Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Kegawatdaruratan obstetrik adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa
yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Di dalam bidang obstetrik ada dua pasien yang mendapat perhatian utama yaitu
ibu dan bayi atau fetus. Penanganan terhadap pasien tersebut akan mempengaruhi
satu sama lain. Kadangkala penanganan berdampak baik untuk salah satunya dan
berdampak buruk untuk yang lainnya. Hal yang paling mendasar dalam bidang
kegawatdaruratan adalah ABCs (airway, breathing, and circulation) begitu juga
dalam kegawatdaruratan obstetrik.(1)
Kegawatdaruratan dalam bidang obstetrik yang paling sering ditemui antara
lain adalah persalinan prematur, eklampsia, preeklampsia, prolapsus tali pusat,
perdarahan antepartum, aborsi dengan syok perdarahan, nyeri akut pada
kehamilan, DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation), perdarahan post
partum, retensio plasenta, distosia bahu, emboli cairan amnion, inversi uterin, dan
trauma pada kehamilan.(1)
Sistem rujukan dalam bidang obstetri pada dasarnya mempunyai maksud
dan tujuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diperlukan ibu
hamil khususnya yang perlu dirujuk untuk mendapatkan perawatan spesialistik,
sehingga diharapkan dapat dicapai tingkat kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas
yang optimal. Dengan adanya sistem rujukan yang baik diharapkan kasus-kasus
dengan resiko tinggi dapat ditangani dengan lebih cepat, tepat, dan
berkesinambungan, yang pada akhirnya kematian ibu dan anak sebagai tolak ukur
pelayanan kesehatan reproduksi dapat diturunkan.(2)
Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu
pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang
timbul, baik secara vertikal maupun horizontal. Rujukan vertikal adalah rujukan
dan komunikasi antara satu umit ke unit yang telah lengkap, misalnya rujukan dari
rumah sakit tipe C ke rumah sakit tipe B. Rujukan horizontal adalah konsultasi
1

dan komunikasi antar unit yang ada dalam satu rumah sakit, misalnya antara
bagian kebidanan dan bagian ilmu kesehatan anak.(3)
Tujuan rujukan, yaitu setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan
yang terbaik, terjalinnya kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap
fasilitasnya, dan terjalinnya pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer
of knowledge and skill) melalui pendidikan dan pelatihan antara pusat pendidikan
dan daerah perifer.(4)
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
dari tahun 2007-2012 semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu
(AKI) yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas meningkat sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup, yang sebelumnya 228 per 100.000 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup dari
yang sebelumnya 68 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan berdasarkan Millenium
Development Goals/MDGs 2000 pada tahun 2015, menargetkan Angka Kematian
Ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi menjadi
23/1.000 kelahiran hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hal ini
adalah rujukan terlambat.(5)
Rujukan ibu hamil dan neonatus yang berisiko tinggi merupakan komponen
yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan maternal. Dengan memahami
sistem dan cara rujukan yang baik, tenaga kesehatan diharapkan dapat
memperbaiki kualitas pelayanan pasien dengan kecepatan dan ketepatan tindakan,
efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas
pelayanan.(6)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
Kegawatdaruratan obstetri merupakan penyebab utama kematian
maternal dan perinatal. Kegawatdaruratan obstetri menurut Rochjati terbagi
menjadi 3 kelompok faktor risiko, yaitu APGO (Ada Potensi Gawat
Obstetri), AGO (Ada Gawat Obstetri), dan AGDO (Ada Gawat Darurat
Obstetri).(7)
a. APGO (Ada Potensi Gawat Obstetri)(8)
1) Primi muda
2) Primi tua
3) Primi tua sekunder
4) Anak kecil < 2 tahun
5) Grande multi
6) Umur ibu > 35 tahun
7) Tinggi badan 145 cm
8) Pernah gagal kehamilan
9) Persalinan yang lalu dengan tindakan
10) Bekas seksio sesarea
b. AGO (Ada Gawat Obstetri)(8)
1) Penyakit sistemik ibu penyerta kehamilan
2) Preeklampsia ringan
3) Gemeli
4) Hidramnion
5) Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR)
6) Hamil serotinus
7) Letak sungsang
8) Letak lintang
c. AGDO (Ada Gawat Darurat Obstetri)(8)
1) Perdarahan antepartum
2) Preeklampsia berat/eklampsia

2.2 SISTEM RUJUKAN


Di dalam semua sistem, terdapat minimal dua pengertian yaitu
konseptual dan operasional. Berdasarkan pengertian konseptual, sistem
rujukan adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan
3

tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang timbul,
baik secara horizontal maupun vertikal, baik untuk kegiatan pengiriman
penderita,

pendidikan,

maupun

penelitian.

Sedangkan

berdasarkan

pengertian operasional, sistem rujukan merupakan suatu tatanan, dimana


berbagai komponen dalam jaringan pelayanan kesehatan reproduksi dapat
berinteraksi dua arah timbal balik antara bidan di desa, bidan dan dokter
puskesmas di pelayanan kesehatan dasar, dengan dokter spesialis di RS
kabupaten, untuk mencapai rasionalisasi penggunaan sumber daya
kesehatan, dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir, melalui
penanganan ibu resiko tinggi dan gawat darurat obstetrik, secara
profesional, efisien, efektif, rasional dan relevan. Dalam sistem rujukan,
sarana/prasarana alat yang berteknologi canggih, dipusatkan pada suatu
tempat, yaitu RS kabupaten atau RS provinsi.(8)
Secara umum, rujukan dilakukan apabila tenaga dan perlengkapan di
suatu fasilitas kesehatan tidak mampu menatalaksana komplikasi yang
mungkin terjadi. Dalam pelayanan kesehatan maternal dan perinatal,
terdapat dua alasan untuk merujuk ibu hamil, yaitu ibu dan/atau janin yang
dikandungnya.(6)
Ketika merujuk semua resusitasi, penanganan kegawatdaruratan
dilakukan sebelum memindahkan pasien. Nilai kembali kondisi pasien
sebelum merujuk, meliputi:(6)
1. Keadaan umum pasien
- Tanda vital (Nadi, Tekanan darah, Suhu, Pernafasan)
- Denyut jantung janin
- Presentasi
- Dilatasi serviks
- Letak janin
- Kondisi ketuban
2. Kontraksi uterus: kekuatan, frekuensi, durasi
Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan berikut nama tenaga
kesehatan dan jam pemeriksaan terakhir. Adapun rujukan sebaiknya tidak
dilakukan bila: (6)

Kondisi ibu tidak stabil untuk dipindahkan


4

Kondisi janin tidak stabil dan terancam untuk terus memburuk

Persalinan sudah akan terjadi

Tidak ada tenaga kesehatan terampil yang dapat menemani

Kondisi cuaca atau modalitas transportasi membahayakan

2.2.1

RUJUKAN TERENCANA
Perencanaan

yang

baik,

harus

mengandung

komponen-

komponen sebagai berikut:(8)

Komponen waktu: rencana itu harus dibuat sejak ibu mulai


mengandung melalui kegiatan KIE (komunikasi, informasi, &
edukasi) yang konsisten

Komponen risiko: setiap ibu hamil harus dikenal tingkat risikonya


sehingga dapat direncanakan kapan, kemana, dan bagaimana cara
merujuknya.

Komponen jalur: jalur rujukan mulai dari rumah sampai ketempat


rujukan harus diamankan, terutama dari segi biaya, transportasi, dan
kesiapan petugas
Dalam mewujudkan Strategi Pendekatan Risiko, Rochjati P,
membagi ibu hamil dalam dua kelompok, berdasarkan gejala klinisnya
yaitu:(8)
1. Risiko rendah: mereka yang tidak masalah
2. Risiko tinggi: mereka yang bermasalah, yang dibagi dalam 3
kelompok
a. Ada Potensi Gawat Darurat (APGO)
b. Ada Gawat Obstetri (AGO)
c. Ada Gawat Darurat Obstetri (AGDO)
Selain

cara

pengelompokan

diatas,

ibu

hamil

dapat

dikelompokkan pula berdasarkan:(8)


1. Kehamilan Risiko Rendah (KRR)

: Skor = 2

2. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT)

: Skor = 6-10

3. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST)

: Skor 10
5

Berdasarkan

adanya

pengelompokan

tersebut

Rujukan

Terencana dibagi atas dua:(8)


1. Rujukan Dini Berencana (RDB) atau Rujukan Dalam Rahim
(RDR)
Batasan Rujukan Dini Berencana:
Ibu hamil KRT dengan APGO dan AGO masih sehat dalam upaya
pengendalian dan pencegahan proaktif terhadap kemungkinan
komplikasi persalinan.
Ibu dirujuk menjelang aterm (near aterm), 38 minggu atau
lebih, belum ada tanda-tanda persalinan dan belum ada
komplikasi.
2. Rujukan Tepat Waktu (RTW)
Rujukan tepat waktu adalah suatu rujukan yang harus segara
dilakukan untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi.
Batasan Rujukan Tepat Waktu:

Ibu hamil dengan AGDO, seperti perdarahan antepartum yang


belum mengalami syok atau anemia besar, Preeklampsia
Berat/Eklampsia sebelum ada sindroma HELLP

Ibu dengan komplikasi dini dalam persalinan

Persyaratan Rujukan Tepat Waktu:


Rujukan tepat waktu hanya akan berhasil bila didukung dengan
empat syarat yang bisa mencegah terjadinya 4 Terlambat, yaitu :
1) Pengenalan dini adanya tanda bahaya/masalah/faktor risiko,
melalui skrining antenatal proaktif yang akrab antara provider
dan klien, diikuti dengan komunikasi, informasi, dan edukasi.
2) Pengambilan keputusan oleh keluarga tentang persiapan dan
perencanaan persalinan, tempat dan penolong yang sesuai

dengan kondisi ibu hamil, didukung dengan kesiapan mental,


biaya, transportasi, dan kesiapan persalinan aman.
3) Pengiriman dan transportasi segara dilakuan, agar dapat sampai
di RS rujukan dengan keadaan ibu dan bayi masih baik.
4) Penanganan di RS Rujukan diberikan dengan segera, oleh
tenaga profesional secara efektif dan efisien, baik dilihat dari
segi waktu maupun biaya.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah:
1) Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada ibu
hamil, suami, dan keluarga secara dini dan terus-menerus,
sehingga terbentuk kesadaran, kepedulian, dan kesiapan mental.
2) Pemberdayaan ibu hamil, suami, dan keluarga, serta kepedulian,
keterlibatan, dukungan sosial dengan bantuan dana, transportasi
dari masyarakat sekitarnya.
3) Peningkatan pemanfaatan fasilitas, tenaga kesehatan untuk
persalinan bersih dan aman, berupa tempat dan penolong yang
sesuai dengan kondisi ibu hamil dan bayinya.

Table 1. Hubungan antara Kelompok Risiko, Gambaran Klinis, dan Jenis Rujukan
Status Risiko

Faktor Risiko

Gambaran
Klinis

Jenis Rujukan

Kelompok I

1. Primi muda

APGO

RDB/RDR

AGO

RDB/RDR

AGDO

RTW

2. Primi tua
3. Primi tua sekunder
4. Anak terkecil < 2 tahun
5. Grande multi
6. Umur 35 tahun
7. Tinggi badan 145 cm
8. Riwayat Obstet buruk
9. Persalinan yang lalu
Kelompok II

10. Bekas SC
11. Penyakit ibu
12. Preeklampsia Ringan
13. Gemelli
14. Hidramnion
15. IUFD
16. Hamil Serotinus
17. Letak Lintang

Kelompok III

18. Letak Sunsang


19. Perdarahan antepartum
20. Preeklampsia/eklampsia

KEHAMILAN
RR
RT
RST

KOMPLIKASI

KOMPLIKASI

OBSTETRI
Perdarahan Post Partum
Retensio Plasenta
Partus Lama dan Infeksi

OBSTETRI
DINI
LANJUT

RTW
RUJUKAN
TERLAMBAT

2.2.2

RUJUKAN TERLAMBAT
Rujukan terlambat adalah:(8)
1. Kondisi ibu dan bayi dalam rahim sudah tidak dalam keadaan
optimal, bahkan mungkin sudah dalam keadaan gawat atau gawat
darurat
8

2. Jarak waktu antara rumah dan rumah sakit rujukan primer sangat
panjang
3. Pertolongan yang dibutuhkan tidak segera diberikan dirumah sakit
rujukan.
Data tahun 1988-1992 menunjukkan bahwa AKI (Angka
Kematian Ibu) dan AKA (Angka Kematian Anak) pada kelompok
terdaftar adalah 100 per 100.000 kelahiran hidup dan 35 per 1000
kelahiran hidup, sedangkan pada kelompok rujukan angkanya masingmasing, 600 dan 119,3. Secara statistik, perbedaan antara kelompok
tersebut sangat bermakna. Faktor nonmedik yang besar pengaruhnya
terhadap terjadinya rujukan terlambat adalah:
1. Komplikasi persalinan yang tidak terduga
Dalam keadaan ini keluarga sering menjadi panik sehingga tidak
segera dapat mengambil keputusan apakah penderita akan dirujuk
atau tidak. Keterlambatan mengambil keputusan ini mungkin
karena faktor sosiobudaya, biaya, transportasi dan lingkungan
2. Penolong pertama, jumlah penolong, dan lama pertolongan diluar
rumah sakit.
3. Pertolongan estafet
4. Geografis
Disamping hasil akhir yang umumnya tidak memuaskan, baik
dalam bentuk kematian atau kesakitan ibu dan bayi, pada kasus-kasus
rujukan terlambat, terjadi juga kesulitan lain seperti:
1. Di Rumah
Kesulitan untuk mengambil keputusan karena kejadiannya yang
mendadak

serta

faktor

sosioekonomibudaya

yang

tidak

mendukung.
2. Di Perjalanan
Agar semuanya berjalan lancar, dibutuhkan:
Bidan
Alat transportasi
9

Keluarga
Surat rujukan, surat gakin (keluarga miskin)
Obat
Kendaraan khusus
Uang
3. Di Rumah Sakit
Perlu tindakan stabilisasi untuk memperbaiki keadaan umum, obat
dam alat yang mahal, serta tindakan yang sulit direncanakan
4. Pasca Tindakan
Ibu memerlukan rawat inap lebih lama dengan penggunaan alat dan
obat-obat yang canggih dan mahal sehingga menambah beban
keuangan
5. Prognosis
Tidak dapat diprediksi, dengan kemungkinan besar dubia ad
malam. Hasilnya bisa berupa 5 Ds, yaitu Death, Disease,
Discomfort, Disable, Dissatisfaction. Misalnya, kasus dengan
ruptur uteri, terpaksa di histerektomi, dengan akibat si ibu tidak
bisa hamil dan tidak haid lagi.
2.3

STRATEGI PENDEKATAN RESIKO


Strategi pendekatan resiko (SPR) atau Risk Approach Surgery (RAS)
sebenarnya telah lama dikenal, yaitu sejak WHO mencanangkannya pada
tahun 1978, hampir bersamaan dengan deklarasi Alma-Ata, Health for all by
the year 2000. Pada saat itu WHO mengeluarkan publikasi dengan judul
Risk Approach for Maternal and Child Health Care.(8)
Backett et al. dalam bukunya yang berjudul The Risk Approach in
Health Care, with Special Reference to Maternal and Child Health,
Including Family Planning, mengatakan bahwa konsep pemikiran dasar dari
strategi pendekatan resiko ini adalah bahwa pada tiap masyarakat selalu ada
komunitas, keluarga, atau individu yang mempunyai kecenderungan lebih
besar untuk menjadi sakit, mendapat kecelakaan, atau kematian mendadak,
10

jika dibandingkan dengan kelompok yang lainnya. Adanya kerentanan


terhadap penyakit atau kelainan ini disebabkan mereka mempunyai berbagai
karakteristik atau faktor risiko yang satu sama lain saling berpengaruh.
Faktor risiko ini bisa bersifat biologis, genetik, lingkungan atau psikososial.
Sebagian dari faktor resiko ini dapat dikenal dan diukur sehingga kita dapat
menggunakannya dalam upaya pelayanan kesehatan preventif.(8)
Untuk kepentingan manajemen, kumpulan faktor risiko itu dapat
diubah dalam bentuk scores yang dapat diukur dan dipakai untuk
memperkirakan besar dan jenis kebutuhan pelayanan di masa yang akan
datang. Misalnya, ibu hamil lanjut usia dengan paritas tinggi disertai
tekanan darah tinggi, mempunyai resiko sangat tinggi sehingga mungkin
akan mendapat kesulitan pada kehamilan atau persalinannya, baik untuk ibu
maupun anaknya. Tingginya angka resiko atau skor tadi. Bagaimanapun
akuratnya, hanya perkiraan, tanda-tanda atau indikator dari besarnya
pertolongan yang dibutuhkan, baik preventif maupun kuratif.(8)
Jadi, yang disebut strategi pendekatan resiko itu dimulai dengan
ditemukannya indikator-indikator tersebut, kemudian menggunakannya
sebagai petunjuk untuk tindakan selanjutnya. Dengan pengertian ini berarti
bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun yang bebas dari risiko, berarti
pula tidak ada Zero Risk Score. Hipotesis dari strategi pendekatan resiko
adalah: makin akurat perhitungan risiko, makin mudah dimengerti
kebutuhan yang diperlukan dan makin baik (efektif) hasilnya. Penerapan
SPR dalam kasus individu sebenarnya sudah lebih lama jika dibandingkan
dengan skala komunitas. Sekarang SPR dianggap sebagai suatu alat
manajemen, dengan menggunakan faktor risiko atau scores sebagai
pedoman untuk realokasi sumber daya, cakupan yang lebih baik, rujukan
dan pelayanan keluarga serta klinik.(8)
2.4

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko adalah sesuatu yang ada pada diri seseorang atau
komunitas, yang mungkin pada suatu waktu dapat menyebabkan
11

ketidaknyamanan, kesakitan atau bahkan kematian. Menurut Backett, faktor


resiko itu bisa bersifat biologis, genetik, lingkungan atau psikososial.
Namun dalam kesehatan reproduksi kita dapat membaginya secara lebih
spesifik, yaitu:
1. Faktor demografi: umur, paritas, dan tinggi badan
2. Faktor medis biologis: underlying disease, seperti penyakit jantung dan
malaria
3. Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, berbagai komplikasi obstetri,
SC, dan lain-lain
4. Faktor lingkungan: polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakit endemis
5. Faktor sosioekonomibudaya: pendidikan, penghasilan dan kepincangan
gender
2.5

HUBUNGAN STRATEGI PENDEKATAN RESIKO DAN SISTEM


RUJUKAN
Telah

dijelaskan

bahwa

berdasarkan

skoring,

kita

dapat

memperkirakan besar, jenis, dan waktu pertolongan yang dibutuhkan.


Disamping itu kita juga harus mengetahui dengan tepat tempat pertolongan
tersebut didapat. Ini berarti bahwa perempuan-perempuan memerlukan
pertolongan tersebut perlu dirujuk, melalui sistem pelayanan yang sudah
lama kita kenal sebagai Sistem Rujukan.(8)
Sistem rujukan ini sudah lama dikenal dan dikembangkan di
Indonesia, sejak dikeluarkannya buku oleh DepKes pada tahun 1980. Sistem
rujukan tidak hanya terdapat di negara berkembang saja, tetapi juga di
negara maju. Dasar pemikiran dikembangkannya sistem ini, pertama, karena
kurangnya sarana kesehatan, baik jumlah, mutu maupun penyebarannya.
Kedua karena adanya sekelompok perempuan, hamil atau tidak hamil, yang
berisiko tinggi dan memerlukan penanganan yang lebih spesialistik.(8)
Tujuan sistem rujukan adalah untuk memberikan pelayanan terbaik di
unit kesehatan yang terdekat dari tempat asal penderita dengan biaya yang
termurah sehingga ibu dan anak dapat diselamatkan. Agar tujuan sistem
12

rujukan bisa tercapai, rujukan harus dilakukan dalam keadaan ibu dan anak
masih baik. Oleh karena itu, rujukannya harus merupakan rujukan
kehamilan bukan rujukan persalinan, karena kalau dalam persalinan, sudah
ada keterbatasan waktu dan keadan ibu dan anak cederung dalam keadaan
gawat, bahkan mungkin gawat darurat.(6)(8)
Kalau terjadi rujukan persalinan dengan kondisi gawat darurat, berarti
strategi pendekatan resikonya tidak benar. Ini merupakan kesalahan dan
tanggung jawab pengelola. Bisa juga sistem skoringnya sudah benar, tetapi
ada kendala yang bersifat non medis, seperti yang terkenal dengan istilah
Tiga Terlambat: terlambat mengambil keputusan, terlambat dalam
transportasi, terlambat mendapat pertolongan di tempat rujukan. Bila
terjadi kasus seperti itu, maka sistem rujukan bukan lagi pelimpahan
tanggung jawab timbal balik kasus kesehatan, melainkan pelimpahan kasus
kematian. Kejadian seperti ini masih banyak terjadi dan merupakan
kontributor yang cukup besar terhadap angka morbiditas mortalitas maternal
perinatal.(8)
Dengan uraian diatas, kita dapat melihat betapa pentingnya strategi
pendekatan resiko itu dan betapa besar tanggung jawab yang dipikul oleh
petugas kesehatan itu. Pada dasarnya tanggung jawab petugas strategi
pendekatan resiko adalah kemampuan untuk mengenal faktor risiko,
membuat skoring yang benar dan mampu mengamankan jalur rujukan,
khususnya dalam kaitan dengan waktu, jarak dan tempat yang dituju.(8)
2.6 HUBUNGAN

SISTEM

RUJUKAN

TERHADAP

TERJADINYA

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
Pasien yang datang dengan kegawatan obstetrik perlu mendapatkan
pelayanan khusus. Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal mengacu pada prinsip utama yaitu kecepatan dan ketepatan
tindakan efisien, efektif, dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan
fasilitas pelayanan. Status kedaruratan yang dialami pasien menjadikan
ketergantungan terhadap petugas kesehatan meningkat, sehingga upaya
13

pertolongan berkaitan erat dengan ketersediaan sumber daya manusia sesuai


kompetensinya, prosedur penerimaan, dan fasilitas penerimaan emergensi
agar tidak terjadi penolakan atau perujukan. Kedaruratan obstetri umumnya
gagal ditangani karena ketidaktelitian dalam memfollowup kehamilan dan
keterlambatan rujukan.(9)
Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri pada
umumnya disebabkan oleh kegagalan dalam mengenal risiko kehamilan,
keterlambatan rujukan, kurangnya sarana untuk perawatan ibu hamil risiko
tinggi, kurangnya pengetahuan tenaga medis, paramedik dan penderita
dalam mengenal kehamilan risiko tinggi (KRT) secara dini, masalah dalam
pelayanan obstetri dan kondisi ekonomi. Bila keadaan gawat darurat sudah
terdeteksi, maka kelangsungan hidup tergantung pada kecepatan mendapat
pelayanan obstetri esensial. Kebanyakan pelayanan obstetri esensial dapat
diberikan pada tingkat pelayanan dasar oleh bidan atau dokter umum. Jika
komplikasi tidak dapat ditangani di tingkat pelayanan dasar, bidan/dokter
Puskesmas

harus

memberikan

pertolongan

pertama

dan

merujuk

secepatnya.(10)
Keterlambatan rujukan terjadi di beberapa aspek yaitu pada aspek
masyarakat dan pihak keluarga sangat menentukan pengambilan keputusan
untuk melakukan rujukan seorang ibu dengan kegawatdaruratan obstetri,
kesulitan mendapatkan sarana transportasi dan kesulitan biaya sangat
mempengaruhi terjadinya keterlambatan rujukan. Pada aspek hukun,
keterlambatan terjadi karena keterlambatan memanggil bidan setelah
mereka mengalami kesulitan dalam proses menolong persalinan. Pada aspek
bidan, keterlambatan terjadi karena keterbatasan kemampuan bidan untuk
menangani kasus kegawatdaruratan obstetri, bidan tidak berada di tempat
dan bidan terlambat melakukan pertolongan persalinan karena faktor
geografi dan keterbatasan sarana transportasi untuk mencapai pemukiman
penduduk. Pada aspek Puskesmas, keterlambatan terjadi karena keterbatasan
kemampuan dokter untuk melakukan penanganan kasus kegawatdaruratan
obstetri, dokter Puskesmas tidak berada di tempat dan fasilitas rujukan
14

seperti ambulans tidak berada di tempat saat pasien akan dirujuk. Pada
aspek rumah sakit, keterlambatan terjadi karena tidak adanya dokter
spesialis kandungan, keterbatasan kemampuan dokter umum dan bidan,
keterbatasan persediaan darah dan keterlambatan dokter umum untuk
melakukan tindakan karena shift jaga yang bersifat on call.(6)
Penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri tergantung dari proses
rujukan. Proses rujukan yang sesuai dengan prosedural akan mempercepat
penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri. Seorang ibu bersalin dengan
kasus kegawatdaruratan obstetri dirujuk oleh bidan desa ke Puskesmas
terdekat, jika memungkinkan pasien tadi diberikan pertolongan pertama
terlebih dahulu kemudian dirujuk ke Puskesmas. Jika keadaannya semakin
parah dan tidak dapat ditangani, maka Puskesmas akan menindaklanjuti
dengan merujuk ibu tersebut ke RSUD karena keterbatasan sarana dan tidak
ditunjang oleh dokter spesialis kandungan, maka sering pasien dengan
kegawatdaruratan obstetri dirujuk lagi ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas sarana dan prasarana kegawatdaruratan obstetri yang lebih lengkap.
(10)

Beberapa penelitian mortalitas dan morbiditas ibu ditemukan bahwa


tidak terjangkaunya fasilitas pelayanan gawat darurat kebidanan merupakan
kegagalan yang paling kritis dalam sistem kesehatan ibu. Salah satu faktor
yang mempengaruhi tingginya angka kematian ibu adalah proses rujukan
yang terlambat dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan terutama di Puskesmas
dan di rumah sakit kabupaten untuk melakukan pelayanan kedaruratan
obstetri emergensi komprehensif (PONEK).(10)
Pelayanan rujukan maternal merupakan mata rantai yang penting.
Kira-kira 40% persalinan di rumah sakit adalah kasus rujukan. Kematian
maternal di rumah sakit pendidikan 80%-90% berasal dari kelompok
rujukan. Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan angka
kematian ibu sampai 20%, namun dengan sistem rujukan yang efektif,
angka kematian ibu (AKI) dapat ditekan sampai 80%.(9)
Semakin tinggi tingkat risiko ibu hamil, semakin banyak ditemukan
15

faktor keterlambatan mendeteksi tanda bahaya. Hal ini mungkin disebabkan


keahlian petugas pada layanan kesehatan primer yang kurang baik atau
memang kasus tersebut perlu penanganan oleh dokter ahli. Sehingga
mungkin diperlukan tenaga dokter ahli melakukan screening ibu hamil pada
periode tertentu dan usia kehamilan tertentu. Semakin banyak ditemukannya
faktor keterlambatan dalam mendeteksi tanda bahaya akan berakibat juga
pada terlambatnya pengambilan keputusan untuk merujuk. Dengan kata lain,
rujukan harus dilakukan pada keadaan ibu dan anak masih baik dan rujukan
yang dilakukan seharusnya pada saat kehamilan bukan saat persalinan,
sehingga tujuan sistem rujukan tercapai. Selain itu, tujuan utama sistem
rujukan obstetri yaitu memberikan pelayanan yang berkualitas dan sesuai
dengan kebutuhan ibu hamil, sehingga kesehatan ibu hamil dan bersalin
mencapai tingkat optimal. Sistem rujukan obstetri merupakan salah satu
bagian dari upaya kesehatan yang termasuk dalam ruang lingkup sistem
kesehatan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak. Sistem rujukan obstetri merupakan salah satu elemen penting dalam
kesuksesan program safe Motherhood, apabila sistem rujukan telah
terlaksana dengan baik maka angka kematian ibu di Indonesia juga
menurun. Sistem rujukan berperan penting dalam pencapaian sistem
kesehatan, apabila sistem rujukan tersedia dengan baik dan terjangkau oleh
masyarakat maka taraf kesehatan masyarakat akan meningkat.(8)(11)
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
sistem rujukan dapat tercapai apabila dilakukan rujukan terencana yaitu
rujukan secara dini dan tepat waktu. Rujukan terencana merupakan upaya
pencegahan secara proaktif terhadap komplikasi persalinan dan perencanaan
persalinan yang aman. Hal ini sesuai juga dengan beberapa penelitian lain
yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan komplikasi diperlukan
pemantauan dan perawatan ke unit kesehatan yang lebih lengkap dan lebih
baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa rujukan obstetri perlu dilakukan
pada ibu dengan komplikasi selama kehamilan agar tidak terjadi komplikasi
yang lebih lanjut, baik pada ibu maupun bayinya.(7)
16

BAB III
PENUTUP
Kegawatdaruratan dalam bidang obstetrik mempengaruhi angka
kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia yang semakin
meningkat. Salah satu faktornya berasal dari sistem rujukan. Penanganan
kasus kegawatdaruratan obstetri tergantung dari proses rujukan. Proses
rujukan yang sesuai dengan prosedural akan mempercepat penanganan
17

kasus kegawatdaruratan obstetrik.


Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri merupakan suatu
pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan
yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal. Sistem rujukan terbagi
menjadi dua, yaitu rujukan terencana dan rujukan terlambat. Rujukan
terencana merupakan upaya pencegahan secara proaktif terhadap komplikasi
persalinan dan perencanaan persalinan yang aman, sedangkan rujukan
terlambat adalah kondisi ibu dan bayi dalam rahim sudah tidak dalam
keadaan optimal, bahkan mungkin sudah dalam keadaan gawat atau gawat
darurat, jarak waktu antara rumah dan rumah sakit rujukan primer sangat
panjang, dan pertolongan yang dibutuhkan tidak segera diberikan dirumah
sakit rujukan. Keterlambatan rujukan terjadi di beberapa aspek yaitu pada
aspek masyarakat dan pihak keluarga sangat menentukan pengambilan
keputusan untuk melakukan rujukan seorang ibu dengan kegawatdaruratan
obstetri, kesulitan mendapatkan sarana transportasi dan kesulitan biaya
sangat mempengaruhi terjadinya keterlambatan rujukan.
Jadi, sistem rujukan obstetri merupakan salah satu elemen penting,
apabila sistem rujukan telah terlaksana dengan baik maka angka kematian
ibu dan anak di Indonesia juga menurun. Sistem rujukan berperan penting
dalam pencapaian sistem kesehatan, apabila sistem rujukan tersedia dengan
baik dan terjangkau oleh masyarakat maka taraf kesehatan masyarakat akan
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Avery DM. Obstetric Emergency. American Journal Of Clinical Medicine.


2009;Six:42-7.

2.

Djamhoer Martaadisoebrata HS. Obstetri Ginekologi Sosial Bandung:


Departemen Obstetri Ginekologi FK Univ Padjajaran RS dr.Hasan Sadikin
Bandung.

3.

Hamidah S. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Penerbit EGC; 2009.


18

4.

Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif, Obstetri Sosial.


Jilid 2. Jakarta; EGC.

5.

Suseno, Untung, dkk. Profil Kesehatan di Indonesia tahun 2014. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia. 2015.

6.

Indonesia KKR. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan


Dasar Dan Rujukan. 2013.

7.

Fauzia Laili. GIN, Herry Garna. Hubungan Faktor Risiko Kegawatdaruratan


Obstetri Menurut Rochjati Dengan Pelaksanaan Rujukan Oleh Bidan Di Rsud
Gambiran Kediri. Departemen Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin.

8.

Rochjati P. Sistem Rujukan Dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi. Jakarta:


PT Bina Pustaka Sarwono Prawiro Hardjo 2011.

9.

Y Priyo Wahyudi. SN, Ida Irnawat. Pengelolaan Rujukan Maternal di Rumah


Sakit Dengan Pelayanan PONEK. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2014;28:848.

10. Gufria D Irasanty. MH, Mubasysyir Hasanbasri. Pencegahan Keterlambatan


Rujukan Maternal Di Kabupaten Majene. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan. 2008;11:122-9.
11. Danu Widarta, G, dkk. Deteksi Dini Risiko Ibu Hamil dengan Kartu Skor
Poedji Rochjati dan Pencegahan Faktor Empat Terlambat. Majalah Obstetri &
Ginekologi. Vol. 23. 2015.

19

Anda mungkin juga menyukai