TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
2.1.1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius
eksternus yang berfungsi sebagai resonator dan meningkatkan
transmisi suara. Aurikula tersusun sebagian besar kartilagi yang
tertutup oleh kulit. Lobulus adalah bagian yang tidak mengandung
kartilago. Kartilago dan kulit telinga akan berkurang elastisitasnya
sesuai dengan pertambahan usia. Saluran auditorius pada dewasa
berbentuk S panjangnya 2,5 cm dari aurikula sampai membran
timpani. Serumen disekresi oleh kelenjar-kelenjar yang berada di
sepertiga lateral kanalis auditorius eksternus. Saluran menjadi
dangkal pada proses penuaan akibat lipatan ke dalam, pada dinding
kanalis menjadi lebih kasar, lebih kaku dan produksi serumen agak
berkurang serta lebih kering (Mills, 2006).
membran
menyebabkan
tulang-tulang
bergerak
dan
atrofi
pada
emmbran
karena
proses
penuaan
Saraf
pendengaran
mengandung
30.000
neuron
yang
basilaris bergerak dari dasar apeks koklea, mirip dengan gerakan piston
stapes pada telinga tengah. Gelombang ini memiliki puncak yang tajam
menimbulkan suara frekuensi tinggi kemudian bergerak ke arah apeks
sehingga suara berangsur-angur menurun (Mills, 2001). Defleksi stereosilia
dnegan cara terbuka dan tertutupnya kanal ion, menyebabkan aliran ion K +
menuju sel sensori. Perubahan ion potassium dari nilai positif 80-90 mV di
sekala media menjadi potensial negatif pada sel rambut luar dan dalam.
Hasil depolarisasi ini akan menghasilkan enzim cascade, melepaskan
transmiter kimia kemudian mengaktivasi serabut saraf pendengaran (Bear,
2006).
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
terjadinya
presbikusis
(Muyassaroh, 2012). Faktor tersebut antara lain usia, jenis kelamin, genetik,
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok
(Muyassaroh, 2012; Soesilorini, 2012).
2.6. Patogenesis
Presbikusis dapat dijelaskan dari beberapa kemungkinan patogenesis,
yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme
molekuler.
1. Degenerasi koklea
Presbikusis tersering terjadi karena degenerasi pada stria vaskularis.
Bagian basis dan apeks koklea pada awalnya mengalami degenerasi,
tetapi kemudian meluas ke regio koklea bagian tengah dengan
bertambahnya usia. Degenerasi ini hanya terjadi sebagian. Degenerasi sel
marginal dan intermedia pada stria vaskularis terjadi secara sistemik,
serta terjadi kehilangan Na+K+ ATPase. Kehilangan enzim penting ini
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan imunohistokimia (Gates, 2005).
Prevalensi terjadinya presbikusis metabolik (strial presbycusis)
cukup tinggi. Stria vaskularis yang banyak mengandung vaskularisasi,
pada penelitian histopatologi tikus kecil yang mengalami penuaan
terdapat keterlibatan vaskulear antara faktor usia dengan terjadnya
kurang pendengaran (Gates, 2005).
Analisis dinding lateral dengan kontras pada pembuluh darah
menunjukkan hilangnya stria kapiler. Perubahan patologi vaskular terjadi
berupa lesi fokal yang kecil pada bagian apikal dan bawah basal yang
meluas pada regio ujung koklea. Area stria yang tersisa memiliki
hubungan yang kuat dengan mikrovaskular normal dan potensial
endokoklear. Analisis ultrastructural menunjukkan ketebalan membran
yang signifikan, diikuti dengan penambahan deposit laminin dan
akumulasi imunoglobulin yang abnormal pada pemeriksaan histokimia.
Pemeriksaan histopatologi pada hewan dan manusia menunjukkan
hubungan antara usia dengan degenerasu stria vaskularis (Gates, 2005).
Degenerasi stria vaksularis akibat penuaan berefek pada potensial
endolimfe yang berfungsi sebagai amplifikasi koklea. Potensial
endolimfatik yang berkurang secara signifikan akan berpengaruh pada
10
proses
penuaan,
11
12
untuk
trasnduksi
mekanoelektrikal
dengan
baik.
13
dalam
transpor
elektromekanik
sinyal
yang
dapat
14
15
16
Menurunnya jumlah neuron pada koklea lebih parah terjadi pada basal
koklea. Gambaran klasik: speech discrimination sangat berkurang dan
atrofi yang luas pada ganglion spiralis (cookei-bite) (Connely, 1964;
Ohlemiller, 2008; Gates, 2009).
17
rendah,
speech
discrimination
bagus
sampai
batas
minimum
18
: normal
>20-40 dB
: tuli ringan
> 40-45 dB
: tuli sedan
> 55-70 dB
> 70-90 dB
: tuli berat
19
> 90 dB
2.10. Diagnosis
2.10.1. Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran
pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan
progresif lambat (Pata, 2004; Zagolski, 2006; Sousa, 2009; Khullar,
2011; Muyassaroh, 2012; Kraus, 2013). Umumnya terutama terdapat
suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada
pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkati merupakan
kelainan yang tidak disadari. Penderita menjadi depresi dan lebih
sensitif. Kadang-kadang disertai dengan tinitus yaitu persepsi
munculnya suara baik di telinga atau di kepala (Suwento, 2007).
Faktor risiko presbikusis adalah: paparan bising, merokok, obatobatan, hipertensi, dan riwayat keluarga. Orang dengan riwayat
bekerja di tempat bising, tempat rekreasi yang bising, dan penembak
akan mengalami kehilangan pendengaran pada frekuensi tinggi.
Penggunaan
obat-obatan
antibiotik
golongan
aminoglikosida,
20
pada
tahap
berikutnya
berangsur-angsur
terjadi
21
Proses
bertambahnya
usia
semakin
banyak
penderita
22
hanya
sedikit
penurunan
pada
frekuensi
rendah
bila
23
dapat
terjadi
akibat
insufisiensi
mikrosirkuler
24
2.11.4. Hiperkolesterol
Pola makan dengan komposisi kelebihan lemak speerti
hiperkolesterol, hiperlipidemia, hipertrigliserida merupakan faktor
risiko terjadinya penurunan pendengaran. Patogenesis arterosklerosis
adalah asteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan
transpor oksigen. Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang
menyatakan terdapat hubungan antara penderita hiperkolesterolemia
dengan penurunan pendengaran (Kakarlapudi, 2003; Villares, 2005).
2.11.5. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang
mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik
secara
langsung,
dan
merusak
sel
saraf
organ
koklea.
Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksihemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga
hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti
diketahui, ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat
ratusan kali dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan
suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek
iskemia. Selain itu, efek karbmonmonoksida lainnya adalah spasme
pembuluh
darah,
kekentalan
darah,
dan
arteriosklerotik
(Muyassaroh, 2012).
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh
merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi
tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke
koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan
25
akibat
bising
adalah
penurunan