Anda di halaman 1dari 24

Referat

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Oleh :

Deo Ananda Gradeseldy Barasongka

220141010116

Masa KKM : 29 Mei – 06 Agustus 2023

Supervisor Pembimbing :

dr. Juneke Joice Kaeng, Sp.OG(K)

Residen Pembimbing :

dr. Joanna Faithy Kapojos

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

RSUP PROF. R. D. KANDOU

MANADO

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

“HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN”

Telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada tanggal

Juni 2023

Oleh :

Deo Ananda Gradeseldy Barasongka

220141010116

Masa KKM : 29 Mei – 06 Agustus 2023

Mengetahui,

Residen Pembimbing

dr. Joanna Faithy Kapojos

Supervisor Pembimbing

dr. Juneke Joice Kaeng, Sp.OG(K)

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1. Definisi 2

2.2. Klasifikasi 3
2.3. Faktor Risiko 4

2.4. Gejala dan Diagnosis 7


2.5. Tatalaksana 10

2.6. Komplikasi 16
2.7. Prognosis 17

2.8. Pencegahan 18
BAB III PENUTUP 19

DAFTAR PUSTAKA 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) saat persalinan di Indonesia menduduki nomor

tiga tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Lima penyebab

kematian ibu terbesar adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, partus

lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga

penyebab utama kematian yaitu hipertensi dalam kehamilan, perdarahan dan

infeksi. Hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu masalah kesehatan utama

pada wanita yang bersifat mengancam kehamilan dan berisiko bagi janin.1

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang

terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.

Hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab dari kelainan mati dan kematian

perinatal yang disebabkan oleh partus prematurus. 2 Klasifikasi hipertensi dalam

kehamilan yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National

High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure

in Pregnancy yang terdiri dari, hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia,

hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia dan hipertensi gestasional.3,4

Berdasarkan Riskesdas 2018, jenis gangguan atau komplikasi dalam

kehamilan diantaranya muntah/diare terus menerus (20,0%), demam tinggi

(2,4%), hipertensi (3,3%), janin kurang bergerak (0,9%), perdarahan pada jalan

lahir (2,6%), keluar air ketuban (2,7%), kaki bengkak disertai kejang (2,7%),

batuk lama (2,3%), nyeri dada/jantung berdebar (1,6%), dan lainnya (7,2%). Data

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021, mencatat kematian ibu akibat hipertensi

1
dalam kehamilan berada di urutan keempat dengan persentase kasus sebanyak

1.077 kasus.5

Dalam perjalanan penyakitnya, hipertensi dalam kehamilan tidak selalu

menimbulkan gejala yang khas sehingga seringkali sulit dikenali. Pada umumnya

gejala baru ditimbulkan ketika sudah menimbulkan komplikasi berupa kerusakan

organ, atau menimbulkan masalah terhadap janin seperti IUGR. Oleh sebab itu,

tatalaksana yang optimal dalam menindaklanjuti masalah kesehatan ini adalah

dengan observasi ketat terhadap tanda-tanda serta melakukan monitoring sebelum

muncul tanda-tanda adanya masalah dalam kehamilan dengan melakukan

pemeriksaan antenatal yang adekuat. Hal ini memerlukan kesadaran dan

keterampilan dari para pemberi layanan kesehatan untuk melakukan deteksi dini

terhadap hipertensi dalam kehamilan, khususnya pada wanita yang memiliki

faktor risiko, seperti primigravida, usia lebih dari 35 tahun, kehamilan ganda,

obesitas, dan memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan dalam keluarga.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah melebihi

angka normal. Hipertensi adalah salah satu masalah yang menyumbang

tingginya angka mortalitas ibu dan janin selain perdarahan dan infeksi. 6

Hipertensi pada kehamilan adalah keadaan dimana tekanan darah ibu

hamil ≥140/90 mmHg. The Guideline Development Group (GDG)

membagi definisi hipertensi menjadi ringan, sedang dan berat untuk

membantu dalam penerapan definisi sebagai berikut:

- Hipertensi ringan: tekanan diastolik 90 – 99 mmHg, tekanan sistolik

140 – 149 mmHg.

- Hipertensi sedang: tekanan diastolik 100 – 109 mmHg, tekanan sistolik

150 – 159 mmHg.

- Hipertensi berat: tekanan diastolik lebih besar sama dengan 110

mmHg, tekanan sistolik lebih besar sama dengan 160 mmHg.6,7

2.2. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yang dipakai di Indonesia

adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education

Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, yaitu2:

1. Hipertensi Kronik

Hipertensi kronis pada kehamilan apabila tekanan darahnya

≥140/90 mmHg, terjadi sebelum kehamilan atau ditemukan sebelum

3
20 minggu kehamilan dan hipertensi menetap sampai 12 minggu

pascapersalinan.7

2. Preeklampsia – Eklampsia

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal

terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan

koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya

hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan

gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. 8

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang

disertai dengan kejang menyeluruh dan koma.2

3. Superimposed Preeklampsia

Hipertensi kronik yang diertai tanda-tanda preeklampsia atau

hipertensi kronik disertai proteinuria.2

4. Hipertensi Gestasional

Hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa disertai

proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan

atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa

proteinuria.2,7

2.3. Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam

kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai

berikut2:

4
1. Primigravida, primipaternitas.

Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kramat Jati Jakarta Timur

menemukan Ibu hamil yang paritas primigravida berpeluang 2,5 kali

menderita hipertensi dibandingkan dengan ibu hamil yang paritas

multigravida.9

Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang

kedua. Preeklampsia tampaknya berhubungan erat dengan paradigma

“ayah baru” atau primipaternitas, yang dipengaruhi oleh sistem

imunologi berkaitan dengan interaksi ayah dan ibu.10

2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan ganda,

diabetes melitus, bayi besar

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Bahteramas

menemukan ibu hamil dengan ada hiperplasentosis mempunyai risiko

mengalami preeklampsia 2,529 kali dibandingkan dengan ibu hamil

dengan tidak ada hiperplasentosis.11

3. Usia

Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Pada ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau > 35

tahun. Hal ini dikarenakan pada usia ≤ 20 tahun keadaan alat

reproduksi belum siap untuk menerima kehamilan, sedangkan pada

usia ≥ 35 tahun terjadi perubahan pada organ reproduksi. Penelitian

yang dilakukan di Rumah Sakit Hikmah Kota Makassar menemukan

ibu yang memiliki umur risiko tinggi berisiko 2,566 kali menderita

hipertensi.12

5
4. Riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga

Pada Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Brebes

menunjukan bahwa ibu yang memiliki riwayat keturunan mempunyai

risiko 2,618 kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan

dengan responden yang tidak memiliki riwayat keturunan.

Preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih

sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia

atau mempunyai riwayat preeklampsia dalam keluarga.13

5. Riwayat penyakit ginjal dan hipertensi sebelum hamil

Ibu hamil dengan riwayat ginjal atau hipertensi kronik memiliki

risiko lebih besar mengalami preeklampsia. Pada Penelitian yang

dilakukan di RSUD Kabupaten Brebes menunjukan bahwa ibu yang

memiliki riwayat hipertensi sebelumnya mempunyai risiko 6,026 kali

mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan dengan responden

yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Risiko preeklampsia

meningkat sebesar 4,7 kali lipat bagi yang memiliki riwayat gangguan

ginjal akut.13

6. Obesitas

Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang

dinyatakan dengan Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) yaitu

perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam

meter. Menurut WHO dikatakan obesitas bila memiliki Indeks Massa

Tubuh ≥ 30. Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kramat Jati

Jakarta Timur menemukan hubungan yang bermakna antara obesitas

6
dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil. Ibu hamil yang obesitas

berpeluang 5,1 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan ibu

hamil yang tidak obesitas, hal ini disebabkan pada orang yang obesitas

terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah. Berat

badan berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan

perluasan sistem sirkulasi. Makin besar massa tubuh, makin banyak

pula suplai darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi

ke jaringan tubuh Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar

melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada

dinding arteri menjadi lebih besar.9

2.4. Gejala dan Diagnosis

1. Hipertensi kronik

o Tekanan darah ≥140/90 mmHg

o Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui

adanya hipertensi pada usia kehamilan < 20 minggu

o Tidak ada proteinuria

o Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung,

dan ginjal.14

2. Preeklampsia – Eklampsia

Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya

hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20

minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan

7
hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan

peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat

preeklampsia tersebut.8

Kriteria diagnosis preeklampsia8 :

o Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90

mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit

menggunakan lengan yang sama.

o Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin

dipstik > positif 1.

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah

satu dibawah ini8 :

o Trombositopeni : Trombosit < 100.000 / mikroliter.

o Gangguan ginjal : Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau

didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya

pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.

o Gangguan Liver : Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali

normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan

atas abdomen.

o Edema Paru

o Gejala Neurologis : Stroke, nyeri kepala, gangguan visus

o Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal

Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or

reversed end diastolic velocity (ARDV).

8
Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan

jika didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini)8 :

o Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau

110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15

menit menggunakan lengan yang sama

o Trombositopeni : Trombosit < 100.000 / mikroliter

o Gangguan ginjal : Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau

didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya

pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.

o Gangguan Liver : Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali

normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan

atas abdomen.

o Edema Paru

o Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus

o Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal

Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or

reversed end diastolic velocity (ARDV).

Diagnosis Eklampsia

o Kejang umum dan/atau koma

o Ada tanda dan gejala preeklampsia

o Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,

perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)14

3. Superimposed preeklampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini)

9
o Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang

dari 20 minggu

o Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu

 Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan

proteinuria timbul < 20 minggu

 Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan

rewayat hipertensi terkontrol

 Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)

 Peningkatan SGOT dan SGPT

Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten,

skotoma atau nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed

preeklampsia.6

4. Hipertensi gestasional

o Tekanan darah ≥140/90 mmHg

o Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah

normal di usia kehamilan < 12 minggu

o Tidak ada proteinuria

o Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu

hati dan trombositopenia14

2.5. Tatalaksana

1. Preeklampsia-Eklampsia

Penanganan lini primer diharapkan bidan maupun petugas

puskesmas dapat mendeteksi dini adanya hipertensi pada saat

10
dilakukannya antenatal care. Pasien dilakukan pemeriksaan tekanan

darah rutin dan bila adanya tekanan darah tinggi yang muncul pada

saat kehamilan dan timbul diatas usia 20 minggu dapat diakukan

screening dengan melakukan tes protein urine. Bila diketahui adanya

preeklampsia diharapkan pelayanan primer dapat melakukan rujukan

ke rumah sakit untuk penanganan yang lebih lanjut.

Pencegahan dan tatalaksana kejang

o Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan

(oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).

o MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan

eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat

(sebagai pencegahan kejang).

o Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan

seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu

segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.

o Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim

ibu ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan

fasilitas ventilator tekanan positif.14

Cara Pemberian MgSO4 :

o Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan

larutkan dengan 10 ml akuades diberikan secara perlahan

intravena loading dose dalam 5-10 menit.

11
o Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4

(12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan

o Maintenance dose, Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4

40%) dan larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer

Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit

selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan

atau kejang berakhir (bila eklampsia).6,14

Magnesium sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:

o Refleks patella normal

o Respirasi >16x per menit

o Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5

cc/kgbb/jam

o Disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai

antidotum.6

Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah,

frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah

urin. Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak

didapatkan refleks tendon patella, dan/atau terdapat oliguria

(produksi urin < 0.5 cc/kgBB/jam) segera hentikan pemberian

MgSO4. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10

ml larutan 10%) bolus dalam 10 menit. Selama ibu dengan

preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan nilai adanya

perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan

12
penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali

MgSO4 2g IV perlahan (15- 20 menit). Bila setelah pemberian

MgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat dipertimbangkan

pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.14

Antihipertensi

o Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat

terapi antihipertensi.

o Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman

dokter dan ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi

yang dapat digunakan misalnya14 :

Nama Obat Dosis Keterangan

4 x 10-30 mg per oral Dapat menyebabkan

Nifedipin (short acting) hipoperfusi pada ibu

1 x 20-30 mg per oral dan janin bila

(long acting) diberikan sublingual

5 mg/jam, dapat dititrasi

Nikardipin 2,5 mg/jam tiap 5 menit

hingga maksimum 10

mg/jam

2 x 250-500 mg per oral


Metildopa
(dosis maksimum 2000

mg/hari)

13
Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB

(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu

hamil karena dapat menyebabkan kelainan kongenital.6,14

o Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal

dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga

persalinan

o Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin

berat14

Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan

o Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam

12 jam sejak terjadinya kejang.

o Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia

berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable

dalam 1-2 minggu.

o Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah

viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu,

manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat

kontraindikasi. Lakukan pengawasan ketat.

o Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan

antara 34 dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh

dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak

terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan

pengawasan ketat.

14
o Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah

aterm, persalinan dini dianjurkan.14

Kortikosteroid Untuk Pematangan Paru

o Pemberian kortikosteroid antenatal berhubungan dengan

penurunan mortalitas janin dan neonatal, RDS, kebutuhan

ventilasi mekanik/CPAP, kebutuhan surfaktan dan perdarahan

serebrovaskular, necrotizing enterocolitis serta gangguan

perkembangan neurologis.

o Penurunan bermakna RDS didapatkan dari pemberian

kortikosteroid pada usia kehamilan 28-36 minggu dan dibeikan

48 jam-7 hari sebelum persalinan.

o Pemberian kortikosteroid ulangan (jarak 1 minggu atau lebih)

berhubungan dengan penurunan bermakna RDS, penyakit paru

berat, morbiditas berat pada janin.15

2. Hipertensi Kronik

o Anjurkan istirahat lebih banyak.

o Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan

mengganggu perfusi dan tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan

darah yang normal akan memperbaiki keadaan janin dan ibu.

 Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat

antihipertensi, dan terkontrol dengan baik, lanjutkan

pengobatan tersebut.

15
 Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik

>160 mmHg, berikan antihipertensi.

 Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala

lain, pikirkan superimposed preeklampsia dan tangani

seperti preeklampsia.14

Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB

(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu

hamil.14

o Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75

mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu.

o Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.

o Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.

o Jika denyut jantung janin 180 kali/menit, tangani seperti gawat

janin.

o Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan

terminasi kehamilan.14

3. Hipertensi Gestasional

o Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi

janin setiap minggu.

o Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia.

o Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin

terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.

o Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala

preeklampsia dan eklampsia.

16
o Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara

normal.14

2.6. Komplikasi

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pada

pembuluh darah arteri, kerusakan pada jantung, ginjal dan stroke, serta

mempercepat terjadinya penyakit kardiovaskular yang kronis. Hipertensi

pada wanita hamil dapat mempengaruhi beberapa hal seperti aliran darah

ke plasenta berkurang, pertumbuhan janin terhambat, kelahiran prematur,

bayi meninggal dalam kandungan, dan meningkatnya risiko terkena

penyakit kardiovaskular.16 Hipertensi pada kehamilan dapat berkembang

menjadi pre-eklampsia, eklampsia dan sindrom HELLP. Hal ini dapat

menyebabkan kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan janin bila tidak

segara dilakukan penanganan.7

2.7. Prognosis

- Preeklampsia diperkirakan menyumbangkan kematian maternal

sebesar 14% yang diakibatkan oleh:

o Disfungsi sel endotel sistemik

o Vasospasme yang menyebabkan kegagalan organ

o Komplikasi susunan saraf pusat

o Komplikasi pada ginjal

o Gangguan koagulasi

o Solusio plasenta

17
- Kemungkinan preeklampsia berulang lagi di kehamilan yang berikut

adalah 10% dan apabila wanita tersebut mengalami preeklampsia

dengan komplikasi, maka kemungkinan untuk berulang di kehamilan

berikutnya lebih besar. Jika kejadian preeklampsianya terjadi lebih

dini, maka kemungkinan berulangnya juga lebih besar.15

2.8. Pencegahan

Untuk mengantisipasi hipertensi dalam kehamilan, ibu dapat

melakukan pola hidup sehat dengan menjaga makanan yang dikonsumsi,

tetap memperhatikan atau mengurangi makanan yang banyak mengandung

natrium. Menjaga kesehatan tubuh dengan olahraga dan menjauhi stress

dan melakukan pemeriksaan antenatal (ANC) secara rutin ditempat

pelayanan kesehatan untuk mendeteksi faktor resiko terjadi resiko

terhadap bahaya-bahaya kelangsungan kehamilan dan persalinan terutama

penyakit hipertensi.12,17

18
BAB III

PENUTUP

Hipertensi pada kehamilan merupakan suatu keadaan yang dapat

menyebabkan meningkatnya angka mortalitas ibu dan janin jika tidak dikelola

dengan baik. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yang dipakai di Indonesia

adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education

Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy yaitu hipertensi

kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed

preeklampsia dan hipertensi gestasional.

Terdapat banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian

hipertensi dalam kehamilan, yang dikelompokkan yaitu Primigravida,

primipaternitas, hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes

melitus, bayi besar), usia ibu saat hamil, riwayat preeklampsia / eclampsia dalam

keluarga, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil dan

obesitas. Hipertensi pada kehamilan yang tidak segera ditangani dengan baik,

sangat beresiko tinggi terjadinya komplikasi. Untuk mengantisipasi hipertensi

dalam kehamilan, ibu dapat melakukan pola hidup sehat dengan menjaga

makanan yang dikonsumsi, menjaga kesehatan tubuh dengan olahraga dan

menjauhi stress. Ibu hamil juga harus rutin melakukan pemeriksaan ANC untuk

mendeteksi faktor resiko terjadi resiko terhadap bahaya- bahaya kelangsungan

kehamilan dan persalinan terutama penyakit hipertensi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-


2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
2. Martaadisoebrata D, Sastrawinata S, Wirakusumah F, et al. Obstetri
patologi : ilmu kesehatan reproduksi. Bandung : ECG. 2007
3. Febyan; Pemaron, Ida Bagus Rumbawa. Faktor Risiko Kejadian

Hipertensi dalam Kehamilan di Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar.

Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science, 2020, 3.1: 21-26.

4. Sari NK, Hakimi M, Rahayujati TB. Determinan Gangguan Hipertensi

Kehamilan di Indonesia. Ber Kedokt Masy. 2016;32(9):295–302.

5. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Laporan Nasional Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.2018. Available from:

https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-kesehatan-dasar-riskesdas/

6. Wantania JJE. Hipertensi Dalam Kehamilan. Bagian Obstetetri dan

Ginekologi FK UNSRAT Manado. 2015; Available from:

http://repo.unsrat.ac.id/1590/1/18._Hipertensi_Dalam_Kehamilan.pdf

7. Alatas H. Hipertensi pada Kehamilan. Medicine J. 2019;2(2):27.

8. POGI. PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. 2016;

9. Arikah T, Rahardjo TBW, Widodo S. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi

pada Ibu Hamil di Puskesmas Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2019. J

Penelit Dan Pengemb Kesehat Masy Indones. 2020;1(2):115–24.

10. Yuliani DR, Hadisaputro S, Nugraheni SA. Distribution of Preeclampsia

Risk Factors in Pregnant Woman With Mild Preeclampsia in Banyumas

District. J Obsterics. 2019;9(2):135–41.

20
11. Afridasari SN, Saimin J, Sulastrianah. Analisis Faktor Risiko Kejadian

Preeklampsia. 2012;31–5.

12. Sukfitrianty, Aswadi, Majid H.R. Lagu A. Faktor Risiko Hipertensi Pada

Ibu Hamil Di Rumah Sakit Hikmah Kota Makassar. Public Heal Sci J.

2016;8:79–88.

13. Saraswati N, Mardiana. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil (Studi Kasus Di Rsud Kabupaten

Brebes Tahun 2014). Unnes J Public Heal. 2016;5(2):90–9.

14. Indonesia KKR. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas

Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi Pertama. 2013.

15. Martadiansyah, Abarham; Qalbi, Anugrah; Santoso, Budi. Prevalensi

Kejadian Preeklampsia dengan Komplikasi dan Faktor Risiko yang

Mempengaruhinya di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang (Studi

Prevalensi Tahun 2015, 2016, 2017). Sriwijaya Journal of Medicine, 2019,

2.1: 14-25.

16. Setiadhi Y, Kawengian SES, Mayulu N. Analisis faktor yang berhubungan

dengan kejadian hipertensi pada kehamilan di Kota Manado. J e-

Biomedik. 2016;4.

17. Mardalena, Yulisa H, Fransika H. Pendidikan Kesehatan Upaya

Pencegahan Hipertensi Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pembina Palembang Tahun 2019. 2020;2:142–7.

21

Anda mungkin juga menyukai