1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. Suronoto Asny
Umur : 41 tahun
CM : 285248
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SLTP
Alamat : Kairagi
Suku : Minahasa
Agama : Islam
Pasien MRS tanggal 15 Oktober 2019 jam 02.15 WITA
Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS
Anamnesis
- Pasien datang rujukan dari RS AURI dengan perdarahan dari jalan lahir sejak
2 jam SMRS
- Perdarahan begumpal-gumpal, kurang lebih sebanyak 2 pampers dewasa
- Pasien merasakan pusing dan lemas
- 2 hari SMRS, pasien juga mengalami perdarahan banyak dari jalan lahir dan
dirawat di RS AURI dari tanggal 12 Oktober hingga 14 Oktober 2019.
- Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, kencing manis disangkal
- BAK sedikit
- BAB biasa
- Riwayat SCTP + sterilisasi pomeroy tanggal 28 September 2019
- P1 2000, aterm, spt lbk di RS di Malaysia, laki-laki, 2900 gram, hidup
- P2 2003, aterm, spt lbk di RS di Malaysia , laki-laki, 3300 gram, hidup
- P3 2006, aterm, spt lbk di RS Teling, perempuan, 2500 gram, †
- A1 2011, mola hidatidosa, dikuret
2
- A2 2018 blighted ovum
- P4 2019, aterm, SCTP di RS Permata Bunda, laki-laki, 3700 gram, hidup
- Riwayat pernikahan : menikah 1x selama 20 tahun
- Riwayat KB : sudah dilakukan sterilisasi pomeroy
- Menarche : 13 tahun
- Riwayat haid : teratur, tiap bulan, durasi 3-4 hari, 2-3x ganti pembalut/hari
Status Praesens
Keadaan Umum : Cukup Kesadaran : CM
Tekanan darah : 80/60 mmHg Nadi : 98 x/menit
Respirasi : 24 x/menit Suhu badan : 36,8° C
Konjungtiva : anemis (+/+) Sklera : ikterik (-)
C/P : dalam batas normal Edema : (-)/(-)
TB : 155 cm BB : 60 kg
Abdomen : teraba datar, lemas. TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
tampak sikatrik luka operasi
Pemeriksaan Ginekologi :
Ins : fluksus (+), vulva T.A.K
Io : fluksus (+), vagina T.A.K, portio licin, OUE terbuka, tampak perdarahan
aktif keluar dari OUE (+)
VT : fluksus (+), vagina TAK, portio teraba licin, OUE terbuka, perdarahan
aktif dari OUE (+)
CUT : setinggi kehamilan 18-20 minggu
A/P bilateral : teraba lemas, massa (-)
CD : tidak menonjol
3
USG :
VU terisi cukup
Uterus antefleksi ukuran 12,67 x 6,8 cm, EL (+) 0,88cm
Kedua adnexa dalam batas normal
Kesan : ginekologi tak ada kelainan
EKG
Dalam batas normal
Diagnosis:
P4A2 41 tahun post SCTP + sterilisasi pomeroy H-17 dengan syok hipovolemik
ec late HPP + Anemia
Sikap :
Stabilisasi hemodinamik
o Resusitasi cairan
o IVFD 2 line → RL bolus → ganti gelofusin
RL + oksitosin 20 IU 28tpm
O2 6L sungkup
DL cito, kimia darah, PT, APTT, crossmatch
Sedia darah
R/ transfusi PRC hingga Hb >8g/dl
Terapi injeksi
Balance cairan
Observasi TNRS, perdarahan, kontraksi
R/ Laparotomi Cito
Konseling, Informed consent
Lapor DPJP → Advis : Stabilisasi hemodinamik
4
R/transfusi PRC hingga Hb>8g/dl
Observasi TNRS, perdarahan, kontraksi
R/ laparotomi cito (Histerektomi)
Observasi :
02.30 – 03.30 : TD 80/60 N : 100x/menit RR : 24x/menit SpO2 : 98%
03.30 – 04.30 : TD 90/70 N : 96x/menit RR : 22x/menit SpO2 : 99%
04.30 – 05.30 : TD 90/60 N : 88x/menit RR : 22x/menit SpO2 : 97%
05.30 – 06.30 : TD 100/80 N : 88x/menit RR : 24x/menit SpO2 : 99%
Transfusi PCR Bag I
06.30 – 07.30 : TD 100/70 N : 88x/menit RR : 22x/menit SpO2 : 99%
07.30 – 08.30 : TD 110/60 N : 82x/menit RR : 22x/menit SpO2 : 97%
Transfusi PRC bag II
08.30 – 09.30 : TD 100/80 N : 88x/menit RR : 24x/menit SpO2 : 99%
Saat peritoneum dibuka, tampak perlengketan antara uterus anterior dan dinding
vesika urinaria, dilakukan adhesiolisis. Eksplorasi lanjut, tampak jaringan
nekrotik pada sisi kanan bawah uterus. Kemudian diputuskan untuk dilakukan
histerektomi totalis.
5
Jam 12.30 : Operasi selesai
Pasien dipindahkan ke HCU
Laboratorium post-operasi
Hb 8,3 gr/dL Leukosit 14.800 /mm3 Trombosit 203.000 /mm3
6
Lanjut transfusi PRC hingga Hb >10g/dl
Terapi injeksi
Balance cairan
Pindah ruangan
7
20 Oktober 2019 jam 08.00
S : nyeri luka operasi
O : KU: cukup Kes : CM
Tensi : 110/70 mmHg RR : 22x/menit
Nadi : 82x/menit Suhu : 36,0 oC
Conj. Anemis +/+ Skl. Ikterik -/-
Abdomen : supel, NT (+), luka operasi tertutup kasa
A: P4A2 41 tahun post histerektomi totalis ai HPP (AVM) H5
P : Observasi TTV, perdarahan, urine output
Lanjut transfusi PRC hingga Hb >10g/dl
Terapi oral
Mobilisasi bertahap
Laboratorium
Hb 8,9 gr/dL Leukosit 9.700 /mm3 Trombosit 318.000 /mm3
8
22 Oktober 2019 jam 08.00
S : nyeri luka operasi
O : KU: cukup Kes : CM
Tensi : 110/70 mmHg RR : 22x/menit
Nadi : 82x/menit Suhu : 36,0 oC
Conj. Anemis +/+ Skl. Ikterik -/-
Abdomen : supel, NT (+), luka operasi tertutup kasa
A: P4A2 41 tahun post histerektomi totalis ai HPP (AVM) H7
P : Terapi oral
Mobilisasi bertahap
Rawat Jalan
9
ARTERIOVENOUS MALFORMATION
10
Gambar 1. Ilustrasi Arteriovenous Malformation. Diunduh dari :
https://mbbch.com/health/arteriovenous-malformations/
MALFORMASI VASKULER
Malformasi vaskuler mungkin terjadi karena kongenital atau didapat dan
terdiri dari AVM, fistula arteriovenosa dan pseudoaneurisme.
11
AVM.11 AVM uterus sangat langka sehingga hanya memberikan kontribusi
kurang dari 1% dari HPP. Selain itu, diagnosis biasanya hanya dibuat dari
spesimen histerektomi atau dengan radiologi intervensi atas dasar suatu
arteriogram ketika ada pendarahan masif, dan pasien tetap cukup stabil
untuk kemungkinan embolisasi.
Dari sudut pandang klinis, HPP karena AVM dikelola seperti HPP
lainnya. Namun banyak tindakan konservatif gagal untuk bekerja. Karena
kelangkaan mereka, diagnosis dari AVM biasanya retrospektif.
Acquired AVM
AVM yang didapat merupakan hasil dari cedera iatrogenik atau
traumatis pada vaskularisasi di uterus.12 Sebuah laporan kasus terbaru
menemukan dari 16 kasus yang AVM uterus yang ditemukan, 10 kasus
baru saja menjalani operasi caesar, 3 kasus baru menjalani prosedur
evakuasi uterus, dan 3 kasus post persalinan normal (dua di antaranya telah
menjalani operasi ginekologi sebelumnya).7 Sebuah pseudoaneurisma
ditandai oleh kurang lengkapnya lapisan pembuluh darah yang
berhubungan dengan arteri utama, dengan ‘batas’ dari aneurisma adalah
jaringan yang membungkus di sekitarnya.
Dalam hal etiologi, operasi caesar yang dilakukan pada masa
inpartu adalah penyebab yg paling umum, di mana trauma langsung dan
jahitan di sekitar arteri uterus penyebab koneksi vaskular yang abnormal.
Riwayat kuretase, terutama pada jaringan yang melengket juga dapat
menyebabkan trauma vaskular langsung. Ketika kelainan ini timbul setelah
persalinan pervaginam spontan, kemungkinan vaskularisasi miometrium
terganggu oleh mekanisme persalinan, atau terjadi pada AVM yang
memang sudah ada sebelumnya.
12
terjadi secara spontan tanpa provokasi yang jelas tetapi dapat diperburuk oleh
evakuasi uterus berulang. Perdarahan mungkin terjadi intermiten.7 Jika lesi lebih
dalam menembus miometrium dan tidak terhubung dengan rongga uterus, maka
hematoma panggul akan terjadi dan meski jarang dapat menyebabkan perdarahan
intraperitoneal. Hal ini sangat berbahaya, karena pendarahan tidak diketahui cepat
dan pasien mungkin menunda mencari bantuan medis.
KLINIS
Kapan seorang dokter menduga fenomena langka ini? Karakteristik berikut
yang paling mengindikasikan AVM/pseudoaneurisma sebagai penyebab HPP :
1. Biasanya ada pendarahan vagina (HPP) sekunder/ Late HPP yang berat.
2. Ada perdarahan berulang yang membutuhkan perhatian medis dengan late
HPP atau tersier.
3. Menerima transfusi darah setidaknya satu kali.
4. Perdarahan biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.
5. Biasanya ada riwayat operasi caesar baru-baru ini (biasanya saat keadaan
inpartu) atau kuretase.
6. Gagal respon dengan pengobatan medis atau evakuasi uterus.
7. Tidak ada bukti dari penyebab alternatif seperti infeksi atau sisa jaringan
pada USG.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan hanya jika kecurigaan klinis yang cukup ada, karena
pseudoaneurisma biasanya kecil dan gampang dilewatkan. Angiografi masih
13
dianggap sebagai pemeriksaan gold standard untuk kelainan pembuluh darah, tapi
dengan menggunakan USG dengan doppler yang memadai maka dapat
mendiagnosis AVM, terutama USG transvaginal.
Karakteristik sebagai berikut menegakkan diagnosis pseudoaneurisma di USG
transvaginal:
Gambaran massa biasanya di kanan atau atau kiri paraservikal
Aliran Doppler dalam massa menunjukkan pola 'to and fro’ campuran
diastol dan sistol
Aliran Doppler dalam massa menunjukkan turbulensi campuran
Tidak ada hasil konsepsi dalam rongga uterus
14
PENATALAKSANAAN
Dalam situasi ini kebutuhan berikut harus dipertimbangkan:
Lanjutkan stabilisasi hemodinamik jika diperlukan
Jangan lakukan evakuasi uterus lebih lanjut kecuali ada bukti
meyakinkan dari USG
Jika dicuarigai AVM/pseudoaneurisma, maka USG transvaginal
untuk memeriksa daerah paraservikal, adnexa sepanjang arteri
uterina, miometrium secara keseluruhan dan ligamen.
Dalam teori, balon tamponade uterus mungkin efektif pada pasien
yang memang diketahui memiliki AVM kongenital. Hal ini hanya
akan bersifat sementara untuk menstabilkan pasien sebelum
pengobatan definitif
Setelah didiagnosis, membahas kasus dengan radiologi -
arteriogram akan mengkonfirmasi temuan USG transvaginal
Embolisasi selektif arteri uterus biasanya dilakukan pada saat ini
dan kemanjurannya dapat dilihat langsung dengan angiogram post
embolisasi.
Jika masih perdarahan uterus setelah embolisasi selektif, maka
embolisasi arteri uterina bilateral atau iliac internal dapat dilakukan
Perawatan Postprosedural harus rutin selama tidak ada perdarahan
yang signifikan dari uterus dan / atau situs tusukan femoralis
Konseling mengenai kehamilan berikutnya penting – kesuburan
pada dasarnya tidak berubah dan tidak ada masalah kebidanan
utama mengenai antenatal dan persalinan.
Pada akhirnya histerektomi adalah pilihan terakhir jika perdarahan
masih berlanjut meskipun sudah diberikan penanganan adekuat
atau jika keadaan pasien tidak memungkinkan tindakan radiologi.
15
Gambar 3. Angiografi dari AVM di uterus4
PENCEGAHAN
AVM kongenital tidak dapat dicegah, tapi pseudoaneurisma hampir selalu
karena penyebab iatrogenik. Sebagian besar wanita dengan masalah ini telah
menjalani operasi obstetri atau ginekologi. Karena itu menekan jumlah tindakan
operasi obstetri atau ginekologi juga dapat menekan munculnya AVM yang
didapat.
16
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini ditemukan pasien wanita, usia 41 th datang ke rumah sakit
dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS. Dari anamnesis
didapatkan, keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam sebelumnya dengan jumlah
sekitar 2 pampers dewasa. Keluhan seperti ini sudah dirasakan juga 3 hari
sebelumnya, dan pasien mendapat perawatan di RS AURI dari tanggal 12 hingga
14 Oktober 2019. Selama perawatan pasien mendapatkan transfusi darah, total
sebanyak 2 kantong.
Pasien baru mengalami operasi SCTP tanggal 28 September 2019 atas
indikasi HRP dan sterilisasi. Riwayat perdarahan uterus abnormal sebelum hamil
disangkal, riwayat perdarahan banyak saat haid disangkal. Saat datang pasien
masih dalam keadaan sadar, namun merasa lemas dan pusing. Tekanan darah
80/60 mmHg, Nadi 98x/menit, Pernapasan 24x/menit, Suhu 36,8C.
Dari status ginekologi didapatkan, abdomen tampak datar, sikatrik (+)
bekas SCTP, TFU teraba 3 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik. Pemeriksaan
genitalia: tampak fluksus keluar dari OUE. Pemeriksaan USG menunjukkan,
Uterus bentuk dan ukuran normal (12,67 x 6,8 mm), kedua adneksa dalam batas
normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan, Hb : 5,4 g/dl, leukosit :
16.400 mm3, trombosit : 402.000mm3.
Pasien didiagnosis dengan P4A2 41 tahun post SCTP + sterilisasi pomeroy
H-17 dengan syok hipovolemik ec late HPP + Anemia. Kepada pasien dilakukan
resusitasi cairan adekuat dan transfusi darah, dan diputuskan untuk dilakukan
histerektomi. Pada pasien dilakukan laparatomi cito, saat peritoneum dibuka,
tampak adhesi dan dilakukan adhesiolisis, tampak uterus ukuran 12 x 7 cm,
tampak perdarahan dan jaringan nekrotik pada uterus sisi kanan pada SBR yang
dicurigai AVM. Dilakukan histerektomi total, perdarahan selama tindakan ± 1100
cc. Uterus dibawa untuk pemeriksaan PA.
17
Pada kasus ini dibahas:
1. Bagaimanakah diagnosis pasien ini?
2. Apakah penyebab terjadinya malformasi arteriovena uteri pada pasien ini?
3. Bagaimana penatalaksanaan pasien ini?
18
riwayat kegagalan terapi medis dalam mengatasi perdarahan yang terjadi, dan
penyebab lain perdarahan sudah disingkirkan.
Pada pemeriksaan sonografi, didapatkan gambaran uterus normal.
Sayangnya pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan aliran darah dengan color
Doppler. Pada pemeriksaan USG, malformasi arteriovena uteri akan memberikan
gambaran daerah hipoekhoik antara lapisan miometrium dan endometrium.
Kemudian dengan penggunaan USG color Doppler akan tampak gambaran
mosaik di dalam daerah hipoekhoik tersebut dengan pola arah aliran darah yang
multipel/turbulen (ditunjukkan oleh warna merah dan biru yang muncul silih
berganti) atau gambaran ‘to and fro’. Pada analisis spektrum USG Doppler akan
tampak aliran darah yang cepat disertai resistensi yang rendah.
Anemia pada pasien didasarkan pada pemeriksaan fisik dimana
konjungtiva pasien anemis. Kemudian dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
kadar hemoglobin pada pasien adalah 5,4 g/dl
Malformasi arteriovena uteri pada pasien ini adalah tipe didapat. Pasien
tidak memiliki adanya riwayat keluar darah dari jalan lahir di luar siklus
menstruasi sebelum hamil dan riwayat keluar darah banyak saat menstruasi,
namun memiliki riwayat trauma pada uterus, yaitu saat menjalani seksio sesaria.
Pada malformasi arteriovena uteri didapat, malformasi berkembang dari adanya
trauma pada uterus, seperti pernah dilakukan seksio sesaria, kuretase, dan
prosedur pada uterus lainnya (seperti miomektomi). Kemungkinan malformasi
arteriovena pada pasien ini terjadi karena adanya kegagalan dalam mengamankan
sudut luka uterus saat dilakukan seksio sesaria. Oleh karena itu, untuk mencegah
terbentuknya malformasi arteriovena uteri, sangatlah penting memastikan sudut-
sudut luka terjahit dengan baik.
Pada kasus ini, dilakukan tindakan histerektomi dalam menangani
malformasi arteriovena uteri. Pasien sudah memiliki 2 orang anak hidup dan
sudah melakukan sterilisasi pada saat dilakukan seksio sesaria sebelumnya.
Karena itu tindakan histerektomi pada pasien ini tepat dan sesuai dengan
kebutuhan pasien yang sudah tidak menginginkan fungsi kesuburannya.
19
Penatalaksanaan malformasi arteriovena uteri tergantung pada status
hemodinamik, derajat perdarahan, usia pasien, dan keinginan pasien untuk
mempertahankan fertilitasnya. Pada pasien dengan kondisi stabil yang mau
menjalani kontrol ketat, terapi ekspektatif yang membutuhkan waktu lama dapat
dimungkinkan. Namun bagaimanapun juga, histerektomi tetap menjadi pilihan
pada pasien yang sudah tidak ingin memiliki anak, postmenopause, atau pada
pasien dengan kondisi gawat darurat yang mengancam jiwa.
Jika pasien masih menginginkan untuk hamil, maka terapi lain dapat
dilakukan. Selain embolisasi, penggunaan Nd-YAG atau holmium YAG laser
fibers yang dimasukkan ke dalam uterus lewat histeroskopi dapat
dipertimbangkan. Serat fiber akan didekatkan hingga beberapa milimeter diatas
area AVM dan diisi tenaga 50-60 watt sehingga laser tertembak tanpa mengenai
AVM atau endometrium secara langsung. Energi laser akan menyebabkan
kolapsnya AVM dan koagulasi, ditandai dengan permukaan berwarna putih pucat.
Endometrium di sekitarnya juga dilakukan laserisasi.16
20
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
13. Abu-Yousef M, Wiese J, Shamma A. The “to and fro” sign: duplex
Doppler evidence of femoral artery pseudoaneurysm. AJR Am J
Roentgenol 1988;150:632
14. Kelly SM, Belli AM, Campbell S. Arteriovenous malformation of the
uterus associated with secondary postpartum hemorrhage. Ultrasound
Obstet Gynecol 2003;21:602–5
15. Müngen E, Yergök YZ, Ertekin AA, Ergür AR, Uçmakli E, Aytaçlar S.
Color Doppler sonographic features of uterine arteriovenous
malformations: report of two cases. Ultrasound Obstet Gynecol
1997;10:215–9
16. Baggish, MS. Operative Hysteroscopy. Te Linde’s Operative Gynecology
(10th Edition, p.365). 2008. Lippincott Williams & Wilkins.
23