Anda di halaman 1dari 61

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A218070


** Pembimbing/ dr. Fitri Yulianti, Sp.OG

G1P0A0 HAMIL 35-36 MINGGU DENGAN PERDARAHAN


ANTEPARTUM E.C PLASENTA PREVIA TOTALIS, JTH
INTRAUTERINE PRESBO
Rachilla Arandita Saraswati* dr. Fitri Yulianti, Sp.OG **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

G1P0A0 HAMIL 35-36 MINGGU DENGAN PERDARAHAN


ANTEPARTUM
E.C PLASENTA PREVIA TOTALIS, JTH INTRAUTERINE PRESBO

Oleh:
Rachilla Arandita Saraswati

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

Jambi, Oktober 2020


Pembimbing

dr. Fitri Yulianti, Sp.OG


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan


rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session (CRS) pada
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
dan Kesehatan Universitas Jambi yang berjudul “G1P0A0 Hamil 35-36 Minggu
dengan Perdarahan Antepartum e.c Plasenta Previa Totalis, JTH Intrauterine
Presbo”.
Case Report Session (CRS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan
melihat penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Fitri Yulianti Sp.OG sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session (CRS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Oktober

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 melaporkan, angka


kematian ibu di dunia pada tahun 2005 sebanyak 536.000. Kematian ini dapat
disebabkan oleh 25% perdarahan, 20% penyebab tidak langsung, 15% infeksi,
13% aborsi yang tidak aman, 12% eklampsi,8% penyulit persalinan, dan 7%
penyebab lainnya. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan muda disebut abortus
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum.1
Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah
melewati trimester III disebut dengan perdarahan antepartum. Perdarahan
antepartum merupakan suatu kasus gawat darurat yang berkisar 3-5% dari seluruh
persalinan. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan
solusio plasenta; penyebab lainnya biasanya pada lesi lokal vagina/ serviks.
Plasenta previa merupakan penyulit kehamilan hampir 1 dari 200 persalinan atau
1,7 % sedangkan untuk solusio plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dari 225 persalinan
atau <0,5%. Lebih dari setengah dari seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24
jam setelah melahirkan paling sering dari perdarahan yang berlebihan.2,3
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada Segmen Bawah
Rahim (SBR) demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium
uteri internum (OUI). Pencegahan dalam perawatan prenatal adalah sangat
mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali
gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai
rasa nyeri dan terjadi pada waktu tidak tertentu, tanpa trauma. Perempuan hamil
yang didiagnosa dengan plasenta previa harus segera dirujuk dan dibawa ke
rumah sakit terdekat tanpa melakukan pemeriksaan dalam karena dapat memicu
perdarahan berlangsung semakin deras dengan cepat.4
Presentasi bokong adalah letak memanjang dengan bagian terbawah
bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Presentasi bokong memiliki angka
kejadian sekitar 3-8% dari seluruh persalinan pervaginam. Dengan adanya
presentasi bokong, ibu memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya komplikasi
selama proses persalinan dibandingkan presentasi kepala
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. M
Umur : 24 tahun
Suku bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : RT 24 Payo Lebar
MRS : 12 September 2020 pukul 05.00 WIB

Nama suami : Tn .A
Umur : 22 tahun
Suku bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT 24 Payo Lebar

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir sejak ± 1 jam SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan keluar darah segar dari jalan lahir sejak
± 1 jam SMRS, mules (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah (-). Riwayat
jatuh (-), riwayat minum jamu-jamuan/obat-obatan tertentu (-), riwayat
diurut-urut (-).Sebelumnya ± 5 jam SMRS pasien mengaku mengalami
keluhan yang sama yaitu keluar darah segar dari jalan lahir namun darah
hanya sedikit yang kemudian berhenti. Darah yang keluar dirasa tidak terlalu
banyak dibandingkan saat ini. Pasien mengaku hamil sekitar 9 bulan dan
gerakan anak masih dirasakan. Pasien mengatakan pernah kontrol ke
puskesmas sebanyak 2x yaitu pada usia kehamilan 3 bulan dan 8 bulan, pasien
juga mengatakan pernah USG saat usia kehamilan 4 bulan dan menurut dokter
kandungannya baik. BAB dan BAK normal.

2.3 Data Kebidanan


a. Haid
 Menarche umur : 13 tahun
 Haid : Teratur
 Lama haid : 5 hari
 Siklus : 28 hari
 Dismenorrhea : Ya
 Warna : Merah tua
 Bentuk perdarahan: Encer
 Bau Haid : Anyir
 Flour Albus : Sebelum haid
 Jumlah : Sedikit
 Lama : 2 hari
 Warna : Putih jernih

b. Riwayat perkawinan
 Status perkawinan : Kawin
 Jumlah : 1 kali
 Usia : 23 tahun

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu


No Tahun Umur Jenis Penolong Penyulit Anak Ket
partus kehamilan persalinan JK/BB
1 Ini

d. Riwayat kehamilan sekarang


 GPA : G1P0A0
 HPHT : 05-01-2020
 TP : 12-10-2020
 ANC :3x
 Keluhan umum : mual, muntah

e. Riwayat KB
 Pernah mendengar tentang KB : Belum pernah
 Pernah menjadi akseptor KB : Belum pernah
 Alat kontrasepsi yang pernah di pakai :-

2.4 Riwayat Kesehatan


 Riwayat keluhan serupa : ada
 Riwayat penyakit yang pernah diderita : tidak ada
 Riwayat operasi : tidak ada
 Riwayat penyakit dalam keluarga : tidak ada

2.5 PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7˚ C
Tinggi badan : 157 cm
Berat Badan : 58 kg
Kepala : normochepal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor.
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Mulut : Pucat (-), kering (-)
Leher : tidak ada kelainan
Thorax
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Fremitus vocal (+) normal simetris
Auskultasi : cor : BJ I/II reguler, murmur (-) gallop (-)
pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : membesar simetris, bekas luka operasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Anggota gerak : akral hangat, edema (-), varices (-)

PEMERIKSAAN OBSTETRI
Inspeksi
Muka : cloasma gravidarum (-)
Leher : pembesaran vena jugularis (-)
Dada : pembesaran mammae simetris, puting susu menonjol,
hiperpigmentasi areola mammae (+), colostrum (-)
Abdomen : pembesaran perut simetris, striae gravidarum (+), linea
nigra (-), sikatrik (-), bekas luka operasi (-)
Vulva : labia mayor edema, pembengkakan kelenjar bartholini (-)

Palpasi
Pemeriksaan Leopold
 Leopold 1 : bulat, keras, melenting (kepala)
 Leopold 2 : punggung janin di sebelah kanan teraba keras
seperti papan. Sedangkan di sebelah kiri yaitu ekstremitas tangan dan
kaki teraba bagian yang kecil-kecil
 Leopold 3 : bulat, lunak, tidak melenting (bokong)
 Leopold 4 : konvergen (belum masuk PAP)

Auskultasi
DJJ : 142 x/i teratur
BU (+) normal

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium (12/9/2020 pukul 05.14 WIB)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
HEMATOLOGI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 11,3 g/dL 10.8 – 15.6
Hematokrit 33,6 % 33 – 45
Eritrosit 3,68 ribu/mL 4,0-5,0
MCV 91,2 fL 80-96
MCH 30,8 Pg 27-31
MCHC 33,7 g/dl 32-36
Trombosit 206 ribu/mL 150 – 450
Leukosit 10,1 ribu/mL 4 – 10
GDS 89 mg/dL < 200

Pemeriksaan Laboratorium (12/9/2020 pukul 16.40 WIB)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
HEMATOLOGI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 10,1 g/dL 10.8 – 15.6
Hematokrit 31,3 % 33 – 45
Eritrosit 3,33 ribu/mL 4,0-5,0
MCV 94,1 fL 80-96
MCH 30,5 Pg 27-31
MCHC 32,4 g/dl 32-36
Trombosit 211 ribu/mL 150 – 450
Leukosit 15,0 ribu/mL 4 – 10

Pemeriksaan Laboratorium (13/9/2020 pukul 07.06 WIB)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
HEMATOLOGI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 9,4 g/dL 10.8 – 15.6
Hematokrit 26,5 % 33 – 45
Eritrosit 2,95 ribu/mL 4,0-5,0
MCV 89,9 fL 80-96
MCH 31,8 Pg 27-31
MCHC 35,4 g/dl 32-36
Trombosit 180 ribu/mL 150 – 450
Leukosit 22,4 ribu/mL 4 – 10
Pemeriksaan USG (12/09/2020)

2.7 DIAGNOSA
Diagnosa Pre Op : G1P0A0 Hamil 35-36 minggu belum inpartu dengan
perdarahan antepartum e.c susp. Plasenta Previa Totalis,
JTH Intrauterine Presbo
Diagnosa Post Op : P1A0 Post Sectio Caesarea a/i Plasenta Previa Totalis

2.8 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 IVFD RL + 2 amp proterin 20 tpm
 Inj. Asam Tranexamat 3 x 500 mg
 Inj. Dexamethasone 2 x 2 amp
 PO : Fe 2 x 1
 PO : Nifedipin 3 x 10 mg
 Pasang tampon vagina
 Pro/ Sectio Caesarea Elektif
 Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
 Kaltrofen supp 3 x II
 Rencana transfusi PRC 1 Kolf
Non-medikamentosa
 Menjelaskan keadaan ibu
 Observasi KU, TTV, DJJ

LAPORAN OPERASI
Nama Pasien : Ny. M
Umur : 24 th
Operator : dr. Essy Octavia, Sp.OG
Diagnosa Pre Op : G1P0A0 Hamil 35-36 minggu belum inpartu + perdarahan
antepartum e.c susp. Plasenta Previa Totalis, JTH
Intrauterine Presbo
Diagnosa Post Op : P1A0 Post SC a/i Plasenta Previa Totalis
Nama Operasi : SC Transperitoneal
Tanggal Operasi : 12/09/2020
Jam Operasi : 21.30 – 22.30 WIB
Tindakan :
1) Pasien supine dengan anestesi spinal
2) Dilakukan tindakan asepsis antisepsis pada lapangan operasi
3) Insisi pfanennstiel, insisi segmen bawah rahim, bayi dilahirkan dengan
meluksir kepala
4) Air ketuban jernih dan tak berbau
5) Plasenta tampak menutupi OUI  plasenta previa totalis
6) Plasenta dilahirkan secara manual utuh
7) Cavum uteri dibersihkan dengan kassa betadin
8) Uterus dijahit lapis demi lapis
9) Operasi selesai

Terapi Post Op:


- IVFD RL + oksitosin  20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Metronidazole 3 x 500 mg
- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

VII. Prognosis
Ouo ad vitam : dubia ad bonam
Qou ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

VII. Follow Up Pasien


Tgl Follow up

13/09/2020 S Lemas dan nyeri perut bagian bawah bekas op


O TD: 110/80 mmHg; HR: 84 x/i; RR: 20 x/i; T: 36oc
Hb (9,4 g/dl)
A P3A0 Post SC a/i Plasenta Previa Totalis H.I
P • IVFD RL + Oksitosin  20 tpm.
• Inj. Ceftriaxone 3 x 1 gr
• Inj. Metronidazol 3 x 500 mg
• Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

14-9-2020 S Nyeri luka bekas op


O TD: 120/80 mmHg; HR: 80 x/i; RR: 20 x/i; T: 36oc
A P3A0 Post SC a/i Plasenta Previa Totalis H.II
P • PO Ciprofloxacin 2 x 500 mg
• PO Asam Mefenamat 3 x 500 mg
• PO Metronidazole 3 x 500 mg
• GV
• Aff infus dan kateter

15-9-2020 S Tidak ada keluhan. Lemas (-), pusing (-), mual (-), muntah (-)
O TD: 110/80 mmHg; HR: 80 x/i; RR: 20 x/i; T: 36oc
A P3A0 Post SC a/i Plasenta Previa Totalis H.III
P • PO Ciprofloxacin 2 x 500 mg
• PO Asam Mefenamat 3 x 500 mg
• PO Metronidazole 3 x 500 mg
16-9-2020 Pasien Pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Perdarahan Antepartum


Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah
melewati trimester III disebut dengan perdarahan antepartum. Perdarahan
antepartum merupakan suatu kasus gawat darurat yang berkisar 3-5% dari seluruh
persalinan. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan
solusio plasenta; penyebab lainnya biasanya pada lesi lokal vagina/ serviks.
Plasenta previa merupakan penyulit kehamilan hampir 1 dari 200 persalinan atau
1,7 % sedangkan untuk solusio plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dari 225 persalinan
atau <0,5%. Lebih dari setengah dari seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24
jam setelah melahirkan paling sering dari perdarahan yang berlebihan.2,3
Setiap perdarahan bila terjadi dalam kehamilan lanjut atau dalam
persalinan haruslah tidak boleh diabaikan.Pasien tersebut segera diangkut ke
rumah sakit yang cukup fasilitasnya. Perdarahan ulang yang biasanya lebih deras
dan yang tidak bisa diramalkan pada plasenta previa, perdarahan yang
berlangsung tidak nyata (concealed hemorrhage) serta nyeri abdomen yang pada
mulanya tidak seberapa (mirip permulaan inpartu) terlebih bila disertai gawat
janin pada solusio plasenta.4
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya
terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami
perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan, segmen bawah uterus
akan semakin melebar, dan serviks mulai membuka. Perdarahan ini terjadi apabila
plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau dibagian bawah segmen rahim.
Pembentukan segmen bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan
menyebabkan robekan plasenta pada tempat perlekatannya.4

3.2 Plasenta Previa


3.2.1 Definisi Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
(OUI). Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan
segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang
secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah
luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalammasa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena
itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal.4
Gambar 3.1 Plasenta Previa

3.2.2 Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta
previa hipoplasia endometrium, korpus luteum bereaksi lambat, tumor-tumor,
seperti mioma uteri, polip endometrium, endometrium cacat, seksio cesarea,
kuretase, kehamilan kembar, riwayat plasenta previa sebelumnya.5
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim. Teori lain mengemukakan sebagai salah
satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat
rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya
berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang
semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko terjadinya plasenta previa.
Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis
bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke SBR sehingga menutupi
sebagian atau seluruh OUI.4
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan
endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang
baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada:6
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan
sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat
(>20 batang/hari). Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan
plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin.
Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri
internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot
mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih
rendah dekat ostium uteri internum.6

3.2.3 Faktor Risiko


1. Multiparitas
Paritas memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian plasenta
previa, hal ini disebabkan adanya respon inflamasi dan perubahan atrofi
pada dinding endometrium yang menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar sehingga plasenta tumbuh menutupi bagian segmen bawah rahim
dan atau sebagian ostium uteri internum.6
2. Usia
Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali
lebih besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada
wanita di bawah usia 20 tahun. Usia wanita produktif yang aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Prevalensi plasenta previa
meningkat 3 kali pada umur ibu >35 tahun.7
Faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta
previa adalah usia ibu, ibu dengan usia yang muda kurang dari 20 tahun
lebih berisiko mengalami plasenta previa karena pertumbuhan
endometrium yang kurang subur begitu juga dengan ibu dengan usia diatas
35 tahun karena pertumbuhan endometrium sudah kurang subur. Ibu
dengan usia diatas 35 tahun berisiko lebih tinggi karena aliran darah ke
endometrium terganggu karena kondisi endometrium kurang subur.6
Hasil penelitian Wardana pada tahun 2007 menyatakan peningkatan
umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis
pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran
darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar
dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah
yang adekuat.8
3. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan
atrofik dan inflamatorotik.
4. Riwayat Seksio Cesarea (SC)
Faktor lain yang dapat menyebabkan plasenta previa yakni riwayat
seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Persalinan secara seksio
sesarea meningkatkan kejadian plasenta previa tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan persalinan pervaginam dikarenakan karena cacatnya
endometrium dimana bekas luka operasi.6
Peningkatan kejadian plasenta previa ini diperkirakan diakibatkan
karena perubahan patologis yang terjadi pada miometrium dan
endometrium selama kehamilan karena adanya jaringan parut. Perubahan
patologis yang dapat terjadi meliputi pembentukan polip infiltrasi
limfosit,dilatasi kapiler dan infiltrasi sel darah merah bebas kedalam
jaringan sekitar jaringan parut selain itu jaringan parut menyebabkan
implantasi plasenta tidak optimal peningkatan terjadi malformasi vaskuler
dan peningkatan kerentanan pembuluh darah.6
5. Riwayat Kuretase
Endometrium yang cacat akibat riwayat kuretase menyebabkan
keadaan endometrium kurang baik sehingga plasenta tumbuh meluas dan
menutupi ostium uteri internum,keadaan ini menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang baikseperti ostium uteri internum. Tindakan
operatif yang dilakukan baik vacuum aspiration (VA) dan dilatation and
sharp curettage meningkatkan terjadinya adhesi sehinggapada dinding
endometrium akan menghambat pertumbuhan plasenta meluas menutupi
ostium uteri internum untuk memenuhi kebutuhan janin.6
6. Chorion leave persisten.6
7. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.6
8. Konsepsi dan nidasi terlambat.6
9. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.6

3.2.4 Epidemiologi Kejadian Plasenta Previa


Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran.
Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab
terbanyak. Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari
pada usia diatas 30 tahun.Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal.Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.4,6
3.2.5 Klasifikasi Plasenta Previa
Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):6
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan
secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.6
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan
biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.6
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi
jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan
tetap besar.6
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm
dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta
letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan janin
bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.6

Gambar 3.2 Klasifikasi plasenta Previa6

Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah:6


1) Tingkat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi
sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
2) Tingkat 2, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (Ostium).
3) Tingkat 3, Complete placenta previa: plasenta menutupi ostium waktu
tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
4) Tingkat 4, Central placenta previa: plasenta menutupi seluruh ostium pada
pembukaan hampir lengkap.

Menurut de Snoo, klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5 cm


adalah:6
1) Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostium.
2) Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3:
a) Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian plasenta menutupi
ostium bagian belakang.
b) Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian plasenta menutupi
ostium bagian depan.
c) Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostium yang ditutupi plasenta.

Plasenta previa dapat dibagi menjadi empat derajat berdasarkan scan pada
ultrasound yaitu :9
- Derajat I : Plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
- Derajat II : Plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
- Derajat III : Plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri
internum.
- Derajat IV : Plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim.

3.2.6 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen
bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian
pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan
yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh
karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta
previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding).4
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena
segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena
terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).4
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh
kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.4

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.4
Patofisiologi Plasenta Previa
3.2.7 Gambaran Klinis
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Darah yang berwarna
merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang
robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidak
mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan
perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah
letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.10
Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan
kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak seperti
mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai
persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
Perdarahan diperhebat berhubung SBR tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pasca
persalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan SBR pada
plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah
terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio
plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.4
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi
abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis
dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat
ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.4

3.2.8 Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut
biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Dahulu untuk kepastian
diagnosis pada kasus dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam
kamar bedah demikian rupa segala sesuatunya termasuk staf dan perlengkapan
anesthesia semua siap untuk tindakan bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi
litotomi di atas meja operasi dilakukan periksa dalam (vaginal toucher) dalam
lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua jari
telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau
tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin. Kemudian jari-jari
digerakkan mengikuti seluruh perbukaan untuk mengetahui derajat atas klasifikasi
plasenta.4
Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan
diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarahan
banyak untuk kemudian pasien dikembalikan ke kamar bersalin. Jika terjadi
perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan
dengan seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi
penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut dengan double set up
examination. Perlu diketahui tindakan periksa dalam tidak boleh/kontraindikasi
dilakukan di luar persiapan double set up examination. Periksa dalam sekalipun
yang dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi perdarahan banyak di luar
persiapan akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal.4
Dewasa ini double set up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang
dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi (USG). USG
Transabdominal dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi
kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai 96% -98%.
Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal USG untuk mendeteksi
keadaan OUI. Diagnosa plasenta previa ditegakkan dengan adanya gejala-gejala
klinis dan pemeriksaaan ultrasonografi. Dengan USG dapat ditentukan implantasi
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm
disebut plasenta letak rendah.11
3.2.8.1 Anamnesis
Gejala utama berupa perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau
pada kehamilan trimester III yang bersifat tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri
(painless), dan berulang (recurrent).6
3.2.8.2 Pemeriksaan Yang Dilakukan
Adapun pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosa placenta previa meliputi: keadaan umum dan tanda vital, inspeksi
genitalia eksterna, pemeriksaan inspekulo dan leopold.10
1) Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah dan bagian
terbawah janin belum turun, biasanya kepala masih floating.6
2) Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui asal perdarahan, apakah perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina.6
3) Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop dan ultrasonografi. Akan
tetapi pada pemeriksaan radiografi clan radioisotop, ibu dan janin
dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan
USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini
dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta. Pemeriksaan
ultrasonografi berfungsi untuk menilai apakah terdapat keadaan patologis
intrauterine seperti berkurang/bertambahnya jumlah cairan amnion diatas
normal maupun letak implantasi plasenta yang abnormal.6,10
4) Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan
forniks.Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak
(bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui
kanalis servikalis. Jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba
adanya jaringan plasenta.6

3.2.9 Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien
biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya
plasenta previa adalah :6
1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi
secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus
dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak
dapat dicegah.6
2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke
perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan
plasenta perkreta.6
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak.
Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan
keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua
tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta
previa.6
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.6
5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.6
6. Solusio plasenta6
7. Kematian maternal akibat perdarahan6
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)6
9. Infeksi sepsis6

3.2.10 Penanganan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester
kedua atau ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat
baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan
faktor Rh. Jika Rh negative, RhoGam perlu diberikan pada pasien yang berlum
pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak
dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan
pulang dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah
mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera
kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak
mencemaskan. Pada kehamilan antara 24 minggu - 34 minggu diberikan steroid
dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Jika ada gejala
hipovolemia seperti hipotensi dan takikardia, pasien tersebut mungkin telah
mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat daripada penampakannya
secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.4
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan di luar rumah sakit
hubungan suami istri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali jika setelah
pemeriksaan USG ulangan, dianjurkan minimal setelah 4 minggu,
memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi OUI. Bila USG tidak demikian,
pasien tetap dinasihati untuk mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat
jauh tidak dibenarkan sebagai antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-
waktu. Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin
tidak sampai membahayakan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan yang
banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila
perdarahannya tidak sampai demikian banyak, pasien diistirahatkan sampai
kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis menunjukkan paru janin telah
matang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu melalui seksio sesarea.4
Penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:12
1. Ekspektatif
Ekspektatif dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan
hidup di dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat
dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahannya sudah berhenti atau
sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta
previa harus segera diakhiri untuk menghindari perdarahan yang fatal.
Menurut Scearce pada tahun 2007, syarat terapi ekspektatif yaitu:
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.12
 Belum ada tanda-tanda inpartu.
 Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal).
 Janin masih hidup.
2. Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.12
Cara persalinan dengan plasenta previa :12
a. Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak
punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
b. Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada
penekanan pada plasenta. Seperti amniotomi, akselerasi, traksi
dengan Cunam Willet, versi braxton hicks.
Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan
yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
previa adalah:1
1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian.1
2) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.1

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yaitu penatalaksanaan aktif


dipersiapkan terminasi perabdominam. Pemantauan tanda-tanda vital Ibu, denyut
jantung janin, His; Amphicillin 1 gram/8 jam. Pemilihan penatalaksanaan aktif
dikarenakan berdasarkan HPHT dan USG usia kehamilan sudah cukup bulan >37
minggu, TBJ janin normal sesuai masa kehamilan, lalu didapatkan perdarahan
yang merupakan kegawat daruratan obstetri. Dilakukan terminasi perabdominal
kerena jenis plansenta previa totalis sehingga seluruh OUI tertutupi oleh plasenta.1
3.2.11 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasive dengan USG di samping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan
telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten.4
3.3 Presentasi Bokong
3.3.1 Definisi
Presentasi bokong adalah letak memanjang dengan bagian terbawah
bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Presentasi bokong memiliki angka
kejadian sekitar 3-8% dari seluruh persalinan pervaginam. Dengan adanya
presentasi bokong, ibu memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya komplikasi
selama proses persalinan dibandingkan presentasi kepala.13,14,15.

3.3.2 Etiologi
Menjelang kehamilan aterm, kavum uteri telah mempersiapkan janin pada
letak longitudinal dengan presentasi puncak kepala. Ada beberapa penyebab yang
memegang peranan penting dalam terjadinya letak sungsang, diantaranya adalah:
1. Relaksasi uterus yang disebabkan oleh multiparitas, janin multipel
2. Hidroamnion, oligohidroamnion karena anak mudah bergerak
3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
4. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang
sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
5. Riwayat presentasi bokong, anomali uterus, berbagai tumor dalam panggul.14

3.3.3 Penyulit
Pada presentasi bokong, peningkatan frekuensi penyulit berikut ini dapat
diperkirakan:
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal akibat pelahiran yang sulit.
2. Berat lahir rendah pada pelahiran preterm, pertumbuhan terhambat atau
keduanya.
3. Prolaps tali pusat.
4. Plasenta previa.
5. Anomali janin, neonatus dan bayi.
6. Anomali dan tumor uterus.
7. Janin multipel.
8. Intervensi operatif, terutama seksio cesaria
3.3.4 Klasifikasi
Presentasi bokong (3,6%) dengan penunjuk sakrum. Klasifikasi presentasi
bokong (letak sungsang) dibuat untuk kepentingan seleksi pasien yang akan
dicoba persalinan secara vaginal. Letak sungsang dibagi menjadi:
a. Letak bokong murni/presentasi bokong murni/frank breech (50-70%).Pada
presentasi bokong ini terjadi akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat keatas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin.
Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.

Gambar 1. Presentasi bokong murni/ frank breech13

b. Letak bokong kaki sempurna/ presentasi bokong kaki sempurna/complete


breech (5-10%). Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong
dapat diraba kaki.

Gambar 2. Presentasi bokong kaki sempurna/ complete breech13


c. Letak bokong kaki tidak sempurna/incomplete or footling (10-30%). Pada
presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki disamping
bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat keatas. Pada presentasi kaki
bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.

Gambar 3. Presentasi bokong kaki tidak sempurna/ incomplete or footling13

3.3.5 Patogenesis
Presentasi bokong merupakan malpresentasi yang paling sering dijumpai.
Sebelum umur kehamilan 2 minggu, kejadian presentasi bokong berkisar antara
25-30% dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi kepala setelah umur
kehamilan 34 minggu. Jika presentasi masih tetap sungsang pada minggu ke 36
maka sulit bagi janin untuk mengubah posisi.
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak leluasa.
Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak
sungsang, atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan
kedua tingkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk
menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada pada
ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.
Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum
cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi sedangkan pada kehamilan
cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Tetapi
beberapa fetus dapat berada dalam posisi sungsang.13,14
3.3.6 Diagnosis
Hubungan yang bervariasi antara ekstremitas bawah dan bokong pada bayi
dengan presentasi bokong membentuk kategori presentasi bokong murni,
sempurna dan tidak sempurna. Pada presentasi bokong murni, tampak ekstremitas
bawah mengalami fleksi pada sendi panggul dan ekstensi pada sendi lutut
sehingga kaki terletak berdekatan dengan kepala. Presentasi bokong sempurna
dibedakan dari presentasi bokong murni satu atau kedua lutut dalam keadaan
fleksi.
Pada presentasi bokong tak sempurna, satu atau kedua sendi panggul tidak
berada dalam keadaan fleksi dan satu atau kedua kaki atau lutut terletak di bawah
bokong sehingga kaki atau lutut bayi terletak paling bawah pada jalan lahir.
Presentasi bokong murni paling banyak dijumpai ketika diagnosis ditegakkan
melalui pemeriksaan radiologis pada saat menjelang aterm.13,14,15
1. Pemeriksaan abdominal
Pada pemeriksaan leopold I, kepala janin yang keras, bulat dan dapat
diraba dengan balotement sudah menempati bagian fundus uteri. Pada leopold
II, menunjukkan punggung sudah berada pada satu sisi abdomen dan bagian-
bagian kecil berada pada sisi yang lain. Pada leopold III, bila engagement
belum terjadi diameter intertrokanterika panggul janin belum melewati pintu
atas panggul, bokong janin masih dapat digerakkan di pintu atas panggul.
Leopold IV menunjukkan posisi bokong yang mapan dibawah simfisis. Suara
jantung janin biasanya terdengar paling keras pada daerah sedikit di atas
umbilikus, sedangkan bila telah terjadi engagement kepala janin, suara jantung
terdengar paling keras di bawah umbilikus.
2. Pemeriksaan dalam
Pada presentasi bokong murni, kedua tuberositas iskiadika, sakrum
maupun anus biasanya teraba, dan setelah terjadi penurunan lebih lanjut,
genitalia eksterna dapat dikenali. Pada partus lama, bokong dapat sangat
membengkak sehingga menyebabkan kesulitan untuk membedakan muka
dengan bokong, anus bisa dikira mulut dan tuberositas iskhiadika dapat
disangka tulang pipi. Namun dengan pemeriksaan yang cermat, kesalahan
tersebut dapat dihindari karena jari tangan pemeriksa akan mengahdapi tahanan
otot pada anus, sedangkan rahang yang lebih keras dan kurang kenyal ketika
diraba akan terasa pada mulut.
Selanjutnya ketika jari tangan dikeluarkan dari anus, kadang-kadang jari
tersebut berlumuran mekonium. Mulut dan kedua tonjolan tulang pipi akan
membentuk bangunan segitiga. Sedangkan tuberositass ishkiadika dan anus
akan membentuk satu garis lurus. Pada presentasi bokong sempurna, kaki dapat
diraba sebelah bokong sedangkan pada presentasi kaki letak salah satu atau
kedua kaki lebih rendah daripada bokong. Pada presentasi kaki, kaki kanan
atau kiri dapat ditentukan berdasarkan hubungannya dengan ibu jari kaki.
Ketika bokong turun lebih jauh ke rongga panggul, genitalia dapat diraba.
3. Teknik pencitraan
USG idealnya digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi
bokong dan bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin.

3.3.7 Penatalaksanaan Persalinan


Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh lebih besar
dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
a. Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan
cermat mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta
keadaan umum ibu.
b. Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan
persalinan.
c. Persiapan tenaga penolong persalinan–asisten penolong persalinan - dokter
anak dan ahli anastesi.

Jenis pimpinan persalinan bokong13,14,15 :


1. Persalinan pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam di bagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Persalinan spontan (spntaneous breech). Janin dilahirkan dengan kekuatan
tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara Bracht.
b. Manual Aid (partial breech extraction; assisted breech delivery). Janin
dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi
dengan tenaga penolong.
c. Ekstraksi sungsang (total breech extraction). Janin dilahirkan seluruhnya
dengan memakai tenaga penolong.
2. Persalinan perabdominal (seksio cesaria)
Kriteria persalinan Pervaginam pada presentasi bokong 13,14:
a. Presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki
b. Tafsiran berat janin pada primi : < 3500g, pada multigravida <4000g
c. Panggul luas
d. Zatuchni Andros > 4
e. Plasenta tidak dibawah
Teknik pelahiran presentasi bokong
Persalinan dan pelahiran spontan
a. Pelahiran sungsang spontan (spontan bracht).
Kelahiran bayi ssepenuhnya terjadi secara spontan tanpa tarikan ataupun
manipulasi untuk menyangga bayi. Persalinan spontan pervaginam (spontan
Bracht) terdiri dari 3 tahapan :
1. Fase lambat pertama:
• Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).
• Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara
tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang
mungkin terjadi.
2. Fase cepat:
• Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
• Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi
pembuluh darah tali pusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga
sirkulasi uteroplasenta terganggu.
• Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan dalam 1 –
2 kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
3. Fase lambat kedua:
• Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
• Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh
dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang
terlampau cepat yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.13,14,17

Teknik pelahiran sungsang spontan (spontan bracht)


1. Pertolongan dimulai setelah bokong nampak di vulva dengan penampang
sekitar 5 cm.
2. Suntikkan 5 unit oksitosin i.m dengan tujuan bahwa dengan 1–2 his berikutnya
fase cepat dalam persalinan sungsang spontan pervaginam akan terselesaikan.
3. Dengan menggunakan tangan yang dilapisi oleh kain setengah basah, bokong
janin dipegang sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada pada
bagian belakang pangkal paha dan empat jari-jari lain berada pada bokong
janin. (gambar 5)
4. Pada saat ibu meneran, dilakukan gerakan mengarahkan punggung anak ke
perut ibu (gerak hiperlordosis)sampai kedua kaki anak lahir .
5. Setelah kaki lahir, pegangan dirubah sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari
sekarang berada pada lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari
berada pada pinggang janin. (gambar 6)
6. Dengan pegangan tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis dilanjutkan (gerak
mendekatkan bokong anak pada perut ibu) sedikit kearah kiri atau kearah
kanan sesuai dengan posisi punggung anak.
7. Gerakan hiperlordosis tersebut terus dilakukan sampai akhirnya lahir mulut-
hidung-dahi dan seluruh kepala anak.
8. Pada saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan suprasimfisis searah
jalan lahir dengan tujuan untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin
9. Setelah anak lahir, perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti
pada persalinan spontan pervaginam pada presentasi belakang kepala.13,14,17,19
Gambar 5. Pegangan panggul anak pada persalinan spontan Bracht13

Gambar 6. Pegangan bokong anak pada persalinan spontan Bracht13

Prognosis
• Prognosis lebih buruk dibandingkan persalinan pada presentasi belakang
kepala.
• Prognosis lebih buruk oleh karena:
- Perkiraan besar anak sulit ditentukan sehingga sulit diantisipasi terjadinya
peristiwa “after coming head”.
- Kemungkinan ruptura perinei totalis lebih sering terjadi.

b. Ekstraksi sungsang parsial (manual aid)


Bayi dilahirkan secara spontan sampai umbilikus, tetapi bagian tubuh lainnya
diekstraksi/dilahirkan dengan traksi oleh penolong dan perasat-perasat untuk
membantu dengan atau tanpa gaya dorong ibu. Terdiri dari 3 tahapan :
1. Bokong sampai umbilikus lahir secara spontan (pada frank breech).
2. Persalinan bahu dan lengan dibantu oleh penolong.
3. Persalinan kepala dibantu oleh penolong.
Untuk melahirkan bahu dan lengan dilakukan tahapan yaitu:
1. Pegangan pada panggul anak sedemikian rupa sehingga ibu jari penolong
berdampingan pada os sacrum dengan kedua jari telunjuk pada krista iliaka
anterior superior ; ibu jari pada sakrum sedangkan jari-jari lain berada
didepan pangkal paha. (gambar 7)
2. Dilakukan traksi curam kebawah sampai menemui rintangan (hambatan)
jalan lahir.

Gambar 7. Pegangan “Femuro Pelvic” pada pertolongan persalinan sungsang


pervaginam13
3. Selanjutnya bahu dapat dilahirkan dengan menggunakan salah satu dari
cara-cara berikut:
a. Persalinan bahu dengan cara lovset.
Prinsip :
Memutar badan janin setengah lingkaran (180°) searah dan berlawanan
arah jarum jam sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu
yang semula dibelakang akan lahir didepan (dibawah simfsis). Hal
tersebut dapat terjadi oleh karena :
 Adanya inklinasi panggul (sudut antara pintu atas panggul dengan
sumbu panggul)
 Adanya lengkungan jalan lahir dimana dinding sebelah depan lebih
panjang dibanding lengkungan dinding sacrum disebelah belakang.
Sehingga setiap saat bahu posterior akan berada pada posisi lebih
rendah dibandingkan posisi bahu anterior17,18,19,20

Tehnik :

Gambar 8. Tubuh janin dipegang dengan pegangan femuropelvik. Dilakukan


pemutaran 180° sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan 13

Gambar 9. Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar 180° kearah
yang berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan dibawah arcus pubis
dan dapat dilahirkan13

Gambar 10. Tubuh janin diputar kembali 180° kearah yang berlawanan sehingga
bahu belakang kembali menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat
dilahirkan13
Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset :
1. Tehnik sederhana.
2. Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin.
3. Kemungkinan infeksi intrauterin minimal.21

b. Persalinan bahu dengan cara Klasik


 Disebut pula sebagai tehnik deventer.
 Melahirkan lengan belakang dahulu dan kemudian melahirkan lengan
depan dibawah simfisis.
 Dipilih bila bahu tersangkut di pintu atas panggul.

Prinsip :
Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruangan
panggul sebelah belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang panggul
sebelah depan) dan kemudian melahirkan lengan depan dibawah arcus
pubis.

Gambar 11. Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu cara klasik 14

Gambar 12. Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara klasik 14
1. Kedua pergelangan kaki dipegang dengan ujung jari tangan kanan
penolong berada diantara kedua pergelangan kaki anak , kemudian di
elevasi sejauh mungkin dengan gerakan mendekatkan perut anak pada
perut ibu.
2. Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir, jari tengan dan
telunjuk tangan kiri menyelusuri bahu sampai menemukan fosa cubiti
dan kemudian dengan gerakan “mengusap muka janin ”, lengan
posterior bawah bagian anak dilahirkan.
3. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki
janin diubah.
Dengan tangan kanan penolong, pergelangan kaki janin dipegang
dan sambil dilakukan traksi curam bawah melakukan gerakan seolah
“mendekatkan punggung janin pada punggung ibu” dan kemudian lengan
depan dilahirkan dengan cara yang sama.
Bila dengan cara tersebut pada no 3 diatas lengan depan sulit untuk
dilahirkan, maka lengan tersebut diubah menjadi lengan belakang dengan
cara:
- Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicekap dengan kedua
tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong
terletak dipunggung anak dan sejajar dengan sumbu badan janin,
sedangkan jari-jari lain didepan dada.
- Dilakukan pemutaran tubuh anak kearah perut dan dada anak
sehingga lengan depan menjadi terletak dibelakang dan dilahirkan
dengan cara yang sudah dijelaskan pada no2.

Keuntungan : Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan bahu


Kerugian : Masuknya tangan kedalam jalan lahir meningkatkan resiko
infeksi14,17,21

c. Persalinan bahu dengan cara Müller.


 Melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis
melalui ekstraksi, disusul melahirkan lengan belakang di belakang
(depan sacrum)
 Dipilih bila bahu tersangkut di Pintu Bawah Panggul

Gambar 13. Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong dan bila
perlu dibantu dengan telunjuk jari tangan kanan untuk mengeluarkan lengan
depan13

Gambar 14. Melahirkan lengan belakang (inset : mengait lengan atas dengan
telunjuk jari tangan kiri penolong)14

Tehnik pertolongan persalinan bahu cara Müller:


1. Bokong dipegang dengan pegangan “femuropelvik”.
2. Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawahpada
tubuh janin sampai bahu depan lahir (gambar 13) dibawah arcus pubis
dan selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan depan
bagian bawah.
3. Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan
tangan kanan dan dilakukan elevasi serta traksi keatas (gambar
14), traksi dan elevasi sesuai arah tanda panah) sampai bahu belakang
lahir dengan sendirinya. Bila tidak dapat lahir dengan sendirinya,
dilakukan kaitan untuk melahirkan lengan belakang anak (inset
pada gambar 14)
Keuntungan penggunaan tehnik ini adalah oleh karena tangan penolong
tidak masuk terlalu jauh kedalam jalan lahir maka resiko infeksi
berkurang.14,16,17

Melahirkan Lengan Menunjuk.


Nuchal Arm
Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah bila pada persalinan
sungsang, salah satu lengan anak berada dibelakang leher dan menunjuk
kesatu arah tertentu. Pada situasi seperti ini, persalinan bahu tidak dapat
terjadi sebelum lengan yang bersangkutan dirubah menjadi didepan dada.

Gambar 15. Lengan menunjuk (“nuchal arm”)14

Bila lengan yang menunjuk adalah lengan posterior : (dekat dengan


sakrum)
1. Tubuh janin dicekap sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong
berada dipunggung anak sejajar dengan sumbu tubuh anak dan jari-jari
lain didepan dada.
2. Badan anak diputar 1800  searah dengan menunjuknya lengan yang
dibelakang leher sehingga lengan tersebut akan menjadi berada didepan
dada (menjadi lengan depan).
3. Selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan tehnik persalinan bahu cara
klasik.
Gambar 16. Lengan kiri menunjuk kekanan14

Gambar 17. Tubuh anak diputar searah dengan menunjuknya lengan (kekanan)15

Gambar 18. Menurunkan lengan anak15

Bila lengan yang menunjuk adalah lengan anterior : (dekat


dengan simfisis) maka :
Penanganan dilakukan dengan cara yang sama, perbedaan terletak
pada cara memegang tubuh anak dimana pada keadaan ini kedua ibu jari
penolong berada didepan dada sementara jari-jari lain dipunggung janin.
Melahirkan Lengan Menjungkit
Yang dimaksud dengan lengan menjungkit adalah suatu keadaan
dimana pada persalinan sungsang pervaginam lengan anak lurus disamping
kepala. Keadaan ini menyulitkan terjadinya persalinan spontan
pervaginam. Cara terbaik untuk mengatasi keadaan ini adalah melahirkan
lengan anak dengan cara lovset.

Gambar 19. Melahirkan lengan menjungkit15

Bila terjadi kemacetan bahu dan lengan saat melakukan pertolongan


persalinan sungsang secara spontan (Bracht), lakukan pemeriksaan lanjut
untuk memastikan bahwa kemacetan tersebut tidak disebabkan oleh lengan
yang menjungkit.

PERSALINAN KEPALA
A. After Coming Head
Pertolongan untuk melahirkan kepala pada presentasi sungsang dapat
dilakukan dengan berbagai cara :
1. Cara mouriceau (Viet – Smellie)
Gambar 20. Tehnik Mouriceau17
Dengan tangan penolong yang sesuai dengan arah menghadapnya
muka janin, jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin dan jari telunjuk
serta jari manis diletakkan pada fosa canina.
a. Tubuh anak diletakkan diatas lengan penolong, seolah anak
“menunggang kuda”.
b. Belakang leher anak dicekap diantara jari telunjuk dan jari tengah
tangan yang lain.
c. Assisten membantu dengan melakukan tekanan pada daerah
suprasimfisis untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin.
d. Traksi curam bawah terutama dilakukan oleh tangan yang dileher.17

2. Cara prague terbalik
Dilakukan bila occiput dibelakang (dekat dengan sacrum) dan muka
janin menghadap simfisis. Satu tangan mencekap leher dari sebelah
belakang dan punggung anak diletakkan diatas telapak tangan tersebut.
Tangan penolong lain memegang pergelangan kaki dan kemudian di
elevasi keatas sambil melakukan traksi pada bahu janin sedemikian rupa
sehingga perut anak mendekati perut ibu. Dengan larynx sebagai
hypomochlion kepala anak dilahirkan.

Gambar 21. Persalinan kepala dengan tehnik Prague terbalik 17


c. Ektraksi sungsang total
Persalinan sungsang pervaginam dimana keseluruhan proses persalinan
anak dikerjakan sepenuhnya oleh penolong persalinan.
Jenis ekstraksi total :
1. Ekstraksi bokong
Tindakan ini dikerjakan pada letak bokong murni dengan bokong yang
sudah berada didasar panggul.
Tehnik :
1. Jari telunjuk penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak dimasukkan
jalan lahir dan diletakkan pada lipat paha depan anak. Dengan jari
tersebut, lipat paha dikait. Untuk memperkuat kaitan tersebut, tangan lain
penolong mencekap pergelangan tangan yang melakukan kaitan dan ikut
melakukan traksi kebawah. (gambar 22 dan 23)
2. Bila dengan traksi tersebut trochanter depan sudah terlihat dibawah arcus
pubis, jari telunjuk tangan lain segera mengait lipat paha belakang dan
secara serentak melakukan traksi lebih lanjut untuk melahirkan
bokong. (gambar 24)
3. Setelah bokong lahir, bokong dipegang dengan pegangan “femuropelvik”
dan janin dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada ekstraksi
bokong parsialis.

Gambar 22. Kaitan pada lipat paha depan untuk melahirkan trochanter depan 17
Gambar 23. Untuk memperkuat traksi bokong, dilakukan traksi dengan
menggunakan kedua tangan seperti terlihat pada gambar. 17

Gambar 24. Traksi dengan kedua jari untuk melahirkan bokong 17

2. EKSTRAKSI KAKI
1. Setelah persiapan selesai, tangan penolong yang sesuai dengan bagian
kecil anak dimasukkan secara obstetris kedalam jalan lahir, sedangkan
tangan lain membuka labia.
2. Tangan yang didalam mencari kaki dengan menyelusuri bokong –
pangkal paha sampai belakang lutut (fosa poplitea) dan kemudian
melakukan fleksi dan abduksi paha janin sehingga sendi lutut menjadi
fleksi.(gambar 25)
3. Tangan yang diluar (dekat dibagian fundus uteri) mendekatkan kaki
janin untuk mempermudah tindakan mencari kaki janin tersebut
diatas. (gambar 26)
4. Setelah lutut fleksi, pergelangan kaki anak dipegang diantara jari ke II
dan III dan dituntun keluar dari vagina. (gambar 27)
Gambar 25. Tangan dalam mencari kaki dengan menyelusuri bokong sampai fosa
poplitea13

Gambar 26. Bantuan tangan luar dibagian fundus uteri dalam usaha mencari kaki
janin13

Gambar 27. c, d , e Rangkaian langkah mencari dan menurunkan kaki pada persalinan
sungsang (maneuver Pinard)13
1. Kedua tangan penolong memegang betis anak dengan meletakkan
kedua ibu jari dibelakang betis sejajar dengan sumbu panjangnya dan
jari-jari lain didepan tulang kering. Dengan pegangan ini dilakukan
traksi curam bawah pada kaki sampai pangkal paha lahir
2. Pegangan kini dipindahkan keatas setinggi mungkin dengan kedua ibu
jari dibelakang paha pada sejajar sumbu panjangnya dan jari lain
didepan paha. Dengan pegangan ini pangkal paha ditarik curam bawah
sampai trochanter depan lahir. (gambar 28)

3. Kemudian dilakukan traksi curam atas pada pangkal paha


untuk melahirkan trochanter belakang sehingga akhirnya seluruh
bokong lahir. (Gambar 29)

4. Setelah bokong lahir, dilakukan pegangan femuropelvik dan dilakukan


traksi curam dan selanjutnya untuk menyelesaikan persalinan bahu dan
lengan serta kepala seperti yang sudah dijelaskan.
Gambar 30. Terlihat bagaimana cara melakukan pegangan pada pergelangan kaki anak.
Sebaiknya digunakan kain setengah basah untuk mengatasi licinnya tubuh anak Traksi
curam bawah untuk melahirkan lengan sampai skapula depan terlihat.17

Gambar 31. Pegangan selanjutnya adalah dengan memegang bokong dan panggul janin
(jangan diatas panggul anak). Jangan lakukan gerakan rotasi sebelum skapula terlihat. 17

Gambar 32. Skapula sudah terlihat, rotasi tubuh sudah boleh dikerjakan 17
Gambar 33. Dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu belakang yang diikuti
dengan gerakan untuk membebaskan lengan belakang lebih lanjut. 17

.
Gambar 34. Persalinan bahu depan melalui traksi curam bahwa setelah bahu belakang
dilahirkan; Lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama dengan melahirkan lengan
belakang.17

b. Persalinan perabdominam
Beberapa kriteria yang dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus
perabdominam adalah :
1. Primigravida tua
2. Nilai sosial tinggi
3. Riwayat persalinan yang buruk
4. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg
5. Dicurigai kesempitan panggul
6. Prematuritas
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai
lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau
perabdominan, sebagai berikut :

Komplikasi persalinan letak sungsang antara lain:


a. Dari faktor ibu:
- Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.
- Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits)
- Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.
b. Dari faktor bayi:
- Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial, perdarahan
alat-alat vital intra-abdominal.
- Infeksi karena manipulasi
- Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian leher,
rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis dan
fasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung alat-
alat vital (mata, telinga, mulut), asfiksisa sampai lahir mati.
BAB IV
ANALISA KASUS

Dari anamnesis didapatkan, Pasien Ny. M umur 24th, Pasien datang


dengan keluhan keluar darah segar dari jalan lahir sejak ± 1 jam SMRS, mules (-),
keluar air-air (-), keluar lendir darah (-). Riwayat jatuh (-), riwayat minum jamu-
jamuan/obat-obatan tertentu (-), riwayat diurut-urut (-). Sebelumnya ± 5 jam
SMRS pasien mengaku mengalami keluhan yang sama yaitu keluar darah segar
dari jalan lahir namun darah hanya sedikit yang kemudian berhenti. Darah yang
keluar dirasa tidak terlalu banyak dibandingkan saat ini.
Berdasarkan teori, manifestasi klinis yang menonjol pada plasenta previa
adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina berwarna merah segar tanpa rasa
nyeri Gejala yang bersifat tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan
berulang (recurrent). Darah yang berwarna merah segar menandakan sumber
perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang robek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut
otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan tersebut,
tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III
pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah letak plasenta, maka
semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta
previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin
baru berdarah setelah persalinan mulai.
Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal dan dari pemeriksaan
fisik tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan obstetri,
pemeriksaan leopold I teraba bagian yang bulat, keras dan tidak melenting,
leopold II teraba punggung di sisi kanan dan bagian kecil disisi kiri, leopold III
teraba bagian bulat, lunak dan melenting, leopold IV letak bagian terbawah
janin belum masuk pintu atas panggul. Dari pemeriksaan tersebut dapat
disimpulkan janin dalam presentasi bokong, hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa presentasi bokong adalah letak memanjang dengan bagian
terbawah bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Pada pasien ini juga tidak
didapatkan adanya His, keluar lendir bercampur darah dari vagina (-), hal ini
menandakan bahwa pasien belum inpartu.
Pada pasien ini dilakukan tindakan section sesarea cito/emergency yang
sudah sesuai dengan teori, bahwa jika terjadi perdarahan banyak atau ternyata
plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Dalam
penatalaksanaan plasenta previa terdiri dari 2 terapi yaitu terapi ekspektatif dan
terapi aktif. Terapi aktif yaitu untuk Wanita hamil di atas 22 minggu dengan
perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana
secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan
dengan plasenta previa yaitu seksio sesarea. Prinsip utama dalam melakukan
seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin
meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
Dilakukan terminasi perabdominal kerena jenis plasenta previa totalis
sehingga seluruh OUI tertutupi oleh plasenta.
BAB V
KESIMPULAN

Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah
melewati trimester III disebut dengan perdarahan antepartum. Salah satu
penyebab perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum. Penyebab pasti plasenta previa belum jelas, namun ada beberapa faktor
yang diduga sebagai etiologinya, yaitu: Umur dan paritas, Endometrium yang
cacat; Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek, bekas operasi, bekas
kuretage atau plasenta manual, perubahan endomentrium pada mioma uteri atau
polip, pada keadaan malnutrisi.
Gejala klinis perdarahan tanpa nyeri, terjadi perdarahan pada usia gestasi >
22 minggu, darah segar atau kehitaman dengan bekuan, perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks atau koitus.
Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu. Sifat perdarahan:
o Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba.
o Tanpa sebab yang jelas.
o Dapat berulang.
Penatalaksanaan plasenta previa tergantung pada faktor-faktor; perdarahan
banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya pembukaan, tingkat placenta
previa, paritas.
Presentasi bokong adalah letak memanjang dengan bagian terbawah bokong,
kaki atau kombinasi keduanya.
Presentasi bokong dibagi menjadi Letak bokong murni/presentasi bokong
murni/frank breech, Letak bokong kaki sempurna/ presentasi bokong kaki
sempurna/complete breech, Letak bokong kaki tidak sempurna/incomplete or
footling.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan abdominal, pemeriksaan
dalam, dan USG.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vedy HI, Ramadhian MR. Multigravida Hamil 40 Minggu dengan HAP


(Hemorrhage Antepartum) e.c Plasenta Previa Totalis. Jurnal Medula
Unila. 2017;7(2): 53-56.
2. Chalik T.M.A, Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam
Saifudin AB. Rachimhadi T, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi
Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo; 2009: p. 495-
502
3. Mochtar R. Sinopsis obstetri (obstetrik fisiologi dan patologi). Penerbit
Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 2002.
4. Aprilya V. Plasenta previa. Univesitas Muhammadiyah Semarang. 2018.
Halaman 6-16.
5. Sheiner GI, Shoham-Vardi HM, Hershkowitz R, Katz M dan Major M.
2001. Placenta previa: obstetric risk factors and pregnancy outcome. J.
Matern Fetal. Med 10: 414
6. Wardana GA dan Karkata MK. Faktor risiko plasenta previa .CDK. 2007;
34:229-32
7. Parisaei, Shailendra, Panay, dan Ryan. Edisi ke-2. Obstetrics and
Gynaecology. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008. Hlm.186.
8. Yeni C.M, Bayu , Dwinka, Alyani. Plasenta previa totalis pada
primigravida: sebuah tinjauan kasus. Jurnal kedokteran syiah kuala .
2017;17(1):38-41.
9. Oyelese Y, Smulian JC. Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa.
Obstetrics and Gynecology. 2006; 107(4):927-41
10. Scearce J, Uzelac PS. Third-trimester vaginal bleeding. Dalam: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill; 2007. Hlm. 337-8.
11. Oyelese Y, Smulian JC. Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa.
Obstetrics and Gynecology. 2006; 107(4):927-41
12. Scearce J, Uzelac PS. Third-trimester vaginal bleeding. Dalam: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill; 2007. Hlm. 337-8.
13. Winkjosastro, Hanifa, dkk. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama, cetakan
kedelapan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2010.
14. Leveno KJ, Gant NF, Cunningham FG. et al. Obsetri williams. Ed 23.
Jakarta: EGC; 2012.
15. Martaadisoebrata D. Firman, Jusuf. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Ed 3. Jakarta; EGC 2013
16. Andrew kotaska. Vaginal delivery of breech presentation. JOGN. 2009;
266:557-566.
17. Bjellmo S. Guro L A, Marit P. Is vaginal breech delivery associated with
higher risk for perinatal death and cerebral palsy compared with vaginal
cephalic birth? Registry based cohort study in norway.BMJ. 2017
18. Breech Births.2015. http://americanpregnancy.org/labor-and-birth/breech-
presentation. (di akses 22 September 2020)
19. N Nassar,a CL Roberts, et all. Evaluation of a decision aid for women
withbreech presentation at term: a randomized controlled trial. The
Authors Journal compilation BJOG An International Journal of Obstetrics
and Gynaecology. 2007; 325-33.
20. Ingvild Vistad1, Milada Cvancarova2, Berit L Hustad1 and Tore
Henriksen. Vaginal breech delivery: results of a prospective. Vistad et al.
BMC Pregnancy and Childbirth 2013, 13:153.
21. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, dan Waspodo D. Buku
panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:
Yayaysan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.

Anda mungkin juga menyukai