NASKAH PSIKIATRI
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Oleh
Preseptor
BAGIAN PSIKIATRI
RUMAH SAKIT JIWA PROF HB SAANIN PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan
shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session dengan judul “Episode Depresi Berat
tanpa Gejala Psikotik” yang merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Dalam usaha penyelesaian tugas Case Report Session ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Taufik Ashal, Sp. KJ, selaku pembimbing dalam
penyusunan Case Report Session ini.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun
guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga Case Report Session ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Batasan Masalah
Penulisan Case Report Session ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi,
prinsip diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari
gangguan depresi.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Case Report Session ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan pemahaman mengenai gangguan depresi.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan Case Report Session ini berupa tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 322 juta orang
di dunia mengalami gangguan depresi. WHO mengestimasikan bahwa 4,4% dari populasi
dunia mengalami gangguan depresi pada tahun 2015.5 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala depresi untuk usia 15 tahun ke atas yang didapatkan melalui
wawancara dengan Mini International Neuropsychiatric Interview (MINI) mencapai
sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia.4 Individu dengan predisposisi genetik untuk
depresi (terutama first degree relatives) memiliki kemungkinan mengalami gangguan
depresi lebih besar dibanding populasi umum. Selain itu, perempuan memiliki risiko lebih
besar dua kali lipat dibandingkan laki-laki untuk mengalami gangguan depresi. Hal ini
diduga karena adanya perbedaan hormon serta perbedaan stressor psikososial antara
perempuan dan laki-laki. Rerata usia penderita gangguan depresi berkisar di usia 40 tahun-
an. Selain itu, gangguan depresi berat sering dialami remaja usia di bawah 20 tahun
dimana hal ini dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol serta zat lain yang rentan dalam
rentang usia tersebut.1,2
4
Beberapa penyakit memiliki hubungan yang erat dengan depresi, seperti individu
dengan kanker dan AIDS memiliki risiko mengalami gangguan depresi yang lebih tinggi
dibandingkan populasi umum. Depresi pada pasien kanker dikaitkan dengan prognosis
yang buruk sedangkan pada pasien HIV/AIDS dikaitkan dengan stigma sosial yang buruk
terhadap penyakit tersebut. Insiden depresi tinggi pada pasien HIV/AIDS terutama pada
pasien perempuan, bereduaksi rendah, serta pasien yang tidak mendapatkan konseling
setelah didiagnosis HIV/AIDS.6,7
2.3 Etiologi
1. Faktor Biologis
5
c. Dopamin
2. Faktor Genetik
Pada keluarga dengan salah satu orang tuanya memiliki gangguan mood, maka
anaknya berisiko 10-25% mengalami gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita
gangguan mood maka risiko tersebut menjadi 2 kali lipat dari sebelumnya (10-25%).2
6
3. Faktor Psikososial
2.4 Diagnosis
7
berkurangnya aktivitas
Beberapa gejala lainnya yang menunjang diagnosis dari episode depresif yakni
sebagai berikut:9
f. Tidur terganggu
● Sangat tidak mungkin bagi pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
4. Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F32.3)9
● Memenuhi kriteria depresif berulang (F33.-) akan tetapi saat ini tidak memenuhi
kriteria episode depresif manapun ataupun gangguan lain dalam F30-F39
(gangguan suasana perasaan).
● Minimal 2 episode telah berlangsung selama minimal 2 minggu dengan selang
beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Diagnosis gangguan depresi ditegakan pada kriteria berdasarkan pada PPGDJ dan
DSM- V, dan juga memperhatikan kondisi yang dapat menyerupai maupun kondisi yang
dapat berdampingan dengan depresi. Maka langkah pertama yang mesti dilakukan sebelum
penatalakasanaan yang tepat yaitu membuat diagnosis yang akurat. Pada suatu penelitian
dikatakan dokter dilayanan primer bisa melakukan rule-out depresi pada individu yang
tidak depresi (false positif). Kesalahan dalam menegakan diagnosis gangguan depresi
dapat mempengaruhi prognosis pasien.
a. Gangguan penyesuaian
Gejala depresi dapat terjadi sebagai efek fisiologis oleh karena kondisi medis
tertentu yang terjadi sebelumnya terutama pada pasien dengan gejala somatis yang
menonjol. Pada individu lanjut usia (lansia), kondisi organik lebih dipertimbangkan dalam
penegakkan diagnosis. Sebaliknya, gejala fisik dari suatu penyakit medis utama sulit untuk
dapat didiagnosis karena adanya gangguan depresi berat komorbid ini. The Hospital
Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat berguna sebagai alat pendeteksi pasien
dengan penyakit medis.11 Dalam skala tersebut digunakan pertanyaan yang berfokus pada
gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatik. Gangguan depresi berat sering terjadi
pada pasien penyakit kronis, contohnya pada disfungsi tiroid, karena dapat timbul gejala
10
penurunan afek dan gejala somatis nonspesifik lainnya.12
Kondisi neurologis seperti demensia, penyakit Parkinson dan multiple sclerosis
memiliki gejala yang tumpang tindih dengan depresi berat. Pada penyakit Parkinson,
penurunan afek dan gejala afektif lainnya bahkan dapat muncul lebih awal daripada gejala
motorik. Pasien dengan gangguan kognitif dapat datang dengan penurunan afek;
sebaliknya, mereka yang mengalami depresi berat bisa memiliki daya konsentrasi yang
buruk. Depresi berat itu sendiri mungkin merupakan faktor risiko pada terjadinya kejadian
demensia.13
c . Gangguan Afektif yang Disebabkan oleh Zat
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat menimbulkan gejala
depresi contohnya pada penggunaan alkohol berlebihan. Maka itulah, gangguan afektif
yang disebabkan oleh zat harus dipertimbangkan dalam mendiagnosis gangguan depresi
berat. Riwayat pengobatan pasien juga merupakan hal penting, karena obat yang diresep
dapat menjadi penyebab potensial dari depresi berat. Sebuah penelitian menemukan
hubungan yang kuat antara depresi berat dan finasteride, isotretinoin dan obat pada
penghentian kebiasaan merokok, Varenicline. Para peneliti merekomendasikan agar
dokter berhati-hati ketika meresepkan obat- obatan ini dan sangat mempertimbangkan
pertimbangan risiko-manfaat, terutama pada orang yang memiliki kecenderungan untuk
mengalami depresi berat. Obat-obat lain antara lain golongan beta blocker, penghambat
kanal kalsium, penghambat enzim pengonversi angiotensin dan penghambat reseptor
angiotensin II.14
Gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan
penggunaan obat tersebut. Gejala putus obat ini dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Obat yang umum disalahgunakan tersebut antara lain alkohol, amfetamin, ansiolitik,
kokain, zat-zat halusinogen, hipnotik, inhalan, opioid, fensiklidin, dan sedatif.14
d. Gangguan afektif bipolar
Pasien dengan gangguan afektif bipolar sering salah didiagnosis dengan depresi
berat unipolar, terutama pada pasien gangguan afektif bipolar dengan manifestasi awal
depresi dan pada layanan kesehatan primer dan ada yang menetap hingga 10 tahun. Pasien
dengan gangguan afektif bipolar lebih sering datang dengan afek menurun daripada mania
atau hypomania, dan karenanya sering didiagnosis mengalami depresi berat. Hipomania
pada gangguan afektif bipolar sering dikaitkan dengan peningkatan kreativitas dan energi
11
tanpa gangguan fungsi, yang mungkin tidak dianggap negatif oleh pasien dan sering tidak
mencari penatalaksanaan medis. Kesalahan diagnosis seperti depresi berat mengarah ke
pengobatan yang tidak sesuai dengan antidepresan bukan mood stabilizer.15 Karena ini
berkontribusi outcome yang memburuk dan dapat menyebabkan mania, setiap pasien yang
memiliki gejala depresi berat harus dievaluasi untuk kemungkinan gangguan bipolar.
Ciri-ciri lain yang dapat membantu membedakan gangguan afektif bipolar dari
depresi berat termasuk usia onset yang lebih muda, riwayat keluarga gangguan afektif
bipolar, episode depresi sebelumnya yang lebih tinggi (misalnya terlalu banyak untuk
diingat), manifestasi depresi atipikal (misalnya hipersomnia hingga insomnia atau
hiperfagia hingga nafsu makan yang buruk), gejala somatik yang lebih sedikit dan
peningkatan fobia (misalnya kegelapan, orang asing atau orang banyak).16
2.6 Penatalaksanaan
SSRI memiliki keunggulan yaitu mudah dalam dosis dan toksisitas rendah
pada overdosis juga merupakan obat lini pertama untuk depresi onset lambat.
Obat- obat yang termasuk golongan SSRI antara lain; citalopram, escitalopram,
fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, vilazodone, dan vortioxetine.
2. Serotonin/norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI)
12
3. Antidepressants atipikal
CBT adalah bentuk terapi terstruktur, dan didaktik yang berfokus pada
membantu individu mengidentifikasi dan memodifikasi pola pikir maladaptif dan
pola perilaku (16 hingga 20 sesi). Hal ini didasarkan pada premis bahwa pasien
yang mengalami depresi menunjukkan "triad kognitif" depresi, yang mencakup
pandangan negatif tentang diri mereka sendiri, dunia, dan masa depan. Pasien
dengan depresi juga menunjukkan distorsi kognitif yang membantu
13
mempertahankan kepercayaan negatif mereka. CBT untuk depresi biasanya
mencakup strategi perilaku (mis., Penjadwalan aktivitas), serta restrukturisasi
kognitif untuk mengubah pikiran otomatis negatif dan mengatasi skema
maladaptif.
Penelitian mendukung penggunaan CBT dengan individu dari segala usia
dan juga dapat mencegah timbulnya kekambuhan. CBT juga sangat berharga untuk
pasien usia lanjut, yang mungkin lebih rentan terhadap masalah atau efek samping
dengan obat- obatan.
2. Terapi interpersonal (IPT)
Terapi interpersonal (IPT) adalah pengobatan terbatas waktu (biasanya 16 sesi)
untuk gangguan depresi mayor. IPT menarik dari teori kelekatan dan menekankan
peran hubungan interpersonal, dengan fokus pada kesulitan antarpribadi saat ini.
Bidang- bidang penekanan khusus meliputi kesedihan, perselisihan antarpribadi,
transisi peran, dan defisit antarpribadi.
c. Terapi electroconvulsive (ECT)
ECT adalah pengobatan yang sangat efektif untuk depresi. Timbulnya efek terapi
lebih cepat daripada pengobatan obat, dengan manfaat sering terlihat dalam 1 minggu
setelah memulai pengobatan. Kursus ECT (biasanya hingga 12 sesi) adalah pengobatan
pilihan bagi pasien yang tidak menanggapi terapi obat, psikotik, atau bunuh diri atau
berbahaya bagi diri mereka sendiri. Dengan demikian, indikasi untuk penggunaan ECT
meliputi:
1. Kegagalan terapi obat
3. Preferensi pasien
14
2.7 Komplikasi
Bunuh diri merupakan konsekuensi paling tragis dari depresi. Sulit untuk
memprediksi risiko bunuh diri dalam masa penilaian yang singkat. Dalam penegakan
diagnosis risiko bunuh diri, perhatian harus diberikan terhadap ada tidaknya dukungan
sosial, metode potensial yang akan digunakan, ancaman kematian pada metode dan
kesempatan bunuh diri sebelumnya, dan sifat-sifat kepribadian seperti impulsivitas.1,2
Awal pengobatan menjadi periode yang penting diperhatikan. Risiko bunuh diri
menjadi lebih tinggi karena sebagian gejala mungkin memberat sebelum pasien sempat
mencari pertolongan, pasien dapat mengalami efek samping dini (seperti kecemasan atau
agitasi), yang dapat memperburuk risiko bunuh diri, dan gejala fisik pasien dapat
meningkat secara nyata (energi misalnya) sebelum gejala kognitif (putus asa misalnya).
Kesemuanya itu dapat menjadi dorongan untuk bunuh diri.1,2
Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan episode depresi: 1,2
● Depresi berat
● Gangguan bipolar
● Gejala psikotik
Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan keadaan demografis: 1,2
● Pria
● Kurangnya dukungan
2.8 Prognosis
Gangguan depresi memiliki tingkat moribiditas dan mortalitas yang sangat tinggi,
hal ini berhubungan dengan peningkatan keinginan dan percobaan bunuh diri.
Penatalaksanaan yang tepat dan efektif dapat menurunkan kemungkinan tersebut, tetapi
penatalaksanaan dini tidak dilakukan pada hampir 50% kejadian. Remisi total/komplit
tidak sering terjadi, tetapi hampir 40% mencapat remisi parsial setelah 12 bulan
ditatalaksana.20
Gangguan depresi juga dapat terjadi kembali atau relapse, hal ini sering terjadi
dan banyak pasien yang membutuhkan tatalaksana yang bervariasi untuk mengkontrol
gangguan tersebut. Kualitas hidup dari pasien dengan depresi juga menurun dan dapat
memburuk hingga dapat menyebabkan percobaan bunuh diri.20
Prediktor yang berhubungan dengan prognosis antara lain21,22:
4. Remisi inkomplet dari episode depresi terakhir pada gangguan depresi berulang23
6. Waktu yang dibutuhkan dari obat antidepresan menimbulkan respon pada pasien
7. Komorbid dari aspek psikiatri (seperti; gangguan cemas, PTSD, gangguan obsesif
konvulsif, gangguan kepribadian, keadaan yang menimbulkan stres dan trauma psikis
diwaktu kecil)24
8. Komorbid dari penyakit medis lain (seperti; nyeri, penyakit kardiovaskular, penyakit
16
neurologik, dan penyakit lain)21,22,25
9. Resisten terhadap obat antidepresan
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
18
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini )
1
1. Pasien sendiri (autoanamnesis)
2. Informan ( alloanamnesis)
2. Sebab Utama
19
menyapu dan mengaku lebih sering beraktifitas di kamar. Pasien mengatakan
telah cuti kuliah dan berhenti bekerja sejak Desember 2021. Pasien lebih sering
menangis tiba - tiba tanpa penyebab yang jelas, lebih perasa dari biasanya.
Pasien tidak ada keinginan untuk makan sedikitpun. Bahkan pasien
dibawa ke rumah sakit dengan keluhan sakit perut dan dirawat selama 4 hari di
RSUD Pasaman Barat. Nafsu makan tetap tidak membaik walaupun sudah
diberikan makanan kesukaan pasien. Pasien juga mengatakan sulit untuk fokus
dan menjadi mudah lupa. Pasien merasa mudah lupa dalam mengingat suatu
obrolan.
Awalnya keluhan sulit tidur dan nafsu makan berkurang ini muncul sejak
6 bulan yang lalu. kemudian pasien dibawa berobat ke 7 dukun yang berbeda
di daerah tempat tinggal pasien oleh keluarganya dan mengatakan pasien telah
diguna - guna, namun tidak mengalami perbaikan. Kemudian keluarga pasien
membawa pasien ke Puskesmas. Pasien diberikan obat tidur, namun pasien
tetap mengeluhkan kesulitan tidur. Setelah itu pasien meminta untuk berobat
ke Padang setelah pasien disarankan oleh kakaknya.
Keluhan pertama kali muncul ketika pasien menuruti keinginan pacar
pasien untuk bertelanjang dada saat melakukan video call. Hal tersebut
menyebabkan pasien merasa cemas karena takut foto disebarkan, pasien juga
merasa bersalah dan berdosa. Oleh karena itu, pasien ingin menikahi pacar
pasien. Tetapi, orang tua pasien tidak merestui hubungan pasien dengan
pacarnya. Pasien juga sempat berpikir ingin mengakhiri hidupnya.
Pasien sekarang tinggal dengan Abang kandung di Padang sejak 1 bulan
yang lalu untuk membatasi interaksi pasien dengan pacarnya. Pasien terakhir
berkomunikasi dengan pacarnya 2 minggu yang lalu. Hal tersebut diketahui
oleh Abang pasien dan Abang pasien menyita hp pasien agar tidak dapat
berkomunikasi lagi. Pasien tidak ada riwayat trauma riwayat minum alkohol
dan tidak ada mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Pasien tidak pernah
mengamuk, bicara sendiri atau melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang
lain.
5. Riwayat Penyakit Sebelumnya
20
Tidak ada riwayat gangguan medis
6. Riwayat Keluarga
21
c) Saudara
Jumlah bersaudara 6 orang dan pasien anak ke 4
d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya.*
1. Pr 31 tahun
2. Lk, 28 tahun
3. Pr 25 tahun
4. Pr (23 tahun)
5. Lk, 20 tahun
6. Lk, 18 tahun
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan tingkah
laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
No Hubungan dengan Gambaran sikap dan Kualitas hubungan
pasien tingkah laku (akrab/ biasa,/kurang/tak
peduli)
1 Bapak Perhatian Akrab
2 Ibu Perhatian Akrab
22
3 Adik laki-laki Perhatian Akrab
4 Adik laki-laki Perhatian Akrab
g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik (yang
ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga o.s :
Skema Pedegree
(tiga generasi)
23
h) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:
24
c) Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai
pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari (-), ngompol (-), BAB
di tempat tidur (-), night teror (-), temper tantrum (-), gagap (-), tik (-),
masturbasi (-), mutisme selektif (-), dan lain-lain.
g) Masa Sekolah
Perihal SD SMP SMA
Umur 6 Tahun 12 Tahun 15 Tahun
Prestasi* Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang
Kemampuan Khusus - - -
(Bakat)
25
Tingkah Laku Baik Baik Baik
h) Masa remaja: Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-),
kenakalan remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-),
peminum minuman keras (-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa
(-), bulimia (-), perasaan depresi (-), rasa rendah diri (-), cemas (-),
gangguan tidur (-), sering sakit kepala (-), dan lain-lain.
i) Riwayat Pekerjaan
Usia mulai bekerja 19 tahun, kepuasan kerja (+), pindah-pindah kerja (-
), pekerjaan yang pernah dilakukan tidak ada
Konflik dalam pekerjaan : (-), konflik dengan atasan (-), konflik dengan
bawahan (-), konflik dengan kelompok (-).
Keadaan ekonomi* : baik, sedang, kurang (menurut pasien)
● Awal pengetahuan tentang seks tidak diketahui, sikap orang tua baik
● Hubungan seks sebelum menikah tidak ada
● Riwayat pelecehan seksual tidak ada 23
26
Status sosial/ekonomi :-
● Perkawinan didahului dengan pacaran (-), kawin terpaksa (-),
kawin paksa (-), perkawinan kurang disetujui orang tua (-), kawin
lari (-), sekarang ini perkawinan yang pertama. Kepuasan dalam
hubungan suami istri : sering, sesekali, tidak pernah (ai)*, kelainan
hubungan seksual (-) ai (bila ada jelaskan di halaman kiri).
● Kehidupan rumah tangga : rukun (-), masalah rumah tangga (-)
(bila ada jelaskan masalah tersebut di halaman kiri).
● Keuangan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi (-), pengeluaran dan
pendapatan seimbang (-), dapat menabung (-).
● Mendidik anak : suami-istri bersama-sama (-), istri saja (-), suami
saja (-), selain orang tua sebutkan (-).
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan hangat atau
lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian maupun kecaman (-),
kurang teman (-), pemalu (-), sering melamun (+), kurang tertarik untuk
mengalami pengalaman seksual (-), suka aktivitas yang
dilakukan sendiri (-)
27
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan berlebihan (-), sikap
berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak mau menerima kritik (-),
meragukan kesetiaan orang lain (-), secara intensif mencari- cari
kesalahan dan bukti tentang prasangkanya (-), perhatian yang berlebihan
terhadap motif-motif yang tersembunyi (-), cemburu patologik (-),
hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif (-).
Skizotipal Pikiran gaib (-), ideas of reference (-), isolasi sosial (-), ilusi berulang(-),
pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka dengan orang lain
tampak dingin atau tidak acuh (-).
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual yang
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-), melibatkan
dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan tanpa
menghiraukan kemungkinan yang merugikan dirinya (-), melucu
berlebihan (-), kurangnya kebutuhan tidur (+), pesimis (-), putus asa
(-), insomnia (+), hipersomnia (-), kurang bersemangat (+), rasa
rendah diri (+), penurunan aktivitas (+), mudah merasa sedih dan
menangis
(+), dan lain-lain.
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya (-),
mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-), bereaksi
berlebihan terhadap hal-hal sepele (-), egosentris (-), suka menuntut (-),
dependen (-), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-), preokupasi
dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan kecantikan(-
),ekshibisionisme (-),membutuhkan perhatian dan pujian yang terus
menerus (-),hubungan interpersonal yang eksploitatif (-),merasa marah,
malu, terhina dan rendah diri bila dikritik (-),dan lain-lain.
28
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain(-),sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),tidak mampu
mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari pengalaman(-), tidak
peduli pada norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial (-),tidak
mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (-
),iritabilitas (-),agresivitas (-),impulsif (-),sering berbohong (-),sangat
cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi yang
masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan
masyarakat (-)
29
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain untuk
mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya (-),
perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat
dengannya (+)
30
9. Risiko suicide (+)
31
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT
Bulan
Desember Januari April Mei 2022 Juni 2022
Februari Maret 2022
2021 2022 2022
2022
32
III. STATUS INTERNUS
● Keadaan Umum : baik
● Kesadaran : CMC
● Suhu : 36,5
● Berat Badan : 49 kg
V. STATUS MENTAL
A. Keadaan Umum
2. Penampilan
● Sikap tubuh: biasa(+), diam(-), aneh(-), sikap tegang(-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua(-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+) tidak dapat dilakukan (-) wajar (+), kurang wajar
(-)sebentar (-), lama (+).
4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (+), berterus terang (+),
menggoda (-), bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya
disayangi (-), selalu menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-),
infantil (-), curiga (-), pasif (-), dan lain-lain.
34
● Cara berjalan : biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain.
● Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor
katatonik (-), rigiditas katatonik(-), posturing katatonik (-), cerea
flexibilitas (-), negativisme (-), katapleksi (-),stereotipik (-),
mannerisme (-), otomatisme (-), otomatisme perintah (-),
mutisme (-), agitasi(-) psikomotor (-), hiperaktivitas/
hiperkinesis (-), tik (-), somnabulisme (-), akathisia (-), kompulsi
(-), ataksia, hipoaktivitas(-), mimikri (-), agresi (-), acting out (-
), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-), distonia (-),
bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-),convulsi (-
),seizure (-), piromania (-), vagabondage (-).
C. Emosi
● Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi
(sempit/luas), arus emosi (biasa/lambat/cepat).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi (-), afek
tumpul (-),
35
afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil(-).
2. Mood
mood eutimik (-), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive mood)
(-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-), mood meninggi
(elevated mood/ hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mood depresi (hipotim)
(+), anhedonia (-), duka cita (-), aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-), mania (-
), melankolia(-), La belle indifference (-), tidak ada harapan (-).
3. Emosi lainnya
Ansietas (+), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa malu
(-), rasa berdosa/ bersalah (+), kontrol impuls (-).
36
3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran
● Kemiskinan isi pikiran (-),Gagasan yang berlebihan (-).
● Delusi/ waham
waham bizarre (-), waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan dengan mood (-
),waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham nihilistik (-), waham
kemiskinan (-), waham somatik (-), waham persekutorik (-), waham kebesaran (-),
waham referensi (-), though of withdrawal (-), though of broadcasting (-), though
of insertion (-), though of control (-), Waham cemburu/waham ketidaksetiaan (-),
waham menyalahkan diri sendiri (-), erotomania (-), pseudologia fantastika (-),
waham agama.
● Idea of reference
Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-), kompulsi (-),
koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalia (-), fobia(-), noesis (-), unio
mystica (-).
E. Persepsi
● Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-),halusinasi hipnopompik (-),
Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik (-),
halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-), halusinasi
liliput (-), halusinasi sejalan denganmood (-), halusinasi yang tidak sejalan
dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-),halusinasi perintah (command
halusination), trailing phenomenon (-).
● Ilusi (-)
● Depersonalisasi (-),derealisasi (-).
Discriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal
lain)
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
Discriminative Judgement
● Judgment tes : dapat dipercaya
● Judgment sosial : dapat dipercaya
39
Gejala Ada/Tidak
Gejala Utama
• Afek depresif Ada
• Kehilangan minat dan kegembiraan Ada
• Berkurangnya energi Ada
Gejala lainnya
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
(b) Harga diri dan kepercayaan diri
Ada
berkurang
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan
tidak berguna Ada
(d) Pandangan masa depan yang suram Ada
dan pesimistis Tidak ada
(e) Gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh diri
(f) Tidur terganggu Ada
Ada
(g) Nafsu makan berkurang
Ada
Total gejala saat ini : 3 gejala utama dan 6 gejala lainnya (mencukupi syarat diagnosis
gangguan depresi berat; lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2
minggu).
X. Diagnosis Multiaksial
Axis V : GAF 40 – 31
A. Farmakoterapi
Fluoxetine 20 mg 1 x 1
Merlopam 0,5 mg 1 x 1
Curcuma 1 x 1
B. Non Farmakoterapi
o Psikoterapi
Kepada pasien:
o Psikoterapi suportif
o Psikoedukasi
Kepada keluarga:
o Psikoedukasi
o Terapi
XIII. PROGNOSIS
Riwayat social, seksual dan pekerjaan Riwayat social, seksual dan pekerjaan
pramorbid baik pramorbid buruk
42
Menikah Lajang, cerai, atau menjanda / duda
43
BAB IV
DISKUSI
45
BAB 4
KESIMPULAN
Gangguan depresi merupakan suatu gangguan suasana perasaan yang ditandai dengan
adanya episode depresi yang berlangsung minimal selama dua minggu. Gangguan depresi
terdiri atas tiga episode yaitu episode depresi ringan, sedang, dan berat. Pengobatan didasarkan
atas dasar gejala yang tampak, keparahannya, dan tingkat kesenangan dan pengalaman klinisi
sendiri terhadap berbagai modalitas pengobatan. Di samping pengobatan dengan farmakoterapi
kita memanfaatkan pengobatan lainnya seperti terapi psikologik/psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Virginia AS, Pedro R. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2015. p. 347-379.
2. Ismail RI, Kristiana S. Gangguan Depresi. In: Elvira SD, Gitayanti H, editors.
Buku Ajar Psikiatri. 2nd Ed. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2013. p. 228-243
3. Iyer K, Khan ZA. Depression: A Review. Research Journal of Recent Sciences.
2012; 1(4): 79-87.
4. Balitbangkes Kementrian Kesehatan RI. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta:
Balitbangkes Kementrian Kesehatan RI; 2018.
5. World Health Organization. Depression and Other Common Mental Health
Disorders: Global Health Estimates; 2017. p. 8-9.
6. Sotelo JL, Dominique M, Charles N. The Biology of Depression in Cancer and the
Relationship between Depression and Cancer Progression. International Review
of Pscchiatry. 2014; 26(1): 16-30.
7. Elbadawi H, Mirghani. Depression among HIV/AIDS Sudanese Patients: A Cross-
Sectional Analytic Study. The Pan African Medical Journal. 2017; 26: 43.
8. Nikkheslat N, Carmine MP, Patricia AZ. Neuroendocrine Abnormalities in Major
Depression: An Insight into Glucocorticoid, Cytokines, and the Kynurenine
Pathway. In: Baune BT, editors. Inflammation and Immunity in Depression. 1st
Ed. Amsterdam: Elsevier; 2018. p. 45-60.
9. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta :Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2013. p. 58-69.
10. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 5th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association; 2013.
11. Annunziata MA, Muzzatti B, Bidoli E, et al. Hospital Anxiety and Depression
Scale (HADS) accuracy in cancer patients [published online ahead of print, 2019
Dec 19]. Support Care Cancer. 2019;10.1007/s00520-019-05244-8.
doi:10.1007/s00520- 019-05244-8
12. Ng CW, How CH, Ng YP. Major depression in primary care: making the
diagnosis. Singapore Med J. 2016;57(11):591‐597.
13. Mirza SS, Wolters FJ, Swanson SA, et al. 10-year trajectories of depressive
symptoms and risk of dementia: a population-based study. Lancet Psychiatry.
47
2016;3:628–35.
14. Kuboki T, Hashizume M. Clinical Diagnosis and Treatment of Mild depression.
J MAJ. 2011; 52(2):76-80.
15. Viktorin A, Lichtenstein P, Thase ME, et al. The risk of switch to mania in patients
with bipolar disorder during treatment with an antidepressant alone and in
combination with a mood stabilizer. Am J Psychiatry. 2014;171:1067–73.
48
longitudinal study of the effect of remission on cortical thickness and hippocampal
volume in patients with treatment-resistant depression. Int. J.
Neuropsychopharmacol. / Off. Sci.
J. Coll. Int. Neuropsychopharmacol. 2015;18:pyv037.
27. Strawbridge R, et al. Inflammation and clinical response to treatment in
depression: A meta-analysis. Eur. Neuropsychopharmacol.: J. Eur.
Coll. Neuropsychopharmacol. 2015;25:1532–1543. doi:
10.1016/j.euroneuro.2015.06.007.
28. Wray NR, et al. Genome-wide association analyses identify 44 risk variants and
refine the genetic architecture of major depression. Nat. Genet. 2018;50:668–681.
doi: 10.1038/s41588-018-0090-3.
49