Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

INVERSIO UTERI
Lalu Zulhirsan H1A 006 024
PEMBIMBING : dr. I Made P. Juliawan, SpOG

BAB I PENDAHULUAN
Perdarahan post partum masih menjadi satu dari penyebab kematian ibu yang paling
banyak di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, negara-negara industri dan negara berkembangpun,
perdarahan post partum masih menempati urutan pertama dari tiga etiologi kematian ibu,
disamping emboli dan hipertensi. WHO memperkirakan bahwa ada lebih dari 585.000 kasus
kematian ibu pada tahun 1990 diseluruh dunia, dimana 25%nya akibat perdarahan post partum.1
Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang, tetapi masih merupakan salah satu
penyebab dari perdarahan post partum dini. Perdarahan postpartum yang berat dan shock adalah
hasil dari kolapsnya fundus uteri. Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana fundus uteri
terputar balik keluar, baik sebagian atau seluruhnya ke dalam uterus atau ke dalam vagina,
bahkan dapat juga keluar vagina. Pada keadaan yang ekstrim, kita dapat menjumpai
endometrium yang berwarna keunguan dengan plasenta yang masih melekat. Bila tidak
ditangani, kegawatdaruratan obstetric ini dapat menyebabkan morbiditas yang serius hingga
kematian. 3-6
Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam kepustakaan
Ayuverde, yaitu sisem kesehatan Hindu (2500-600 SM). Hippocrates adalah orang yang pertama
kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-370 SM). Arvicenna (980-1037 SM) adalah
seorang dokter Arab, yaitu orang yang pertama kali mendeskripsikan dengan jelas diagnosis
banding antara inversio uteri dengan prolapsus uteri.7,8
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang berbeda dan
bervariasi berkisar antara 1:10009 sampai 1:15.00010. Menurut Mc Cullagh memperkirakan 1
kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, dan
Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi mencatat 1:5000 sampai dengan 1:10.000
kelahiran.5,6 Di India kejadiannya 1 dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di
Amerika 1 dari 23.127 persalinan7, di Canada 1 dari 3737 persalinan11 dan di Peramcis 1 dari
20000 persalinan.12
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan merupakan kasus
kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan sampai menimbulkan
kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi tanpa gejala yang berarti,
tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang serius dan fatal, dimana angka
mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.3,12

Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu dengan cara
memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta, melalui tarikan yang ringan
pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah ada tanda-tanda lepasnya plasenta.
Serta mengenal secara dini dan penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian.3,10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Definisi
Inversio Uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas uterus (fundus uteri) memasuki
kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri, bahkan ke
dalam vagina atau keluar vagina dengan dinding endometriumnya sebelah luar.5 Inversio Uteri
adalah suatu keadaan dimana badan rahim berbalik, menonjol melalui serviks (leher rahim) ke
dalam atau ke luar vagina.6
II.2 Epidemiologi
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang berbeda dan
bervariasi berkisar antara 1:10009 sampai 1:15.00010. Menurut Mc Cullagh memperkirakan 1
kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, dan
Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi mencatat 1:5000 sampai dengan 1:10.000
kelahiran.5,6 Di India kejadiannya 1 dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di
Amerika 1 dari 23.127 persalinan7, di Canada 1 dari 3737 persalinan11 dan di Peramcis 1 dari
20000 persalinan.12
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan merupakan kasus
kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan sampai menimbulkan
kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi tanpa gejala yang berarti,
tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang serius dan fatal, dimana angka
mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.2,10
II.3 Etiologi
Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti dan
dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri sebagian dapat
terjadi spontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan persalinan dan kondisi ini tidak
selalu dapat dicegah.3,6
Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri nonobstetri dan
inversio uteri puerperalis.9,11 Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh
perlengketan mioma uteri submukosa yang terlahir, polip endometrium dan sarkoma uteri. yang
menarik fundus uteri ke arah bawah yang dikombinasikan dengan kontraksi miometrium yang
terus menerus mencoba mengeluarkan mioma seperti benda asing.11,12

Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada yang berasal dari kavum uteri
antara lain;
1. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak,
2. Dinding uterus yang tipis,
3. Dilatasi dari serviks uteri,
4. Ukuran tumor,
5. Ketebalan tangkai dari tumor,
6. Lokasi tempat perlekatan tumor.7
Pada inversio uteri purperalis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering disebabkan
oleh pertolongan persalinan yang kurang baik.3
Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida terutama
yang mendapat MgSO4 IV untuk terapi PEB2,3,4 dan cenderung untuk berulang pada kehamilan
berikutnya.2,8 Hal ini kemungkinan berhubungan dengan abnormalitas uterus atau kelainan
kongenital uterus lain. Keadaan lain yang dapat menyebabkan inversio uteri yaitu pada
grandemultipara, atau pada keadaan atonia uteri, kelemahan otot kandungan, atau karena tekanan
intra abdomen yang meningkat, misalnya ada batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karena
tali pusat yang pendek.3-6 Pada kasus inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari
tarikan tali pusat yang kuat dari plasenta yang berimplantasi di fundus uteri.11
Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala III
sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus)4,6. Dibuktikan bahwa lebih banyak
kasus didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir tidak pernah oleh ahli
kebidanan selama prakteknya mendapatkan kasus inversio uteri. Harer dan Sharkly mendapatkan
76% kasus disebabkan oleh teknik penanganan persalinan yang salah.3
Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri
yaitu:
A. Faktor predisposisi 3,4,8,10
1. Abnormalitas uterus
a. Plasenta adhesiva
b. Tali pusat pendek
c. Anomali kongenital (uterus bikornus)
d. Kelemahan dinding uterus

e. Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari inversio spontan)


f. Riwayat inversio uteri sebelumnya
2. Kondisi fungsional uterus
a. Relaksasi miometrium
b. Gangguan mekanisme kontraksi uterus
c. Pemberian MgSO4
d. Atonia uteri
B. Faktor pencetus, antara lain:3,4,6,10
1. Pengeluran plasenta secara manual
2. Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan dan lainlain.
3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:
a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat
b. Prasat Crede
c. Penarikan tali pusat yang kuat
d. Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana
4. Partus presipitatus
5. Gemelli
II.4 Klasifikasi
Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri.
A. Berdasarkan gradasi beratnya:5,12
1. Inversio uteri ringan: jika fundus uteri terputar balik menonjol ke dalam kavum uteri,
tetapi belum keluar dari kavum uteri.
2. Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalik masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri bahkan terbalik dan sebagian sudah
menonjol keluar vagina atau vulva.
B. Berdasarkan derajat kelainannya: 3,6,9,12
1. Derajat satu (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum melewati kanalis
servikalis.
2. Derajat dua (inversio uteri total/komplit): bila fundus uteri sudah melewati kanalis
servikalis.
3. Derajat tiga (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol keluar dari vulva.
C. Berdasarkan pada waktu kejadian:3,6,11
1. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah kelahiran bayi atau
plasenta sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.

2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi kontraksi cincin
serviks uteri.
3. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu ataupun
sudah didapatkan gangren.
D. Berdasarkan etiologinya:9,11
1. Inversio uteri nonobstetri
2. Inversio uteri puerpuralis
II.5 Gejala Klinis
Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga dignosis sering
tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Syok merupakan gejala yang sering menyertai suatu
inversio uteri.3,4,5,12 Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai dengan jumlah perdarahan
yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi setelah persalinan tidak
disertai dengan perdarahan yang berarti untuk memperkirakan suatu inversio uteri.7,8,9 Syok dapat
disebabkan karena nyeri hebat, akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan
rangsangan serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.6,10,11
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi perdarahan
yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila plasenta lepas atau telah lepas
perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan tersebut dapat
memperberat keadaan syok yang telah ada sebelumnya6,10,11 bahkan dapat menimbulkan
kematian. Dilaporkan 90% kematian terjadi dalam dua jam postpartum akibat perdarahan atau
syok.10
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan
kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai pada
pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau di luar serviks
atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit) tampak tumor berwarna merah
keabuan yang kadang-kadang plasenta masih melekat3,4 dengan ostium tuba dan endometrium
berwarna merah muda dan kasar serta berdarah.5,10
Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang terlahir, pada
mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada tempatnya serta
jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan persalinan yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan.12 Pada kasus inversio uteri yang kronis akan didapatkan gangren dan
strangulasi jaringan inversio oleh cincin serviks.11
Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala yang khas maka
perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara :6

1. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi


2. Palpasi abdomen segera setelah persalinan
3. Periksa dalam
4. Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri
II.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda-tanda sbb :5,10
A. Pada penderita post partum ditemukan :
1. Nyeri yang hebat
2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai
3. Perdarahan
4. Nekrosis / gangren / strangulasi
B. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam vagina teraba
tumor lunak
3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )
II.7 Penatalaksanaan
Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegahan lebih diutamakan pada persalinan serta
menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
A. Pencegahan3,4,11
1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri,
terutama pada wanita dengan predisposisinya.
2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan secara Crede sebelum ada
kontraksi.
3. Penatalaksaan aktif kala III dapat menurunkan insiden inversio uteri.
4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas.
B. Pengobatan7
1. Perbaikan keadaan umum dan atasi komplikasi
2. Reposisi.1,2
Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara manual dan bila gagal dilanjutkan metode
operatif, sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya dilakukan reposisi dengan
metode operatif.
Manual : cara Jones, Johnson, OSullivan
Operatif:
o Transabdominal : cara Huntington, Haulstain
o Transvaginal : cara Spinelli, Kustner, Subtotal histerektomi
Keberhasilan penatalaksanaan dari inversio uteri tergantung dari deteksi penyakit yang
lebih cepat. Semakin lama uterus terbalik maka semakin sulit untuk mengembalikannnya. Terapi
terhadap hipovolemia dan syok sebaiknya diberikan segera dengan jarum intravena besar (18)
dan penggantian cairan.10 Penggantian cairan yang hilang diberikan dengan larutan kristaloid
selama 15-30 menit. Volume dari resusitasi awal dihitung sebanyak tiga kali dari perkiraan darah

yang hilang. Dipertimbangkan untuk memasang akses intravena tambahan, kesiapan anestesia,
persiapan kamar operasi, dan asisten bedah. Lakukan pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
dan faktor pembekuan, golongan darah. Lakukan transfusi darah. Monitor tanda vital ibu
sesering mungkin oleh satu individu. Pasang kateter menetap untuk menilai pengeluaran urin.
Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah timbulnya sepsis post partum.10
Oksitosin sebaiknya ditunda dan dicoba resposisi uterus secara manual melalui vagina.
Kebanyakan penulis merekomendasikan usaha reposisi secara manual sebelum plasenta
dilepaskan dan sebelum tindakan reposisi secara operatif dilakukan.12 Bila plasenta dilepaskan
sebelum reposisi intrauterin, pasien beresiko untuk mengalami kehilangan darah dan syok.
Plasenta biasanya akan mudah dilepaskan setelah reposisi.
A. Reposisi manual cara Johnson
Pada kebanyakan kasus plasenta telah lepas, jika plasenta belum lepas atau sudah lepas
tetapi belum dilahirkan maka plasenta dilepaskan setelah reposisi berhasil atau dilakukan
bersama-sama. Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi maka dapat terjadi perdarahan hebat.
Reposisi manual yang tervaforit adalah dengan metode Johnson (1949). Teknik dari metode
Johnson yaitu memasukkan seluruh tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari
yang lain pada cervical utero junction dan fundus uteri dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke
luar dari rongga pelvis dan dipertahankan di dalam rongga abdomen setinggi umbilikus.
Tindakan ini membuat peregangan dan tarikan pada ligamentum rotundum akan memperlebar
cincin servik, selanjutnya akan menarik fundus uteri ke arah luar melewati cekungan. Bila
spasme miometrium dan kontriksi cincin menghambat reposisi dapat diberikan anestesi seperti
halothane atau tokolitik . MgSO4 dapat diberikan intravena 1 g permenit selama 4 menit. Bila
tidak efektif dapat diberikan terbutaline 0,125-0,25 mg intravena,4,6,9 ritrodrine 0,150 mg
intravena. Bahkan nitroglycerin dapat digunakan untuk secara efektif merelaksasikan cincin
konstriksi menggantikan kebutuhan akan anestesia umum.Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan maka posisi tersebut dipertahankan selama 3 5 menit hingga fundus uteri
berangsur angsur bergeser dari telapak tangan. Setelah uterus direposisi, tangan operator tetap
didalam kavum uteri hingga timbul kontraksi uterus yang keras dan hingga diberikan oksitosin
intravena.3,6,8,9
Beberapa penulis menganjurkan pemberian oksitosin atau ergot alkaloid dan pemasangan
tampon uterovaginal diteruskan sampai 24 jam.8,9,11 Pada keadaan dimana kontraksi uterus tetap

lemah dapat ditambahkan dengan injeksi Prostin 15M (15[s]-15 methyl prostaglandin)
intravenous.2,7
B. Reposisi manual cara Jones
Jari tangan yang terbungkus handscoen ditempatkan pada bagian tengah dari fundus uteri
yang terbalik, sementara itu diberikan tekanan ke atas secara lambat. Sementara itu serviks
ditarik dengan arah yang berlawanan dengan ring forceps.9
C. Reposisi manual cara OSullivan
OSullivan pertama kali menggunakan tekan hidrostatis untuk mereposisi inversio uteri
pueperalis (1945). Dua liter cairan garam fisiologis ditempat pada tiang infus dan lebih kurang
dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube karet ditempatkan pada fornik posterior vagina.
Sementara itu cairan dibiarkan mengalir cepat, dan tangan operator menutup introitus untuk
mencegah keluar cairan. Dinding vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat.
Setelah inversio terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan secara lambat. Kemudian pasien
diberi 0,5 mg ergonovine intravena. Lalu diberikan infus 1000 cc dekstrose 5% dengan oksitosin
20 unit. Reposisi dari uterus biasanya didapatkan dalam 5-10 menit. 6,8,9
D. Reposisi operatif cara Huntington
Pada tindakan reposisi operatif perabdominam sebaiknya dicoba dahulu dengan cara
Huntington. Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi dilanjutkan dengan
menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep Allis. Forsep Allis dipasang + 2 cm
di bawah cincin pada kedua sisinya, kemudian ditarik ke atas secara bertahap sampai fundus
uteri kembali pada posisinya semula. Selain tarikan ke atas maka dorongan dari luar
(pervaginam) oleh asisten akan mempermudah pelaksanaan prosedeur tersebut.3,6,8,9
E. Reposisi operatif cara Haultin
Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang dinding
posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan melalui insisi ke titik di
bawah fundus uteri yang terbalik dan diberikan tekanan pada fundus atau tekanan secara
simultan dari tangan asisten. Bila reposisi telah komplit, luka insisi dijahit dengan jahitan
terputus dengan chromic.9
F. Reposisi operatif cara Spinelli
Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara dinding
anterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arah tarikan dari retraktor dan dilakukan insisi

transversal tepat di atas portio anterior. Kemudian plika kandung kemih dipisahkan dari serviks
dan segmen bawah rahim. Insisi mediana dibuat melalui serviks pada jam 12, secara komplit
membagi cincin konstriksi. Insisi dilakukan pada linea mediana sampai fundus uteri. Uterus
dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi pada permukaan endometrium yang terbuka
dan membuat tekanan yang berlawanan dengan ibu jari pada bagian peritoneal.9
G. Reposisi operatif cara Kustner
Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis. Dengan cara
membuka dinding posterior kavum douglas. Dilakukan kolpotomi transversa transvaginal dengan
insisi sedalam ketebalan serviks pada jam 6 sampai dinding posterior uterus. Kemudian dengan
menggunakan ibu jari uterus direversi sepanjang sisi insisi. Setelah uterus direversi, insisi
dinding posterior uterus dan servik diperbaiki, demikian juga dengan insisi transversa dan
kolpotomi pada vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus dan uterus ditempatkan kembali ke
dalam kavum pelvis.2,3
Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio uteri terjadi pada wanita yang
usianya sudah mendekati akhir masa reproduksi dapat dilakukan histerektomi pervaginam.2,6
Kerugian dari teknik ini adalah mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya perlengketan
pelvis. Pada kehamilan selanjutnya dapat terjadi ruptur uteri yang tersembunyi.
H. Subtotal vaginal histerektomi
Dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus dengan benang zeyde no.1
untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada korpus uterus distal dari jahitan
sedikit demi sedikit sehingga tidak mengenai organ adneksa yang terperangkap di kantung
inversio. Perdarahan yang terjadi dirawat. Keadaan pangkal tuba ovarium, ligamentum rotundum
dan jaringan lain dievaluasi. Dengan bantuan sonde transuretra diidentifikasi vesika urinaria.
Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus tahap II kurang lebih 2 cm
di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan pemotongan melingkar lagi terhadap korpus uterus
di bagian distal jahitan tahap II. Langkah selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong
dan dijahit dengan chromic catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan, tunggul uterus
dimasukkan ke dalam vagina. Operasi selesai.12
II.8 Prognosis
Walaupun inversio uteri kadang-kadang terjadi tanpa banyak gejala dan penderita tetap
dalam keadaan baik, tetapi sebaliknya dapat pula terjadi keadaan darurat sampai terjadi kematian

penderita baik karena syoknya sendiri ataupun karena perdarahannya. Kematian karena kasus
inversio uteri cukup tinggi yaitu 15 75% dari kasus. Oleh karena itu makin cepat dan tepat
diagnosis ditegakkan dan segera dilakukan tindakan reposisi, maka prognosisnya makin baik.
Sebaliknya makin lambat diatasi maka prognosisnya menjadi buruk. Akan tetapi bila penderita
dapat bertahan dengan keadaan tersebut setelah 48 jam maka prognosisnya berangsur angsur
menjadi baik.3,12

BAB III LAPORAN KASUS


I. IDENTITAS
Nama

: Ny. M

Usia

: 23 tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Suku

: Banjar

Alamat

: Balangan

MRS

: 22 Januari 2014

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh keluar darah setelah melahirkan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD ULIN pada pukul 16.40 WITA, mengeluh keluar darah dari jalan lahir
setelah melahirkan pada tanggal 21/1/15 pukul 12.30 WITA ditolong oleh bidan desa di rumah.
Pasien mengaku saat mengeluarkan plasenta, plasenta ditarik oleh bidan dengan tangan yang
dimasukkan kedalam vagina. Setelah plasenta dikeluarkan, pasien tetap mengalami perdarahan
sehingga dirujuk ke RS Balangan dan direncanakan tindakan reposisi. Pasien dirujuk ke RSUD
ULIN karena alasan anestesi tidak ada. Pasien dirujuk dengan diagnosis P1A0 PP Spt BK H1 +
HPP + inversio uteri
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang membuat dirinya dirawat di RS. Pasien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.
Riwayat penyakit keluarga :
Pasien tidak memiliki penyakit keturunan. Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang
mengidap hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.

Riwayat Obstetri :
Pasien telah menikah 2 tahun, dan ini merupakan pernikahan pertamanya. Selama ini pasien
tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama bagi
pasien.
Riwayat Obstetri:
1. Perempuan/2800 gr/Rumah-Bidan/aterm/hidup/1 hari
Riwayat ANC

: Setiap bulan di bidan

III. STATUS GENERALIS


Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : E4V5M6
Tek. Darah : 90/60 mmHg
N : 132 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T : 36.7C
Mata : An +/+, Ikterus -/Thorak :

- Jantung : S1, S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), reguler


- Paru : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : distensi (-), cekung (+), sikatrik(-), fundus uteri 1/2 pusat - simfisis
Ekstremitas : dingin

+/+, udem -/-, pucat +/+


+/+

-/-

+/+

IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI


Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri : 1/2 pusat - simfisis
V. STATUS GINEKOLOGI
Inspeksi : tampak endometrium, fluksus (+) minimal
Vaginal toucher : teraba endometrium sebesar bola tenis
VI. DIAGNOSIS
- P1A0 PP Spt BK H1
- Inversio uteri
- Anemia berat

VI. RENCANA TINDAKAN


Terapi:
- Transfusi WB 2 kolf
- Inj Ceftriaxon 2x1 gr
- Pasang DC
- KIE untuk informed consent reposisi
- Monitor keluhan/Vital Sign
Hasil lab tgl 22 Januari 2015
Hb : 4.3 g/dl
Leukosit : 29.3 ribu/ul
Eritrosit : 1.57 juta/ul
Hematokrit : 12.3 vol%
Trombosit : 147 ribu/ul
PT/APTT : 12.5 detik / 23.7 detik
GDS : 120
SGOT / SGPT : 86 / 49 U/l
Ureum / Creatinin : 54 mg/dl / 1.1 mg/dl
Natrium : 136.7 mmol/l
Kalium : 4.7 mmol/l
Klorida : 101.8 mmol/l
Follow up sewaktu di VK UGD
Waktu
22/1/15

Subyek
- Perdarahan

Obyek
TD: 90/60 mmHg

Assesment
HPP ec.

Planning
- Transfusi WB 2 kolf

16.40

N : 132 x/mnt

inversio uteri

- Inj. Ceftriacxone 2x1 gr

WITA

RR : 20 x/mnt

- Pasang DC

T : 36.7C

- KIE u/ pro reposisi

Konj. Anemis (+/+)


23.00

Dilakukan reposisi (B-

WITA

lynch modifikasi Surabaya)

23/1/15

- Pusing

TD : 110/70 mmHg

Post reposisi

- Sementara puasa

02.00

- Nyeri di

N : 107 x/mnt

uterus B-

- Infus RL : D5 : NaCl =

WITA

tempat jahitan

RR : 24 x/mnt

lynch

1:1:2 / 24 jam

T : 36.3C

modifikasi

- Transfusi WB s/d Hb >8

SpO2 100% dengan O2

Surabaya ec

- Inj. Metergin 3x1 amp i.m

kanul nasal 2 lpm

Inversio

- Oxytocin drip 2 amp

Uterus setinggi

Uteri

dalam RL 500 cc 20 tpm

umbilikus

- Inj. Ketorolac 3x1 amp


- Inj Alinamin F 3x1 amp
- Inj Ceftriaxon 2x1 gr
- Monitoring vital sign/
keluhan/ kontraksi uterus/

24/1/15

- nyeri jahitan

TD : 120/80 mmHg

P1A0 PP Spt

fluksus
-IVF RL:D5:NaCl = 1:1:2 /

07.00

- fluksus (+)

N : 132 x/mnt

Bk H3 post

24jam

RR : 20 x/mnt

reposisi

- Transfusi WB 1 kolf

T : 38.0C

uterus B-

- Inj. ketorolac 3x1 amp

WITA

TFU setinggi umbilikus lynch

- Inj Ceftriaxone 1x1 gr

Kontraksi Uterus baik

modifikasi

- Po. Paracetamol 500 mg

Lokia rubra

Surabaya a/i

- Po Metergin tab 3x1

Hasil Lab 23/1/15

HPP ec.

- O2 kanul nasal

Hb : 6.3 g/dl (post WB

Inversio uteri

- cek DR post transfusi

4 kolf)
Leu : 19.6 ribu/dl

BAB IV PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita wanita 23 tahun datang
dengan perdarahan setelah melahirkan. Pada pasien ini di diagnosa hemoragik post partum ec
inversio uteri karena pasien datang dengan keluhan perdarahan hebat dari jalan lahirnya setelah
melahirkan di rumah ditolong bidan desa. Pada pasien ini perdarahan tetap terjadi walaupun telah
dilakukan pelepasan plasenta .
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan
kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai pada
pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau di luar serviks
atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit) tampak tumor berwarna merah
keabuan yang kadang-kadang plasenta masih melekat dengan ostium tuba dan endometrium
berwarna merah muda dan kasar serta berdarah.
Menegakkan diagnosa inversio uteri sangatlah mudah yakni dengan ditemukannya tandatanda sebagai berikut:
A. Pada penderita post partum ditemukan :
1.
2.
3.
4.

Nyeri yang hebat


Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai
Perdarahan
Nekrosis / gangren / strangulasi

B. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :


1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam vagina teraba
tumor lunak
3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )
Pada pasien dalam kasus ini, didapatkan tanda-tanda yang merujuk ke diagnosa inversio
uteri seperti tanda-tanda shock dengan perdarahan dengan pemeriksaan fsik yang mendukung.
Pada pasien dengan inversio uteri post partum, pasien tetap mengalami perdarahan saat
pelepasan plasenta karena tidak adanya kontraksi uterus akibat prolaps dari inversio uterus. Pada
pemeriksaan fisik pasien juga didapatkan letak tinggi fundus uteri yang menurun di tengah antara
umbilikus - simfisis dimana seharusnya terletak setinggi umbilikus. Pada pemeriksaan vaginal
toucher didapatkan penonjolan dari endometrium sebesar bola tenis akibat dari inversio uteri
tersebut sehingga kavum uteri sulit untuk dievaluasi.

Penatalaksanaan pasien dengan diagnosis P1A0 PP Spt BK H1 + inversio uteri sudah


tepat yakni mulai dengan memperbaiki keadaan umum ibu, mengatasi syok hipovolemiknya
sehingga memungkinkan untuk dilakukan reposisi secepat mungkin karena bila tidak dilakukan
reposisi bisa terjadi endomyometritis, kerusakan usus atau rahim bahkan pasien bisa meninggal.
Pasien dengan inversio uteri memang jarang di temukan yakni antara 1dari 2000 kasus namun
angka mortalitasnya sangat tinggi sehingga merupakan kasus yang serius dan kegawatdaruratan
dalam bidang obsetri. Keberhasilan penatalaksanaan dari inversio uteri tergantung dari deteksi
penyakit yang lebih cepat. Semakin lama uterus terbalik maka semakin sulit untuk
mengembalikannnya. Terapi terhadap hipovolemia dan syok sebaiknya diberikan segera dengan
jarum intravena besar (nomor18) dan penggantian cairan. Penggantian cairan yang hilang
diberikan dengan larutan kristaloid selama 15-30 menit. Volume dari resusitasi awal dihitung
sebanyak tiga kali dari perkiraan darah yang hilang. Dipertimbangkan untuk memasang akses
intravena tambahan, kesiapan anestesia, persiapan kamar operasi, dan asisten bedah. Lakukan
pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dan faktor pembekuan. Pasang kateter menetap untuk
menilai pengeluaran urin. Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah timbulnya sepsis
post partum. Setelah reposisi berhasil pasien diberikan drip oksitosin serta injeksi
metylergometin untuk memperbaiki kontraksi dan mengurangi terjadinya peradarahan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Diidy GA. Post partum haemorrhage: New management option. Clin Obstet Ginecol 2002: 3233
2. Mochtar R. Sinopsis obstetri I. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan EGC, 2002;
304-6
3. Tala MR. Inversio uteri. Workshop vaginal surgery.2008. Jakarta: Subbagian Uroginekologi
Rekonstruksi Departemen Obstetri & Ginekologi FKUI/RSUPN-CM
4. Nichols DH. Inversion of the uterus. In: Gynecologic and Obstetric Surgery. Missouri: MosbyYear Book, 2003; 1147-51
5. Baskett TF. Acute uterine inversion: a review of 40 cases. J Obstet Gynaecol Can 2002; 24:
953-956
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2008: 880-2
7. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abnormalities of the third stage of labor. In:
Williams obstetrics. 21st ed, New York: Appleton & Lange, 2006; 642-3
8. Kapernick PS. Postpartum hemorrhage & the abnormal puerperium. In: Current obstetrics &
gynaecologic diagnosis & treatment. 9th ed, Kansas City: Baltimore, William & Wilkins Co,
2000; 568-87
9. Pribakti B. Teknik Yunizaf: Vaginal histerektomi subtotal pada inversio uteri. Medika 2002;
14-17
10. Decherney AH, Pernoll ML. Postpartum hemorrhage & the abnormal puerperium. In: Current
obstetrics & gynecologic diagnosis & treatment. 11th edition, Connecticut: Appleton & Lange,
2005; 581-582
11. Studzinski Z, Branicka D. Acute complete uterine inversion: case report. Ginekol Pol 2001;
72: 881-884
12. Wiknjosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadhi T. Ilmu bedah kebidanan. Edisi pertama,
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008; 195-6

Anda mungkin juga menyukai