Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

“Alzheimer Disease, Mild Congnitive Impairment dan Vascular Cognitive


Impairment”
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Saraf
Rumah Sakit Panti Wilasa Dr Cipto

Disusun oleh :
Gabriela Febriani Muda
11 – 2018 – 089

Pembimbing :
dr. Hexanto M., Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2019
Alzheimer Disease

Definisi

Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif lambat akibat kematian sel-
sel otak dan umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau kognitif, yang
meliputi kemunduran daya mengingat dan proses berpikir. Perilaku yang sering dialami
demensia ini adalah mudah lupa atau pikun.1

Epidemiologi

Di Amerika serikat 50-60 % pasien demensia kelompok usia di atas 60 tahun


disebabkan penyakit Alzheimer. Insidensi demensia 187 kasus per 100.000 penduduk, 123
kasus per 100.000 penduduk menderita penyakit Alzheimer. Insidensi penyakit meningkat
dengan bertambahnya usia harapan hidup masyarakat. Sebuah analisis menunjukkan, saat ini
26,6 juta orang di seluruh dunia mengalami penyakit Alzheimer dan angka ini dapat meningkat
lebih dari 100 juta orang pada tahun 2050.1
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan
laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan
laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis kelamin.1,2
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara
epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58 tahun
disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 58 tahun
disebut sebagai late onset.2
Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan
dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik.1,2
Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus faktor genetika.3

Patogenesis
Sejumlah patogenesis penyakit alzheimer yaitu:2,4-6
 Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama
pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6
kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika
DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan
lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial
late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19.
Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen
kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT),
ssenile plaque dan penurunan. Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan
40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung
bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non
familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom
6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan
menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
 Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga
penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata
diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan
infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai
beberapa persamaan antara lain:
a. Manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform
 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc.
Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang
ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal
tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan
aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang
tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan
ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang
belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan
depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk
ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma
energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
 Faktor imunologis
60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum
protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin
alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Dan terdapat hubungan bermakna dan
meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto
merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda
karena peranan faktor immunitas.
 Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita
demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary
tangles.
 Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
o Asetilkolin
Pada penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter
dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita
alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa
asetilkolin.
Adanya defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini
bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus
basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan
kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd
penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker.
Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang
normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini
sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit
Alzheimer.
o Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan
menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron
bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama
noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal
noradrenergik.
Suatu penelitian melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan
otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada
presinaptik neokorteks. Dan penelitian lain melaporkan konsentrasi
noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita
alzheimer.
o Dopamin
Suatu penelitian yang melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter region hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi
regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
o Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert.
Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi,
pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada
posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.
Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya
neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis
o MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono
amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk
deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin,
sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita
alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan
frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal dan
menurun pada nukleus basalis dari meynert.

Gambaran Patologi

Jaringan otak menunjukkan atrofi difus, dengan sulkus-sulkus yang lebar dan girus-
girus yang dangkal, serta ventrikel lateral dan ketiga melebar. Atrofi umumnya mengenai lobus
frontalis, temporalis, dan kadang-kadang lobus parietalis. Gambaran mikroskopis
memperlihatkan hilangnya neuron-neuron dapat mencapai 40 %, terutama pada daerah korteks.
Neuron-neuron di ganglia basalis Meynert (substantia inominata) dan lokus seruleus jumlahnya
berkurang. Penemuan ini diperkirakan berperan dalam patogenesis penyakit Alzheimer.
Neuron-neuron yang tersisa menunjukkan hilangnya dendrit-dendrit.2,4,5

Ada tiga perubahan mikroskopis sebagai tanda khas terbatas penyakit Alzheimer, yaitu:3-5

 Bercak penuaan (senile atau neuritic plaque), berupa deposit material amorf (zat
amiloid), yang tersebar pada korteks serebri
 Neurofibrillary tangels berupa massa berbentuk simpul, kumparan atau kusut
di dalam sitoplasma sel neuron. Ditemukan terutama dalam girus hipokampus,
lainnya dalam amigdala dan lobus temporalis di dekatnya, girus singuli lokus
seruleus serta sedikit dalam substantia nigra. Neurofibrillary tangels ini ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain, seperti kompleks Parkinson-demensia
 Degenerasi granulovakula, terutama ditemukan pada sel-sel pyramidal dalam
hipokampus, juga korteks serebri6

Gambaran klinik
Perubahan mental yang merupakan gejala penyakit alzheimer biasanya bersifat samar-
samar. Gejala utama berupa gangguan memori (pelupa) yang bertahap bertambah berat,
terutama memori jangka pendek. Sedangkan memori jangka panjang biasanya tidak berubah.
Setelah gangguan memori menjadi jelas, diikuti gangguan fungsi serebral lainnya. Perjalanan
penyakit ini berlangsung selama 5 tahun atau lebih. Selama itu fungsi traktus kortikospinalis,
traktus spinotalamikus, ketajaman penglihatan, dan lapang pandang relatif terpelihara. Refleks
tendon tidak banyak berubah, dan refleks babinski negatif.5-7
Gangguan kehilangan ingatan pada penderita Alzheimer6
Tanda awal Lupa nama
Menelepon berulang kali pada teman
Lupa janji
Tanda pasti Lupa wajah
Tidak dapat menggunakan catatan
Lupa pada kejadian yang baru terjadi
Tidak dapat menepati semua janji
Tanda-tanda akhir Merasa hidup dimasa lalu
Lupa keluarga

Gejala kesulitan berbicara pada penyakit Alzheimer6


Tanda awal Kesulitan menemukan kata-kata tepat
Tidak dapat mengeluarkan isi pikiran
Kurang lancar dalam berbicara
Tanda pasti Kesulitan menemukan yang tepat pada pembicaraan yang biasa
Sering mengulang kata-kata
Kesulitan mengikuti percakapan yang kompleks
Sering salah paham
Tanda akhir Berbicara tidak teratur
Pembicaraan tidak konsekuen
Pembicaraan yang tidak masuk akal
Gejala kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-hari (dyspraxia) pada penyakit Alzheimer6
Tanda awal Kurang perhatian dalam berpakaian
Menghindari kegiatan-kegiatan rumah yang kompleks
Kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu,
berkebun, memasak
Tanda pasti Kesulitan mengatur keuangan yang kompleks misalnya dalam
investasi
Kesulitan menyetir
Menggunakan pakaian tidak pada tempatnya
Tanda akhir Membutuhkan pengawasan dalam berpakaian dan mandi
Tidak bisa melakukan kegiatan rumah tangga
Kesulitan dalam mengatur semua hal keuangan misalnya
kesulitan dalam menggunakan uang pada saat belanja
Tidak dapat menyetir
Butuh bantuan dalam berpakaian dan mandi
Tidak dapat menggunakan peralatan makan

Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mendiagnosis penyakit alzheimer, dilakukan tiga pendekatan probable
(kemungkinan), desible (kelihatan), dan definite (setelah dilakukan biopsi otak). Biologic
marker untuk diagnosis penyakit Alzheimer belum ditemukan. Alat bantu diagnostik yang
dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan:2-4,6,7
1. CT-scan didapatkan gambaran atrofi otak berupa sulkus-sulkus yang melebar dan girus-
girus yang dangkal
2. MRI. Untuk memastikan seseorang mengalami alzheimer, selain melalui scanning,
juga perlu pemeriksaan dengan MRI. Dengan data klinik, pemeriksaan CT-scan dan
MRI, umur pasien, dan perjalanan penykit sensitivitas diagnostic mencapai 85-90 %

3. Elektro-ensefalogram. Didapatkan gelombang lambat, biasanya pada stadium lanjut

4. Pungsi lumbal. Biasanya normal kadng didapatkan peningkatan protein yang ringan

Secara mikroskopik pun banyak terlihat sel-sel yang mati. Lalu, jika diperiksa secara
Hispatologis pada orang yang sudah meninggal, biasanya ada serabut saraf yang kusut atau
adanya bercak-bercak yang bernama aminoid

Penatalaksanaan1-4
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan
penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine).
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti
kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
alzheimer.
Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.
Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki
fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg
pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan
noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4
minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu
akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi
sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokondria
dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian
dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
Mild Cognitive Impairment
Definisi

Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan stadium gangguan kognitif yang


melebihi perubahan normal yang terkait dengan penambahan usia, akan tetapi aktivitas
fungsional masih normal dan belum memenuhi kriteria demensia. Istilah MCI secara luas dapat
diartikan sebagai stadium/ tahapan intermediate penurunan kognitif, terutama yang mengenai
gangguan fungsi memori, yang diduga merupakan prediktif demensia, terutama demensia
Alzheimer. Fenomena MCI terutama dipergunakan sebagai “peringatan” bahwa
penyandangnya mempunyai resiko tinggi untuk mengidap demensia Alzheimer dan merupakan
fase transisi antara gangguan memori fisiologis dan patologis.8

Terdapat beberapa subtipe dari MCI. Salah satu klasifikasi yang umum membedakan
MCI menjadi bentuk amnestik dan non-amnestik. Bentuk amnestik, dimana gangguan memori
dominan, sering menjadi prekursor penyakit Alzheimer. Berbagai jenis gangguan kognitif
dapat terjadi dalam MCI bentuk non-amnestik, dimana fungsi luhur yang paling sering
terganggu. Bentuk nonamnestik tersebut dapat dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler
atau mungkin menjadi prekursor dari demensia frontotemporal.8,9

Konteks Sejarah

Banyak penyelidikan terkait penuaan yang berfokus terhadap perubahan kognitif pada
penuaan normal. Beberapa istilah seperti age-associated memory impairment, ageassociated
cognitive decline, benign senescent forgetfulness, dan late life forgetfulness telah digunakan
untuk menggambarkan perubahan kognitif. Age-associated memory impairment (istilah
populer pada 1980-an) mengacu pada gangguan memori relatif pada individu yang lebih muda,
dan diyakini mewakili manifestasi penuaan normal. Namun, saat ini MCI dianggap mengacu
pada proses abnormal sebagai tahapan prodromal kondisi demensia dan secara fundamental
berbeda dari penuaan normal. Beberapa istilah lain yang serupa dengan MCI, seperti isolated
memory impairment, incipient dementia, dan prodomal dementia, tidak diterima secara luas
sebagai MCI.8

Epidemiologi

Prevalensi MCI meningkat seiring usia, yaitu 10% pada usia 70-79 tahun dan 25% pada
usia 80-89 tahun. Petersen melaporkan bahwa 10-15% MCI akan berlanjut menjadi demensia
setiap tahun. Pada studi Mayo Clinic, didapatkan bahwa prevalensi amnestic MCI usia 70
sampai 89 tahun sebesar 11,1% dan non-amnestic MCI sebesar 4,9%. Banyak penelitian
mengindikasikan risiko penyakit Alzheimer lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria,
demikian juga MCI.8

Faktor Risiko

Penyebab MCI belum sepenuhnya dimengerti. Para ahli percaya bahwa pada beberapa
kasus terdapat perubahan otak yang merupakan tahap paling awal penyakit Alzheimer dan
demensia lainnya. Faktor risiko yang dihubungkan dengan MCI antara lain usia lanjut, riwayat
keluarga yang menderita demensia, merokok, dan kondisi yang meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler. Faktor risiko MCI anta lain:8,9

 Pertambahan usia
 Diabetes
 Merokok
 Depresi
 Hipertensi
 Hiperkolesterolemia
 Kurang aktivitas fisik
 Kurang rangsangan mental atau aktivitas sosial
Klasifikasi8

MCI dapat diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan fungsi memori menjadi subtipe


amnestic MCI dan non-amnestic MCI (Gambar 1).

MCI yang Berdampak pada Memori (Amnestic MCI)

Dengan amnestic MCI, seseorang dapat melupakan informasi penting yang


seharusnya dapat diingat dengan mudah, seperti pertemuan, percakapan, dan kejadian
yang baru berlalu. Namun, kapasitas kognitif lainnya seperti fungsi eksekutif, bahasa,
dan kemampuan visuospasial masih baik, dan aktivitas fungsional masih normal.
Amnestic MCI mungkin pertanda penyakit Alzheimer, karena banyak penderita
amnestic MCI menjadi penderita Alzheimer dalam 6 tahun.

MCI yang Berdampak pada Kemampuan Berpikir Dibandingkan Memori


(Nonamnestic MCI)
Kemampuan berpikir berdampak pada saat membuat keputusan dan
menyelesaikan tugas kompleks. Jenis ini merupakan tipe MCI yang relatif jarang dan
biasanya tidak dihubungkan dengan penyakit Alzheimer. Non-amnestic MCI dapat
dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler, Lewy body dementia, degenerasi lobus
frontotemporal, penyakit Parkinson atau penyebab patologi yang tidak spesifik.

Gambar 1. Klasifikasi MCI8

Transisi Menjadi Demensia Alzheimer8,9

Pasien dengan gangguan kognitif ringan beresiko tinggi berkembang menjadi demensia
dalam waktu dekat. Tingkat transisi dari penurunan kognitif ringan (didefinisikan secara
sempit, seperti di atas) menjadi demensia diperkirakan berkisar 10% -15% per tahun, mencapai
paling sedikit 50% dalam 5 tahun. Transisi biasanya menjadi demensia Alzheimer, bukan untuk
demensia vaskular. Berdasarkan penelitian ini, beberapa peneliti berpendapat bahwa
penurunan kognitif ringan merupakan masa prodromal dari penyakit Alzheimer dan bukan
entitas diagnostik yang terpisah. Namun, dalam studi berbasis populasi, terdapat sebanyak 20-
25 % pasien MCI yang mengalami perbaikan ke fungsi kognitif yang normal. Pasien dengan
gangguan kognitif ringan yang dirujuk ke psikiater umum memiliki dua kemungkinan yang
ekstrem. Dengan demikian, pasien dengan gangguan kognitif ringan merupakan kelompok
risiko tinggi terhadap penyakit Alzheimer, tetapi sebagian akan kembali ke fungsi kognitif yang
normal. Pasien harus memahami bahwa penurunan kognitif ringan bukan merupakan diagnosis
definitif dari penyakit neurodegeneratif.8,9
Pada periode saat ini dapat dipergunakan sebagai pemahaman perjalanan penyakit
Alzheimer secara slow motion. Tampak jelas bahwa perjalanan penyakit Alzheimer secara
kronik melalui sebuah “continuum” (rangkaian kesatuan) mulai dari Benign Senescent
Forgetfulness (BSF) pada usia lanjut melalui Mild Cognitive Impairment (MCI, Gangguan
Kognitif Ringan) masuk ke penyakit Alzheimer (AD).9

a. Mudah lupa (Forgetfulness) - Mudah lupa merupakan fenomena yang paling sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari warga usia lanjut. Adapun kriteria mudah
lupa (Forgetfulness) adalah:
a. Mudah lupa nama benda, nama orang dan sebagainya
b. Terdapat gangguan dalam mengingat kembali (recall)
c. Terdapat gangguan dalam mengambil kembali informasi yang telah
tersimpan dalam memori (retrieval)
d. Tidak ada gangguan dalam mengenal kembali sesuatu apabila diberi isyarat
(clue) (recognition).
e. Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada menyebutkan
namanya.
b. Gangguan Kognitif Ringan ( MCI ) - Pada umumnya diagnosis MCI dibuat apabila
pada seseorang ditemukan kriteria berikut ini:
a. Ada gangguan memori.
b. Fungsi memori abnormal untuk usia dan pendidikan
c. Aktivitas sehari-hari normal
d. Fungsi kognisi umum normal
e. Tidak ada demensia (kepikunan)
Penderita MCI terutama mengalami gangguan memori jangka pendek
(recent memory). Mereka masih mampu berfungsi normal dalam kehidupan
sehari-hari, mampu memperoleh kemampuan kognisi seperti berpikir,
pemahaman dan membuat keputusan. Fenomena MCI terutama
dipergunakan sebagai “peringatan” bahwa penyandangnya mempunyai
risiko tinggi untuk mengidap demensia (Alzheimer) dan merupakan fase
transisi antara gangguan memori fisiologis dan patologis.
c. Demensia Alzheimer
Definisi demensia adalah gangguan intelektual dan kemampuan kognitif yang
progresif dan cukup mengganggu performans sosial dan pekerjaan. Gejala
demensia pada penyakit Alzheimer adalah akibat proses degenerative yang
menyebabkan kematian yang massif sel-sel neuron di korteks serebral. Penyakit
Alzheimer dimulai lambat. Pada awalnya ditemukan gejala mudah lupa
(forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang
benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang, sekalipun yang termudah, seperti menggunakan
pensil.
Tanda-tanda klasik yang didapat pada kebanyakan penderita pada stadium awal
dan sebagai petujnuk kebutuhan penilaian penyakit Alzheimer adalah:
a. Short-term memory loss Kemunduran fungsi memori merupakan tanda yang
paling awal
b. Learning and retaining new information Kesulitan untuk belajar hal yang
baru. Akibatnya adalah mengulang-ulang sesuatu dan lupa pembicaraan dan
janji.
c. Reasoning and abstractive thought Kesulitan untuk membaca kalender,
memahami lelucon, atau menetukan waktu. Mengalami kesukaran dalam
menghitung balans buku cek, memasak atau tugas yang membutuhkan
langkah berurutan.
d. Judgement and planning Kesulitan mengantisipasi atau mempertimbangkan
akibat dari suatu peristiwa atau tindakan. Tidak mampu memecahkan
masalah sehari-hari, seperti bagaimana harus bertindak apabila kompor
menyala, kesulitan mengikuti arah atau menemukan jalan kembali.
e. Language skills Sangat sulit menemukan kata yang benar dalam
mengungkapkan pikiran bahkan dalam mengikuti konversasi.
f. Inhibition and impulse control Penderita yang dahulu pasif menjadi lebih
agresif dan kadangkadang berperilaku tidak wajar. Akan tampak jelas
perilaku yang iritabel dan tidak percaya. Gejala-gejala tersebut diatas tidak
dengan sendirinya menetapkan diagnosis penyakit Alzheimer. Masih
diperlukan riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, fungsional, penilaian status
mental, pemeriksaan penunjang, penetapan kriteria diagnostic dan evaluasi
diagnostik.
Secara sederhana perbedaan antara MCI dan BSF serta Alzheimer adalah sebagai BSF
dan AAMI (Age associated Memory Impairment) adalah orang lanjut usia yang mengalami
gangguan memori sementara misalnya lupa menaruh benda, lupa nama seseorang, lupa
membeli barangbarang di took yang sebelumnya sudah direncanakan. Masih ingat informasi
yang bermakna. MCI sebaliknya merupakan gangguan memori yang terus menerus dan
mengganggu penyandangnya. Mereka lebih banyak mengalami kesulitan misalnya mengingat
sebuah fakta selang waktu yang relative pendek. Berulang kali lupa informasi yang bermakna.
MCI menunjukkan gangguan terutama pada fungsi memori. MCI dapat memburuk, walaupun
tidak pada semua penyandangnya. Demensia Alzheimer menunjukkan selain gangguan
memori juga gangguan area kognitif lain seperti orientasi, bahasa dan atensi.

Tanda dan Gejala Klinis2,8,9

Kebanyakan pasien MCI dapat menjalani hidup normal. Secara umum mereka tidak
mengalami kesulitan berpikir dan dapat bercakap normal, berpartisipasi dan hidup
bermasyarakat secara normal. Mereka cenderung untuk mudah lupa dan bila mengerjakan
sesuatu selalu berbelit-belit. Bila MCI berlanjut, permasalahan memori menjadi lebih jelas.

Pemeriksaan dan Diagnosis1,2,8,9

Laboratorium

Tidak ada penelitian laboratorium yang khusus untuk MCI. Kebanyakan praktisi
melakukan pemeriksaan dasar untuk menemukan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan
demensia, seperti penyakit tiroid dan defisiensi cobalamin. Pencarian terus dilakukan terhadap
marker biologis yang dapat digunakan sebagai penanda MCI yang mengarah menuju demensia.

Pemeriksaan Cairan Otak

Indikator untuk penyakit Alzheimer dari cairan serebrospinalis berupa peningkatan


kadar protein dan menurunnya βamiloid-42.

Neuroimaging

Pencitraan otak dengan Computed Tomography (CT) scanning atau Magnetic


Resonance Imaging (MRI) sering dilakukan pada pasien MCI. Namun, tidak ada parameter
yang direkomendasikan dalam hal ini. Seluruh otak dan volume hipokampus pada MRI telah
terbukti sebagai prediksi pengembangan MCI menjadi Alzheimer, terdapat beberapa pendapat
MCI dapat dibedakan dengan Alzheimer dengan pemeriksaan MRI melalui derajat atrofi
hipokampus. Volume hipokampus dan spektroskopi N-asetil aspartat/keratin adalah penilaian
paling sensitif untuk membedakan MCI atau penyakit Alzheimer, meskipun tidak ada
parameter yang membuktikan korelasi ini sebagai diagnosis dan penanganan rutin dari MCI.
Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan neuropsikologi sangat diperlukan dalam kasus penurunan kognitif ringan


untuk menunjukkan bahwa skor pasien berada di bawah tes memori standar (dan juga tes
kognitif lain). Pemeriksaan serial dibutuhkan untuk menunjukkan apakah pasien membaik,
tetap stabil, atau menuju ke demensia. Beberapa skala yang digunakan untuk pemeriksaan rutin
seperti MMSE, GDS (Global Deterioration Scale), CDR (Clinical Demensia Rating).

Penatalaksanaan9

Tujuan penatalaksanaan pada Mild Cognitive Impairment terbagi menjadi tujuan


jangka panjang dan tujuan jangka pendek, yakni: Tujuan tatalaksana MCI adalah:

 Tujuan Jangka Pendek


o Mengurangi gejala atau minimal mencegah menjadi lebih buruk
o Meningkatkan kemampuan pasien untuk mengembalikan ke kehidupan
yang normal
o Mengembalikan kemandirian diri
 Tujuan Jangka Panjang
Jika tidak memungkinkan mencegah demensia paling tidak
memperlambat onsetnya
o Counseling dan Support
Penting dilakukan agar setiap anggota keluarga dapat mengerti
keadaan pasien dan mencegah terjadinya komplikasi akibat gangguan
19 memori maupun kognitif. Sehingga perwatan dan pengobatan pasien
dengan MCI dapat dilakukan secara optimal.
o Memory Training Program
Tujuan utama adalah meningkatkan fungsi memori, serta
mengurangi keluhan memori dan meningkatkan kualitas kehidupan
sehari-hari.
o Obat-obatan
Pengobatan farmakologi terhadap MCI akan dianggap berhasil
jika dapat mencegah perkembangan defisit kognitif dan fungsional dan
pengembangan menjadi demensia. Namun, sampai sekarang tidak ada
pengobatan yang berhasil. Dalam uji klinis secara acak, cholinesterase
inhibitor, rofecoxib (obat anti-inflamasi non-steroid), dan vitamin E
telah gagal untuk mencegah perubahan MCI menjadi demensia.
Donepezil ditemukan dalam percobaan klinis acak memiliki efek
pencegahan sementara selama 1 tahun, dengan efek yang lebih besar dan
berkelanjutan pada subyek yang memiliki setidaknya satu alel apoE4.
Hasil ini dapat mendorong beberapa dokter untuk menggunakan
Donepezil pada pasien MCI, namun bukti tersebut tidak cukup kuat
untuk dijadikan sebuah rekomendasi untuk penggunaan rutin.
o Perubahan Gaya Hidup
Bukti dari studi epidemiologi longitudinal menunjukkan bahwa
latihan dan aktivitas fisik berhubungan dengan rendahnya resiko
menderita demensia. Kekuatan hubungan tersebut tampaknya terkait
tidak hanya dengan jumlah kalori yang dikeluarkan pada latihan, tetapi
juga dengan jumlah kegiatan yang dilakukan, yang menunjukkan bahwa
ada sinergi antara latihan dan stimulasi kognitif. Peran stimulasi kognitif
kurang kuat. Penelitian telah menemukan penurunan risiko demensia
pada orang yang terlibat dalam beragam kegiatan seperti teka-teki
silang, menari, dan pekerjaan sukarela. Ada tema-tema umum dalam
temuan ini, khususnya stimulasi kemampuan verbal dan bahasa, dan
beberapa asosiasi menarik. Misalnya menari, jelas melibatkan 20
koordinasi psikomotorik kompleks. Studi-studi observasional hanya
menawarkan bukti-bukti terbatas, tetapi pasien dengan MCI tetap
disarankan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan stimulasi kognitif, terutama kegiatan yang melibatkan
bahasa dan koordinasi psikomotorik.
Vascular Cognitive Impairment

Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang memuat defisit


kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai demensia yang dihubungkan
dengan faktor risiko vaskuler. Penuntun praktik klinik ini hanya fokus pada demensia vaskuler
(DV). DV adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark
tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan, gangguan
hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan stroke / lesi vaskuler).
Faktor risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian ateroskerosis dan DV.
Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang merupakan faktor risiko
untuk terjadinya DV.2,3

Gangguan kognitif vaskular (VCI) mengacu pada derajat gangguan kognitif apa pun
yang terkait dengan keparahan patologi vaskuler. Dengan demikian, VCI dapat merujuk pada
penurunan kognitif subyektif, gangguan kognitif ringan (MCI) dan demensia. Selain itu, VCI
dapat merujuk pada sindrom klinis yang seluruhnya disebabkan oleh patologi serebrovaskular
atau sindrom di mana setiap derajat patologi serebrovaskular telah, sampai batas tertentu,
berkontribusi terhadap gangguan kognitif. Demensia vaskular mengacu pada subkelompok
pasien yang memiliki demensia yang sebagian besar disebabkan oleh patologi serebrovaskular
(gambar 2).10

Gambar 2. Hubungan antara VCI dan Demensia Vaskular10


Daftar Pustaka

1. Dewanto J, dkk. Panduan diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta : EGC. 2009.
2. Kurniawan M, Suharjanti S, Pinzon RT. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
PERDOSSI; 2016. h. 6-19.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan praktik klinik: diagnosis dan
penatalaksanaan demensia. Jakarta: PERDOSSI; Januari 2015.
4. Sperling RA, Aisen PS, Becker LA, Bennett DA, Craft S, Fagan AM. Toward defining
the preclinical stages of Alzheimer’s disease:Recommendations from the National
Institute on Aging and the Alzheimer’s Association workgroup. Alzheimer’s &
Dementia. 2011:1-3.
5. Ihl R, Frölich L, Winblad B, Schneider L, Burns A, Möller HJ. WFSBP Task Force on
Treatment Guidelines for Alzheimer’s Disease and other Dementias. World Federation
of Societies of Biological Psychiatry (WFSBP) guidelines for the biological treatment
of Alzheimer’s disease and other dementias. World J Biol Psychiatry. 2011;12(1):2-32.
6. Gibson AK, Anderson KA. Difficult diagnosis: family caregivers experiences during
and following the diagnostic process for dementia. American journal of Alzheimer’s
disease and other dementias. 2011;26(3):212-7.
7. Nagaendran K, Chen LHC, Chong MS, Chua EV, Goh CKS, Kua J, et al. Ministry of
Health Clinical Practice Guidelines: Dementia. Singapore Med J. 2013;54(5):293-99.
8. Rilianto B. Mild Cognitive Impairment (MCI): Transisi dari penuaan normal menjadi
Alzheimer. CDK. 2015; 42(5): 341-4.
9. Albert M, DeKosky ST, Dickson D, Dubois B. The diagnosis of mild cognitive
impairment due to Alzheimer’s disease: Recommendations from the National Institute
on Aging- Alzheimer’s Association workgroups on diagnostic guidelines for
Alzheimer’s disease. Alzheimers Dement. 2011;7(3):270-79.
10. Flier WMV, Skoog I, Schneider JA, dkk. Vascular cognitive impairment. Nature
Reviews Disease Primers. 2018:4;1-16.

Anda mungkin juga menyukai