Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Pembimbing:
dr. Fredrico Patria, SpOG (K)

Oleh:
Ibrahim Rizal Latuconsina
1102013129

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 18 DESEMBER 2019 – 28 MARET 2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, diketahui di Indonesia kasus kematian ibu
sebanyak 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008.1 Menurut SDKI (2009), diketahui
bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18 negara
anggota ASEAN dan SEARO (South East Asian Nation Regional Organization). Menurut
WHO (2005),3 penyebab kematian maternal termasuk pendarahan, infeksi, preeklampsia,
persalinan macet, dan aborsi tidak aman. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia dikenal
dengan trias klasik yakni pendarahan, preeklampsia/eklampsia, dan infeksi.

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyulit kehamilan dan merupakan


salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini
disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih
ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.

Dinegara maju, 16% kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensi. Meskipun telah
dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat
menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan.
Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang
terjadi pada kehamilan.
Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering
terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi
seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab
lainnya

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan sistolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.1

Hipertensi didefinisikan bila keadaan sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg atau
tekanan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg dengan patokan korotkoff V untuk menilai
tekanan diastol. 2

II. Klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Report of the National High Blood Pressure
Education Program Working Group on High Blood Presuure in Pregnancy tahun 2001 ialah
:1

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan
menetap sampai 12 minggu pascapersainan.
2. Preeklamsia-eklamsia
a. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria.
b. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa
proteinuria.

3
III. Faktor Resiko

Terdapat banyak faktor resiko untuk dapat terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokan dalam faktor resiko sebagai berikut:

1. Primigravida, primipaternitas.
Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3 – 8 persen
pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik
menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari semua
kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravidae. Faktor yang
mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama primigravida muda. Persalinan yang berulang-ulang
akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan
kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal
of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9% ,
kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.
2. Hiperplasentosis.
Penempelan plasenta yang lebih luas intrauterine, biasa terjadi pada, mola hidatidosa,
kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim.
Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia. Usia wanita remaja pada
kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 thn).
Studi di RS Neutra, di Colombia Porapakkha, di Bangkok, Efiong. di lagos dan
wadhawan dan lainnya, di Zambia, cenderung terlihat insiden preeklampsia cukup tinggi
di usia belasan tahun, yang menjadi masalah adalah mereka tidak mau melakukan
pemeriksaan antenatal. Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia adalah sama
dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun. Usia 20 – 30 tahun
adalah periode paling aman untuk melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar
10% sampai 20% bayi dilakirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-
anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah mestruasi yang
pertama, seorang anak wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2
– 7% dan tinggi badan 1%.

4
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita yang lebih
tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi
kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan
atau superimposed pre-eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia
reproduksi, dahulu dianggap rentan. Misalnya, Duenhoelter dkk. (1975) mengamati
bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat muda, mempunyai risiko yang lebih
besar untuk mengalami preeklampsia. Spellacy dkk. (1986) melaporkan bahwa pada
wanita diatas usia 40 tahun, insiden hipertensi kerena kehamilan meningkat tiga kali
lipat ( 9,6 lawan 2,7% ) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia 20-30 tahun.
Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insiden
preeklampsia sebesar 2-3 kali lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila
dibandingkan dengan yang berusia 25 – 29 tahun.
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsi/eklampsi.
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa
terdapat 83 (50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai riwayat preeklapmsia, sedangkan
pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia berat
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya
riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi
esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal
sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan
darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20%
menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia
atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah,
gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul eklampsia dan
perdarahan otak.
6. Obesitas.
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan
kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar
15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah
yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung.
Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia.

5
IV. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang memuaskan
tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai “penyakit teori”

Ada beberapa teori yang diyakini dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia, yaitu :

1. Invasi trofoblas abnormal

Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik.1,2

Pada preeeklampsia terjadi defisiensi plasentasi akibat kegagalan gelombang ke-2


invasi trofoblas, sehingga tidak terjadi perubahan fisiologi pada arteri spiralis. Perubahan hanya
terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen
miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Diameter arteri spiralis yang seharusnya
meningkat 4 sampai 6 kali lebih besar dibandingkan wanita tidak hamil, pada preeklampsia
hanya berukuran 40% dibandingkan pada kehamilan normal. Selain itu juga ditemukan adanya
hiperplasia tunika media dan trombosis. Hal ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah
bertambah, yang pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia. Sebagian arteri spiralis
dalam desidua atau miometrium tersumbat oleh materi fibrinoid berisi sel-sel busa dan terdapat
akumulasi makrofag yang berisi lemak dan infiltrasi sel mononukleus pada perivaskuler yang
disebut juga "aterosis akut" yang menyerupai keadaan penolakan allograft pada transplantasi.1,2

6
Gambar 2.1 Perbandingan invasi trofoblas normal dan preeklampsia

Sumber : Williams Obstetric, 23rd edition. 2010

*Gambar : Sirkulasi uteroplasenta pada kehamilan normal dan preeklampsia


Pada gambar di atas gambar sebelah kiri : kehamilan normal terjadi perubahan pada cabang arteri
spiralis dari dinding otot yang tebal menjadi dinding pembuluh darah yang lunak sehingga
memungkinkan terjadinya sejumlah aliran darah ke uteroplasenta.
Sedangkan pada gambar sebelah kanan : preeklampsia, perubahan arteri spiralis ini tidak terjadi dengan
sempurna sehingga dinding otot tetap kaku dan sempit dan akibatnya akan terjadi penurunan aliran
darah ke sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan hipoksia.

2. Teori stimulus inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.

Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai
bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,
jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam
tahap normal.

Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi peningkatan stres
oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin

7
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi
stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin
meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh
lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag atau granulosit yang lebih besar pula sehingga
terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

Redman menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi


debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan ‘aktivitas leukosit yang
sangat tinggi’ pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai ‘kekacauan
adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan’ yang biasanya berlangsung
normal dan menyeluruh.

Gambar 2.2 Skema preeklampsia

Sumber : Williams Obstetric, 23rd edition. 2010

3. Aktivasi sel endotel


Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel

8
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut ‘disfungsi endotel’. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:

 Gangguan metabolisme prostaglandin (karena salah satu fungsi sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin) yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2);
suatu vasodilator kuat
 Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi ini untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboxan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler gomerulus
 Peningkatan permeabilitas kapilar
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat
 Peningkatan faktor koagulasi.

4. Faktor imunologi
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi.
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer
(NK) ibu.

Selain itu adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam

9
jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel Natural killer. Pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-
G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.

5. Faktor nutrisi
Penelitian John dkk (2002) menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet tinggi buah-
buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan dikaitkan dengan penurunan tekanan
darah. Selain itu Zhang dan rekan (2002) melaporkan bahwa kejadian preeklampsia dua kali
lipat pada wanita yang sehari-hari asupan asam askorbatnya kurang dari 85 mg. Villar dan
rekan (2006) menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada populasi dengan asupan kalsium
yang rendah memiliki efek yang kecil untuk menurunkan angka kematian perinatal, namun
tidak berpengaruh pada kejadian preeklampsia. Namun dalam beberapa percobaan lain,
suplementasi dengan antioksidan vitamin C dan E tidak menunjukkan efek yang
menguntungkan untuk mencegah preeklampsia.

6. Faktor genetik
Preeklampsia adalah suatu gangguan multifaktorial poligenik. Dalam penelitian Ward
dan Lindheimer (2009) menyebutkan risiko insiden untuk preeklampsia 20 sampai 40 persen
untuk anak perempuan dari ibu dengan preeklampsia, 11 sampai 37 persen untuk saudara
perempuan preeklampsia, dan menjadi 22 sampai 47 persen ketika kembar.

V. Patofisiologi
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang
arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang
akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan
otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi
dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin

10
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre
eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras
sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel


a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia,
yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang
dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan
merusak nukleus dan protein sel endotel.
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya
seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan
terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan
pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun
sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi

11
2. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat
asing.Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan
mempermudah invasis sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang
mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan
terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-
Maladaptation pada pre eklamsia.

3. Teori adaptasi kardiovaskular


Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter
berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi
akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan
kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat
peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan
mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

4. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype
janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.

5. Teori Defisiensi Gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan
dapat mengurangi resiko pre eklamsia.Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak
jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
6. Teori Stimulasi Inflamasi

12
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre
eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi
debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon
inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel
makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan
gejala – gejala pre eklamsia pada ibu.

VI. Diagnosis

Diagnosis Penyakit hipertensi sebagai Penyulit Kehamilan.


Hipertensi Gestasional
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg ditemukan
pertama kali sewaktu hamil.
 Tidak ada proteinuria
 Tekanan darah kembali ke normal sebelum 12 minggu pascapartum
 Diagnosis akhir hamya dapat dibuat pascapartum
 Mungkin memiliki gejala atau tanda lain preeklamsia, misalnya dispepsia atau
trombositopenia
Preeklamsia
Keriteria minimum :
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi
setelah kehamilan 20 minggu.
 Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik celup.
Kemungkinan preeklamsia berat :
 Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
 Proteinuria 2,0g/24 jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup (dipstik)
 Kreatinin serum > 1,2 mg/dL, kecuali memang sebelumnya diketahui meningkat
 Trombosit < 100.000 µL
 Hemolisis mikroangiopatik – peningkatan HDL
 Peningkatan kadar serum transaminase – ALT atau AST

13
 Nyeri kepala yang presisten atau ganggua serebral atau visual lainnya.
 Nyri epigastrik yang presisten.
Eklamsia
 Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan
preeklamsia
Hipertensi superimposed preeklamsi
 Proteinuria baru ≥ 300mg/24 jam pada perempuan hipertensi, tetapi tidak ditemukan
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
 Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <
100.000 µL.
Hipertensi kronis
 TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosis kehamilan 20 minggu,
tidak disebabkan penyakin trofoblastik gestasional.
 Hipertensi pertama didiagnosis setelah kehamilan 20 minggu dan menetap selama 12
minggu pascapersalinan.

1. Preeklamsia
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan
postpartum. Preeklamsi dibagi menjadi dua yaitu preeklamsia ringan dan preeklamsia berat.

1.1Preeklamsia Ringan
Definisi :
Preeklamsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah akibat aktivasi endotel.
Diagnosis :
 Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg.
 Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥1+ dipsrik.
 Edema lokal tidak dimasukan dalam kriteria preeklamsia kecuali edema pada lengan,
muka dan perut, dan edema generalisata.

14
Tatalaksana :
Tujuan perawatan preeklamsia untuk mencegah kejang, perdarahan intrakranial,
mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat :
 Rawat jalan ( ambulatoir )
- Banyak istirahat ( berbaring/tidur miring), tetapi tidak mutlak untuk tirah
baring. Pada usia kehamilan diatas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada vena kafa inferior, sehingga meningkatkan
aliran darah balik dan akan menmbah curah jantung sehingga meningkatkan
aliran darah keorgan-organ vital
- Berikan diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak, garam secukupnya dan
roboransia pranatal.
- Tidak diberikan obat-obatan baik diuretik, antihipertensi, dan sedatif.
 Rawat inap ( rawat di Rumah sakit )
Indikasi rawat inap:
- Hipertensi dan proteinuria menetap selama > 2 minggu
- Adanya gejala atau tanda satu atau lebih preeklamsia berat
- Pemeriksaan kesejahteraan janin : USG dan Doppler.
- Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian
mata, jantung, dll
 Perawatan obstetrik
- Preterm (< 37 minggu) : jika tekanan darah mencapai nnormotensif, persalinan
ditunggu sampai aterm
- Aterm (> 37 minggu) : persalinan ditunggu sampai onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan.

15
1.2 Preeklamsia berat
Definisi :
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan diastolik ≥ 110 disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.

Diagnosis

Digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

- TD ≥ 160/110 mmHg
- Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
- Oliguria
- Kenaikan kadar kreatinin plasma
- Gangguan visus dan serebral
- Nyeri epigastrium
- Edema paru-paru dan sianosis
- Hemolisis mikroangiopatik
- Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3
- Gangguan fungsi hepar
- Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
- Sindrom HELLP

Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan preeklampsia berat adalah :

1. Mencegah terjadinya eklampsia.


2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Pengobatan preeklampsia yang tepat adalah pengakhiran kehamilan karena tindakan
tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih
premature.

16
Penanganan umum berupa :

1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik 90
mmHg
2. Pasang infus Ringer Laktat
3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
4. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
5. Infus cairan dipertahankan 1,5 – 2 L/jam
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian
ibu dan janin.
7. Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru.
Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide
40 mg intravena.
9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7
menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,
dibagi menjadi 2 unsur, yaitu sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat obatan atau
terapi medisinalis, dan sikap terhadap kehamilannya.

1. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa


 Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oligoria. Oleh karena itu monitoring cairan (melalui cairan atau infus)
dan output (melalui urine) menjadi sangat penting, dan dilakukan pengukuran
secara tepat jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan.2 Cairan yang
diberikan dapat berupa :
5% Ringer dextrose/ NaCl dengan tetesan < 125 cc/jam
Dextrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan RL (60-125cc/jam) 500 cc
 Pasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urine. Oligouria terjadi bila
produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.1,2

17
 Berikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
terjadi kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diit yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.2
 Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4 atau obat anti kejang yang lain
(diazepam, fenition). Pemberian magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan
dengan fenitoin. Magnesium sulfat menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.
Transmisi neuromuskuler membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian
magnesium sulfat magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsang tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan
magnesium). Kadar kalsium darah yang tinggi dalam darah dapat menghambat
kerja magnesium sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Loading dose : 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
b. Maintenance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
i.m tiap 4-6 jam.
Syarat syarat pemberian MgSO4 antara lain :

a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium


glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan iv selama 3 menit
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
d. Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
MgSO4 dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi dan setelah 24 jam pasca persalinan
atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Pemberian MgSO4 dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan efek flushes
(panas) pada 50% penderita. Bila terjadi refrakter terhadap MgSO4, maka diberikan
salah satu obat berikut: sodium tipoental, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.

 Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka, diuretik yang dipakai adalah furosemide.
Pemberian diuretik dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,

18
memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.
 Pemberian obat antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia
adalah nifedipine sebagai antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20
mg, diulangi tiap 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat
cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral. Sebagai antihipertensi lini kedua
digunakan sodium nitropruside dengan dosis 0,25 mikrogram i.v/kg/menit
diberikan per infuse, ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v/kg/5 menit, atau
diazokside 30 -60 mg iv/ 5 menit atau infus 10 mg/menit di titrasi. Jenis obat
anti hipertensi yang masih dalam penelitian antara lain calcium channel blocker
(asrapiridin, nimodipin), serotonin reseptor antagonis ketan serin.
 Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu,
diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.

2. Sikap terhadap kehamilannya


Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Aktif (aggressive management), berarti kehamilan segera diakhiri atau di terminasi
bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan aktif ialah bila
ditemukan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
Ibu:
 Umur kehamilan mencapai 34 minggu
 Adanya tanda- tanda impending eklampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin:

19
 Adanya tanda tanda fetal distress
 Adanya tanda tanda IUGR
 Terjadinya oligohodramnion
Laboratorik:

 Adanya tanda tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit


dengan cepat.
2. Konservatif (ekspektatif), berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan
preterm < 34 minggu tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia dengan
keadaan janin baik. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya
hanya observasi dan evaluasi saja sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak
diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda tanda
preeklampsia ringan, selambat lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam
tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila kembali ke
gejala gejala preeklampsia ringan.

Untuk penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang
secara teoritis dapat berguna untuk meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan
dengan memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal dan dapat meningkatkan
jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar dapat dilakukan anestesi
regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.1

Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai


persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan
2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.

20
2. Eklampsia

Definisi

Eklamsi ialah preeklamsi yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma.

Tatalaksana Eklamsi

Dasar-dasar pengelolaan eklamsi :

a. Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu


b. ABC (Airway, Breathing, Circulation)
c. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
d. Mengatasi dan mencegah kejang
e. Koreksi hipoksemia dan asidemia
f. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

Terapi Medikamentosa

Sama seperti terapi pada preeklampsia berat

Tatalaksana kejang

a. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang(tidak
diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat
diketahui)
b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisitrendelenburg, dan
posisi kepala lebih tinggi
c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi
pneumonia
d. Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
e. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
f. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

Tatalaksana koma

a. Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”

21
b. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
c. Hindari dekubitus
d. Perhatikan nutrisi

Tatalaksana khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain

Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :

a. Edema paru
b. Oliguria renal
c. Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis

Pengelolaan eklampsia

a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harusdiakhiri


(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.Berarti sikap
terhadap kehamilannya adalah aktif.
b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan)hemodinamika dan metabolisme ibu.
c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu ataulebih
keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
- Pemberian obat anti kejang terakhir
- Kejang terakhir
- Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar(dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yangmeningkat)

Cara persalinan

Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih
cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

Perawatan pasca persalinan

a. Tetap di monitor tanda vital


b. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan

22
3. Hipertensi Kronik

Definisi

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum


kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah
12 minggu pasca persalinan.

Etiologi

Etiologi hipertensi kronik dapat dibagi menjadi :

a. Primer (idiopatik) : 90%


b. Sekunder : 10% yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin (diabetes
mellitus), penyakit hipertensi dan vaskuler.

Diagnosis

a. Berdasarkan risiko yang mungkin timbul, maka hipertensi kronik dibagi :


1. Risiko rendah : hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan organ
2. Risiko tinggi : hipertensi berat atau hipertensi ringan disertai dengan perubahan
patologis, klinis maupun biologis, sebagai tanda kerusakan organ.
b. Kriteria risiko tinggi pada hipertensi kronik dalam kehamilan :
1. Hipertensi berat :
- desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan / atau
- desakan diastolic ≥ 110 mmHg, sebelum 20 minggu kehamilan
2. Hipertensi ringan < 20 minggu kehamilan dengan :
- pernah preeklamsi
- umur ibu > 40 tahun
- hipertensi ≥ 4 tahun
- adanya kelainan ginjal
- adanya diabetes mellitus (klas B – klas F)
- kardiomiopati
- meminumi obat anti hipertensi sebelum hamil

23
Klasifikasi

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Stage 1 hipertensi 140-159 90-99
Stage 2 hipertensi ≥ 160 ≥ 100

Tatalaksana hipertensi kronik dalam kehamilan

Tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah :

a. Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah


b. Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin

Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :


- ECG
- Echocardiografi
- Ophtalmologi
- USG ginjal
b. Pemeriksaan (test) laboratorium
- Fungsi ginjal : - kreatinin serum, BUN serum, asam urat, proteinuria 24 jam
- Fungsi hepar
- Hematologik : Hb, hematokrit, trombosit

Pemeriksaan Kesejahteraan Janin

a. Ultrasonografi :
b. Hipertensi kronik dalam kehamilan dengan penyulit kardiovaskuler atau penyakit ginjal
perlu mendapat perhatian khusus.

Pengobatan Medikamentosa

Indikasi pemberian antihipertensi adalah :

24
a. Risiko rendah hipertensi :
- Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg
- Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg
b. Obat antihipertensi :
- Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.
- Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet
(Nifedipine harus diberikan per oral)

Pengelolaan terhadap Kehamilannya

a. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu


dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm
b. Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif, yaitu segera kehamilan
diakhiri (diterminasi)
c. Anestesi : regional anestesi.

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi

Pengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi sama dengan pengelolaan


preeklamsi berat.

Sindrom HELLP

Definisi

Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu komplikasi pada
preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan sindroma HELLP
juga sering dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu,
termasuk DIC, edema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden
terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi
preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga
post partum (30 %).

Diagnosis

a. Didahului tanda dan gejala yang tidak khas; malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(mirip tanda dan gejala infeksi virus)

25
b. Adanya tanda dan gejala preeklampsia
c. Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya peningkatan LDH, AST dan bilirubin
indirek
d. Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit; peningkatan ALT, AST, LDH
e. Trombositopenia

Klasifikasi Sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Mississipi :

- Kelas 1: kadar trombosit ≤ 50.000/ul


LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l
- Kelas 2: kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ul
LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l
- Kelas 3: kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ul
LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l

Klasifikasi sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Tennessee :


- Complete : Trombosit < 100.000/ul
LDH  600 u/l
SGOT  70 U/l
- Parsial : Hanya satu atau dua dari ciri – ciri di atas yang muncul

Penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada


preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang
secara teoritis dapat berguna untuk :

1. Meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan


temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
2. Meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar
dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.

26
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai
persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan
2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.

Terapi Medikamentosa

a. Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi – eklamsi


b. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam
c. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus
diperiksa :
- Waktu protrombine
- Waktu tromboplastine partial
- Fibrinogen
d. Pemberian “Dexamethasone rescue”
 Antepartum : diberikan “double strength dexamethasone” (double dose) Jika
didapatkan :
- Trombosit < 100.000/cc atau
- Trombosit 100.000 – 150.000/cc dan denganEklamsi Hipertensi
berat. Nyeri epigastrium “Gejala Fulminant”, maka diberikan
dexametasone 10 mg IV tiap 12 jam

Dapat dipertimbangkan pemberian :

a. Tranfusi trombosit :Bila trombosit < 50.000/cc


b. Antioksidan

Sikap terhadap pengelolaan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri
(terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau
perabdominam,

27
Daftar Pustaka

1. Prawirohardjo S, Hipertensi Dalam Kehamilan, Dalam: Ilmu kebidanan. Edisi Keempat.


Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010 : 530-61
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive
Disorders in Pregnancy, Dalam: William Obstetrics, edisi ke-23, New York: McGraw-
Hill, 2005 : 761-808
3. Rozikhan. Faktor-faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr. H.
Soewondo Kendal.2007.
4. Moerman, M.L. Growth of the birth canal in adolescent girls, American Journal of obstetric
and gynecology, 143-182.

28

Anda mungkin juga menyukai