NASKAH PSIKIATRI
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Oleh:
Preseptor:
dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.KJ, Sp.KJ
BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG - RSJ PROF. HB. SAANIN PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session (CRS)
yang berjudul “Naskah Psikiatri F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik”. Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis
dan pembaca, serta menjadi salah satu kegiatan ilmiah dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.KJ,
Sp.KJ selaku preseptor yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan depresi termasuk ke dalam gangguan suasana perasaan (mood)
utama selain mania dan gangguan bipolar. Selain itu juga terdapat tiga kategori
tambahan dalam gangguan mood, yakni hipomania, siklotimia, dan distimia. Orang
dengan keadaan mood depresi akan menunjukkan gejala kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit konsentrasi, hilang nafsu makan, bahkan ada ide untuk
bunuh diri. Gangguan ini disertai dengan perubahan aktivitas serta hendaya dalam
hubungan interpersonal, fungsi sosial, dan fungsi pekerjaan seseorang. Seseorang
dikatakan mengalami gangguan depresi apabila gejala-gejala tersebut telah
berlangsung minimal dua minggu serta tidak ada riwayat episode manik, campur,
atau hipomanik.1,2
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa gangguan
depresi akan menjadi penyakit terbesar kedua yang akan memberikan beban besar
bagi masyarakat dunia. Selain itu, depresi merupakan penyebab terbanyak
seseorang untuk datang ke dokter jiwa atau psikiater.3 Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi gangguan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi untuk usia 15 tahun ke atas yang
didapatkan melalui wawancara dengan Mini International Neuropsychiatric
Interview (MINI) mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia.4
Perempuan memiliki risiko lebih besar dua kali lipat dibandingkan laki-laki untuk
mengalami gangguan depresi. Hal ini diduga karena adanya perbedaan hormon
serta perbedaan stressor psikososial antara perempuan dan laki-laki. Rerata usia
penderita gangguan depresi berkisar di usia 40 tahunan. Selain itu, gangguan depresi
berat sering dialami remaja usia di bawah 20 tahun dimana hal ini dikaitkan dengan
penyalahgunaan alkohol serta zat lain yang rentan dalam rentang usia tersebut.1,2
Penatalaksanaan gangguan depresi dilakukan dengan farmakoterapi dan
psikoterapi. Data menunjukkan kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi. Psikoterapi
ditujukan untuk membantu penderita dalam mengembangkan strategi coping
sehingga penderita dapat menghadapi stressor dengan lebih baik.1,2
1
1.2 Batasan Masalah
Makalah CRS ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis gangguan depresi serta
laporan kasus episode depresif dengan gejala psikotik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan depresi merupakan gangguan mental umum dengan gambaran
berupa perasaan tertekan, kehilangan minat atau kegembiraan, kehilangan energi,
perasaan bersalah atau harga diri rendah, adanya gangguan tidur dan gangguan
makan, serta konsentrasi dan perhatian yang menurun. Gangguan ini dapat terjadi
berulang dan mengakibatkan gangguan dalam kemampuan individu untuk
merawat diri dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Paling buruk,
gangguan depresi dapat menyebabkan bunuh diri.1
2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan sekitar 280 juta
orang di dunia mengalami gangguan depresi. Gangguan depresi yang berulang
dengan intensitas sedang atau berat dapat menjadi kondisi kesehatan yang serius.2
Di Indonesia, menurut data RISKESDAS tahun 2018 prevalensi depresi yaitu
sebesar 6,1%, dimana penderita terbanyak terjadi pada usia 75 tahun keatas dengan
persentase 8,9% dan kejadian lebih tinggi terjadi pada perempuan dibanding laki-
laki dengan perbandingan 7,4% berbanding 4,7%. Di Provinsi Sumatera Barat
didapatkan tingkat depresi sebesar 8,2% pada usia lebih dari 15 tahun.3
2.3 Etiologi
Menurut Kaplan penyebab terjadinya depresi masih belum dapat diketahui
secara pasti dikarenakan banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
depresi. Namun, secara buatan terdapat tiga faktor penting yang sangat
mempengaruhi terjadinya depresi yaitu faktor biologis, genetik, dan psikososial,
dimana ketiga faktor ini saling berkaitan dan kompleks saling memengaruhi
terjadinya depresi.4
a. Faktor biologis
Dari berbagai penelitian dihasilkan pada pasien dengan gangguan mood
mengalami kelainan metabolit amin biogenic seperti 5-hydroxyindoleacetic
(5HIAA), homovanilic acid (HVA), dan MPHG di dalam darah, urine, dan cairan
serebrospinalisnya. Pada pasien depresi, neurotransmiter pada amin biogenic yang
3
paling banyak berpengaruh adalah norepinefrin, serotonin, dan dopamin.
Ditemukan juga beberapa neurokimiawi lain yang dapat memengaruhi
timbulnya depresi seperti gamma-aminobutyric acid (GABA). Serta terjadinya
disregulasi pada hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat regulasi sumbu
neurohormonal pada tubuh, yang berguna untuk menerima input neuronal dan
menggunakan neurotransmiter amin biogenic, dilaporkan sebagai salah satu
penyebab terjadinya gangguan mood.4
b. Faktor genetik
c. Faktor psikososial
Menurut klinisi, suatu kejadian atau peristiwa kehidupan memainkan
peranan utama dalam terjadinya depresi, seperti kehilangan anggota keluarga dan
kehilangan pasangan hidup. Pada pasien depresi, keluarga memiliki fungsi penting
dalam banyak hal seperti kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian
dari pasein paska pemulihan. Pola kepribadian yang berbeda pada setiap orang juga
dapat meningkatkan faktor risiko terkena depresi terutama lebih tinggi pada tipe
kepribadian seperti dependen, obsesif-kompulsif, dan histeris dibanding dengan
tipe kepribadian yang lain.4
2.4 Diagnosis
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III), gangguan depresi termasuk ke dalam gangguan suasana
perasaan. Gangguan depresi ditandai dengan episode depresif baik itu tunggal
ataupun multipel. Gejala pada gangguan depresi terbagi menjadi tiga gejala utama
dan tujuh gejala lainnya, gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut:5
4
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang ditunjukkan dengan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas
Beberapa gejala lainnya yang menunjang diagnosis dari episode depresif
adalah sebagai berikut:5
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
5
● Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
● Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara meyeluruh terhadap episode depresif berat masih
dapatdibenarkan.
● Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan ber-onset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
6
harus digunakan.
a. Gangguan penyesuaian
Gangguan penyesuaian adalah respons emosional terhadap peristiwa stres
seperti masalah perkawinan atau hubungan, kehilangan pekerjaan atau penyakit
akut. Pasien dapat mengalami penurunan afek, tetapi diagnosis ini dibuat hanya jika
kriteria penuh untuk episode depresi utama tidak terpenuhi.6 Dapat menyebabkan
morbiditas yang signifikan dan meningkatkan risiko bunuh diri.
7
depresi berat komorbid ini. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)
sangat berguna sebagai alat pendeteksi pasien dengan penyakit medis.7 Dalam
skala tersebut digunakan pertanyaan yang berfokus pada gejala kognitif
dibandingkan dengan gejala somatik. Gangguan depresi berat sering terjadi pada
pasien penyakit kronis, contohnya pada disfungsi tiroid, karena dapat timbul gejala
penurunan afek dan gejala somatis non spesifik lainnya.8
Kondisi neurologis seperti demensia, penyakit Parkinson dan multiple
sclerosis memiliki gejala yang tumpang tindih dengan depresi berat. Pada penyakit
Parkinson, penurunan afek dan gejala afektif lainnya bahkan dapat muncul lebih
awal daripada gejala motorik. Pasien dengan gangguan kognitif dapat datang
dengan penurunan afek; sebaliknya, mereka yang mengalami depresi berat bisa
memiliki daya konsentrasi yang buruk. Depresi berat itu sendiri mungkin
merupakan faktor risiko pada terjadinya kejadian demensia.9
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat menimbulkan
gejala depresi contohnya pada penggunaan alkohol berlebihan. Maka itulah,
gangguan afektif yang disebabkan oleh zat harus dipertimbangkan dalam
mendiagnosis gangguan depresi berat. Riwayat pengobatan pasien juga merupakan
hal penting, karena obat yang diresep dapat menjadi penyebab potensial dari depresi
berat. Sebuah penelitian menemukan hubungan yang kuat antara depresi berat dan
finasteride, isotretinoin dan obat pada penghentian kebiasaan merokok, Varenicline.
Para peneliti merekomendasikan agar dokter berhati-hati ketika meresepkan obat-
obatan ini dan sangat mempertimbangkan pertimbangan risiko-manfaat, terutama
pada orang yang memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi berat. Obat-
obat lain antara lain golongan beta blocker, penghambat kanal kalsium, penghambat
enzim pengonversi angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin II.9
8
d. Gangguan afektif bipolar
Pasien dengan gangguan afektif bipolar sering salah didiagnosis dengan
depresi berat unipolar, terutama pada pasien gangguan afektif bipolar dengan
manifestasi awal depresi dan pada layanan kesehatan primer dan ada yang menetap
hingga 10 tahun. Pasien dengan gangguan afektif bipolar lebih sering datang
dengan afek menurun daripada mania atau hypomania, dan karenanya sering
didiagnosis mengalami depresi berat. Hipomania pada gangguan afektif bipolar
sering dikaitkan dengan peningkatan kreativitas dan energi tanpa gangguan fungsi,
yang mungkin tidak dianggap negatif oleh pasien dan sering tidak mencari
penatalaksanaan medis. Kesalahan diagnosis seperti depresi berat mengarah ke
pengobatan yang tidak sesuai dengan antidepresan bukan mood stabilizer.10
Karena ini berkontribusi outcome yang memburuk dan dapat menyebabkan mania,
setiap pasien yang memiliki gejala depresi berat harus dievaluasi untuk
kemungkinan gangguan bipolar.
Ciri-ciri lain yang dapat membantu membedakan gangguan afektif bipolar
dari depresi berat termasuk usia onset yang lebih muda, riwayat keluarga gangguan
afektif bipolar, episode depresi sebelumnya yang lebih tinggi (misalnya terlalu
banyak untuk diingat), manifestasi depresi atipikal (misalnya hipersomnia hingga
insomnia atau hiperfagia hingga nafsu makan yang buruk), gejala somatik yang
lebih sedikit dan peningkatan fobia (misalnya kegelapan, orang asing atau orang
banyak).11
2.6 Panatalaksanaan
Penatalaksanaan dengan medikamentosa saja dan psikoterapi singkat
{cognitive-behavioral therapy (CBT), terapi interpersonal} saja dapat
meringankan gejala depresi. Terapi kombinasi juga berhubungan dengan
peningkatan perbaikan gejala depresi sehingga menjadi lebih baik; peningkatan
kualitas hidup; dan kepatuhan pengobatan yang lebih baik. Berdasarkan empiris
CBT dapat dilakukan untuk mencegah kekambuhan.12,13 Terapi electroconvulsive
(ECT) berguna untuk pasien yang tidak merespon dengan baik terhadap obat-
obatan atau bunuh diri.14
9
a. Terapi medikamentosa
1. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI)
SSRI memiliki keunggulan yaitu mudah dalam dosis dan toksisitas
rendah pada overdosis juga merupakan obat lini pertama untuk depresi onset
lambat. Obat-obat yang termasuk golongan SSRI antara lain; citalopram,
escitalopram, fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, vilazodone, dan
vortioxetine.
3. Anti-depressants atipikal
Obat-obatan golongan antidepresan atipikal antara lain; bupropion,
mirtazapine, nefazodone, dan trazodone. Pemberian antidepressants atipikal
terbukti efektif dalam monoterapi pada gangguan depresi berat dan dapat
digunakan dalam terapi kombinasi untuk mengatasi depresi dengan
komplikasi.
10
6. Monoamine oxidase inhibitors (MAOI)
MAOI termasuk isocarboxazid, phenelzine, selegiline, dan
tranylcypromine. Agen-agen ini sangat efektif dalam berbagai gangguan
afektif dan kecemasan. Karena risiko krisis hipertensi, pasien yang menjalani
pengobatan ini harus mengikuti diet rendah tyramine. Efek samping lainnya
dapat termasuk insomnia, kecemasan, ortostasis, penambahan berat badan, dan
disfungsi seksual.
b. Psikoterapi
1. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
CBT adalah bentuk terapi terstruktur yang berfokus pada membantu
individu mengidentifikasi dan memodifikasi pola pikir maladaptif dan pola
perilaku (16 hingga 20 sesi). Hal ini didasarkan pada premis bahwa pasien
yang mengalami depresi menunjukkan "triad kognitif" depresi, yang
mencakup pandangan negatif tentang diri mereka sendiri, dunia, dan masa
depan. Pasien dengan depresi juga menunjukkan distorsi kognitif yang
membantu mempertahankan kepercayaan negatif mereka. CBT untuk depresi
biasanya mencakup strategi perilaku (mis., Penjadwalan aktivitas), serta
restrukturisasi kognitif untuk mengubah pikiran otomatis negatif dan
mengatasi skema maladaptif.
Penelitian mendukung penggunaan CBT dengan individu dari segala
usia dan juga dapat mencegah timbulnya kekambuhan. CBT juga sangat
berharga untuk pasien usia lanjut, yang mungkin lebih rentan terhadap
masalah atau efek samping dengan obat- obatan.
11
efek terapi lebih cepat daripada pengobatan obat, dengan manfaat sering terlihat
dalam 1 minggu setelah memulai pengobatan. Kursus ECT (biasanya hingga
12 sesi) adalah pengobatan pilihan bagi pasien yang tidak menanggapi terapi
obat, psikotik, atau bunuh diri atau berbahaya bagi diri mereka sendiri.
2.7 Komplikasi
Bunuh diri merupakan konsekuensi paling tragis dari depresi. Sulit untuk
memprediksi risiko bunuh diri dalam masa penilaian yang singkat. Dalam
penegakan diagnosis risiko bunuh diri, perhatian harus diberikan terhadap ada
tidaknya dukungan sosial, metode potensial yang akan digunakan, ancaman
kematian pada metode dan kesempatan bunuh diri sebelumnya, dan sifat-sifat
kepribadian seperti impulsivitas.4,15
Awal pengobatan menjadi periode yang penting diperhatikan. Risiko
bunuh diri menjadi lebih tinggi karena sebagian gejala mungkin memberat
sebelum pasien sempat mencari pertolongan, pasien dapat mengalami efek
samping dini (seperti kecemasan atau agitasi), yang dapat memperburuk risiko
bunuh diri, dan gejala fisik pasien dapat meningkat secara nyata (energi misalnya)
sebelum gejala kognitif (putus asa misalnya). Kesemuanya itu dapat menjadi
dorongan untuk bunuh diri.4,15
Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan episode depresi: 4,15
● Terdapat rencana bunuh diri
12
● Pernah mencoba bunuh diri sebelumnya
● Depresi berat
● Adanya keputusasaan dan rasa bersalah
● Pasien yang baru keluar dari rawat inap
● Gangguan bipolar
● Mixed state (dengan agitasi), mania disforik
● Gejala psikotik
● Komorbiditas (ansietas, penyalahgunaan zat, kondisi medis yang serius)
Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan keadaan demografis: 4,15
● Pria
● Remaja atau usia tua
● Gangguan afektif usia dini
● Gangguan kepribadian (terutama Cluster B)
● Riwayat keluarga dengan bunuh diri
● Pengalaman traumatik pada masa kanak-kanak (trauma, penyakit,
perpisahan dengan orangtua)
● Peristiwa traumatik dalam sirkumstansi kehidupan (pemutusan
hubungan kerja, isolasi sosial)
● Stresor psikososial sebelumnya
● Kurangnya dukungan
2.8 Prognosis
Prognosis dari depresi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam hal seperti
lama waktu rawatan di rumah sakit, gejala psikotik yang timbul, fungsi sosial dan
keluarga pada pasien, adanya gangguan penyerta seperti gangguan kepribadian,
gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain serta faktor-faktor lainnya
baik dari pasien atau lingkungan. Prognosis depresi juga dipengaruhi dari fase
kubler-ross yang sedang dialami pasien seperti fase denail, anger, bargaining,
depression, dan acceptance. Pasien dengan fase kubler-ross yang berbeda juga akan
mempengaruhi tingkat kepatuhan dan respon terhadap pengobatan serta hasil akhir
pengobatannya.4,16
Depresi merupakan sebuah penyakit kronik dimana 50 persen pasien depresi
berat episode pertama memiliki kemungkinan untuk sembuh dalam tahun pertama
13
perawatan, angka tersebut akan terus menurun seiring berjalannya waktu rawatan
dan 10-15% pasien dalam kurun waktu lima tahun pasca rawatan tidak pulih.
Gangguan depresi juga memiliki tingkat rekurensi yang tinggi yaitu 25% pasien
pada enam bulan pertama pasca rawatan serta kira-kira 30-50% dalam dua tahun
pertama dan 50-70% dalam lima tahun.4
14
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama (inisial) : Ny. YW panggilan: Y
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir/umur : Pasaman Barat, 2 Februari 1999/23 th
Status perkawinan : Belum menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Mandailing
Negeri asal : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Agama Islam (semester III)
Alamat & telepon : Pasaman Barat/0822xxxxxxxx
Nama, alamat, no. KTP keluarga terdekat
di Padang (untuk pasien luar kota Padang) : Tn. I, Jalan Jati no. xx Padang
15
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Keterangan/anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Pasien sendiri (autoanamnesis)
2. Informan (alloanamnesis)
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/hakim
e. Dan lain-lain
2. Sebab Utama
Pasien terlihat sulit tidur dan sering mengurung diri di kamar sejak 6 bulan
yang lalu. Pasien merupakan pasien kontrol dan rutin berobat di Poliklinik Jiwa
RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak 1 bulan yang lalu.
16
dimana pasien tidak bisa melanjutkan kuliah dan tidak ada keinginan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti memasak, menyapu, dan mengaku lebih
sering mengurung diri di kamar. Pasien tidak ada keinginan untuk makan sedikitpun
sehingga pasien sempat dirawat selama 4 hari di RSUD Pasaman Barat karena
keluhan nyeri perut. Pasien juga mengatakan sulit fokus dan menjadi mudah lupa
ketika mengingat suatu obrolan.
Pasien mengaku sebelumnya mendengar suara-suara yang menyuruh pasien
untuk bunuh diri. Pasien juga sempat berpikir ingin mengakhiri hidupnya dengan
meminum racun, namun tidak sampai dilakukan oleh pasien. Pasien selalu merasa
curiga bahwa tetangga dan orang sekitar membicarakan pasien.
Pasien sudah pernah berobat 4 bulan yang lalu ke Puskesmas dan diberikan
obat tidur, namun pasien tetap mengeluhkan kesulitan tidur. Pasien juga pernah
berobat ke dokter spesialis saraf karna sulit tidur, namun keluhan tidak membaik.
Keluarga juga pernah membawa pasien berobat ke 7 dukun yang berbeda dan
mengatakan pasien telah diguna-guna, namun tidak mengalami perbaikan. Setelah
itu, pasien berobat ke Poli Jiwa RSUP Dr. M. Djamil Padang setelah pasien
disarankan oleh kakaknya.
Pasien sudah mengakhiri hubungan dengan pacarnya dan saat ini tinggal dengan
kakak kandung laki-laki di Padang sejak 1 bulan yang lalu untuk membatasi
interaksi pasien dengan mantan pacarnya. Pasien terakhir berkomunikasi dengan
mantan pacarnya 2 minggu yang lalu. Hal tersebut diketahui oleh kakak laki-laki
pasien dan kakak pasien menyita HP pasien agar tidak dapat berkomunikasi lagi.
Pasien tidak ada riwayat trauma, riwayat minum alkohol, dan tidak ada
mengonsumsi obat-obatan terlarang.
17
6. Riwayat Keluarga
a. Identitas orang tua
Orang Tua
Identitas
Ayah Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Mandailing Mandailing
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Petani Ibu Rumah Tangga
Umur 65 58
Alamat Pasaman Barat Pasaman Barat
Hubungan pasien* Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak Peduli Tak Peduli
Ket: *coret yang tidak perlu
c. Saudara
Jumlah bersaudara 6 orang dan pasien anak ke-4.
d. Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya*
1. Pr, 31 tahun
2. Lk, 28 tahun
3. Pr, 25 tahun
18
4. Pr, 23 tahun
5. Lk, 20 tahun
6. Lk, 18 tahun
e. Gambaran sikap/perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan
pasien terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa
dengan yang dinyatakan pada gambaran sikap/perilaku pada orang tua*
Saudara Gambaran sikap dan Kualitas hubungan dengan saudara
ke- perilaku (akrab/biasa/kurang/tak peduli)
1 Baik Akrab
2 Baik Akrab
3 Baik Akrab
4 Pasien Pasien
5 Baik Akrab
6 Baik Akrab
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka*
Kualitas hubungan
Hubungan dengan Gambaran sikap dan
No. (akrab/biasa/kurang/tak
pasien tingkah laku
peduli)
1. Bapak Perhatian Akrab
2. Ibu Perhatian Akrab
3. Adik laki-laki Perhatian Akrab
4. Adik laki-laki Perhatian Akrab
Anggota Penyakit
Penyakit Jiwa Kebiasaan
Keluarga Fisik
Bapak Tidak ada Merokok -
Ibu Tidak ada - -
Saudara 1 Tidak ada - -
Saudara 2 Tidak ada Merokok -
Saudara 3 Tidak ada - -
Saudara 5 Tidak ada - -
Saudara 6 Tidak ada - -
19
Skema Pedigree
Keadaan rumah
No. Rumah tempat tinggal Tidak
Tenang Cocok Nyaman
nyaman
1 Rumah orang tua ✓ -
2 Rumah kakak kandung ✓ -
laki-laki
20
b. Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
● Pertumbuhan fisik : baik, biasa, kurang*
● Minum ASI : (✓), sampai usia tidak diketahui
● Usia mulai bicara : 1 tahun
● Usia mulai jalan : 1 tahun
● Sukar makan (-), anoreksia (-), bulimia (-), pika (-), gangguan hubungan
ibu-anak (-), pola tidur baik (-), cemas terhadap orang asing sesuai umur (-
), cemas perpisahan (-)
g. Masa sekolah
21
Kemampuan khusus (bakat) - - -
Tingkah laku Baik Baik Baik
h. Masa remaja: Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-),
kenakalan remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-), peminum
minuman keras (-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-),
perasaan depresi (-), rasa rendah diri (-), cemas (-), gangguan tidur (-), sering
sakit kepala (-), dan lain-lain.
i. Riwayat pekerjaan
Usia mulai bekerja 19 tahun, kepuasan kerja (+), pindah-pindah kerja (-),
pekerjaan yang pernah dilakukan menjaga toko pakaian.
Konflik dalam pekerjaan : (-), konflik dengan atasan (-), konflik dengan
bawahan (-), konflik dengan kelompok (-).
22
seimbang (-), dapat menabung (-).
• Mendidik anak: suami-istri bersama-sama (-), istri saja (-), suami saja (-),
selain orang tua sebutkan (-).
Ket: *coret yang tidak perlu, **( ), diisi (+) atau (-) ai: atas indikasi
23
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual
yang berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya
kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa (-), insomnia (-),
hipersomnia (-), kurang bersemangat (-), rasa rendah diri (-),
penurunan aktivitas (-), mudah merasa sedih dan menangis (-),
dan lain-lain.
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya
(-), mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-
), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele (-), egosentris (-),
suka menuntut (-), dependen (-), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian dan
pujian yang terus menerus (-), hubungan interpersonal yang
eksploitatif (-), merasa marah, malu, terhina dan rendah diri bila
dikritik (-), dan lain-lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari
pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan
kewajiban sosial (-), tidak mampu memelihara suatu hubungan
agar berlangsung lama (-), iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif
(-), sering berbohong (-), sangat cenderung menyalahkan orang
lain atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk
perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat (-).
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan untuk berada
sendirian (-),tindakan mencederai diri sendiri (-), rasa bosan
24
kronik (-), dan lain-lain.
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain (-),
keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa
yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan
penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial
atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal
karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan (-),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar,
urutan, organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian
yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-), pengabdian yang
berlebihan terhadap pekerjaan sehingga menyampingkan
kesenangan dan nilai-nilai hubungan interpersonal (-),
pemaksaan yang berlebihan agar orang lain mengikuti persis
caranya mengerjakan sesuatu (-), keterpakuan yang berlebihan
pada kebiasaan sosial (-), dan lain-lain.
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan
orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal
dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya
apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut
ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (+)
25
berhenti bekerja (-), masalah di sekolah (-), masalah jabatan/ kenaikan pangkat (-),
pindah rumah (-),pindah ke kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-),
perampokan (-), ancaman (-), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang
(-), usaha bangkrut (-), masalah warisan (-), mengalami tuntutan hukum (-), masuk
penjara (-), memasuki masa pubertas (-), memasuki usia dewasa (-),
menopause (-), mencapai usia 50 tahun (-), menderita penyakit fisik yang parah (-
), kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar orang tua
(-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-), cara pendidikan anak
yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek (- ), sikap orang tua yang acuh
tak acuh pada anak (-), sikap orang tua yang kasar atau keras terhadap anak (-),
campur tangan atau perhatian yang lebih dari orang tua terhadap anak (-),orang tua
yang jarang berada di rumah (-), terdapat istri lain (-), sikap atau kontrol yang tidak
konsisten (-), kontrol yang tidak cukup (-), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-),
bencana alam (-), amukan masa (-), diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas
militer (-), kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan (-), dan lain-lain.
26
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT
27
III. STATUS INTERNUS
● Keadaan Umum : Baik
● Kesadaran : CMC
● Tekanan Darah : 113/68 mmHg
● Nadi : 115x/ menit
● Nafas : 21x/menit
● Suhu : 36,5oC
● Tinggi Badan : 161 cm
● Berat Badan : 49 kg
● IMT : 18,9 kg/m2
● Status Gizi : Baik
● Sistem Kardiovaskuler : Dalam batas normal
● Sistem Respiratorik : Dalam batas normal
● Kelainan Khusus : Tidak ditemukan
28
V. STATUS MENTAL
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-),
kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-), delirium (-), kesadaran
berubah (-), dan lain-lain.
2. Penampilan
● Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+).
● Cara berpakaian: rapi (+), biasa (-), tak menentu (-), sesuai dengan
situasi (+), kotor (-), kesan (dapat mengurus diri).
● Kesehatan fisik: sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak tangan
basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+) tidak dapat dilakukan (-) wajar (+), kurang wajar (-
), sebentar (-), lama (+).
4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (+), berterus terang (+), menggoda (-
), bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayangi (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif
(-), dan lain-lain.
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
● Cara berjalan: biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain.
● Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-
), rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea flexibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-),
otomatisme (-), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi (-)
psikomotor (-), hiperaktivitas/ hiperkinesis (-), tik (-), somnabulisme
(-), akathisia (-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas(-), mimikri (-
), agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (+), ataksia (-), chorea (-
), distonia (-), bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-),convulsi
(-), seizure (-), piromania (-), vagabondage (-).
29
B. Verbalisasi dan Cara Berbicara
● Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
● Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
● Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
● Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
● Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
● Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai
● Penekanan pada pembicaraan* : Ada/tidak
● Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
● Logorrhea (-), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-), gagap (-),
afasia (-), bicara kacau (-).
C. Emosi
Hidup emosi: stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak adekuat),
echt/unecht, dalam/dangkal, skala diferensiasi (sempit/luas), arus emosi
(biasa/lambat/cepat).
1. Afek
Afek appropriate/serasi (+), afek inappropriate/tidak serasi (-), afek
tumpul (-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
Mood eutimik (-), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive
mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-), mood
meninggi (elevated mood/hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mood
depresi (hipotim) (+), anhedonia (-), duka cita (-), aleksitimia (-), elasi (-
), hipomania (-), mania (-), melankolia(-), La belle indifference (-), tidak
ada harapan (-).
3. Emosi lainnya
Ansietas (+), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa
malu (+), rasa berdosa/bersalah (+), kontrol impuls (-).
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (+), hipersomnia (-), variasi diurnal
30
(-), penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-), pseudocyesis
(-), bulimia (-).
31
E. Persepsi
● Halusinasi
Non patologis: halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-)
32
H. Discriminative Insight
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain)
Derajat IV (sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
I. Discriminative Judgement
● Judgment tes : dapat dipercaya
● Judgment sosial : dapat dipercaya
33
IX. Formulasi Diagnosis
Diagnosis Depresi Berdasarkan PPDGJ III
Gejala Ada/Tidak
Gejala Utama
• Afek depresif Ada
• Kehilangan minat dan kegembiraan Ada
• Berkurangnya energi Ada
Gejala lainnya
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang Ada
(b) Harga diri dan kepercayaan diri Ada
berkurang
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak Ada
berguna
(d) Pandangan masa depan yang suram dan Tidak ada
pesimistis
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan Ada
diri atau bunuh diri
(f) Tidur terganggu Ada
(g) Nafsu makan berkurang Ada
Total gejala saat ini: 3 gejala utama depresi dan 6 gejala lainnya serta gejala
psikotik (mencukupi syarat diagnosis epidose depresif berat dengan gejala
psikotik; lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu).
X. Diagnosis Multiaksial
Axis I : F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Axis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada (none)
Axis IV : Masalah dalam hubungan dengan pasangan
Axis V : GAF 50 – 41
34
XII. Daftar Masalah
a. Organobiologik
Tidak ada
b. Psikologik
• Afek depresif
• Menurunnya aktivitas (berhenti kuliah)
• Konsentrasi berkurang
• Merasa tidak punya harga diri
• Rasa bersalah dan berdosa
• Tidur terganggu, nafsu makan berkurang
• Ide bunuh diri
c. Lingkungan psikososial
• Masalah dengan pasangan
• Interaksi dengan lingkungan sekitar berkurang
XIII. Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi
Olanzapine 10 mg 1x1
Fluoxetine 20 mg 1x1
Lorazepam 0,5 mg 1x1
Trihexyphenidyl 2 mg 1x0,5
Vit. B6 1x1
B. Non Farmakoterapi
• Istirahat yang cukup
• Makan teratur dengan gizi seimbang
• Olahraga teratur
• Mendekatkan diri kepada Allah
C. Psikoterapi
• Psikoterapi suportif
Memberi dukungan, kehangatan, empati, dan rasa optimis kepada pasien,
membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya.
35
• Psikoedukasi
Kepada pasien: membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak
mengenai gangguan yang dideritanya, diharapkan pasien mempunyai
kemampuan yang semakin efektif untuk mengenali gejala, mencegah
munculnya gejala dan segera mendapatkan pertolongan. Menjelaskan
kepada pasien untuk menyadari bahwa obat merupakan salah satu
kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.
XIV. Prognosis
Quo et vitam : dubia ad bonam
Quo et fungsionam : dubia ad bonam
Quo et sanationam : dubia ad bonam
36
BAB IV
DISKUSI
37
mencegah efek samping extrapiramidal akibat dari peningkatan relatif asetilkolin
karena obat antipsikosis.
Selain terapi farmakologi, pasien juga mendapat terapi psikoterapi
serta psikoedukasi untuk pasien dan keluarga pasien. Membantu pasien untuk
mengetahui lebih banyak mengetahui penyakit yang dideritanya, dengan harapan
pasien mempunyai kemampuan yang semakin efektif untuk mengenali
penyakitnya. Dalam menatalaksana pasien gangguan jiwa terutama depresi, sangat
diperlukan support grup baik dari keluarga maupun lingkungan.
38
BAB V
PENUTUP
39
DAFTAR PUSTAKA
40