Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Lobus parietalis merupakan bagian dari cerebral korteks terletak diantara

lobus oksipitalis dan sulkus sentral. Lobus parietal terdiri dari gyrus postcentral,

lobus parietal superior, parietal operculum, supermarginal syrus dan angular

gyrus. Lobus parietal berfungsi untuk memantau segala informasi yang berkaitan

dengan mata, kepala, dan posisi tubuh serta meneruskannya ke bagian otak lain
(3)
yang mengatur pergerakan . Selain itu, lobus parietalis berperan dalam

mengolah informasi baik itu spasial maupun informasi numerik (4).

Lesi pada korteks parietal posterior pada manusia menghasilkan beberapa

kumpulan gejala yang disebut sebagai Parietal syndrome (PS) yang disebabkan

oleh adanya gangguan perfusi jaringan ke otak seperti stroke, ataupun ada

penambahan massa yang menekan struktur tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanela Z, et al., dari

194 pasien stroke terdapat 59 pasien yang mengalami aleia, agrafia dan akalkuli.

Sindrome gerstmann merupakan sindrome yang jarang terjadi. Lokasi lesi

biasanya terjadi di gyrus angularis pada hemisfer dominan yang terletak di lobus

parietalis (10).

1
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi

(Mulroney, sausan E. Adam KE.2009)

Lobus parietal memliki dua sulcus utama yaitu sulcus postsentralis dan sulcus

intrasentralis . Sulcus tersebut membagi lobus ini menjadi , gyrus postcasentralis

terdiri dari area brodman 3,1,2 berada pada daerah postsentralis, lobus parietalis

superior tediri dari area Brodman 5 dan 7 yang fungsinya sebagai pengenalan objek

dengan sentuhan dan penegnalan ucapan . dan parietal inferior terdiri dari area

Brodman 39 dan 40 yang tersususn oleh gyrus supramarginal dan angular berperan

untuk sintesis multisensori. Gyrus supramarinalis terletak di atas celah sulcus

lateralis dan sering digambarkan sebagai area wernicke yang akan menerjemahkan

informasi pendengaran yang belum diolah secara sempurna dan kemudian dikirim

untuk di proses lebih lanjut. Proses ini berlangsung menjadi tingkat yang lebih

2
tinggi dan menggabungkan elemen kata yang berbeda seperti bunyi dari suatu kata ,

tampilan dari suatu objek dan merasakan suatu objek dengan senuhan [11]

(Baehr M,

Frotscher M. 2010)

Lobus parietalis memiliki fungsi dalam melaksanakan pemrosesarn

somatosensorik seperti sensasi dari permukaan tubuh contohnya sentuhan ,

tekanan, panas, dingin dan nyeri secara menyeluruh dikenal sebagai sensasi

somestetik atau perasaan tubuh. Korteks somatosensorik berada tepat di belakang

sulcus centralis pada lobus parietalis tempat dimana awal pemroseran

somatostetik dan proprioseptif ( kesadarn akan posisi tubuh ). (8)

Setiap bagian di dalam korteks somatosensorik meerima masukan

somatestik dan proprioseptif dari suatu bagian spesifik dari tubuh . Umumnya

masukan yang diterima dari sisi tubuh yang berlawanan, area kebanyakan jalur

asendeng yang membawa sensasi sensorik ke medula spinalis menyebrang ke sisi

3
yang berlawanan. Kesadaran akan sentuhan , tekanan, suhu, atau nyeri dideteksi

oleh thalamus namun fungsi somatosensorik lebih dari sekedar merasakan

sensasi murni yaitu sensai sensorik yang lebih lengkap. Thalamus akan

memberikan informasi bahwa ada sesuatu yang panas atau dingin menyentuh

tubuh, tetapi tdak memberitahu dimana dan seberapa beras intensitasnya . (8)

Korteks somatosensorik dapat menetukan lokasi sumber masukan dan

memperkirakan derajat rangsangan juga dapat menentukan diskriminasi ruang

sehingga kita dapat mengetahui bentuk benda yang dipegang serta dapat

mengetahui perbedaan halus benda benda yang bersentuhan dengan kulit.

Selanjutnya masukan sensorik akan di proyeksiskan melalui serat substansia alba

ke sensorik luhur yang berdekatan untuk di elaborasi lebih lanjut , analisis, dan

integrasi informasi sensorik, daerah daerah luhur ini penting persepsi pola

kompleks rangsangan somatosensorik misalnya mengetahui tekstur , kekerasan ,


(8)
suhu, posisi, dan lokasi suatu benda yang di pegang secara bersamaan. . Selain

itu lobus parietal juga berfungsi sebagai masukan audiotori dan visual serta

pada lobus dominan berperan dalam dalam kemampuan menghitung atau

kalkulasi .

4
2.2. Etiologi

Stroke iskemik melibatkan oklusi arteri kecil, dimana perfusi tergantung pada

cabang kecil di ujung arteri. Oklusi pembuluh ini menyebabkan kerusakan

jaringan yang dikenal sebagai infark lakunar. Ini biasanya terjadi di putamen,

kaudatum, thalamus, pons, subcortical white matter dan cerebellum. Infark

lacunar memproduksi beberapa gejala klinis yang cukup menonjol. Dua yang

paling umum yaitu: pure motor stroke dan pure sensory stroke.

Penderita stroke iskemik memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami

gangguan kognitif. Hal ini disebabkan rupturnya plak arteri yang dapat

menimbulkan thrombus, sehingga aliran darah menuju otak menurun. Penurunan

aliran darah otak yang berlangsung lama mengakibatkan gangguan kognitif pada

penderita karena rusaknya jaringan otak . Dari penelitian hubungan antara stroke

iskemik dengan gangguan fungsi kognitif di RSUD DR Moewar dididapatkan

hasil pasien stroke iskemik memiliki risiko mengalami gangguan fungsi kognitif

sebesar 0,030 kali daripada pasien non stroke iskemik

2.3. Patofisiologi

Simptom fokal yang terjadi di lobus parietalis pada saat menduduki daerah

korteks lobus parietalis akan merangsang konteks sensorik, sebelum manifestasi

yang lain ditemukan. Jika sudah menimbulkan destruksi struktural pada korteks

lobus parietalis, maka segala macam perasaan pada daerah tubuh kontralateral

5
tidak dapat dirasakan dan dikenal. Namun, ketika bagian-bagian dalam lobus

parietalis terkena, maka akan menyebabkan suatu reaksi yang berlebihan

terhadap rangsang protopatik. Karena lesi yang dalam tersebut maka serabut-

serabut radiosio optika dapat terganggu, sehingga dapat menimbulkan

hemianopsia kuadran bawah homonim yang kontralateral.

Sedangkan bagian posterior dari lobus parietalis yang berdampingan dengan

lobus temporalis dan lobus occipitalis yang merupakan daerah penting bagi

fungsi kortikal luhur. Maka apabila terjadi terjadi destruksi baik itu dari tumor,

ataupun penyebab lainnya yang menduduki daerah itu akan menimbulkan

berbagai macam agnosia dan afasia sensorik serta apraksia. (6)

Sindrome Gerstmann adalah gangguan langka yang diakibatkan adanya

kerusakan pada gyrus angular dan supraangular yang ditandai dari

ketidakmampuan untuk menyebutkan salah satu jarinya sendiri (agnosia jari)

disertai oleh gangguan menulis (disgrafia atau agrafia), gangguan kalkulasi

(diskalkulia atau akalkulia), dan ketidakmampuan untuk membedakan sisi kanan

dan kiri [2]

Sindrom balint adalah kondisi langka yang disebabkan oleh lesi

parietooksipital bilateral yang merupakan pusat utama untuk kontrol visual

gerakan Pasien yang pertama kali didefinisikan oleh Balint tidak dapat

mempertahankan tatapannya pada titik tertentu di dalam suatu ruang. Ketika

atensinya diarahkan ke objek tertentu, ia tidak dapat mempersepsikan stimulus

visual lainnya dan tidak dapat mengikuti objek yang bergerak dengan matanya

(ataksia visual) [2] [6]

2.4. Manifestasi klinis

2.4.1 Apraksia Konstruktif

6
Gangguan ini merupakan gangguan dimana bentuk dua dimensi

atau tiga dimensi terganggu pada lesi lobus parietal, dan lebih sering

ketika lesi berada di lobus partietal non-dominan. Apraksia konstruktif

untuk dua dimensi terjadi ketika pasien tidak dapat menyalin gambar

geometris sederhana. Mikrografia rotasi distorsi (gambar berkurang

ukurannya) dan makrografia (gambar diperbesar ukurannya) kemungkinan

ada. Apraksia konstruktif untuk tiga dimensi terjadi ketika pasien tidak

dapat membangun bentuk bangunan tiga dimensi. (5)

Penempatan balok atau batang baik dalam bentuk persegi

mungkin tidak dapat dilakukan. Pada tahap selanjutnya, jika membentuk

sebuah konstruksi, maka akan terputar. Biasanya apraksia konstruktif

berhubungan dengan lesi lobus parietal kanan. Ini dapat dinilai melalui tes

desain gambar dan balok yang kompleks.(5)

2.4.2 Sindrom Holme

Gangguan pada persepsi jarak tetap dari diri sendiri ke suatu

objek dikenal sebagai lokalisasi absolut. Jarak antara objek eksternal ke

diri sendiri adalah lokalisasi relatif. Kedua hal ini dapat terganggu pada

lesi parietal kanan. Defisit ini termanifestasi ketika pasien tidak dapat

menggenggam benda yang diberikan padanya. Gerakan menjadi tidak

akurat. Tampak pasien memiliki penglihatan yang buruk. Ketepatan dalam

mengukur hilang. Ini bisa di diagnosis melalui test comple figure dan

block designed test. (5)

2.4.3 Agnosia

7
Lesi gyrus angularis kiri atau tidak terhubungnya area ini dari

lobus oksipital menyebabkan ketidakmampuan untuk mengenali kelompok

objek melalui modalitas visual. Pasien dapat mengenali objek melalui

modalitas lain seperti sentuhan. Defisit ini disebut sebagai agnosia objek

visual. Pemahaman tentang bagian yang kompleks atau gambar mungkin

terganggu . Pasien dapat menggambarkan gambar dalam beberapa bagian,

tetapi tidak dapat menyimpulkan keseluruhan dari gambar. Pengenalan

objek melalui sentuhan terganggu pada lesi parietal, yang dikenal sebagai

agnosia taktil atau astereognosis. Beberapa benda-benda yang diletakkan

di tangan tidak dikenali. Agnosia jari adalah kondisi lain di mana pasien

tidak dapat menyebutkan nama atau mengidentifikasi jari yang disentuh.

Pasien tidak dapat mengidentifikasi jari-jarinya sendiri dan jari pemeriksa.

Ini adalah ketidakmampuan untuk mengenali bagian-bagian tubuh, adalah

bawaan bilateral yang terkait dengan lesi partiertal kiri. Anosognosia

adalah ketidakmampuan untuk mengenali anggota tubuh yang lumpuh.

Prosopagnosia, adalah ketidakmampuan mengenali wajah yang dikenal

secara visual dikaitkan dengan lesi parietal kanan. Pasien dapat mengenali

orang yang sama melalui pakaian atau siluet. Pasien bahkan mungkin tidak

dapat mengenali wajahnya sendiri di cermin. (5)

Lesi parietal kanan berhubungan dengan gangguan memori

visual. Lokalisasi ke area parietal kanan terjadi ketika gangguan memori

dalam bentuk visual sederhana. Yaitu memori mengenai tempat atau

lokasi, memori topografi terganggu pada lesi parietal kanan. Pasien tidak

dapat menemukan tempat yang ada di peta. Pasien dengan lesi parietal kiri

dapat hilang di lingkungannya yang sering ditempai yang disebut sebagai

8
kesulitan menemukan rute. Muncul dari defisit parietal lain yang

disorientasi kiri-kanan. Di sini pasien menjadi bingung antara sisi kiri dan

kanan. Mengidentifikasi sisi kiri atau kanan sulit. (5)

Lobus partictal kiri, khususnya gyrus angularis penting untuk

menulis, membaca, dan menghitung, lesi menyebabkan kerusakan berikut

pemahaman bahasa lisan dan tulisan dipengaruhi. Kondisi ini adalah

alexia aphasic apraxic (5)

Kesulitan dalam perhitungan atau akalkulus memiliki dua

komponen, akalkulasi spasial hadir ketika pasien tidak dapat

menempatkan angka dengan benar dan dikaitkan dengan lesi parietal

kanan, sedangkan kesulitan dalam aritmatika dikaitkan dengan lesi

parietal kiri. Sindrom Gerstman dikaitkan dengan lesi parietal kiri,

khususnya pada angular gyrus. Ini terdiri dari akalkulus, agraphia, agnosia

jari dan disorientasi kiri-kanan (5)

2.4.4 Pengabaian Sebelah Ruang

Tanda penting dari lesi parietal kanan adalah pengabaian sebelah

ruang . Perhatian spontan tidak dialokasikan pada sisi yang berlawanan

dengan lesi. Kelalaian biasanya ada di bagian kiri ruang yang berarti lesi

berada di lobus parietal kanan. (5)

Perhatian visual adalah fungsi penting yang dimediasi oleh lobus

parietal kanan. Lobus parietal kanan dorsal melepaskan perhatian dalam

ruang visual, jika pelepasan ini tidak terjadi, perhatian terpaku pada satu

area dan area lainnya diabaikan. Pelepasan perhatian menyebabkan pasien

mengabaikan semua aspek ruang lateral. Pasien tidak melihat benda di sisi

9
yang terabaikan dan menabraknya. Sentuhan tidak terasa ketika berada di

bagian kiri tubuh (5)

2.4.5 Gangguan Emosi

Lobus parietal kanan dihipotesiskan untuk meredakan emosi.

Biasanya lobus frontal kanan menghambat lobus parietal kanan. Lesi lobus

frontal kanan menghilangkan pengaruh penghambatan ini. Sehingga terjadi

gangguan emosi. (5)

2.5 Diagnostik

Beberapa tes neuropsikologis yang sering digunakan adalah Tes Vigilance

Digit untuk menilai perhatian berkelanjutan, Tes Substitusi Digit Symbol untuk

menilai koordinasi motorik visual, respons dan kecepatan mental. Ini juga

memberikan gambaran tentang kecepatan pemrosesan informasi, Tes Token

untuk mengevaluasi pemahaman verbal, Tes Kefasihan Hewan untuk menilai

kefasihan verbal, Tes Stroop untuk menilai penghambatan respons, Tes

Penyortiran Kartu Wisconsin untuk menilai penalaran abstrak dan mengatur

perpindahan, N Back Verbal 1 dan 2 mengukur ingatan yang bekerja, dan Tower

of London mengukur keterampilan perencanaan dan pemantauan diri serta

koreksi diri. (5)

2.6 Penatalaksanaan

Penanganan pada sindrom lobus parietalis berdasarkan penyebab yang

mendasarinya. Etiologi stroke yang menyebabkan iskemik.

1. Pada fase akut (12 jam pertama) dapat diberikan

a- Pentoksi filin infuse dalam cairan Ringer Laktat dosis 8mg/kgBB/hari.

b- Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset

2. Dapat dipakai neuroprotektor

10
a- Piracetam

b- Citicholin : bila kesadaran menurun

c- Nimodipine

3. Pasca fase akut

a- Pentoksifilin tablet: 2x 400mg

b- ASA dosis rendah 80-325

c- neuroprotektor

4. Pencegahan sekunder

a- ASA dosis rendah 80-325 mg/hari

b- Ticlopidin 2x250 mg

c- Kombinasi ASA danTiklopisin

d- Pengobatan faktor risiko strok yang ada.

Etiologi stroke yang disebabkan oleh pendarahan intraserebral

1. Konservatif

a-Memperbaiki faal hemostasis: Asam traneksamat 1 gram per 6 jam interval

(bila ada gangguan faal hemostasis).

b-Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat pendarahan : Nimodipine

2. Operatif :dilakukan pada kasus yang indikatif/ memungkinkan

a- Volume pendarahan lebih dari 50cc atau diameter > 2 cm.

b- Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian tekanan intra

cranial akut dan ancaman herniasi otak.

c- Pendarahan serebellum

d- Hidrosefalus akibat pendarahan intraventrikel atau serebellum

e- GCS >7

11
Etiologi yang disebabkan oleh pendarahan subarakhnoidal

1. Nimodipine

2. Sama dengan pada pendarahan intraserebral

3. Operatif: Kliping aneurisma vasakular (Berry) yang pecah bila sarana

tersedia)

12
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan pada bagian lobus parietalis akan mempengaruhi beberapa fungsi kerja dari

lobus otak. Salah satu gabungan kerusakan tersebut adalah sindrome lobus parietalis seperti

Balint’s sydrome dan Gerstmann syndrome. Gejala-gejala yang ditimbulkan dari gangguan

lobus parietalis terbanyak ditemukan pada pasien-pasien yang mengalami stroke Gambaran

klinis dari sindroma ini dapat berupa agnosia, akalkulia, agrafia, disorientasi kanan-

kiri, dan apraksia. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk memastikan, suatu

hendaya disebabkan oleh adanya lesi di lobus parietal. Penyebab paling sering dari

sindroma ini ialah adanya lesi pada hemisfer dominan. Adapun penatalaksanaan

untuk lesi ini harus sesuai dengan etiologi sebagai penyebab timbulnya lesi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ade Putri. 2016. Hubungan antara Stroke Iskemik dengan Gangguan Fungsi

Kognitif di RSUP dr. Moewardi.

2. Baehr M, Frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : Anatomi,

Fisiologi, tanda, gejala. EGC: Jakarta. p 330(52)

4. Kirmann MN, Garg MK, Sharma P. 2016. Parietal & Occipital Lobe Syndrome :

Neuropsychological Approach. The international Journal of Indian

Psychology. Vol: 3(2); 8.p 138-144

5. Mardjono M, Sidharta P. 2012. Neurologis Klinis Dasar. Dian Rakyat: Jakarta. p

400

6. Mulroney, sausan E. Adam KE.2009. Netter Esential Phisiologi. Elsevier. P53

7. Sherwood L.2012. Fisiologi Manusia dari sel ke sitem . Dalam: Nella Y, Editor.

Edisi 6. EGC. 155(8)

8. Setyopranoto, L. 2011. Stroke, Gejala dan Penatalaksanaan Cermin Dunia

Kedokteran. Vol. 38(4); p 185

9. Zillmer, E, Spiers, M & Culberstone, W 2008. Principles of neuropsychology.

USA:Thomson higher Education.

10. Zukic S., Mrkonjic Z, et al. 2012. Gerstmann’s Syndrome In Acute Stroke

Patients. Acta International Medica. Vol 20 (4). p. 242-243

11. Nikola p, 2015. Language processing – role of inferior parietal lobe.

Neuroscience. Vol.III.No.3.P174

14
12. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP.2014. Adams and Victor,s Principles of

Neurology Tenth Edition. McGraw-Hill Education. P 470-476

15

Anda mungkin juga menyukai