Anda di halaman 1dari 7

TETANIA UTERI

Pengertian Titania Uteri


Tetania uteri adalah his yang terlalu kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi
rahim dan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.
Partus presipitatus sebagai berikut:

1. Persalinan tidak pada tempatnya


2. Troma janin akibat tidak dipersiapkan
3. Troma jalan lahir ibu,perdarahan infersio uteri

Etiologi Tetania Uteri :

1. Usia atau paritas


2. Kondisi psikologis
3. Pecahnya ketuban
4. Rangsangan uterus yang kuat disebabkan obat-obatan dan oksitosin

Gejala Tetania Uteri adalah :

1. Penurunan presentasi janin yang kuat


2. Pembukaan serviks yang kuat
3. Intensitas kontraksi > 5x dalam 10 menit pada fase laten dan kontraksi
4. Nyeri yang kuat

Komplikasi Tetania Uteri :

1. Asfiksia
2. Perdarahan
3. Kematian janin

Penanganan Tetania Uteri :

1. Pemberian sedasi dan analgetik : pethidin 50mg IV dan analgetik epidural lumbalis
2. Bila + tanda-tanda obstruksi maka lakukan SC
RUPTUR UTERI

Pengertian Ruptur Uteri


Ruptur uteri merupakan komplikasi gawat dalam bidang obstetri yang memerlukan
tindakan dan penanganan serius.
ruptur uterus adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan
pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu.
Ruptur uteri adalah Keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan
langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum atau hubungan kedua rongga masih
dibatasi oleh peritoneum viserale. (Sarwono, 2010)

Klasifikasi Ruptur Uteri


1. Keadaan robek
a. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)
Yaitu ruptur uteri yang hanya bagian dinding uterus yang ribek sedangkan bagian
mukosa (peritoneum) masih utuh.
b. Ruptur uteri komplit (transperitoneal)
Yaitu ruptur uteri dinding dan mukosanya robek sehingga dapat berada di rongga
perut.
2. Ruptur uteri dapat dibedakan menjadi:
a. Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti
seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah
lama tambah regang
dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
c. Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
3. Penyebab terjadinya, ruptur uteri di bagi menjadi:
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil:
 Pembedahan pada miometrium: seksio sesaria atau histerotomi, histerorafia,
Miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi
pada kornua uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
 Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada
penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau palu, ruptur
tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous
pregnancy).
 Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak
berkembang.
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan:
 Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat secara terus menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk meransang persalinan, instilasi
cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam
fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan
intrauterin, trauma luar tumpu atau tajam, versi luar, pembesaran rrahim yang
berlebihan misalnya hidramnion dan kehamilan ganda.
 Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar,
ekstraksi bokong, anomali jantung yang menyebabkan distensi yang
berlebihan pada segmen bawah rahim, teanan yang kuat pada uterus saat
melahirkan, kesulitan dlam melakukan manual plasenta.
 Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau parkreta, neoplasia trofoblas
gastasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus inkarserata.
4. Etiologinya, ruptur uteri dibedakan menjadi:
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara
manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas
interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus
bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain
atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti
janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat
karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus,
anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi
rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar
paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix:
conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi;
grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang
salah.
c. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
 Embriotomi
 Manual plasenta
 Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
5. Komplikasi
a. Gawat janin
b. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan
tranfusi darah.
c. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi
sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk
periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera
memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita
peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas.
 Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak
hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
 Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

Penanganan Ruptur Uteri

Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.

Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan
dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu
ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat
sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai
pembedahan tidak akan bisa diterima. Jadi, segera perbaiki syok dan kekurangan darah.
Perbaikan syok meliputi pemberian oksigen, cairan intravean, darah pengganti dan
antibiotik untuk pencegahan infeksi.

Bila keadaan umum penderita mulai membaik dan diagnosa telah ditegakkan,
selanjutnya dilakukan laparotomi (tindakan pembedahan) dengan tindakan jenis operasi:

a. Histerektomi, baik total maupun subtotal.


b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
c. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.

Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:

a. Keadaan umum
b. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
c. Jenis luka robekan
d. Tempat luka
e. Perdarahan dari luka
f. Umur dan jumlah anak hidup
g. Kemampuan dan keterampilan penolong.
Gambar Ruptur Uteri
Daftar isi

https://www.academia.edu/33904697/RUPTUR_UTERI_MAKALAH_OK

Albar E. Ruptura uteri,Dalam:Prawirohardjo S, Wiknjosastro H,saifuddin AB,


Raachimhadhi T, editor. Ilmu bedah kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo;2007.

Anda mungkin juga menyukai