Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN JIWA


Major Depressive Disorder

PEMBIMBING :
dr. Iman Santoso, Sp.KJ

DISUSUN OLEH :
Rezeky Permanasari 2016.04.0.0148
Rico Pratama W 2016.04.0.0149
Ridge Handojo P 2016.04.2.0150
Rieza Widyartien 2016.04.2.0151
Rika Kusuma 2016.04.2.0152
Rischa Agustin C 2016.04.2.0153
Rona Indira S 2016.04.2.0154

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang
berjudul “Major Depressive Disorder”. Pada kesempatan ini mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang ikut membantu dalam
penyelesaian referat ini
Dalam penulisan referat ini kami menyadari adanya keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang ami miliki sehingga referat ini jauh
dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan.

Surabaya, Oktober 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................... i


Daftar isi ........................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan....................................................................... 1
BAB II Pembahasan...................................................................... 2
1. Definisi .............................................................................. 2
2. Epidemiologi....................................................................... 2
3. Etiologi dan faktor resiko .................................................... 3
4. Gejala klinis dan Diagnosa ................................................. 7
5. Diagnosa Banding .............................................................. 8
6. Terapi ................................................................................. 8
7. Prognosis .......................................................................... 10
8. Preventif ............................................................................ 10
BAB III Kesimpulan ...................................................................... 11
Daftar Pustaka ............................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Gangguan depresi mayor, atau seperti yang sering disebut, "depresi
berat," ditandai dengan adanya satu atau lebih episode depresi selama
hidup pasien. Biasanya, episode depresi berlangsung mulai dari beberapa
bulan ke tahun, Meskipun beberapa pasien mungkin hanya memiliki satu
episode selama hidup mereka, mayoritas memiliki dua atau lebih. Jadi
depresi mayor adalah suatu penyakit yang periodik atau siklik dimana
pasien, secara siklik masuk ke dalam dan kemudian keluar dari periode
depresi. Pada sebagian kecil kasus episode depresi mungkin menjadi
kronis dan suatu episode mulai menetap sepanjang hidup pasien. (Moore
& Jefferson, 2004).
Sinonim dari gangguan ini meliputi gangguan afektif unipolar,
melancholia, dan penyakit manik-depresi, tipe depresi. “unipolar”
menekankan perbedaan penting antara depresi mayor dan gangguan
bipolar yaitu bahwa pasien dengan depresi mayor bersiklus haya pada
satu arah terhadap kutub depresi, berlawanan dengan gangguan bipolar
yang bersiklus tidak hanya ke kutub depresi tetapi juga ke kutub manik.
Melancholia adalah istilah yang paling lama dari gangguan ini dari bahasa
yunani yang artinya empedu hitam tetapi sepanjang abad maknanya
berubah sehingga sering menyebabkan misinterpretasi. “Penyakit manik-
depresi, tipe depresi” adalah mungkin sinonim yang paling tidak
memuaskan, karena sering merujuk pada gangguan bipolar. (Moore &
Jefferson, 2004).
Individu dengan gangguan depresi ini mempunyai gejala ddepresi
yang lebih banyak, cenderung mempunyai gangguan yanag relatif stabil
sepanjang waktu dan mempunyai lebih banyak keluarga berpenyakit
gangguan afektif. Gangguan ini mungkin hanya episode tunggal atau
terjadi berulang. Jarak antara episode paling sedikit 2 bulan tanpa ada
gejala depresi yang berarti. Dapat menjadi episode depresi kronik bila

2
memenuhi kriteria lengkap untuk minimum 2 tahun. Biasanya lebih sering
relaps dan rekuren sehingga memerlukan terapi rumatan. (Maramis, 2009)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi mayor merupakan gangguan yang umum.
Setidaknya 5% dari populasi dewasa mempunyai gangguan ini. Tetapi
karena sifat remitif dan kambuh- kambuhan dari episode depresi,
presentase lebih kecil dari populasi sebenarnya ditengah episode depresi
pada suatu waktu. Diantara orang dewasa depresi mayor nampak 2 kali
lebih sering diantara wanita dari pada pria, tetapi pada anak- anak
perbandingan jenis kelamin adalah sama. (Moore & Jefferson, 2004).

2.3 ETIOLOGI
1. Faktor Biologis

Abnormalitas biogenik-amin yang sering dijumpai pada depresi


yaitu 5-hydroxy indoleacetic acid (5-HIAA), homovanilic acid (HVA),
3-methoxy 4-hydroxyphenylglycol (MHPG). Sebagian besar
penelitian melaporkan bahwa penderita gangguan depresi
menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolik biogenik-
amin pada darah, urin, dan cairan serebrospinalis. Keadaan tersebut
mendukung hipotesis gangguan depresi berhubungan dengan
disregulasi biogenik-amin. Dari biogenik-amin, serotonin dan
norepinefrin merupakan dua neurotransmitter yang paling berperan
dalam patofisiologi depresi. (Kaplan and Sadock, 2010)

a. Serotonin
Dengan pengaruh besar yang dihasilkan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRI) pada terapi depresi, serotonin telah
menjadi neurotransmitter biogenik-amin yang paling sering dikaitkan
dengan depresi. (Kaplan and Sadock, 2010). Aktivitas serotonin
berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol
regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. (Elvira, 2013). Pada
beberapa pasien yang mencoba bunuh diri memiliki konsentrasi

3
metabolit serotonin yang rendah di dalam cairan serebrospinal.
(Kaplan and Sadock, 2010)

b. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respon klinis
antidepresi mungkin merupakan peran langsung sistem
noradrenergik pada depresi. Adanya keterlibatan reseptor prasinaps
β2-adrenergik pada depresi, menimbulkan penurunan jumlah
norepinefrin yang dilepaskan. Reseptor prasinaps β2-adrenergik juga
terletak pada neuron serotonergik serta mengatur jumlah serotonin
yang dilepaskan. (Kaplan and Sadock, 2010).

c. Dopamin
Selain serotonin dan norepinefrin, dopamin juga diperkirakan
memiliki peranan dalam depresi. Data yang mendukung bahwa
aktivitas dopamin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru
reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian mengenai regulasi
prasinaps dan postsinaps pada fungsi dopamin lebih lanjut telah
memperkaya riset mengenai hubungan antara dopamin dan
gangguan mood. Dua teori terkini mengenai dopamin dan depresi
adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada
depresi dan resptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.
(Kaplan and Sadock, 2010)

d. Faktor neurokimia lain


Neurotransmitter asam amino terutama gamma aminobutyric
acid (GABA) dan peptida neuroaktif terutama vasopresin dan opiat
endogen juga terlibat di dalam patofisiologi gangguan mood.
(Kaplan and Sadock, 2010)

e. Regulasi Neuroendokrin
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin
dan juga menerima berbagai impuls saraf melalui neurotransmitter
biogenik-amin. Berbagai disregulasi neuroendokrin dilaporkan pada
pasien dengan gangguan mood. Disregulasi aksis neuroedokrin

4
secara khusus (seperti aksis adrenal, tiroid, dan homon
pertumbuhan) mungkin menyebabkan gangguan mood. (Kaplan and
Sadock, 2010)

 Aksis adrenal
Sekitar 50% pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat
kortikal yang meningkat. Neuron di dalam nukleus
paraventrikular melepaskan hormon pelepas kortikotropin (CRH)
yang merangsang pelepasan hormon adenokortikotropik (ACTH)
dari hipofisis anterior. Selanjutnya, ACTH merangsang
pelepasan kortisol dari korteks adrenal. (Kaplan and Sadock,
2010)

 Aksis tiroid
Sekitar 5-10% orang dengan depresi, gangguan tiroid sering
ditemukan. Sekitar sepertiga pasien dengan gangguan depresif
berat yang tidak memiliki aksis tiroid normal ditemukan memiliki
respon tirotropin dan hormon perangsang tiroid (TSH) yang
lemah, terhadap infus protirelin dan hormon pelepas tirotropin
(TRH). (Kaplan and Sadock, 2010)

 Hormon pertumbuhan
Pasien depresi memiliki respon stimulasi pelepasan hormon
pertumbuhan yang rendah yang diinduksi tidur. Dimana
gangguan tidur merupakan gejala yang sering terjadi pada
depresi. (Kaplan and Sadock, 2010)

2. Faktor genetik

Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan


gangguan mood, tetapi pola pewarisannya terjadi melalui mekanisme
yang kompleks. Sulit untuk mengabaikan efek psikososial, dan juga,
faktor nongenetik kemungkinan berperan sebagai penyebab
berkembangnya gangguan mood, setidaknya pada beberapa orang.
(Kaplan and Sadock, 2010)

5
 Studi keluarga
Studi keluarga berulang kali menemukan bahwa generasi
pertama dari orang di dalam keluarga yang pertama kali
diidentifikasi sakit, 2 sampai 10 kali cenderung mengalami
gangguan depresi berat. (Kaplan and Sadock, 2010)

 Studi adopsi
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat
diturunkan seara genetik. Studi menunjukkan, anak biologis dari
orang tua yang terkena gangguan mood berisiko untuk
mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan
oleh keluarga angkat. (Elvira, 2013)

 Studi anak kembar


Pada anak kembar dizigot, gangguan depresi berat terdapat
sebanyak 13-28%, sedangkan pada yang kembar monozigot 53-
69%. (Elvira, 2013)

3. Faktor psikosial

Peristiwa hidup dan stress lingkungan


Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa peristiwa hidup
yang penuh dengan tekanan seringkali muncul mendahului
episode gangguan mood. Sebuah teori menerangkan bahwa
stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan
perubahan yang bertahan lama di dalam biologi otak sehingga
terjadi perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter
dan sistem pemberian sinyal interneuron, bahkan dapat
mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps
yang berlebihan. Akibatnya, seseorang memiliki resiko tinggi
mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa
stressor eksternal. Beberapa meyakini bahwa peristiwa hidup
memiliki peranan penting pada depresi sedangkan yang lain

6
menganggapnya hanya berperan sebatas onset dan waktu
depresi. Peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan
depresi di antaranya kehilangan orangtua sebelum usia 11
tahun, kematian pasangan atau di PHK. (Kaplan and Sadock,
2010).

Faktor Kepribadian

Semua manusia, apapun pola kepribadiannya, dapat


mengalami depresi di bawah situasi yang sesuai. Orang dengan
gangguan kepribadian antisosial dan paranoid mungkin memiliki
resiko yang lebih kecil untuk mengalami depresi dari pada orang
dengan gangguan kepribadian tertentu seperti obsesif kompulsif,
histrionik dan borderline. (Kaplan and Sadock, 2010).

Faktor psikodinamik depresi

Pemahaman psikodinamik yang dijelaskan oleh Sigmund


Freud dan dikembangkan oleh Karl Abraham dikenal sebagai
pandangan klasik mengenal depresi, yang terdiri dari 4 poin
penting yaitu (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral
(10-18 bulan pertama kehidupan); (2) depresi yang berhubungan
dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3)
introyeksi objek yang meninggal merupakan mekanisme
pertahanan untuk menghadapi penderitaan karena kehilangan
objek; (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran cinta
dan benci sehingga rasa marah ditumpahkan ke diri sendiri.
(Kaplan and Sadock, 2010).
Melanie Kien berpendapat bahwa depresi melibatkan
ekspresi agresi terhadap orang-orang yang dicintai. Edward
Bibring menganggap depresi terjadi ketika seseorang menyadari
ketidakmampuan untuk mewujudkan tujuannya. Silvano Arieti
mengamati bahwa penderita depresi kebanyakan hidup bukan
untuk dirinya sendiri tapi untuk orang lain. Sedangkan konsep
depresi Heinz Kohut berdasarkan pada asumsi bahwa jika

7
kebutuhan spesifik anak untuk mendapatkan rasa harga diri dan
kebutuhan diri yang positif tidak dipenuhi oleh orangtua, maka
akan terdapat kehilangan masif dari harga diri yang muncul
sebagai depresi. John Bowlby meyakini bahwa kelekatan diri
yang rusak dan perpisahan traumatik di masa anak-anak dapat
menjadi predisposisi depresi. (Kaplan and Sadock, 2010).

2.4 GEJALA KLINIS


2.4.1 Awitan
Meskipun episode depresi pertama umumnya terjadi pada
pertengahan usia dua puluhan, tidak jarang episode pertama terlihat pada
masa remaja atau, pada ekstrim yang lain, di usia tua. Memang dalam
kasus yang jarang onset dapat dilihat pada anak usia dini atau akhir
dekade kesembilan. Kebanyakan episode depresi muncul secara
bertahap dan diam-diam. Biasanya, gejala prodromal yang panjang
terjadi, kadang-kadang berlangsung dalam bulan atau dalam kasus yang
jarang terjadi dalam tahun, ditandai dengan gejala sesaat seperti
kemurungan, kecemasan, atau kelelahan. (Moore & Jefferson, 2004).
Dalam Depresi mayor, peristiwa kehidupan yang penuh stres, tidak
jarang mendahului dan tampaknya memicu episode depresi. Contohnya
termasuk kematian orang yang dicintai, perceraian, kehilangan pekerjaan,
dan sejenisnya. Namun, pada akhirnya penyelidikan seksama dapat
mengungkapkan bahwa peristiwa kehidupan yang penuh stres, daripada
memicu episode depresi, malah sebaliknya disebabkan oleh episode
depresi. (Moore & Jefferson, 2004).

2.4.2 Manifestasi Klinis


Dari sudut pandang klinis gejala inti dari episode depresi meliputi:
perasaan depresi; kehilangan energi; kesulitan dalam konsentrasi dan
memori jangka pendek dan pengambilan keputusan; kehilangan minat
dalam kegiatan menyenangkan; insomnia atau, lebih jarang, hipersomnia;
anoreksia dan penurunan berat badan atau, lebih jarang, hyperphagia dan

8
kenaikan berat badan; agitasi psikomotor atau, lebih jarang, penurunan;
dan, akhirnya, pandangan pesimis yang sering disertai dengan keinginan
bunuh diri. Tidak jarang, pasien juga menggambarkan variasi diurnal
dalam gejala mereka: mereka merasa secara nyata memburuk di pagi hari
dan mereda saat sore atau malam hari. Dalam paragraf berikut masing-
masing gejala ini dibahas lebih detail. (Moore & Jefferson, 2004).
Suasana hati depresi atau kadang-kadang mudah tersinggung.
Beberapa pasien mungkin mengeluh kecemasan. Beberapa,
bagaimanapun, meskipun ekspresi wajah sedih, mungkin menolak merasa
tertekan sama sekali. Sebaliknya mereka mungkin berbicara tentang rasa
kekecewaan, atau mengeluhkan rasa kelelahan atau berat, tertekan. Afek
pasien umumnya mencerminkan suasana hati mereka. Otot-otot wajah
mungkin melorot lemas; mereka mungkin memiliki air mata berlebihan. Di
lain waktu, terutama pada pasien cemas, sebuah ekspresi wajah "sedih"
jelas, dan kadang-kadang terlihat tanda klasik depresi "omega sign"
dimana alis begitu khas berkerut membentuk huruf Yunani omega di dahi
di antara mata. Beberapa pasien mungkin mencoba untuk
menyembunyikan suasana hati mereka dengan berpura-pura ceria,
sehingga menghadirkan yang disebut depresi tersenyum. (Moore &
Jefferson, 2004).
Energi yang kurang. Pasien mengeluh merasa lelah, letih, tak
bernyawa, atau kering. Kelelahan mungkin suatu saat menjadi sangat
ekstrim sehingga pasien tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka
atau bahkan berpakaian sendiri. (Moore & Jefferson, 2004).
Berpikir menjadi sulit; pasien mengeluh kesulitan berkonsentrasi,
mengingat, atau membuat keputusan. Kepala berat "seperti berkabut"
mengganggu kemampuan pasien untuk berkonsentrasi. Memori gagal,
dan pasien tidak dapat mengingat di mana mereka menempatkan barang-
barang atau apa yang dikatakan sebelumnya. Paragraf yang sama dapat
dibaca lagi dan lagi, tanpa pasien mampu memahami makna atau
mengingat apa yang baru saja dibaca. Membuat keputusan, bahkan yang
sederhana, mungkin menjadi tugas yang tak dapat diatasi. Segala sesuatu

9
tampaknya terlalu rumit untuk pasien, dengan terlalu banyak pilihan dan
kemungkinan. Pada kasus yang parah pasien mungkin tidak dapat
memutuskan kemeja mana yang akan dipakai dan mungkin tetap di depan
lemari mereka sampai orang lain membuat keputusan untuk mereka.
(Moore & Jefferson, 2004).
Pasien kehilangan minat pada sesuatu yang dulu disukai dan tidak
ada rasa ingin tahu akan hal yang baru dalam hidup. Libido berkurang.
Mereka harus memaksa diri untuk melakukan apa yang sebelumnya
mereka suka. (Moore & Jefferson, 2004).
Insomnia adalah umum, dan mungkin menjadi suatu siksaan bagi
pasien. Meskipun banyak yang mengeluh insomnia inisial, atau sulit mulai
tidur, jenis yang paling karakteristik adalah middle insomnia atau early-
morning awakening. Pada middle insomnia pasien terbangun tanpa
alasan yang jelas dan kemudian mengalami kesulitan tidur kembali,
berbaring terjaga selama satu jam atau lebih sampai tidur kembali. Pada
early-morning awakening, pasien terbangun sebelum jam yang biasa dan
kemudian tidak bisa tidur kembali sama sekali. Akhirnya, ketika pagi
datang, pasien bangun merasa tak segar, kelelahan, seolah-olah mereka
tidak tidur sama sekali. Jarang, pasien dengan depresi berat mengeluh
hypersomnia. (Moore & Jefferson, 2004).
Nafsu makan hilang, dan banyak pasien mengalami penurunan berat
badan, kadang-kadang dalam jumlah besar. Makanan mungkin
kehilangan rasa atau menjadi tidak enak. Jarang, beberapa pasien
mengeluh nafsu makan meningkat dan berat badan naik. (Moore &
Jefferson, 2004).
Sembelit adalah umum. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala
dan mialgia. Dalam kasus yang parah suhu tubuh bisa jatuh, dan
menstruasi dapat berhenti. pasien mungkin tampak telah menua drastis:
kulit tampak kering, kasar, dan keriput; rambut kehilangan berkilau, dan
mata tampak kusam. (Moore & Jefferson, 2004).
Agitasi psikomotor atau, lebih jarang, retardasi dapat terlihat. Agitasi,
ketika sedikit, mungkin terbatas pada kegelisahan batin tertentu. Ketika

10
lebih parah, tangan meremas-remas dan mondar-mandir gelisah dapat
terjadi. Pasien mengeluh tidak mampu untuk tetap diam; mereka mungkin
meratapi nasib mereka dengan keras. (Moore & Jefferson, 2004).
Jika retardasi psikomotor terjadi, pasien kehilangan semua kekuatan,
mungkin mengalami mati suri. Pembicaraan, ketika itu terjadi, lambat dan
tersendat-sendat, dan dalam beberapa kasus dapat berhenti sama sekali.
Beberapa pasien mungkin duduk tak bergerak selama berjam-jam; upaya
untuk membawa mereka ke kamar mandi atau makanan dapat berakhir
dengan keengganan, bahkan tersinggung. (Moore & Jefferson, 2004).
Sikap dan pandangan dari pasien-pasien ini mungkin menjadi sangat
negatif dan pesimis. Mereka tidak memiliki harapan untuk diri sendiri atau
untuk masa depan. Mereka tidak melihat jalan keluar. Harga diri
tenggelam, dan pekerjaan hati nurani menjadi menonjol. Pasien melihat
diri mereka tidak berharga, tidak pernah melakukan sesuatu yang
berharga. Sebaliknya mereka melihat dosa-dosa mereka berkembang biak
dihadapan mereka. (Moore & Jefferson, 2004).
Pikiran bunuh diri hampir selalu hadir. Pada saat ini mungkin pasif,
dan pasien mungkin sangat menginginkan bahwa mereka akan mati
karena penyakit atau kecelakaan. Sebaliknya, mereka mungkin aktif, dan
pasien menganggap menggantung atau menembak diri, melompat dari
gedung tinggi, atau kelebihan dosis obat-obatan berbahaya. Seringkali
risiko usaha bunuh diri terbesar saat pasien mulai pulih. Meski masih
melihat diri mereka sebagai orang-orang berdosa tidak berharga dan
putus asa, pasien-pasien ini, sekarang bangkit dari kelelahan mereka,
mungkin memiliki energi yang cukup untuk melaksanakan rencana
tersebut. (Moore & Jefferson, 2004).
Selain gejala inti depresi beberapa pasien mengalami serangan
panik, obsesi atau kompulsi. Sebagian kecil, mungkin 15%, episode
depresi ditandai dengan delusi atau halusinasi. Biasanya, pada episode
yang parah, dengan perubahan psikomotor yang menonjol. (Moore &
Jefferson, 2004).

11
Delusi kongruen dengan suasana hati pasien dan pandangan
mereka tentang diri mereka sendiri. Rasa bersalah menjadi ekstrim, dan
pasien mungkin mengaku dosa yang tidak mungkin. Mereka telah
meracuni anak-anak mereka; keluarga dan teman-teman yang dipenjara
untuk beberapa kejahatan yang pasien lakukan. Mereka percaya bahwa
mereka dikutuk ke neraka; mereka hanya memiliki beberapa jam untuk
hidup; kematian adalah pantas dan dekat. Delusi kemiskinan dan delusi
nihilistik dapat terjadi. Dalam kasus ekstrim pasien mungkin menyatakan
bahwa mereka sebenarnya sudah mati. Dalam kasus lain mereka mungkin
bersikeras bahwa setiap orang disekitar mereka sudah mati. Kematian
telah meliputi dunia dan hanya menyisakan robot. (Moore & Jefferson,
2004).
Halusinasi pendengaran dapat terjadi dan umumnya mencerminkan
delusi pasien. Suara mungkin menuduh mereka atau mengumumkan
eksekusi mereka. Mereka mungkin mendengar dengung kursi listrik
seperti yang disiapkan untuk eksekusi mereka. Halusinasi visual,
meskipun kurang umum, juga terjadi, seperti melihat mayat dipenggal.
Halusinasi penciuman, pengecapan, dan taktil jarang terjadi. Beberapa
mungkin mencium bau daging yang membusuk. (Moore & Jefferson, 2004).
Semua deskripsi di atas berlaku terutama untuk orang dewasa. Pada
anak-anak prapubertas salah satu indikator pertama depresi mungkin
kurangnya berat badan dan lekas marah. Beberapa anak juga dapat
mengembangkan kecemasan berat atas kemungkinan terpisah dari orang
tua mereka, dan mereka mungkin memiliki banyak keluhan sakit kepala,
sakit perut, dan malaise umum. Pada kalangan remaja, pelanggaran
serius mungkin muncul. Pemberontakan dan lekas marah dapat dilihat.
Nilai jatuh karena konsentrasi terganggu, dan pasien dapat jatuh dalam
pergaulan dengan orang lain yang memiliki gangguan perilaku dan
mengadopsi sikap dan perilaku mereka. Pada kalangan orang tua, agitasi
dan kekhawatiran hypochondriacal adalah umum, memori dan konsentrasi
dapat terganggu pada orang tua sehingga demensia terjadi. Di masa lalu
ini telah disebut "pseudodementia," Namun, istilah yang lebih baru adalah

12
"sindrom demensia depresi." Secara mental pasien terbelakang mungkin
tidak dapat menggambarkan suasana hati mereka atau bagaimana
mereka melihat diri mereka. Oleh karena itu presentasi mungkin dengan
penurunan berat badan, insomnia, agitasi, dan tanda-tanda lainnya.
(Moore & Jefferson, 2004).

2.4.3 PERJALANAN PENYAKIT


Depresi berat adalah penyakit yang kambuh-kambuhan dan remitif,
ditandai pada kebanyakan pasien dengan kekambuhan episode depresi
sepanjang hidup, dengan di antaranya pasien tetap lebih kurang dalam
keadaan normal. (Moore & Jefferson, 2004).
Setelah episode pertama depresi telah remisi, sulit untuk
memprediksi kapan berikutnya seharusnya terjadi: pada beberapa pasien,
mungkin muncul dalam waktu kurang dari satu tahun sedangkan, pada
ekstrim yang lain, pada beberapa pasien episode berikutnya mungkin
tidak ditakdirkan untuk terjadi sampai pasien meninggal karena beberapa
penyebab yang tidak terkait. Rata-rata interval antar episode adalah
sekitar lima tahun. Seiring waktu, bagaimanapun, dan dengan kejadian
episode berulang, interval ini menjadi lebih pendek, dan durasi episode
memanjang, sampai dalam beberapa kasus, setelah bertahun-tahun,
terjadi depresi kronis. (Moore & Jefferson, 2004).

2.5. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum :
Retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala paling
umum meskipun agitasi psikomotor juga tampak terutama pada
pasien tua. Meremas-remas tangan dan menarik rambut adalah
gejala yang paling umum dari agitasi biasanya pasien yang depresi
mempunyai postur membungkuk tidak ada gerakan spontan dan
tatapan menghindar serta sedih. Pada pemeriksaan klinis pasien
depresi menunjukkan gejala menyerupai pasien dengan skizofrenia
katatonik. (Kaplan & Sadock, 1997)

13
2. Afek dan emosi :
Depresi adalah gejala kunci, meskipun 50% pasien
menyangkal perasaan depresi dan tidak tampak depresi secara
khusus. Anggota keluarga atau atasan kerja sering membawa
pasien ini untuk terapi karena penarikan sosial dan aktivitas yang
menurun secara menyeluruh. (Kaplan & Sadock, 1997)

3. Pembicaraan :
Banyak pasien depresi menunjukkan penurunan kecepatan
dan volume pembicaraan.Mereka merespon pertanyaan dengan
kata singkat dan respon yang melambat terhadap pertanyaan.
Pemeriksa mungkin harus menuggu 2-3 menit untuk jawaban
sebuah pertanyaan. (Kaplan & Sadock, 1997)

4. Gangguan persepsi :
Pasien depresi dengan waham atau halusinasi dikatakan
mengalami episode depresi mayor dengan psikosis. Waham dan
halusinasi yang konsisten dengan mood depresi dikatakan sebagai
mood congruent meliputi, perasaan bersalah,rasa berdosa, tidak
berharga, miskin, gagal, tersiksa, penyiksaan dan penyakit somatic
terminal seperti kanker dan “rotting brain” .Isi dari waham atau
halusinasi mood-incongruent tidak konsisten dengan mood
depress, meliputi kekuatan pengetahuan dan nilai yang dibesar-
besarkan, seperti kepercayaan bahwa sesorang disiksa karena dia
adalah Mesias ,meskipun relative jarang halusinasi tetap terjadi.
(Kaplan & Sadock, 1997)

5. Pikiran
Pasien depresi biasanya memiliki pandangan negative
terhadap dunia dan diri mereka. Isi pikiran mereka meliputi
mengunyah-ngunyah pikiran tentang kehilangan,rasa bersalah,
bunuh diri, dan kematian yang nondelusional. Sekitar 10% dari

14
semua pasien depresi mempunyai gejala yang jelas dari gangguan
pikiran biasanya, bloking dan miskin isi piker yang nyata. (Kaplan &
Sadock, 1997)

6. Sensorium dan Kognisi


a. Orientasi
Kebanyakan pasien depresi memiliki orientasi terhadap
orang, tempat, dan waktu, meskipun beberapa mungkin tidak
mempunyai cukup tenaga atau minat untuk menjawab
pertanyaan tentang hal ini selama wawancara (Kaplan &
Sadock, 1997).
b. Memori
Sekitar 50 sampai 75 persen dari semua pasien depresi
mempunyai gangguan kognitif, kadang-kadang disebut
depressive pseudodementia. Pasien seperti itu umumnya
mengeluhkan gangguan konsentrasi dan daya ingat (Kaplan &
Sadock, 1997).

7. Pengendalian Impuls
Sekitar 10 sampai 15 persen dari semua pasien depresi dan
sekitar dua pertiga mempunyai pikiran bunuh diri. Pasien depresi
dengan psikosis kadang mempertimbangkan membunuh orang
yang terlibat dalam sistem delusi mereka, tapi kebanyakan pasien
depresi berat seringkali kekurangan motivasi atau energi untuk
bertindak dalam cara impulsif atau kekerasan. Resiko bunuh diri
biasanya meningkat seiring dengan mereka mulai membaik dan
mendapat kembali energi yang dibutuhkan untuk merencanakan
dan melaksanakan bunuh diri (paradoxical suicide) (Kaplan &
Sadock, 1997).

15
8. Daya nilai dan Tilikan
Daya nilai pasien paling baik dinilai dengan melihat tindakan
mereka beberapa waktu sebelumnya dan perilaku selama
wawancara. Tilikan pasien depresi terhadap gangguan mereka
sering berlebihan; mereka membesarkan secara berlebihan gejala
mereka, gangguan mereka, dan masalah kehidupan mereka. Sulit
untuk meyakinkan pasien demikian bahwa perbaikan itu mungkin
(Kaplan & Sadock, 1997).

9. Taraf dapat dipercaya


Dalam wawancara dan percakapan, pasien depresi an dan
mengecilkan kebaikan. Kesalahan klinis yang umum adalah
mempercayai tanpa mempertanyakan pasien depresi yang
menyatakan bahwa pengobatan antidepresan yang sebelumnya
tidak bekerja. Pernyataan demikian mungkin adalah salah, dan
membutuhkan konfirmasi dari sumber lain. Psikiater sebaiknya
tidak memandang misinformasi pasien sebagai kebohongan yang
disengaja; pengakuan informasi yang berpengharapan mungkin
mustahil bagi seseorang dengan keadaan pikiran depresi (Kaplan &
Sadock, 1997).

10. Skala penilaian objektif untuk depresi


Skala penilaian objektif untuk depresi dapat berguna dalam
praktik klinis untuk dokumentasi keadaan klinis pasien depresi
(Kaplan & Sadock, 1997).

2.6. DIAGNOSA
Diagnosis depresi menurut PPDGJ III :

 Gejala utama pada derajat ringan, sedang, dan berat :


- Afek depresif,
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

16
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.
 Gejala lainnya :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang;
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
f) Tidur terganggu;
g) Nafsu makan berkurang.
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
 Kategori diagnosis depresif ringan, sedang, dan berat hanya
digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).
Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah
satu diagnosis gangguan depresif berulang. (Maslim, 2013).

Kriteria diagnosis berdasarkan DSM V:


a) Lima (atau lebih) dari gejala berikut yang menetap selama 2
minggu, dan menunjukkan perubahan dari fungsi sebelumnya;
paling sedikit salah satu dari gejalanya yaitu antara (1) Emosi
depresi atau (2) kehilangan ketertarikan atau kesenangan.
1. Emosi depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
diindikasikan baik secara subjektif (merasa sedih, kosong,
atau tak berpengharapan) atau hasil observasi dari orang lain
(tampak air mata).

17
2. Kehilangan ketertarikan atau kesenangan pada semua hal,
atau hampir semua hal, serta hampir setiap hari (yang
diindikasikan baik secara subjektif maupun pengamatan).
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak sedang
berdiet (contoh: perubahan lebih dari 5% dari berat badan
dalam 1 bulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu
makan hampir tiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir tiap hari
5. Psikomotor meningkat atau menurun hampir tiap hari (oleh
pengamatan orang lain)
6. Lelah atau berkurangnya energi hampir tiap hari
7. Merasa tidak berharga atau merasa bersalah yang tidak wajar
atau berlebihan (bisa berupa delusi) hampir setiap hari).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau
kesulitan mengambil keputusan hampir setiap hari (subjektif
maupun objektif oleh orang lain)
9. Berulangnya pikiran untuk mati (bukan hanya takut untuk
mati), ide bunuh diri yang berulang tanpa rencana yang jelas,
atau remcana yang jelas untuk bunuh diri.
b) Gejalanya menyebabkan tekanan klinis yang signifikan
atau gangguan sosial, pekerjaan, atau area fungsional
lain.
c) Episode ini tidak termasuk dalam afek fisiologis atau
kondisi medis lain.
d) Terjadinya episode depresi mayor tidak lebih baik
dijelaskan sebagai gangguan psiko-afektif, skizofrenia,
gangguan skizofreniform, gangguan delusi, atau
gangguan psikotik lain.
e) Tidak akan pernah ada episode manik atau hipomanik

18
2.7. DIAGNOSA BANDING
a) Gangguan depresif persisten (dysthymia)
Emosi depresi sepanjang hari, hampir setiap hari yang
ditunjukkan secara subjektif maupun objektif, minimal selama 2
tahun. Sesuai dengan kriteria gangguan depresi mayor yang
menetap hingga 2 tahun atau lebih. (Moore & Jefferson,2004)
b) Depresi post-partum
Gangguan depresi yang terjadi saat post-partum dan tidak
terjadi di waktu lain (Moore & Jefferson,2004)
c) Gangguan skizoafektif, tipe depresi
Dibedakan dengan gangguan depresi mayor dengan adanya
gejala-gejala definitif skizofrenia serta gejala depresif yang
sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam
beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam 1 episode
penyakit yang sama. (PPDGJ-III)
d) Gangguan cemas menyeluruh berat
Dibedakan dengan gangguan depresi mayor dengan absennya
gejala-gejala sebagai berikut: kelelahan, kehilangan
ketertarikan, merasa bersalah, early morning awakening.
(Moore & Jefferson,2004)
e) Depresi sekunder
Dikarenakan penyakit-penyakit metabolik, seperti Cushing’s
syndrome, hipertiroid, dll. (Moore & Jefferson,2004)
f) Gangguan Bipolar I
Dibedakan dengan adanya episode manik disamping epsode
depresi mayor. (DSM V)
g) Gangguan Bipolar II
Dibedakan dengan adanya episode hipomanik disamping
episode depresi mayor, (DSM V)
h) Gangguan siklotimik
Terdapat gejala hipomanik dan beberapa periode dengan
gejala depresi yang tidak memenuhi kriteria episode hipomanik

19
maupun episode depresi mayor selama paling sedikit 2 tahun
(paling sedikit 1 tahun pada masa kanak-kanak dan remaja).
(DSM V).

2.8 MANAJEMEN
Terapi Tipe Spesifik
Beberapa tipe klinis periode major depressive memiliki banyak
hadap antidepresan. Contohnya, pasien dengan gejala atipikal
(sering disebut disforia histeroid) mungkin memiliki indikasi berbeda
terhadap MAOIs. 2 grup spesifik lain adalah pasien dengan depresi
bipolar I dan periode dengan gejala psikotik.
Lithium adalah agen farmakologi utama dalam terapi
depresipada pasien dengan bipolar I dan pada bebrapa pasien
dengan major depressive disorder dengan gejala khas pada
periodenya. Pasien dengan bipolar I yang diterapi dengan
antidepresan konvesional harus dimonitor secara hati-hati terhadap
munculnya gejala maniak.
Antidepresan sendiri tidak bisa efektif pada terapi major er
dengan gejala psikotik. Kecuali amoxapine, sebuah antidepresan
yang sama seperti loxapine (Loxitane), sebuah antipsikotik.
Terutama paramedik, menggunakan kombinasi dari sebuah
antidepresan dan antipsikotik. Beberapa penelitian juga
menunjukkan ECT (Electroconvulsive therapy) efektif untuk indikasi
nya, mungkin lebih efektif dari farmakoterapi.

General Clinical Guidlines

Klinis sering terjadi disebabkan percobaan yang gagal tidepresan


yang digunakan dengan dosis yang rendah pada waktu singkat.
Tabel berikut adalah daftar dosis dari sebuah antidepresan yang
diindikasi untuk pemakaian obat. Apabila prevensi dari efek yang
merugikan tidak muncul, dosis pada antidepresan seharusnya
ditingkatkan mencapai maksimum rekomendasi level dan
dipertahankan setidaknya 4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat

20
dapat menyebabkan kegagalan. Jika secara klinis pasien meningkat
pada dosis rendah, dosisnya tidak perlu ditingkatkan kecuali
peningkatan klinis berhenti sebelum efek maksimal dicapai.

Durasi dan Profilaksis

Terapi antidepresan seharusnya dilakukan sekurangnya 6 bulan


eriode paling parah sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
terapi pofilaksis dengan antidepresan efektif dalam menurunkan
angka kekambuhan. Kesimpulannya, ketika periode kurang dari dari
2,5 tahun, indikasi terapi profilaksis dianjurkan. Periode yang
menimbulkan ide bunuh diri atau fungsi psikososial yang tidak
normal dapat menjadi indikasi terapi profilaksis untuk diusulkan.

2.9 TERAPI
2.9.1 Farmakoterapi
Treatment yang efektif dan spesifik untuk major depressive
disorder, seperti tricyclic, telah tersedia sejak 40 tahun yang lalu.
Penggunaan farmakoterapi yang spesifik meningkatkan
kemungkinan pasien yang depresi akan membaik dalam 1 bulan.
Namun, persoalan yang terjadi selama treatment: beberapa pasien
tidak merespon treatment pertama; semua antidepresan yang
tersedia membutuhkan 3-4 minggu untuk memberikan efek
terapeutik yang signifikan, meskipun mereka mungkin menunjukkan
efek lebih awal. Sekarang, pengenalan Serotonin-Specific Reuptake
Inhibitors (SSRi), seperti fluoxetine, paroxetine (Paxil), dan
nefazodone, dan mirtazapine (Remeron), memberikan obat-obatan
yang sama-sama efektif tapi lebih aman dan lebih bisa ditoleransi
daripada obat-obat sebelumnya. Indikasi belakangan ini (misalnya,
gangguan makan dan gangguan kecemasan) untuk pengobatan
antidepresan membuat pengelompokan obat-obat berikut menurut
single label dari antidepresan.
Prinsip indikasi untuk antidepresan adalah major depressive
episode. Gejala utama biasanya pola tidur dan makan yang buruk,

21
meskipun itu mungkin kurang tepat saat SSRi digunakan daripada
saat tricyclic digunakan. Agitasi, anxiety, depressive episode, dan
hopelessness merupakan gejala selanjutnya yang harus diatasi.
Target lain gejala termasuk energy menurun, konsentrasi yang
lemah, helplessness, dan penurunan libido.

2.9.2 Edukasi pasien

Edukasi pasien yang adekuat tentang penggunakan


antidepresan merupakan kunci sukses pengobatan bersamaan
dengan pemilihan obat dan dosis yang paling tepat. Dokter harus
menjelaskan bahwa major depressive disorder adalah kombinasi dari
factor biologis dan psikologis, semua dapat diatasi dengan
pengobatan. Pasien juga tidak akan kecanduan pada antidepresan,
karena obat-obat ini tidak memberikan kepuasan tiba-tiba. Bahkan,
obat-obat ini membutuhkan 3-4 minggu untuk efek antidepresan
untuk bisa dirasakan, dan bahkan jika pasien tidak menunjukkan
kemajuan pada saat itu, pengobatan lainnya juga tersedia. Beberapa
dokter mengatakan munculnya efek samping saat obat bekerja,
misalnya pasien yang mengkonsumsi SSRI akan muncul agitasi,
gangguan gastrointestinal , dan nausea. Namun efek samping akan
segera hilang. Dengan obat-obat tricyclic dan MAOIs, dokter dapat
menjelaskan bahwa tidur dan nafsu makan akan membaik terlebih
dahulu, yang akan dilanjutkan dengan perbaikan energi, perasaan
depresi tersebut.

Dokter juga harus mempertimbangkan resiko pasien bunuh diri


dengan gangguan mood. Kebanyakan antidepresan ini lethal jika
dikonsumsi dalam jumlah banyak. Sebaiknya tidak memberi resep
dalam jumlah obat yang banyak pada pasien yang telah keluar dari
rumah sakit kecuali ada orang lain yang mengawasi penggunaan
obat.

22
2.9.3 Pengobatan Alternative

Dua terapi organic yang dijadikan alternative farmakoterapi


adalah electroconvulsive therapy (ECT) dan phototherapy. ECT
biasanya digunakan saat pasien tidak responsive terhadap
farmakoterapi atau tidak tahan farmakoterapi, atau keadaan klinik
pasien sudah parah sehingga kemajuan cepat dibutuhkan dengan
ECT. Phototherapy digunakan pada pasien dengan seasonal pattern
pada mood disorder nya.

2.9.4 Obat-obat

Obat yang Tersedia

SSRi adalah obat yang paling sering digunakan untuk


antidepresan di United States. Mereka banyak digunakan karena
keefektifannya, kemudahan dalam penggunaan, dan relative
kurangnya efek samping, bahkan pada dosis tinggi. Lebih aman
dan efektif untuk depresi daripada tricyclic, tetracyclic dan MAOIs.
Obat-obatan tricyclic dan tetracyclic menyebabkan efek sedasi.
MAOIs memerlukan pembatasan diet.

Pharmacological Actions

Kebanyakan antidepresan berinteraksi antara salah satu


neurotransmitter serotonergic atau norandrenergic atau dengan
keduanya.

Pemilihan Obat

Pilihan obat berdasarkan efek samping obat pada table 15.2-34.


Dokter harus mempertimbangkan baik keparahan maupun
frekuensi potensial efek samping saat menggunakan efek samping
sebagai dasar untuk memilih diantara antidepresan yang tersedia.

Kebanyakan dokter memilih SSRI sebagai first-line treatment


dari major depressive disorder karena keefektifannya dan profil efek
samping obatnya. Fluoxetine adalah SSRI pertama yang tersedia,

23
dan banyak para ahli mempertimbangkan sebagai obat yang paling
efektif. Obat tersebut dapat mengakibatkan agitasi, insomnia, dan
anoreksia, tapi juga menyebabkan sedikit efek sedasi dari semua
antidepresan yang tersedia. Setraline merupakan yang paling
berhubungan dengan nyeri perut transien, feces lembek.
Paroxetine menyebabkan efek sedasi, dan fluvoxamine
menyebabkan transien nausea.

Efek Samping

Salah satu masalah yang serius tentang antidepresan adalah


kelethalan mereka saat dikonsumsi berlebihan / overdoses.
Tricyclic dan tetracyclic adalah obat-obatan antidepresan yang
paling lethal; SSRIs, bupropion, trazodone, nefazodone,
mirtazapine, venlafaxine dan MAOIs lebih aman.

2.10 Prognosis
Pasien yang dirawat inap karena periode awal dari Major
depressive disorder memiliki kesempatan untuk sembuh pada tahun
pertama sekitar 50%. Presentase pasien yang sembuh setelah dirawat

24
inap menurun dengan berjalannya waktu, dan pada 5 tahun setelahnya,
sekitar 10 sampai 15% dari pasien tidak mengalami perbaikan.
Kebanyakan dikarenakan dysthimic disorder yang mempengaruhinya.
Kambuhnya periode Major depressive juga sering terjadi. Sekitar 25%
pasien mengalami kekambuhan pada 6 bulan pertama setelah rawat inap,
30 sampai 50% pada tahun kedua, dan 50 sampai 75% padah tahun
kelima. Kejadian relaps pasien lebih rendah dari yang disebutkan apabila
dilakukan terapi Prophylatic psychopharmalogical dan pada pasien yang
hanya mengalami satu atau dua periode depresi. Pada umumnya, pada
pasien yang mengalami banyak periode depresi, waktu antar depresi
semakin sempit dan panjangnyanya periode depresinya semakin
meningkat.

25
BAB III
KESIMPULAN

26
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders. Fourth edition, text revised. Washington
DC: American Psychiatric Association.

Cameron, Norman, 2001. Personality Development and


Psychopathology, A Dynamic Approach, Yale Unifersity, Mifflin
Company – Boston; 200 hal. 667

Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Universitas


Airlangga, Surabaya; hal. 299-321.

Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan


Ringkas PPDGJ-III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Atma
Jaya

Sadock BJ, Kaplan HI, 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa


Aksara

27
28

Anda mungkin juga menyukai