Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

Kelenjar Bartholin terletak di bagian posterior labium majus, berdiameter 8-10 mm


dan tidak memiliki kapsul. Berfungsinya untuk menghasilkan lendir sebagai pelumas pada saat
berhubungan seksual. Lendir yang dikeluarkan bermuara ke dalam saluran Bartholin yang
berukuran sekitar 2,5 cm dan membuka di vestibulum vulva. kuadran posterior, hanya sebelah
kanan dari hymenalis carunculae.
Kelenjar Bartholin atau the greater vestibular glands adalah kelenjar pada perempuan
yang homolog dengan kelenjar bulbourethral (kelenjar Cowper) pada laki-laki. Kelenjar mulai
berfungsi pada masa pubertas dan berfungsi memberikan kelembaban untuk vestibulum.
Kelenjar Bartholin berkembang dari tunas di epitel daerah posterior vestibulum. Kelenjar
Bartholin terletak bilateral pada dasar labium minora, masing-masing berukuran sekitar 0,5 cm
dan mensekresikan mukus ke dalam duktus yang memiliki panjang 2-2,5 cm. Kelenjar biasanya
tidak akan teraba kecuali penyakit infeksi atau pada wanita yang sangat kurus. Kista Bartholin
adalah penyumbatan ductus kelenjar bagian distal berupa pembesaran berisi cairan dan
mempunyai struktur seperti kantong bengkak (swollen sac-like structure). Jika lubang pada
kelenjar Bartholin tersumbat, lendir yang dihasilkan oleh kelenjar akan terakumulasi sehingga
terjadi dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi. Kista Bartholin yang mengalami
obstruksi dan terinfeksi dapat berkembang menjadi abses. Kista dan abses Bartholin
merupakan penyakit terkait kelenjar Bartholin yang paling sering terjadi.
Penyakit terjadi pada 2-3% wanita. Abses hampir tiga kali lebih umum daripada kista.
Kista Bartholin rata-rata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya unilateral dan
asimptomatik. Kista yang lebih besar dapat menimbulkan ketidaknyamanan terutama saat
berhubungan seksual, duduk, atau jalan. Pasien dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan
nyeri vulva yang akut, berkembang secara cepat, dan progresif. Diagnosis kista dan abses
Bartholin ditegakkan berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan fisik. Manajemen kista dan
abses Bartholin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain medikamentosa, insisi dan
drainase, pemasangan word catheter, marsupialisasi, ablasi silver nitrate, terapi laser, dan
eksisi.
Kista dan abses Bartholin umumnya terjadi pada wanita usia reproduktif, usia 20-29
tahun tetapi penanganan yang ideal terhadap penyakit ini masih kontroversial. Penelitian ini
dilakukan untuk mengevaluasi manajemen terhadap pasien baru kista dan abses Bartholin
melalui penegakan diagnosis dengan cara anamnesis, temuan klinis, dan pemeriksaan fisik.

1
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat untuk manajemen terhadap
pasien kista dan abses Bartholin di masa yang akan datang.1-3

DEFINISI

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah
kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini
menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka
saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan
yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak
dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Dari literatur didapatkan pengertian Kista Bartholin yaitu sebagai berikut:
1. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di vagina
sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar.
2. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran kelenjar
Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh infeksi kuman
Neisseria gonorrhoeae.
3. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di vagina
sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar. Penyumbatan pada
kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri

Berdasarkan Pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Kista Bartholini adalah


penyumbatan kelenjar bartholin karena terinfeksi oleh bakteri sehingga cairan lubrikasi
vagina tidak keluar dan menimbulkan benjolan.4,5

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Glandula Bartholin merupakan homolog dari glandula Cowper atau bulbourethralis
pada pria. Glandula Bartholin terdiri atas sepasang kelenjar yang berukuran seperti kacang
polong dengan diameter sekitar 0,5 cm, vulvovaginal, glandula vestibular mayor yang
mensekresi mukus, terletak di labia minora pada 1/3 posterior dari setiap labium mayora.
Muara dari duktus sekretorius dari kelenjar ini, berada tepat di depan (eksterna) hymen
pada posisi jam 4 dan 7-8, di antara labium minus pudendi, di bawah Muskulus
bulbospongiosus. Pada dasarnya, kelenjar ini tidak teraba saat dipalpasi. Setiap kelenjar

2
mensekresi mukus ke dalam duktus dengan panjang berukuran 2-2,5 cm. Duktus tersebut
bermuara ke vestibulum pada setiap sisi orificium vaginalis, sebelah inferior hymen.
Glandula Bartholin diperdarahi oleh arteri Bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh Nervus
pudendus dan Nervus hemoroidal inferior. Fungsi dari kelenjar ini adalah untuk
mempertahankan kelembapan permukaan vestibulum mukosa vagina.
Glandula Bartholin dibatasi oleh epitel kolumnar atau kuboid yang mensekresi mukus
jernih atau keputih-putihan dengan komponen lubrikan. Mukosa glandula dilapisi oleh sel
epitel kuboid. Duktus dari glandula Bartholin merupakan epitel transisional yang secara
embriologi merupakan daerah transisi antara tratus urinarius dengan traktus genital.
Glandula distimulasi oleh rangsangan seksual. Kontraksi muskulus bulbospongiosus,
yang melapisi permukaan superfisial glandula, mendorong sekresi pada glandula.
Glandula ini tertekan pada waktu koitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi
atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. Glandula Bartholin sebagian tersusun
dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama
rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak
sebagai lubrikan. Secara klinis, obstruksi pada duktus Bartholin oleh material
proteinaceous atau inflamasi akibat infeksi dapat menimbulkan terjadinya kista dengan
ukuran yang bervariasi. Kista yang terinfeksi dapat menyebabkan timbulnya abses.
Glandula Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau
dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya
menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson
menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan
mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah
sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.3,6

Gambar 1 Anatomi glandula Bartholin3

3
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 2% wanita usia reproduktif mengalami pembengkakan pada satu atau kedua
glandula Bartholin. Penyakit ini cenderung berkembang pada populasi dengan profil
demografis serupa dengan mereka yang memiliki risiko tinggi terhadap infeksi menular
seksual. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak dari pada kista.4
Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam
yang lebih cenderung untuk mengalami kista Bartolin atau abses Bartolin daripada wanita
hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista
Bartholin, yang paling umum terjadi pada labia minora. Involusi bertahap dari kelenjar
Bartholin dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin
menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartholin dan abses selama usia reproduksi.
Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pasca
menopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian telah menyarankan
bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker Glandula
Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun). Namun, jika diagnosis kanker
tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami
kista Bartolin atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu
dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia reproduktif, antara 20 sampai 30
tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau
lebih muda.4-6

ETIOLOGI

Kista Bartholin merupakan kista berukuran relatif besar yang paling sering dijumpai.
Kelenjar ini terletak pada 1/3 posterior dari setiap labium mayus dan muara dari duktus
sekretorius dari kelenjar ini, berada tepat didepan (eksternal) himen pada posisi jam 4 dan
8. Pembesaran kistik tersebut terjadi akibat parut setelah infeksi (terutama disebabkan
Neisseria gonorrhoeae dan kadang streptococcus dan staphylococcus) atau trauma yang
kemudian menyebabkan sumbatan pada saluran ekskresi kelenjar Bartholin. Bila
pembesaran terjadi pada usia pascamenopause sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara
seksama terkait dengan resiko tinggi karena keganasan. 4,5
Peradangan mendadak glandula bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi
gonococcus, dapat pula oleh bakteri lain yang paling dominan berkaitan dengan penyakit

4
hubungan seksual adalah karena Neisseria gonorrhoeae yang menimbulkan abses.
Tetapi meskipun termasuk bersamaan dengan penyakit yang ditularkan melalui seksual,
abses pada kelenjar bartholini tidak selalu diakibat infeksi Gonorhoeae dan Klamidia.
Pembentukan abses duktus bartholini dapat dimulai secara de novo atau sebagai hasil
infeksi sekunder kista duktus bartholini.
Pembentukan kista disebabkan oleh oklusi orifisum duktus pada vestibulum sehingga
menimbulkan pembengkakan kista pada salah satu atau sisi lain pada bagian dalam
posterior dan labia mayora. Kadang-kadang obstruksi saluran juga dapat terjadi karena
penyebab lain, seperti stenosis traumatik atau kongenital atau akibat lapisan hiperplasia.5

GEJALA KLINIS

Kebanyakan kista kelenjar Bartholin berukuran kecil dan tidak menunjukkan gejala
kecuali atau ketidaknyamanan kecil selama kontak seksual. Dengan kista yang lebih besar
atau terinfeksi, pasien mungkin mengeluh nyeri vulva parah yang menghalangi berjalan,
duduk, atau aktivitas seksual.
Pada pemeriksaan fisik, kista biasanya unilateral, bulat seperti telur, dan berfluktuasi
atau tegang. Jika terinfeksi, akan terlihat eritema di sekitarnya dan lunak. Massa biasanya
terletak di labia mayora inferior. Dimana sebagai sebagian besar kista dan abses
menyebabkan asimetris labial, kista yang lebih kecil dapat dideteksi hanya dengan palpasi.
Abses bartholin pada ambang dekompresi spontan akan menunjukkan area pelunakan, di
mana kemungkina rupture spontan.3
Peradangan pada kista yang terbentuk akibat sumbatan duktus sekretorius dan
kelenjar Bartholin dapat juga terjadi secara kronis dan berlangsung hingga bertahun-tahun.
Untuk jenis ini biasa diameter indurasi kista tidak mencapai ukuran yang besar sehingga
penderita tidak menyadari adanya kelainan ini. Infeksi sekunder atau eksaserbasi akut yang
berat dapat menyebabkan indurasi yang luas, reaksi peradangan, nyeri sehingga
menimbulkan gejala klinik berupa nyeri, dispareuni ataupun demam.5
Bila pembesaran kistik ini tidak disertai dengan infeksi lanjutan atau sekunder,
umumnya tidak akan menimbulkan gejala-gejala khusus dan hanya dikenali melalui
palpasi. Sementara itu, infeksi akut disertai penyumbatan, indurasi, dan peradangan.
Gejala utama akibat infeksi biasanya berupa nyeri saat disentuh dan dispareunia. Pada

5
tahap supuratif dinding kista berwarna kemerahan, tegang, dan nyeri. Bila sampai tahap
eksudatif dimana sudah terjadi abses, maka rasa nyeri dan ketegangan dinding kista
menjadi sedikit berkurang disertai dengan penipisan dinding di area yang lebih putih dari
sekitarnya. Umumnya hanya terjadi gejala dan keluhan lokal dan tidak menimbulkan
gejala sistemik kecuali apabila terjadi infeksi yang berat dan luas.5

Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista Bartholin adalah:
1. Pada vulva : perubahan warna kulit, membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar,
nyeri tekan.
2. Pada kelenjar Bartholin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia berjalan atau
duduk juga dapat disertai demam.
Kebanyakkan wanita penderita kista bartholin, datang ke rumah sakit dengan keluhan
keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan pasangannya, rasa sakit saat buang
air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin dan yang terparah adalah terdapat abses
pada daerah kelamin. Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan
bercampur dengan darah.3-5

PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada vulva tampak benjolan yaitu pertumbuhan Kista Bartholini, bentuknya bundar
menyerupai kelereng, berwarna kemerahan.
b. Palpasi
Pada vulva teraba benjolan atau pembengkakan pada kelenjar Bartholin.5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kista yang terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk
mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya
infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur
diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat
setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini
dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Pembesaran glandula Bartholin
pada wanita usia lebih dari 40 tahun dan memiliki riwayat kista rekuren ataupun adanya

6
abses rekuren sebaiknya dilakukan biopsi atau eksisi. Semua massa solid membutuhkan
Fine Needle Aspiration Biopsy untuk menentukan diagnosis definitif.3,6

DIAGNOSIS BANDING

Kista duktus Bartholin dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya.
Karena glandula Bartholin biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada
wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan,
khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten.
a) Lesi vulva: kista sebaseus, kista disontogenetik, hematom, lipoma, fibroma,
hidradenoma, syringoma, endometriosis, myoblastoma, mamma abberans,
leiomyoma, tumor von recklinghausen, adenokarsinoma.
b) Lesi vagina: kista inklusi vagina, endometriosis, adenosis, kista duktus gardner,
leiomyoma, hernia inguinalis.6

Beberapa diagnosis banding kista Bartholin:


a) Malignancy
Setelah menopause, kista dan abses Bartholin jarang terjadi dan kemungkinan
adanya neoplasia harus lebih diwaspadai. Bagaimanapun juga, carcinoma glandula
Bartholin jarang dan insidennya sekitar 0,1 per 100.000 wanita. Tumor malignant
primer yang berasal dari glandula Bartholin dapat berbentuk adenocarcinoma,
squamous cell carcinoma, ataupun transitional cell carcinoma. Insiden carcinoma
glandula Bartholin mencapai puncak pada usia pertengahan 60-an. Kebanyakan kasus
adalah squamous carcinoma atau adenocarcinoma. Adenocarcinoma glandula
Bartholin jarang terjadi, sekitar 1-2% dari malignancy vulva. Lesi muncul dengan
kelenjar yang mengalami pembesaran secara berangsur-angsur, asimptomatik, dan
terjadi pada wanita postmenopause.
Mengingat kelangkaan insiden kanker, eksisi glandula Bartholin biasanya tidak
diindikasikan. Sebagai alternatif, pada wanita di atas 40 tahun, dianjurkan untuk
dilakukan drainase kista dan biopsi area dinding kista secara adekuat untuk
menyingkirkan kemungkinan malignancy.

7
b) Diverticulum urethrae dan Skene Gland
Oklusi ductus Skene gland atau glandula paraurethralis dapat menyebabkan
pembesaran kistik paraurethralis dan kemungkinan terbentuknya abses.
c) Epidermoid cysts
Kista epidermoid yang juga dikenal sebagai epidermal inclusion atau sebaceous
cysts, umumnya ditemukan pada vulva, dan jarang di vagina. Vulvar epidermoid cyst
secara khusus terbentuk dari unit pilosebaseus. Kista epidermoid juga dapat diikuti
implantasi traumatik sel epidermal ke dalam jaringan yang lebih dalam. Ukuran kista
bervariasi, berbentuk bulat atau ovoid, dan kulit berwarna kuning, atau putih. Pada
umumnya, kista diisi dengan material viscous, berpasir, atau material caseous berbau
busuk. Kista dermoid biasanya tidak asimptomatik dan tidak membutuhkan evaluasi
lebih lanjut. Jika kista simptomatik atau terjadi infeksi sekunder, insisi dan drainase
direkomendasikan.3,6

PENATALAKSANAAN
Terapi utama terhadap kista Bartholin adalah insisi dinding kista dan drainase cairan
kista atau abses, yang disebut juga prosedur marsupialisasi. Pengosongan atau drainase
eksudat abses dapat pula dilakukan dengan memasang kateter ward. Insisi dan drainase
sederhana hanya dapat mengurangi keluhan penderita untuk sementara waktu karena jenis
insisi tersebut akan diikuti dengan obstruksi ulangan sehingga terjadi kembali ulangan
sehingga terjadi kembali kista dan infeksi yang memerlukan tindakan insisi dan drainase
ulang. Berikan juga antibiotik untuk mikro organisme yang sesuai dengan hasil
pemeriksaan apus atau kultur bakteri.
Kista Bartholin yang berukuran kecil dan asimptomatik tidak membutuhkan
intervensi kecuali adanya tanda-tanda neoplasia pada wanita usia lebih dari 40 tahun. Pada
kista yang simptomatik dapat ditatalaksana dengan salah satu teknik, termasuk insisi dan
drainase (I&D), marsupialisasi, dan eksisi glandula Bartholin.
a) Kista Bartholin:
Kecil, asimptomatik : Dibiarkan
Simptomatis/ rekuren : Pembedahan berupa insisi + word catheter
Marsupialisasi
Laser varporization dinding kista

8
b) Abses Bartholin: Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi
Penanganan abses Bartholin sama dengan penanganan kista Bartholin simtomatis,
namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik spektrum luas, dan
lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan disebabkan Gonorrhea atau
Chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora normal vagina.
1. Medikamentosa
Antibiotik oral yang dapat diberikan pada pasien abses Bartholin termasuk
trimethoprim-sulfamethoxazole, amoxicillin-clavulanate, generasi kedua
cephalosporin, atau fluoroquinolone, seperti ciprofloxacin. Pada kebanyakan kasus,
kultur dilakukan.
Preoperatif
a) Persetujuan/consent
Obstruksi ductus glandula Bartholin yang berulang setelah tindakan insisi
dan drainase awal, jarang terjadi selama hitungan minggu dan bulan setelah
drainase. Pasien dijelaskan kemungkinan dibutuhkan untuk mengulangi prosedur
jika terjadi obstruksi kembali. Dispareuni biasanya adalah sequel jangka-panjang
yang jarang terjadi, tetapi pasien dinasehati mengenai potensi terjadinya
dispareuni. Jarang terjadi, adanya infeksi jaringan dalam atau terbentuknya fistula
rektovaginalis setelah postoperatif.
b) Indikasi
Insisi dan drainase diindikasikan untuk kista Bartholin tertentu yang
memiliki diameter ≥ 1 cm atau timbulnya kista dengan simptomatik (nyeri, lunak,
mengganggu aktivitas fisik atau seksual) dan/atau adanya abses Bartholin.2
Keuntungan: minimal trauma, nyeri sedikit, koitus tidak terganggu, dan
tindakan sederhana.
c) Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan insisi dan drainase kista
ataupun abses. Kontraindikasi relatif termasuk abses yang kompleks atau rekuren
yang membutuhkan drainase di bawah pengaruh general anestesi di ruang
operasi.2

9
Intraoperatif
a) Alat dan Bahan
Tujuan dari tindakan I&D ductus glandula Bartholin adalah untuk
mengosongkan cavitas kista dan membuat accessory epithelialized tract yang
baru untuk drainase glandula. Dengan demikian belakangan terakhir, digunakan
Word catheter. Alat ini dibuat dari latex tube stem dengan panjang 1 inch yang
mempunyai ballon yang dapat digelembungkan pada satu ujung dan tempat
injeksi saline pada ujung lainnya.
Alat dan bahan yang digunakan dalam insisi dan drainase termasuk:
1) Cairan antiseptik dan duk steril
2) Lidocaine 1%
3) Normal saline (NaCl 0,9%)
4) Syringe 3 cc, 5 cc, dan 10 cc
5) Needle 18 gauge (3)
6) Needle, 25 atau 27 gauge, 1,5 inch (untuk injeksi anestesi)
7) Scalpel blade (No.11) dan handle
8) Gauze pads (4×4)
9) Hemostat
10) Culture swab
11) Word catheter

Gambar 2 Word catheter3

Postoperatif
Drainase kista ductus glandula Bartholin pada dasarnya tidak membutuhkan
terapi antibiotik. Namun pada kondisi dimana abses disertai dengan selulitis signifikan
maka antibiotik harus diberikan. Pilihan yang cocok termasuk trimethoprim-
sulfamethoxazole, doxycycline, atau cephalexin diresepkan selama 7-10 hari. Pada

10
wanita yang menderita immunocompromised sebaiknya dirawat untuk terapi
antibiotik intravena hingga demam atau eritema membaik.
Pasien disarankan untuk berendam dalam warm tub bath dua kali sehari. koitus
sebaiknya dihindari guna kenyamanan pasien dan mencegah displacement Word
catheter. Idealnya, kateter dipasang selama 4-6 minggu. Setelah 4 minggu akan
terbentuk saluran drainase baru dari kista Bartholin.

Dari literatur lainnya dapat pula diberikan penanganan yaitu sebagai berikut:
1. Konservatif
Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu meringankan secara
sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar atau saluran
bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva dengan air hangat beberapa
kali sehari. Berikan obat analgesik jika diperlukan. Setelah mengambil kultur,
pertimbangkan untuk memberikan antibiotik spektrum luas yang efektif melawan
organisme yang tersering ditemukan pada infeksi ini seperti bakteri koliform, klamidia
dan gonokokus.7
2. Marsupialisasi
Kadang merupakan terapi terpilih untuk pasien dibawah umur 40 tahun jika tidak di
indikasi eksisi kista. Selain itu marsupialisasi ditujukan untuk mencegah kekambuhan
dimasa mendatang.

Marsupialisasi kista Bartholini (I)


Kelenjar Bartholini kanan sangat membesar dan
kritik. Sulkus interlabianya hilang. Suatu insisi
dibuat pada sisi dalam labium minus di perbatasan
sepertiga tengah dan sepertiga posterior.

Gambar 3 Marsupilasi Kista Bartholin5,6

11
Marsupialisasi kista Bartholini (II)
Setelah kista dikosongkan, pelapisnya
dijahit ke kulit labium minus dengan jahitan
terputus halus sepanjang pinggir luka. Sepotong
kasa dimasukkan ke dalam ostium yang baru
dibentuk.

Gambar 4 Marsupilasi Kista Bartholin5,6

3. Mengeksisi Kista Bartholini


Pada saat ini jarang ada keperluan mengeksisi kista Bartholini kecuali jika diduga
karsinoma kelenjar Bartholini, eksisi bisa menjelaskan diagnosis histologi.

Kulit labium minus diinsisi dan tepi luka


ditegangkan. Kemudian dinding kistanya
dikeluarkan secara tajam dengan skalpel.

Gambar 5 Eksisi Kista Bartholin5,6

4. Kateter Word
Kateter word biasanya digunakan untuk penanganan kista saluran bartolini dan abses.
Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi dan diameter no.10 french foley
catheter. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat menahan sekitar 3 ml larutan
salin atau garam. Setelah persiapan steril dan anestesi local, dinding kista atau abses
dijepit dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11 digunakan untuk membuat sayatan 5

12
mm (menusuk) kedalam kista atau abses. Sayatan harus berada dalam introitus
hymenalis eksternal terhadap daerah dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter
word akan jatuh keluar. Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung
balon di kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui pusat
kateter yang memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam rongga kista atau
abses. Ujung bebas kateter dapat di tempatkan dalam vagina. Untuk memungkinkan
ephitelialisasi dari pembedahan saluran di ciptakan, kateter word dibiarkan pada
tempatnya selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi dapat terjadi
segera setelah tiga sampai empat minggu. Jika kista bartolini atau abses terlalu dalam,
penempatan kateter tidak praktis, dan pilihan laian harus di pertimbangkan.3,5,6,7

13
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT IMANUEL LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Kressa Stiffensi Saparang Tanda Tangan


NIM : 11-2018-125
Dokter pembimbing : dr. Dian Ekasari, Sp.OG

A. IDENTITAS PASIEN

Masuk Rumah Sakit : 18 Maret 2019


Identitas Pasien Identitas Suami
No RM : 172269 Nama : Tn. VP
Nama : Ny. FAJP Usia : 35 tahun
Usia : 30 tahun Pendidikan : S1
Pendidikan : S1 Agama : Protestan
Agama : Protestan Pekerjaan : Swasta
Pekerjaan : Swasta Warga Negara : WNI
Warga Negara : WNI
Alamat : Kel. Perumnas Way Kandis
G2P1A0 ; Hamil 10-12 minggu

14
B. ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesis, Tanggal : 19 Maret 2019, pk. 13.00 WIB

Keluhan Utama :
Nyeri pada vagina sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

Keluhan Tambahan :
Demam sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien G2P1A0 hamil 10-12 minggu datang dengan keluhan nyeri pada vagina. Pasien
mengatakan adanya benjolan pada bibir vagina sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengeluh
susah untuk buang air besar dan buang air kecil. Pasien mengatakan pada saat berjalan
pasien merasa tidak nyaman dan saat berhubungan seksual pasien mengeluh sakit sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit, disertai keluarnya cairan kuning dan bau sejak 3 hari
yang lalu Pasien merasa demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengatakan saat sedang membersihkan vagina, keluarnya sedikit darah dan nyeri semakin
terasa pada vagina sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat Kehamilan:
ANC rutin di dokter spesialis obstetri-ginekologi sebulan sekali, terhitung sudah sebanyak
1x, tidak ditemukan adanya penyulit selama ANC.

Riwayat Haid :
Menarche : 13 tahun
Siklus Haid : 30 hari, teratur, 4x ganti pembalut
Lama Haid : 4 hari
HPHT : 5 januari 2019

Riwayat Perkawinan :
Perkawinan : 1 kali
Menikah usia : 26 tahun

15
Lama menikah : 4 tahun
Riwayat KB :-

Riwayat Kehamilan dan kelahiran

Hamil Usia Jenis Penyulit Penolong Jenis BB/PB Tahun


ke kehamilan persalinan kelamin lahir Lahir
1 37 minggu sectio Tidak ada Dokter Perempuan 3100 2017
(cukup caesarea gram/44 cm
bulan)

Riwayat Penyakit Dahulu : (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-)
( - ) Cacar (- ) Malaria ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih
( - ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Batuk Rejan
( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir ( - ) Campak
( - ) Diabetes ( - ) Sifilis ( - ) Alergi
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh ( - ) Demam Rematik Akut
( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan Otak ( - ) Pneumonia
( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis ( - ) Gastritis
( - ) Neurosis ( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu
Lain-lain : (+) Operasi SC (- ) Kecelakaan ( - )Dispepsia Fungsional

Riwayat Penyakit Keluarga : DM (-), ginjal (-), jantung (-), hipertensi (-), asma (-),
alergi obat (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

16
Keadaan Gizi : baik
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 65 kg
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
Suhu : 36,20C
Pernapasan : 22x/menit

Kulit
Warna kuning langsat, kulit hangat, kelembapan lembab, tekstur halus, sianosis (-),
kterik (-), sedikit pucat (+)
Kepala
Normocephali, tidak teraba benjolan, distribusi rambut merata, warna hitam
Mata
Edem palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pendarahan sub-
conjungtival (-/-), pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+).
Telinga
Normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung
Septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), nyeri tekan
paranasal (-).
Mulut
Simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-), pucat (-) , perdarahan gusi (-), atrofi papil
lidah (-), coated tongue (-), hiperplasia ginggiva (-), tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis
(-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)

17
Thorax
Pulmo & Cor
Anterior Posterior

Inspeksi Pergerakan dinding dada simetris Pergerakan dinding dada simetris


saat statis dan dinamis, ictus cordis saat statis dan dinamis.
tidak terlihat
Palpasi Sela iga tidak melebar, fremitus Sela iga tidak melebar, fremitus taktil
taktil simetris, nyeri tekan (-). simetris, nyeri tekan (-).

Ictus cordis teraba pada ICS IV, 1


jari lateral dari linea axilaris anterior
sinistra
Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi Suara nafas dasar vesikuler Suara nafas dasar vesikuler

Katup Mitral dan Tricuspid : BJ I


lebih besar dari BJ II, murni, reguler,
gallop (-), murmur (-)
Katup Aorta dan Pulmonal : BJ II
lebih besar dari BJ I, murni, reguler,
gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Terlampir pada status obstetrikus
Palpasi : Terlampir pada status obstetrikus
Perkusi : Timpani (+) di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik.
Genitalia : Terlampir pada status obstetrikus
Ekstremitas : akral teraba hangat, oedema (-), deformitas (-)

18
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah
Chloasma gravidarum (-)
Payudara
Pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola mammae(+), Pemeriksaan leopold tidak
dilakukan.

Abdomen
Inspeksi
Tampak membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+)
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium dan suprapubik (-), His (-) Tinggi Fundus Uteri 2 jari di atas
simfisis pubis, sesuai masa kehamilan 10-12 minggu,
Auskultasi
Denyut jantung janin (+) 120 x/menit

Genitalia Eksterna
Inspeksi
Kista Unilateral(+), Flek (+), Eritema (+)
Palpasi
Tanda-tanda peradangan (+), Nyeri (+), Fluktuasi (+)

19
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Hematologi Lengkap
Hemoglobin 13, 9 g/dl 12-16
Leukosit 13,080 /mm3 4400-11300
Hitung Jenis Leukosit
Eusinofil 1 % 1-6
Basofil 0 % 0-1
Batang 0 % 3-5
Segmen 80 % 40-70
Limfosit 14 % 30-45
Monosit 5 % 2-10
Index Eritrosit
MCV 85,2 fL 80-100
MCH 30,8 pg 26-34
MCHC 36,1 % 32-36
MPV 8,6 fL 7.2-11.1
Hematokrit 39 % 35-47
Trombosit 244 Ribu 150-450
Eritrosit 4,52 Juta 3.6-5.8
Kimia Klinik
Karbohidrat
Glukosa Rapid Sewaktu 99 mg/dL <150

20
RESUME
Pasien G2P1A0 hamil 10-12 minggu datang dengan keluhan nyeri pada vagina. Pasien
mengatakan adanya benjolan pada bibir vagina sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengeluh
susah untuk buang air besar dan buang air kecil. Pasien mengatakan pada saat berjalan pasien
merasa tidak nyaman dan saat berhubungan seksual pasien mengeluh sakit sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, disertai keluarnya cairan kuning dan bau sejak 3 hari yang lalu Pasien
merasa demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan saat sedang
membersihkan vagina, keluarnya sedikit darah dan nyeri semakin terasa pada vagina sejak 1
hari yang lalu.
Pasien memiliki riwayat operasi section saecarea tahun 2017 pada kehamilan
sebelumnya. Kehamilan saat ini adalah kehamilan usia 10-12 minggu. Pasien mengatakan hari
pertama haid terakhir adalah tanggal 05 Januari 2019. Hari taksiran persalinan adalah 02
Oktober 2019.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit sedikit pucat, abdomen: Inspeksi tampak
membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+), Tinggi Fundus Uteri 2 jari di atas simfisis
pubis, sesuai masa kehamilan 10-12 minggu, auskultasi denyut jantung janin (+) 120 x/menit.
Pemeriksaan genitalia eksterna inspeksi flek (+), bengkak (+), eritema (+). Pada palpasi tanda-
tanda radang(+), Nyeri (+), Fluktuasi (+)
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap ditemukan Hb 13.9 g/dL, Leukosit 13.080
mm3 dengan Hiting jenis leukosit yaitu eosinophil 1 %, Batang 0%, Segmen 80%, Limfosit
14% dan MCHC 36.1%

E. DIAGNOSIS
G2P1A0 gravid 10-12 minggu, dengan Kista Bartholin.

F. TATALAKSANA
Konsul dr. Dian, Sp. OG. Jawaban:
 Rawat inap
 Cek CBC
 Konservatif
 Broadced 2x1 gr/iv
 Metronidazol 2x1 flash

21
 Cygest 2x1 sup
 1 amp duvadilan Q 12 jam/kolf
 Bed rest
 Observasi TTV

G. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

Follow Up
 19 Maret 2019
S: Ibu mengatakan bejolan dan nyeri vagina berkurang
O: keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80, suhu 36,20C
RR 18x/ menit, Flux(+)
A: G2P1A0 gravid 10-12 minggu, pro insisi bartholin
P: IVRL + 1 Amp proterin Q 12 jam, Observasi TTV, dan memantau I&D
 20 Maret 2019
S: Ibu mengatakan sudah lebih baik
O: Keadaan umum baik, Kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80, nadi 84x/menit,
RR 18x/menit, suhu 360C, flux (-)
A: G2P1A0 gravid 10-12 post insisi bartholin
P: Terapi Cygest 1x1, Amoxan 1x1/2, Duvadilan 1x1
Kontrol 25/3/2019

22
Pembahasan dan Kesimpulan

Dari anamnesis didapatkan Pasien G2P1A0 hamil 10-12 minggu datang dengan
adanya benjolan pada bibir vagina dan terasa nyeri. Kebanyakan kista kelenjar Bartholin
berukuran kecil dan tidak menunjukkan gejala kecuali atau ketidaknyamanan kecil
selama kontak seksual. Pasien mengeluh susah untuk buang air besar dan buang air kecil.
Pasien mengatakan pada saat berjalan pasien merasa tidak nyaman dan saat berhubungan
seksual pasien mengeluh sakit, hal ini disebabkan kista yang lebih besar atau terinfeksi,
pasien mungkin mengeluh nyeri vulva yang menghalangi berjalan, duduk, atau aktivitas
seksual. Keluarnya cairan kuning, bau dan demam dikarenakan sudah mulai ada tanda-
tanda infeksi. Saat sedang membersihkan vagina, keluarnya sedikit darah dan nyeri
semakin terasa pada vagina.

Kelenjar bartholin membengkak dan terasa nyeri bila penderita berjalan dan sukar
duduk. Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan
sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista
bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau
duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri
pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva
disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.

Pada Pemeriksaan fisik ditemukan kulit sedikit pucat, inspeksi abdomen tampak
membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+), Tinggi Fundus Uteri 2 jari di atas
simfisis pubis, sesuai masa kehamilan 10-12 minggu, auskultasi denyut jantung janin (+)
120 x/menit. Pemeriksaan genitalia eksterna inspeksi flek (+), bengkak (+), eritema (+).
Pada palpasi tanda-tanda radang(+), Nyeri (+), Fluktuasi (+)

Pada Pemeriksaan Penunjang darah lengkap ditemukan Hb 13.9 g/dL, Leukosit


13.080 mm3 dengan Hitung jenis leukosit yaitu eosinophil 1 %, Batang 0%, Segmen
80%, Limfosit 14% dan MCHC 36.1%

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka


dapat ditegakkan diagnosis pasien G2P1A0 gravid 10-12 minggu dengan Kista Bartholin

23
PENUTUP
Berdasarkan data yang ada terjadinya kista Bartholin semakin banyak terjadi
terutama pada wanita usia produktif dengan ada atau tidak adanya keluhan secara klinis,
oleh sebab itu penting untuk memahami faktor resiko terjadinya kista Bartholin untuk
dapat mendiagnosis kasus ini sedini mungkin dan mencegah progesifitas ke infeksi
sekunder yaitu abses Bartholin. Kebersihan vagina sangat penting diperhatikan demi
mencegah terjadinya kista Bartholin.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Margesson LJ, Danby FW. Diseases and Disorder of the Female Genitalia.
In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ,
editors. Fitzpatricks’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York:
Mc Graw- Hill. 2013. p. 878-92.
2. Patil S, Sultan AH, Thakar R. Bartholin’s cysts and abscesses. J Obstet
Gynecol. 2012; 27(3): 241-5.
3. Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD, Halvorson LM, Schaffer JI, Corton
MM. Williams Gynecology. Third Edition. United States: McGraw-Hill
Education; 2016.
4. Baradero M. Seri Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Reproduksi dan Seksualitas. 2006. Jakarta: EGC.
5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T (editor). Ilmu Kandungan.
Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.
6. Sabrina N, Juliansyah R. Kista Bartholin + Bartholinitis. Case Report
Session. Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Al-Ihsan Bandung; 2011.
7. Shlamovitz GZ. Bartholin Abscess Drainage. Medscape (Serial Online).
2017 (Citied 2019 May 21); (10 Screens). Available from:<
https://emedicine.medscape.com/article/80260-overview#showall>.

25

Anda mungkin juga menyukai