Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS INFEKSI

KONJUNGTIVITIS

A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. H
 Umur : 41 tahun
 Tanggal lahir : 23 Juli 1976
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : IRT
 Agama : Islam
 Alamat : Jalan Tamangapa Raya

B. ANAMNESIS
a. Anamnesis
Autoanamnesis
b. Keluhan Utama
Kedua mata merah
c. Anamnesis Terpimpin
Pasien datang dengan keluhan kedua mata merah yang dialami sejak 3
hari yang lalu, awalnya gejala mata merah ini dirasakan hanya pada mata kiri
sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan gatal dan mata berair terutama saat
bangun tidur, 4 hari kemudian mata kanan juga mengalami hal yang sama.
Ada riwayat menggososk-gosok mata dengan tangan. Ditemukan sekret
kuning, kental, dan lengket terutama pada pagi hari tetapi jarang. Pasien
merasakan bengkak pada kelopak mata kiri sehingga pasien susah untuk
membuka mata. Ada mata terasa berpasir dan pandangan terhalang. Tidak ada
demam, tidak ada penurunan penglihatan, tidak ada riwayat berobata
sebelumnya, ada riwayat kontak dengan penderita sakit mata seperti pasien,
tidak ada riwayat trauma kedua mata, tidak ada riwayat penyakit dahulu, ada

1
riwayat bersin-bersin berulang lebih dari 5 kali sehari akibat debu. Tidak ada
anggota keluarga yang mengalami hal yang sama dengan pasien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Tidak ada riwayat keluhan atau penyakit yang sama sebelumnya
2. Tidak ada riwayat hipertensi
3. Tidak ada riwayat diabetes mellitus
4. Tidak ada riwayat sakit jantung
5. Tidak ada riwayat trauma pada daerah perut
6. Tidak ada riwayat penyakit ginjal
7. Tidak ada riwayat alergi obat
e. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Tidak ada riwayat keluhan yang sama dalam keluarga
2. Tidak ada riwayat diabetes melitus
3. Tidak ada riwayathipertensi
4. Tidak ada riwayat penyakit ginjal

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Sakit sedang, gizi kurang (BB: 50 kg, TB: 158 cm, IMT: 20,02kg/m2).
b. Kesadaran
Composmentis
c. Vital Sign
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi (arteri radialis) : 80 x/menit, regular, kuat angkat
 Respirasi : 18 x/menit
 Suhu (axilla) : 36,70C
d. Status Generalis
1. Kepala

2
Normochepal, rambut pendek, lurus, warna hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut.
2. Mata
Eksopthalmus/Enopthalmus (-/-), gerakan mata dalam batas normal, mata cekung
(-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterus (+/+), reflex kornea (+/+), pupil
bulat isokor Ø 2,5 mm, reflex cahaya (+/+).
3. Telinga
Simetris kiri dan kanan, discharge (-)
4. Hidung
Deviasi septum (-), discharge (-)
5. Mulut
Kering (-), sianosis (-), perdarahan gusi (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
hiperemis (-), lidah kotor(-).
6. Leher
 Kelenjar limfe tidak ada pembesaran
 Kelenjar gondok tidak ada pembesaran
 Pembuluh darah: bruit (-)
 Tumor (-)
7. Thorax
Pulmo
 Inspeksi
Simetris kiri dan kanan,jejas (-), retraksi (-)

 Palpasi
Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
 Perkusi
Sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar ICS VI kanan, batas paru
belakang kanan ICS IX, batas paru belakang kiri ICS X

3
 Auskultasi
Bunyi pernapasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
 Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi
Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi
Pekak
 Auskultasi
Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
 Inspeksi
Cembung (-), darm contour (-), darm steifung (-)
 Palpasi
Nyeri tekan epigastrik (-), massa (-), hepar dan lientidak teraba
 Perkusi
Timpani
 Auskultasi
Bising usus (+) kesan normal
9. Punggung
 Tidak terdapat deformitas, tidak terdapat massa, sikatriks (-), nyeri ketok
costovertebrae (-/-), gerakan simetris kiri = kanan
10. Genitalia
 Tidak dilakukan pemeriksaan
11. Rectum/anus
 Tidak dilakukan pemeriksaan

4
12. Ekstremitas
 Superior
Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), fraktur (-/-)
 Inferior
Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), fraktur (-/-)
13. Status lokalis
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 6/6 6/6
Visus dengan koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks fundus + +
Silia / supersilia Trichiasis (-), Madarosis (-) Trichiasis (-), Madarosis (-)
Palpebra superior Ptosis (-), Udem (+) Pseudoptosis (-), Udem (+)
Palpebra inferior Udem (+) Udem (+)
Aparat lakrimalis Hiperlakrimasi Hiperlakrimasi
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (+), papil (-), Hiperemis (+), papil (-),
folikel (+) folikel (+)
Konjungtiva forniks Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Konjungtiva bulbi Injeksi kongjungtiva (+), Injeksi kongjungtiva (+),
injeksi siliar (-) injeksi siliar (-)
Sklera Merah Merah
Kornea Jernih Jernih
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
Pupil Refleks (+/+), Ø 2,5 mm, Refleks (+/+), Ø 2,5 mm,
bulat, letaknya di sentral bulat, letaknya di sentral
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Bening Bening
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Media Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil optikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula Tidak dilakukan Tidak dilakukan
AA / VV retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi
Posisi bulbus okuli Orthoforia Orthoforia
Gerakan bulbus okuli Bebas bergerak ke segala arah Bebas bergerak ke segala arah

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
-

E. PENATALAKSANAAN
 Ciprofloksasin 2 x 500 mg
 Ulcori eye drop 6 x 1 tetes ODS
 Cenfresh eye drop 6 x 1 tetes ODS

5
F. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : bonam

G. RESUME
Seorang perempuan 41 tahun datang dengan keluhan kedua mata merah
yang dialami sejak 3 hari yang lalu, awalnya gejala mata merah ini dirasakan
hanya pada mata kiri sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan gatal dan mata
berair terutama saat bangun tidur, 4 hari kemudian mata kanan juga mengalami
hal yang sama. Ada riwayat menggososk-gosok mata dengan tangan. Ditemukan
sekret kuning, kental, dan lengket terutama pada pagi hari tetapi jarang. Pasien
merasakan bengkak pada kelopak mata kiri sehingga pasien susah untuk
membuka mata. Ada mata terasa berpasir dan pandangan terhalang. Tidak ada
demam, tidak ada penurunan penglihatan, tidak ada riwayat berobata
sebelumnya, ada riwayat kontak dengan penderita sakit mata seperti pasien, tidak
ada riwayat trauma kedua mata, tidak ada riwayat penyakit dahulu, ada riwayat
bersin-bersin berulang lebih dari 5 kali sehari akibat debu. Tidak ada anggota
keluarga yang mengalami hal yang sama dengan pasien. Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi (arteri radialis): 80 x/menit,
regular, kuat angkat, Pernapasan: 18 x/menit, Suhu (axilla): 36,70C. Pada
pemeriksaan mata didapatkan visus tanpa koreksi OD: 6/6, OS: 6/6, pseudoptosis
pada palpebra superior mata kiri, udem pada palpebra superior dan inferior kedua
mata, hiperemis dan terdapat folikel pada konjungtiva tarsalis kedua mata, ada
injeksi konjungtiva pada konjungtiva bulni kedua mata, dan sclera pada kedua
mata berwarna merah.

6
H. DIAGNOSIS KERJA
 ODS Konjungtivitis virus

I. DIAGNOSA BANDING
 Konjungtivitis alergi
 Konjungtivitis bakteri

J. DIAGNOSIS HOLISTIK (BIOPSIKOSOSIAL)


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah dilakukan maka
pasien ini didiagnosis menderita Konjungtivitis virus. Diagnosa holistik
(multiaksial) :
a. Aspek personal : Pasien berharap dapat hidup sehat dan penyakit yang
dialami tidak kambuh kembali.
b. Aspek Klinis : Konjungtivitis virus.
c. Aspek Risiko Internal : Pasien sering menggosok-gosok matanya dan mata
pasien sering terpapar oleh debu.
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal : Keluarga pasien kurang memerhatikan
kondisi penyakit pasien, dikarenakan kesibukan dari masing-masing anggota
keluarga.
e. Aspek Mental, Psikologi, dan Sosial : Pasien memiliki kekhawatiran
berlebihan mengenai penyakitnya dan takut akan bertambah parah sehingga
dapat memperberat keluhan pada mata pasien.

7
K. EDUKASI
Penatalakasanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier :
a. Pencegahan primer : Memberikan promosi kesehatan dengan pendekatan
perilaku hidup sehat, serta edukasi mengenai penyakit Konjungtivitis yang
diakibatkan oleh virus.
b. Pencegahan Sekunder : Jika seseorang telah didiagnosis sebagai
Konjungtivitis, maka selain melakukan early diagnose and prompt treatment
perlu juga diedukasi untuk memperhatikan pola hidup dan pola makan
terutama kebiasaan mengenai menjaga kebersihan mata.
c. Pencegahan Tersier : Pada tahap disability limitation kita menganjurkan
kepada pasien agar mata terhindar dari paparan debu yang dapat memicu
kambuhnya Konjungtivitis kembali, misalnya memakai kaca mata jika ingin
bepergian. Karena dengan hal ini kita dapat memantau perjalanan penyakit
dan efek pengobatan yang diberikan.

L. HASIL KUNJUNGAN RUMAH


Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar
pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan
demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan
terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit dapat
mempengaruhi lingkungan.
1. Profil Keluarga
Ny. H adalah seorang IRT tinggal bersama suami Tn. A di sebuah rumah
permanen bersama 2 orang anak bernama Tn. K dan Nn. J. Pasien adalah seorang
IRT.
Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Suami Ny. H adalah seorang PNS. Penghasilan Tn. A sampai saat ini dirasa
mencukupi kebutuhan keluarganya dan biaya sekolah anak-anaknya.

8
Rumah pasien luasnya 12 x12 m2 dan dihuni oleh 4 orang. Jumlah kamar
yang ada sebanyak 4 buah kamar tidur, 1 kamar digunakan oleh Tn. A dan Ny. H
sedangkan kamar yang lainnya digunakan oleh anak-anaknya. Rumah pasien
terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan dan dapur terpisah. WC
terletak bersebelahan dengan dapur. Rumah tersebut adalah bangunan permanen,
pembangunannya sempurna, dinding rumah bersih sudah dicat. Isi rumah tertata
rapi dan cukup bersih. Memiliki ventilasi dan pencahayaan yang baik. Sumber air
diperoleh dari PDAM. Tn. A memiliki 1 buah sepeda motor dan 1 mobil.
2. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Pola konsumsi keluarga tersebut. Makanan sehari-hari keluarga tersebut
cukup bervariasi terdiri dari nasi, ikan,ayam,tahu,tempe,dan sayur.
3. Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Psikologi hubungan antar anggota keluarga secara umum baik. Keluarga
tersebut sudah terbentuk selama kurang lebih 30 tahun. Ada kasih sayang,
perhatian dan tanggung jawab dan kepemimpinan kepala keluarga dan
kebersamaan serta keakraban sesama anggota keluarga. Suasana yang harmonis
terjalin di dalam keluarga ini.
4. Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah keluarga sudah cukup baik karena lingkungan
perumahan ini sudah memiliki saluran pembuangan air, dan pekarangan rumah
kurang bersih. Meskipun demikian Ny. H rajin membersihkan rumahnya. Lantai
rumah dibersihkan setiap hari sehingga suasana di dalam rumah cukup bersih,
tidak berdebu, walaupun barang-barang di dalam rumah ada belum tertata rapi.
Pembangunan rumah selesai sepenuhnya. Sampah dibuang di tempat sampah
dan kemudian di bakar.

9
LAMPIRAN GAMBAR RUMAH PENDERITA
Gambar 1.Rumah Ny. H Tampak Depan

Gambar 2. Ruang Tamu dan ruang keluarga

Gambar 3. Dapur dan ruang Makan

10
Gambar 4. Kamar Mandi

Gambar 5. Kamar Tidur

11
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai berat dengan
banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen tetapi bisa juga
penyebab endogen.Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata dalam bentuk akut
maupun kronik.1
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh 4
penyebab utama yaitu virus, bakteri, allergen, dan iritan. Dari keempat hal
tersebut, infeksi akut yang paling banyak terdapat pada pelayanan primer
disebabkan oleh virus dan bakteri. Sekitar 1% - 2% dari seluruh konsultasi
kesehatan keluarga. Konjungtivitis bakterial umumnya lebih sedikit didapatkan
dibanding konjungtivitis viral terutama pada orang dewasa.2
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemis
konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang
lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak mata yang membengkak,
kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, mata terasa seperti
ada benda asing. Berdasarkan waktu perjalanannya dibagi atas konjungtivitis
akut dan konjungtivitis kronik. Dikatakan konjungtivitis akut apabila onset
terjadi secara tiba-tiba dan biasanya unilateral dengan inflamasi pada mata kedua
selama atau kurang dari 1 minggu dan lama penyakitnya tidak lebih dari 4
minggu. Sedangkan pada konjungtivitis kronik ditegakkan bila durasi penyakit
lebih lama dari3 atau 4 minggu.3

12
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA


Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran
mukosa yang tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi
permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu
kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva
dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan
limbal. Konjungtiva bersambungan dengan kulit tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan epitel kornea pada limbus.
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-
jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Konjungtiva menerima
persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini
relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen dari kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barrier epitel, aktivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah.
Pada konjungtiva terdapat beberap jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu :
1. Penghasil mucin
a. Sel goblet : terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal
b. Crypts of Henle : terletak sepanjang sepertiga atas konjungtiva tarsalis superior
dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior

13
c. Kelenjar Manz : mengelilingi daerah limbus
2. Kelenjar asesorius lakrimalis. Kelenjar asesorius ini termasuk kelenjar Krause
dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dibawah substansi propria

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva1

B. DEFINISI KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau radang pada selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut
maupun kronik

Gambar 2. Perbedaan konjungtiva normal dan konjungtivitis1


C. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis
kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai
insidensi konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata
yang paling umum.

14
Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke departemen mata, total kasus
konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva sebanyak 99.195 kasus
dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada perempuan.
Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada
tahun 2009, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang
paling banyak yang akurat.4

D. ETIOLOGI1
a. Bakteri
- Hiperakut (purulen) : Neisseria gonorrhoeae
Neisseria meningitidis
Neisseria gonorrhoeae subspesies kochii
- Akut (mukopurulen) : Pneumococcus
Haemophillus aegyptius
- Subakut : Haemophillus influenzae
- Kronik : Blefarokonjungtivitis
Staphylococcus aureus
b. Klamidia
- Trakoma
- Konjungtivitis inklusi
- Limfogranuloma venerum
c. Viral
- Konjungtivitis folikular viral akut
- Demam faringokonjungtivitis
- Keratokonjungtivitis epidemika
- Virus herpes simpleks
- Konjungtivitis hemoragik akut
- Konjungtivitis folikular viral kronik
- Virus molluscum contaginosum

15
- Blefarokonjungtivitis viral
d. Jamur (jarang)
e. Parasitik (jarang)
f. Imonulogik (alergika)
g. Reaksi hipersensivitas segera (humoral):Konjungtivitis hay fever
Keratokonjungtivitis vernal
Keratokonjungtivitis atopik
Reaksi hipersensivitas lambat (selular):Fliktenulosis
i. Kimiawi atau iritatif

E. PATOFISIOLOGI
1. Konjungtivitis bakteri
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
Streptococci, Staphylococci dan Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme
pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat
menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena
adanya kontaminasi eksternal (penggunaan kontak lens dan berenang) atau
penyebaran dengan melalui bagian tubuh yang terinfeksi (mengucek mata).5
Konjungtivitis bakteri dapat mengenai segala ras, walaupun terdapat
perbedaan variasi geografi dan prevalensi patogen dari tiap daerah. Perempuan
dan laki-laki memiliki resiko yang sama untuk terkena konjungtivitis bakteri.
Perbedaan tingkat infeksi mungkin disebabkan oleh lingkungan dan pola
kebiasaan hidup.5
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah
sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan
imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh
lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.5

16
Konjungtivitis purulen akut

2. Konjungtivitis gonore
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen,
virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat
berat. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada di jalan lahir,
sedangkan pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita
penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan
penyakit kelamin sendiri. Penyakit ini terdapat dalam 3 bentuk yaitu oftalmia
neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (usia lebih
dari 10 hari) dan konjungtivitis gonore adultorum. Terutama mengenai golongan
muda dan bayi yang ditularkan oleh ibunya. Penyakit ini memberikan sekret
purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan
subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Biasanya gejala yang muncul adlah
bola mata sakit dan pegal; Mata mengeluarkan sekret atau kotoran dalam bentuk
purulen, mukoid, dan mukopurulen tergantung penyebabnya; konjungtiva
hiperemis dan kemotik serta kelopak mata biasanya bengkak.
Konjungtivitis gonore

17
3. Konjungtivitis viral
Konjungtivitis viral akut adalah konjungtivitis yang paling sering ditemui.
Beberapa jenis adenovirus menjadi penyebab konjungtivitis ini. Biasanya gejala
pada mata muncul sebagai akibat dari infeksi saluran napas bagian atas dan
walaupun sering bersifat bilateral, satu mata mungkin saja sudah terinfeksi
sebelum mata lainnya. Mata yang telah terinfeksi menjadi merah dan
mengeluarkan sekret. Gejala lain yang dapat muncul yaitu kelopak mata yang
semakin menebal, dan akan tampak seperti kelopak mata jatuh. Pada palpasi,
dapat dirasakan adanya pembesaran kelenjar preaurikuler.pada beberapa kasus,
kornea dapat terlibat dan epitel kornea dapat memutih apabila berlangsung
beberapa bulan. Apabila kornea yang memutih tersebut tepat didepan jalur
refraksi, penglihatan akan sedikit terganggu. Tidak ada terapi khusus, tapi
biasanya dapat diterapi dengan antibiotik tetes untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder.5
Konjungtivitis viral

4. Konjungtivitis alergi
Patogenesis alergi pada mata sangat kompleks dan multifactorial, dan
didasari oleh hasil interaksi lingkungan dengan kelompok gen yang menjadi
factor predisposisi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan antara
konjungtivitis alergi dan gen predisposisi terhadap perkembangan penyakit
tersebut. Sebuah hubungan telah ditemukan antara konjungtivitis alergi dengan
kromosom 5, 16 dan 17 dan juga kromosom 6 memiliki kaitan spesifik terhadap
alergen tertentu. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan terdapat organ

18
spesifik pada gen tertentu yang saling berhubungan dengan penyakit alergi. Hal
tersebut diungkapkan setelah adanya gen tertentu yang teridentifikasi mengalami
konjungtivitis dan sebelumnya pernah mengalami asthma atopi, Dalam konteks
tersebut, secara genetic IL-10 menjadi penentu peningkatan tekanan pada sel
mast dikonjungtiva dan akan berakhir dengan aktivasi oleh alergen.
Beberapa studi juga menunjukkan adanya pengaruh sel dendrit
dikonjungtiva yang menjadi patogenesis penyakit tersebut dan telah dilaporkan
bahwa sistem imun dalam sel mungkin berpengaruh terhadap terapi penyakit
tersebut. Aktivasi sel mast dan degranulasi sel mast juga telah dilakukan
penelitian dalam beberapa tahun terakhir. Studi tersebut mendeskripsikan
pentingnya beta-chemokines dalam mengaktivasi leukosit dan aktivasi sel mast
primer. Dalam hal ini, eotaxin-1 menunjukkan adanya peranan utama dalam
stimulasi signal pada sel mast di konjungtiva. Pada sebuah studi konjungtivitis
alergi, eotaxin-1 reseptor antagonis mampu menghambat timbulnya reaksi alergi
sehingga dijadikan sebagai terapi yang sangat menarik dalam mengatasi reaksi
alergi. Pembuktian tersebut diatas menunjukkan bahwa ilmu alergi pada mata
dapat menjadi terapi baru dalam mengkontrol reaski alergi.5
Kemosis (a) Cobble stone (b) pada konjuntivitis vernal

F. DIAGNOSIS
Diagnosis awal harus mencakup gejala klinis konjungtivitis, yang didapatkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan penunjang.

19
1. Anamnesis7
- Gejala dan tanda (mata merah, gatal, sekret, iritasi, rasa mengganjal, nyeri,
fotofobia, tidak ada gangguan penglihatan )
- Durasi dan onset terjadinya gejala
- Faktor-faktor yang memperburuk
- Unilateral atau bilateral
- Karakteristik dari sekret yang dihasilkan
- Trauma : mekanik, kimia, paparan sinar ultraviolet
- Lakrimasi
- Riwayat penggunaan lensa kontak
- Riwayat penyakit sistemik (infeksi saluran pernafasan atas, penyakit kulit, dan
lesi mukosa)
- Riwayat alergi dan asma
2. Pemeriksaan fisis1
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visual, pemeriksaan
eksternal dan slit lamp.Pemeriksaan luar harus mencakup unsur-unsur berikut :
- Tajam penglihatan, kornea dan pupil; normal
- Hyperemia konjungtiva, paling nyata pada forniks dan kurang nyata di
limbus karena dilatasi pembuluh-pemburuh darah konjungtiva posterior.
Injeksi konjungtiva

- Mata berair (epifora) diakibatkan adanya sensasi benda asing, terbakar atau
tergores atau rasa gatal.

20
- Eksudasi atau sekret. Pada hampir semua jenis konjungtivitis didapatkan banyak
kotoran mata di palpebra pada saat bangun tidur.
- Pseudoptosis adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller.
- Hipertrofi papilar adalah reaksi konjungtiva nonspastik yang terjadi karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut
halus.
- Kemosis konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi dapat
timbul pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan tertuama pada
konjungtivitis adenoviral.
- Folikel tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus. Folikel
merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal di dalam lapisam limfoid konjungtiva
dan biasanya mempunyai sebuah pusat germinal. Secara klinis, folikel dapat
dikenali dengan struktur bulat kelabu atau putih yang avaskular. Pada
pemeriksaan slit lamp, tampak pembuluh-pembuluh kecil yang muncul pada
batas folikel dan mengitarinya.
Folikel pada konjungtivitis

- Pseudomembran dan membran adalah hasil dari proses eksudatif dan hanya
berbeda derajatnya. Pseudomembran adalah suatu pengentalan (koagulum) di
atas permukaan epitel yang bila diangkat, epitelnya tetap utuh. Membran adalah
pengentalan yang meliputi seluruh epitel, jika diangkat meninggalkan permukaan
yang kasar dan berdarah.

21
Konjungtivitis pseudomembranosa

- Limfadenopati preaurikular adalah tanda penting konjungtivitis.


3. Pemeriksaan penunjang
Smear epitel. Ini digunakan untuk mendeteksi klamidia pada khususnya dan
untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya. Epitel konjungtiva yang
memiliki sekret diusap dengan kapas lidi dan dioleskan pada slide dan dicelup
dalam larutan Giemsa dan stain Gram. Temuan sitology memberikan informasi
penting tentang etiologi konjungtivitis tersebut.1,7
a) Konjungtivitis bakterial: sel granulosit dengan inti polimorf dan ditemukan
adanya bakteri
b) Konjungtivitis viral: limfosit dan monosit;
c) Konjungtivitis chlamydia: Ditemukan sel limfosit, sel plasma, dan leukosit;
d) Konjungtivitis alergi: Temuan meliputi sel granulosit eosinophilic dan limfosit;
e) Konjungtivitis mikotik (sangat jarang): pada pewarnaan giemsa dan gram akan
tampak adanya hifa;

22
Tabel 1. Perbedaan jenis-jenis konjungtivitis1
Temuan
klinis dan Vira Bakteri Klamidia Alergi
sitologi l ka
Mini
Gatal Minimal Minimal Hebat
mal
Gene
Generali Generalisa Genera
Hiperemia ralisa
sata ta lisata
ta
Bany Minim
Lakrimasi Sedang Sedang
ak al
Kemosis ± ++ - ++
Pseudomembr
± ± - -
an
Papil - ± ± ++
Purulen
Ekudasi Sero / mukopuru
Serous
(sekret) us mukopu len
rulen
Hanya
sering
Adenopati Serin pada Tak
Jarang
preaurikuler g kongjungt ada
ivitis
inklusi
PMN, sel
Sitologi
Mon Bakteri, plasma, Eosino
kerokan/
osit PMN badan fil
eksudat
inklusi

23
G. PENATALAKSANAAN
a. Konjungtivitis bakteri
Terapi spsesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologinya. Pengobatan kadang diberikan sebelum pemeriksaan
mikribiologik dengan antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin,
kloramfenikol, tobramisin, eritromisin dan sulfa. Bila pengobatan tidak
memberkan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan
dan tunggu hasil mikrobiologik.3
Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g yang diberikan dosis tunggal per
intramuskular biasanya merupakan terapi sistemik adekuat.1 Bila terjadi penyulit
pada kornea maka diberikan siklopegik.3
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus konjungtivalis harus
dibilas dengan larutan saline agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperbaiki higiene perorangan secara khusus.1
b. Konjungtivitis gonore
Pada pengobatan konjungtivitis gonore pasien dirawat dan diberi pengobatan
dengan penicilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama
7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau
dengan garam fisiologik setiap ¼ jam. Kemudian diberi salep penicilin setiap ¼
jam. Penicilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penicilin G
10.000-20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep
diberikan setiap 5 menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penicilin
setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotik sistemik diberikan sesuai dengan
pengobatan gonokok. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan
mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.
c. Konjungtivitis viral
Konjungtivitis viral umumnya dapat sembuh sendiri. Terapi untuk
konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus dapat diterapi dengan terapi

24
suportif. Pasien diinstruksikan untuk melakukan kompres dingin dan pemberian
tetes mata steril. Vasokonstriktor dan antihistamin topikal dapat digunakan untuk
mengatasi rasa gatal yang berlebihan. Untuk pasien yang dicurigai berpotensi
terkena infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi
bakteri.8
Pada pasien dengan konjungtivitis yang disebabkan oleh virus Herpes
simpleks, terapi antiviral topikal dapat diberikan seperti, idoxuridine, vidarabine
dan trifluridine.Untuk konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster,
pemberian acyclovir oral dapat diberikan untuk menghambat replikasi virus. 9
Pencegahan transmisi konjungtivitis viral sangat penting dilakukan. Pasien
dan pemeriksa harus mencuci tangan untuk mencegah infeksi mata, tidak
bertukar handuk, linen dan alat kosmetik. Pasien diharapkan untuk istirahat dari
pekerjaan untuk menghindari penularan, dan tidak diperkenankan untuk
menggunakan softlens hingga tanda dan gejala sudah teratasi.8
d. Konjungtivitis alergi
Pengobatan terutama dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan
memberikan astringen, sodium kromolin, stroid topikal dosis rendah yang
kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada
kasus berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.

H. DIAGNOSA BANDING
a. Episkleritis
Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera.Episkleritis dapat merupakan suatu
reaksitoksik, alergik, bagian dari infeksi, serta dapat juga terjadi secara spontan
dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata, terutama pada wanita
usia pertengahan dengan riwayat penyakit reumatik. Episkleritis sering tampak
seperti skleritis. Namun, pada episkleritis proses peradangan dan eritema hanya
terjadi pada episklera, yaitu perbatasan antara sklera dan konjungtiva. Episkleritis

25
mempunyai onset yang lebih akut dan gejala yang lebih ringan dibandingkan
dengan skleritis. Selain itu episkleritis tidak menimbulkan turunnya tajam
penglihatan.1,3
Episkleritis

Keluhan pasien episkleritis berupa mata kering, rasa nyeri ringan, dan
rasamengganjal. Terdapat pula konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang
padaepiskleritis mempunyai gambaran benjolan setempat dengan batas tegas
danwarna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan
kapasatau ditekan pada kelopak di atas benjolan, maka akan timbul rasa sakit
yangdapat menjalar ke sekitar mata. Terlihat mata merah satu sektor yang
disebabkanmelebarnya pembuluh darah di bawah konjungtiva. Pembuluh darah
episklera inidapat mengecil bila diberi fenilefrin 2,5% topikal. Sedangkan pada
skleritis,melebarnya pembuluh darah sklera tidak dapat mengecil bila diberi
fenilefrin2,5% topikal.1
b. Skleritis
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskuler yang mengisyaratkan
vaskulitis. Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit
autoimun maupun penyakit sistemik, infeksi, trauma dan idiopatik. Skleritis
diklasifikasikan menjadi episkleritis, skleritis anterior, dan skleritis posterior.1
Gejala-gejala pada skleritis dapat meliputi nyeri, mata berair, fotofobia,
spasme dan penurunan tajam penglihatan. Terapi skleritis meliputi terapi
medikamentosa dan pembedahan. Terapi awal skleritis adalah obat anti inflamasi

26
nonsteroid. Obat pilihan adalah indometasin 100mg perhari atau ibuprofen
300mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti oleh
pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau
segera setalah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid
sistemik dosis tinggi. Kompikasi berupa keratitis, uveitis, glaukoma, katarak dan
lain-lain. Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya.3
Skleritis

I. PROGNOSIS
Mata dapat terkena berbagai kondisi beberapa diantaranya bersifat primer
sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain,
kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat
dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan. Bila segera diatasi,
konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit radang
mata tidak segera ditangani atau diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata
dan menimbulkan komplikasi.

27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva yang ditandai oleh
adanya dilatasi vaskuler (hiperemis), infiltrasi selular dan eksudasi (adanya
sekret). Diagnosis konjungtivitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa
mata merah, lakrimasi, gatal, sensasi benda asing, fotoboia dan tidak ada
penurunan visus.
Konjungtivitis dibedakan menjadi konjungtivitis infeksius (bakteri atau
virus) atau non infeksius (alergi, toxic, dan lain-lain). Konjungtivitis virus dan
bakteri mempunyai resiko menular sangat tinggi. Diagnosis konjungtivitis
bakteri berupa mata merah dengan sekret purulen ataupun mucopurulen. Sekret
dapat menyeluruh pada mata atau hanya pada sudut mata. Konjungtivitis
bakterial biasanya unilateral tetapi dapat juga bilateral. Jenis konjungtivitis virus
memperlihatkan adanya sekret serous atau mukoid dan pasien merasa panas,mata
berair, seperti ada pasir dan berawal hanya pada satu mata . infeksi virus
melibatkan pada kedua mata dalam 24-28 jam. Biasanya diawali dengan infeksi
saluran pernafasan atas. Konjungtivitis alergi mempunyai tipikal merah pada
kedua mata, berair dan gatal. Pasien konjungtivitis alergi mempunyai riwayat
atopi, alergi bersifat musiman, atau alergi spesifik (seperti makanan dan lain-
lain).

SARAN
Pemberian pengetahuan kepada masyarakat awam mengenai
konjungtivitis dan penanganannya perlu dilakukan untuk menghindarkan
terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Maka pencegahan konjungtivitis
sebagai berikut :

28
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan
atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangan.
2. Usahakan tidak menyentuh mata sehat sesudah menangani mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter.
5. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
6. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
7. Usahakan tangan tidak mengucek-ngucek mata.
8. Makan makanan yang tinggi protein dan tinggi kalori guna untuk mempercepat
proses penyembuhan dan dianjurkan untuk mengkomsumsi makanan yang
mengandung vitamin A guna untuk memperbaiki sensori penglihatan dan juga
vitamin C untuk memperbaiki sistem pertahanan tubuh.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Ferrer. FJ, Schwab. IR, etc. Konjungtiva. Dalam Vaughan Asbury Ophtalmologi
Umum, Edisi 17. Jakarta: EGC. 2014. Hal : 97-
2. Visscher, KL; Hutnik, CM; Thomas, M. "Evidence-based treatment of acute
infective conjunctivitis: Breaking the cycle of antibiotic prescribing.". Canadian
family physician Medecin de famille canadien. Vol. 55. 2009. Page : 1071-1075
3. Ilyas, H. Sidarta. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Dalam Ilmu Penyakit
Mata, Edisi 4. Jakarta: FKUI. 2012. Hal : 120-140
4. Kementerian Kesehatan RI. Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak
Menular. Jakarta. 2012. available in : http:///www.depkes.go.id/buletin-ptm.pdf .
Diakses pada tanggal 19 Maret 2018
5. Marlin, David S. Bacterial Conjunctivitis. Hampton Roy Sr, ed.2015 Available
in : http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview. Diakses tanggal
19 Maret 2018
6. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age
International. 2007. Page : 56-60
7. Galloway. Amoaku, etc. Common Disease of The Conjunctiva and Cornea. In:
Commons Eye Disease and their Management. Third Edition. London: Springer.
2016. Page : 45-49
8. American Academy of Ophthalmology. Conjunctivitis. In : Corneal/External
Disease Preferred Practice Pattern.United States Of America: EB. 2013. Page :
6-20
9. Scott IU, Kevin L. Conjunctivitis, Viral. California: Penn State College of
Medicine. 2015. Available in :
http://www.emedicine.medscape.com/article/1191370-overview . Diakses pada
tanggal 19 Maret 2018.
10. Soewono, Wisnujono. Konjungtivitis dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag. SMF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: RSU. Dr. Soetomo. 2006. Hal : 88-89

30
31

Anda mungkin juga menyukai