekulum diletakkan pada portio dan dibersihkan
dengan antiseptic. Kateter dimasukkan melalui cervix sampai dengan bagian fundus uterus
bagian atas diisi dengan normal saline sebanyak 10-25ml, setelah itu balon bagian bawah
dapat diisi dengan normal saline sebanyak 10-20ml sehingga gestasional sac pada CSP
terkompresi. Pada beberapa pasien mendapat kombinasi terapi MTX (1mg/kgBB), lalu
antibiotik juga diberikan. Pasien diobservasi selama 1 sampai 2 jam untuk mengevaluasi
adanya perdarahan maupun tanda akut abdomen. Kateter diletakkan selama 1 sampai 3 hari
dengan pemberian antinyeri yang rutin, dan evaluasi serial bHCG dan USG dilakukan setiap
Teknik ini digunakan pada kehamilan sebelum usia kehamilan 10 minggu, oleh karena
itu, keberhasilan dalam mengobati kehamilan di luar usia kehamilan ini belum telah dipelajari
saat ini. Timor-Tritsch et al melaporkan tindakan balon dan kateter Foley dengan panduan
ultrasound untuk merusak kantung kehamilan CSP yang memiliki komplikasi perdarahan
atau sebagai suatu tindakan profilaksis. Hasil studi menunjukkan teknik tersebut dapat
ditoleransi dengan baik dan efektif, yang mendukung opsi potensial yang membutuhkan studi
lebih lanjut. Kesederhanaan dan penerapan rawat jalan teknik ini mungkin menjadi sangat
relevan karena banyak pasien datang dengan CSP tinggal jauh dari pusat tersier dan dengan
Wanita yang menolak pengobatan CSP harus diberi konseling tentang risiko komplikasi
kebidanan yang signifikan, yang meliputi PAS, perdarahan masif, ruptur uterus, morbiditas
ibu yang parah, dan kemungkinan kematian ibu. Manajemen kasus seperti itu harus
memasukkan indeks yang sangat tinggi kecurigaan untuk PAS dengan manajemen
antepartum yang tepat dan perencanaan pengiriman. Wanita harus diberi konseling mengenai
tanda dan gejala persalinan prematur atau lainnya gejala yang menunjukkan ruptur uterus.
Tindakan operasi caesar dianjurkan antara usia kehamilan 34 dan 35 minggu. Pemberian
betametason dianjurkan sebelum persalinan. Persalinan harus dilakukan Rumah Sakit dengan
fasilitas keahlian dan sumber daya yang sesuai, termasuk kemampuan untuk menangani
perdarahan masif. Tim multidisiplin sangat direkomendasikan, dan tim harus siap
menghadapi potensi kebutuhan untuk histerektomi cesar dan transfusi masif, (Timor-Tritsch
et al, 2020).
Wanita tetap bisa hamil meski telah dilakukan tatalaksana CSP seperti yang telah
direkomendasikan, walaupun terdapat peningkatan risiko untuk terjadinya CSP berulang dan
resiko munculnya morbiditas berat pada ibu. Terdapat laporan bahwa tingkat kekambuhan
Kasus lain yang telah dilaporkan juga terdapat 7 kehamilan di antara 14 wanita dengan CSP
sebelumnya yang diperlakukan secara konservatif, interval rata-rata antara CSP dan
kehamilan berikutnya adalah 13 bulan (kisaran, 0-34 bulan), dilaporkan sebagai berikut :
Empat kehamilan intrauterine, dengan satu kehamilan kembar, semua dilahirkan dengan
operasi caesar tanpa komplikasi persalinan antara usia kehamilan 35 dan 36 minggu, dua
kehamilan lainnya dipersulit oleh plasenta akreta: yang satu merupakan kehamilan triplet
(melibatkan kembar intrauterine dan berulang CSP) yang menghasilkan histerektomi sesar
31
dan perdarahan masif pada usia kehamilan 32 minggu, meskipun akreta lain yang terlibat
dicatat pada saat persalinan sesar yang tidak memerlukan histerektomi pada usia kehamilan
37 minggu, kehamilan terakhir melibatkan seorang wanita yang hamil tiga bulan setelah itu
dilakukan kuretase dan tindakan balon serviks untuk CSP, pada kehamilan berikutnya dia
mengalami ruptur uterus spontan dan meninggal karena syok hipovolemik, dengan janin lahir
wanita dengan CSP dengan rahim yang dipertahankan, dari jumlah tersebut, terdapat 15 kasus
(25%) kasus dengan CSP berulang. Sebuah penelitian dengan kasus 10 kehamilan spontan
pada 8 wanita dengan riwayat CSP, didapatkan 4 (40%) dengan kasus CSP berulang. Wanita
yang mempertimbangkan kehamilan setelah CSP harus diberi informasi bahwa terdapat risiko
kekambuhan yang signifikan dan morbiditas pada ibu, (Sadeghi et al, 2017).
kehamilan berikutnya dapat meningkatkan risiko CSP atau PAS berulang, tidak ada
konsensus tentang berapa lama menunggu sebelum mencoba kehamilan lain untuk wanita
yang menginginkan kehamilan lagi setelah konseling tentang risiko. Namun beberapa ahli
telah merekomendasikan menunggu 12-24 bulan sebelumnya mencoba hamil lagi, meskipun
terdapat bukti pendukung yang sangat terbatas. Mengingat peningkatan risiko kekambuhan
CSP, beberapa menganjurkan evaluasi uterus dan bekas luka cesar oleh sonohisterografi infus
saline sebelum kehamilan berikutnya. Jika seorang wanita dengan riwayat CSP telah hamil
adanya kehamilan intrauterine dan untuk menyingkirkan CSP berulang. Pemeriksaan USG
awal direkomendasikan idealnya pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, untuk
DJJ (+)
Tabel 4.2. Algoritma pada Cesarean Scar Pregnancy (Cali et al, 2018)
33
Rekomendasi terkait kehamilan pada bekas operasi Caesar di bagi menjadi dua, yang
pertama mengevaluasi apakah terdapat aktifitas kardiak pada janin atau tidak adanya aktifitas
kardiak pada janin. Bila tidak didapatkan detak jantung janin, maka dilakukan pengulangan
pemeriksaan detak jantung janin dalam tiga hari, bila dalam tiga hari berikutnya atau tujuh
minggu usia kehamilan tidak didapatkan detak jantung janin maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan USG dan pemeriksaan bhCG sampai kadar bhCG menjadi nol. Namun bila
didapatkan detak jantung janin, tindakan pertama yang dilakukan ialah melakukan konseling
kepada pasien berdasarkan temuan yang ada, berikan pilihan pada pasien, apakah pasien
Apabila pasien lebih memilih melanjutkan kehamilan, maka lakukan pemeriksaan lanjutan
apakah kehamilan terdapat pada bekas luka operasi atau terdapat pada niche, berikan
konseling terhadapt pasien mengenai kemungkinan resiko rendah maupun tinggi terjadinya
plasenta akreta, inkreta atau perkreta dan rencana tatalaksana yang akan diberikan.
Berikutnya bila pasien memilih untuk mengakhiri kehamilan, maka hentikan detak jantung
janin sesegera mungkin tanpa penundaan dengan tindakan yang sesuai, setelah itu evaluasi
kadar bhCG dan lakukan pemeriksaan USG tiap minggu, (Cali et al, 2018).
34
BAB V
RINGKASAN
Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran caesar di seluruh dunia yang tinggi,
maka hal ini berbanding lurus terhadap peningkatan insiden CSP. Di mana CSP itu sendiri
cukup sulit untuk didiagnosis secara tepat waktu, padahal kasus CSP itu sendiri sangat time
kehamilan. Diagnosis CSP harus dipertimbangkan pada wanita dengan persalinan sesar
Beberapa perawatan bedah dan medis telah dijelaskan untuk gangguan ini. Namun, saat
ini, pengelolaan yang optimal masih belum pasti. Terdapat berbagai terapi yang
direkomendasikan untuk CSP. Di mana pilihan terapi juga dipengaruhi oleh banyak hal, di
Adapun pilihan terapi yang tersedia terdiri dari pembedahan, medikamentosa dan terapi
tambahan lain seperti tindakan yang minimal invasif yakni double balloon catheter untuk
menekan CSP. Pilihan terapi CSP yang optimal juga masih belum diketahui, karena masih
kurangnya publikasi perbandingan langsung antara terapi medikamentosa dan terapi bedah.
CSP yang dilakukan masih berupa terapi tunggal dan masih dicari mana yang optimal dan
diharapkan dengan diagnosa yang tepat dapat diperkirakan bagaimana perkembangan natural
history CSP di kemudian hari sehingga segera dapat diambil keputusan terbaik sesuai dengan
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Andrea Kaelin Agten, Giuseppe Cali, Ana Monteagudo, Johana Oviedo, Joanne Ramos, Ilan
Timor-Tritsch. The Clinical Outcome of Cesarean Scar Pregnancies Implanted “on
the Scar” versus “in the Niche”, American Journal of Obstetrics and Gynecology,
Volume 216, Issue 5, 2017, Pages 510.e1-510.e6, ISSN 0002-9378,
https://doi.org/10.1016/j.ajog.2017.01.019.
Cali. G, Forlani.F, Lees. C, et. al. Prenatal Ultrasound Staging System for Placenta Accrete
Spectrum Disorders. Ultrasound Obstet Gynecol 2019; 53: 752–760.
Calì, G., Timor-Tritsch, I. E., Palacios-Jaraquemada, J., Monteaugudo, A., Buca, D., Forlani,
F., et al. (2018). Outcome of Cesarean Scar Pregnancy Managed Expectantly:
Systematic Review and Meta-Analysis. Ultrasound in Obstetrics & Gynecology,
51(2), 169–175. doi:10.1002/uog.17568 (https://doi.org/10.1002/uog.17568)
Hoffman T, Lin J. Cesarean Scar Ectopic Pregnancy: Diagnosis With Ultrasound. Clin Pract
Cases Emerg Med. 2020;4(1):65-68. Published 2020 Jan 15.
doi:10.5811/cpcem.2019.10.43988
Jurkovic D, Knez J, Appiah A, Farahani L, Mavrelos D, Ross JA. Sur- gical treatment of
cesarean scar ectopic pregnancy: efficacy and safety of ultrasound-guided suction
curettage. Ultrasound Obstet Gynecol 2016;47:511–7.
Kim SY, Yoon SR, Kim MJ, Chung JH, Kim MY, Lee SW. Cesarean scar pregnancy;
Diagnosis and management between 2003 and 2015 in a single center. Taiwan J
Obstet Gynecol. 2018 Oct;57(5):688-691. doi: 10.1016/j.tjog.2018.08.013. PMID:
30342652.
Monteagudo A, Cali G, Rebarber A, et al. Minimally invasive treatment of cesarean scar and
cervical pregnancies using a cervical ripening double balloon catheter: expanding
the clinical series. J Ultrasound Med 2019;38: 785–93.
Osborn DA, Williams TR, Craig BM. Cesarean scar pregnancy: sonographic and magnetic
resonance imaging findings, complications, and treatment. J Ultrasound Med. 2012
Sep;31(9):1449-56. doi: 10.7863/jum.2012.31.9.1449. PMID: 22922626.
Sadeghi H, Rutherford T, Rackow BW, et al. Cesarean scar ectopic pregnancy: case series
and review of the literature. Am J Perinatol 2010;27:111–20.
Shih, Jin-Chung, et al. New Ultrasound Grading System For Cesarean Scar Pregnancy And
Its Implications For Management Strategies: An Observational Cohort Study. 2018.
University School of Medicine, China. PLoS ONE 13(8): e0202020.
Timor-Tritsch IE, Monteagudo A, Santos R, et al. The Diagnosis, Treatment, And Follow-Up
Of Cesarean Scar Pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2012;207:44.e1-13.
Timor-Tritsch IE, Monteagudo A, Bennett TA, Foley C, Ramos J, Kaelin Agten A. A New
Minimally Invasive Treatment for Cesarean Scar Pregnancy and Cervical
Pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2016;215:351.e1–8.