Anda di halaman 1dari 42

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Oleh:

Dini Fajriah Omari P. 3382 A 2040312131


Rana Anasya Taqy P. 3386 A 2140312122

Preseptor:
dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.KJ, Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG - RSJ PROF. HB. SAANIN PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session (CRS)
yang berjudul “Naskah Psikiatri F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik”. Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis
dan pembaca, serta menjadi salah satu kegiatan ilmiah dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.KJ,
Sp.KJ selaku preseptor yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 27 Juni 2022

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan depresi termasuk ke dalam gangguan suasana perasaan (mood)
utama selain mania dan gangguan bipolar. Selain itu juga terdapat tiga kategori
tambahan dalam gangguan mood, yakni hipomania, siklotimia, dan distimia. Orang
dengan keadaan mood depresi akan menunjukkan gejala kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit konsentrasi, hilang nafsu makan, bahkan ada ide untuk
bunuh diri. Gangguan ini disertai dengan perubahan aktivitas serta hendaya dalam
hubungan interpersonal, fungsi sosial, dan fungsi pekerjaan seseorang. Seseorang
dikatakan mengalami gangguan depresi apabila gejala-gejala tersebut telah
berlangsung minimal dua minggu serta tidak ada riwayat episode manik, campur,
atau hipomanik.1,2
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa gangguan
depresi akan menjadi penyakit terbesar kedua yang akan memberikan beban besar
bagi masyarakat dunia. Selain itu, depresi merupakan penyebab terbanyak
seseorang untuk datang ke dokter jiwa atau psikiater.3 Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi gangguan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi untuk usia 15 tahun ke atas yang
didapatkan melalui wawancara dengan Mini International Neuropsychiatric
Interview (MINI) mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia.4
Perempuan memiliki risiko lebih besar dua kali lipat dibandingkan laki-laki untuk
mengalami gangguan depresi. Hal ini diduga karena adanya perbedaan hormon
serta perbedaan stressor psikososial antara perempuan dan laki-laki. Rerata usia
penderita gangguan depresi berkisar di usia 40 tahunan. Selain itu, gangguan depresi
berat sering dialami remaja usia di bawah 20 tahun dimana hal ini dikaitkan dengan
penyalahgunaan alkohol serta zat lain yang rentan dalam rentang usia tersebut.1,2
Penatalaksanaan gangguan depresi dilakukan dengan farmakoterapi dan
psikoterapi. Data menunjukkan kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi. Psikoterapi
ditujukan untuk membantu penderita dalam mengembangkan strategi coping
sehingga penderita dapat menghadapi stressor dengan lebih baik.1,2

1
1.2 Batasan Masalah
Makalah CRS ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis gangguan depresi serta
laporan kasus episode depresif dengan gejala psikotik.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah CRS ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan pemahaman mengenai gangguan depresi.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan makalah CRS ini berupa tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan depresi merupakan gangguan mental umum dengan gambaran
berupa perasaan tertekan, kehilangan minat atau kegembiraan, kehilangan energi,
perasaan bersalah atau harga diri rendah, adanya gangguan tidur dan gangguan
makan, serta konsentrasi dan perhatian yang menurun. Gangguan ini dapat terjadi
berulang dan mengakibatkan gangguan dalam kemampuan individu untuk
merawat diri dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Paling buruk,
gangguan depresi dapat menyebabkan bunuh diri.1

2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan sekitar 280 juta
orang di dunia mengalami gangguan depresi. Gangguan depresi yang berulang
dengan intensitas sedang atau berat dapat menjadi kondisi kesehatan yang serius.2
Di Indonesia, menurut data RISKESDAS tahun 2018 prevalensi depresi yaitu
sebesar 6,1%, dimana penderita terbanyak terjadi pada usia 75 tahun keatas dengan
persentase 8,9% dan kejadian lebih tinggi terjadi pada perempuan dibanding laki-
laki dengan perbandingan 7,4% berbanding 4,7%. Di Provinsi Sumatera Barat
didapatkan tingkat depresi sebesar 8,2% pada usia lebih dari 15 tahun.3

2.3 Etiologi
Menurut Kaplan penyebab terjadinya depresi masih belum dapat diketahui
secara pasti dikarenakan banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
depresi. Namun, secara buatan terdapat tiga faktor penting yang sangat
mempengaruhi terjadinya depresi yaitu faktor biologis, genetik, dan psikososial,
dimana ketiga faktor ini saling berkaitan dan kompleks saling memengaruhi
terjadinya depresi.4

a. Faktor biologis
Dari berbagai penelitian dihasilkan pada pasien dengan gangguan mood
mengalami kelainan metabolit amin biogenic seperti 5-hydroxyindoleacetic
(5HIAA), homovanilic acid (HVA), dan MPHG di dalam darah, urine, dan cairan
serebrospinalisnya. Pada pasien depresi, neurotransmiter pada amin biogenic yang

3
paling banyak berpengaruh adalah norepinefrin, serotonin, dan dopamin.
Ditemukan juga beberapa neurokimiawi lain yang dapat memengaruhi
timbulnya depresi seperti gamma-aminobutyric acid (GABA). Serta terjadinya
disregulasi pada hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat regulasi sumbu
neurohormonal pada tubuh, yang berguna untuk menerima input neuronal dan
menggunakan neurotransmiter amin biogenic, dilaporkan sebagai salah satu
penyebab terjadinya gangguan mood.4

b. Faktor genetik

Pada penelitian yang dilakukan terbukti bahwa sanak saudara derajat


pertama dari penderita gangguan depresi, memiliki risiko terkena gangguan yang
sama sebanyak dua sampai tiga kali lebih tinggi dan pada anak kembar monozigotik
akan meningkatkan risiko hingga 50%. Pada penelitian tentang adopsi, ditemukan
bahwa faktor pola asuh oleh keluarga angkat tanpa gangguan depresi tidak akan
mempengaruhi kemungkinan anak tersebut terkena gangguan mood jika anak
tersebut sudah memiliki faktor risiko dari orangtua biologisnya untuk terkena
gangguan mood.4

c. Faktor psikososial
Menurut klinisi, suatu kejadian atau peristiwa kehidupan memainkan
peranan utama dalam terjadinya depresi, seperti kehilangan anggota keluarga dan
kehilangan pasangan hidup. Pada pasien depresi, keluarga memiliki fungsi penting
dalam banyak hal seperti kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian
dari pasein paska pemulihan. Pola kepribadian yang berbeda pada setiap orang juga
dapat meningkatkan faktor risiko terkena depresi terutama lebih tinggi pada tipe
kepribadian seperti dependen, obsesif-kompulsif, dan histeris dibanding dengan
tipe kepribadian yang lain.4

2.4 Diagnosis
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III), gangguan depresi termasuk ke dalam gangguan suasana
perasaan. Gangguan depresi ditandai dengan episode depresif baik itu tunggal
ataupun multipel. Gejala pada gangguan depresi terbagi menjadi tiga gejala utama
dan tujuh gejala lainnya, gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut:5

4
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang ditunjukkan dengan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas
Beberapa gejala lainnya yang menunjang diagnosis dari episode depresif
adalah sebagai berikut:5
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang

Episode depresif tersebut harus berlangsung minimal selama dua minggu


untuk menegakkan diagnosis, kecuali apabila gejalanya berat dan berlangsung
cepat.5
1. Episode Depresif Ringan (F32.0)5
● Minimal harus ada 2 dari 3 gejala utama
● Disertai minimal 2 gejala lainnya (diluar gejala utama)
● Tidak ada gejala berat
● Berlangsung minimal 2 minggu
● Hanya sedikit mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

2. Episode Depresif Sedang (F32.1)5


● Minimal harus ada 2 dari 3 gejala utama
● Disertai minimal 3 (sebaiknya 4) gejala lainnya (diluar gejala utama)
● Berlangsung minimal 2 minggu
● Mengalami kesulitan yang nyata dalam melakukan pekerjaan, kegiatan
sosial, dan urusan rumah tangga

3. Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2)5


● Semua 3 gejala utama harus ada

5
● Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
● Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara meyeluruh terhadap episode depresif berat masih
dapatdibenarkan.
● Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan ber-onset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.

● Sangat tidak mungkin bagi pasien untuk meneruskan kegiatan sosial,


pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangatterbatas.

4. Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F32.3)5


● Memenuhi kriteria untuk F32.2 daiatas
● Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif.

5. Gangguan Depresif Berulang (F33)5


● Gangguan depresif berulang merupakan suatu episode berulang dari
episode depresif ringan, sedang, atau berat.
● Setiap episode rata-rata berlangsung sekitar 6 bulan, akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
● Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktifitas yang memenuhi kriteria mania. Namun kategori ini tetap
harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek
dan hiperaktifitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera
sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan
oleh tindakan pengobatan depresi).
● Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun
sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini tetap

6
harus digunakan.

● Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali


dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma
mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakaan diagnosis).

6. Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi (F33.4)5


● Memenuhi kriteria depresif berulang (F33.-) akan tetapi saat ini tidak
memenuhi kriteria episode depresif manapun ataupun gangguan lain
dalam F30-F39 (gangguan suasana perasaan).
● Minimal 2 episode telah berlangsung selama minimal 2 minggu dengan
selang beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

2.5 Diagnosis Banding


Diagnosis gangguan depresi ditegakan pada kriteria berdasarkan pada
PPGDJ dan DSM-V, dan juga memperhatikan kondisi yang dapat menyerupai
maupun kondisi yang dapat berdampingan dengan depresi. Maka langkah pertama
yang mesti dilakukan sebelum penatalakasanaan yang tepat yaitu membuat
diagnosis yang akurat. Pada suatu penelitian dikatakan dokter dilayanan primer bisa
melakukan rule-out depresi pada individu yang tidak depresi (false positif).
Kesalahan dalam menegakan diagnosis gangguan depresi dapat mempengaruhi
prognosis pasien.

a. Gangguan penyesuaian
Gangguan penyesuaian adalah respons emosional terhadap peristiwa stres
seperti masalah perkawinan atau hubungan, kehilangan pekerjaan atau penyakit
akut. Pasien dapat mengalami penurunan afek, tetapi diagnosis ini dibuat hanya jika
kriteria penuh untuk episode depresi utama tidak terpenuhi.6 Dapat menyebabkan
morbiditas yang signifikan dan meningkatkan risiko bunuh diri.

b. Gangguan afektif yang disebabkan oleh kondisi medis umum


Gejala depresi dapat terjadi sebagai efek fisiologis oleh karena kondisi
medis tertentu yang terjadi sebelumnya terutama pada pasien dengan gejala
somatis yang menonjol. Pada individu lanjut usia (lansia), kondisi organik lebih
dipertimbangkan dalam penegakkan diagnosis. Sebaliknya, gejala fisik dari suatu
penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis karena adanya gangguan

7
depresi berat komorbid ini. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)
sangat berguna sebagai alat pendeteksi pasien dengan penyakit medis.7 Dalam
skala tersebut digunakan pertanyaan yang berfokus pada gejala kognitif
dibandingkan dengan gejala somatik. Gangguan depresi berat sering terjadi pada
pasien penyakit kronis, contohnya pada disfungsi tiroid, karena dapat timbul gejala
penurunan afek dan gejala somatis non spesifik lainnya.8
Kondisi neurologis seperti demensia, penyakit Parkinson dan multiple
sclerosis memiliki gejala yang tumpang tindih dengan depresi berat. Pada penyakit
Parkinson, penurunan afek dan gejala afektif lainnya bahkan dapat muncul lebih
awal daripada gejala motorik. Pasien dengan gangguan kognitif dapat datang
dengan penurunan afek; sebaliknya, mereka yang mengalami depresi berat bisa
memiliki daya konsentrasi yang buruk. Depresi berat itu sendiri mungkin
merupakan faktor risiko pada terjadinya kejadian demensia.9

c. Gangguan afektif yang disebabkan oleh zat

Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat menimbulkan
gejala depresi contohnya pada penggunaan alkohol berlebihan. Maka itulah,
gangguan afektif yang disebabkan oleh zat harus dipertimbangkan dalam
mendiagnosis gangguan depresi berat. Riwayat pengobatan pasien juga merupakan
hal penting, karena obat yang diresep dapat menjadi penyebab potensial dari depresi
berat. Sebuah penelitian menemukan hubungan yang kuat antara depresi berat dan
finasteride, isotretinoin dan obat pada penghentian kebiasaan merokok, Varenicline.
Para peneliti merekomendasikan agar dokter berhati-hati ketika meresepkan obat-
obatan ini dan sangat mempertimbangkan pertimbangan risiko-manfaat, terutama
pada orang yang memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi berat. Obat-
obat lain antara lain golongan beta blocker, penghambat kanal kalsium, penghambat
enzim pengonversi angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin II.9

Gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan


menghentikan penggunaan obat tersebut. Gejala putus obat ini dapat berlangsung
selama beberapa bulan. Obat yang umum disalahgunakan tersebut antara lain
alkohol, amfetamin, ansiolitik, kokain, zat-zat halusinogen, hipnotik, inhalan,
opioid, fensiklidin, dan sedatif.9

8
d. Gangguan afektif bipolar
Pasien dengan gangguan afektif bipolar sering salah didiagnosis dengan
depresi berat unipolar, terutama pada pasien gangguan afektif bipolar dengan
manifestasi awal depresi dan pada layanan kesehatan primer dan ada yang menetap
hingga 10 tahun. Pasien dengan gangguan afektif bipolar lebih sering datang
dengan afek menurun daripada mania atau hypomania, dan karenanya sering
didiagnosis mengalami depresi berat. Hipomania pada gangguan afektif bipolar
sering dikaitkan dengan peningkatan kreativitas dan energi tanpa gangguan fungsi,
yang mungkin tidak dianggap negatif oleh pasien dan sering tidak mencari
penatalaksanaan medis. Kesalahan diagnosis seperti depresi berat mengarah ke
pengobatan yang tidak sesuai dengan antidepresan bukan mood stabilizer.10
Karena ini berkontribusi outcome yang memburuk dan dapat menyebabkan mania,
setiap pasien yang memiliki gejala depresi berat harus dievaluasi untuk
kemungkinan gangguan bipolar.
Ciri-ciri lain yang dapat membantu membedakan gangguan afektif bipolar
dari depresi berat termasuk usia onset yang lebih muda, riwayat keluarga gangguan
afektif bipolar, episode depresi sebelumnya yang lebih tinggi (misalnya terlalu
banyak untuk diingat), manifestasi depresi atipikal (misalnya hipersomnia hingga
insomnia atau hiperfagia hingga nafsu makan yang buruk), gejala somatik yang
lebih sedikit dan peningkatan fobia (misalnya kegelapan, orang asing atau orang
banyak).11

2.6 Panatalaksanaan
Penatalaksanaan dengan medikamentosa saja dan psikoterapi singkat
{cognitive-behavioral therapy (CBT), terapi interpersonal} saja dapat
meringankan gejala depresi. Terapi kombinasi juga berhubungan dengan
peningkatan perbaikan gejala depresi sehingga menjadi lebih baik; peningkatan
kualitas hidup; dan kepatuhan pengobatan yang lebih baik. Berdasarkan empiris
CBT dapat dilakukan untuk mencegah kekambuhan.12,13 Terapi electroconvulsive
(ECT) berguna untuk pasien yang tidak merespon dengan baik terhadap obat-
obatan atau bunuh diri.14

9
a. Terapi medikamentosa
1. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI)
SSRI memiliki keunggulan yaitu mudah dalam dosis dan toksisitas
rendah pada overdosis juga merupakan obat lini pertama untuk depresi onset
lambat. Obat-obat yang termasuk golongan SSRI antara lain; citalopram,
escitalopram, fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, vilazodone, dan
vortioxetine.

2. Serotonin/norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI)


Obat-obatan golongan SNRI antara lain; venlafaxine, desvenlafaxine,
duloxetine, dan levomilnacipran dapat digunakan sebagai agen lini pertama,
terutama pada pasien dengan gejala kelelahan yang signifikan atau nyeri yang
berhubungan dengan episode depresi. SNRI juga memiliki peran penting
sebagai agen lini kedua pada pasien yang tidak respon dengan terapi SSRI.

3. Anti-depressants atipikal
Obat-obatan golongan antidepresan atipikal antara lain; bupropion,
mirtazapine, nefazodone, dan trazodone. Pemberian antidepressants atipikal
terbukti efektif dalam monoterapi pada gangguan depresi berat dan dapat
digunakan dalam terapi kombinasi untuk mengatasi depresi dengan
komplikasi.

4. Serotonin-Dopamine Activity Modulators (SDAM)


Obat-obatan golongan SDAM diantaranya brexpiprazole dan
aripiprazole. SDAMs bertindak sebagai agonis parsial pada reseptor 5-HT1A
dan dopamin D2 pada potensi yang sama, dan sebagai antagonis pada 5-HT2A
dan noradrenalin. Brexpiprazole diindikasikan sebagai terapi tambahan untuk
gangguan depresi mayor (MDD).

5. Tricyclic antidepressants (TCA)


TCA meliputi: amitriptyline, clomipramine, desipramine, doxepin,
imipramine, nortriptyline, protriptyline, dan trimipramine. TCA memiliki
catatan keberhasilan yang panjang dalam pengobatan depresi. Obat-obatan
golongan ini lebih jarang digunakan karena efek samping dan toksisitas yang
besar pada overdosis.

10
6. Monoamine oxidase inhibitors (MAOI)
MAOI termasuk isocarboxazid, phenelzine, selegiline, dan
tranylcypromine. Agen-agen ini sangat efektif dalam berbagai gangguan
afektif dan kecemasan. Karena risiko krisis hipertensi, pasien yang menjalani
pengobatan ini harus mengikuti diet rendah tyramine. Efek samping lainnya
dapat termasuk insomnia, kecemasan, ortostasis, penambahan berat badan, dan
disfungsi seksual.

b. Psikoterapi
1. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
CBT adalah bentuk terapi terstruktur yang berfokus pada membantu
individu mengidentifikasi dan memodifikasi pola pikir maladaptif dan pola
perilaku (16 hingga 20 sesi). Hal ini didasarkan pada premis bahwa pasien
yang mengalami depresi menunjukkan "triad kognitif" depresi, yang
mencakup pandangan negatif tentang diri mereka sendiri, dunia, dan masa
depan. Pasien dengan depresi juga menunjukkan distorsi kognitif yang
membantu mempertahankan kepercayaan negatif mereka. CBT untuk depresi
biasanya mencakup strategi perilaku (mis., Penjadwalan aktivitas), serta
restrukturisasi kognitif untuk mengubah pikiran otomatis negatif dan
mengatasi skema maladaptif.
Penelitian mendukung penggunaan CBT dengan individu dari segala
usia dan juga dapat mencegah timbulnya kekambuhan. CBT juga sangat
berharga untuk pasien usia lanjut, yang mungkin lebih rentan terhadap
masalah atau efek samping dengan obat- obatan.

2. Terapi interpersonal (IPT)


Terapi interpersonal (IPT) adalah pengobatan terbatas waktu
(biasanya 16 sesi) untuk gangguan depresi mayor. IPT menarik dari teori
kelekatan dan menekankan peran hubungan interpersonal, dengan fokus pada
kesulitan antarpribadi saat ini. Bidang-bidang penekanan khusus meliputi
kesedihan, perselisihan antarpribadi, transisi peran, dan defisitantarpribadi.

c. Terapi electroconvulsive (ECT)


ECT adalah pengobatan yang sangat efektif untuk depresi. Timbulnya

11
efek terapi lebih cepat daripada pengobatan obat, dengan manfaat sering terlihat
dalam 1 minggu setelah memulai pengobatan. Kursus ECT (biasanya hingga
12 sesi) adalah pengobatan pilihan bagi pasien yang tidak menanggapi terapi
obat, psikotik, atau bunuh diri atau berbahaya bagi diri mereka sendiri.

Indikasi untuk penggunaan ECT meliputi:


1. Kegagalan terapi obat
2. Sejarah respons yang baik terhadap ECT
3. Preferensi pasien
4. Risiko bunuh diri yang tinggi
5. Risiko tinggi morbiditas dan mortalitas medis

Meskipun kemajuan dalam anestesi singkat dan kelumpuhan


neuromuskuler telah meningkatkan keamanan dan tolerabilitas ECT, modalitas
ini menimbulkan banyak risiko, termasuk yang terkait dengan anestesi umum,
kebingungan postiktal, dan komplikasi yang lebih jarang yaitu kesulitan
memori jangka pendek.

2.7 Komplikasi
Bunuh diri merupakan konsekuensi paling tragis dari depresi. Sulit untuk
memprediksi risiko bunuh diri dalam masa penilaian yang singkat. Dalam
penegakan diagnosis risiko bunuh diri, perhatian harus diberikan terhadap ada
tidaknya dukungan sosial, metode potensial yang akan digunakan, ancaman
kematian pada metode dan kesempatan bunuh diri sebelumnya, dan sifat-sifat
kepribadian seperti impulsivitas.4,15
Awal pengobatan menjadi periode yang penting diperhatikan. Risiko
bunuh diri menjadi lebih tinggi karena sebagian gejala mungkin memberat
sebelum pasien sempat mencari pertolongan, pasien dapat mengalami efek
samping dini (seperti kecemasan atau agitasi), yang dapat memperburuk risiko
bunuh diri, dan gejala fisik pasien dapat meningkat secara nyata (energi misalnya)
sebelum gejala kognitif (putus asa misalnya). Kesemuanya itu dapat menjadi
dorongan untuk bunuh diri.4,15

Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan episode depresi: 4,15
● Terdapat rencana bunuh diri

12
● Pernah mencoba bunuh diri sebelumnya
● Depresi berat
● Adanya keputusasaan dan rasa bersalah
● Pasien yang baru keluar dari rawat inap
● Gangguan bipolar
● Mixed state (dengan agitasi), mania disforik
● Gejala psikotik
● Komorbiditas (ansietas, penyalahgunaan zat, kondisi medis yang serius)

Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan keadaan demografis: 4,15
● Pria
● Remaja atau usia tua
● Gangguan afektif usia dini
● Gangguan kepribadian (terutama Cluster B)
● Riwayat keluarga dengan bunuh diri
● Pengalaman traumatik pada masa kanak-kanak (trauma, penyakit,
perpisahan dengan orangtua)
● Peristiwa traumatik dalam sirkumstansi kehidupan (pemutusan
hubungan kerja, isolasi sosial)
● Stresor psikososial sebelumnya
● Kurangnya dukungan

2.8 Prognosis
Prognosis dari depresi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam hal seperti
lama waktu rawatan di rumah sakit, gejala psikotik yang timbul, fungsi sosial dan
keluarga pada pasien, adanya gangguan penyerta seperti gangguan kepribadian,
gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain serta faktor-faktor lainnya
baik dari pasien atau lingkungan. Prognosis depresi juga dipengaruhi dari fase
kubler-ross yang sedang dialami pasien seperti fase denail, anger, bargaining,
depression, dan acceptance. Pasien dengan fase kubler-ross yang berbeda juga akan
mempengaruhi tingkat kepatuhan dan respon terhadap pengobatan serta hasil akhir
pengobatannya.4,16
Depresi merupakan sebuah penyakit kronik dimana 50 persen pasien depresi
berat episode pertama memiliki kemungkinan untuk sembuh dalam tahun pertama

13
perawatan, angka tersebut akan terus menurun seiring berjalannya waktu rawatan
dan 10-15% pasien dalam kurun waktu lima tahun pasca rawatan tidak pulih.
Gangguan depresi juga memiliki tingkat rekurensi yang tinggi yaitu 25% pasien
pada enam bulan pertama pasca rawatan serta kira-kira 30-50% dalam dua tahun
pertama dan 50-70% dalam lima tahun.4

14
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama (inisial) : Ny. YW panggilan: Y
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir/umur : Pasaman Barat, 2 Februari 1999/23 th
Status perkawinan : Belum menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Mandailing
Negeri asal : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Agama Islam (semester III)
Alamat & telepon : Pasaman Barat/0822xxxxxxxx
Nama, alamat, no. KTP keluarga terdekat
di Padang (untuk pasien luar kota Padang) : Tn. I, Jalan Jati no. xx Padang

KETERANGAN DIRI ALLO/INFORMAN


Nama (inisial) : Tn. I panggilan: I
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : S1
Alamat & telepon : Jalan Jati no. xx Padang &
0852xxxxxxxx
Hubungan dengan pasien : Kakak kandung laki-laki
Keakraban dengan pasien : Akrab
Sudah berapa lama mengenal pasien : Sejak lahir
Kesan pemeriksa/dokter terhadap
keterangan yang diberikannya : Dapat dipercaya

15
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Keterangan/anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Pasien sendiri (autoanamnesis)
2. Informan (alloanamnesis)

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/hakim
e. Dan lain-lain
2. Sebab Utama
Pasien terlihat sulit tidur dan sering mengurung diri di kamar sejak 6 bulan
yang lalu. Pasien merupakan pasien kontrol dan rutin berobat di Poliklinik Jiwa
RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak 1 bulan yang lalu.

3. Keluhan Utama (Chief Complaint)


Pasien datang dengan keluhan sulit tidur, merasa sangat bersalah, tidak
punya harga diri, dan ada keinginan bunuh diri sejak 6 bulan yang lalu.

4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Pasien datang bersama kakak kandung laki-laki ke Poliklinik Jiwa RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 Juni 2022 dengan keluhan sulit tidur sejak
6 bulan yang lalu. Setiap pasien memejamkan mata dan berusaha untuk tidur, selalu
muncul ingatan akan kejadian bersama pacar pasien yang menyebabkan pasien sulit
tidur di malam hari. Keluhan pertama kali muncul ketika pasien menuruti keinginan
pacar pasien untuk bertelanjang dada saat melakukan video call, termasuk ketika
pasien diminta untuk mengirimkan foto sedang tidak berbusana. Hal tersebut
menyebabkan pasien merasa cemas, gelisah, termenung, dan merasa sedih karena
takut fotonya disebarkan. Perasaan gelisah juga disertai jantung berdebar-debar,
berkeringat, gemetar, dan sesak napas. Pasien selalu diliputi perasaan bersalah,
berdosa, tidak berguna, dan tidak punya harga diri.
Sulit tidur yang dialami pasien juga diikuti dengan berkurangnya energi

16
dimana pasien tidak bisa melanjutkan kuliah dan tidak ada keinginan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti memasak, menyapu, dan mengaku lebih
sering mengurung diri di kamar. Pasien tidak ada keinginan untuk makan sedikitpun
sehingga pasien sempat dirawat selama 4 hari di RSUD Pasaman Barat karena
keluhan nyeri perut. Pasien juga mengatakan sulit fokus dan menjadi mudah lupa
ketika mengingat suatu obrolan.
Pasien mengaku sebelumnya mendengar suara-suara yang menyuruh pasien
untuk bunuh diri. Pasien juga sempat berpikir ingin mengakhiri hidupnya dengan
meminum racun, namun tidak sampai dilakukan oleh pasien. Pasien selalu merasa
curiga bahwa tetangga dan orang sekitar membicarakan pasien.
Pasien sudah pernah berobat 4 bulan yang lalu ke Puskesmas dan diberikan
obat tidur, namun pasien tetap mengeluhkan kesulitan tidur. Pasien juga pernah
berobat ke dokter spesialis saraf karna sulit tidur, namun keluhan tidak membaik.
Keluarga juga pernah membawa pasien berobat ke 7 dukun yang berbeda dan
mengatakan pasien telah diguna-guna, namun tidak mengalami perbaikan. Setelah
itu, pasien berobat ke Poli Jiwa RSUP Dr. M. Djamil Padang setelah pasien
disarankan oleh kakaknya.
Pasien sudah mengakhiri hubungan dengan pacarnya dan saat ini tinggal dengan
kakak kandung laki-laki di Padang sejak 1 bulan yang lalu untuk membatasi
interaksi pasien dengan mantan pacarnya. Pasien terakhir berkomunikasi dengan
mantan pacarnya 2 minggu yang lalu. Hal tersebut diketahui oleh kakak laki-laki
pasien dan kakak pasien menyita HP pasien agar tidak dapat berkomunikasi lagi.
Pasien tidak ada riwayat trauma, riwayat minum alkohol, dan tidak ada
mengonsumsi obat-obatan terlarang.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien tidak pernah memiliki riwayat gangguan psikiatri.
b. Riwayat Gangguan Medis
Pasien pernah dirawat di RSUD Pasaman Barat karena keluhan nyeri perut.
c. Riwayat Penggunaan NAPZA
Tidak ada riwayat penggunaan NAPZA.

17
6. Riwayat Keluarga
a. Identitas orang tua

Orang Tua
Identitas
Ayah Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Mandailing Mandailing
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Petani Ibu Rumah Tangga
Umur 65 58
Alamat Pasaman Barat Pasaman Barat
Hubungan pasien* Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak Peduli Tak Peduli
Ket: *coret yang tidak perlu

b. Sifat/perilaku orang tua kandung


Bapak (dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan)
Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (+), Mudah tersinggung (-), Tak suka Bergaul
(-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi(-), Peminum (-),
Pecemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-), Pencuriga (-),
Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung jawab (-).

Ibu (dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan )


Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka bergaul (-
), Banyak teman(-), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-), Peminum (-),
Pecemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-), Pencuriga (-),
Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung jawab (-).

c. Saudara
Jumlah bersaudara 6 orang dan pasien anak ke-4.

d. Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya*
1. Pr, 31 tahun
2. Lk, 28 tahun
3. Pr, 25 tahun

18
4. Pr, 23 tahun
5. Lk, 20 tahun
6. Lk, 18 tahun
e. Gambaran sikap/perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan
pasien terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa
dengan yang dinyatakan pada gambaran sikap/perilaku pada orang tua*
Saudara Gambaran sikap dan Kualitas hubungan dengan saudara
ke- perilaku (akrab/biasa/kurang/tak peduli)
1 Baik Akrab
2 Baik Akrab
3 Baik Akrab
4 Pasien Pasien
5 Baik Akrab
6 Baik Akrab

f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka*
Kualitas hubungan
Hubungan dengan Gambaran sikap dan
No. (akrab/biasa/kurang/tak
pasien tingkah laku
peduli)
1. Bapak Perhatian Akrab
2. Ibu Perhatian Akrab
3. Adik laki-laki Perhatian Akrab
4. Adik laki-laki Perhatian Akrab

g. Riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik (yang ada


kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga pasien

Anggota Penyakit
Penyakit Jiwa Kebiasaan
Keluarga Fisik
Bapak Tidak ada Merokok -
Ibu Tidak ada - -
Saudara 1 Tidak ada - -
Saudara 2 Tidak ada Merokok -
Saudara 3 Tidak ada - -
Saudara 5 Tidak ada - -
Saudara 6 Tidak ada - -

19
Skema Pedigree

Keterangan : : Pria : Pasien

: Wanita : Gangguan depresi

h. Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien

Keadaan rumah
No. Rumah tempat tinggal Tidak
Tenang Cocok Nyaman
nyaman
1 Rumah orang tua ✓ -
2 Rumah kakak kandung ✓ -
laki-laki

7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut dengan


perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit (premorbid)
a. Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik dan atau
kondisi-kondisi mental yang diderita si ibu)
● Kesehatan Fisik :-
● Kesehatan Mental :-
- Keadaan melahirkan:
● Aterm (✓), partus spontan (✓), partus tindakan (-)
● Pasien adalah anak yang direncanakan/diinginkan (ya/tidak)
● Jenis kelamin anak sesuai harapan (ya/tidak)

20
b. Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
● Pertumbuhan fisik : baik, biasa, kurang*
● Minum ASI : (✓), sampai usia tidak diketahui
● Usia mulai bicara : 1 tahun
● Usia mulai jalan : 1 tahun
● Sukar makan (-), anoreksia (-), bulimia (-), pika (-), gangguan hubungan
ibu-anak (-), pola tidur baik (-), cemas terhadap orang asing sesuai umur (-
), cemas perpisahan (-)

c. Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai pada


masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari (-), ngompol (-), BAB di tempat
tidur (-), night teror (-), temper tantrum (-), gagap (-), tik (-), masturbasi (-),
mutisme selektif (-), dan lain-lain.

d. Toilet training (tidak ada informasi)


Umur :-
Sikap orang tua : (memaksa/menghargai/membiarkan/)
Perasaan anak untuk toilet training ini: -

e. Kesehatan fisik masa kanak-kanak: demam tinggi disertai menggigau (-),


kejang-kejang (-), demam berlangsung lama (-), trauma kapitis disertai
hilangnya kesadaran (-), dan lain-lain.
f. Temperamen sewaktu anak-anak: pemalu (-), gelisah (-) overaktif (-), menarik
diri (-), suka bergaul (-), suka berolahraga (-), dan lain-lain.

g. Masa sekolah

Perihal SD SMP SMA


Umur 6 tahun 12 tahun 15 tahun
Prestasi* Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang
Aktifitas sekolah* Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang
Sikap terhadap teman * Baik Baik Baik
Kurang Kurang Kurang
Sikap terhadap guru Baik Baik Baik
Kurang Kurang Kurang

21
Kemampuan khusus (bakat) - - -
Tingkah laku Baik Baik Baik

h. Masa remaja: Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-),
kenakalan remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-), peminum
minuman keras (-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-),
perasaan depresi (-), rasa rendah diri (-), cemas (-), gangguan tidur (-), sering
sakit kepala (-), dan lain-lain.

i. Riwayat pekerjaan
Usia mulai bekerja 19 tahun, kepuasan kerja (+), pindah-pindah kerja (-),
pekerjaan yang pernah dilakukan menjaga toko pakaian.

Konflik dalam pekerjaan : (-), konflik dengan atasan (-), konflik dengan
bawahan (-), konflik dengan kelompok (-).

Keadaan ekonomi* : baik, sedang, kurang (menurut pasien)

j. Percintaan, perkawinan, kehidupan seksual dan rumah tangga


• Haid pertama* (sudah/belum), usia haid pertama 13 tahun, persepsi baik
• Awal pengetahuan tentang seks tidak diketahui, sikap orang tua baik
• Hubungan seks sebelum menikah tidak ada
• Riwayat pelecehan seksual tidak ada
• Orientasi seksual normal
• Keterangan pribadi suami : -
• Status sosial/ekonomi : rendah
• Perkawinan didahului dengan pacaran (-), kawin terpaksa (-), kawin paksa
(-), perkawinan kurang disetujui orang tua (-), kawin lari (-), sekarang ini
perkawinan yang pertama. Kepuasan dalam hubungan suami istri : sering,
sesekali, tidak pernah (ai)*, kelainan hubungan seksual (-) ai (bila ada
jelaskan di halaman kiri).
• Kehidupan rumah tangga: rukun (-), masalah rumah tangga (-) (bila ada
jelaskan masalah tersebut di halaman kiri).
• Keuangan: kebutuhan sehari-hari terpenuhi (-), pengeluaran dan pendapatan

22
seimbang (-), dapat menabung (-).
• Mendidik anak: suami-istri bersama-sama (-), istri saja (-), suami saja (-),
selain orang tua sebutkan (-).

k. Situasi sosial saat ini:


1. Tempat tinggal: rumah sendiri (-), rumah kontrak (+), rumah susun (-),
apartemen (-), rumah orang tua (-), serumah dengan mertua (-), di asrama
(-) dan lain-lain.
2. Polusi lingkungan: bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain-lain.

Ket: *coret yang tidak perlu, **( ), diisi (+) atau (-) ai: atas indikasi

l. Ciri kepribadian sebelumnya/gangguan kepribadian (untuk axis II)


Keterangan: ( ), beri tanda (+) atau (-)
Kepribadian Gambaran Klinis
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian maupun
kecaman (-), kurang teman (-), pemalu (-), sering melamun (-),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka
aktivitas yang dilakukan sendiri (-).
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan berlebihan (-
), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak mau
menerima kritik (-), meragukan kesetiaan orang lain (-), secara
intensif mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya
(-), perhatian yang berlebihan terhadap motif-motif yang
tersembunyi (-), cemburu patologik (-), hipersensifitas (-),
keterbatasan kehidupan afektif (-).
Skizotipal Pikiran gaib (-), ideas of reference (-), isolasi sosial (-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tidak acuh (-).

23
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual
yang berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya
kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa (-), insomnia (-),
hipersomnia (-), kurang bersemangat (-), rasa rendah diri (-),
penurunan aktivitas (-), mudah merasa sedih dan menangis (-),
dan lain-lain.
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya
(-), mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-
), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele (-), egosentris (-),
suka menuntut (-), dependen (-), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian dan
pujian yang terus menerus (-), hubungan interpersonal yang
eksploitatif (-), merasa marah, malu, terhina dan rendah diri bila
dikritik (-), dan lain-lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari
pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan
kewajiban sosial (-), tidak mampu memelihara suatu hubungan
agar berlangsung lama (-), iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif
(-), sering berbohong (-), sangat cenderung menyalahkan orang
lain atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk
perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat (-).
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan untuk berada
sendirian (-),tindakan mencederai diri sendiri (-), rasa bosan

24
kronik (-), dan lain-lain.
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain (-),
keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa
yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan
penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial
atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal
karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan (-),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar,
urutan, organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian
yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-), pengabdian yang
berlebihan terhadap pekerjaan sehingga menyampingkan
kesenangan dan nilai-nilai hubungan interpersonal (-),
pemaksaan yang berlebihan agar orang lain mengikuti persis
caranya mengerjakan sesuatu (-), keterpakuan yang berlebihan
pada kebiasaan sosial (-), dan lain-lain.
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan
orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal
dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya
apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut
ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (+)

8. Stressor psikososial (axis IV)


Pertunangan (-), perkawinan (-), perceraian (-), kawin paksa (-), kawin lari ( -),
kawin terpaksa (-), kawin gantung (-), kematian pasangan (-), problem punya anak
(-), anak sakit (-), persoalan dengan anak (-), persoalan dengan orang tua (-),
persoalan dengan mertua (-), masalah dengan pasangan (+), masalah dengan teman
dekat (-), masalah dengan atasan/ bawahan (-), mulai pertama kali bekerja (-),
masuk sekolah (-), pindah kerja (-), persiapan masuk pension (-), pensiun (-),

25
berhenti bekerja (-), masalah di sekolah (-), masalah jabatan/ kenaikan pangkat (-),
pindah rumah (-),pindah ke kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-),
perampokan (-), ancaman (-), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang
(-), usaha bangkrut (-), masalah warisan (-), mengalami tuntutan hukum (-), masuk
penjara (-), memasuki masa pubertas (-), memasuki usia dewasa (-),
menopause (-), mencapai usia 50 tahun (-), menderita penyakit fisik yang parah (-
), kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar orang tua
(-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-), cara pendidikan anak
yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek (- ), sikap orang tua yang acuh
tak acuh pada anak (-), sikap orang tua yang kasar atau keras terhadap anak (-),
campur tangan atau perhatian yang lebih dari orang tua terhadap anak (-),orang tua
yang jarang berada di rumah (-), terdapat istri lain (-), sikap atau kontrol yang tidak
konsisten (-), kontrol yang tidak cukup (-), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-),
bencana alam (-), amukan masa (-), diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas
militer (-), kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan (-), dan lain-lain.

9. Risiko Suicide (+)


10. Riwayat Pelanggaran Hukum
Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum.
11. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam, pasien solat 5 waktu dengan kesadaran sendiri.
12. Persepsi dan Harapan Keluarga
Keluarga memberikan dukungan kepada pasien agar bisa sembuh.
13. Persepsi dan Harapan Pasien
Pasien menyadari penyakit jiwa yang dialami, pasien berharap segera sembuh
dan bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.

26
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

Desember Januari Februari Maret April Mei Juni


2021 2022 2022 2022 2022 2022 2022

Pasien mengeluhkan Pasien berobat Pasien mulai berobat


sulit tidur, merasa ke Puskesmas, ke Poli Jiwa RSUP Dr.
sangat bersalah, dokter spesialis M. Djamil Padang.
berdosa, dan tidak saraf, dan ke Pasien sempat kembali
punya harga diri setelah dukun untuk berinteraksi dengan
menuruti keinginan mengatasi Keluhan sulit tidur dirasakan mantan pacar, rasa
pacar untuk keluhan sulit semakin meningkat, muncul cemas-cemas, takut,
mengirimkan foto dan tidur, namun keinginan bunuh diri, dan rasa bersalah
melakukan video call tidak ada terdengar suara-suara bisikan kembali dirasakan
dengan bertelanjang perbaikan menyuruh bunuh diri, selalu
dada curiga orang lain
membicarakan pasien

27
III. STATUS INTERNUS
● Keadaan Umum : Baik
● Kesadaran : CMC
● Tekanan Darah : 113/68 mmHg
● Nadi : 115x/ menit
● Nafas : 21x/menit
● Suhu : 36,5oC
● Tinggi Badan : 161 cm
● Berat Badan : 49 kg
● IMT : 18,9 kg/m2
● Status Gizi : Baik
● Sistem Kardiovaskuler : Dalam batas normal
● Sistem Respiratorik : Dalam batas normal
● Kelainan Khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS NEUROLOGIKUS


GCS : E4M5V6
Tanda rangsangan meningeal : Tidak ada
Tanda-tanda efek samping piramidal :
• Tremor tangan : Ada
• Akatisia : Tidak ada
• Bradikinesia : Tidak ada
• Cara berjalan : Tidak ada
• Keseimbangan : Tidak ada
• Rigiditas : Tidak ada
• Kekuatan motorik : 5 untuk setiap ekstremitas
• Sensorik : Normal
• Refleks : Bisep (++/++), trisep (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++)

28
V. STATUS MENTAL
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-),
kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-), delirium (-), kesadaran
berubah (-), dan lain-lain.
2. Penampilan
● Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+).
● Cara berpakaian: rapi (+), biasa (-), tak menentu (-), sesuai dengan
situasi (+), kotor (-), kesan (dapat mengurus diri).
● Kesehatan fisik: sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak tangan
basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+) tidak dapat dilakukan (-) wajar (+), kurang wajar (-
), sebentar (-), lama (+).
4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (+), berterus terang (+), menggoda (-
), bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayangi (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif
(-), dan lain-lain.
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
● Cara berjalan: biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain.
● Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-
), rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea flexibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-),
otomatisme (-), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi (-)
psikomotor (-), hiperaktivitas/ hiperkinesis (-), tik (-), somnabulisme
(-), akathisia (-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas(-), mimikri (-
), agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (+), ataksia (-), chorea (-
), distonia (-), bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-),convulsi
(-), seizure (-), piromania (-), vagabondage (-).

29
B. Verbalisasi dan Cara Berbicara
● Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
● Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
● Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
● Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
● Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
● Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai
● Penekanan pada pembicaraan* : Ada/tidak
● Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
● Logorrhea (-), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-), gagap (-),
afasia (-), bicara kacau (-).

C. Emosi
Hidup emosi: stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak adekuat),
echt/unecht, dalam/dangkal, skala diferensiasi (sempit/luas), arus emosi
(biasa/lambat/cepat).

1. Afek
Afek appropriate/serasi (+), afek inappropriate/tidak serasi (-), afek
tumpul (-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
Mood eutimik (-), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive
mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-), mood
meninggi (elevated mood/hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mood
depresi (hipotim) (+), anhedonia (-), duka cita (-), aleksitimia (-), elasi (-
), hipomania (-), mania (-), melankolia(-), La belle indifference (-), tidak
ada harapan (-).
3. Emosi lainnya
Ansietas (+), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa
malu (+), rasa berdosa/bersalah (+), kontrol impuls (-).
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (+), hipersomnia (-), variasi diurnal

30
(-), penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-), pseudocyesis
(-), bulimia (-).

D. Pikiran/Proses Pikir (Thinking)


● Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)
● Mutu proses pikir (jelas/tajam)

1. Gangguan umum dalam bentuk pikiran


Gangguan mental (-), psikosis (+), tes realitas (terganggu/tidak), gangguan
pikiran formal (-), berpikir tidak logis (-), pikiran autistik (-), dereisme (-),
berpikir magis (-), proses berpikir primer (-).
2. Gangguan spesifik dalam bentuk pikiran
Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-),
inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-), kondensasi (-
), jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-), derailment (-),
flight of ideas (-), clang association (-), blocking (-), glossolalia (-).
3. Gangguan spesifik dalam isi pikiran
● Kemiskinan isi pikiran (-), gagasan yang berlebihan (-).
● Delusi/waham
Waham bizarre (-), waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan
dengan mood (+), waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham
nihilistik (-), waham kemiskinan (-), waham somatik (-), waham
persekutorik (-), waham kebesaran (-), waham referensi (+), though of
withdrawal (-), though of broadcasting (-), though of insertion (-),
though of control (-), waham cemburu/waham ketidaksetiaan (-),
waham menyalahkan diri sendiri (-), erotomania (-), pseudologia
fantastika (-), waham agama.
● Idea of reference
Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-),
kompulsi (-), koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalia (-),
fobia (-), noesis (-), unio mystica (-).

31
E. Persepsi
● Halusinasi
Non patologis: halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-)

Halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik (-),


halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-),
halusinasi liliput (-), halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi yang
tidak sejalan dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-), halusinasi
perintah (command halusination), trailing phenomenon (-).
● Ilusi (-)
● Depersonalisasi (-), derealisasi (-)

F. Mimpi dan Fantasi


Mimpi : (-)
Fantasi : (-)

G. Fungsi Kognitif dan Fungsi Intelektual


1. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/ terganggu),
orientasi personal (baik/ terganggu), orientasi situasi (baik/ terganggu).
2. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif (-),
hipervigilance(-)
3. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi (baik/ terganggu)
4. Memori (daya ingat): gangguan memori jangka lama/remote (-), gangguan
memori jangka menengah/recent past (-), gangguan memori jangka
pendek/baru saja/recent (-), gangguan memori segera/immediate (-),
amnesia (-), konfabulasi (-), paramnesia (-).
5. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu
6. Pikiran konkrit: baik/ terganggu
7. Pikiran abstrak: baik/ terganggu
8. Kemunduran intelek: (Ada/tidak), retardasi mental (-), demensia (-),
pseudodemensia (-).

32
H. Discriminative Insight
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain)
Derajat IV (sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

I. Discriminative Judgement
● Judgment tes : dapat dipercaya
● Judgment sosial : dapat dipercaya

VI. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Khusus Lainnya


• Rutin : tidak ada
• Anjuran : tidak ada

VII. Pemeriksaan oleh Psikolog/Petugas Sosial Lainnya


Tidak ada

VIII. Ikhtisar Penemuan Bermakna


Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun datang dengan keluhan sulit
tidur sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan pertama kali muncul ketika pasien menuruti
keinginan pacar untuk mengirimkan foto bertelanjang dada dan melakukan video
call. Hal tersebut menyebabkan pasien merasa cemas, gelisah, termenung, dan
merasa sedih karena takut fotonya disebarkan. Perasaan gelisah juga disertai
jantung berdebar-debar, berkeringat, dan sesak napas. Pasien selalu diliputi
perasaan bersalah, berdosa, tidak berguna, dan tidak punya harga diri.
Sulit tidur juga diikuti dengan berkurangnya energi dimana pasien tidak bisa
melanjutkan kuliah dan melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien mengatakan sulit
fokus dan menjadi mudah lupa ketika mengingat suatu obrolan. Pasien sebelumnya
mendengar suara-suara yang menyuruh pasien untuk bunuh diri. Pasien juga sempat
berpikir ingin mengakhiri hidupnya dengan meminum racun. Pasien selalu merasa
curiga bahwa tetangga dan orang sekitar membicarakan pasien.

33
IX. Formulasi Diagnosis
Diagnosis Depresi Berdasarkan PPDGJ III

Gejala Ada/Tidak
Gejala Utama
• Afek depresif Ada
• Kehilangan minat dan kegembiraan Ada
• Berkurangnya energi Ada

Gejala lainnya
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang Ada
(b) Harga diri dan kepercayaan diri Ada
berkurang
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak Ada
berguna
(d) Pandangan masa depan yang suram dan Tidak ada
pesimistis
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan Ada
diri atau bunuh diri
(f) Tidur terganggu Ada
(g) Nafsu makan berkurang Ada

Gejala psikotik Ada (waham dan


halusinasi)

Total gejala saat ini: 3 gejala utama depresi dan 6 gejala lainnya serta gejala
psikotik (mencukupi syarat diagnosis epidose depresif berat dengan gejala
psikotik; lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu).

X. Diagnosis Multiaksial
Axis I : F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Axis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada (none)
Axis IV : Masalah dalam hubungan dengan pasangan
Axis V : GAF 50 – 41

XI. Diagnosis Banding Axis I


F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F25.1 Gangguan skizoafektif tipe depresif

34
XII. Daftar Masalah
a. Organobiologik
Tidak ada
b. Psikologik
• Afek depresif
• Menurunnya aktivitas (berhenti kuliah)
• Konsentrasi berkurang
• Merasa tidak punya harga diri
• Rasa bersalah dan berdosa
• Tidur terganggu, nafsu makan berkurang
• Ide bunuh diri
c. Lingkungan psikososial
• Masalah dengan pasangan
• Interaksi dengan lingkungan sekitar berkurang

XIII. Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi

Olanzapine 10 mg 1x1
Fluoxetine 20 mg 1x1
Lorazepam 0,5 mg 1x1
Trihexyphenidyl 2 mg 1x0,5
Vit. B6 1x1

B. Non Farmakoterapi
• Istirahat yang cukup
• Makan teratur dengan gizi seimbang
• Olahraga teratur
• Mendekatkan diri kepada Allah

C. Psikoterapi
• Psikoterapi suportif
Memberi dukungan, kehangatan, empati, dan rasa optimis kepada pasien,
membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya.

35
• Psikoedukasi
Kepada pasien: membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak
mengenai gangguan yang dideritanya, diharapkan pasien mempunyai
kemampuan yang semakin efektif untuk mengenali gejala, mencegah
munculnya gejala dan segera mendapatkan pertolongan. Menjelaskan
kepada pasien untuk menyadari bahwa obat merupakan salah satu
kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.

Kepada keluarga: memberikan penjelasan tentang pentingnya dukungan


keluarga dalam menghadapi kondisi depresi yang dialami pasien, memberi
penjelasan mengenai terapi yang diberikan pada pasien dan ditekankan
pentingnya pasien kontrol dan minum obat secara teratur.

XIV. Prognosis
Quo et vitam : dubia ad bonam
Quo et fungsionam : dubia ad bonam
Quo et sanationam : dubia ad bonam

Prognosis Baik Prognosis Buruk


Awitan tua Awitan muda
Ada faktor presipitasi yang jelas Tidak ada faktor presipitasi
Awitan akut Awitan insidious
Riwayat sosial, seksual, dan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
pekerjaan premorbid baik premorbid buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku autistik, menarik diri
depresi)
Menikah Lajang, cerai, atau menjanda/duda
Riwayat keluarga dengan gangguan Riwayat keluarga dengan skizofrenia
mood
Sistem pendukung baik Sistem pendukung buruk
Gejala positif Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tanpa remisi dalam 3 tahun
Berulang kali relaps
Riwayat melakukan tindakan
penyerangan

36
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun datang dengan keluhan sulit


tidur sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan pertama kali muncul ketika pasien menuruti
keinginan pacar untuk mengirimkan foto bertelanjang dada dan melakukan video
call. Hal tersebut menyebabkan pasien merasa cemas, gelisah, termenung, dan
merasa sedih karena takut fotonya disebarkan. Perasaan gelisah juga disertai
jantung berdebar-debar, berkeringat, dan sesak napas. Pasien selalu diliputi
perasaan bersalah, berdosa, tidak berguna, dan tidak punya harga diri. Sulit tidur
juga diikuti dengan berkurangnya energi dimana pasien tidak bisa melanjutkan
kuliah dan melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien mengatakan sulit fokus dan
menjadi mudah lupa ketika mengingat suatu obrolan. Pasien mengaku sebelumnya
mendengar suara-suara yang menyuruh pasien untuk bunuh diri. Pasien juga sempat
berpikir ingin mengakhiri hidupnya dengan meminum racun. Pasien selalu merasa
curiga bahwa tetangga dan orang sekitar membicarakan pasien.
Dari anamnesis yang didapat, pasien mengalami episode depresif berat
dengan gejala psikotik, sesuai dengan kriteria pada PPDGJ III yaitu ada 3 dari 3
gejala depresi utama ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya disertai
waham dan halusinasi. Gangguan depresi berat dengan gejala psikotik merupakan
suatu gangguan suasana perasaan yang ditandai dengan adanya episode depresi
yang berlangsung minimal selama dua minggu disertai adanya waham, halusinasi,
atau, stupor depresif.
Saat ini pasien mendapatkan obat olanzapine 10 mg 1x1, fluoxetine 20 mg
1x1, lorazepam 0,5 mg 1x1, trihexyphenidyl 2 mg 1x0,5, dan vitamin B6 1x1.
Olanzapine adalah obat antipsikosis golongan 2 (APG-2) atau antipsikosis atipikal
bekerja sebagai “Serotonine-Dopamine Receptor Antagonist (SDA), obat ini
berafinitas pada reseptor serotonin dan dopamin. Fluoxetine adalah golongan obat
SSRI yang memiliki keunggulan yaitu mudah dalam dosis, dan toksisitas rendah
pada overdosis, serta merupakan obat lini pertama untuk depresi onset lambat.
Lorazepam adalah golongan obat benzodiazepine yang merupakan obat pilihan
untuk pengelolaan ansietas termasuk depresi. Obat ini bekerja dalam mencetuskan
sedasi atau tidur. Trihexyphenidyl merupakan obat antikolinergik sehingga

37
mencegah efek samping extrapiramidal akibat dari peningkatan relatif asetilkolin
karena obat antipsikosis.
Selain terapi farmakologi, pasien juga mendapat terapi psikoterapi
serta psikoedukasi untuk pasien dan keluarga pasien. Membantu pasien untuk
mengetahui lebih banyak mengetahui penyakit yang dideritanya, dengan harapan
pasien mempunyai kemampuan yang semakin efektif untuk mengenali
penyakitnya. Dalam menatalaksana pasien gangguan jiwa terutama depresi, sangat
diperlukan support grup baik dari keluarga maupun lingkungan.

38
BAB V
PENUTUP

Gangguan depresi merupakan suatu gangguan suasana perasaan yang


ditandai dengan adanya episode depresi yang berlangsung minimal selama dua
minggu. Gangguan depresi terdiri atas tiga episode yaitu episode depresi ringan,
sedang, dan berat. Pengobatan didasarkan atas dasar gejala yang tampak,
keparahannya, dan tingkat kesenangan dan pengalaman klinisi sendiri terhadap
berbagai modalitas pengobatan. Di samping pengobatan dengan farmakoterapi,
kita memanfaatkan pengobatan lainnya seperti terapi psikologik/psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Marcus M, Yasamy MT, Ommeren MV, Chisholm D, Saxena S. Depression: A


global public health concern. WHO Paper Depression. 2012; 6–8.
2. World Health Organization (WHO). Depression. Geneva; 2021.
3. Kemenkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
tahun 2018. Ris Kesehat Dasar 2018. 2018:182-183.
4. Sadock, BJ. Sadock, VA. Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of
Clinical Psychiatry. 4th ed. (Wolters K, ed.). Philadelphia; 2017.
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta :Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2013.
p.58-69.
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. 5th ed. Washington, DC: American Psychiatric
Association;2013.
7. Annunziata MA, Muzzatti B, Bidoli E, et al. Hospital Anxiety and Depression
Scale (HADS) accuracy in cancer patients [published online ahead of print,
2019 Dec 19]. Support Care Cancer. 2019;10.1007/s00520-019-05244-8.
doi:10.1007/s00520- 019-05244-8
8. Ng CW, How CH, Ng YP. Major depression in primary care: making the
diagnosis. Singapore Med J.2016;57(11):591‐597.
9. Kuboki T, Hashizume M. Clinical Diagnosis and Treatment of Mild
depression. J MAJ. 2011;52(2):76-80.
10. Viktorin A, Lichtenstein P, Thase ME, et al. The risk of switch to mania in
patients with bipolar disorder during treatment with an antidepressant alone
and in combination with a mood stabilizer. Am J Psychiatry.2014;171:1067–
73.
11. Culpepper L. The diagnosis and treatment of bipolar disorder:decision-making
in primary care. Prim Care Companion CNS Disord.
2014;16(3):PCC.13r01609.
12. Horowitz MA, Taylor D. Tapering of SSRI treatment to mitigate withdrawal
symptoms. Lancet Psychiatry. 2019 Jun;6(6):538-546.
13. Knappe S, Einsle F, Rummel-Kluge C, Heinz I, Wieder G, Venz J, Schouler-
Ocak M, Wittchen HU, Lieb R, Hoye J, Schmitt J, Bergmann A, Beesdo-Baum
K. [Simple guideline-oriented supportive tools in primary care: Effects on
adherence to the S3/NV guideline unipolar depression]. Z Psychosom Med
Psychother. 2018Sep;64(3):298-311.
14. Saracino RM, Nelson CJ. Identification and treatment of depressive disorders
in older adults with cancer. J Geriatr Oncol. 2019Sep;10(5):680-684.
15. Ismail RI, Kristiana S. Gangguan Depresi. In: Elvira SD, Gitayanti H, editors.
Buku Ajar Psikiatri. 2nd Ed. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2013. p.228-243.
16. Kubler-ross E. On Death and Dying, 40th Anniversary Edition. 40 Ed.; 2009.

40

Anda mungkin juga menyukai