Anda di halaman 1dari 9

2.

1 Faktor Risiko
Faktor risiko untuk kedua pasangan intim dan kekerasan seksual meliputi:
 Tingkat pendidikan yang lebih rendah (perbuatan kekerasan seksual
dan pengalaman kekerasan seksual);
 Riwayat paparan penganiayaan anak (perbuatan dan pengalaman);
 Menyaksikan kekerasan keluarga (perbuatan dan pengalaman);
 Gangguan kepribadian antisosial (perbuatan);
 Penggunaan alkohol yang berbahaya (perbuatan dan pengalaman);
 Perilaku maskulin yang berbahaya, termasuk memiliki banyak
pasangan atau sikap yang membenarkan kekerasan (perbuatan);
 Norma-norma masyarakat yang mengistimewakan atau menganggap
status yang lebih tinggi bagi laki-laki dan status yang lebih rendah
bagi perempuan;
 Rendahnya akses perempuan ke pekerjaan berbayar; dan
 Tingkat kesetaraan gender yang rendah (undang-undang yang
diskriminatif, dll.).

Faktor-faktor yang secara khusus terkait dengan kekerasan pasangan intim


meliputi:

 Riwayat paparan kekerasan di masa lalu;


 Perselisihan dan ketidakpuasan pernikahan;
 Kesulitan dalam berkomunikasi antar pasangan; dan
 Laki-laki mengendalikan perilaku terhadap pasangannya.

2.2 Pemeriksaan Fisik


2.2.1 First line support
Pada kasus korban GBV hal yang dilakukan saat korban pertama kali
melakukan kontak dengan petugas kesehatan adalah melakukan first line
support. First life support ini akan memberikan perawatan praktis dan
menanggapi terhadap kebutuhan emosional, fisik, kemanan dan dukungan
terhadap korban tanpa mengganggu privasinya. Terdapat 5 tugas penting
yang dilakukan dalam menanggapi korban GBV yang menggunakan istilah
“LIVES”, yaitu :
a Listen
Dengarkan dengan baik dengan empati dan tidak menghakimi korban.
b Inquire about needs and concerns
Menilai dan menanggapi berbagai kebutuhan dan perhatian korban,
baik emosional, fisik, social dan praktis (contoh : perawatan anak).
c Validate
Tunjukan bahwa anda paham dan mempercayai korban.
d Enhance safety
Diskusikan bagaimana cara melindungi korban dari ancaman lebih
lanjut.
e Support
Bantu korban untuk terhubung pada layanan bantuan sosial.

2.2.2 Pemeriksaan

Hal yang perlu diperhatikan Sebelum Pemeriksaan12


1. Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan
permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang
2. Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan
benda bukti. Kalau korban dating sendiri dengan membawa surat
permintaan dari polisi, jangan diperiksa, suruh korban kembali
kepada polisi
3. Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang
didapatlan pda tubuh lorban pada waktu permintaan Visum et
Repertum
4. Izin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban
sendiri atau jika korban adalah seorang anak, dan orang tua atau
walinya, jelaskan terlebih dahulu tindakan apa yang akan
dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan
ke pengadilan.
5. Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada
waktu memeriksa korban
6. Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin jangan ditunda terlampau
lama
7. Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya
Visum et Repertum perkara cepat dapat diselesaikan 12

2.2.3 Anamnesis
Data yang perlu dicantumkan dalam bagian pendahuluan Visum et
Repertum delik kesusilaan adalah instalasi polisi yang meminta pemeriksaan,
nama dan pangkat polisi yang mengantar korban, nama, umur, alamat dan
pekerjaan korban seperti tertulis dalam surat permintaan, nama dokter yang
memeriksa, tempat, tanggal dan jam pemeriksaan dilakukan serta nama perawat
yang menyaksikan pemeriksaan.12
Anamnesis meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal dan tempat
lahir, status perkawinan, siklus haid, untuk anak yang tidak diketahui umurnya,
penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta adanya penyakit lain seperti
epilepsy, katalepsi, syncope. Cari tahu pula apakah pernah bersetubuh?
Persetubuhan yang terakhir? Apakah menggunakan kondom?
Hal khusus yang perlu diketahui dalah waktu kejadian, tanggal dan jam/
bila waktu antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang
beberapa hari atau minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu bukan
peristiwa perkosaan, tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak disetujui oleh
wanita yang bersangkutan. Tetapi pada saat telatnya pelaporan bisa disebabkan
karena korban diancam. Tanyakan pula dimana tempat terjadinya, sebagai
petunjuk trace evidence yang berasal dari tempat kejadian, misalnya rumput,
tanah dan sebagainya.12
Perlu diketauhi apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada
pakaian mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan
tanda-tanda bekas kekerasan dan pada alat kelamin mungkin didapat bekas
perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan
darah yang berasal dari pemerkosa atau penyerang.12
2.2.4 Pemeriksaan Luar
Tanda-tanda maturasi saat ini menjadi sangat penting oleh karena adanya
Undang Undang perlindungan anak, perlakuan kejahatan seksual pada anak-anak
akan mendapatkan sanksi yang berat. Pemerikaan sendiri dapat berupa
pemerikaan tanda- tanda seks sekunder, pertumbuhan gigi geligi, rontgen foto dari
jari jari tangan dan kaki.13, 14
Tanda-tanda kekerasan adalah perlukaan yang dialami korban berupa
pemukulan , gigitan ataupun pemaksaan pemaksaan lain yang bisanya berupa
memar dan lecet. 13, 14 Perlu diingat bahwa tidak ada-nya tanda tanda kekerasan
bukan berarti bahwa korban tiak diperkosa, oleh karena penggunaan obat-obatan
menyebabkan korban tidak apat melawan atau adanya ancaman yang luar biasa
sehingga korban tidak dapat melawan. 13, 14
Tanda-tanda persetubuhan ditujukan untuk memeriksa alat kelamin
yaitu berupa adanya tanda-tanda kekerasan akibat masuknya alat kelamin pelaku
kedalam alat kelamin korban, tanda-tanda tersebut adalah :
1. Ada tidak memar dan lecet pada bagian luar dan dalam alat kelamin
Pada kasus kekajahatan seksual pada anak anak balita tidak jarang
terjadi robekan sampai ke anus.
2. Robekan selaput dara , adanya robekan selaput dara harus ditentukan
hal hal sebagai berikut :
 Lokasi robekan – ditentukan sesuai dengan arah jam
 Robekan yang ditemukan baru atau lama
 Robekan sampai dasar atau tidak sampai dasar
Hal diatas penting untuk memperkirakan apakah robekan tersebut
karena alat kelamin pelaku atau oleh karena benda lain, interpretasi robekan
selaput dara harus dilakukan secara berhati –hati. Pada kasus sodomi,
pemeriksaan ditujukan pada daerah anus, hampir sama dengan perkosaan
ditentukan ada tidaknya luka lecet, jaringan parut (sering mengalami sodomi) dan
tonus otot lingkar anus. 13, 14
Adapun tanda-tanda persetubuhan lainnya adalah :
1. Tanda-Tanda Penetrasi
a. Robekan selaput dara
b. Perlukaan pada mulut vagina atau liang vagina
2. Tanda-Tanda Ejakulasi
a. Adanya sel sperma
b. Ada cairan sperma
3. Tanda-Tanda Akibat Persetubuhan .
a. Kehamilan
b. Penyakit menular seksual
2.2.5 Barang Bukti 12
Cari tahu apakah korban pingsan, untuk mengetahui penggunaan obat bius
atau obat tidur dan lakukan pemeriksaan urin dan darah untuk pemeriksaan
toksikologi. Pemeriksaan pakaian dilakukan dengan teliti, robekan atau kancing
yang copot, bercak darah, air mani, lumpur dsb. Pemeriksaan tubuh korban
meliputi pemeriksaan umu, penampilan, tanda bekas kekerasan, memar, luka
lecet, dilihat perkembangan alat kelamin sekunder.12
Lakukan pula pemeriksaan genitalia seperti rambut kemaluan yang
menumpuk, air mani mengering, pada vulva periksa tanda bekas kekerasan seperti
hiperemia, edema, luka memar. Periksa jenis selaput dara apakah ada ruptur atau
tidak, jika ada periksa rupture baru atau lama.12
Pengumpulan barang bukti menjadi sangat penting karena selain dapat
membuktikan adanya perkosaan dan membantu memastikan pelakunya, barang
bukti yang dikumpulkan ada berupa :
1. Swab dan bilas vagina
2. Urine
3. Darah
Barang bukti yang lain adalah :
1. Swab dan foto bekas gigitan
2. Pengambilan jaringa bawah kuku ( bila ada riwayat korban mencakar )
3. Sisiran rambut kemaluan
4. Celana dalam korban
5. Pakain korban dan lain – lain yan ada pada tubuh dan pakaian korban
2.2.6 Pemeriksaan Laboratorium 12
2.2.6.1 Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma dan cairan mani :
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan
adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut
a) Tanpa pewarnaan .
 Menurut Voight, sperma masih bergerak kira-kira 4 jam pasca
persetubuhan.
 Menurut Gonzales, sperma masih bergerak 30-60 menit pasca
persetubuhan.
 Menurut Ponzold, kurang dari 5 jam pasca persetubuhan, tetapi kadang-
kadang bila ovulasi atau terdapat sekret serviks, dapat bertahan sampai 20
jam.
 Menurut Nickols, sperma masih dapat ditemukan 5-6 hari
pascapersetubuhan walaupun setelah 3 hari hanya tinggal beberapa saja.
Menurut Voight, 66 jam pascapersetubuhan, sedangkan menurut Davies
dan Wilson 30 jam.
 Pada orang yang mati setelah persetubuhan, sperma masih dapat
ditemukan sampai 2 minggu pascapersetubuhan, bahkan mungkin lebih
lama. 12

Kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut yaitu bahwa spermatozoa


masih dapat ditemukan sampai 3 hari (72 jam) pasca persetubuhan, kadang-
kadang sampai 6 hari pasca persetubuhan. Bila sperma tidak ditemukan, belum
tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau
pascavasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan
vagina. 12
b) Dengan pewarnaan
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
dengan pulasan Malachite green. Keuntungan pulasan ini adalah inti sel epitel dan
leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit
tidak terwarnai. Kepala sperma tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
bewarna hijau.
c) Reaksi fosfatase asam
Cara pemeriksaan : bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring
yang telah terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit.
Kemudian kertas saring diangkat dan disemprot dengan reagens. Ditentukan
waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu.
b) Cara elektro-imunodifusi (baxter)
Cara ini adalah satu-satunya cara untuk menentukan dengan pasti adanya
mani manusia pada keadaan azoospermia. Dengan cara ini, Baxter dapat
menentukan adanya semen di dalam vagina sampai 4 hari pasca persetubuhan. 12,14
c) Elektroforetik (Adam & Wraxall)
Cara ini menggunakan lempeng akrilamid dan dikembangkan dengan
bufer (pH3), dilihat di bawah sinar ultra violet. Hasil : fosfatase asam seminal
bergerak sejauh 4 cm, sedangkan fosfatase asam vaginal bergerak sejauh 3 cm.
12,14

d) Reaksi florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermi dan cara lain untuk
menentukan semen tidak dapat dilakukan. Bila terdapat mani, tampak kristal
kholin-peryodida berwarna coklat, berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
12,14

e) Reaksi Berberio
Dasar reaksi adalah untuk menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen adalah larutan asam pikrat jenuh. Cara pemeriksaan reaksi ini sama
seperti reaksi Florence. Hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin
pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan
kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin
pula berbentuk ovoid. Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa. 12,14
2.2.6.2 Pemeriksaan Golongan Darah ABO
Penentuan golongan darah ABO pada semen golongan sekretor dilakukan
dengan cara absorpsi inhibisi. Hanya untuk golongan sekretor saja dapat
ditentukan golongan darah dalam semen. 12,14
2.2.6.3 Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
a. Visual
b. Perabaan
c. Pewarnaan Baechii

2.2.7 Korban laki-laki


Penting diketahui bahwa laki-laki juga mengalami GBV, dimana
korban laki-laki lebih jarang melaporkan kejadiannya karena rasa malu yang
berlebih, takut dihina, kriminalitas hubungan sesame jenis dan lambatnya
institusi atau petugas kesehatan mengenali beratnya masalah ini. Kebutuhan
pada korban laki-laki kurang lebih sama dengan wanita namun dibutuhkan
perhatian dimana sebagian banyak budaya menganggap laki-laki dapat
melindungi dirinya sendiri dan jika tidak kelaki-lakiannya dipertanyakan.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada korban laki-laki diantaranya :
 Periksa skrotum, testis, penis, jaringan peri-uretra, meatus uretra dan
anus
 Perhatikan apakah korban disirkumsisi atau tidak
 Lihat tanda hyperaemia, bengkak, torsio testis, memar, robekan anus
dll.
 Jika urin mengandung banyak darah, periksa trauma pada penis dan
uretra
 Jika terjadi torsio testis, ini merupakan kegawatdaruratan dan
membutuhkan rujukan ke bedah
 Jika ada indikasi, lakukan pemeriksaan rectum dan periksa rectum dan
prostat untuk tanda-tanda trauma atau infeksi.
 Kumpulkan sampel dari anus untuk pemeriksaan langsung sperma
dibawah mikroskop.
2.2.8 Korban anak-anak
Pemeriksaan yang dilakukan pada anak sama dengan orang dewasa
namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya :
 Catat berat badan, tinggi badan, dan fase pubertasnya. Pada anak
perempuan tanyakan apakah sudah menarche, jika sudah maka ada
kemungkinan kehamilan.
 Pada anak yang lebih kecil dapat diperiksa pada pangkuan orang tua.
Anak yang lebih tua dapat diberikan pilihan untuk duduk di kursi atau
di pangkuan orang tua atau berbaring di Kasur.
 Jangan melakukan pemeriksaan dalam
 Lihat apakah ada discharge vagina, pada anak perempuan pre-puber
specimen dapat diambil dengan cotton swab steril.
 Jangan gunakan speculum pada anak perempuan prepuber. Hanya
lakukan pemeriksaan speculum apabila ada penetrasi vagina dan ada
perdarahan vagina berat/tidak dapat dihentikan.
 Pada anak laki-laki, periksa luka pada frenulum dari preputium dan
periksa discharge di anus atau uretra.
 Jika tidak yakin ada tidaknya penetrasi, lakukan pemeriksaan genital
dan anal. Lakukan pemeriksaan anus pada anak dengan posisi supinasi
atau lateral.
 Catat posisi fisura atau robekan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai