Anda di halaman 1dari 10

NAMA : FAHMI

NIM : 1807101030088

KORIOAMNIONITIS

DEFINISI

Korioamnionitis adalah peradangan akut yang terjadi pada membrane dan


korion plasenta. Peradangan ini biasanya disebabkan oleh infeksi polimikroba dan
akan meningkat ketika pecahnya membrane. Korioamnionitis juga dapat terjadi
dengan membrane yang masih utuh, dan 70% disebabkan oleh infkesi bakteri yang
ada pada saluran genetalia bawah wanita dan jarang terjadi infeksi penyebaran
secara hematogen.1

EPIDEMIOLOGI

Korioamnionitis merupakan salah satu penyebab morbiditas bayi dan ibu.


Korioamnionitis terjadi pada bayi dengan kelahiran premature dan membrane utuh
sebanyak 30% dan sekitar 70% terjadi dengan ketuban pecah dini. Kejadiaan
korioamniotis tejadi berdasarkan usia kehamilan. Sebanyak 41% terjadi pada
kehamilan 27 minggu, kemudian sebanyak 15% terjadi pada kehamilan 28 – 36
minggu dan hanya 2% terjadi pada kehamilan aterm.2

ETIOLOGI

Penyebab dari korioamninitis adalah biasanya polimikrobial dan sebagian


besar kasus disebabkan oleh kombinasi bakteri anaerobic dan aerobic. Patogen yang
sering menyebabkan koriamniotis adalah floura vagina, yaitu Gardnerella
vaginalis, Ureaplasma urealyticum, Enterococcus faecalis, Bacteroides bivius,
kelompok A, B, dan D Streptococci, Peptococcus, Peptostreptococcus, dan
Escherichia coli. Namun dapat juga disebabkan oleh beberapa pathogen yang lain,
seperti Mycoplasma hominis, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae dan
Trichomonas vaginalis. Korioamnionitis yang terjadi pada keadaan membrane utuh
biasanya disebabkan oleh bakteri yang berukuran kecil, seperti Ureaplasma sp. dan
Mycoplasma hominis.2

PATOGENESIS

Patogensis dari korioamnionitis ditandai dengan adanya perjalanan


mikroorganisme infkesius korioamnion dan bias juga ke tali pusat plasenta. Infkesi
ini sering terjadi secara retroged atau asdending dari saluran genetalia bawah yaitu
servisk dan vagina. Adanya infkesi dalam korioamnion menimbulkan respon
inflamasi pada ibu dan janin dengan ditandai pelepasan kombinasi sitokin dan
kemokin proimflamasi. Respon yang terjadi menyebabkan perlepasan dari
prostaglandin, pematangan serviks, menyebabkan cedera membrane, dan
persalinan pada saat aterm atau persalinan premature. Kemudian respon dari
inflamasi janin juga dapat memeberi efek ke otak, yang dapat menyebabkan
cerebral palsy dan deficit neurolgis jangka pendek dan Panjang lainnya.1

Gambar 1. Rute masuknya infeksi secara asending.1


Gambar 2. Patogenesis Korioamnionitis.1

TANDA DAN GEJALA

Ada beberapa gejala dan tanda yang dapat dijumpai pada korioamnionitis, yaitu:

• Demam diatas > 38 oC yang merupakan tanda klinis paling penting


• Nyeri tekan pada fundus uterus
• Takikardi pada ibu > 100 x/menit (50 – 80% kasus)
• Takikardi pada janin > 160 xx/menit (40 – 70% kasus)
• Adanya cairan ketuban yang purulent dan bau busuk.
• Ketuban pecah dini preterm (PPROM) dan ketuban pecah dini aterm
(PROM)
FAKTOR PREDISPOSISI

Ada beberpa faktor predisposisi pada kejadian korioamnionitis, antara lain:

a. Persalinan premature
b. Ketuban pecah yang lama
c. Persalinan yang lama
d. Karena melakukan pemeriksaan dalam secara berulang-ulang
e. Nullipara
f. Adanya bakteri pathogen pada saluran genetalia (bacterial vaginosis dan
grup B streptococcus)
g. Kebiasaan Alcohol dan merokok
h. Karena meconium yang menodai cairan amnion.1,3

DIAGNOSIS

Diagnosis dari korioamnionitis adalah dapat ditegakan dari tanda dan gejala
yang muncul. Diagnosis bias ditegak dengan pasien yang mengalami demam diatas
> 38 oC dan disertai dengan 2 gejala atau lebih dari gejala berikut ini:

• Nyeri tekan pada fundus uterus


• Takikardi pada ibu > 100 x/menit (50 – 80% kasus)
• Takikardi pada janin > 160 xx/menit (40 – 70% kasus)
• Leukositosis > 15.000
• Adanya cairan ketuban yang purulent dan bau busuk.
Gambar 3. Diagnosis secara klinis dan pemeriksaan laboratoium caianan amnion.1

TATALAKSANA

Penangan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Menegakan diagnose korioamnionitis sedini mungkin, untuk medapatkan


prognosis yang baik.
b. Depat diberikan antibiotic kombinasi dengan pilihan ampisilin 2 g seacara
IV selama tiap 6 jam dan di tambah dengan gentamisin 5 mg/KgBB secara
IV setiap 24 jam
c. Melakukan terminasi kehamilan. Menilai serviks terlebih dahulu untuk
menentukan cara persalinan. Jika keadaan serciks sudah matang, maka
induksi persalinan dengan pemberian oksitosin. Jika serviks belum matang,
maka berikan prostaglandin dan infus oksitosin, atau dapat melakukan
dengan memilih tindakan seksio sersaria.
d. Antibiotic dapat dihentikan setelah persalinan, jika persalinan dilakukan
dengan cara pervaginam. Namun jika persalinan dilakukan dengan caea SC,
maka lanjutkan antibiotic dengan menambahkan metronidazole 500 mg
secara IV setiap 8 jam hingga pasien bebas demam dalam 48 jam.
e. Jika sepsis terjadi pada bayi, maka langsung melakukan pemeriksaan kultur
darah dan berikan antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur selama 7 – 10
hari.3,4
DAFTAR PUSTAKA

1. Alan T. N. Tita, MD, PhDa and William W. Andrews, PhD Md. Diagnosis
and Management of Clinical Chorioamnionitis Alan. NIH Public Access.
2011;37(2):339–54.

2. Rif’ati NL, Kristanto H, Wijayati PS, Arkhaesi N. Hubungan


korioamnionitis dengan Asfiksia Neonatus pada kehamilan dengan ketuban
pecah dini. Medica Hosp J Clin Med. 2018;5(2):1143–53.

3. Susilaningrum R, Nursalam, Utami S. Buku Saku : Pelayanan kesehatan


ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. kementrian kesehatan republik
indonesia. 2013. 122 p.

4. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka; 2011. 677
p.
SKENARIO

Seorang ibu usia 28 tahun, G2P1A0 dengan usia kehamilan 34 minggu


datang ke IGD puskesmas diantar oleh suaminya dengan keluhan keluar cairan yang
banyak dan merembes sejak tadi sore. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut dan
pusing saat keluar cairan tersebut. Pasien juga mengeluhkan badannya terasa panas
dala satu hari ini. Pada permeriksaan vital sign, TD: 120/80 mmHg, RR: 20 x/menit,
HR: 120 x/menit, dan T: 38,5 oC. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya keluar
cairan yang banyak dari vagina, cairan berbau amis dan tidak berhenti. Pada palpasi
daerah perut dijumpai nyeri tekan di daerah fundus. Dari hasil pemeriksaan LAB,
pasien mengalami leukositosis.

Apa yang terjadi pada pasien tersebut?

Bagaimana tatalaksana yang tepat pada pasien tersebut?


Brain Mapping

Anda mungkin juga menyukai