Anda di halaman 1dari 239

DAFTAR ISI

1. DM GESTASI.....................................................................................
2. KEHAMILAN DENGAN INFEKSI HIV..........................................
3. KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG..........................
4. KEHAMILAN KEMBAR...................................................................
5. KEHAMILAN POST TERM
6. HIPEREMESIS GRAVIDARUM.......................................................
7. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN.............................................
8. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT........................................
9. ASFIKSIA INTRA UTERIN..............................................................
10. KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM.............................................
11. KEHAMILAN / PERSALINAN DENGAN JARINGAN PARUT
UTERUS.............................................................................................
12. LETAK SUNGSANG.........................................................................
13. RUPTURA UTERI..............................................................................
14. KETUBAN PECAH DINI..................................................................
15. DISTOSIA...........................................................................................
16. PERSALINAN PRETERM.................................................................
17. PERSALINAN KASEP......................................................................
18. PERDARAHAN ANTE PARTUM....................................................
19. PLACENTA PREVIA.........................................................................
20. SOLUSIO PLASENTA.......................................................................
21. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN..........................................
22. PERDARAHAN MASA NIFAS.........................................................
23. INFEKSI INTRA PARTUM...............................................................
24. INFEKSI POST PARTUM.................................................................
25. TERMINASI KEHAMILAN..............................................................
26. INDUKSI DAN AKSELERASI PERSALINAN SERTA PROTAP
OKSIITOSIN INFUS..........................................................................
27. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU.........................................
28. PEMBERIAN OBAT TOKOLITIK...................................................
29. KETENTUAN TENTANG PELAKSANAAN OPERASI SEKSIO
SAESAREA........................................................................................
30. PENATALAKSANAAN KELAINAN HIS (INERSIA UTERI).......
31. ADMISSION TEST, TEST TANPA KONTRAKSI (NST), TEST
DENGAN TEKANAN ATAU TEST DENGAN OKSTIOSIN
DAN RESUSITASI INTRA UTERIN................................................
32. PARTOGRAF WHO...........................................................................
33. AMENORE.........................................................................................
34. PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL................................
35. MENOPAUSE.....................................................................................
36. PENANGNAAN INFERTILITAS......................................................
37. INSEMINASI INTRA UTERI............................................................
38. TRANSLOKASI AKDR.....................................................................
39. PENYAKIT RADANG PANGGUL...................................................
40. ABSES TUBO OVARIAL..................................................................
41. LEKORE.............................................................................................
42. ABORTUS..........................................................................................
43. ASPIRASI VACUM MANUAL PADA ABORTUS INKOMPLIT
44. NEOPLASMA OVARIUM JINAK....................................................
45. MIOMA UTERI..................................................................................
46. LESI PRAKANKER SERVIKS.........................................................
47. MOLAHIDATIDOSA.........................................................................
48. PENYAKIT TROFOBLAS GANAS..................................................
49. KANKER SERVIKS...........................................................................
50. KARSINOMA VULVA......................................................................
51. KARSINOMA ENDOMEETRIUM...................................................
52. KANKER OVARIUM........................................................................
53. DM GESTASI (DMG)
Kode ICD : O 24.4

I. Pengertian
Adanya toleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu =
TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui
pertama kali pada saat kehamilan berlangsung.
Tidak memandang apakah pasien dikelola dengan insulin/perencanaan
makan saja, Diabetes Mellitus, tersebut menetap setelah persalinan atau
pasien yang sudah mengidap Diabetes Mellitus sebelum hamil.

II. Diagnosis
1) Tujuan
a. Menurunkan angka kesakitan / kematian ibu
b. Menurunkan angka kesakitan/kematian perinatal
c. Menurunkan risiko menjadi DM di kemudian hari, bagi mereka
dengan DM Gestasi sebelumnya
2) Cara penapisan
a. Sasaran penapisan adalah semua ibu hamil baik yang berisiko /
tidak berisiko
b. Faktor risiko DMG
 Riwayat Kebidanan : Beberapa kali keguguran
Melahirkan bayi mati tanpa sebab yang jelas
Melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Preeklampsia
Polihidramnion
 Riwayat Ibu :
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
c. Waktu pemapasan
 Untuk ibu hamil yang beresiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu (pertemuan pertama dengan
ibu hamil)
 Bila hasilnya negatif, pemeriksaan diulang pada umur
kehamilan 24-26 mg
 Untuk ibu hamil yang tak beresiko penapisan dilakukan pada
umur kehamilan 24-26 minggu
d. Cara penapisam
Pemeriksaan gula darah sewaktu atau dengan tes Toleransi glukosa
3) Rersiapan penapisan
Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3
hari sebelumnya kemudian puasa 8-12 jam, baru dilakukan
pemeriksaan gula darah puasa pada pagi hari, setelah itu diberikan
beban glukosa 5 gram dalam 200 ml air, dua jam kemudian diambil
contoh darah vena untuk dipastikan gula darah 2 jam
WANITA HAMIL
 Makanan cukup karbohidrat + 3
hari
 Puasa 8-12 jam

Gula dara puasa

Glukosa 75 gram

Glukosa = plasma vena dan jam

Kriteria diagnosis menurut WHO


Glukosa Plasma Menurut WHO
Puasa 2 jam
Normal < 100 < 140
Diabetes melitus > 140 > 200
TGT 100-139 140-199
III. Diagnosis banding
-
IV. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : Lab lengkap
- Radiologi : - Thorax foto
- USG
- dll sesuai kasus

V. Terapi/Prosedur Tindakan Medis


1) Penatalaksanaan Medis
a. Melaksanakan secara terpadu oleh Lab/SMF Obstetri &
Ginekologi Lab/SMF Penyakit Dalam, Lab/SMF Anak dan
Instalasi Gizi
b. Tujuan perawatan medis DMG
 memperbaiki metabolisme KH
 Menununkan, angka kesakitan dan kematian perinattal
 Menurunkan kejadian kongenital
Dengan ini dapat dicapai keadaan normoglikemia yang dapat
dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan
c. Cara perawatan medis
 Perencanaan makan yang sesuai dengan kebutuhan
 Pemberian Insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan
perencanaan makan
 Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah dan
pemantauan diabetes terkendali dengan pemeriksaan HbA
1C secara berkala tiap 6-8 minggu (normal kurang dari 6%).
Penatalaksanaan medis ini sesuai dengan protap Lab/SMF
penyakit Dalam dan Gizi
2) Penatalaksanaan obstetri
a. ANC lebih ketat
b. Penilaian kesejahteraan janin. Penilaian ini dilakukan sejak
umur kehamilan 34 minggu meliputi :
 Pengukuran tinggi fundus uteri
 Mendengarkan denyut jantung janin
 USG
 KTG
Skema penatalaksanaan Obstetrik DMG

VI. Komplikasi
Sesuai kasus, bisa sampai Multi Organ Failure

VII. Wewenang
Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan
VIII. UNIT YANG MELAYANI
Spesialis Kebidanan dan Kandungan

IX. Unit Yang Terkait


Penyakit Dalam, Pediatri, Kardiologi dll sesuai kasus

X. DAFTAR PUSTAKA
Sibas B.M. Preeklampsia-eklampsia. In Queenam ed. Management of
high-risk pregnancy, 3 rd ed. Blackwell Vienka, 1991; 381-3.
54. KEHAMILAN DENGAN INFEKSI HUMAN
IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
Kode ICD : B 23.8 dan O 98.8

I. Pengertian
Infeksi sistemik oleh virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh,
dengan manginvasi sel limfosit T (T helper), sehingga kerusakan sistem
kekebalan tubuh secara bertahap. Sekali orang terinfeksi oleh HIV maka
selama hidupnya virus tersebut akan ada di dalam tubuhnya, karena virus
HIV akan bergabung dengan DAN sel.
Orang yang terinfeksi HIV disebut dengan ODHA (Orang dengan
HIV/AIDS) Perjalanan penyakit infeksi HIV berlangsung secara kronik
progresif dimana penyakit bekembang secara bertahap sesuai dengan
kerusakan sistem kckebalan tubuh yang berlangsung bertahap, oleh
karenu itu gejala penyakit ini bisa tanpa gejala sampai menimbulkan
keluhan dan tanda klinis yang berat

II. Diagnosis
Gambaran Klinis :
1) Tahap infeksi akut :
Tidak semua infeksi HIV mengalami tanda-tanda infeksi akut, hanya
sekitar 20-3Q% dari infeksi HIV menimbulkan tanda dan gejala akut
yaitu sakit pada otto dan sendi, sakit menelan, pembesaran kelenjar
getah bening. Gejala ini muncul pad 3 6 minggu pertama setelah
infeksi HIV dan biasanya hilang sendiri
2) Tahap Asimtomatik (tanpa gejala)
Tahap ini berlangsung tanpa gejala antara 6 minggu sampai 6 bulan
setelah infeksi
3) Tahap simtomatik ringan
Tahap ini muncul beberapa tahun kemudian dengan gejala berat
badan menurun, ruam pada kulit/mulut, infeksi jamur pada kuku,
sariawan berulang, ISPA herulang. Aktifitas masih normal, bila
makin berat akan terjadi penurunan berat badan yang Makin berat,
diare lebih dari 1 bulan, panas yang tidak diketahui penyebabnya,
radang paru dan TBC paru.
4) Tahap AIDS (tahap lanjut)
Mulai muncul adanya infeksi oportunistik misalnya, pneumonia
pneumonitis carinii, toksoplasma otak diare, infeksi virus CMV,
herpes, kandidiasis, kanker kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi
Diognostik infeksi HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan adanya tanda-anda
klinis serta pemeriksaan laboratorium.
Deteksi infeksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan langsung virus
HIVnya atau dengan pemeriksaan antibodi HIV.
Cara pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis HIV adalah sbb :

Untuk mendeteksi seseorang terinfeksi HIV, dapat diiakukan dengan cara


tidak langsung yaitu dengan menemukan antibodi. Bila seseorang
mempunyai anti terhadap HIV berarti terinfeksi HIV. Test lebih murah
dan mudah serta hasilnya akurat dibandingkan dengan test langsung
terhadap virusnya. Setiap test yang dilakukan hendaknya disertai dengan
konseling pra dan post test. Dalam hal test konfirmasi tidak tersedia,
maka dilakukan ulangan test inisial dan altematif.
Cara Penularan
Yang potensial aebagai media penularan adalah : semen, darah, air
ketuban, dan cairan vagina. Hingga saat ini cara penularan HIV yang
diketahui adalah :
1. hubungan seksual
2. Darah
3. Perinatal

Penularan pada ibu hamil


Seorang ibu hamil tertular HIV melialui hubungan seksual dengan
pasang4an/suami yang terinfeksi HIV dan melalui transfusi
darahlpenggunaan obat bius melalui suntikan (;DU= Injecting drugs
users)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV terjadi melalui :
1) Inuteru/transplasental
2) Pada saat proses persalinan berlangsung
3) Melalui ASI

III. Diagnosis Banding


-

IV. Pemeiilisaan Ppnrunjang


- Lab rutin kehamilan + Laboratorium HIV – USG
V. Terapi/prosedur tindakan medis
1) Antenatal Care
ANC dilakukan sesuai standar, disertai dengan konseling.
pencegahan penularan perinatal dilakukan dengan pemberian obat
AZT (Zidovudine) dengan cara :
a. setiap penderita yang dicurigai terinfeksi HIV harus diambil
darahnya untuk pemeriksaan CD-1 dan viral load awal
b. pemberian obat AZT (Zidovudine)
 Diberikan pada umur kehamilan setelah 14 minggu dengan
dosis 2 kali 300 mg/hari, diteruskan selama hamil
 Bi1a ditemukan pada ketiamilan lanjut, AZT akan efektif
bila diberikan mulai umur kehamilan 34-36 minggu, selama
4 minggu dengan dosis 2 kaii 300 mg/hari
2) Persalinan
Prinsip penanganan ibu hamil dengan HIV pada saat inpartu yaitu :
a. Penanganan medis
b. Penanganan Ubstetri
3) Penanganan Medis
Pemberian obat anti retrovius sangat penting diberikan pada saat ini
karena penularan bayi lahir
4) Penanganan Obstetri
Prosedur di kamar bersafin merupakan tindakan bedah sehingga
sikap penolong dan petugas lainrrya harus memenuhi standar
kewaspadaan universal. Prinsipnya adalah memperlakukan setiap
spesimen darah dan cairan tubuh sebagai bahan infeksius. Harus
diperhatikan kemungkinan penolong kontak dengan spesimen darah
dan cairan tubuh infeksius dari penderita

Prosedur tetap penanganan ibu hamil dengan HIV adalah sebagai


berikut:

A. Cara kerja higienis


1. Dilarang makan dan minum di kamar bersalin
2. Rambut harus diikat dan ditutup
3. Selalu memakai jubah plastik, sarung tangan dan kaca mata
pelindung bila menolong persalinan
4. Cuci tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah
membuka sarung tangan
5. Dilarang bekerja bila menderita luka terbuka pada kuli
B. Persiapan
1. Persiapan alat
o Partus set
o Alat resusitasi bayi Necting set
o Sarana pencegahan infeksi (ember berisi larutan klorin 0,5%)
o Obat-obatan : AZT, oksitoksin dalam semprit, anestesi lokal
2. Persiapan penolong
a. Bersikap wajar
b. Tidak menderita luka/lesi pada kulit
c. Memakai topi, jubah, masker, sarung tangan dan sepatu boot
3. Persiapan ibu bersalin
Dijelaskan proses pertolongan persalinan yang akan dilakukan
C. Persalinan
Untuk mencegah penularan pada bayi dan petugas maka prosedur
pertolongan persalinan berikut harus dilakukan
1) Ibu :
a. Persalinan Kala I :
 Batasi pemeriksaan dalam
 Desiinfeksi vagina dengan antiseptik
 Fase laten hanya diijinkan selama 8 jam Bila melebihi 8
jam dilakukan SC
 SC dipertimbangkan untuk keadaan-keadaan sebagai
berikut :
 Kadar CD4 kurang dari 500
 Kadar viral load kurang dari 10.000 turunan/ml
 Ibu menyusui (tidak mungkin urttuk membeli PASI)
 Elektif SC dilakukari pada usia kehamilan 38 minggu
 Hindari amniotomi, kecuali pembukaan lengkap dan akan
dilakukan pimpinan persalinan
b. Persalinan kala II :
 Sedapat mungkin episiotomi dikerjakan atas indikasi.
Batasi tindakan yang traumatik untuk bayi dan ibu
(mis.ekstraksi vakum dan forsep)
 Setelah bayi lahir segera gunting tali pusat
 Darah tali pusat diambil 10 ml untuk pemeriksaan HIV bayi
c. Persalinan Kala III :
 Penatalaksanaan Persalinan kala III sesuai dengan
p e n a l a k s a n a a n aktif kala III
 Dilakukan pemeriksaan spesiemen plasenta (Patalogi
Anatami)
d. Persalinan Kala IV :
 Penatalaksanaan sesuai dengan prosedur standar persalinan
kala IV
 Waspada terhadap paparan urin, tinja, darah, dan cairan
vagina
2) Bayi
a. Segera setefah bayi lahir, bayi dimandikan dengan s a b u n
antiseptik
b. Jangan diberikan ASI, berikan susu pengganti
c. Bila ibu dan bayi dalam kondisi baik, boleh rawat gabung
d. Berikan profilaksis AZT pada bayi dengan AZT sirop 2 mg/kg
BB tiap 6 jam mulai umur 12 jam sampai dihentikan pada umur
6 minggu.
e. Sekitar 99 % dari bayi yang terinfeksi HIV dapat terdeteksi
pada 2 minggu pertama setelah lahir dengan teknik PCR/Kultur
3) Post Partum
Berikan parlodel oral untuk mengheritikan ASI
4) Alat bekas pakai :
a. alat-alat tenun bekas pakai Segera direndam dengan larutan
klorin secara terpisah selama 10 menit
b. jarum bekas pakai dan semprit dimasukkan ke dalam wadah
yang anti tembus ke incenerator
c. sarung tangan, kasa, sampah medis lainnya ditampung dalam
kantong plastik khusus dan dibakar

VI. Komplikasi
Penularan pada janin

VII. Wewenang
SpOG dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit Yang Melayani


Spesialis Kebidanan dan Kandungan

IX. Unit Terkait


Penyakit Dalam, Pediatri

X. Daftar Pustaka
55. KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG
Kode ICD : O 99.4

I. Pengertian
Kehamilan yang disertai dencian gangguan fungsi jantung (Pregnancy
complicated by impaired heart function)
Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan
Prinsip : jantung tidak mampu memberikan nutrisi dan oksigenasi pada
janin yang sedang tumbuh.
1) Akibatnya untuk bayi
a. Abortus
b. Prematuritas
c. PJT
d. Cacat bawaan
e. Asfiksia janin intra uterin
f. Tumbuh kembang akan terhambat setelah lahir
2) Untuk ibu
Terjadi payaki jantung (Decompensatio Cordis = DC) dan meningkat

II. Diagnosis
Pembagian Klinik Penyakit Jantung pada Kehamilan
Kelas Deskripsi
Kelas I Tidak ada keluhan
Bekerja berat-sedang mengakibatkan sesak, dyspnea
Kelas II
d'effort
Kelas III Kerja ringan, mengaibatkan sesak
Kelas IV Sesak terus-menerus

Kira-kira 90 % dari kehamilan dengan penyakit jantung termasuk kelas 1


dan 10 % yang berada dalam kls III dan IV (angka kenatian ibu 80%)

Saat-saat Kritis :
1) Hipergenesis Gravidarum :
Mual, muntah dan intake menurun, terjadi hemokonsentrasi,
sedangkan metrabolisme dan konsumsi 02 meningkat, paru-paru sulit
mengembang, menyebabkan beban jantung meningkat
2) Umur kehamilan 32-34 minggu :
Terjadi puncak hidremia (25-50%), mengakibatkan beban jantung
meningkat
3) Partus kala II
Venus retum meningkat, shunt berhenti, mengakibatkan beban jantung
tiba-tiba meningkat
4) Puerperium :
a. Dini (3-5 hari) :
Shunt yang berhenti mengakibatkan volume darah yang kembali ke
jantung mendadak berhenti
b. Lanjut :
Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi organ lain,
berlanjut menyebar secara hematogen, mengakibatkan sub akut
bakterial enrlokarditis (SSE)

III. Diagnosa Banding :


-

IV. Pemeriksaan Penunjang


-

V. Terapi / Prasedur Tindakan Medis


A. Waktu ANC
1) Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung fungsional kelas
I & Li. bila kelas III dan IV dipertimbangkan abortus provokatus
medisinalis
2) Perawatan bersama kardiologi
3) Pencegahan terhadap :
a) Anemia defisieinsi besi
b) Infeksi
c) Toksemia gravidarum
d) Obesitas
e) Pekerjaan fisik, cemas, aritmia
B. Waktu Inpartu
1) Kala I :
a. Induksi persalinan atas indikasi obstetrik (bukan karena DC)
b. Berikan digitalisasi cepat, bila ada tanda-tanda akut DC seperti
 Nadi lebih dari 110 kali permenit
 Sesak, respirasi lebih dari 28-30 kali permenit
 Ronki baal paru-paru
 Suara jantung (S1) mengeras
 Gallop rhythm
 Paroksismal atrial tachycardia
2) Kala II :
a. Dipercepat dengan ekstraksi forseps
b. Seksio sesarea dikerjakan atas indikasi obstetri
c. Hindari trauma berlebihan dan infeksi
d. Didampingi seorang kardiolog
3) Kala III :
Cegah akut refluks darah ke jantung dengan cara fowler (gravitasi)
dan, pemasangan toumiquet pada kedua tungkai
C. Waktu Puerperium
1) Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC akut dan SBB
2) Kalau perlu berikan sedatif
3) Cegah konstipasi
4) Laktasi dibatasi untuk DC kelas III dan IV oleh karena :
a. menyusui, komplikasi berupa lecet pada nipple, terkena infeksi,
berlanjut menjadi mastitis, mengakibatkari SBE
b. menyusui, mengakibatkan keseimbanqan cairan berubah,
menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan harus seimbang)
D. Keluarga Berencana
1. Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap (MOW/MOP)
2. Bila menolak kontap, dianjurkan memahai IUD
3. Sebaiknya anak tidak lebih dari dua

VI. Komplikasi
Tergantung kondisi perkasus

VII. Wewenang
SpOG dibantu dokter Umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Kardiologi, Penyakit Dalam, unit lain

X. Daftar Pustaka
56. KEHAMILAN KEMBAR Kode ICD : O 30

I. Pengertian
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari Satu embrio/anak
satu gestasi.
Fakta
1. Hukum Hellin, kejadian :
 Twin / kembar dua : 1 : 89
 Triple : 1 : 892
 Quadriplet : 1 : 893
 Quadriplet : 1 : 894 dan seterusnya
2. Ada tipe :
 Identik / monovuler / monosigotik/homolog, 30%
 Fratermal/biovuler/disgotik/heterolog, 70%
3. Faktor :
 Bangsa, umur, paritas
 Herediter (dizygotik, dari pihak ibu)
4. Kembar monozygot :
 Cenderung lebih kecil Kemungkinan KDJR
 Cacat bawaan
 Sering timbul arterio-venous shurt
5. Cara membedakan :

Kembar homolog Kembar heterolog


Plasenta 1 (70 %) 2 (100%)
2 (30%)
Khorion 1 (70%) 2 (100 %)
2 (30%)
Armnian 1 (70%)
2 (30%) 2 (100%)
tali pusat 2 2
Seks Sama Tidak sama
Rupa Sama Tidak sama
Sidik jari Sama Tidak sama

II. Diagnosis
1. Pemeriksaan Leopold uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung, di tempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG

III. Diagnosis Banding


Kehamilan Makrosomia

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium rutin kehamilan

V. Terapi/Prosedur dan Terapi Medis


1) Saat ANC
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan
komplikasi di atas
b. Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
2) Saat persalinan
a. Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama kelainan letak
b. Kalau perlu induksi persalinan dengan pemecahan ketuban
c. Drip oksitoksin bukan kontraindikasi absolut
d. Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi bujur untuk
anak tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan
vakum atau berbagai manuver pertolongan letak sungsang
tergantung posisi anak II. Versi ekstraksi hanya dilakukan pada
letak lintang anak II, yang gagal dibuat meinbujur atau ada indikasi
emergency obstetri
e. Hati-hati kemungkinan HPP
Skenarin
1) Bila let-kep/let-kep/let-su, masih diberikan kesempatan lahir
pervaginam
2) Bila anak I bukan let-kep. Let-su/let-su atau kombinasi yang lain
dianjurkan untuk seksio sesarea primer
3) Bila tidak over distensi, setelah amniotomi, tetap insersi uteri , drip
oksitoksin hati-hati masih ada tempatnya
4) Bila diijinkan pervaginam maka tindakan seksio berdasarkan indikasi
abstetri
5) Bila anak I letak lintang, langsung seksio sesarea
6) Setelah anak pertama lahir, tentukan denyut jantung janin anak II, buat
letak kepala/membujur, tunggu ada his (atau diberikan oksitoksin) dan
pecahkan ketuban. Selanjutnya pimpin sampai lahir spontan atau kalau
perlu, bantuan vakum atau forsep sesuai dengan indikasi obstetri
7) Bila anak kedua letak lintang dan gagal usaha diatas maka dapat
dilakukan tindakan versi ekstraksi
8) Ka1au urin seperti biasa, plasenta manual bila ada indikasi
9) Memberikan uterotonika untuk mencegah perdarahan post partum
Skema Penanganan Persalinan Gmneli

VI. Komplikasi
A. Komplikasi pada ibu
 Anemia , preeklampsia
 Persalinan prematur
 Inersialatania uteri
 Pasenta previa
 Solusio plasenta
 Perdarahan post partum
B. Komplikasi pada anak
 BBLR
 KDJR
 Cacat bawaan (kembar siam)
 Morbiditas dan mortalitas perinatal
 Distosia : kelainan letak "interlocking"

VII. Wewenang
SpOG dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang Melayani


Obsgyn

IX. Unit Terkait


Anestesi, penyakit anak (pediatri)

X. Daftar Pustaka
57. KEHAMILAN POSTERM
Kode ICD : 0.48

I. Pengertian
Adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari) atau
melebihi dua minggu dari perkiraan tanggal persalinan dihitung mulai
hari pertama haid terakhir (HPHT) menurut rumus Naegel.

II. Diagnosis
1) Diagnosis kehamilan posterm ditegakkan apabila kehamilan sudah
berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari)
2) Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosa
kehamilan posterm antara lain :
a. HPHT jelas
b. Tes kehamilan (urin) sudah positip dalam 6 minggu pertama telat
haid
c. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan
doppler dan 19-20 minggu dengan fetoskop)
d. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan (UK) 16-18
minggu
e. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan ultrasonografi
pada umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu
(CRL jelas).

III. Diagnosis Banding


Kehamilan Aterm

IV. Pemeriksaan Penunjang


Penilaian USG
Ukuran diameter biparietal janin tak dapat dipakai pada kehamilan telah
aterrior, apalagi jika kepala sudah masuk ke dalam rongga panggul.
Penilaian jumlah air ketuban dan derajat maturitas placenta dapat
diapakai untuk kehmilan lewat waktu. Perhitungan masa kehamilan
berdasarkan CRL.
Penilaian CTG
Dapat dipakai Untuk menilai kesejahteraan janin yang lebih berhubungan
dengan melacak adanya hipoksia janin. Penilaian wama air ketuban
dengan amnioskopi atau amniotomi dan gambaran CTG akan sangat
membantu menilai adanya hypoxia intrauterine (NST, OCT).
Patologi Anatomi
Tidak spesiik untuk menilai plasenta pada

V. Terapi/Prosedur dan Tindakan Medis


Pengelolaan kehamilan lewat waktu kita awali dari umur kehamilan 41
minggu. Hal ini disebabkan meningkatnya pengaruh buruk pada keadaan
perinatal setelah umur kehamilan 40 minggu dan meningkatnya insiden
bayi besar. Pada dasamya penatalaksanaan kehamilan posterm adalah
merencanakan pengakhiran kehamilan.
Cara mengakhiri kehamilan
Cara pengakhiri kehamilan, tergantung dari hasil pemeriksaan
kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score = PS)
1) Bila serviks matang PS lebih dari atau sama dengan 5 dan
kesejahteraan janin baik (USG/NST baik), dilakukan induksi
persalinan, asal tidak ada janin besar, jika janin lebih atau sama
4000 g dilakukan seksio sesaria
a. PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan oksitoksin drip
b. PS kurang dari 5, dilakukan pemantauan serial Non Stress Test
(NST) dan USG seminggu 2 kali hingga usia kehamilan 42
minggu atau sampai PS lebih atau sama dengan 5
2) Bila ditemukan oligohidramnion ( <2 cm pada kantong yang
vertical atau indeks cairan amnion, < 5) atau dijumpai deskerasi
variable pada NST, maka dilakukan induksi persalinan. Bila
volume cairan amnion normal dan NST tak reaktif, tes dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. I-iasil tes CST (+) janin perlu
dilahirkan dengan seksio sesaria, sedangkan bila hasil CST
negative , penilaian janin dilakukan lagi 10 hari kemudian.
3) Kesejahteraan janin mencurigakan
a. PS lebih atau sama dengan 5
 Dilakukan oksitoksin drip dengan pemantauan kardiografi
(KTG)
 Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan
diakhiri dengan seksio sesarea (SC)
b. PS kurang dari 5 dilakukan pemeriksaan ulang keesokan
harinya
 Bila tetap hasilnya mencurigakan, diiakukan oxytocin
challenge test (OCY)
o Bila hasil pemeriksaan OCT (+) dilakukan SC
o Bila hasil pemeriksaan OCT (-) dilakukan pemeriksaan
serial sampai 42 minggu/PS lebih dari 5
o Bila hasil pemeriksaan OCT meragukan/tidak
memuaskan dilakukan pemeriksaan OCT ulangan
keesokan harinya
 Bila hasilnya baik, dilakukan pemeriksaan serial sampai 42
minggu / PS lebih dari 5
4) Bila kesejateraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufiensi
p1asenta dari dari NST/OCT), dilakukan SC

VI. Komplikasi
1. Kematian janin, aspirasi mekoneum, gangguan pumbekuan darah.
2. Trauma kepala janin
VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dokter Umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn
IX. Unit yang terkait
Unit Anak dll sesuai kasus
X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
keharrilan lewat waktu. Standar Pefayanan Medik obstetri dan
Ginekologi bagian I, Jakarta : Balai Penerbit fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 70-71.
2. The Society of Obstetricians and Gynecologist of Canada. Inductions
of Labor. Alarm International : Program to Reduce Maternal
Mortality and Morbidity. 2 nd ed, SOGC, 2002 : 147-152
3. Magowan B. Prolong Pregnancy. Obstetrcs and Gynecology 3 rd ed,
Edinburg London New York Oxford-Philadelpia-st Louis-Sydney-
Toronto: Elsevier Churchil Livingstone, 2005 : 69 -70
58. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Kade ICD : O 21.0

I. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana penderita muntah-
muntah yang berlebihan (lebih dari 10 kali) dalam 24 jam atau setiap saat,
sehingga mnengganggu kesehatan ponderita.

II. Diagnosis
Kriteria Diagnosis :
- Muntah-muntah yang sering sekali
- Perasaan tenggorokan yang kering dan rasa haus
- Kulit dapat menjadi kering (tanda defridrasi)
- Berat badan turun dengan cepat
- Pada keadaan yang lebih berat dapat timbul Ikterus dan gangguan saraf

III. Diagnosis Banding


- Hepatitis dalam kehamilan

IV. Pemeriksaan Penunjang


- Urine
- Fungsi lever

V. Terapi dan Prosedur Tindakan


Segera penderita dirawat, berikan cairan perintis Glucose 5-10% dan NaCI
(fisiologi. Obat anti emetik, intramuskuler atau perinfus atau regulator
GTT. Penderita dipuasakan sampai muntah telah berkurang, diukur jumlah
muntah (cairan yang dimuntahkan) dan cairan yang diberikan dan diuresis
dalam 24 jam. Ukur bafans cairan setiap hari atau pasien tetap makan
sesuai kemauan pasien.
VI. Komplikasi
Bila berat : Dehidrasi, gangguan fungsi hepar, dan febris

VII. Wewenang
SpOg, dokter umum, dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Perinatoiogi, Anastesi, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Hiperemesis Gravidarum. Standar pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi bagian 1, Jakarta : Balai penerbit Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 66-67
59. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN (GESTOSIS)
Kode ICD : O 13

I. Pengertian
Preeklampsi :
timbulnya hipertensi disertai proteinuri dan oedem akibat kehamilan,
setelah umur kehamilan 20 minggu
Eklamsi :
Kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan, atau nifas yang
ditandai oleh timbulnya kejang dan atau koma, sebelumnya wanita tadi
mengalami gejala-gejala preeklamsi kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologik ).
Hipertensi kronik:
Hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang sudah ditemukan
pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang
menetap setelah 6 minggu pasca salin.
Transient Hypertension :
Timbulnya hypertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan
darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi
kronik atau preeklamsi/eklamsi. Gejaia ini hilang setelah 10 hari pasca
salin.

II. Diagnosa
Oedem, proteinuria, hipertensi (sistolik > 140 mmHg, diastolik > 90
mmHg atau kenaikan sistolik > 30 mmHg. Pada eklampsi ada kejang
dan atau koma.
Preekiamsi ringan :
1. Hipertensi
a. Tekanan darah > 140/90 mmHg dan < 160/110 mmHg
b. Kenaikan tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 30
mmHg
c. Kenaikan tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 15
mm/Hg
2. Proteinuria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai (+)

Preeklamsi berat:
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi
digolongkan berat :
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau distolik > 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil dirawat di
rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring
2. Proteinuria - 5g perhari atau +3 sampai +4 pada pemeriksaan
kualitatif
3. Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc/24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Adanya keluhan subjektif :
a. Gangguan visus : mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral : kepala pusing
c. Nyeri epigastrium, pada kuadran kanan atas abdomen
d. Hiperefleks
5. Oedem paw dan Sianosis
6. Pertumbuhan janin terhambat
7. Adanya “HELLP Syndrom” (H:hemolysis, El:elevated liver
enzyme, LP:Low Platelet count)
Eklampsia
Sama dengan preeklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-
organ hati, ginjal, otak, paru, jantung, yakni terjadinya nekrosis dan
perdarahan pada organ –organ tersebut.
Gejala klinis
1. Usia kehamilan = 20 minggu
2. Tanda-tanda preeklampsia (hipertensi, proteinuria, edema)
3. Kejang-kejang dan atau koma, saat persalinan atau sampai 10 hari saat
nifas
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi orgn

III. Diagnosis Banding


1. Hipertensi mehanun
2. Kehamilan dengan Nefrotik Syndrom
3. Kehamilan dengan Payah Jantung
4. Epilepsi
5. Meningitis
6. Tetanus
7. Febris Konvulsi

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Preekiamsia ringan : Urine iengkap
2. Preeklamsia berat/eklampsia :
Lab :
- Urine lengkap
- Asam Urat dalam darah
- Trombosit
- Fungsi Hati
- Fungsi Ginjal
3. Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu kardiologi
- Neurologi
- Neurolog
- Anestesiologi
- Neonatologi
4. Autopsi (bila terjadi kematian)
Bila terjadi kematian sebutkan penyebab langsung
V. Terapi / Prosedur Tindakan Medis
Preeklamsi ringan :
Istirahat dan sedative (diazepam, Phenobarbital) bila perlu Methyldopu
atau nifedipin
Preeklamsi berat :
Antihipertensi dan anti kejang (nifedipin, methyldopa, captapril, MgSO4)
Preklampsi ringan :
1. Hipertensi
a. Tekanan darah > 140/90 mmHg dan < 160/110 mmHg
b. Kenaikkan tekanan darah sistolik > 30 mmHg
c. Kenaikkan tekanar, darah diastolik > 15 mmHg
2. Proteinuria 0.3 gr/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai (+)

Penatalaksanaan :
1) Rawat Jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)
 Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
 Diet biasa
 Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2
minggu
 Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, fungsi hati, urine
lengkap, fungsi ginjal, gula darah acak
 Kunjungan ulang setiap 1 minggu
 Jika tedapat peningkatar proteinuria di rawat sebagai preeklamsia
berat
2) Rawat tinggal
a. Kriteria untuk rawat tinggal
 Hasil fetal assessment meragukan atau jelek dilakukan
terminasi
 Kecenderungan menuju gejala preeklamsia berat (timbul salah
satu atau lebih gejala pre eklampsia berat)
 Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)
b. Evaluasi / pengobatan selama rawat tinggal
 Tirah baring total
 Pemeriksaan Laboratorium
o Darah lengkap
o Albumin serum
o Fungsi hati / ginjal
o Urine lengkap
 Dilakukan feta' Assessment (USG dan NST)
3) Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasamya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari
fetal assessment. Bila didapatkan hasil :
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan
b. Ragu-ragu, dilakukan evaluasi ulang NST kesejahteraan janin, 1
hari kemudian
c. Baik
o Penderita dirawat seekurang-kurangnya 4 hari
o Bila preterm penderita dipulangkan
o Bila aterm dengan PS baik lebih dari 5 melakukan dengan
oksitoksin drip
d. Bila didapatkan keluhan subyektif seperti di bawah ini dirawat
sebagai preeklamsi berat.
e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu) langsung
dilakukan terminasi kehamilan (pervaginam atau perabdominam)

Pre Eklampsi Berat


A. Rawat segera bersama dengan bagian penyakit dalam dan atau
kardiologi dan penyakit syaraf tentukan jenis perawatan/tindakan
aktif berarti keharrtilan segera diakhiri atau diterminasi bersamaan
dengan pemberian pengobatan medisinal
B. Konservatif berarti kenamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan Pemberian pengobatan medisinal
A. Perawatan Aktif
a. Indikasi
Bila didapatkan satu / lebih keadaan dibawah ini :
 Ibu :
- kehamilan > 37 minggu
- adanya tanda-tanda gejala impeding eklampsia
- kegagalan terapi pada perwatan konservatif
1. setelah 6 jam sejak dimulainya pengabatan
medicinal terjadi kenaikan tekanan darah
2. setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan
medisinal, tidak ada perbaikan
 Janin :
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- adanya tanda-tanda gawat PJT
- Laboratorium : adanya HELLP syndrome

B. Pengobatan medisinal
- Infus Dextrose 5% yang tiap liternya diselingi larutan
Ashering 500cc (60-125cc/jam)
- Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
- Pengobatan obat : MgSO4

Penatalaksanaan
1. Segera masuk RS
2. Trao baring miring ke satu sisi ( kiri )
3. Infus Dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan
larutan Ashering 500cc (60 - 125cc/jam)
4. Antasida
5. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6. Pemberiian obat anti kejang : MgSO4

Cara pemberian :
a. Dosis awal ( Loading dose )
2-4 grain MgSO4 1V (40 dalam 10cc) kecepatan 1
gr/menit (kemasan 40% dalam dalam 25cclrt MgSO4
b. Dosis Pemeliharaan
Awal 1- 4 gram per drip (Perinfus)

Syarat- syarat pemberian MgSO4 :


1. Harus tersedia antidonum, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gr
dalam 10cc) diberikan IV 3 menit (dalam keadaan siap pakai)
2. Reflex Patela (+) kuat
3. Frekwensi pernafasan - 16 kali/menit
4. Produksi urine > 100cc dalam 1 jam sebelumnya
(0,5cc/kg/BB/jam

Sulfas Magnesium dihentikan bila :


1. Ada tanda-tanda intoxikasi
2. Setelah 24 jam paska salin
3. Dalam 6 jam paska salin sudah terjadi perbaikan
(normotensif }

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :


1. Oedema Paru
2. Payah janturtg Kongestif
3. Oedema Anasarka
Antihipertensi diberikan bila :
1. Tekanan darah
Sistofik > 160 mmHg atau > 140 mmHg
Diastolik > 110 mmHg atau > 90 mmHg
2. Obat-obatan antihipertensi yang diberikan :
a. Terapi akut :
- Arteriolar dilators Hydralazine
-  Blockers : Labetolol
- Calcium Channel Blockers : Nifedipine
b. Terapi perawatan :
- Centrally Acting Sympatholyitic Agent : Methyldopa.
-  Blockers : Atenolol, Labetolol
- Calcium Channel Blockers : Nifedipine atau Sesuai
dengan terapi bagian-bagian Penyakit
Dalam/Kardiologi/bagian lain yang terkait.
c. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila tanda-tanda
payah jantung. Kardiotonika yang diberikan : Cedinalid-D.
Perawatan dilakukan bersama dendan bagian penyakit
Jantung.
d. Lain-lain
1. Obat-obatan antipiretik diberikan bila suhu rectal diatas
38,5oC dapat di bantu dengan pemberian kompres
dingin atau akohol
2. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
3. Anti nyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim, dapat
diberikan Petidin HCI 50-75 mg sekali saja (selambat-
lambatnya 1 jam sebelum janin lahir).

C. Pengobatan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
- Belum inpartu
1. Induksi persalinan
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 5

2. SC bila :
- Skor Bishop < 5
- Syarat Oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontra
indikasi oksitosin drip
- 12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum masuk
fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk
dilakukan terminasi dengan SC
- Sesudah inpartu :
Kala 1 :
Fase laten : SC
Bila tekanan darah tidak terkendali atau dengan penyakit lain
Fase Aktif :
1. Amniotomi
2. Bi1a 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap, dilakukan SC

D. Pengelolaan Konservatif
a. Indikasi :
Kehamilan kcurang bulan (<37 minggu) tanpa disertai tanda-
tanda impeding eklampsi dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan Medisinal
Sama denyan perawatan medicinal pengelolaan secara aktif,
hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan IV cukup IM saja
c. Pengobatan obstetrik :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak ada
terminasi
- Sulfasmagnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeklampsi ringan, selambat-lambatnya dalam
waktu 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini
dianygap sebagai kegagalaan pengobatan medisinal dan
harus diter.ninasi

EKLAMPSIA
Prinsip Pengobatan
1. Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang-
kejang ulangan
2. Mencegah dan mengatasi komplikasi
3. Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin
4. Pengakhiri kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu
(vital score)
Pengobatan medisinal
1. Obat anti kejang Apabila diluar sudah diberikan pengobatan
diazepam, maka difanjutkan pengobatan dengan MgSO4.
A. MgSO4
Syarat :
a. Reflex patela harus positif
b. Tidak ada tanda tanda depresi pernafasan (respirasi lebih
dari 16 kali/menit)
c. Produksi urine tidak kurang dari 25cc/jam atau 150cc/6 jam

1. Loading dose :
- 4 gr MgSO4 40% dalam larutan 10 cc IV selama 4
menit
- disusui 8 gr IM NgSO4 40% dalam larutan 25cc
diberikan pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4
gr
2. Maintenance dose :
Tiap 6 jam diberikari lagi 4 gr IM MgSO4

3. Dosis tambahan
- bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat di berikan
MgSO4 2 gr IV selama 2 menit
- sekurang-kurangnya 20 menit satelah pemberian
terakhir
- dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila
setelah selesai diberi dosis tambahan masih tetap
kejang maka diberikan penobarbital 3-5 mg/kg/BB/IV
pelan-pelan
a. Monitoring tanda-tanda keracunan MgSO4
Apabila ada kejang-kejang lagi, diberikan sekali saja
MgSO4 dan bila masih timbul kejang lagi maka
diberikan Pentotal 5 mg/kg berat badan/IV pelan-
pelan.
b. Diazepam drip 20-50 mg/5 Amp dalam 250 NaC1
0,9% dengan kecepatan 24 tts/menit selama 2 hari.
Atas anjuran bagian Syaraf dapat dilakukan : pemeriksaan
CT scan untuk menentukan ada tidaknya pendarahan otak.
Punksi 1umbal bila ada indikasi
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, CI, Kadar Glukosa,
Urea N, Kreatinin, SGOT/PT, Analisa Gas Darah, dll.
untuk mencari penyebab kejang yang lain.
Perawatan pasien : Atas konsultasi dengan bagian Syaraf
1. Obat-obat Supportif
Lihat pengobatan supportif pre eklampsia berat
2. Perawatan pada serangan kejang
a. Dirawat di kamar Isolasi yang cukup terang (bukan
kamar gelap)
b. Masukan sudpi lidah ke dalam mulut penderita
c. Kepala direndahkan : daerah orofarink dihisap
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup
kendor guna menghindari fraktur
3. Perawatan penderita dengan koma
a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma
"Glasgow-Pittsburgh Coma Scale"
b. Pada perawatan koma perlu diperhatikan
pencegahan decibitus dan makanan penderita
c. Pada coma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin
cukup diberikan dalam bentuk NGT (Nasogastrik
Tube).
4. Terapi lain sesuai bagian Neurologi, Kardiologi,
Penyakit dalam, atau bagian lain yang terkait
5. Pengobatan Obstetrik : Sikap terhadap kehamilan :
a. Sikap dasar :
Semua kektamilan dengan eklampsia harus diakhiri
tanpa memandang umur Kehamilan dan keadaan
janin
b. Bilamana diakhiri, sikap dasar :
- bila sudah terjadi “Stabilisasi" (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu, yaitu 4-8
jam sell telah salahsatu atau lebih keadaan ini
- setelah pemberian obat antikejang terakhir
- setelah kejang terakhir
- setelah pemberian obat-obat antihipertensi
terakhir
- penderita mulai sadar (responsif & orientasi)
c. Cara terminasi kehamilan sesuai pre-eklamsia berat

A. Mencegah komplikasi
Mencegah Komplikasi
1) Obat-obat anti hipertensi, bila sistolik lebih
atau sama dengan 180 mmHg atau distolik
lebih atau sama dengan 110 mmHg digunakan
injeksi 1 amp. Donidine (lihat preeklampsia
berat)
2) Diuretika, hanya diberikan atas indikasi :
a. edema paru-paru
b. kelainan fungsi ginjal (bila faktor prerenal
sudah teratasi) diberikan Furonsemide inj.
40 mg/i.m
3) kardiotonika, diberikan atas indikasi :
a.Adanya tanda-tanda payah jantung
b. Edenta paru : diberikan digitalisasi cepat
dengan Cedilanide
4) Antibiotika spectrum luas intravenous.
5) Antipiretik, diberikan xyllomidon 2 cc/i.m. dan
atau kompres alkohol
B. Memperbaiki keadaaan umum ibu
1. Infus RL/dekstrose 5%
2. Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan
cairan
3. pemberian kalori (dekstrose 10%)
4. Koreksi keseimbangan asam basa (pada
keadaan asidosis maka diberikan Na.
Bic/Meylon 50 meq/iv)
C. Perawatan penderita dengan koma
1. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma
memakai GlasgowPittsburg Coma Scale
2. Paua perawatan koma, perlu diperhatikan
pencegahan dekubitus dan makanan penderita
3. Pada koma yang lama, nutrisi diberikan dalam
bentuk Naso Gastric Tube (NGT)
D. Pengobatan obsterik Sikap tehadap kehamilan
1. Sikap dasar adalah semua kehamilan dertgan
eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin
2. Bilamana diakhiri
Sikap dasar adalah kehamilan diakhiri bila
sudah terjadi stabilisasi (pemulihan). Stabilisasi
hemodinamik dan metabolisme ibu dicapai
dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih
keadaan di bawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat-obat anti
hipertertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar (reponsif dan
orientasi)
3. Cara terminasi kehamilan
a. Induksi persalinan bila hasil KTG Normal
b. Drip oksitoksin, dengan syarat PS sama
dengan atau lebih dari 5
c. Seksio Sesarea bila :
 Syarat drip oksitoksio tidak dipenuhi
atau adanya kontraindikasi drip
oksitoksin
 Persalinan belum tejadi dalam waktu 12
jam Bila hasil KTG patologis
4. Perawatan pasca persalinan
a. Bila persalinan terjadi pervaginam,
monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagimana mestinya
b. Pemeriiksaan belum terjadi dalam waktu 12
jam
Prognosis
Prognosis eklampsia ditentukan oleh kriteria
Eden
1) Koma yang lama
2) Nadi diatas 120 per menit
3) Suhu diatas 103° F = 39,5° C
4) Desakan darah sistolik di atas 200 mmHg
5) Kejang lebih dari 10 kali
6) Proteinuria lebih 10 gr/liter, dan
7) Tidak ada edema
Bila didapatkan dua atau lebih dari gejala
tersebut, maka prognosis ibu adalah buruk

VI. Komplikasi
Gagal ginjal, Gagal Jantung, Oedema Paru, Kelainan pembekuan darah,
pendarahan otak.

VII. Wewenang
SpOG dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Penyakit dalam, kardiologi, neurologi, mata, dll sesuai kasus
X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetrik dan Ginekologi Indonesia
Gestosis. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi bagian I,
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
1991 : 1 -8
2. Magawan B. Hypertension. Obstetrics and Gynecology 3 rd ed,
Edinburg-Londaro-Newyork-Oxford-Philadelpia-St Louis - Sydney -
Toronto -, Elsevier - Churchil Livingstone, 2005 : 180-186
3. The Society of Obstetricians and gynaecologies or Canada. Pregnancy
Induced Hypertension. Alarm International : A Program to reduce
Maternal Mortality and Morbidity. 2rd ed, SOGC, 2001 : 85 – 91
4. Saifuddin AB, Wirriyosasona GH, Affandi B, Waspodi D. Nyeri
kepala, Gangguan Penglihatan, Kejang dan atau koma, Tekanan darah
tinggi. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Cetakan
7, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawirohardja, 2004: 1433
– 1446.
8. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT
Kode ICD : O 28

I. Pengertian
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) ialah keadaan janin dengan berat dan
besar yang kurang dari 2 simpang baku menurutu gestasi.

II. Diagnosis
Diagnosis baru dapat ditegakan bila usia kehamilan telah mencapai 28
minggu keatas. Pertumbuhan janin dinyatakan terhambat bila secara
klinis dan USG didapatkan taksiran berat janin berada di bawah rata-rata
2 simpang baku normal. Adanya faktor risiko pada ibu seperti :
1. Hipertensi
2. Penyakit paru kronis
3. Penyakit jantung
4. Anemia berat
5. Kurang Gizi
6. Menggunakan obat-obatan
7. Merokok
8. Infeksi seperti campak
9. Riwayat PJT sebelumnya
10. Penambahan BB ibu selama kehamilan kurang dari 7 kg pada saat
aterm atau kurang dari 45 kg
11. Penambahan tinggi fundus uteri yang kurang dari 10 persentil
menurut kurva normal

III. Diagnosis Banding


Preterm
IV. Pemeriksaan Penunjang
USG berkala (serial) untuk menentukan
1. Diameter Biparietal (BPD)
2. Lingkaran kepala
3. Lingkaran perut
4. Volume air ketuban
5. Cacat bawaan
6. Panjang femur atau dihitung ulang berdasarkan CRL awal bila data
ada CTG :
7. test tanpa kontraksi dan test dengan kontraksi (NST, OCT)
8. Berkala tiap 3-7 hari tergntung kondisi, bila perlu dilakukan 2x / hari

Patologi Anatomi : Pemeriksaan Plasenta


Autopsi : Bila bayi mati, terutama pada kehamilan bawaan.

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


Penanganan terutama berdasarkan kasusnya. Secara umum, setiap kasus
pertumbuhan janin terhambat dikelola sbb :
1. Istirahat baring
2. minum > 2000 ml/hari
3. makan : kalori > 2100 kal/hari

Secara khusus :
misalnya penurunan tekanan darah pada kasus PEB hingga diastolic
mencapai 90 mmHg.
Terminasi Kehamilan : Bila pertumbuhan janin berdasarkan pemeriksaan
USG masih berlangsung, terminasi dilakukab pada kehamilan 38
minggu.
Bila pertumbuhan janin tidak ada, maturitas paru cukup (biasanya pada
kehamilan 3 5 m i n g g u ) l a k u k a n t e r m i n a s i dengan cara :
a. induksi persalinan dengan didahului pematangan serviks bila belum
inpartu
b. Janin non reaktif atau terdapat gejala gawat janin : SC
Bayi : Memerlukan perhatian khusu dalam penangannanya (Khususnya
bayi dengan Aspiksia )
Sambil menunggu ASI jumlahnya optimal, dapat diberikan pengganti
ASI

VI. Komplikasi
Tergantung keadaan janin :
- PJT Simetrik : aklbat kelainan genetic
- PJT asimetrik : Hipoxia akibat insufisiensi plasenta, infeksi dll
- Kematian janin dalam kandungan / di luar kandungan
- Cacat bawaan

VII. Wewenang
SpOG, dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Perinatologi, Anastesi dii sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkuntpuian Obstetri dan -Ginekologi Indonesia.
Pertumbuhan Janin Terhambat. Standar Pelayanan meciik Obstetri
dan Ginekologi bagian 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakuftas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1991 : 63 – 65
2. Syaifuddin AB, Wiknyosastro GH, Affandi B, Waspodo C, Asuhan
Bayi Baru Lahir Bermasalah. BALI Panduan Praktis Pelayanan
Ksehatan Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Cetakan 7, Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991 : M 116 -
M 124.
3. Magowan B. Small Fesus (SGA and Sugore.), Obstetrics and
Gynaecology 3rd Edinburgh-London, Newyork-Oxford-Philadelphia-
St Louis-Sydney - Toronto - Elsevier Churchill Livingstone, 2005:70-
72.
9. ASFIKSIA INTRA UTERIN
Kode ICD : P 21
I. Pengertian
Asfiksia Intra Uterine adalah keadaan kekurangan oksigen dan
penimbunan karbandiOksida yaylg menyebabkan asidosis intra uterine
sebagai gangguan perTUkaran gas melalui plasenta. Sehingga dapat
menyebabkan kerusakan CNS atau organ lain sampai dapat
menyebabkan kematian.

II. Diagnosis :
Kriteria diagnosis
a. Kehamilan risiko tinggi
b. Bunyi jantung bayi bradikardia/tachkardia
c. Gerakan janin kurang dari 4 kali dalam 10 menit sdengan alat CTG
d. Pertumbuhan janin terhambat
e. Mekonium dalam air ketuban

III. Diagnosa Banding


Tidak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. NST dan OCT
2. USG

V. Terapi dan Prosedur Tindakan


1. Posisi ibu terbaring miring kekiri untuk menghilangkan kampresi
pada vena kava inferior
2. Pemberian obat tokolisis misalnya salbutamol 0,5 mg/IV, terbutaline
sulfat 0,5 mg/IV, Nifedipin 10 mg (SL atau PO)
3. Pemberian oksigen pada ibu
4. Infus glukosa 5%
5. Pengakhiran kehamilan :
a. pervagibam bila syarat-syarat dipenuhi dan teiah dicapai kala II
b. SC apabila Syarat persalinan pervaginam belum dipenuhi.

VI. Komplikasi
- Kematian janin
- Parut pada perut ibu karena tindakan operasi

VII. Wewenang
SpOG dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Unit anak atau Perinatologi, Anasthesi dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengusrus t3esar Perkumpuian Obstetri dan ginekologi Indonesia.
Asfiksia intra Uterine. Standar Pelayanan Media Obstetri dan
Ginekologi bagian I, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia, 1991 : 74 – 75
2. The Society of Obstetricians and Gynaecologist of Canada Fetal
Well. Being in Labor. Alarm International : A Program to Reduce
Maternal Mortality and Morbidity. 2 rd ed, SOGC, 2001 : 98 - 107
10. KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (IUFD)
Kode ICD : O 35.8

I. Pengertian
Kematian janin dalam rahim ialah kematian janin dalam uterus yang
beratnya 500 gram atau lebih, usia kehamilan mencapai 20 minggu atau
lebih.

II. Diagnosis
Kriteria Diagnosis
Kandungan tidak bertambah besar bahkan terasa mengecil, gerakan anak
tidak dirasakan, bunyi janin tak ada pada pemeriksaan, terasa uterus
kurang tegas bentuknya dari uterus yang hail normal. Bila kleuar air
ketuban akan berwarna coklat kemerahan kental.
Terasa krepitasi pada pemeriksaan (tanda ada penimbunan gas dalam
tubuh). Denyut jantung janin tak terdeteksi dengan funduskop dan
Doppler.
Pemeriksaan human chrionic gonadotropin (HCG) urine menjadi
negative beberapa hari setelah kematian.

Yang perlu diperhatikan :


1. Kejadian KJDR mengambil porsi hampir 50 % dari jumiah kematian
perinatal
2. Kejadian ini merupakan trauma berat bagi penderita dan keluarga
serta menunjukkan kegacaalan satu aspek pelayanan obstetri, simpati,
empati serta perhatian terhadap guncangan emosional penderita dan
keluarganya harus diberikan perlakuan tersendiri. Yakiinkan bahwa
dasar kemungkinan dapat lahir pervaginam
3. KJDR ini bisa terjadi saat hamii (prematur atau aterm), saat inpartu
(partus lama/partus kasep, belitan tali pusat, dll) dengan sebab yang
bisa jelas dan bisa juga tidak diketahui sebabnya
4. Kecuali terjadi inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk
mempersiapkan fisik dan mental penderita dan keluarnya serta
persiapan untuk terminasi (sebaiknya jangan rebih dari 2 minggu
seteah kematian janin)
5. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama
pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, bila
kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu, walaupun
koagulopati ini jarang terjadi sebelum empat sampai 6 minggu
setelah KJDR.

KJDR saat inpartu


1. Penyebabnya bisa karena partus lama atau partuti kasep, belitan tali
pusat, insufisiensi plasenta, soiusio plasenta, letak sungsang dengan
after coming head (badan lahir, kepala nyangkut), kelainan
kongenital dll
2. Pada partus lama dan partus kasep, maka pasien biasanya dalam
keadaan kelelahan, dehidrasi dan kemungkinan infeksi
3. Sambil melakukan simpati, empati serta konseling, persiapan untuk
memperbaiki keadaan umum ibu misalnya : pembeian cairan infus,
anti biotika dan persiapan donor darah kalau perlu, dll.
4. Prinsip melahirkan anak dengan s4edikit mungkin trauma pada ibu
5. Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh
6. Kalau KJDR pada kala I dapat dilakukan drip oksitoksin dan
menunggu lahir spontan biasa
7. Kalau tidak bisa spontan lakukan embriotomi dengan cara ; perforasi
dan kranioklasi, dekapitasi, eviserasi, bisection
8. Setelah kelahiran anak dicari penyebab kematiannya dan dilakukan
evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya.

III. Diagnosis Banding


1. Mioma Uteri
2. Mola hidatidosa

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. USG : terlihat gerakan dan denyut jantung janin tak ada, tampak
tulang-tulang janin letaknya tak teratur/tegas (gambaran Deformedor
Collapse Head dan Ovelapping the Skill Bones).
2. Foto rontgen polos abdomen tampak tanda spalding dan tulang
punggung yang lebih melengkung, posisi janin yang abnormal, dan
penimbunan gas dalam rongga tubuh.
3. Laboratorium
- Golongan darah ABO dan rhesus
- Hematokrit
- Fibrinogen
- Waktu perdarahan
- Waktu pembekuan
- Hitung trombosit

V. Terapi dan Prosedur Tindakan


1) Konservatif/ pasif
a. Rawat jalan
b. Menunggu persaliman spontan 1-2 minggu
c. Pematangan serviks : misoprostol, estrogen
d. Pemeriksaaan kadar hematokrit, trombosit dari fibrinogen tiap
minggu
2) Aktif
a. Dilatasi serviks dengan
 Batang laminaria
 Balon kateter (Faley Catheter)
b. Induksi
 Misoprastol
 Prostaglandin tablet vagina (Prostin F)
 Oksitoksin
3) Perawatan Rumah Sakit
a. Bila harus segera ditangani
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (Koagulopati)
c. Bila ada penyulit infeksi berat
Skema Penanganan KJDR

VI. Komplikasi
- Karena penyakit gngguan pembekuan darah (hipofibrinogenemia)
- Karena tindakan, prforasi uterus

VII. Wewenang
SpOG, dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyri

IX. Unit yang terkait


Tergantung kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
kematian Janin dalam Rahim. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi bagian 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 76 - 77.
2. Saifuddin AB, Wiknyosastro GH, Affiandi B, Waspado D. Gerak
Janin Tidak Dirasakan Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dtan Neonatal. Edisi 1 Cetakan 7, Jakarta : Yayasan Bina
pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004 : M 109 - M 111.
11. KEHAM1LAN / PERSALINAN DENGAN JARlNGAN PARUT
UTERUS
Kode ICD : O 82.0

I. Pengertian
Kehamilan yang disertai riwayat seksio sesaRea sekali lebih atau pasca
miomektomi/kuroneuktomi pada kehamilan sebelumnya.

II. Diagnosis
Hal-hal yang perlu dijawab “
1) Apa indikasi SC sebelumnya?
2) Berapa kali SC sebelumnya?
3) Jenis sayatannya bagaimana?
4) Apakah iada komplikasi pada SC sebelumnya?
5) Apakah pemah melahirkan bervaginam sebeiumnya?

III. Diagnosa Banding


Tidak ada
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Ro Pelvimetri pada panggul suspek sempit
2. US untuk menentukan usia kehamilan pada trimeter petama

V. Terapi dan Prosedur Tindakan


a. Seksio sesarea apabila :
1. SC terdahulu SC: klasik/corporal
2. Penyembuhan luka operasi buruk
3. Sudah dua kaii atau lebih SC
Disertai oleh penyulit lain seperti :
1. Kelainan letak
2. Kelainan presentasi
3. Kehamilan lewat waktu dengan pelvic skor rendah
4. Oligohidramnion
5. Preeklampsia
6. Kepala tinggi (lilitan tali pusat)
7. Plasenta previa
8. DSP (CPU)
9. Distosia
b. Partus pervaginam bila hal-hal diatas tidak ada

Alur penanganan kehamilan/persalinan dengan jaringan parut uterus

VI. Komplikasi
1. Ruptura Uteri
2. Kematian Janin
VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang torkait


Anesthesi dll sesuai kasus
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
bekas Seksio Sesaria. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekalogi bagian 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 72 - 13
2. Saifuddin AB, Wiknyosastra GH, Affandi B, Waspodo D. Kehamilan
dan Persalinan Parut Uterus. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Cetakan 7, Jakarta :
Yayasn Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004 : M76-M78.
The Society of Obstetricians and gynaecologist of Canada. Vaginal Birth After
Cesarian Section. Alarm, International : a Program to Reduce Maternal Mortality
and Morbidity. 2nd ed, SOGC, 2003 : 144-146
12. LETAK SUNGSANG
Kode ICD : O 64.0

I. Pengertian
Disebut letak sungsarig apabila janin membujur dalam uterus dengan
bokong/ kaki pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedakan
menjadi :
1. Presentasi bokong murni
2. Presentasi bokong kaki
3. Presentasi kaki

II. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Palpasi
 Leopold I : Kepala/ballotement di fundus
 Leopoid II : Teraba punggung di satu sisi dan bagian kecil
disisi lain
 Leopold III-IV: Bokong teraba di bagian bawah uterus
Pemeriksaan dalam
Pemerisaan penunjang
Ultrasonografi, diperlukan untuk :
 Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas
 Menentukan letak plasenta
 Menentukan kemungkinan cacat bawaan
Foto Rontgen (bila perlu), untuk :
 menentukan posisi tungkai bawah
 konfirmasi letak janin serta fleksi kepala
 menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak
III. Diagnosis Banding
Tidak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang


Rutin hematologi kehamilan

V. Terapi / Prosedur Tindakan Medis


A. Waktu hamil (Antenatal)
1. Pada umur kehamilan 28 - 30 minggu, mencari kausa
a. USG
b. Ukuran dan evaluasi panggul, bila tidak ditemukan
kelainan, dilakukan perawatan konservatif dan rencana
persalinan lebih agresif
2. Bila hasil pemeriksaan USG tidak menemukan kelainan maka
dilakukan
a. Knee Chest Position
b. Versi luar (bila tidak ada kontra indikasi) dilakukan pada
umur kehamilan lebih atau sama dengan 37 minggu
3. Bila versi luar berhasil, control 1 minggu lagi dan dikelola
sebagai presentasi kepala
4. Bila versi luar gagal, kontrol kembali 1 minggu, dicoba versi
luar sekali lagi
B. Waktu Persalinan
1. Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang,
maka penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2. Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan
pada pembukaan. Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht
b. Manual aid / Lovset – Mauriceau
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan lebih dahulu)
3. Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya
(disproporsi feto pelvic atau Skor Zachtucilni Andros kurang dari 3 ).
Nilai
Parameter
0 1 2
Paritas Primi Multi -
Pernah letak sungsang Tidak 1 kali 2 kali
PBB < 3650 gr 3692-3176 > 3176
Usia kehamilan 39 mg 38 mg < 37 mg
Station < -3 -2 -1 atau >
Pembukaan serviks 2 cm 3cm 4 cm

Syarat :
1. ZA hanya berlaku untuk kehamilan aterm otau PBB > 250
gr
2. Skor kurang dari 3 persalinan perabdominal
3. Skor 4 oerlu evaluasi lebih cermat
4. Skor 5 atau lebih persalinan pervaginam
b. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida
c. Didapatkan distosia
d. Umur kehamilan :
- Prematur (EWF kurang dari 2.000 gr)
- Post date (umur kehamilan < 42 minggu)
e. Nilai anak (hanya sebagai per-timbangan ). Riwayat persalinan
- BOH
- HS\/B
f. Komplikasii kehamilan dan persalinan
- Hipertensi
- Ketuban pecah dini

VI. Komplikasi
Kematian Janin
VII. Wewenang
SpOG dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anasthesi, pediatri

X. Daftar pustaka
Cunningham FG, Gant NF, Levena KJ, Gleeshop III LC, hanth JC.
Wenatrom KD. Preterm birth. In williams Obstetrics, 21 st ed. Mc Graw-
Hill, New York, 2001:501-532
13. RUPTURA UTERI
Kode ICD: S 37.6

I. Pengertian
Robeknya dinding rahim pada saat kehamilan atau persalinart dengan
atau tanpa robeknya peritoneum viserale.
Klasifikasi:
1. Ruptura Uteri komplit, kalau semua lapisan dinding rahim robek
2. Ruptura uteri inkomplit; kalau perimetrium masih utuh
Predisposisi :
1. Luka robekan uterus sebelum terjadinya kehamilan sekarang
a. Seksio Caesaria atau histerektomi
b. Histerorafi
c. Miomektomi
d. Reseksi komu
e. Metroplasti (lihat Referensi )
f. Trauma oleh alat pada saat tindakan / pertolongan abortus (sonde,
kuretase)
2. Cidera uterus pada saat kehamilan sekarang
A. Sebelum persalinan :
- Trauma luar : tajam atau tumpul
- Versi luar
B. Saat persalinan
- Pemberian okstiosin / prostaglandin
- ekstrasi forseps
- tindakan embriotomi
- tindakan kristeier/dorongan pada fundus yang berlebihan
- hidrosefalus, sehingga segmen bawah sangat teregang
- disproporsi cefalopelvik
II. Diagnosis
- Adanya faktor predisposisi
- Nyeri perut mendadak dengan tanda-tanda perdarahan intra
abdominal
- Perdarahan pervaginam bisa sedikit yang biasanya tidak sesuai
dengan jumlah darah yang keluar karena adanya perdarahan intra
abdominal.
- Kadang-kadang disertai sesak nafas, cuping hidung dan nyeri bahu
- His negatif
- Bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding perut
- Bunyi jantung janin tidak terdengar
- Urine bercampur darah

III. Diagnosis Banding


Akut abdomen pada kehamilan abdominal lanjut

IV. Pemeriksaan Penunjang


- Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, GDS, BT, CT
- PA tidak mutlak

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


A. Atasi syok dengan segera, berikan infus cairan intravena, transfusi
darah, oksigen dan antibiotika
B. Laparotomi, tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada
bentuk jenis dan luas robekan

Ruptura uteri inkomplit


1. Nyeri peru mendadak
2. Tidak jelas ada tanda perdarahan intra abdominal
3. Perdarahan pervaginam
4. Dapat menjadi syok
5. his bisa ada atau tidak ada
6. bjj bisa + / -
7. Bagian janin tidak teraba langsung di bwawh dinding perut
8. urine bisa bercampur darah
9. pada ekspiorasi rahim setelah bayi lahir terdapat robekan dinding
rahim tanpa adanya perimetrium
Terapi :
1. Atasi syok bila ada
2. Laparotomi, tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada
bentuk, jenis dan fuas robekan

VI. Komplikasi
- Sepsis
- Luka Yang meluas sampai ke kandung kencing dan vatina
- hematom pada daerah parametrium
- Syok ireversibei

VII. Wewenang
SpOG dibantu oleh dokter umm dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anastesi, Bedah, dll sesuai kebutuhan kasus

X. Daftar Pustaka
Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Ruptura Uteri. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universias
Indonesia, 1991 : 46 - 47
14. KETUBAN PECAH DINI
Kode ICD : O 42.2

I. Pengertian
Ketuban pecah yang terjadi sebelum proses persalinan disetiap saat usia
kehamilan.

II. Diagnosis
Kriteria Diagnosis:
- Umur kehamilan lebih 20 minggu
- Keluar cairan dari vagina
- Pada perrteriksaan fisik : Suhu normai bila tidak ada infeksi
- Pada pemeriksaan Obstetri : bunyi jantung janin biasanya normal

Inspeksi :
Keluar cairan pervaginam
Bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan keluar Cairan
dari Ostium Uteri Internum

III. Diagnosis Banding


- Fistula vesiko Vaginal dengan kehamilan
- Stress Inkontinensia

IV. Pemerksaan Penunjang


1. Pemeriksan lekosit darah, bila > 1500/mm3, mungkin ada infeksi
2. USG : membanu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat
janin, letak p!acenta, gradasi p!asenta serta jumlah air ketuban.
3. Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop laenac atau dengan fetal
phone atau dengan CTG. Bila ada infeksi intra uterin atau peningkatan
suhu, bunyi jantung janin akan meningkat
Patologi anatomi : tidak ada
V. Terapi dan Prosedur tindakan Medis
A. Konservatif
1. Rawat di Rumah Sakit
a. Antibiotika atau ketuban pecah > 6 jam (ampisilin atau
eritromisin bila tak tahan ampisilin, Garamycin, Cefalosporin
dll sesuai sensitivity test).
b. Umur kehamilan < 32-34 minggu masih keluar, maka pada usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan (sangat tergantung pada kemampuan perawatan bayi
prematur)
c. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, fekosit, tanda-tanda infeksi
intra uterin)
d. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 3
hari, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalrau
memungkinkan periksa kadar lesitin, dan spingomielin tiap
minggu
2. Tata cara perawatan Konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan
USG untuk menilai air ketuban
d. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan pada had ke-7
dengan sasaran sebagai berikut :
 Tidak boleh koitus
 Segera kembali ke RS bila ada keliiar air lagi
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan
dengan melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat
leukositosis/peningkatan LED lakukan terminasi
B. Aktif
1. Kehamilan > 36 minggu, induksi dengan Oksitosin, bila gagal SC
2. Pada keadaan CPD dan letak lintang SC
3. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri :
a. Bila pelvic skor < 5, akhiri peralinan dengan SC
b. bila pelvic skor > 5, induksi Persalinan, partus pervaginam
c. bila infeksi berat, SC

VI. Komplikasi
1. Infeksi Sepsis pada ibu dan bayi, tal.i pusat menumbung
2. kematian janin, karena infeksi atau prmaturitas, Amniotic band
Syndrome (Syndrome ditandai dengan kelainan bawaan akibat ketuban
pecah sejak hamil muda )

VII. Wewenang
SpOG, dibantu dokter umum dan atau bidan dan perawat

VIII. Unit yang terkait


Anak dan Anasthesi

IX. Daftar Pustaka


1. Pengurus Sesar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Ketuban pecah Dini. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi Bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 39 - 40.
2. Syaifuddin AB, Wiknyosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Ketuban
Pecah Dini.Buku Partduan praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Edisi 1, Cetakan 7, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2004:M112-M115.
3. The Society of Obstetricians and Gynaecologist of Canada. Prelabour
Ruptrare of Membranes (PROM). Alarm International a Program to
Reduce maternal Mortality arid Morbidity. 2nd ed, SOGC, 1001 : 126 -
129.
4. Magowan B. Prelabour Rupture of Membranes (PROM). Obstetrics
and Gynaecology. 3rd ed, Edinburgh - London - Newyork -- Oxford-
Phiiladelpia - St Louis - Sydney - Toronto : Elsevier Churchil
Livingstone, 2005 ; 67 - 69.
15. DISTOS1A
Kode ICD : O 66.3

I. Pengertian
Distosia ialah persalinan abnormal yang ditandai oleh kelambatan atau
tidak adanya kemajuan proses persalinan dalam ukuran satuan waktu
tertentu.

II. Diagnosis
Kriteria Diagnosis Distosia terjadi dalam kala I dan kala II. Beberapa hal
yang harus diketahui dalam penerapan penilaian proses persalinan ialah
sbb :
d. Fase persalinan :
Fase persalinan dalam Kala I dan kala II sehubungan dengan proses
membukanya serviks ialah :
3. Fase laten : mulai pembukaan 0 - 3 cm
4. Fase Akselerasi : permukaan 3 cm menjadi 4 cm
5. Fase Dilatasi maksimal : pemukaan 4 cm menjadi 9 cm
6. fase Deselerasi : pembukaan 6 cm menjadi lengkap (10 cm)
7. kala 11 : pembukaan lengkap sampai bayi lahir
e. Ukuran satuan waktu :
3. Fase laten 8 jam
4. Fase akselerasi : 2 jam
5. Fase dilatasi maksimal : 2 jam
6. Fase deselerasi : 2 jam
7. Kala II : Primigravida 2 jam, multigravida 1 jam
f. Parameter untuk menilai proses kemajuan persalinan
1. Pembukaan serviks dihubungkan dengan fase persalinan
2. Ukuran satuab waktu setiap fase persalinan
3. Turunnya prersentase janin (bidang hodge atau station)
3. Perubahan posisi denominator
Persalinan normal adalah suatu proses yang progresif yang
berlangsung dalam batas waktu tertentu. Apabila batas waktu tersebut
dilampaui tanpa diikuti oleh kemajuan proses persalinan, maka
dianggap telah berlangsung persalinan abnormal atau distosia.

III. Diagnosa Banding


Apabila telah diluakukan analisis proses kemajuan persalinan dan
dijumpai distosia maka harus dicari penyebab distosia yang mungkin
berasal dari salah satu faktor ataupun gabungan dari beberapa factor
berikut ini.
a. Kelainan terraga : yaitu kelainan his atau tenaga meneran
b. Kelainan janin: yaitu kelainan besar janin, bentuk janin (anomaly
congenital) jumlah janin, letak janin, presentasi janin, atau posi si janin
c. Kelainan jalan lahir : yaitu kelainan tulang panggul atau jaringan lunak
pelvis

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. USG
2. Pelvimetri radiologik
3. Patologi Anatami tidak ada yang khusus

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis

VI. Komplikasi
1. Pada ibu :
- partus lama
- Partus intra partum
- Ruptura Uteri
- Pistulasi
- Fistulasi
- Perlukaan, jalan lahir
2. Pada Janin/bayi :
- Asfiksia
- Cedera
- Kematian

VII. Wewenang
Dokter Spesialis, dokter umum, bidan

VIII. Unit yang melayani


Ubsgyn

IX. Unit yang terkait


Anasthesi dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetrian dan Ginekologi Indonesia.
Distosia. Standar Pelayanan Medik Obstetrian Ginekologi bagian I
Jakarta : balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1991: 18-20
2. The Society of Obstetricians and gynecalogies of Canada. Obstructed
Labour. Alarm International : A Program to Reduce Maternal
Mortality and Morbidity. 2 nd ed, SOGC, 2001 : 30 -44
3. Magowan B, Induction and Augmentation of Labour - Obstetrics and
Gynaecology. 3rd ed, Edinburgh - t-ordon - Newyork Oxford --
Phiadelpia - St Louis - Sydney - Toronto : Elsevier Churchil
Livingstorle 2005 : 89 – 92
4. Syaifuddin SB, VViknyosastro GH, Affandi B, Waspodo B.
Persalinan Lama. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Cetakan 7, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwona Prawirohardjo, 2004: M47 - M56.
16. PERSALINAN PRETERM
Kode ICD : O 60
I. Pengertian
Persalinan preterm adalah : persalinan neonatus pada usia kehamilan
antara 20 dan 37 minggu lengkap, atau antara 140 dan 259 hari,
dihitungdari hari pertama haid terakhir.
Factor resiko dibagi atas kriteria mayor dan minor untuk meramalkan
terjadinya persalinan preterm spontan.
Mayor :
1. Kehamilan multiple
2. Hidramnion
3. Anomali uterus
4. serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32minggu
5. servisk mendatar / memendek kurang dari 1 cm pada kehamiln 32
minggu
6. Riwayt abortus pada trimestser II lebih dari 1 kali
7. Riwayat persalinan persalinan preterm sebelumnya
8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
9. Riwayat operasi konisasi
10. Iritabilitas uterus
Minor :
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 32 minggu
3. Riwayat pieloneritis
4. Merokok lebih dari 10 batang / hari
5. Riwayat abortus trimester II
6. Riwayat abortus trimester 1 lebih dari 2 kali
Pasien tergolong risiko tinggi, bila dijumpai 1 atau lebih faktor risiko
mayor, atau 2 atau lebih faktor risiko minor atau keduanya.
II. Diagnosa
1. Usia kehamilan antar 20 dan 37 minggu lengkap, atau antar 140 dan
259 hari
2. Kontraksi uterus (his) teratur, sedikitnya setiap 7-8 menit sekali
3. Pemeriksaan serviks berkala menunjukanbahwa serviks telah
mendatar 50-80%, atau terbuka sediktiniya 2 cm
4. Selaput ketuban seringkali telah pecah
5. Meraskan gejala seperti : rasa kaku di perut menyerupai kaku
menstruasi, rasa tekanan intrapelvik, nyeri bagian belakang
6. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin tercampur darah
7. Adanya pembukaan serviks yang bermakna yaitu : ada kemajuan
pembukaan yang diperiksa oleh pemeriksa yang sama dalam selang
waktu 2 jam.

III. Diagnosa Banding


1. Kontraksi pada kehamilan preterm
2. Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. USG: Usia kehamilan, besar janin, jumlah janin, aktifitas biofisik,
cacat bawaan, letak dan Maturasi plasenta, volume cairan amnion,
kelainan uterus
2. CTG : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi
3. Pemeriksaan vaginal berkala untuk merlgetahui dilatasi/pemendekan
serviks
4. Pemeriksaan surfaktan (amniosentesis), dirujuk
5. Pemeriksaan bacteria vagina (pH vagina, pewamaan gram, KOH),
tidak rutin
6. Pemeriksaan kultur urine
7. Pemeriksaan gas dan pH darah janin, bila diperlukan
V. Terapi dan Prosedur Tindakan
1. Istirahat baring
2. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin
3. Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan preterm :
a. Sistitis
b. Pyelonefritis
c. Bakteriuri Asimptomatis
d. Inkompetertsi serviks, dll
4. Tentukan umur kehamilan lebih pasti dengan :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan klinis
c. Kalau perlu lakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
5. Pemberian obat tokolitik :
a. golongan Beta-mimetik
- Salbutamol
Perinfus : 20 - 50 ug / menit
Peroral : 4 mg, 2 - 4 kali/hari (untuk maintenance) atau :
- Terbutalin
Perinfus : 10 - 215 ug/menit (maximum 80 ug/menit)
Subkutan : 250 ug setiap 6 jam
Peroral : 5 -7,5 mg setiap 8 jam (maintenance)
Efek samping :
Hiperglikemia, Hipotensi, Takikar;iia, Iskemia Miokardial,
Oedema Paru
b. Magnesium Sulfat
Parenteral : 4 - 6 g/IV pemberian bolus selarrta 20 - 30 menit
infus 2 – 4 g/jam (maintenance)
Efek samping :
Oedem Paru, Lethargia, Nyeri dada, Depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
c. Pemberian Glukokortiroid pada umur k:ehamilan < 35 mgg -
Dekamentosa 5 mg (IM), 4 dosis setiap 6 jan -t yang dapat diulng
1 minggu kemudian
- Glukokortikoid tidak boleh diberikan apabila ada tanda-tanda
infeksi
- Obat Tokolitik lain sesuai pada topik pemberian obat tokoMik

Kontra indikasi Penundaan Persalinan


1. Mutlak : gawat janin, Khorioamnionitis, perdarahan antepartum yang
banyak
2. Relatif : Gestosis, DM (beta-mimetik), pertumbuhan janin
telambat, pembuk:aan serviks iebih dari 4 cm
Cara persalinan :
1. Janin presentasi kepala : pervagim, dengan episiotomi lebar dan
perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu
2. Indikasi SC :
a. Janin sungsang
b. Taksiran berat janin kurang dari 1500 gr (masih kontroversi)
c. Gawat Janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
d. Infeksi intrapartum, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
e. Kontraindikasi partus pervaginam lainnya (letak lintang,
plasenta previa dsk) ).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37oC

VI. Komplikasi
1. Sindroma gawat nafas (RIDS)
2. Perdarahan intracranial
3. Trauma persalinan
4. Paten duktus Arteriosus
5. Sepsis
6. Gangguan Neurologi
VII. Wewenang
Dokter Spesialis, dokter Umum, Bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang tericat


Perinatologi, Anastesi, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Persalinan Preterm. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
ginekologi bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 59 – 62.
2. The Society of Obstetrician and Gynaecologiest of Canada.
Preterm Labour and Prelabour Rupture of Membranes (PROM).
Alarm International : A Program to Reduce Maternal Mortality and
Morbidity. 2 nd ed, SOGC, 2001: 120-125
3. Magowan B. Preterm Labour. Obstetrics and Gynaecology. 3~ d ed,
Edinburgh - London - Newyork - Oxford -- Philadelpia - St Louis -
Sydney - Toronto : Elevier Churchil Livingstone. 2005 : 92 - 96
17. PERSALINAN KASEP
Kode ICD: P 08.2

I. Pengertian
Partus kasep adakh suatu keadaan dimana persalinan mengalami
kemacetan dan berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi
baik pada ibu atupun anaknya.
Gejala Klinis
7. Komplikasi pada Anak
I. Kaput suksedanium besar
II. Gawat janin
III. Kematian janin
8. Komplikasi pada ibu
I. Vagina/vulva edema
II. Porsio edema
III. Ruptura uteri
IV. Febris
V. Ketuban hijau
VI. Dehidrasi
9. Tanda-tanda Infeksi intrauterine
Kriteria Gibbs : temperatur rektal lebih dari 37,8 0 C, disertai dengan 2
atau lebih tanda-tanda berikut :
I. Maternal takikardia (> 100 kali/menit)
II. Fetal takikardia (> 160 kali/menit)
III. Uterine Tendemess
IV. Foul Odour of AMnionic Fluid
V. Maternal Leucocytosis (> 15.000 cel/m 3)
10. Tanda-tanda Ruptur Uteri
I. Perdarahan melalui OUE
II. His hilang
III. Bagian anak mudah teraba dari luar
IV. VT : bagian terendah janin mudah didorong kentas
V. Robekan dapat meluas ke serviks dan vagina
11. Tanda-tandai Gawat Janin
I. Air ketuban bercampur mekonium
II. Denyut jantung janin bradikarsi/takikardia/irregular
III. Gerak anak, berkurang

II. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu
terdapat perpantangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan
komplikasi akibat dari partus lama yaitu :
a. Kelelahan ibu dan dehidrasi
b. Kaput suksedaneunm
c. Infeksi intra uterin
d. Ruptura Uteri
e. Gawat Janin

III. Diagnosis Banding


Tak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Lab rutin
2. Lain-lain sesuai kondisi kasus

V. Terapi dan prosedur Tindakan Medis


A. Perbaikan keadaan umum ibu
12. Pasang infus dan kateter urine
13. Beri cairan kalori dan elektrolit
a. Normal salin 500 cc
b. Dextrose 5-10 cc
14. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah
15. Pemberian antibiotika berspektrtum luas :
a. Ampicilin 3x1 gr/hari/IV dilanjutkan 4x 500 mg p.o selama 3
hari
b. Metronidzole 3X1 gr Suppositoria selama 5 - 7 hari
16. Pemberian obat penurun panas : Antipiretik injeksi 2 cc/1M
B. Terminasi Kehamilan
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu.

VI. Komplikasi
Sesuai pada komplikasi diatas

VII. Wewenang
SpOG dibantu oleh dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang Melayani


Obsgyn
IX. Unit yang terkait
Anasthesi, Penyakit Dalam, Penyakit Anak, Perinatalogi,dll sesuai
derajat kompiikasi

X. Daftar Pustaka
18. PERDARAHAN ANTEPARTUM
Kode ICD: O 45.8

I. Pengertian
Perdarahan pervaginam pada usia keh-amilan 10 minggu atau lebih.

II. Diagnosis
Anamnesis :
1. Perdarhan pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Timbulnya perdarahan pervaginam secara spontan tanpa melakukan
aktiftas atau akibat trauma pada abdomen
3. Disertai nyeri atau tanpa nyeri akibat kontraksi uterus
4. Beberapa factor predisposisi :
- Riwayat Solusio Placenta
- Perokok
- Hipertensi
- Multi partias
Pemeriksaan fisik umum : Keadaan tensi, nadi, pernafasan Obstetrik :
1. Periksa luar :
- Bagian terbawah janin belum/sudah masuk PAP
- Apakah ada keinginan letak/tidak
2. Inspekulo :
Apakah perdarahan berasal dari Ostium uteri atau dari kelainan
serviks dan vagina
3. Perabaan Fomises : Hanya dikerjakan pada presentasi kepala
4. PDMO : bila akan mengakhiri kehamilan / persalinan
5. USG
III. Diagnosis Banding
1. Solusio Placenta Batasan : terlepasnya placenta yang letaknya normal
pada fundus uteri/korpus uteri sebelum janin lahir. Definisi ini
berlaku pada UK diatas 20 minggu atau berat badan janin 500 gram.
a. Ringan: Perdarahan kurang dari 100 - 200cc, uterus tidak tegang,
belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang
dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari
250 mg%.
b. Sedang perdarahan lebih dari 200cc, uterus tegang, terdapat tanda
pra renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan placenta
1/4 sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-
150 mg%.
c. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda
renjatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta bisa terjadi
pada lebih dari bagian permukaan atau keseluruhan bagian
permukaan. Faktor predisposisi gambaran klinis dari Solusio
Placenta sesuai dengan tapik Solusio Placenta
2. Placenta Previa :
Batasan : Placenta yang letaknya tidak normal sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (lihat topic
Placenta Previa )
3. Vasa Previa :
Batasan : tali pusat berinsersi pada selaput ketuban dimana pembuluh
darahnya berjalan diantara lapisan amnion dan korion melalui
pembukaan serviks.

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium :
a. Hb, Ht, Trombosit
b. Waktu pembekuan, waktu perdarahan
Bila diperlut;an :
1. Waktu protombin
2. Waktu tromboplastin
3. Elektrolit plasma
CTG : untuk menilai status janin
USG : menilai letak plasenta, usia gestasi, keadaan janin

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


Medik dan bedah
1. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu/TBF kurang dari
2500 gr
A. Solusio Placenta
Ringan :
Expektatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi
uterus tidak ada, janin hidup)
1. Tirah baring
2. Atasi anemia
3. USG dan KTG serial, kalau memungkinkan
4. Tunggu persalinan normal
Aktif bila ada pemburukan (perdarahan berlangsung terus,
kontraksi uterus terus berlangsung, dapat mengancam ibu janin)
Partus pervaginam ( amniotomi / oksitosin infuse ). Bila
perdarahan dan pelvikskor < 5, atau persalinan masih lama > 6 jam
: seksio sesarea.
Sedang / Berat
- Resusitasi cairan
- Atasi Anemi ( transfuse darah )
- Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berlangsung dalam 6
jam (amniotomi dan infuse oksitosin )
- Partitus perabdominal dipertimbangkan bila partus pervaginam
tak dapat berlangsung dalam 6 jam
B. Placenta Previa
Perdarahan sedikit, dirawat sampai > 36 minggu, mobilisasi :
bertahap. Bila ada kontraksi : lihat penanganan persalinan pre term.
Diberikan pematangan paru-paru janin dengan kortikosteroid bila
pre term
C. Perdarahan banyak
1. Resusitasi cairan
2. Atasi anemia (transfusi darah )
3. PDMO :
- Placenta previa : partus perabdominal
- Bukan plasenta previa : partus pervaginam (amniotomi,
pitosin infus).
D. Vasa Previa :
- Tes Apt positif (terdapat darah janin)
- Dapat diraba pembuluh darah janin melalui pemukaan serviks
- Dapat terlihat vasa previa melalui speculum / amnioskopi
Janin mati : Partus pervaginam
Janin hidup : pertimbangkan partus perabdominal.
2. Tidak terdapat renjatan
Usia gestasi 37 minggu atau lebih / TBF > 2500 gr
A. Solusio Placenta
Ringan/Sedang/Berat Partus perabdominal bila persalinan
pervaginam diperkirakan berlangsung lama .
B. Placenta Previa
PDMO : Placenta previa  partus perabdominal  Seksio Sesaria
Bukan placenta previa  partus pervaginam
C. Vasa Previa
Janin mati : Partus pervaginam
Janin hidup : partus perabdominal
Terdapat Renjatan
A. Solusio Placenta :
Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah.
Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang
optimal. Bila renjatan dapat diatasi : Pertimbangan untuk partus
perabdominal bila janin masih hidup atara bila persalinan
pervaginam diperkirakan berlangsung lama.
B. Placenta Previa :
Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfuse darah
Bila tak teratasi upayakan tindakan penyelamatan optimal. Bila
teratasi : partus perabdominal.

VI. Komplikasi
1. Karena penyakit :
A. Pada ibu :
- Renjatan
- Gagal ginjal akut/ Acut Tubular Nekrosis
- DIC (Dissemnated Intravascular Coagulation)
- Placenta akreta
- Atonia Uteri/Uterus Couvelaire
- Perdarahan pada implantasi uterus disegmen bawah

B. Pada janin
- Asfiksia
- BBLR
- RDS
2. Karena tindakan / terapi :
A. Pada ibu
- Reaksi Transfusi
- Kelebihan cairan
- Renjatan
- Infeksi
B. Pada Janin
- Asfiksia
- Infeksi

VII. Wewenang
Dokter Spesialis dibantu dokter umum / bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anasthesi, Penyakit Dalam, atau sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Perdarahan antepartum. Standar Pelayanan medik obstetri dan
Ginekologi bagian I. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia, 1991:9 -13
2. Syaifuddin AB, Wiknyosastm GH, Affandi B, Waspodo D.
Perdarahan pada Kehamilan lanjut dan Persalinan. Buku Panduan
praktis pelayanan Kesetan Maternal dan Neonatal : Edisi 1, cetakan
7, Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004 :
M18 - M 24.
3. The 'Society of Obstetricians and Gynaecologist of Canada.
Hemorage in Pregnancy : Antepartum and Postpartum. Alarm
International : A Program to Reduce Maternal Mortality and
Morbidity. 2nd ed, SOGC, 2001 -49.
4. Magowan B, Haemorhage. Obstetrics and Gynaecology. 3 rd ed,
Edinburgh - London - New York Oxford - Philadelpia - St Louis -
Sydney - Toronto : Elsevier Churchil lvingstone, 2005 : 106 -109.
19. PLACENTA PREVIA
Kode ICD : O 44

I. Pengertian
Suatu keadaaan dimana insersi plasenta di segmen bawah rahim (SBR)
sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri intemum pada
kehamilan 28 minggu atau lebih.
Pembagian (berdasarken derajat penutupan OUI)
a. Placenta Previa Totalis
b. Placenta Previa Parsialis
c. Placenta Previa Marginalis
d. Placenta Letak Rendah
Gejala Klinis :
1. Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam
yang sifatnya tidak nyeri, darah segar
2. Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi
3. Sering disertai dengan kelainan letak janin
4. Bagian terendah masih tinggi/ tidak masuk pintu atas panggul (PAP)

II. Diagnosa
1. Anamnesis :
Hamil 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam tanpa
nyeri, berulang, darah segar
2. Gejala klinis (lihat gejala klinis)
3. Menentukan letak placenta :
a. USG, dilakukan dalam keadaan kantungkencing terisi secukupnya
b. Menentukan asal perdar ahan untuk menyingkirkan kemungkinan
yang bukan placenta previa (inspekulo)
c. Periksa dalam diatas meja openasi (PDMO) / Double setup
(DSU/Examination in theatre) yaitu pemeriksaan dalam dikamar
operasi dengan persiapan Seksio Sesaria
III. Diagnasa Banding
Tidak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang


Lab rutin

V. Terapi dara Prosedur Tindakan Medis


Semua penderita yang datang dengan perdarahan antepartum tidak boleh
dilakukan VT di VK kecuali kemungkinan plasenta previa sudah
disingkirkan dan diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan
A. Penanganan Aktif
1. Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi)
2. Indikasi
a. Jika perdarahan merembes dan diagnosis sudah ditegakan
Plasenta Previa langsuing Seksio Sesaria tanpa DSU, dengan
memperhatikan
B. Penanganan Konservatif
1. Dilakukan pada bayi prematur (EWF < 250C gr dan atau umur
kehamilam < 37 minggu ) dengan syarat bayi hidup dengan
perdarahan sedikit berhenti.
2. Cara perawatan Konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD, selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai Hb
> 10
c. Berikan Kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga
kemungkinan perawatan konservatif gagal), dengan
Deksametason 5 mg, 4 X tiap 6 jam
d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan
setelah sebelumnya dilakukan USG di ird
e. Observasi hb setiap hari, tensi, nadi denyut jantung janin,
perdarahan setiap 6 jam
f. Perawatan konservatif gagal bila terjadi perdarahan berulang
(penanganan aktif)
g. penderita dipulangkan Lila tidak terjadi perdarahan ulang
setelah dilakukan mobilisasi
h. Nasehat waktu pulang :
- Istirahat
- Dilarang koitus/manipulasi vaginia
- MRS bila terjadi perdarahan lagi
- Periksa Ulang (ANC) 1 minggu kemudian
C. Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan
sebagai sebagai berikut :
1. Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai kehamilan aterm
kemudian USG ulang (dipertimbangkan) bila hasil tetap,
persalinan direncanakan secara Seksio saesaria )
2. Bila plasenta letaknya normal, ditunggu inpartu, persalinan
diharapkan nomal.

VI. Komplikasi
Dokter Spesialis Obsgyn, dibantu dokter umum dan Bidan

VII. Unit yang melayani


Obscayn
VIII. Unit yang terkait
Sesuai kasus

IX. Daftar Pustaka


1. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Jakarta 2002 : 1414 – 22
2. Lockwood C J, Placenta Previa and Related Disorders. In Queenan,
ed. Manajement of Hight-risk Pregnancy, 3 rd ed. Blackwell Vienna :
1994: 483 – 6
3. Cunningham FG, Gant NP, Levena KJ, Gieeshop Ill K, Hanth JC,
Wenatrom KD Preterm birth. In Williams Obstetrics, 21 st ed. MC
Graw-hill, New York, 2001 : 630 - 5
20. SOLUSIO PLASENTA
Kode ICD : O 45.8

I. Pergertian
Terlepasnya plasenta dariposisinya yang normal pada Uterus, sebelum
janin dilahirkan
Faktor predisosisi
1. Trauma
2. Pecah ketuban
3. Versi luar
4. Abnormalisasi plasenta
Gambaran Khusus
1. Gambaran Klasik
a. Perdarahan pervaginam
b. Nyeri penat
c. Kontraksi uterus
d. Perut kaku seperti papan (wrocdly hard)
2. Ciri perdarahan wama kehitaman
3. Ciri nyeri perut
a. Tajam
b. Besar
c. Ber1angsung tiba-tiba (berbeda dengan his)
4. Keluhan lain : mual, gerak anak menurun sampai hilang
5. Bi1a kehilangan darah banyak, bisa terjadi syok
6. Pemeriksaan Palpasi, suiit teraba bagian-bagian Janin
7. Pemeriksaan Auskultasi, djj sulit didengar
8. Bisa terjadi gangguan hemostatis (35%)

II. Diagnosis
1. Tanda dan gejala yang jelas baru terjadi pada sulutio Plasenta yang
sedang / berat pada yang ringan seringkali tidak diketahui ante partum
2. USG tidak sensitive untuk diagnostic Solusio Plasenta, tetapi mampu
menyingkirkan Placenta Previa
3. Bila bekuan dara banyak, pada USG akan tampak daerah Hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain.
Grading solusio Plasenta
Asimtomatis ditemukan secara kebetulan adanya retro
Grade 0
plasenta coth yang kecil
Terdapat perdarahan pervaginam Tetani Uteri positif, tirlak
Grade 1
ada gawat janin, ibu dalam keadaan baik
Terdapat / tidak perdarahan pervaginam tetapi ada tanda-tanda
Grade 2
gawat janin, ibu masih dalam keadaan baik
Terdapat / tidak perdarahan perv,,,ginam Tetania Uteri jelas,
Grade 3
ibu syok, gawat janin, sampai meninggal, koagulapati

III. Diagnosa Banding


-
IV. Pemeriksaan Penunjang
-
V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis
1. Pada Solisio Plasenta grade 0 - 1, persalinan diusahakan
pervaginam dengan monitor CTG
2. Pada grade 2 - 3, persalinan dilakukan dengan SC
3. Pada kehamilan janin dalam rahim (IUFD), dilakukan amniotomi
dilanjutkan dengan drip oksitosin persalinan harus terjadi dalam 6
jam

VI. Komplikasi
-
VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dokter umum dibantu oleh bidan

VIII. Unit yang Melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, Gant NF, Levena KJ, Gieeshop III LC, Hant JC,
Wenatrom KID, Preterm Birth. In William Obstetrics, 21 st ed. Mc
Graw-Hill, Newyork, 2001 : 621-39
2. Cark SL, Placental Abruptian. !n queenam, ed. Management of
High-risk Pregnancy 3r d ed. Blackweli, Vienna : 1994 : 492 - 4
21. PERDARAHAN PADA PERSALINAN
Kode ICD : O 72.1

I. Pengertian
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang lebih dari 500 ml
yang terjadi setelah janin lahir.
Klasifikasi :
1. Perdarahan paska salin dini (primer) yaitu perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama setelah lahir
2. perdarahan pasca salin lambat (sekunder) yaitu perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam sesudah janin lahir.

II. Diagnosis
A. Perdarahan pasca salin dini
- Atonia uteri
- Perlukaan jalan lahir
- Retensi plasenta/sisa plasenta
- Gangguan pembekuan darah
Kriteria Diagnosis
1. Atonia Uteri
- Kontraksi rahim buruk
- Perdarahan banyak
- Tidak ada perlukaan jalan lahir
- Tidak ada sisa plasenta
- Dapat disertai shock hipovolemik
2. Perlukaan Jalan Iahir :
- Perdarahan banyak
- Umumnya kontraksi rahim baik, kecuali pada robekan rahim
3. Sisa placenta :
- Perdarahan
- Kontraksi rahim bisa buruk
- Pada pemeriksaan teraba sisa plasenta
4. Gangguan Pembekuan darah:
- Kontraksi baik tidak ada perlukaan jalan lahir, tidak ada sisa
jaringan
- terdapat gangguan factor pembekuan darah
B. Perdarahan pada masa Nifas Etiologi :
1. Perlukaan jalan lahir
2. Gangguan Hemostatik pada daerah implantasi plasenta :
a. Hipotonik/atonik miometrium
b. Sisa plasenta
c. Gangguan faktor koagulasi
3. Inversio Uteri
Kriteria Diagnosis :
1. Perdarahan berulang
2. Pemeriksaan fisik, kadang pasien febris, nadi cepat., dan shock
3. Pemeriksaan obstetrik, fundus uteri masih tinggi, subinvolusi
4. terus lembek dan nyeri tekan bila ada infeksi, teraba ada sisa
plasenta

III. Diagnosis Banding


-
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Hb, Ht
2. Faktor Pembekuan Darah
3. Waktu Perdarahan
4. Trombosit
5. Firbinogen
6. PA uterus yang diangkat (bila ada sangkaan plasenta akreta)
diperiksakan ke bagian PA
V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis
Segera setelah diketahui perdarahan pasca salin, tentukan ada syok /
tidak.
A. Bila ada syok
Dipasang infus cairan, berikan oksigen, pasang dower kateter (Folley
Catheter) permintaan darah untuk transfusi darah dilanjutkan dengan
permintaan Gineklogi mencari penyeb perdarahan.
B. Bila tida ada syok, atau keadaan umum telah optimal, segera
lakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi
1. Atonia uteri
Masase uterus bersama-sama dengan misoprostol peroral/peranal
pemberian oksitosin dan ergometrin intravena atau prostaglandin
parenteral. Bila ada perbaikan dan pendarahan berhenti, oksitosin
atau prostaglandin perinfus diteruskan. Bila tak ada perbaikan
kompresi bimanual. Bila tetap tak berhasil lakukan Laparotomi
kalau mungkin lakukan Ligasi arteri uterin atau Hipograstrika
(khusus untuk pasien yang belum punya anak) bila tak mungkin
lakukan histerektomi).
2. Luka jalan lahir : segera lakukan reparasi
3. Retensio Plasenta/sisa plasenta
Bila plasenta belum lahir, plasenta dilakukan dengan tarikan pada
tali pusat/secara manual. Bila tak brehasil dan ada persangkalan
Plasenta Akreta dilakukan histerektomi. Bila hanya sisa plasenta,
lakukan pengeluaran secara digital atau kuretase.
4. Gangguan pembekuan darah:
Transfusi plasma segar (darah segar, kontrol D1C, bila ada
dengan Heparin ).

VI. Komplikasi
1. Syok Irreversibel
2. DIC
3. Komplikasi lain
4. Sindrom Sheehan

VII. Wewenang
Dokter spesialis Obsgyn doktor umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Kebidanan dan Penyakit Kandungan

IX. Unit yang terkait


Anasthesi, Penyakit Dalam, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Perdarahan Pasca Persalinan. Standar Pelayanan Medik. Obstetri
dan Ginekologi bagian 1 Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 48 - 50.
2. Syaifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B. Waspodo D.
Perdarahan Pasca Persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Cetakan 7, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004 : M25 - M32.
3. Magowan B. Post Partum Problems. Obstetrics and Gynaecology 3 rd
ed. Edinburgh-London-New York Oxford - Philadelphia - St Louis -
Sydney - Toronto - Elsevier Churchill Livingstone, 2005 : 143 - 146.
Skema Diagrro; ;s dar1 Terapi Perdarahan Pasca Persalinan

Keterangan :
A. Apabila ratx;kan jalan lahir sudah terjahit dengan kaaik dan
perdarahan masih berlangsunrg, caba dievaluasi penyebab lainnya,
misalnya gangguan pembekuan darah.
B. Pada perdararian pasca persalinan primer oleh karena sisa plasenta,
pengeluaran sisa plasenta dengan digital biasanya memadai.
Kadangkala kuratase diperlukan seperti halnya pada perdarahan
pasca persalinan sekunder
C. Perdarahan pasca persalinan yang secara primer disebabkan atonia
uteri, ditangani so. cara khusus (lihat tabel)
D. Untuk caperasi uterus pada kasus-kasris inversio uteri lebih baik
memakai narkose (pasien tidak nyeri dan lebih mudah). Bila tidak
berhasil, pertimbangkan operasi
E. Perdarahan pasca persalinan karena gangguan faktor pembekua
darah, harus disiapkan darah segar dan kerja sama dengan Lab.
Penyakit Dalam serta Patologi Klinik
Jenis Uterotonika dan cara pemberiannya untuk Atonia Uteri
Jenis dan cara Oksitoksin Ergometran Misoprostol
Dosis dan cara IV: infus 20 unit IM atau IV Oral 600 meg atau
pemberian awal dalam 1 ltr larutan (secara perlahan) rektal 400 meg
garam fisiologik 0,2 mg
dengan 60 ttesan
permenit
IM : 10 unit
Dosis lanjutan IV : infus 20 unit Ulangi 0,2 mg 400 meg 2-4 jam
dalam 1 ltr larutan setelah 15 menit setelah dosis awal
garam fisiologik jika masih
dg 40 tetes / menit diperlukan, beri
IM/IV etiap 2-4
jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg atau 5 Total 1200 meg
liter larutan dosis tau 3 dosis
dengan oksitosin
Indikasi kontra Tidak boleh Pre eklampsia, Nyeri kontraksi,
atau hati-hati memberi IV vitium kordis, asma
secara cepat atau hipertensi
bolus
22. PERDARAHAN MASA NIFAS
Kode ICD : N 92.2

I. Pengertian
-
II. Diagnosis
Knteria Diagnosis :
1. Perdarahan berulang dan tetap
2. Pemeriksaan Fisik kadang-kadang penderita febris, nadi naik dan
syok
3. Pemeriksaan Obstetri : fundus uteri masih tinggi dan kontraksi tidak
baik
4. Pemeriksaan Ginekologi : uterus masih besar, lembek dan nyeri tekan
kalau ada infeksi, tampak perdarahan pervaginam. Mungkin teraba
ada Sisa plasenta dalam kavum uteri

III. Diagnosis banding


a. Sub involusi uteri
b. Sisa plasenta

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Hb, Hematokrit, Leukosit, Ureum
2. USG untuk melihat sisa plasenta
3. Patologi Anatomi : Bila sangkaan plasenta akreta

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


1. Perdarahan minimal, cukup tirah baring, uterotonika dan kalau ada
tanda infeksi antibiotika, dan transfusi darah bila ada anemia
2. Perdarahan banyak terus-menerus transfusi cairan / darah, dan
antibiotika. Kemudian lakukan kuretase dan bila tidak berhasil, lihat
penatalaksanaan perdarahan positif, karena atonia uteri
VI. Komplikasi
1. Syock irreversible
2. Amenorrhoe sekunder (uterus diangkat)

VII. Wewenang
Dokter spesialis Obsgyn, dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anastesi, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan obstetri dan Ginekologi Indonesia.
infeksi Intra Partum. Standar Pelayanan Medik, Obstetri dan
Ginekologi bagian 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Keciokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 57-58.
2. Syaifuddin AB, Wiknyosastro GH, Affand B, Waspodo D, Demam
Dalam Kehamilan dan Persalinan. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi 1. Cetakan 1,
Jakarta yayasan Elina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004 : M84
- M89.
3. The Society of Obstetricians and Gynaecologistd of Canada.
Hemorrhage in Pregnancy : Antepatrum and Postpartum. Alarm
International : A Program to reduce Maternal Mortality and
Morbidity 2 nd ed, SOGC, 2001 : 54-58
4. Magowan B, Infection. Obstetrics and Ginaecoloyy 3 rd ed,
Edinburgh - London - New York Oxford - Philadelphia - St Louis -
Sydney - Toronto Eisevier Churchill Livingstone, 2005 : 186 -
196.
23. INFEKSI INTRA PARTUM
Kode ICD : O 23.9

I. Pengertian
Infeksi Intrapartum, yaitu infeksi yang terjadi dalam persalinan yang
ditandai suhu naik > 38°C, air ketuban keruh kecoklatan, berbau, dan
lekosit darah > 15.OOO/mm 3. Infeksi dapat terjadi antepartum, berupa
khrloamnionitis, yang mungkin asimptomatik.

II. Diagnosis
Kriteria Daignosis :
1. Biasanya ketuban sudah pecah
2. Suhu > 38°C
3. Air ketuban keruh dan berbau
Faktor predisposisi
1. Distosia
2. Pemeriksaan dalam lebih dari 2X
3. Keadaan umum lemah
4. Gizi kurang
5. Serrvisitis, vaginitis

III. Diagnosa Banding


-
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis
1. Antibiotik :
a. Ampisilin 4 X 500 mg perhari atau derivatnya
b. Garamycin 2 x 500 mg
c. Cefalosporin injeksi atau oral
2. Obstetri :
a. Persalinan diusahakan pervaginam
b. SC hanya dilakukan atas indikasi Obstetri, misalnya kelainan
letak, Distosia, Gawat Janin
c. Bila SC pasang drain intraperitonial di depan pika, dan pada
kavum Doug!asi
d. Bayi dapat rawat gabung

VI. Komplikasi
1. Sepsis, Syok Septic
2. Luka Episiotomi/Operasi terinfeksi, terbuka sampai `Burst Abdomen'
3. Perdarahan

VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Ubsgyn

IX. Unit yang terkait


Penyakit Dalam, Anastesi, Perinatologi, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan obstetri dan Ginekologi Indonesia.
infeksi Intra Partum. Standar Pelayanan Medik, Obstetri dan
Ginekologi bagian 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Keciokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 57-58.
2. Syaifuddin AB, Wiknyosastro GH, Affand B, Waspodo D, Demam
Dalam Kehamilan dan Persalinan. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi 1. Cetakan 1,
Jakarta yayasan Elina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004 : M84
- M89.
3. Magowan B, Infection. Obstetrics and Ginaecoloyy 3 rd ed,
Edinburgh - London - New York Oxford - Philadelphia - St Louis -
Sydney - Toronto Eisevier Churchill Livingstone, 2005 : 186 -
196.
24. INFEKSI POST PARTUM
Kode ICD : 186.1

I. Pengertian
Infeksi alat genital pada masa nifas yang ditandai dengan
meningkatnya suhu > 38° C yang terjadi selama 2 hari berturut-turut
dalam waktu 10 hari pertama pasca salin, kecuali 24 jam pertama pasca
persalinan.
Faktor predisposisi antara lain :
1. Partus lama
2. Ketuban pecah sebelum waktunya
3. Persalinan traumatis (ekstraksi forsep & vacum, SC)
4. Pelepasan plasenta secara manual
5. Infeksi lntra Uterin
6. Infeksi kandung kencing
7. Anemia
8. Pertolongan persalinan yang tidak steril
9. Episiotomi
10. Manipulasi intra uterin (inversio uteri)
11. Sosial ekonomi rendah disertai gizi buruk dan higiene buruh
12. Infeksi traktus urinarius

II. Diagnosis
1. Febris
2. Nadi cepat
3. Nyeri perut
4. Sub involusia rahim
5. Inspekulo : Lokeha berbau
6. PD : Uterus dan para
III. Diagnosis Banding
-
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur bakteri aerob dan anaerob dari bahan yang berasal dai serviks,
uterus dan darah
2. Faktor-faktor pembekuan darah
3. USG jika dicurigai adanya abses

V. Terapi dan prosedur tindakan medis


1. Antibiotik spectrum luas (Sulbenicilin, Cefalospor n, Quinaion,
Garamycin, Metronidazole)
2. Selanjutnya pemberian tergantung hasil kkultur dan resistensi
3. Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 72 jam, pikirkan kemungkinan
trombophlebitis pelvis, abses dan emboli septik.
4. Emboli septik walaupun jarang terjadi tapi merupakan komplikasi
yang paling bahaya. Hal ini perlu dipertimbangkan jika tidak ada
respon terhadap pemberian antibiotik dan adanya nyeri dada akut atau
manifestasi paru lainnya.
5. Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainage. Jika ada abses di k

HAL 77 BELUM
25. TERMlNASI KEMAMILAN
Kode ICD : P 08. 2

I. Pengertian
Penyakhiran kehamilan untuk mengeluarkan buah kehamilan (hasil
konsepsi atau janin).

II. Diagnosis
Dilakukan pada kasus-kasus sebagai berikut :
Abortus tertunda, Telur kosong, Molahidatidosa, Abostas insipien,
Abortus inkomplit, Ketuban pecah sebelum waktunya, Kehamilan lewat
waktunya, Pertumbuhan janin terhambat, Indikasi ibu: Penyakit yang
membahayakan ibu apabila kehamilan diteruskan seperti preeklamsi
eklamsi dan penyakit lain.

III. Diagnosis Sanding


Kehamilan aterm

IV. Pemeriksaan Penunjang


Labortorium : Hb, Ht, Leuko, Trombo, GDS, UL
Radiologi : USG

V. Terapi dan prosedur Tindakan Medis


A. Mengakhiri kehamilan sampai umur kehamilan 12 minggu
Persiapan:
1. Keadaan umum memungkinkan : Hb, > 10 gr%, tekanan darah
baik
2. Pada abortus febrilis, diberikan dulu antibiotika (gram + dan
anaerob) 3 hari atau paling tidak 24 jam baru akan dilakukan
kuretase tajam atau 6 jam akan dilakukan kuretase vakum
3. Pada abortus tertunda, periksa juga : trombosit, waktu
pembekuan, waktu perdarahan dan waktu protambin
Tindakan
1. Kurettase vakum
2. Dilatasi dan kuretase
Pada kasus mlahidatidosa dilakukan kuretase vakum setelah Keadaan
umum memungkinkan (liklat pengelolaan penyakit trofoblas )
B. Pengakhiran pada umur kehamilan 13-20 minggu
1. Pemberian oksitosin secara seri, oksitosin 5 unit per infuse 8
tts/mnt bila pelvic score < 5. Dilanjutkan dengan Oksitosin 5 unit
per infuse dengan 8 tts / menit dinaikan 4 tts/mnt setiap 30 menit,
sampai maksimal 36 tts/mnt. Atau bila pelvic score > 5, langsung
berikan Oksitosin, tetesan bertingkat seperti diatas.
2. Preparat prostaglandin (misoprostol), diberikan atas ijin dan
pengawasan spesialis
3. Untuk membantu pembukaan servik dapat dilakukan pemasangan
batang laminaria 12 jam sebelum pengakhiran kehamilan.
4. Dilakukan kuretase bila masih terdapat sisa jaringan
C. Pengakhiran pada umur kehamilan > 20 minggu
Pematangan servik bila pelvic score < 5
1. Tetes oksitosin
Cara : 5 IU oksitosin dalam 500 cc dextrose 8 tetes per menit
dinilai 24 jam.
2. Pemberian preparat prostagladin (misoprostol), pada kasus-kasus
tertentu dengan ijin dan pengawasan dokter spesialis
3. Pemasangan balon kateter
Bila pelvic score > 5, diberikan Oksitosin 5 unit per infus dengan
tetesan seperti pada poin (b)
Persalinan per abdominal dilakukan bila pervayinam tidak berhasil
atau terdapat indikasi persalinan dan pervaginam
Catatan :
Untuk membantu pembukaan serviks dapat dilakukan pemberian
epidosin intra muscular pada fase aktif daii his kuat. Pemberian
dilahirkan selang 30 menit s/d 1 jam, maksimal 5 kali pemberian.

VI. Komplikasi
-
VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dokter Umun dan Bidan

VIII. Unit yang melayami


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Laboratorium, Penyahit Dalam, dll sesui kasus

X. Daftar Pustaka
1. Magowan B. intra Uterin Death. Obstetrics and Gynaecology 3 rd ed,
2. Edinburgh-London - New York -Oxford - Philadelphia - St Louis -
Sydney - Toronto : Elsevier Churchill Livingstone, 2005 : 56 - 57.
3. Magowan B. Prelabour Rupture of Membranes ( PROM ). Obstetrics
and Gynaecology 3rd ed, Edinburgh-London-New York Oxford-
Philadelphia-St Louis - Sydney - Toronto - Elsevier Churchill
Livingstone, 2005 : 67- 69
4. Magowan B. Prolonged Pregnancy. Obstetrics and Gynaecology. 3 rd
ed, Edinburgh -- London - New York Oxford - Philadelphia - St
Louis - Sydney - Toronto - Elsevier Churchill Livingstone, 2005 : 69
- 70.
5. Magowan B. Induction and Augmentation of Labour. Obstetrics and
Gynaecology. 3rd ed, Edinburgh - London - New York Oxford -
Philadelphia
6. -St Louis-Sydney---I-oronto-Flsevier Churchill Livingstone, 2005 : 89
- 92. 7. Magowan B. Spontaneous Miscarriage. Obstetrics and
Gynaecology. 3rd ed, Edinburgh -- London - New York Oxford -
Philadelphia - St Louis - Sydney -Toronto -- EIsevier Churchill
Livingstone, 2005 : 269 - 272.
7. The Society of Obstetruicians and Gynaecologist of Canada,
Induction of Labour, Alarm International : A Program to Redc.rc.e
Maternal Mortality and Morbidity. 2 nd ed, SOGC, 2001: 147 -152.
26. INDUKSI DAN AKSELERASI PERSALINAN SERTA PROTAP
OKSITOXIN INFUS
Kode ICD :

I. Pengertian
Induksi dan akselerasi persalinan
1. Sebelum dimulai pastikan apakah tidak ada KONTRA INDIKASI
(kelainan letak dan penempatan, plasenta previa, bekas seksio,dll)
2. Induksi : merangsang uterus untuk memulai persalinan
3. Akselerasi : meningkatkan frekuensi, lama serta kekuatan hisdalam
persalinan
4. Lebih berhasil bila skor pelvik (Bishop's score) lebih dari 5 Bishop Score for status
of the cervix
Score 0 1 2 3
Dilation 0 1-2 3-4 5+
Length of 3 2 1 0
cervik (cm)
Station -3 -2 -1 +1, +2
consistency Firm Medium Soft
Position Posterior Mid Anterior

5. Pada umnumnya untuk akselerasi dibutuhkan jumlah tetesan harus


memperhatikan his yang sudah timbul
6. Bisa terjadi hiperstimulasi, timbuinya gawat bayi atau ruptura uteri
iminens
7. Ibu dengan infus oksitoksin tidak boleh di tinggal sendirian tanpa
pengawasan
Protap oksitosin
1. Dengan adanya Buku Panduan Praktis pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal yang menjadi pegangan nasional maka dilakukan
perubahan atau cara oksitoksin infus yang mengacu pada buku
tersebut
2. Infus oksitoksin 2,5 unit dala 500 cc dektrose (atau garam fisidogik)
mulai dengan 10 tetes permenit (tabel 36.2 dan tabel 36.3)
3. Naikkan kecepatan infus 10 tetes permenit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40
detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran

Kecepatan infus oksitoksin untuk induksi persalinan


Waktu Total
Konsentrasi Tetes per Dosis Volume
sejak volume
oksitoksin menit (mIU/menit) infuse
induksi Infuse
2.5 unit
dalam 500
ml dextrose
0,0 13 3 0 0
atau garam
fisiologik
(10mlU/ml)
0,5 Sama 20 5 15 15
1,0 Sama 30 8 30 45
Sama 40 10 45 90
Sama 50 13 60 150
2,5 Sama 60 15 75 225
5 unR dalam
500 ml
3,0 dektrose 30 15 90 315
atau garam
fisiologik
Sama 40 20 45 360
4,0 Sama 50 25 60 420
4.5 Sama 60 30 75 495
5,0 Sama 10 30 30 90 585
unit dalam
500 ml
dektrose
atau garam
fisiologik
5,0 Sama 40 40 45 330
6, 0 Sama 50 50 60 690
65 Sama 60 60 765
7,0 Sama 60 60 90 855

Eskalasi cepat pada primigravida. Kecepatan infus oksitosin untuk


induksi persalinan
Waktu Total
Konsentrasi Tetes per Dosis Volume
sejak volume
oksitoksin menit (mIU/menit) infuse
induksi Infuse
2.5 unit
dalam 500
ml
dextrose
0,0 15 4 0 0
atau garam
fisiologik
(5
mlU/ml)
0,5 Sama 30 8 23 23

4. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau


lebih dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan
kurangi hiperstimulasi dengan :
a. terbulatin 250 meq i.v pelan-pelan selama 5 menit
b. salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau
Ringer Laktat) 10 tetes per menit
5. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit
dengan lama lebih dari 40 detik) setelah infus oksitoksin mencapai 60
tetes permenit:
a. naikkan konsentrasi oksitoksin menjadi 5 unit dalam 500 ml
dektrose (atau garam fisio'ogik) dan sesuaikan kecepatan infus
dalam 30 tetes per menit (15 mIU/menit)
b. naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40
detik) atau aetelah infus oksitoksin mencapai 60 tetes per menit)
6. Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi
yang lebih tinggi :
a. Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio
Secarea
b. Pada primigravida, infus oksitoksin bisa naikkan konsentrasinya
yaitu :
 10 unit dalam 500 ml dektrose (atau garam fisiologik) tetes
per menit
 naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
 jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per unit (60
mIU per menit), lakukan seksio sesarea
 jangan berikan oksitoksin 10 unit dalam 500 ml Fada
multigravida darapada bekas Seksio Sesarea
27. KEHAMILAN EKTOPlK TERGANGGU
Kode 1CD : O 00.9

I. Pengertian
Kehamilan Ektopik ialah suatu keadaan dimana haSil konsepsi
berinplantasi dan tumbuh di luar endometriurti kavum uteri. Oleh kayeria
itu yang termasuk Kehamilan Ektopik, ialah :
1. Kehamilan Abdominal
2. Kehamilan ampula tuba
3. Kehamilan Ismus Tuba
4. Kehamilan Investisial Tuba
5. Kehamilan ovarial
6. Kehamilan Infra ligament
7. kehamilan Komu
8. Kehamilan serviks
9. Kehamilan kombinasi, dimana kehamilan ektopik dan kehamilan
intra uterus didapatkan bersamaan
Terbanyak dijumpai kehamilan di Tuba Falopii (> 90% )
Patofisiologi
Kehamilan ektopik teriatarra akibat gangguan transportasi ovum yang
telah dibuahi dari tuba Faliopi ke rongga rahim, selain akibat kelainan
ovum yang dibuahi itu sendiri adalah predisposisi Kehamilan ektopik
Faktor resiko
1. Gangguan transportasi hasil konsepsi
a. Radang panggul
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
c. Penyempitan lumen tuba akibat tumor
d. Tindakan operasi pada tuba pasca bedah mikro, dan
e. Abortus
2. Kelainan Hormonal
a. Induksi ovulasi
b. Nvitro fertilasi (IVF)
c. Ovulasi yang terlambat, dan
d. Transmigrasi ovum
3. Penyebab yang masih diperdebatkan :
a. Endometriosis
b. Cacat bawaan
c. Kelanan kromosom
d. Kualitas sperma, dan sebagainya.

II. Diagnosa
Anamnesis :
a. Amenorea atau terlambat haid
b. Timbul Sinkop dan gejaia abdomen akut. Keadaan ini disebabkan
perdarahan intra peritoneal yang mendadak serta terjadinya
hipovolemia pada sirkulasi.
c. Nyeri perut, terutama nyeri unilateral. Gejala ini spesifik untuk
kehamilan tuba, tetapi nyeri bisa juga bilateral, di bawah perut, perut
bagian atas, atau seluruh perut. Beberapa penderita ada juga yang
mengeluh nyeri bahu. Keadaan ini timbul jika perdarahan peritoneum
sudah mengiritasi diafragma.
d. Perdarahan vagina atau spoting
Gejala perdarahan dan/atau perdarahan bercak ini timbul hampir pada
75%. Kasus yang timbul 1-2 minggu setelah keterlambatan haid.
Sekalipun demikian riwayat keterlambatan haid biasanya tidak selalu
dijumpai yang spesik biasanya adanya riwayat keterlambatan haid 6 -
8 minggu sebelum gejala sakit perut atau perdarahan vagina.
e. Gejala tidak spesifik dainnya
Perasaan enek, muntah dan rasa tegang peda mammae serta kadang-
kadang gangguan defekasi.
Pemeriksaan fisik : Gejala klinis
1. Bervariasi
2. Pada kehamilan Ektopik yang belum terganggu :
 Terdapat gejaia-gejala seperti Kehamilan normal yakni amenore,
mual, muntah dan lainnya
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan rahim membesar dan tumor di
daerah adneksa
 Trias klasik yang sering didapatkan adalah amenore, perdarahan,
dan nyeiri abdomen.
3. Kehamilan terganggu
Di samping gejala-gejala di atas, didapatkan gejala-gejala akut
abdomen akibat pecahnya kehamilan ektopik dan gangguan
hemodinamik berupa hipovolemik akibat perdarahan
a. Tanda-tanda syok
- Hipotensi
- Tackicardia (> 110 X I menit )
- Pucat, extermitas dingin
b. Abdomen Akut
- perut tegang pada bagian bawah
- nyeri tekan., tcetotc, dan nyeri tepas dari dinding perut
c. Pemeriksaan ginekologi :
- serviks teraba lunak, nyeri tekan dan nyeri goyang
- Korpus uteri normal atau Sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat
- kavum Douglasi menonjol oleh karena terisi darah. Namun
demikian tidak semuat tanda spesifik diatas selalu dijumpai

III. Diagnosa Banding


a. Metroragia sebab kelainan Ginekologi atau organic lainnya
b. Radang Panggul
c. Neoplasma Ovarium (putaran tangkai, pecah, terinfeksi) dengan
tanpa kehamilan muda
d. Appendisitis
e. Abortus Imminens

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium :
 Kadar Hb, leukosit
 Test kehamilan bila baru terganggu
 Dilatasi Kuretase dapat dipertimbangkan
b. Pemeriksaan USG
Terlihatnya kantung gestasi diluar kavum uteri dan/atau deteksi
genangan cairan dikavum Douglasi pada KE yang telah terganggu
c. Pemeriksaan laparaskopi
Untuk mengetahui dalam kavum Douglasi ada darah
d. Pemeriksaan Laparaskopi
Pada pemeriksaan Laparoskopi KET, infeksi Pelvik, Kista Ovarium
segera dapat dibedakan dengan jelas
e. Patologi Anatomi
Pemeriksaan jaringan yang diangkat waktu operasi

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


Prinsip umum penatalaksanaan ialah :
A. Segera lakukan uji silang darah dan laparotomi tanpa menunggu darah.
B. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengkoreksi anemia dan
hipovolemia
C. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis dipastikan :
1. Kehamilan di tuba dilakukan salpingektomi
2. Kehamilan di kornu dilakukan Ooveroktomi atau
Salpingoovorektomi
3. Kehamilan di kornu, dilakukan :
- Histerektomi bila telah umur > 35 thn
- Fundektomi bila bila masih muda untuk kemungkinan masih
bisa dapat haid
- Insisi bila kerusakan pada kornu kecil dan komu dapat di
reparasi
4. Kehamilan Abdominal :
- Bila mudah kantong dan plasenta diangkat
- bila besar atau susah (kehamilan abdominal lanjut), anak
dilahirkan dan tali pusat di potong dekat plasenta, plasenta
ditinggalkan dan dinding perut ditutup.

VI. Komplikasi
Syok irreversible, perlekatan operasi usus

VII. Wewenang
SpOG dibantu dokter, umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Cbsgyn
IX. Unit yang terkait
Sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Kehamilan ektopik Terganggu. Standar pelayanan medik Obstetrik dan
Ginekologi Bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 36 - 38.
2. Syaifuddin AB, Wiknyosastro GH, Affand B, Waspodo D, Demam
Dalam Kehamilan dan Persalinan. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi 1. Cetakan 1,
Jakarta yayasan Elina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004 : M15
– M16.
3. Magowan B, Infection. Obstetrics and Ginaecoloyy 3 rd ed,
Edinburgh - London - New York Oxford - Philadelphia - St Louis -
Sydney - Toronto Eisevier Churchill Livingstone, 2005 : 233 -
236.
28. PEMBERIAN OBAT TOKOLITIK
Kode ICD :

I. Pengertian
Batasan : Obat Tokolitik adalah obat yang mempunyai pengaruh
mengurangi, melemahkan atau menghilangkan kontraksi rahim.
Kontraksi otot rahim bisa dihambat melalui perangsangan reseptor
adrenergic-B (misalnya antara lain dengan Ritodirin, terbulatin,
Isoksupriri, Nifedipin ).
Indikasi pemberian : Penceghan persalinan kurang bulan
Kontra indikasi pemberian :
1. Umur kehamilan
2. Solusio Placenta
3. Placenta Previa
4. Inteksi lntrauterin
5. Febris yang tak diketahui sebabnya
6. Pertumbuahan jantung
7. Hipertensi dalam kehamilan, penyakit paru
8. Hiperthyroid
Kriteria pemberian Obat Tokolitik :
1. Umur kehamilan 29-37 minggu
2. Minimal terdapat 2 kontrksi dalam 15 menit
a. Adanya pengaruh kontraksi rahim yang jelas terhadap serviks
b. Pembukaan serviks kurang 5 cm
c. Tidak ada kontra indikasi pemberian obat-obatan agonis
adrenergic B

II. Diagnosis
-
III. Diagnosis Banding
-
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan khusus :
1. Untuk menyingkirkan kontra indikasi
2. Hematokrit
3. Lekosit
4. Urine
5. Gu1a darah sewaktu
6. F KU
7. Foto thorax

V. Terapi darr Prasedur Tindakan Medis


Macam dosis dan cara pemberian :
1. Ritrodrin
50-100 menit perinfus, tetesan ditambah 50 uglmonit. Setiap 10-15
menit sampai kuntraksi berhenti, maksimal 350 ugh -nemit. Infus
dipertahankan selama 12 jam, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian perorai 10mg/2jam. Kemudian dosis diturunkan perlahan-
lahan 10-20 mg setiap 4-6 jam selama 3 hari.
2. Tarbulatin :
250 ug secara IV dilanjutkan dengan pemberian infus, tetesan 10
ug/menit kemudia.n ditirtgkatkan 5 ug/menit setiap 10 menit - 25
ug/menit. Pengob<3tan suh cutan 250 ug setiap 4 jam selama 24 jam.
Peiagobatan dilanjutkan secara oral dengan dosis 2,5 setiap 4-6 jam
selama 3 hari.
3. Nifedipin
10 mg sublingual atau peroral maxima! 80 mg per 24 jam
4. Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan kurang dari 35
minggu
 Deksaimentosa 5 mg intra muskular (im),4 dosis setiap 6 jam yang
dapat diulang 1 minggu kemudian
 Glukokortikoid tidak boleh diberikan apabila ada tanda-tanda
infeksi
Protokol Pemberian Tokalitik pada Persalinan Preterm
1. Protokol Pemberian Magnesium Sulfaf (MgSO 4)
a. Dosis awal 4 gr MgSO4 10 % atau 40 ml MgSO4 10 % Dalam laruTan
dekstrose; 5 % atau normal salin, diberikan interavena pelaN-pelan
dalam waktu 15 menit
b. Dosis LAnjutan dipertahanKan 2 gr/jam atau 40 gr MgSO 4 20 %
dalam 1000 ml dekstrose 5 % atau normal salin daN diberikan 54 ml/
Jam
c. Dosis MGSO4 dinaikkan 1 gr/jam sampai kontraksi uterus kurang dari
1 kaii tiap 10 menit atau maksimum dosis 4 gr/jam tercapai
d. Setelah dosis efektif untuk menghilangkan kontraksi Uterus tercapai,
pertahankan dosis tersebut selama 12 jam
e. Setelah 12 jam dosis pemeliharaan dipertahankan, dosis MgSO 4
diturunkan 0,5 gr/jam tiap 30 menit sampai mencapai dosis 2 gr/jam
atau 50 ml/jam dan dipertahankan sampai 24 jam
f. Selamapemberian MgSO4, refleks patela dan tanda vital diperiksa
setiap jam, serta keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar setiap 4
jam
g. Jika kontraksi uterus timbul kembali setelah dosis efektif diturunkan
maka doais MgSO4 tersebut dinaikkan kembali sampai tercapai dosis
dimana kontraksi uterus kurang dari 1 gr di bokong kiri dan pemberian
yang sama dilanjutkan setiap 6 jam sampai 24 jam
h. Dosis MgSO4 2 grijam dipertahankan selarlia 24 jam, kemudian 30
menit sebelum infus dilepas berikan 2 gr MgSO 4 20% masing-masing
1 gr di bokong kanan dan 1 gr di bokong kiri dan pemberian yang
sama dilanjutkan etiap 6 jam aampai 24 jam
i. Pemberian MgSO4 dikatakan gagal bila setelah 4 jam dari tercapainya
dosis maksimum MgSO4 kantraksi uterus tetap berlangsung, refleks
patela menghilang atau terjadi depresi pernapasan.
j. Selama pemberian MgSO4 batasi cairan masuk intravena 125 ml/jam
dan monitor cairan masuk dan produksi urine
2. Protokol Pemberian Salbutamol
a. Dosis inisial diberikar, intravena 10 mg dalarrt larutan NaCl atau
Ringer Laktat. Mulai infuse 10 tetes per menit.
b. Dosis selanjutnya : Bila kontraksi masih ada, tingkatkan tetesan
infuse 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai kontraksi stop atau
sampai nadi ibu melebihi 120 /menit. Bila kontraksi stop pertahankan
tetesan hingga 12 jam setelafi kontraksi uterus terakhir. Dosis
pemeliharaan salbutamol peroral 3 X 4 mg I hari paling sedikit 7 hari.

VI. Komplikasi
Adanya kontra indikasi

VII. Wewenang
Dokter spesialis Bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Sesuai Kasus

X. Daftar Pustaka
1. SaiFuddin AB„ Wiknyosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Nyeri
Perut pada Kehamilan Lanjut dan Pasca Persalinan. Buku Panduan
Praktis Peiayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi 1,
Cetakan 7, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2004 : M99 - M103
2. Magowan B, Preterm Labour. Obstetrics and Gynaecology 3 rd ed,
Edinburgh - London - New York Oxford -- Philac9elpia - St louis -
Toronto - Elsevier Churchill Livingstone, 2005 : 92 – 96
3. The Society of Obstetricians and Gynaecologist of Canada. Preterm
Labour and Prelabour Rupture of Membranes. Alarm International :
A Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity. 2 nd ed, 2002
: 120 - 129.
23. KETENTUAN TENTANG PELAKSANAAN
OPERASI SEKSIO SESARIA

I. Pengertian
Operasi seksia sesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara
melakukan pembedahan ; operasilewat dinging perut dan dinding Uterus
untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh
karena keadaan lain yang mengancam ibu dan atau bayi yang
mengharuskan kelahiran dengan cara segera Sedangkan persyaratan
pervaginam tidak memungkinkan
Pegangan Dasar
1. Persalinan terbaik adalah yang alamiah, pervaginam dan non trauma
baik untuk ibu dan bayinya
2. Bia cara tersebut gagal barulah dipikirkan untuk melakukan tindakan
operatif
3. Dilakukan berdasarkan indikasi tertentu
4. Tim operasi terdiri dirari minimal : seorang operator, seorang staf
anastesi, seorang asisiten residen, seorang perawat instrumen, staf
terampil dari neonatal dan paramedis pembantu.
5. Pilihan operasi utama adalah yang tipe irisan melintang di segmen
bawah uterus sedangkan USS tipe klasik menjadi pilihan yang kedua
6. Operasi dapat bersifat primer, elektif atou darurat
7. Operasi seksio sesarea yang ketiga diusulkan pada pasien untuk
dilakukan sterilisasi/tut7ektomi
Indikasi
1. Plasenta previa totalis
2. CPD, distosia oleh karena bayi dan panggul
3. Kesempitan pinggang
4. Bayi letak lintang
5. Ruptura uteri iminens dan atau gavrat bayi sedangkan persayaratan
lahir pervaginam tidak memungkinkan
6. Distosia servikalis
7. Distosia karena tumor jalan lahir
8. Distosia pada letak sungsang
9. Distosia pada kehamilan pasca OBS
10. Kasus infertilisasi dan atau anak mahal
11. Insufiesiensiutero plasenta dengan skor pelvis yang buruk
12. Dan lain-lain persalinan dengan distasia setelah dilakukan Konsultasi

II. Terapi dan Proseur


A. Persiapan Operasi
1. Pasien dipasang infus larutan RL/RDINaCl 0,9 % dan daerahj
operasi dibersihkaun dengan melakukan pencukuran rambut.
Pemasangan kateter Folley serta kantung penampungan urine
2. Mengambil contoh darah untuk persiapa donor darah
3. Dipastikan lagi KIE, konseling serta permintaan informed consent
pada pasien dan keluarganya
4. Pergantian pakaian operasi untuk pasien
5. Persiapan instrumen : OSS kit yang sudah steril
6. Persiapan operator & asisten : memakai pelindung plastik, masker
dan penutupan kepala serta mencuci tangan dengan hibiscrub dan
selanjutnya memakai jas operasi steril
B. Peralatan Operasi
1. Di ruang operasi IBS dan IRD memang sudah ada pertolongan
gawat/emergency saat operasi berlangsung. Peralatan anestesi,
tabung gas N0O serta Oksigen
2. Alat-alat untuk OSS biasa dilakukan persiapan dan kemungkinan
dilengkapi dengan persiapan bila ada komplikasi operasi
C. Alat-alat yang disiapkan
1. Duk steril, pakaian steril operator, asisten, instrumen dan
penerima bayi
2. Klem untuk duk sebanyak 5 buah
3. Pisau bedah tajam 1 buah
4. Arteri klem 6 buah
5. Hak fascia kecil 1 buah
6. Hak/retraktor abdomen 2 buah
7. Klem Mickulik 4 buah
8. Kasa abdomen dua rol
9. Gunting tajam 2 buah
10. Pemegang jarum 2 buah, panjang dan pendek, serta satu set jarum
tajam dan tumpul dan cat gut bermacam ukuran
11. Alat curet, untuk persediaan
12. Klem Krom 4 buah
13. Klem Kocher 4 buah
14. Alat hisap dan kanulnya
15. Spuit steril serta obat-obatan : methergin, oksitoksin sintetis,
betadine, alkohol, dll
D. Protokol Operasi
1. Protokol umum
a. Jenis anestesi yang dilakukan tergantung pertimbangkan saat
itu dan bisa berupa anestesi umum (general) atau memakai
anestesi blok spinal sesuai dengan keperluannya.
b. Daerah operasi, vulva dan perut bagian bawah rampai daerah
dada pasien dilakukan tindahan asepsis dengan memakai
larutan betadine atau memakai larutan iodium dan alkohal
70%
c. Pasien ditutup dengan kain steril untuk mempersempit
lapangan operasi
d. Uterus pada dinding perut linea mediana membujur (pilihan
pertama) atau memilih cara insisi Pfanroenstiel, sepanjang 0-
12 cm, diperdalam sampai peritonium, sambil merawat
perdarahan yang ada
e. Setelah masuk ruang peritonium dimasukkan kasa steril
dibasahkan dengan larutan garam fisiologis untuk
menyisihkan usus ke arah atas
f. Uterus diidentifikasikan dan dicari segnien bawah uterus
(SBR), pegang plika vesiko uterina dengan pinset, huat lnsisi
dengan gunting ke lateral, vesika urinuria disisihkan ke bawah
secara tumpul. Dilakukan insisi melintang kurang lebih 1
sentimeter dibawah plika vesio uterina dengan pisau tajam dan
diperlebar ke samping dengan gunting dengan perlindungan
tangan yang satunya. Insisi diperdalam sampai tembus dan
kantong ketuban kelihatan
g. Kantong ketuban dipecahkan dan bagian terendah anak diluksir
dan dikeluarkan dibantu dengan tangan asisten mendorong
fundus uteri sampai anak lahir. Tali pusat segera di klem dan
dipisahkan bersamaan dengan membersihkan jalan napas anak
dan segera meyerahkan pada tim neonatus yang sudah siap
menerimanya
h. Plasenta dikeluarkan secara manual dan diyakinan bersih dan
komplit
i. Jahitan dilakukan lapis demi lapis dengan cat gut atau
monocryl dan difakukan retro-peritoniafisasi. Periksa adneksa
kanan dan kiri. Pada kasus yang membutuhkan dapat dilakukan
kontap
j. Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi maka kasa steril
dikeluarkan sambil meraba fundus uteri agar berkontraksi kuat
k. Selanjutnya dinding luka operasi dijalani lapis demi lapis
l. uka operasi ditutup dengan betadine, kasa steril serta plester
secukupnya
m. Operasi selesai, sambil dibersihkan dari darah dan air ketuban,
diperiksa tanda-tanda vital seperti : tensi, nadi, pernapasan serta
perfusi sacral.
2. Protokol Khusus
a. Tindakan yang lain ari prosedur diatas dapat diambil setelah
melakukan jalur konsultasi dengan konsultan diatas
b. Kesulitan dan kedaruratan saat operasi yang perlu diantisipasi
c. Bila waktu melahirkan bayi, robekan meluas ke lateral dan
merobek ar-teri uterina, perdarahan harus segera dikuasai
dengan klem dan jahitan
d. Bila segmen bawah ada perlekatan hebat, varises berat, anak
letak lintang dan SBR yang belum berbentuk dipertimbangkan
OSS korpore
e. Bila kesulitan melahirkan anak pada irisan profunda
dimungkinkan untuk melakukan insisi T terbalik
30. PEN A TA LA KiA N A AN KELA I NA N HI S
(I N ER S IS A U TER I )
Kode ICD : O 62.2

I. Pengertian
Kelainan kontraksi uteruis dalam hal amplitudo, frekwensi, durasi,
konfigurasi dan ritmisitas yang dapat menimbulkan hambatan kemajuan
persalinan, perubahan denyut janturtg janin dan komplikasi lan pada ibu
dan janin.
Penilaian HIS
1. His adekuat : adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan
persalinan
2. Kriteria KTG
 Pada kala I, dalam 10 menit terdapat 3-5 kali kontraksi, lamanya
45-90 detik, dengan amplitudo 50-75 mmHg
 Pada kala II, amplitudo lebih dari 80 mmHg

Konfigurasi "Bell Shape " dengan irama yang ritmis


Komponen dari his adalah : ascending acne dan descending limb(3)
Jenis Kelainan HIS
Kelainan his dihagi 2 yaitu :
1. Inersisa uter hipotonik :
a. penggunaan analgesia
b. pergangan dinding uterus beriebiptan
c. perasaan takut pada ibu
2. Inersia uteri hipertonik :
a. disproporsi kepala-panggul (cephalo pelviv disproportion =
CPD)
b. dosis aksitoksin yang berlebihan

Macam-macam Kelainan HIS menurut rekaman KTC


1. Kontraksi uterus hipotonus adalah amplitoudo kontraksi uterus
kurang dari 45 mmHg pada kala I atau kurang dari 80 mmHg pada
kala II
2. Kontraksi uterus hipertonus :
a. Amplitudo kontrkasi uterus lebiti dari 75 mmHg pada kala I
atau tonus basal lebih dari 20 m m H g . Amplitudo berlebihan
(lebih dari 100 mmHg) yang akan menimbulkan gambaran
Picket Fence pada konfigurasi kontraksi
b. Durasi kontraksi yang lamanya lebih dari 90 detik
3. Takisistof aadalah jumlah kontraksi uterus lebih dari 5 kali / 10
menit
4. Doubling, iripling dart quadripling adalah bila timbul
kontraksi-kontraksi prmatur segera setelah descending limb dari
setiap kontraksi. Bila timbul satu kontraksi prematur disebut
doubling/coupling, dua kontraksi disebut tripling dan tiga
kontraksi disebut quardripling
5. Hiperstimulasi adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
pcrubahan garis dasar denyut jantung janin. Akibat adanya
kontraksi hipertonus
6. Pattern's of of hipertonus adalah suatu gambaran kontraksi
uterus yang terdiri dari kontraksi hipertonus, takisistol coupling
dan peningkatan durasi

II. Komplikasi
Akibat kefainain his terhadap kemajuan persalinan :
Setiap kelainan his dapat mengakibatkan perubahan perjalanan persalinan.
1. Kontraksi hipotonus, dapat menyebabkan inersia uteri primer (bila
terjadi sejak awal persalinan), sedangkan inersia uteri sekundar (bila
terjadi setelah kontraksi yang adekuat). lnersia uteri mengakibatkan
melambatnya persalinan
2. Kontraksi hipertonus, dapat mengakibatkan partus presipitatus bila
sifat kontraksinya Coordinated (Coordinated uterine action),
persalinan tidak maju atau distosia bila sifat kontraksinya
uncoordinated (Uncoordinated uterine action)
Skema Penatalaksanaan Kelainan His

III. Wevvenang
Dokter spesialis Obsgyn, dibantu dokter Umum dan bidan

IV. Unit yang melayani


Obsgyn
V. Unit yang terkait
Sesuai kasus
VI. Daftar Pustaka
31. ADMISSION TEST, TEST TANPA KONTRAKSI (NST), TEST
DENGAN TEKANAN ATAU TEST DENGAN OKSITOSIN DAN
RESUSITASI INTRA UTERiN

I. Pengertian
1. Admission Test
Pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotografi,
yang dipantau secara singkat yaitu 10-30 menit, dibuat segera setelah
pasien masuk rumah sakit. Pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus-
kasus rsiko tinggi dengan dugaan insufisiensi plasenta
Tujuan
Untuk mengetahui kasus-kasus yar,g beresiko pada persalinan yaitu :
a. Post date (umur Kehamilan lebih atau sama dengan 41 minggu )
atau di duga hamil lewat waktu
b. Ketuban pecah dini
c. HIpertensi dalam kehamilan
d. Diabetes Mellitus
e. Pertumbuhan Janin Terhambat/Kecurigaan Pertumbuhtm Janin
Terhambat (PJT)
f. Dugaan gawat janin
g. Penyakit Jantung
h. Asma Bronkhiale (serangan) dan penyakit paru lainnya
i. Riwayat melahirkan dengan KDJR

Prosedur pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 45° miring ke kiri
b. Tekanan darah diukur setiap 10 menit
c. Dipasang kardiotokgrafi
d. Dilakukan pemantauan selama 30 menit
e. Dapat dilakukan kurang dari 30 menit bila terdapat gambaran KTG
yang normal
f. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin
ataupun kontraksi uterus maka pemantauan dilanjutkan dengan
Intermittent monitoring yaitu peinantauan setiap 2 jam selama 30
menit
Kriteria Pembacaan hasil
a. Normal
 Garis dasar denyut jantung janin antara 110-150 kali permenit
 Variabilitas antara 10-25 kali permenit
b. Mencurigakan
 Garis dasar denyut jantung janin lebih dari 150 kali permenit,
kurang dari 170 kali permenit atau antara 100-110 kali
permenit
 Variabilitas antara 5 -10 kali permenit Terdapat deselerasi
variable
c. Patologis :
 Garis dasar denyut jantung janin kurang dari 100 atau lebih dari
170 kali permenit
 Variabilitas kurang dari 5 kali permenit atau lebih dari 25 kali
permenit
 Deselerasi Variable berat, memanjan, dini yang berulang atau
deselerasi lain
 Terdapat pofa sinusoidal

II. Test tanpa Kontraksi


A. Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan
kardiotografi, untuk meliizat hubungan antara perubahan denyut
jantung janin dengan gerakan janin. Pra syarat test ini dikerjakan
pada umur kehamilan > 34 minggu.
B. Indikasi
Dugaan insufisiensi plasenta dan bila akan dilakukan perubahan
penatalaksanaan antenatal.
C. Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan dilakukan sebaiknya pada pagi hai 2 jam setelah
makan dan tidak boleh diberikan sedativa, kecuali dalam keadaan
darurat dengan konsultasi
b. Pasien secara santai dengan posisi tidur terlentang semi Fowler
miring ke kiri 45°
c. Tekanan darah diukur setiap 10 menit
d. Dipasang kardiotokograf
e. Dilakukan pemantauan selama 30 menit
f. Bila hasil rekaman selama 10 menit pertama menunjukkan hal
yang mencurigakan atau patologis, maka perhatikan posisi pasien.
posisi transducer dan goyangkan fundus uteri untuk
menbangunkan bayi
g. Bila hasil rekaman tetap mencurigakan atau patologis maka
pemantauan dihentikan
h. Bila hasil rekaman normal, maka pemantauan diianjutkan selama
30 menit

D. Kriteria Pembacaan Hasil


a. Normal
 Garis dasar denyut jantung janin antara 110-150 kali permenit
 Garis dasar variabilitas antara 10-25 kali permenit.
 Tidak ada deselerasi, kecuali ringan, sangat pendek dan
sporadis
 Terdapat dua atau lebih akselerasi
b. Mencurigakan
Bila terdapat salah satu dari kriteria berikut :
 Garis dasar denyut jantung janirl lebih dari 150 kali permenit
atau 100-110 kali permenit
 Garis dasar variabilitas antara 5-10 kali per menit dalam
waktu lebih dari 40 menit atau meningkat diatas 25 kali
permenit
 Tidak ada akselerasi dalam waktu lebih dari 30 menit
c. Patoloqis :
 Garis dasar denyut jantung janin kurrang dari 100 atau lebih
dari 170 kali permenit
 Garis dasar variabilitas kurang dari 5 kali permenit dalam
waktu lebih dari 40 menit
 erdapat deselerasi berulang dalam berbagai tipe
 Terdapat deselerasi variable berat, memanjang atau deselerasi
lambat
 Pola sinusodial (kuang dari sikluslmenit, amplituda lebih dari
10 kali permenit, lama lebih dari 20 menit)

III. Test dengan tekanan (Stress Test) atau test dengan oksitoksin
(Oxytocin Challenge Test = OCT )
A. Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan
kardictokografi untuk melihat hubungan antara perubahan denyut
jantung janin dengan kontraksi uterus.
B. Indikasi
Ada gambaran NST yang mencurigakan atau patologis
C. Indikasi Kantra
1. Bekas Seksio
2. Kehamilan ganda
3. Disproporsi Kepala Panggul
4. Perdarahan ante partum
5. Inkompetensi Serviks/pasca operasi serviks
D. Komplikasi
Persalinan preterm
E. Prasedur Pelaksanaan
1. Prinsipnya adalah mengusahakan timbulnya kontraksi uterus 3 kali
dalam 10 menit dengan menggurtakan titrasi Oksitoksin sintetik.
 pasien ditidurkan secara santai semi fowler miring ke kiri 45°C
 Tekanan dapat diukur setiap 10 menit
 Dipasang kardiotokografi
 Selama 10 menit pertama supaya uicatat data dasar seperti
frekwensi, akselerasi, variabilitas
 Gerakan janin dan kontraksi uterus yang spontan
 Pemberian titrasi Oksitosin
2. Bila belum da kontraksi uterus, tetapi frekuensinya kurang dari 3-4
kali/10 menit, maka tetesan Oksitoksin dimulai dari 4 tetes dan
dinaikan 4 tetes setiap 1 5 menit sampai didapatkan kontraksi
uterus 3 kali/menit.
3. Bila sudah kontraksi uterus yang diinginkan belum tercapai, maka
tetesan Oksitosin dinaikan sampai maksimal 40 teteslmenit
4. Tetesan Oksitosin dihentikan bila terjadi :
 Tiga kali kontraksi dalam 10 menit lama 60 detik
 Kontraksi uterus hipertonus (tonus basal lebih dari 20 mmHg)
 Deselerasi lambat
 Deselerasi memanjang
 Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspicious)
5. Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan, tidak memuaskan
dan hiperstimulasi maka pasien tetap diawasi selama 2 jam setelah
tetesan Oksitoksin diherttihan.
F. Kriteria Pembacaan Hasil
1. Negatif :
 Tidak terdapat deselerasi lambat
 Garis dasar denyut jantung janin normal
 Garis dasar variabilitas denyut jantung janin normal
 Terjadi akselerasi pada gerakan janin
Bila hasil OCT negatif maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7
hari lagi, selanjutnya dilakukan OCT ulangan.
2. Positif
 Terjadi deselerasi lambat menetap dari sebagian besar
kontraksi uterus (lebih dari 2/3 kontraksi) meskipun variabilitas
normal dan terdapat akselerasi
 OCT positif menartdakan adanya insufisiensi utero placenta
kehamilan harus segera diakhiri
3. Mencurigakan
 Terjadi deselerasi lambat, yang tidak menetap/hanya terjadi
bila ada kontraksi yang hipertonus (basal tone lebih dari 20
mmHg/amplitude !ebih dari 80 mmHg/menit)
 Bila dalam pemantauan 10 menit meragukan kearah positif atau
negative
 Takikardia positif
OCT mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1-
2 hari kemudian.
4. idak Miemuaskan
 Kontraksi Uterus kurang dari 3 X 110 menit
 Pencatatan tidak sempurna, terutama pada akhir kontraksi
uterus
 Pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya
5. Hiperstimulasi
 Terjadi lebih dari 5 kontraksi uterus dalam 10 menit
 Lama kontraksi lebih dari 90 detik
 Tonus basal uterus meningkat lebih dari 20 mmHg
 Tetesan Oksitoksin harus di stop atau dikurangi

IV. Resusitasi Intra Uteri


1. Batasan
Suatu tindakan sementara pada keadaan hipoksia janin akut, sebagai
usaha untuk mengurangi stress yang timbul pada persalinan. Prosedur
ini dilakukan sambil menunggu tindakan yang sesuai.
2. Tata Cara
a. Memperbaiki sirkulasi darah intra uteri
 Posisi ibu : miring ke kiri
 Pemberian cairan : infuse dextrose 5%, RL atau NaCI 0,9% 28
tts/menit
 Relaksasi uterus dengan cara : hentikan Oksitosin, berilah
tokolitik Magnesium Sulfat
 Memperbaiki Oksigenasi janin dengan pemberian Oksigen 5 -
7 liter/ menit
V. Bagan Pemerksaan Kesejahteraan Janin Ante dan Intra Partum
dengan Menggunakan Kardiografi
VI. Biophysical Profile Scoring : technique and Interpretation

Biophysical
Noral (score =2) Abnormal (score = 0)
variabel
At least one episode of FMB of
FBM or no episode of >
FMB least Absent 30 s duration in 30
30s in 30 min
min observation
At least three discrete
bodyllimb movements in 30 Two of fewer episodes
Gross body
mill (episode of active of body / limb
movemern
continous movemenet movements in 30 Min
considered as single movement)
At least one episode of active Either slow exterlsion
extension with retum to flexion with retum to partial
Fetal Tone of fetal limb (s) or trunk. flexion or movement of
Opening and dosing of hand limb in full extension.
considered normal tone Absent fetal Movement
-
Fvt least two episodes of F HR Less than tvvo episodes
accelaration of > 15 beats/min of acceleration of FHR
Reaktif FHR and of at least 15 s duration or acceleration of <
associated with feal movement beats/ in 30
in 30 min Min
At least one pocked of AF that Either no AF pockets or
Qualitative FHR measures at least 2 cm in two pocket < 2 cm in two
movement erpendiculan planes perpendicular planes
FBM : Fetal Breating Movement, FHR : Fetal Heart Rate, AFV : Amniotic
Fluid volume, AF : Amniotic Fluid

VII. Interpretation of Fetal Biophysical Profile Score Results And


Recommendeted Clinical management
32. PARTOGRAF WHO

I. Pengertian
Partograf WHO adalah alat sederhana untuk pemantauan ibu bersalin yang
berisi tentang kemajuan persalinan, kondisi ibu dan anak.
Tujuan :
Mencegah partus lama dan partus kasep dan juya memberi petunjuk kapan
seharusnya melakukan rujukan/konsultasi atau tindakan.
Indikasi Partograf WHO
Partograf WHO dipakai untuk :
1. Kasus Kehamilan resiko rendah
2. Pada kasus KRT yang diduga bisa lahir pervaginam boleh dipantau
dengan partograf WHO dengan persetujuan supervisor
Ketentuan Pemal -iian Partograf WHO
1. Pengisiam kolom-kollom mengenai data tentang ibu dan anak sesuai
dengan cara pengisian partograf WHO
2. tidak membedakan primigravida dan multigravida
3. Kriteria penetapan inpartu bila minimal 2 tanda di bawah ini :
A. Minimal ada his 3 kali dalam 10 menit
B. Ada penipisan serviks serta pembukaan
C. Pembawaan tanda : lendir campur darah (+)
4. Tidak ada penggunaan istilah observasi inpartu. Bila tanda-tanda
inpartu seperti (ad.3) tidak ada, maka pasien dipulangkan dengan
komunikasi informasi edukasi (KIE) kapan seharusnya melakukan
pemeriksaan ulang. Untuk pasien dari luar kota, pasien dipulangkan
atas persetujuan chief
5. Bila grafik/garis pembukaan melewati garis waspada, maka merupakan
kasus patologis dan selanjutnya ditangani oleh peserta ppds 1 tingkat
patol. Dan bila garis pembukaan memotong garis tindakan, maka
peserta ppds 1 tingkat patol menyerahkan penanganan kepada peserta
ppds 1 tingkat chief dan mengambil tindakan /keputusan sesuai dengan
indikasi serta syarat yang ada memperhatikan catatan observasi
sebelumnya
6. Bila terjadi (ad.5), maka penderita harus diobservasi dengan seksama
temperatur dan tanda-tanda vital lainnya sampai tindakan dilakukan
7. Tindakan hanya dilakukan bila grafik memotong garis tindakan Untuk
kasus krt yang ditivakrasi dengan partograf mal;a bila gafik memotong
garis waspada maka harus dipikirkan untuk mengambil tindakan yang
keputusantaya diambil setelah konsultasi dengan supervisor jaga
8. Penderita dengan rujukan, dengan partograf maupun tidak, ditangani
langsung aleh residen tingkat patol. Rujukan dengan partograf yang
diisi dengan benar akan dilanjutkan evaluasinya dengan tetap
mperhitungkan jam pemeriksaan terdahulu
9. Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam sekali, kecuali bila ada
indikasi seperti ketuban pecah, gawat janin, RUI dan ibu ingin
mengejan
10. partograf dipakai hanya untuk menilai partu: kala I dan, bila
pembukuaan lengkap (kala II) maka tindakan selanjutnya berdasarkan
indikasi obstetri biasa (seperti misal terjadinya : kala II lama, gawat
bayi, ruptura uteri iminens (RUI), retensio plasenta, HPP,dll.
11. Pengawasan harus lebih ditingkatkan, segera dilaporkan bila ibu panas,
ketuban hijau/berbau/keruh.

Daftar Pustaka
33. AMENORE
Kode ICD : N 91.2
I. Pengertian
Batasan Amenore Primer :
1. Sampai umur 14 tahun belum mendapat menstruasi disertai belum
berkembangnya tanda seks sekunder.
2. Sampai umur 16 tahun belum mendapat menstruasi, tanda seks
sekunder berkembang normal.
Batasan Amenore Sekunder
Sudah pemah menstruasi, kemudian tidak mendapat menstruasi selama
siklus atau 6 bulan.
Pada amenore Primer perlu diperiksa pertumbuhan payudara, ada
tidaknya uterus dan pada keadaan ada tidaknya uterus diperiksa hormon
FSH dan LH atau testosteron atau kariotyping.

II. Diagnosis
Sama dengan pengertian

III. Diagnosis banding


- Kehamilan
- Menopause

IV. Pemeriksaan Penunjang


Sesuai ondisi kasus (lihat bagan penanganan) Amenore

V. Komplikasi
Tergantung kasus dan penyebabnya

VI. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dokter dan bidan
VII. Unit yang melayani
Obsgyn

VIII. Unit yang terkait


Endokrinologi, Mata, Radiologi

IX. Daftar Pu staka


Endokrin
Skema Penanganan Amenore
Skema Penanganan Amenore Sekunder
34. PERDARAHAN UTERUS DIFUNGSIONAL
Kode ID3 : N 93.8

I. Pengertian
Perdarahan Uterus Disfungsional adalah perdarahan dari uTerus (lamanya,
frekuensi, jumlah) yang terjadi semata-mata hanya karena gangguan
fungsional kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium, bulan
disebabkan oleh kelainan organic alat reproduksi.
Patofisiologi
PUD dapat terjadi pada siklus ovulatorik, anavulotarik maupun pada
keadaan dengan folikel persisten.
1. Pada siklus Ovulatorik
a. Perdarahan pacia pertengahan siklus haid atau bersamaan dengan
haid
b. Kadar estrogen rendah
c. Progesterone terus terbentuk
 Endometrium yang tebal dan rapuh
 Pelepasan endometrium tidak bersamaan Tidak terjadi
kontraksi yang ritmis
 Tidak ada kolaps jaringan
2. Pada folikel persisten
a. Sering pada masa perimenopase
b. Jarang pada masa reproduksi
c. Radar estrogen tinggi
d. Hyperplasia endometrium :
 Jenis simplek
 Jenis kistik
 jenis adenomatus
 jenis atipik
Etiologi
1. Sulit diketahui dengan pasti
2. Sering dijumpai pada
a. Sindroma polikistik ovarii
b. Obesitas
c. Imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya :
pada menarche

II. Diagnosa
Kriteria Diagnosis :
1. Terjadinya perdarahan pervaginam yang tidak normal (lamanya
frekwensi dan jumlah) yang terjadi di salam maupun diluar siklus haid.
2. Tidak ditemukan kelainan organic maupun kelainan hematology
(factor pembekuan)
3. Hanya ditemukan kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofisis-ovarium
dan organ (endometrium).
4. Usia terjadinya :
a. perimenars ( usia 8 -16 tahun )
b. maisa reproduksi ( usia 16 - 35 tahun )
c. perimenopause ( risia 45 - 65 tahun )

III. Diagnosa Banding


1. Kelainan Organik
2. Kelainan Hematologi

IV. Remeriksaan Penunjang


1. Biopsi D/K Ibila tak ada kontra indikasi
2. Pemeriksaan USG
3. Pemeriksaan Hematalogi
4. Pemeriksaan Hormon Reproduksi
FSH, LH, Prolaktin, E2 dan Progesteron, Prostaglandin F2 (bila ada
fasilitas laboratorium)
V. Terapi dan prosedur tindakan medis
1. Dilatasi dan Kuretase
 Sudah menikah
 Life saving untuk belum menikah
2. Pengobatan Hormonal
A. PUD Ovulasi (65% pada usia reproduksi)
 Perdarahan bercak pertengahan siklus 17 estradio! 1 X 2 mg
atau estrogen equin konyugasi
1 X 1,25 mg atau estropipete 1 X1,25 mg dari hari ke 10 -
harike 15 siklus haid
 Perdarahan bercak pra haid :
MPA 1X10 mg atau hidrogssteron 1X10 mg atau naresisteron
asetat 1X5 mg, atau nongesterol asetat 1 X 5 mg dari hari ke 16
- hari ke 25 siklus haid
 Perdarahan pasca haid
17 estradiol 1X2 mg, asam estrogen equin konyugasi 1 X1,25
mg, atau estropipete 1 X1,25 mg dari hari ke2 -hari ke 8 siklus
haid
 Pil kontrasepsi kombinasi, diberikan sepanjang siklus

B. PUD anovulasi :(95% pada usia perimenars dan perimenopause)


 Menghentikan perdarahan segera
1. Kuret Medisinalis
Estrogen selama 20 hari diikuti progesterone 5 hari
2. Pil KB kombinasi
2X1 tablet 2-3 hari diteruskan 1 X1 tablet 21 hari
Progesteron 10 - 20 mg selama 7 - 10 hari
3. Kistner
C. Setelah darah berhenti atur siklus
- Dengan E+P selama 3 siklus
- Pengobatan sesuai kelainan :
o Anovulasi stimulasi klomifen
o Hiperprafaktin – bromakriptin
o Polikistik ovarii-kortikosteroid-dilanjutkan stimulasi
klomifen
D. Perdarahan banyak, anemia / P JD berat ( Hb < 8 )
- estrogen konyugasi 25 mg IV diulang tiap 3-4 jam, 17P
est,radial 2X 2mg atau estrogen equin kanyugasi 2X1,25 mg
atau estropipete 1X1,25 mg, dikombinasi dengan norestisteron
asetat 2 X 5mg, didragesteran 2X 10 mg, atau MPA, pil
kontrasepsi kombinasi seiama 3 hari
- progesterone 100 mg (Etinodiol asetat, DMPA
- transfusi darah
E. Setelah darah stop, atur haid
- dengan kombinasi estrogen 20 hari dan diikuti progesterone
5 hari atau pil KB 3-6 bulan
- progesterone 2X1 tablet selama 10 hari dimulai pada hari ke
16 - 25 haid
- setelah 3 bulan, pengobatan disesuaikan dengan kelainan
hormonal
- histerektomi dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan
atau terdapat keganasan
- Senyawa antiprostaglandin : terutama diberikan pada
penderita dengan kontraindikasi estrogen progestreon
misalnya Kegagalan fungsi hati atau keganasan

VI. Komplikasi
- Perforasi
- Anemia Berat
VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Kebidanan dan Kandungan

IX. Unit yang terkait


Hematologi, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Perdarahan Uterus Disfungsional. Standar Pelayanan Medik
Ubstetri dan Ginekologi bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1991 : 78 - 80.
2. Badzial A. Gangguan Haid. Endokrinologi Ginekologi. Edisi 2,
Cetakan pertama, Jakarta : PEnerbit Media Aesculpius Fakultas
Kedokteran Uniuersitas Indonesia, 2003 : 27 - 31
Skema Penatalaksanaan PUD
35. MENOPOUSE
Kode ICD N 95.1

I. Pengertian
Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi endogen, dipastikan
setelah : amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan ditandai
oleh kadar FSH dal LH yang tinggi serta kadar estrogen dan
progesterbn yang rendah. Menopause iatrogenik adalah pengangkatan
kedua ovarium atau kerusakan ovarium akibat radiasi atau penggunaan
obat sitostatika atau penyebab lainnya.
Gejala :
1. Jangka Pendek
A. Gejolak panas
B. Jantung Berdebar-debar
C. Sakit kepala
D. Keringat banyak malam hari
2. Psikologi
A. Perasaan Takut, gelisah
B. Mudah tersinggung
C. Lekas Marah
D. Tidak Konsentrasi
E. Perubahan Perilaku
F. Depresi
G. Gangguan Libido
3. Urogenitril
A. Nyeri senggama
B. Vagina Kering
C. Keputihan / Infeksi
D. Perdarahan pasca Senggama
E. Infeksi saluran Kemih
F. Gatal pada vagina/vulva
G. Iritasi
H. Profaps Uteri/vagina
I. Nyeri berkemih
J. Inkontinensia Urine
4. Kulit
A. Kering/menipis
B. Gatal-gatal
C. Keriput
D. Kuku rapuh, berwama kuning
5. Tulang
Nyeri tulang/otot
6. Mata
A. Kerato konjungtivitas sicca
B. Kesulitan menggunakan kontak lensa
7. Rambut
A. Menipis
B. Tumbuh rambut disekitar bibir, hidung dan telinga
8. Metabolisme
A. Kolesterol tinggi
B. HDL turun, LDL naik
9. Jangka Panjang
A. Osteoporosis
B. penyakit Jantung Koroner
C. Aterosklerosis,
D. Stroke
E. demensia tipe Alzheimer (UAT)
F. Kanker Usus Besar
II. Diagnosis
1. Usia 40 - 65 tahun
2. Keluhan sesuai gejala klinis
3. Amenore lebih dari 6 bulan
4. Hasil Lab :FSH dari 20 IU / m1
5. E2 kurang dari 50 pg/ml

III. Diagnosis Banding


Ketharrilan

IV. Pemeriksaan Renunjang


Sesuai Kasus

V. Terapi dan prosedur Tindakan Medis


1. Tanpa Uterus
Estrogen kontinyu 1 X 0,625 mg ( 25 hari )
2. Menopouse Alamiah
A. Sekuensial :
Estrogen Konjugasi 1 X 0,625 mg (25 hari) ditambah 101 hari
terakhir MPA 1 X 10 mg
B. Kontinyu
Estrogen konjugasi 1 X0.625 mg dan Progesteron 1X10 mg Cosis
dapat diturunkan sampai mendapat reaksi yang paling efektif.

VI. Komplikasi
Klimakterium Sindrom

VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dibantu oleh dokter umum dan bidan
VIII. Unit yang melayani
Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Psikologi, Urogenital, Kulit, Penyakit Dalam, Kardiologi, Mata

X. Daftar Rustaka
Skema Penatalaksanaan Menopouse
36. PENANGANAN lNFERTILITAS
Kode ICD :

Bagan Alir Penanganan Pasutri dengan InfertilKas

Catatan :
PCT : Post Coital "test
EE : Etinyl Estradiol
IUI : Intra Uterine Insemination
IVF : In Vitro Fertilization
Uji Mukus Serviks dan Uji PRisca Senggama (PCT):
1. Tujuannya adalah mengevaluasi factor serviks pada pasangan infertile dengan
haid spontan, tanpa galaktore
2. Prosedur :
a. Pasangan diminta tidak bersenggama 3 hari sebelum pemeriksaan
b. Senggama pada hari pemenksaan dilakukan pada dinihari/pagi-pagi dan
pemeriksaan dti4aku4can 2-8 yang setelah bersenggama pada hari
mentruasi
c. Isteri dibaringkan pada meja ginekologi
d. Mulut ranim ditampakan dengan menggunakan speculum yang kering
e. Dengan spuit tuberculin+abocath sediaan diambil dari formiks posterior
dan ditaruh digelas objek, ditutup dengan gelas penutup (sediaan l)PS).
f. Mulut rahim dibersihkan dengan kapas kering
g. Dengan spuit tuberculin lain lender serfiks diambil dari kedalaman 1 2,5
cm dilihat jumlah lender (ml), dan ditaruh digelas objek kemudian
ditutup dengan gelas penutup.
h. Gelas penutup diangkat untuk menilai pembenangan (sentimeter).
i. Selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 400X
j. Setelah pemeriksaan UPS selesai dilanjutkan dengan melihat apakah
terdapat sel-sel radang kuman atau parasit.
k. Selanjutnya gielas objek dikeringkan perlahan-lahan pada nyala api
akohol dan periksa sekali lagi dibawah mikroskop untuk menilai daya
mendaun pakis.
3. Penilaian :
a. Uji mukus serviks
SKOR
0 1 2 3
Jumlah (ml) 0 0.1 0.2 >3.0
Spinbarkelt Tidak ada Bentuk tidak Ada cabang ada cabang
(cm) jelas pertama dan ketiga dan
kedua keempat
Viskositas Sangat kental Kental Kental ringan Encer
sedanag
Jumlah sel > 20 11-20 1-10 0
radang

Interpretasi :
Skor 15 : optimal
Skor 10-14 : baik
Skor < 10 : jelek
b. Uji pasca senggama (UPS/PCT)

Jumlah Mortalits (%)


Sediaan Kualitas
sperma Kuantitas
0 1 2 3
Forniks
Endoserviks

Kualitas :
0 : tidak bergerak
1 : Bergerak ditempat
2 : Bergerak lambat lurus dan tidak lurus
3 : Bergerak maju dan cepat
Kuantitas : 1 +2+3
memuaskan : 20 sperma dengan skor 3
Jelek : <10 sperma
Daftar Puustaka
37. lNSEMINASI INTRA UTERI
(lntra Uterine Insemination / IUI)
Kode ICD :

I. Pengertian
Inseminasi intra uterin adalah salah satu teknik inseminasi semen yang
difakukan intra uterin, sebagai bagian dari ruang lingkup) inseminasi
artifisiaf yang dapat juga dilakukan intra vaginal, intra servikal dan intra
peritoneal. IUI di Rumah sakit sanglah hanya dilakukan dengan semen
suami (tidak boleh donor).
Seleksi Penderita
Insemiriasi termasuk pada tindakan "pengobatan" sehingga sebelumnya
harus didahului dengan pemeriksaan infertilisasi dasar meliputi faktor
suami (AS) faktor serviks (UPS), faktor terus, tuba dan peritoneum
(HSG/hitereskapi dan atau Laparoskopi) serta faktor ovulasi.
Kontra Indikasi
1. Patologi Tuba
2. Infeksi Traktus Genitalia
3. Abnormalitas semen yang berat
4. Abnomalitas genetik suami
5. Perdarahan-perdarahan yang tidak diketahui penyebabnya
6. Massa pelvis
7. Wanita tua
8. Infertilisasi dengan penyebab multiple
9. Pelvik surgery
10. Keadaan dimana Kehamilan merupakan kontra iridikasi
11. Penyakit berat pada pasangan I keduanya
12. mendapat kemoterapi / Radioterapi
13. Kegagalan IUI yang berulang (lebih dari 6 siklus )
Indikasi :
1. Faktor Serviks
2. gangguan Ovulasi
3. Endomietriosis ringan
4. Faktor Imunologi
5. Faktor suami
6. Unexplained Infertility

Tabel Waktu Program ini


38. TRANSLOKASI AKDR
Kode ICD : Z 30.5

I. Pengertian
Translokasi AKDR, adalah suatu keadaan di mana AKDR berada di luar
kavum uterus pada akseptor AKDR.

II. Diagnosis
Kriteria diagnosis :
- Tidak dijumpainya filament pada pemeriksaan vaginal touchre dan
speculo
- Tidak terabanya AKDR pada pemeriksaan sonde kavum uteri

III. Diagnosis Banding


IUD intra uterin

IV. Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan Histeroskopi (bila sarana tersedia)
- Pemeriksaan Radiologik / USG

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


Dilakukan laparotomi untuk pengangkatan AKDR/laparoskopi

VI. Komplikasi
- Obstruksi atau perforasi usus
- Perlekatan

VII. Wewenang
Spesialis obsgyn dibantu dokter umum dan bidan
VIII. Unit yang melayani
Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Radiologi, anasthesi, dll sesuai kasus

X. Daftar pustaka
1. Pengurus besar perkumpulan obstetri dan ginekologi Indonesia.
Translokasi AKR. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1991:68-69.
39. PENYAKIT RADANG PANGGUL
Kode

I. Pengertian
Yang termasuk penyakit Radang Panggul, adalah : keadaan terjadinya
infeksi pada genitalia interna yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme yang dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium,
maupun daerah parametrium, peritoneum panggul baik secara
perkontinuitatum dari organ sekitarnya, atau secara hematogen, ataupun
sebagai akibat penularan secara hubungan seksual.
Klasifikasi :
1. Penyakit radang Panggul (Acut dan Kronik atau recurrent)
2. Infeksi yang berhubungan dengan Abortus
3. Infeksi pada masa nifas
4. Infeksi pasca operasi
5. Sekunder dari organ lain

Patofisiologi
1. Gangguan barier fisiologis
Secara fisiologis kuman mengalami hambatan mekanik, biokemik, dan
imunologik pada :
1. Vagina
2. Ostium uteri externum
3. Kavum uterus (deskuamasi endometrium) dan
4. Lumen tuba uterus Falopii
Barier fisiologis terganggu pada keadaan-keadaan perdarahan, abortus,
instrumentasi kanalis servikalis dan abortus

2. Vektor
a. T. Vaginalis dapat menembus barier fidiologis bergerak sampai tuba
falopii dimana E. Coli dapat melekat pada T. Vaginalis
b. Spermatozoa dapat sebagai vector kuman N. Gonorea, U. Urealitika
dan C. Trachomatis

3. Faktor Resiko
a. Aktivitas Seksual
Pada saat orgasme terjadi kontraksi uterus yang dapat menarik sperma
dan kuman-kuman yang lain kedalam kavum uterus melalui kartalis
servikalis
b. Haid
Periode paling rawan untuk radang panggul adalah minggu pertama
haid. Jaringan nekrotik merupakan media yang paling baik untuk
pertumbuhan N. Gonorea.

II. Diagnosis
Gejala Klinik
1. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu meningkat disertai Takikardia
b. Nyeri suprasimfiser biasanya bilateral
c. Rebound tenderness, dan
d. Dapat disertai menoragia, metroragia dan ilius paralitik

2. Pemeriksaan Ginekologik
a. Nyeri dan pembengkakan labia sekitar kelenjar Bartholini
b. Lokore
c. Perdarahan oleh karena endometritis
d. Nyeri didaerah para rectum
e. Didaerah adnexa teraba massa bila terbentuk abses, dan
f. Peradangan akut serviks
g. Abses pecah memberikan gambaran khas yaitu nyeri mendadak
pada perut bagian bawah, mulai daerah sekitar abses pecah
rnenjalar keseluruh dinding perut yang mengakibatkan
peritonitis generalisata, dan
h. Anemia dapat dijumpai oada abses pelvic yang telah
berlangsung beberapa minggu

Berdasarkan kriteria Infection Desease Society for Obstetric &


Gynaecology ( USA 1983 ) :
1. Kriteria Mayor:
a. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa rebound
b. Nyeri bila serviks uterus digerakan, dan
c. Nyeri pada adnexa

2. Disertai oleh salah satu atau lebih hal dibawah ini :


a. Mikroorganisme patologi pada secret endoserviks
b. Suhu rectal diatas 38°C
c. Leukosit lebih dari 10.000/mm 3
d. Pus dalam kavum peritoneum (dengan kuldosintesis atau
Iaparaskopi)
e. Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG

Klasifikasi
Derajat Deskripsi
Derajat I Radang panggul tanpa penyulit terbatas pada tuba
dan ovarium, dengan atau tanpa pelvioperitonitis
Dejarat II Radang panggul dengan penyulit didapatkan massa
radang atau abses pada kedua tuba atau ovarium
Derajat III Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-
organ pelvik

III. Diagnosa Banding


1. Appendisitis Akut
2. Abortus Septik
3. Tumor Ovarium terinfeksi
4. Kehamilan Ektopik terganggu
5. Endometriosis
6. Mioma uteri
7. Perlekatan Genetalia Intema
8. Gangguan Gastrointestinal
9. Infeksi atau Kalkulus pada traktus Urinarius
10. Ruptur Kista

IV. Pemeriksaan Penunjang


USG, Darah lengkap, Urine lengkap

V. Terapi / Prosedur Tindakan Medis


Rawat jalan bila :
1. Keadaan Umum baik
2. Suhu kurang atau sama dengan 39°C, nyeri abdominal minimal
3. Penyakit Radang panggul derajat I

Penatalaksaan :
1. Pendekatan Psikososial
2. Antibiotik berspektrum luas (kombinasi), Angkat IUD (bila
Akseptor KB IUD), Analgetik
3. Tirah baring
4. Fisioterapi
5. Rawat Jalan untuk penyakit radang Panggul derajat I
A. Antibiotika :
1. Amoksilin 3gr X/hari selama 1 hari
2. Thiamfonikol : 3,5 gr peroral pada hari pertama
3. Dilanjutkan dengan 4X500mg/hari/peroral selama 7-10 hari
4. Eritromisin : 4X500 mgl/perhari/peroral selama 7 - 10 hari
B. Analgetik
Rawat Inap untuk penyakit Radang Panggul derajat II dan III
A. Antibiotika
1. Kombinasi 1 :
a. Ampisilin 4X1-2gr/hari IV selama 5-7 hari
b. Gentamisin 5mg/Kg BB/hari IM/IV 2X/hari selama 5-7 hari
c. Metronidazole 1 gr rectal supp 2X/hari selama 5-7 hari
2. Kombinasi II :
a. Sefalosporin generasi III, 2-3 X 1gr/hari selama 7 hari
b. Metronidazole 1 gr rectal supp, 2 X/hari selama 5-7 hari
B. Analgetik

VI. Komplikasi
9. Jangka pendek / segera : pembentukan abses, peritonitis, peri-
hepatitis dan selulitis
10. Jangka panjang : infeksi berulang, infertilitas, hamil ektopik, dan
nyeri kronik

VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn, dibantu dokter Umum dan Bidan

VIII. Unit yang melayani


Kebidanan dan Kandungan

IX. Unit yang terkait


Bedah, Radiology dll sesuai kondisi kasus

X. Daftar Pustaka
1. Standar Pelayanan Medis RS Pertamina Balikpapan
2. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Penyakit Radang Panggul. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi bagian 1. Jakarta: balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991 : 53 -56.
3. Magowan B. Acute and Chronic Pelvic Pain Obstetrics and
Ginecology. 3rd ed, Edinburgh-London-Newyork-Oxford-Philadelpia-St
Louis-Sydney-Toronto : Elsevier Churchill Livingstone, 2005: 212-213
40. ABSES TUBA OVARIAL
Kade ICD X : N 76.9

I. Pengertian
Abses Tubo Ovarial (ATO) adalah radang bernanah yang terjadi pada
ovarium dan atau tuba fallopii unilateral/bilateral.
Patofisiologi
Bakteri menyebar dari vagina ke uterus, tuba fallopii (salpingitis),
ovarium (oovoritis) secara tersendiri atau bersama-sama: Mekanisme
pembentukan ATO belum jelas, pada permulaan proses lumen tuba
masih terbuka, eksudat menyebar dari fimbria dan menyebabkan
peritonitis; ovarium terkena dan mengalami peradangan di daerah
tempat ovulasi. Proses ini dapat hanya mengenai tuba dan ovarium;
dapat pula mengenai organ-organ yang lain misalnya kandung kemih.

Gejala Klinik
Gejala Klinis bervariasi :
1. Ringan tanpa keluhan
2. Serat dengan keluhan
a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septic
b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah
c. Febris pada 60-80% kasus
d. Takikardia
e. Ileus dan
f. Pembentukan massa

II. Diagnosis
1. Gejala klinis seperti diatas
2. Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED
3. Tanda-tanda ileus (roentgen BOF)
4. Massa di adnexa (USG) dan
5. Pus positif pada punksi kavum Douglasi

III. Diagnosis Banding


1. ATO utuh tanpa kelukan
a. Tumor Ovarium
b. Kehamilan Ektopik
c. Abses Periapendiks
d. Hidrosalping
e. Miama Uteri
2. ATO dengan keluhan
a. Perforasi appendicitis
b. Perforasi divertikel
c. Perforasi Ulkus Pepticum
d. Kista Ovarium terinfeksi / terpeluntir

IV. Pemeriksaan Renunjang


1. Lab Lengkap, Kultur Sekret/pus/darah/Urine (kalau perlu)
2. USG

V. Terapi dan Prosedur Tindakam Medis


1. ATO utuh
a. Konservatif
b. MRS kalau perlu IVFD
c. Tirah baring semi fowler
d. Observasi tanda vital dan produksi urine
e. Antibiotika
 Kombinasi I :
1. Ampisifin 4X1-2gr/hari IV selama 5-7 hari
2. Gentamisin 5 mgh/kg BB IM/IV 2X/hari selama 5-7
hari
3. Metronidazole 1 gr rectal supp 2X/hari selama 5-7
hari
f. Operatif laparotomi
2. ATO pecah
a. Lapai otomi (Salpingaooforektorni), kultur pus, dan pasang
drainage
b. Antibiotika :
 Sefalosporin generasi III, 2-3X1 gr/hari selama 5 - 7 hari
 Metronidazole 1 gr rectal supp 2 X/hari selama 5 - 7 hari

VI. Komplikasi
1. ATO utuh
a. Pecah sampai sepsis (jangka pendek)
b. Ileus, Infertile, Kehamilan Ektopik dan Nyeri (jangka panjang)
2. ATO Pecah
a. Syok septic
b. Abs es (Intra Abdominal, subrenikus paru dan otak)

VII. Wewenang
Dokter Kebidanan dibantu dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Kebidanan dan Kandungan

IX. Unit yang terkait


Anastesi, bedah (kalau perlu) Penyakit Dalam, Kardiologi

X. Daftar Pustaka
41. LEKORE
Kode ICD X : N 89.8
I. Pengertian
Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan
bukan darah. Lekore bukanlah penyakit tersendiri tetapi merupakan
gejala yang menunjukkan keadaan fisiologis dan patologis.

II. Diagnosis Jenis Lekore


1. Lekor-e Fisiologis
A. Bayi baru lahir
B. Sekitar Menarche
C. Keinginan sex meningkat
D. Sekitar Ovulasi
E. Kehamilan
2. Lekore Fatologis
A. Pada Infeksi Genitalia
1. Tricomonas Vaginalis
a. Gejala Klinis berupa flour encer sampai kental, warna
kekuningan, berbau, rasa gatal sampai membakar dan
disuria
b. Diagnosis
 Gejala klinis seperti diatas
 lnspekulo lekore seperti diatas, tanda peradangan dan
bintik-bintik merah pada vagina (fly bitten)
 Preparat basah (PZ) : parasit lonjong berflagella
dengan gerakan lincah
c. Terapi
Ditujukan pada penderita dan pasangan seksualnya
 Perempuan (penderita)
- Metronidazofe 2 kali 500 mg per oral selama 5 hari
- Metronidazole supp pervaginam
- Canesten SD 1 kali
 Laki-laki pasangan seksual :
- Metronidazole 2 kali 500 mg selama 5 hari per oral
2. Vaginosis bacterial oleh gerdenella Vaginalis
a. Gejala klinis lekore agar lengket dan terasa gatal, berbau
amis seperti bau ikan tuna
b. Kriteria diagnosis :
 Secret vagina putih homogen dan lengket
 Tes amin positif
 Clue cell positip, dan
 PH cairan vagina lebih dari 4,5
c. Terapi
Terapi ditujukan kepada penderita dan pasangannya
 Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per oral
 Klindamicin 2 kali 300 mg salama 7 hari per oral
3. Candida Albicans
a. Gejala : lekore seperti susu basi, warna kehijauan, berbau
dan gatal dan terasa panas dan nyeri
b. Diagnosis
 Gejala klinis
 Secret vagina seperti susu basi, tanda radang, bitten
apparence, dan
 Mudah berdarah
 Preparat gram tampak hifa jamur positif
c. Terapi
 Ketokonazole 150 mg, 1 kali dosis tunggal per oral
 Trikonazole 2 kali 500 mg selama 5 hari per oral
4. Nesseria Gonore
a. Kriteria Diagnosis
1. Sekret Vagina kuning, nyeri dan panas, disuria
kadangkala disertai
2. Bartholinitis, Servistis Akut
3. Preparat gram Diplokokus berpasangan ekstra seluler
b. Terapi
1. Ampisilin 1000 mg dosis tunggal atau
2. Thiamfenikoi 1000 mg dosis tunggal
5. C. Trikhomonas
A. Kriteria Diagnosis
a. Sekret vagina tidak khas, disuria, Lekore dan Ektopi
Hiperkeratik pada Portio
b. Preparat Kultur pengecatan gram dan Polymerase Chain
Reaction (PCR)
B. Benda asing pada anak-anak
C. Pemakai Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
D. Degenarasi Jinak
E. Degenarasi Ganas

III. Diagnosis Banding


1. Trikhomonas Vaginalis
2. vaginosis Bakterial
3. Candida Albicans
4. Neosar Gonore

IV. Pemeriksaan Penunjang


Kultur Sekret Vagina

V. Terapi/Prosedur Tindakan Medis


Sesuai dengan yang telah dijelaskan pada diagnosis
VI. Komplikasi
Sesuai Penyebab

VII. Wewenang
Dokter Spesialis Obsgyn

VIII. Unit yang Melayani


Kebidanan dan Kandungan

IX. Unit yang Terkait


Sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
42. ASORTUS
Kode ICD X : O 05

I. Pengertian
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500 mg.

Klasifikasi
A. Menurut mekanisme terjadinya :
1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya,
tanpa provokasi dan intervensi
2. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena
diprovokasi yang dibedakan atas :
a. Abortus provokatus terapeutikus : yaitu abortus provokatus
yang dilakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa
kehamilan membahayakan ibu dan atau janin
b. Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus provokatus yang
dilakukan tanpa indikasi medis
B. Menurut Klinis
1. Abortus Iminens
2. Abortus Insipiens
3. Abortus Inkomplit
4. Abortus Komplit
5. Abortus Habitualis
6. Abortus Infeksiosus
7. Missed Abortion

Etiolagi
A. Kelainan hasil konsepsi oleh karena kelainan ovum atau
spermatozoa:
1. Blighted ovum
2. Kelainan kormosam trisomi atau
monosomi
B. Kelainan Bentuk Uterus :
1. Mioma Uterus
2. Inkompleten Serviks
C. Penyakit-penyakit ibu :
1. Nipertensi
2. Diabetes Melitus
3. Infeksi seperti toxoplasma dan sifilis
4. Kelainan imunologis inkompatibilitas
rhesus dan ABO
5. Trauma
6. Malnutrisi

Patofisiologi
Proses terjadinya adalah berawat dari perdarahan pada desidua basalis
yang menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian
atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi
yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan
dikeluarkan langsung atau tertahan untuk beberapa waktu.

II. Diagnosis
Sesuai dengan pengertian

III. Diagnosis Banding


A. Abortus Komplit
B. Abostus Inkomplit
C. Abortus Insipient
D. Missed Abortion
E. Kehamilan Ektopik terganggu
IV. Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan pada Abortus lminent, Abortus Habitualis, dan Missed
Abortion :
1. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup, menentukan prognosis
2. Pemeriksaan dan kadar fibrinogen pada missed abortion
3. Test Kehamilan (PPT)

Patologi Anatomi:
Jaringan konsepsi dikirim ke Laboratorium PA, bila fasifitas
memungkinkan

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


1. Penanganan Abortus Iminent
a. Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsure penting dalam
pengobatan karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran
darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanis.
b. Medikamentosa (kalau perlu)
 Penenang : Luminal, Diazepam
Diazepam 3X2 mg/oral selama 5 hari atau Luminal 3X30 mg
 Tokolitik : Papaverin, Isoksuprine
Isoksuprine 3 X 10mg/oral selama 5 hari
 Plesentotrofik : Allylesterenol 10 mg, 3X1 tablet
(Dydrogesteron )
c. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebab
d. Pada kasus tertentu seperti abortus Habitualis dan riwayat
infertilitas dilakukan rawat inap
2. Penanganan Abortus insipient
Dengan kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
dengan perdarahan, penanganan terdiri atas pengosongan uterus
dengan segera. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan
kuret vakum atau dengan cunam abortus, disusul dengan kerokan.
a. Perbaikan keadaan umum
b. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretasi, lebih dari
12 minggu dilakukan oksitosin titrasi dan kuretase
c. Medikamentosa :
- Metil ergometrin 3 X 5 mg/oral selama 5 hari
- Amoksislin 3 X 500 mg/oral selama 5 hari
3. Penanganan Abortus Inkompletus yang disevtai syok karena
perdarahan, segera harus diberikan infus intravena cairan NaCI
fisiologis atau cairan Ringer segera disusul dengan darah. Setelah
syok diatasi. Dilakukan kerokan. Pasca tindakan ergometrin
intramuskuler atau Oksitosin infus (drip) untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus.
a. Perbaikan keadaan umum
b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre kuretase
c. Medikamentosa :
- Metilergometrin 3 X 5 mg/oral selama 5 hari
- Amoksisilin 3 X 500 mg/oral selama 5 hari
4. Penderita denoan Abortus Komplefus tidak memerlukan
pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu
diberikan Sulfas Ferrosus dan dianjurkan supaya makanannya
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
5. Pada Missed Abortion bila kadar fibrinogen normal, jaringan
konsepsi dapat segera dikeluarkan. Sebaliknya bila kadar
fibrinogen rendah, perbaiki dulu dengan cara memberikan
fibrinogen kering atau darah segar. Setelah ada perbaikan lakukan
kuretase. Tindakan kuretase pada Missed Abortion tidak jarang
menghadapi kesulitan karena plasenta melekat erat dengan dinding
uterus.

Persiapan evakuasi poliklinis dan periksa faal hemostatis


 Evakuasi tergantung umur kehamilan
Umur kehamilan <12 minggu dilakukan kuretase langsung
Umur kehamilan >12 minggu diberikan :
- Estradiol benzoas 2X20-40 mg/IM selama 5 hari
- Rawat inap : dipasang stiff laminaria 12-24 jam
- Titrasi oksitosin atau prostaglandin seperti misoprostol
Paska kerokan/kuretase dapat diberikan antibiotika golongan
penicillin atau golonan lain.
6. Penanganan Abortus Infeksiosus
a. Perbaikan keadaan umum
b. Antipiretik injeksi 2 cc/1M
c. Sulbenisilin 3 X 1 gr, Gentamisin 2 X 80 gr, Metrinidazol supp
3 X 1 gr (atau Antibiotika lain sesuai sensitivity test)
d. Kuretase dilakukan dalam tempo 6 jam bebas panas atau dalam
waktu 12 - 24 jam apabila panas tidak turun.

VI. Komplikasi
1. Anemia
Biasanya anemia post-hemorragis. Pengobatan adalah pemberian
darah atau komponen darah
2. Infeksi
Kasus Abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus mendapat
payung antibiotic dulu, sebelum dilakukan evakuasi
3. Perforasi
Merupakan komplikasi tindakan kuretase untuk mencegah perforasi:
- pemberian uterotonik
- sondage lebih dulu untuk menentukan besar dan arah letak uterus
- kuretase secara sistimatis dan legal artis

VII. Wewenang
Dokter Spesialis dibantu dokter umum/bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anastesi, Penyakit Dalam, Laboratorium, PA, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Abortus. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi bagian I.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1991 : 14 -17
2. Saifuddin AB, Wiknyosastro GH, Affandi B, Waspodo D, Perdarahan
Pada Kehamilan Muda. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Cetakan 7, Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991 : M 9 - M14
3. Magewan B. Spontaneous Miscarriage. Obstetrics and Gynaecologis 3rd
ed . Edinburgh - London - New york Oxford - Philadelphia - St Louis -
Sydney - Toronto - Elsevier Churchil Livingstone, 2005: 269 – 274
43. ASPIRASI VACUM MANUAL (AVM) P A D A A B O R T U S
INKOMPLET
Kode ICD X : O 81.4

I. Pengertian
Aspirasi Vakum Manual (AVM) adalah merupakan salah satu cara
efektif untuk tindakan penanganan terhadap abortus inmomplit.
Dilakukan dengan cara menghisap sisa hasil konsepsi dari kavum uteri
dengan tekanan negatif (vakum).
Prinsip - prinsip dalam Teknik melakukan AVM
a. Hanya dilakukan pada abortus inkomplit hingga usia kehamilan 12-
14 minggu (trimester pertama), serta dapat dilakukan tanpa anestasi
umum. Dari hasil beberapa penelitian dikatakan bahwa AVM
memberikan resiko yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
kuretase tajam
b. Evaluasi sisa hasil konsepsi abortus inkomplit pada usia kehamilan
diatas 14 minggu (trimester kedua) dapat dilakukan dengan Dilatasi
dan Evakuasi (D & E). resiko komplikasi yang dihadapi diantaranya
perdarahan yang hebat dan perforasi. Oleh karena itu tindakan ini
harus dilakukan dengan perlindungan oksitosin drip (200 unit
oksitosin dalam 500 m1 cairan infus, dengan kecepatan 30 - 40 tetes
permenit) serta persiapan transfusi. Tindakan evakuasi
menggunakan kanula dan tabung AVM, sebaiknya dikombinasi
dengan penggundan klem ovum (klem Fenster/Foerster) sebagai
upaya pembersihan pendahuluan.
c. Dilatasi serviks jika diperlukan untuk mendapatkan ukuran yang
sesuai dengan diameter kanula yang hendak dimasukkan ke dalam
kavum uteri.
d. Mula-mula dimasukkan kanula (yang sesuai dengan bukaan serviks)
ke dalam kavum uteri.
e. Setelah dihubungkan kanula dengan tabung penghisap (yang telah
disiapkan tekanan negatifnya) melalui adaptor.
f. Buka katup pengatur d i bagian depan tabung sehingga tekanan
negatif (sekitar satu atmosfir atau 26 inchi/660 mmHg) mulai
menghisap masa sisa hasil konsepsi di dalam kavum uteri.
g. Kanula digerakkan maju-mundur sambil dirotasikan ke kanan dan
ke kiri sehingga meliputi semua permukaan dalam dinding uterus.
h. Tekanan negatif atau vakum tersebut akan menarik massa
kehamilan melalui kanula ke dalam tabung penghisap.
i. Setelah dipastikan kavum uteri bersih dari hasil konsepsi, tindakan
selesai.
44. NEOPLASMA OVAR1UM JINAK
Kode ICD X : D 27

I. Pengertian
Benjolan tidak normal diperut yang timbul sejak lama

Dibagi atas :
a. Kistik
1. Kistoma Ovarii Simpleks
2. Kistadenoma Ovarii Scrosum
3. Kistadenoma Ovarii Musinosum
4. Kista Endometrioid
5. Kista Dermoid
b. Solid
1. Pibroma, leiomioma, Fibroadenoma, Papiloma, Angioma
limfangioma
2. Tumor Brener
3. Tumor sisa Adrenal (Maskulinovo-biastoma)

II. Diagnosis
Anamnesis :
Timbul benjolan diperut dalam waktu yang relative lama. Kadang-
kadang disertai gangguan haid, gangguan bak / bab Nyeri perut bila
terinfeksi, terpuntir, pecah

Pemeriksaan fisik :
Ditemukan tumor dirongga perut bagian bawah dengan ukuran > 5 cm.
Pada periksa dalam letak tumor di parametrium kiri/kanan atau mengisi
kavum douglasi. Konsistensi kistik, mobil, permukaan tumor umumnya
rata.
III. Diagnosa Banding
1. Tumor akibat radang
2. Kista Endometriosis
3. Tumor uterus
4. Kehamilan

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Leukosit dan CED
2. Test Kehamilan
3. USG
4. Laparaskopi
5. Patologi Anatomi: seluruh jaringan hasil pembedahan dikirim
6. Autopsi : Perlu dilakukan bila terjadi kematian

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


Pembedahan
1. Kistektomi bila masih ada jaringan ovarium yang sehat
2. Ooforektomi atau Salpingoooforektomi uni lateral bila tak ada
jaringan ovarium sehat
3. Salpingoooforektomi bilateral bila ditemukan tumor pada kedua
ovarium, pada usia muda uterus dapat ditinggalkan dengan rencana
substitusi hormonal

VI. Komplikasi
1. Akibat penyakit: Kista pecah, kista terpuntir, terinfeksi.
2. Akibat tindakan selama/setelah pembedahan: perdarahan, cedera
usus, vesica, komplikasi cedera ureter bila tumor intraligamenter,
atau dengan perlekatan
VII. Wewenang
Spesialis Obsgyn, dibantu oleh bokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anasthesi, Penyakit dalam, Kardiologi, Bedah sesuai kebutuhan kasus

X. Daftar Pustaka
Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Neoplasma Ovarium Jinak. Standar Pelayanan Medik dan Ginekologi
bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1991 : 23 – 24
45. MIOMA UTERI
Kode ICD X : D 25.9

I. Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi
padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa
soliter atau multiple.

Lokasi Tumor
1. Submukus
2. Intramural
3. Subserous
4. Intraligamenter
5. Pedunculated (bertangkai)
6. Wondering (bebas migrasi sehingga : sebut mioma parasitic)

Patofisiologi
Berasal dari sel totipotensial primitif atau immature Muscle Cell Nest,
dalam miometrium yang berproliferasi akibat rangsangan terus menerus
oleh hormon estrogen. Tumor terdiri atas jaringan otot, jaringan ikat
fibrous, dan banyak pembuluh darah. Mioma uteri sering ditemukan pada
masa reproduksi, jarang ditemukan sebelum menarche dan setelah
menopause. Tumor membesar oleh karena pengaruh estrogen

Gejala Klinik
1. Tanpa Gejala
2. Dengan gejala
 Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba
benjolan padat kenyal
 Gangguan haid, menoragia, metroragia dan dismenorea
 Akibat penekanan : disuria, polakisuria, retensi urine,
konstipasi, edema tungkai, varises., nyeri dan rasa kemeng di
daerah pelvis
 Infertilitas dan kehamilan ektopik
 Tanda abdomen akut

II. Diagnosis
1. Anamnesis
2. Palpasi abdomen terdapat masa padat, batas jelas, dan tanpa nyeri
3. Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus
4. USG didapatkan gambaran khusus
5. Dilatasi dan kuretasi dengan pemeriksaan PA pada gangguan
perdarahan
6. PA pasca operatif

III. Diagnosis Banding


1. Kehamilan
2. Neoplasma Ovarium (Tumor Solid Ovarium)
3. Adenomiosis
4. Kanker Uterus (Miosarkoma)
5. Kelainan Bentuk Uterus
6. Tumor Solid Non Ginekologi
7. Kehamilan

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Tes Kehamilan
2. D/K bertingkat pada penderita yang disertai dengan perdarahan
untuk menyingkirkan patolagi lain pada endometrium (Hiperplasia
Endometrium atau Adenokarsinoma Endometrium)
3. USG
V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis
Berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur dan
paritas penderita.

Catatan :
1. Keluhan adalah gangguan haid dan atau keluhan pendesakan
2. Operatif pada :
 Umur lebih dari 50 tahun dilakukan TAH-BS0
 Menginginkan anak : miomektomi atau hanya enukleasi mioma.
3. Pada kasus dengan gangguan menstruasi; apabila umur lebih dari 40
tahun dilakukan D & c + PA untuk melihat kemungkinan keganasan

VI. Komplikasi
1. Torsi pada mioma yang bertangkai
2. Infeksi
3. Degenerasi merah sampai nekrosis
4. Degenerasi ganas miosarkoma
5. Degenerasi hialin
6. Degenerasi kistik
7. Infertilitas
VII. Wewenang
Dokter SpesialiS Obsgyn dibantu oleh dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anasthesi, Penyakit Dalam dll tergantung kondisi

X. Daftar Pustaka
Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Mioma
Uterus. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian 1.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
: 21 - 22
46. LESI PRAKANKER SERVIKS
Kode ICD X : D 06

I. Pengertian
Lesi prakanker adalah Neoplasia Intraepithelia Serviks (NIS) atau Low
grade Squamous Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS II-III atau High
grade Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL)

Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui; diduga yang berperan penting adalah
Human Papilloma Virus (HPV) onkogenik tinggi yaitu tipe 16, 18, 45,
56. konsep multifaktorial masih dianut dimana pajanan HPV adalah
faktor risiko mayor.

Faktor Risiko
1. Faktor Epidemiologi
a. Hubungan seksual usia muda
b. Hubungan seksual dengan multi partner
c. Kawin usia muda
d. Hamil usia muda
e. Multiparitas
f. Prostitusi
g. Suami berisiko
h. Social ekonomi rendah
i. lnfeksi veneral
2. Faktor lain yang potensial :
a. Status irnunitas rendah seperti pada HIV
b. Kontrasepsi oral
c. Perokok
d. Riwayat lesi serviks
e. Pernah terapi DES
f. Defisiensi vitamin A dan C
3. Faktor lnfeksi Virus :
a. Human Papilloma Virus (HPV)
b. Herpes Simplex Virus (HSV)
c. Cyto Megalo Virus (CMV)

Gejala Klinis
1. Tanpa gejala
2. Dengan gejala keputihan/berbau, perdarahan pasca senggama, nek
suprasimfisis
3. lnspekulo nampak erosi, ektropion dan servisitis

II. Diagnosis
1. Sitologi dengan Pap Smear
2. Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsy terarah
3. Kuretasi endoserviks (KES)

III. Diagnosis Banding


1. Servisitis
2. Ektopia
3. lnfeksi HPV Serviks

IV. Pemeriksaan penunjang


1. Sitologi :
a. Ektoserviks
b. Endoserviks
2. Kolposkopi - biopsy terarah
3. Konisasi :
Sebagai tindakan Diagnosis bila :
a. Proses dicurigai ada di Endoserviks
b. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan Kolposkopi
c. Untuk Diagnosis pasti Mikroinvasif
d. Kesenjangan antara hasil Sitologi dan Histologi
e. Adenokarsinoma insitu

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


1. Destruksi Lokal
- Lokalisasi Lesi tampak/jelas
- Batas lesi tampak/jelas
- Lesi tercapai oleh alat :
a. Krioterapi
LeSI NIS I,II
b. Kauterisasi
Lesi NIS I,II
c. Diathermi Elektrokuagulasi
Lesi NIS I,II
Lesi NIS III (ingin anak )
2. Pembedahan
a. Konisasi :
- Lesi NIS III ingin anak
- Seluruh lesi dapat diangkat dengan konisasi/tepi
- Sayatan bebas proses abnormal
- Adenokarsinoma insitu
b. Histerektomi Total :
- Lesi NIS III anak sudah 2, umur > 35 tahun
- Lesi NIS III dengan patologi lain pada uterus
- Lesi tidak terangkat seluruhnya atau batas sayatan tidak
bebas proses abnormal pada konisasi terapeutik
- Lesi mikroinvasi dengan invasi < 3 mm tanpa adanya
keterlibatan pembuluh darah atau limfe
- Adenokarsinoma
Penanganan:

VI. Komplikasi
1. Karena penyakit
Usia Ianjut (prosedur diagnostic sulit dilakukan)
2. Karena tindakan pengobatan
- infeksi
- perdarahan

VII. Wewenang
Spesialis Kebidanan atau Subspesialis Onkalogi
VIII. Unit yang melayani
Obsgyn

IX. Unit yang terkait


Anasthesi, Paru-paru dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Lesi
Prakanker Serviks. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, 1991 :
30-32.
2. Magowan B. Cervical Cmears. Obstetrics and Ginaecology. 3 rd ed,
Edinburgh - London - New York - Oxford - Philadelpia - St Louis -
Sydney - Toronto : Elsevier Churchil Livingstone 2005: 318 – 322
3. Standar Pelayanan Medis Balikpapan
47. MOLAHIDATIDOSA
Kode ICD X : O 01.

I. Pengertian
Mola hidatidosa adalari neoplasma jinak sel trofoblas dimana terjadi
kegagalan plasentasi atau fekundasi fisiologis yang mengakibatkan vili
menggelembung menyerupai buah anggur

Etiopatogenesis
Penyebab mola hidaditasi belum diketahui pasti. Beberapa teori
menyatakan beberapa faktor risiko seperti :
1. Umur ibu dibawah 15 tahun atau diatas 40 tahun
2. Social ekbnomi rendah yang dihubungkan dengan defisiensi
nutrisi
3. Riwayat kehamilan mola, Abortus spontan berulang
4. Ras, dll

Pembagian
1. Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan criteria
 Serum β -hCG kurang dari 100.000 IU/ml
 Besar uterus < umur kehamilan, dan
 Kista ovarium kurang dari 6 cm
2. Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria :
 β -hCG  100.000 IU/ml
 Besar uterus lebih dari umur kehamilan
 Kista ovarium  6 cm, dan
 Terdapat faktor metabolic atau epidemiologik seperti umur lebih
dari 40 tahun, toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas dan
hipertiroidisme
II. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Keluhan dan tanda-tanda klinis mola hidatidosa pada umunya
muncul pada 20 minggu kehamilan, antara lain :
a. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan (50 % kasus
menunjukkan besar uterus lebih dari usia kehamilan)
b. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk spotting
sampai dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan
perdarahan banyak sering disertai dengan pengeluaran
gelembung dan jaringan mola.
c. Tidak ditemukan bailotement dan detak jantung janin
d. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia dan
tirotoksikosis
2. USG
a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata seperti
badai salju intra uterin dan tidak terlihat sakus gestasional
b. Partial Mole, tampak gambaran daerah kistik yang disertai
"echogenic chorionic material". Mungkin pula tampak sakus
gestasional dengan fetus hidup seperti kehamilan normal.
3. Kadar β -hCG ciarah atau urine pada umunya tinggi 4.
4. Histopatologik pada mola hidatidosa ;
a. Degenerasi hidropik vili korealis
b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili, dan
c. Proliferasi sel-sel trofoblas
5. Lain-lain
Uji sonde Hanifa dan Rontgen abdomino-pelvis apabila
pemeriksaan USG tidak bisa dikerjakan.

III. Diagntisa Banding


1. Abortus
2. Kehamilan Normal
3. Kehamilan Ganda
4. Kehamilan dengan Mioma

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Thorax
2. Pemeriksaan hCG urin atau sprum (tera radio imunologik)
3. USG4.
4. Uji sonde menurut Hanifa. Sonde masuk tanpa tahanan dan dapat
diputar 360° dengan deviasi sonde kurang dari 10°
5. Biopsy Acosta Sison, yaitu dengan memasukan tang tampon
kedalam kavum uterus
6. T3 dan T4 bila ada gejala Tirotoksikosis
7. Patologi Anatami : Sediaan dari kuret hisap dengan sediaan kuret
tajam untuk pemeriksaan PA

V. Terapi dan Prosedu: Tindakan Medis


Pada prinsipnya ada 2 hal :
1. Evakuasi mola hidatidosa
2. Pengawasan lanjut pasca evakuasi

Evakuasi mola hidatidosa


1) MRS walaupun tanpa perdarahan
2) Persiapan pre evakuasi terdiri atas :
a. Pemeriksaan fisik
b. Foto rontgen toraks
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal
hemostasis, dan kalau perlu elektrolit, T3 dan T4
d. Catatan :
Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak
dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera.
Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap
perlu.
3) Evakuasi ;
a. Besar uterus kurang dari 20 minggu, dilakukan evakuasi satu
kali.
b. Besar uterus lebih dari 20 minggu dilakukan evakuasi dua kali
dengan interval satu minggu
c. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan
pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam
d. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin
1040 IU1500 cc dekstrosa 5%;28 tetes/menit dan cairan
fisiologis Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan
dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam
e. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi anatomi yang dibagi atas
dua sample yaitu :
 PA1 adalah jaringan dan gelembung mola
 PA2 adalah kerokoan endometrial uterus yaitu jaringan mola
hidatidosa yang melekat pada dinding uterus
f. Penderita dipulangkan satu hari pasca evakuasi, kecuali diperlukan
perbaikan keadaan umum
g. Evakuasi yang kedua dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatorni
h. Histerektomi :
 Indikasi umur  40 tahun dan anak cukup
 Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama/satu

Pengawasan Lanjut
1) Kasus mola hidatidosa dengan kuret 2 kali maka yang dimaksud
dengan pasca evakuasi adalah pada kuret kedua.
2) Pemeriksaan β -hCG urine semi kuantitatif :
a. Setiap minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko tinggi, setiap 2
minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko rendah
b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan paling rendah :
PPT (kepekaan : 1.500 ± 400 SI/L), hCG slide test (kepekaan ±
800 SIIL), dan test pack (kepekaan 25-50 SI/L)
c. Pemeriksaan β -hCG serum kuantitatif dilakukan untuk
konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui kadar hCG normal atau
sebaliknya terjadi Penyakit Trofoblas Ganas
3) Batas akhir penilaian :
a. PPT harus negatif pada minggu ke-4, atau β -hCG kurang dari
1.000 m IU/ml
b. β -hCG slide test harus negatif pada minggu ke-8 atau β -hCG
serum kurang dan 500 mUl/ml
c. Test Pack harus negatif pada minggu ke-12 atau kadar β -hCG
serum adalah normal (ELISA : 0-15 mlU/ml)
4) Pengawasan lanjut setelah β -hCG serum normal, atau Test pack
negatif dua kali berturut-turut dengan interval dua minggu
a. Pemeriksaan meliputi ;
 Keluhan
 Fisik dan ginekologik
 hCG urin dengan Test Pack atau β -hCG serum, dan
 lain-lain kalau diperlukan
b. Jadwal Pemeriksaan :
 satu tahun pertama setiap bulan
 satu tahun kedua setiap 3 bulan
 selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan
5) Kontrasepsi
a. Sebelum tercapai β -hCG serum normal atau test pack 2 kali
berturut-turut interval dua minggu negatif, dianjurkan memakai
alat kontrasepsi kondom
b. Setelah tercapai β -hCG serum normal atau Test pack negatif,
dianjurkan memakai kontrasepsi dengan ketentuan :
 Satu tahun untuk pasien yang belum mempunyai anak
 Dua tahun atau lebih untuk pasien yang sudah mempunyai
anak
 Kontap untuk pasien yang sudah mempunyai anak
 Kontap untuk pasien yang tidak menginginkan tambahan
anak.
Skema Penanganan Molahidatidosa
VI. Komplikasi
1. Karena Penyakit :
a. Perdarahan Hebat
b. Krisis Tiroid
c. Infeksi
d. Perforasi Uterus ( Mola Destruens )
e. Keganasan ( PTG )
2. Karena Tindakan
- Perforasi Uterus

VII. Wewenang
Spesialis Obsgyn dibantu oleh dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn dan atau Sub bagian Onkologi Ginekologi

IX. Unit yang terkait


Penyakit Dalam, Anastesi dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Molahidatidosa. Standar Pelayanan Medis Obstetri dan Ginekologi
bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1991 : 41-42
2. Magowan B. Gestational Trofoblastic Neoplasia (GTN). Obstetrics
and Gynaecology 3 rd ed, Edinburgh - London - New York - Oxford
- Philadelpia - St Louis - Sydney - Toronto : Elsevier Churchil
Livingstone, 2005 : 201- 244
48. PENYAKIT TROFOBLAS GANAS
Kode ICD X : O 01.9

I. Pengertian
Penyakit Trofoblastik Ganas (F'TG) adalah penyakit trofoblas yang
mempunyai tendensi neoplastik, termasuk : mola invasive, karsinoma
korion dan plasental site throphoblastic tumor.
Diperkirakan 80 % mola hidatidosa akan mengalami remisi pasca
evakuasi dan 20 % akan berkembang menjadi PTG

Klasifikasi
1. Penyakit Trofoblas Ganas non metastasis (PTGNM)
2. Penyakit Trofoblas Ganas Metastasis ( PTGM )

Klasifikasi menurut prognosis


1. Risiko rendah (PTGM - RR)
- hCG < 100.000 IU/24jam urine atau < 40.000mIU/ml serum
- Simptom timbul < 4 bulan
- Tidak ada metastasis di otak/hepar
- Belum mendapat Kemoterapi sebelumnya
- Bukan dari kehamilan uterus (mola, ektopik, abortus spontan)
2. Risiko Tinggi (PTGM - RT )
- hCG > 100.000 IU/24 jam urine akan > 40.000 mIU/mI serum
- Symptom timbul > 4 bulan
- Bermetastasis ke otak/hepar
- Kemoterapi sebelumnya gagal
- Kehamilan uterus sebelumnya
Stadium
Berdasarkan anatomik maka stadium PTG dibedakan atas (FIGO):
Stadium Diskripsi
Stadium I Penyakit terbatas pada uterus
Stadium II Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis
Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya
Stadium III
penyakit pada uterus, vagina atau pelvis
Penyakit menyebar ke otak, hati, ginjal, dan atau
Stadium IV
saluran cerna

Sistem 5kor Risiko WHO


Skot
Faktor Prognosis
0 1 2 4
Umur (tahun)  39 > 39
Antaseden MH Abortus H. aterm
Bulan dari kehamilan
4 4-6 7-12 12
Sebelumnya
hCG (IU/L) 10 10 10 10
OxA B
ABO (laki x perempuan)
AxO AB
Besar tumor (em) 3-5 5
Tempat Lien, ginjal GI, hati Otak
Jumlah metastasis 1-4 4-8 8
Khemoterapi sebelumnya 1 obat  2 obat

Catatan :
Skor : < 4 = Risiko rendah
5-7 = Risiko sedang
> 7 = Risiko tinggi

II. Diagnosis
1. Gejala dan Tanda
A. Perdarahan pervaginam terus menerus sesudah evakuasi Mola /
kehamilan sebelumnya
B. Sesudah evakuasi mola :
1. Uterus besar dan irregular
2. Kista Lutein bilateral persisten
3. Lesi metastasis di vagina / organ Iain
C. Perdarahan karena perforasi uterus atau lesi metastasis
1. Nyeri perut
2. Hemaptoe
3. Melena
4. Peninggian tekanan intracranial, sakit kepala, kejang,
hemiplegia
2. Pemeriksaan Ginekologi
a. HBEs (Trias Acostasizon) :
 H (history) yaitu pasca mola hidatidosa, partus, abortus dan
hamil ektopik
 B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur
 Es (Enlargement and softness) yaitu uterus membesar dan
lunak
b. Kista theca lutein unilateral/bilateral
c. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina
3. Laboratorium
β -hCG serum/urine tinggi atau tidak turun menandai pada
pemantauan pasca evakuasi mola hidatidosa

III. Diagnosa Banding


1. Sisa Placenta/Konsepsi, Subinvolusi
2. Tumor Primer/metastasis dari orang lain
3. Kehainilan yang terjadi segera sesudah kehamilan sebelumnya
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Beta hCG,
b. DL, LFT, PFT
c. Test gualac
d. USG Pelvis Liver/ginjal (USG Abdomen-Pelvis)
2. Radiologi
a. Photo Thorax
b. BNO-IVP (atas indikasi tumor terlalu besar, atau mengisi
hampir / seluruh trongga pelvis )
c. Scanning (CT scan) otak (atas indikasi kelainan syaraf)
d. Fungsi Tyroid dll kalau perlu
e. Patologi Anatomi
- didapat dari sediaan operasi (Histerektomi)
- Lesi metastasis sukar/jarang didapat
f. Autopsi : mencari sebab kematian/lasi metastasis

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


Skema Penatalaksanaan PTG

Catatan :
Terapi radiasi dipilih al>abila terdapat metastasis ke otak/hati dengan
dosis 2.000 - 3.000 rad

Sitastatika
1. Syarat seperti syarat umum pemberian Sitostatika/kemote rapi
2. Diberikan sampai β -hCG normal, dilanjutkan 1-3 seri after course
3. Perubahan regimen apabila :
a. Titer hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2
seri
b. Terdapat tanda-tanda metastase
c. Resisten apabila 5 seri pemberian β -hCG rnengalami
penurunan tetapi tidak mencapai normal,
4. Dikatakan remisi apabila β -hCG normal 3 kali berturut-turut
interval 22 minggu
a. MTX : 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari IM atau 3X5 mg/hari
oral selama 5 hari intenral 7 - 10 hari.
b. Actinomyein D : 0,5 mg/hari atau 10 - 12 meg/kgBB IV selama
5 hari interval 7 - 10 hari
c. MCA : MTX 15 mg/hari IM, Ao.D mg/hari IV dan
Chlorambucil 10 mg/hari/oral selama 5 hari interval 2 minggu

Pengawasan Lanjut
1) Dilakukan anamnesis/pemeriksaan
 Keluhan
 Pemeriksaan fisik umum
 Pemeriksaan ginekologi dan vaginal toucher (VT)
 β -hCG, dan
 Lain-lain berdasarkan indikasi

2) Jadwal pengawasan lanjut


 Tiga bulan I : setiap 2 minggu
 Tiga bulan II : setiap 4 minggu
 Enam bulan II: setiap 8 minggu
 Satu tahun II : setiap 3 bulan
 Selanjutnya : setiap 6 bulan
3) Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun

VI. Komplikasi
-

VII. Wewenang
Spesialis Obsyyn dibantu oleh dokter umum dan bidan

VIII. Unit yang melayani


Spesialis Kebidanan dan Kandungan

IX. Unit yang terkait


Penyakit Dalam, Anastesi dll tergantug kasus

X. Daftar Rustaka
1. Standar Pelayanan Medis RS Pertamina Balikpapan
2. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Penyakit Trofoblas Ganas. Standar Pelayanan Medis Obstetri dan
Ginekologi bagian I. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1991: 43 - 45
49. KANKER SERVIKS
Kode 1CD X : D06.7

I. Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim

Etiopatogenesis
1. Penyebab pasti belum ada yang diketahui
2. Beberapa faktor (multifaktoral ) yang diduga :
a. Umur 40 - 60 tahun/20-30 tahun
b. Paritas (  4 )
c. Coitus usia dibawah 16 tahun dan berganti partner sexual, di
hubungkan dengan sifat komplemen histon sperma dan alkalis
semen
d. Merokok aktif dan atau pasif
e. Akseptor pil kontrasepsi
f. Status gizi, sosial ekonomi cultural
g. Status imunitas seperti penderita HIV-Aids
h. Infeksi : Mikoplasma, Klamida, Virus herpes Simplek type 2
i. Pajaran virus Human Papilloma onkogenik terutama type 16,18,
33, 35, 45, 58
Patologi
Diagnosis Kanker Serviks ditegakkan berdasarkan Histopatologik dimana
dibedakan atas :
1. Type Epidermoid (± 80%)
2. Type Adeno (± 15%)
3. Type lain (± 5%)
Stadium Klinik
Stadium Deskripsi
0 Karsinoma insitu
I Karsinoma terbatas pada serviks
Ia Tampak serviks tidak mencurigakan
Ib Tampak serviks mencurigakan
II Karsinoma menyebar ke vagina dan atau Parametrium
IIa Menyebar ke Vagina 2/3 proksimal
IIb Menyebar ke parametrium tetapi tidak sampai ke dinding pelvis
Karsinoma menyebar ke Vagina 1/3 distal, mencapai dinding pelvis
III
atau terjadian fungsi ginjal tanpa penyabab yang jelas
IIIa Penyebaran sampai ke vagina 1/3 distal
Sampai ke dinding pelvis atau karsinoma dengan gangguan fungsi
IIIb
ginjal tanpa penyebab yang jelas
IV Karsinoma serviks menyebar ke organ sekitar atau jauh
IVa Penyebaran ke organ sekitar di daerah pelvis
IVb Penyebaran jauh

II. Diagnosis
1. Gejala Klinis
a. Perhatikan faktor risiko
b. Tanpa keluhan
c. Dengan keluhan :
- Keputihan
- Perdarahan pervaginam abnormal
- Perdarahan post koita!
- Perdarahan paska menopause
- Gangguan kencing dan Defikasi
- Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung dan tungkai
- Keluhan lain sesuai dengan lokasi penyebaran penyakit

2 Pemeriksaan Fisik Umum


a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal
b. Pembesaran lever, Ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan
organ yang terkena
3 Pemeriksaan Ginekalogi
a. Vaginal toucher
 Vagina : F1uor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran /
infiltrasi pada vagina
 Persio : berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi,
eksofitik atau endofitik
 Korpus uteri : normal atau lebih besar, kalau perlu
dilakukan sondase untuk konfirmasi besar dan arah uterus
dan apakah terjadi piometra dan hematometra
 Adnexa/parametrium : tanda-tanda penyebaran, teraba
kaku/padat, apakah terdapat tumor
b. Rectal Toucher :
 Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu
Cancer Free Space (CFS) merupakan daerah bebas antara
tepi lateral serviks dengan dinding pelvis
 Kriteria :
o CFS 100% berarti belum ada tanda-tanda penyeberan
o CFS 25-100% berarti ada penyebaran tetapi belum
mencapai dinding pelvis
o CFS 0% : berarti penyebaran mencapai dinding pelvis
c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ
sekitar kolon, rectum, dan vesika urinaria

III.Diagnosa Banding
-

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Pap smear sebagai skrining
b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi
c. Konisasi
d. Tes fungsi ginjal, hati dll
e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan :
 Foto Thorax
 USG ginja/abdomen
 IVP
 Sitoskopi
 CT Scan
 Rektoskopi

V. Terapi dan Prasedur Tindakan Medis


Skema Penatalaksandan Kanker Serviks Uteri

Catatan :
1. Terapi Radiasi dapat diberikan pada setiap stadium
2. Paliati anti nyeri selain untuk pasien stadium invasive-lanjut juga
dapat diberikan pada setiap stadium sesuai dengan keluhan
3. Pada kanker Serviks Stadium 1b keatas dengan kehamilan
diberikan. Kemoterapi Neo-Adjuvant setelah dilakukan KIE kepada
pasien, suami dan keluarga

Pengawasan lanjutan
1. Pemeriksaan
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik umum
c. Pemeriksaan Ginekologi
d. Pap Smear :
 Tiga bulan pertama Setiap bulan
 dua bulan kedua setiap 3 bulan
 Selanjutnya setiap 6 bulan
2. Kalau perlu pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium : LFT, RFT, Hb, Leuko, Trombosit
b. Foto Thorax, IVP
Skema Penatalaksanaan Kanker Uteri dengan Kehamilan

VI. Kopmplikasi
-
VII. Wewenang
-

VIII. Unit yang melayani


Spesialis Obsgyn dibantu oleh dokter umum dan bidan

IX. Unit yang terkait


Sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
-
50. KARSINOMA VULVA
Kode ICD X : D 07.1

I. Pengertian
Karsinoma vulva adalah keganasan primer pada vulva

Etiopatogenesis
1. Penyebab belum diketahui dengan pasti
2. Diduga karena rangsanagn kronis berupa iritasi/trauma pada lesi
preinvasif seperti : VIN, Vulvar distrofi, dan Paget's diseases
3. Dicurigai sebagai faktor predisposisi, adalah :
 Multi partner seksual
 Riwayat genital warts oleh HPV, dan
 Perokok

Patologi
1. diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi
2. Jenis Histopatologis :
 Sguamous cell carcinoma (90%)
 Melanoma (4-5 %)
 Verrucous Carsincma, basal cell carcinoma, Sarcoma (2-4%)
Penentu Sstadium Klinis
Stadium TNM Klinik
0 Karsinoma insitu VIN 3 non invasive Pagets desease
l Ti No Mo Tumor terbatas pada vulva diameter < 2 Cm
Ti Ni Mo Tak ada pembesaran kelenjar limfe inguinal yang
mencurigakan
II T2 No Mo Tumor terbatas pada vulva, diameter  2 cm
T2 Ni Mo Tidak ada pembesaran kelenjar yang mencurigakan
III T3 No Mo Tumor dengan berbagai ukuran :
T3 Ni Mo 1. Penyebaran ke uretra dan/atau vagina perineum/ anus
T3 M2 Mo 2. Secara klinis pempesaran kelenjar inguinal dicurigai
metastase
IV Tx N3 Mo 1. Infiltrasi ke mukosa kandung kencing, mukosa
T4 No Mo rectum, 1/3 bagian mukosa uretra dan atau
T4 Ni Mo 2. Terfiksir ke tulang dan atau
Tu Nx Mia 3. Penyebaran jauh
Tx Nx Mib

II. Diagnosis
1. Gejala Klinis
a. Sering ditemukan pada massa menopause, rata-rata umur 65
tahun
b. Keluhan yang sering adalah pruritus dan massa di daerah vulva
c. Kadang-kadang disertai perdarahan
d. Keluhan yang lain Gesuai dengan organ yang terkena perluasan
penyakit
2. Pemeriksaan Fisik dan Ginekologi
a. Pembesaran kelenjar inquinal berupa massa padat atau ulkus
b. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk uIkus
didaerah vulva
c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pap Smear
2. Kolposkopi
3. Biopsi

III. Diagnosa Banding


-

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium Lengkap
2. USG
3. MRl

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis


Skema Penatalaksanaan Karsinoma Vulva

Pengawasan Lanjutan
1. Pemeriksaan :
a. Anamnesis
b. Fisik umum
c. Ginekologi
d. Kalau perlu Pap Smear, Kolposkopi atau Biopsi
2. Jadwal
a. Tiga bulan I : setiap minggu
b. Sembilan bul8n II : Setiap bulan
c. Satu tahun II : setiap 3 bulan
d. Selanjutnya : setiap 6 bulan

VI. Komplikasi
Tergantung kondisi /stadium kasus
VII. Wewenang
Spesialis Ogsgyn, Onkology, dokter umum dibantu bidan/perawat

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn dan Onkologi

IX. Unit Terkait


Anastesi, Penyakit Dalam, Kardiologi, Patologi Anatomi

X. Daftar Pustaka
-
51. KARSINOMA ENDUMETRIUM
Kode ICD X : D 07.0

I. Pengertian
Karsinoma Endometrium adalah keganasan yang berasal dari
endometrium

Etiopatogenesis
Penyebab belum diketahui, pasti

Diketemukan bahwa peranan estrogen sebagai karsinogenik dimana


faktor risiko adalah :
1. Hiperplasiaglandulare
2. Obesitas
3. Terapi Estrogen
4. DM
5. Lain-lain seperti Nulipara, Late Menapouse dan Hipertensi

Patologi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan Histopatologis

Jenis Histopatologis :
1. Adeno karsinoma (65%)
2. Adeno Akantoma (19%)
3. Lain-lain (16%)

Stadium Klinik
Stadium Deskripsi
Stadium 0 Karsinoma insitu
Stadium I Karsinoma terbatas pada uterus
Stadium Ia Kedalaman kavum uteri lebih dari 8 cm
Stadium Ib G1 = Well Differentiated Adeno Ca
G2 = Moderately Differentiated Adeno Ca
G3 = Undifferentiated Adeno Ca -
Stadium II Karsinoma menyebar ke serviks uteri
Stadium III Karsinoma menyebar keluar uterus tapi tidak keluar dari true
pelvic
Stadium IV Karsinoma menyebar keluar dari true pelvic
Stadium IVa Pada organ yang berhubungan
Stadium IVb Penyebaran ke organ jauh

II. Diagnosis
1. Gejala Klinis
a. Umur rata-rata 60 tahun
b. Perdarahan pervaginam
c. Lekore
d. Ada massa atau perasaan tidak enak pada perut bagian bawah
2. Pemeriksaan Fisik umum
a. Kegemukan
b. Hipertensi
c. Bila terjadi metastasis :
 Ascites
 Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena
3. Pemeriksaan Ginekologi
a. Perdarahan pervaginam
b. Piometra dan
c. Evaluasi besar dan rnobilitas uterus, tanda-tanda penyebaran pada
adnexa parametrium dan kavum douglasi
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Kuretase Endoserviks
b. Endametrial Aspirasi biopsy
c. Papsmear sebagai skrining
d. Histeroskopi
e. Pemeriksaan lain sesuai keperluan, misalnya Ca 125, CEA, reseptor
estrogen, dll
III. Diagnosa Banding
1. Hiperplasia Endometrium
2. Pyometrium pada post menopausal

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium lengkap
2. Kuretase  Patologi Anatumi
3. USG

V. Terapi dan Prosedur Tindakan Medis

Skema Penanganan Karsinoma Endometrium


Catatan :
1. Pada waktu laparotomi
a. Dilakukan sitologi cairan/pencucian kavum peritoneum
b. Setiap daerah yang mencurigakan penyebaran keganasan
dilakukan biopsy
c. Setelah uterus terangkat, dibelah dan diperhatikan luas
penyebaran / dalamnya penyakit pada dinding uterus

2. Sitostatika
Regimen : CAP Cyclophosphamide + Adramicin + Cis Platinum)
Melphalan + 5 Flurourasil (5 FU)
3. Progesteron
a. Megistrol 180 mg - 320 mg/hari/oral
b. Medroksi progesterone asetat/kaproat 1000 mg/minggu IM
c. Medroksi Progesteron asetat 150-200 mg/hari/oral
4. Tamoksifen (anti estrogen) : 20 - 40 mg/hari dan lama pemberian
seperti pada terapi progesterone
5. Terapi definitive diberikan selama tidak terjadi rekurensi atau bila
tidak progresif
6. Terapi Adjuvan 8 - 12 minggu

Pengawasan Lanjutan
1. Komponen yang dievaluasi
a. Keluhan
b. Keadaan Fisik
c. Pemeriksaan ginekologi Bimanual
d. Pemeriksaan lain kalau perlu : Pap smear, Foto Thorax, CT
Sean dan Tumor marker
2. Jadwal pengawasan lanjut:
a. Satu Tahun : Setiap 1 bulan
b. Satu tahun II : Setiap 3 bulan
c. Selanjutnya : Setiap 6 bulan

VI. Komplikasi
Tergantung kondisi / stadium kasus

VII. Wewenang
Spesialis Obsgyn, Onkolog, dokter umum dibantu bidan/perawat

VIII. Unit yang melayani


Obsgyn, Onkologi

IX. Unit yang terkait


Anastesi, Penyakit Da1am, Kardiologi, Patologi Anatomi

X. Daftar Pustaka
-
52. KANKER OVARIUM
Kode ICD Y: C 56

I. Pengertian
Diagnosis harus meliputi jenis Histopatologik (lampiran 1) dan
stadium (lampiran2)
Kanker Ovarium adalah kanker sinekologi yang hampir 70% kasus
ditemukan dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan karena gejala dan
tanda kanker ovarium tersebut tidak khas sampai kanker tersebut telah
bermetastasis. Di Amerika Serikat kanker ovarium ini adalah
penyebab kematian kanker ginekologi yang utama . Setiap tahunnya
ditemukan 25.500 kasus baru dengan 16.000 kematian.

Tumor Neoplastik Ovarium berasal dari :


1. Ceolomic Epithelium
2. Germ cell
3. Metastatic dari organ lain

Etiopatogenesis
Etiologi belum diketahui dengan pasti
Diduga berhubungan dengan faktor
1. Herediter
2. Lingkungan fisik dan kimia
3. Ovulasi
4. Abdominalitas gonad
5. Virus

Patologi
Diagnosis keganasan dan type Histopatologis berdasarkan atas
pemeriksaan Histopatologi
1. Derajat Keganasan
a. Borderline/low potensial malignancy
b. Frankkly malignant
2. Tipe Histopatologis
a. Epithelial (90%)
b. Nonepithelial (10%)

II. Diagnosis
Diagnosis kanker Ovarium dibuat berdasarkan hasil Histopatologi
biopsy ovarium atau jaringan tumor yang didapat dari laparotomi
eksplorasi.

III. Diagnosis Banding


1. Tumor Pelvic
2. Neoplasma Ovarium Jinak
3. Mioma Uterus
4. Tumor kolon/Sigmoid/Metenterium
5. Kehamilan

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. USG
2. Barium Enema (bila pada anamnesis dan pemeriksaan ada kecurigaan
invasi ke rectum atau sigmoid)
3. Sitologi Cairan Ascites dan Pleura
4. Tumor Marker
5. Laparaskopi
6. Biopsi kelenjar limfe yang membesar
7. Foto Thorax, Rektosigmoidoskopi, CT Scan
8. Fatologi Anatomi : Seluruh jaringan hasil pembedahan
9. Autopsi : perlu untuk mengetahui sebab kematian
10. Pemeriksaan lain kalau perlu
Stadium Klinis Kanker Ovarium (FIGO), berdasarkan evaluasi Minis dan atau
operatif
Stadium Deskripsi
Stadium 1  Tumor tumbuh terbatas pada Ovarium
Stadium 1a Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor
pada permukaan dan se1 ganas (-) pada cairan ascites
Stadium 1b  Terbatas pada kedua ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada
permukaan dan sel ganas negative pada cairan ascites atau cucian
peritoneum
Stadium 1c  Adalah stadium1a dan 1b dengan tumor pada permukaan ovarium
atau rupture kapsul atau ascites dengan sel ganas (+) atau cucian
peritoneum sel ganas (+).
Stadium II  Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
penyebaran pada pelvis
Stadium IIa  Penyebaran ke uterus dan tuba
Stadium IIb  Penyebaran ke organ pelvis lainnya
Stadium IIc  Stadium IIa/IIb dengan tumor pada permukaan ovarium atau ruptur
kapsul atau ascites dengan sel ganas (+) atau cucian peritoneum sel
ganas (+) ,
Stadium III  Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi tumor pada
peritoneum diluar kavum pelvis dan/atau pembesaran kelenjar limfe
retroperitonea/Anyuinal (+), metastasis ke bagian superficial hati atau
tumor terbatas pada rongga pelvis tetapi pemeriksaan histopatologi
terhadap perluasan pada usus halus atau omentum.
Stadium IIIa  Tumor secara macros terbatas pada true pelvis dengan pembesaran
kelenjar limfe (-) tetapi secara histology, ada perluasan pada
peritoneum abdomen.
Stadium IIIb  Stadium IIIa dan perluasan tumor peritoneum abdomen kurang dari 2
cm, pembesaran kelenjar limfe (-).
Stadium IIIc  Stadium Stadium IIIa + pertumbuhan tumor pada peritoneum abdomen
lebih dari 2 cm dan atau pembesaran ke limfe retroperitoneal / inguinal
(+)
Stadium IV  Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan metastase jauh berupa
pleural effusion dengan sitologi (+) atau penyebaran pada parenkim
hati

V. Terapi dan Prasedur Tindakan Medis


Konsep dasar penatalaksanaan kanker ovarium adalah pengobatan yang
berdasarkan kepada stadium penyakit, derajat deferensiasi tumor,
fertilitas dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah
operasi pengangkatan tumor primer dan metastasisnya dan bila perlu
diberikan kemoterapi ajuvan.

Penatalaksanaan
A. Tindakan Operatif (Surgical Staging)
1. Insisi pada garis tengah
2. Setiap cairan bebas dikavum peritoneum diambil untuk
pemeriksaan sitologi terutama dikavum Douglasi
3. Bila cairan bebas tidak ada, dilakukan pencucian peritoneum
dengan NaCI 0,9% 5 - 10cc kemudian dilakukan pemeriksaan
sitologi
4. Explorasi terutama kavum Douglasi, parakoloiliakal dan
subdiagfragma
5. Setiap daerah yang mencurigakan ganas atau perlekatan pada
peritoneum hendaknya di biopsi
6. Daerah retroperitoneum yaitu daerah pelvis dan para aorta
dievaluasi bila pembesaran kelenjar limfe positif, maka
dilakukan limfadenektomi
7. Pengangkatan tumor,
 Diusahakan mengangkat tumor secara utuh
 Bila tidak bisa, dilakukan debulking yaitu mengangkat
tumor semaksimalnya
 Perhatikan tumor secara makroskopik dengan teliti, bila ada
keraguan dilakukan Frozen Section
8. Pengangkatan uterus dan ovarium nelalui TAH-1380 dilakukan
pada kasus-kasus yang sudah jelas ganas atau usia  50 tahun.
9. Omentektomi, dilakukan pada kasus yang sudah jelas ganas
secara makros/mikros. Dikerjakan mulai kolon transversum.

Terapi Kanker Ovarium Stadium Dini


Untuk kanker ovarium stadium dini resiko rendah, yaitu penderita
dengan :
- Stadium IA atau stadium IB
- Derajat diferensiasi 1 atau 2
Tidak diberikan kemoterapi ajuvan

Terapi Kanker Ovarium Stadium Lanjut


Untuk kanker ovarium stadium lanjut (stadium IC, II, III dan IV ),
diberikan kemoterapi ajuvan.

Kemoterapi yang diberikan adalah :


1. Platinum based Chemotherapy atau
2. Paclitaxel-carboplatin
3. Docetaxel-carbaplatin
4. Avastin dengan paclitaxel-carboplatin atau avastin den
gandocetaxeCarboplatin

Pengawasan Lanjutan
1. Pemeriksaan meliputi
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik umum
c. Pemeriksaan Ginekoiogi
d. Tumor marker (kalau perlu)
e. Fungsi hati, ginjal dan sum-sum tulang (ka1au perlu)
2. Jadwal
a. Tiga bulan I : setiap 2 minggu
b. Sembilan bulan II : setiap 4 minggu
c. Tahun II : setiap 3 bulan
d. Tahun-tahun berikutnya : setiap 6 bulan
Skema Penatalaksaan Tumor Ovarium
VI. Komplikasi
1. Penyulit sebelum operasi : Hipoalbumin, Efusi Pleura
2. Penyulit selama operasi : Perdarahan, cedera usus, vesica, ureter
3. Penyulit Kemoterapi

VII. Wewenang
Spesialis Obsgyn, Onkolog dibantu oleh dokter umum dan
bidan/perawat

VIII. Unit yang melayani


Spesialis Obsgyn, Onkologi

IX. Unit yang terkait


Anasthesi, Spesialis Paru, dll sesuai kasus

X. Daftar Pustaka
1. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Kanker Ovarium. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
bagian I, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1991 : 25-27.
2. Magowan B. ephitelial Ovarium Cancer. Obstetrics and
Gynaecology 3rd ed, Edinburgh - London - Newyork - Oxford -
Philadelpia - St Louis - Sydney - Toronto : Elsevier Churchill
Livingstone, 2005 : 329 - 332.
3. Magowan B. Non epithelial Ovarian Cancer. Obstetrics and
Gynaecology. 3rd ed, Edinburgh - London - New york - Oxford -
Philadelpia - St Louis -Sydney - Toronto : Elsevier Churchil
Livingstone, 2005: 333 - 334.
4. Dr Boy Busmar, SpOG, K.Onk
5. Standar Pelayanan Medis Balikpapan

Anda mungkin juga menyukai