Anda di halaman 1dari 21

Aspek

Medikolegal
Kejahatan
Seksual
Pembimbing :
Oleh: dr. Hery Wijatmoko, Sp. F DFM
Zuwina Zulia
Tiara Sundari
Nadia Oetami Putri
Nurul Tasnim
Pendahuluan
Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2006
(National Violence against Women Survey/NVAWS)
melaporkan bahwa 17,6% dari responden wanita dan 3%
dari responden pria pernah mengalami kekerasan seksual

Di Indonesia, menurut Komisi Nasional AntiKekerasan


terhadap Perempuan (KomnasPerempuan) sejak tahun 1998
sampai 2011tercatat 93.960 kasus kekerasan seksual
terhadapperempuan di seluruh Indonesia.

Salahsatu komponen penting dalam pengungkapan kasus


kekerasan seksual adalah Visum et Repertum yang dapat
memperjelas perkaradengan pemaparan dan interpretasi
bukti-bukti fisik kekerasan seksual.
segala jenis kegiatan atau
hubungan seksual yang
Kekerasan
dipaksakan dan/atau
Seksual
tanpa persetujuan
(consent) dari korban.
Semua perbuatan yang dilakukan
untuk mendapatkan kenikmatan
seksual. Diluar persetubuhan dan
Pencabulan tidak dikehendaki korban,
sekaligus mengganggu
kehormatan/asusila

pasal 81 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak
KUHP pasal 287 ayat 1 yang berbunyi,
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang
wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya bahwa
umurnya belum lima belas tahun, atau kalau
umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya
untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.”
pasal 289 sampai 294 KUHP, juga diatur tentang perbuatan
cabul sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan
Aspek Etik dan Medikolegal

objektif-
imparsial
Seorang dokter yang
memeriksa kasus kekerasan
seksual harus bersikap
profesio Konfide
nal nsial

Objektif imparsial: seorang dokter tidak boleh memihak atau bersimpati kepada korban
sehingga cenderung mempercayai seluruh pengakuan korban begitu saja
Konfidensial: Komunikasikan hasil pemeriksaan hanya kepada yang berhak mengetahui, seperti
kepada korban dan/atau walinya, penyidik kepolisian yang berwenang. Tuangkan hasil
pemeriksaan dalam visum et repertum sesuai keperluan saja
Profesionalitas dokter dalam melakukan pemeriksaan pada korban kekerasan seksual ditunjukkan
dengan melakukan pemeriksaan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu kedokteran yang umum dan
mutakhir, dengan memperhatikan hak dan kewajiban korban (sekaligus pasien).
Lanjutan…
Informasi tentang pemeriksaan harus diberikan sebelum pemeriksaan dimulai
/informed consent:
1. tujuan pemeriksaan dan kepentingannya untuk pengungkapan kasus.
2. prosedur atau teknik pemeriksaan, tindakan pengambilan sampel atau barang bukti.
3. dokumentasi dalam bentuk rekam medis dan foto, serta pembukaan sebagian rahasia
kedokteran guna pembuatan Visum et Repertum.

karena pada korban terdapat


barang bukti (corpus delicti)
harus diperhatikan prosedur legal
pemeriksaan
Syarat-syarat cakap hukum
1. berusia 21 tahun atau lebih, atau
belum 21 tahun tapi sudah pernah
Setiap pemeriksaan untuk menikah.
pembuatan visum et 2. tidak sedang menjalani hukuman.
repertum harus dilakukan 3. berjiwa sehat dan berakal sehat.
berdasarkan permintaan Apabila korban tidak cakap hukum
tertulis (Surat Permintaan persetujuan harus diminta dari
Visum/SPV) dari polisi walinya yang sah.
penyidik yang berwenang
Dua aspek yang penting diperhatikan
pada kasus kejahatan seksual/perkosaan
adalah:
1. Mengumpulkan bukti-bukti persetubuhan, seperti
robekan selaput dara, adanya cairan mani atau sel sperma
2. Mencari tanda-tanda kekerasan, seperti riwayat
kehilangan kesadaran dan luka-luka
wawancara wawancara
investigasi medis

wawancara wawancara
terapeutik Wawancara medikolegal
dengan
korban
meliputi
empat elemen:

Anamnesis
Anamnesis KHUSUS
What dan How +
UMUM When +Where +
Who
Pemeriksaan PEMERIKSAAN
Fisik KHUSUS

PEMERIKSAAN UMUM
1. tingkat kesadaran
2. keadaan umum
3. tanda vital
4. penampilan (rapi atau tidak, dandan, dan lain-lain)
5. afek (keadaan emosi, apakah tampak sedih, takut, dan sebagainya)
6. pakaian (apakah ada kotoran, robekan, atau kancing yang terlepas)
7. status generalis
8. tinggi badan dan berat badan
9. rambut (tercabut/rontok)
10. gigi dan mulut (terutama pertumbuhan gigi molar kedua dan ketiga)
11. kuku (apakah ada kotoran atau darah di bawahnya, apakah ada kuku yang tercabut
atau patah)
12. tanda-tanda perkembangan seksual sekunder
13. tanda-tanda intoksikasi NAPZA
14. status lokalis dari luka-luka yang terdapat pada bagian tubuh selain daerah kemaluan.
Pemeriksaan Fisik Khusus

 daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu


adanya perlukaan pada jaringan lunak atau bercak
cairan mani
penyisiran rambut pubis (rambut kemaluan), yaitu
apakah adanya rambut pubis yang terlepas yang
mungkin berasal dari pelaku, penggumpalan atau
perlengketan rambut pubis akibat cairan mani
daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha bagian
dalam (adanya perlukaan pada jaringan lunak,
bercak cairan mani)
labia mayora dan minora (bibir
kemaluan besar dan kecil), apakah ada
perlukaan pada jaringan lunak atau
bercak cairan mani
vestibulum dan fourchette posterior
(pertemuan bibir kemaluan bagian
bawah), apakah ada perlukaan
hymen (selaput dara), catat bentuk,
diameter ostium, elastisitas atau
ketebalan, adanya perlukaan seperti
robekan, memar, lecet, atau hiperemis.
Kesulitan utama yang umumnya dihadapi oleh dokter pemeriksa adalah pemeriksaan
selaput dara.Bentuk dan karakteristik selaput dara sangat bervariasi.Pada jenis-jenis
selaput dara tertentu, adanya lipatan-lipatan dapat menyerupai robekan.
vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir
serviks dan porsio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan
dan adanya cairan atau lendir
uterus (rahim), periksa apakah ada tanda kehamilan
anus (lubang dubur) dan daerah perianal, apabila ada indikasi berdasarkan
anamnesis
mulut, apabila ada indikasi berdasarkan anamnesis
daerah-daerah erogen (leher, payudara, paha, dan lain-lain), untuk
mencari bercak mani atau air liur dari pelaku
tanda-tanda kehamilan pada payudara dan perut
Trauma biasanya ditemukan dalam
pemerkosaan yang disebabkan oleh tidak
adanya respon, yaitu:

 tidak adanya kemiringan pelvik untuk


mempersiapkan penetrasi
 tidak adanya bantuan pasangan dengan
memasukkan penis atau objek lain
 tidak adanya lubrikasi
 tidak adanya relaksasi
Pemeriksaan Penunjang
Pakaian yang dipakai korban saat
kejadian; diperiksa lapis demi lapis untuk
mencari adanya trace evidence yang
mungkin berasal dari pelaku
Rambut pubis; yaitu dengan menggunting
rambut pubis yang menggumpal atau
mengambil rambut pubis yang terlepas pada
penyisiran.

Kerokan kuku

Darah; sebagai sampel pembanding untuk identifikasi dan untuk mencari


tanda-tanda intoksikasi NAPZA

Urin; untuk mencari tanda kehamilan dan intoksikasi NAPZA

Swab; dapat diambil dari bercak yang diduga bercak mani atau air liur dari kulit sekitar vulva,
vestibulum, vagina, forniks posterior, kulit bekas gigitan atau ciuman, rongga mulut (pada seks
oral), atau lipatan-lipatan anus (pada sodomi), atau untuk pemeriksaan penyakit menular seksual
Evaluasi, Penanganan, dan Konseling Korban Perkosaan

peran yang dapat dimiliki seorang dokter:

Attending doctor; peran dokter klinis yang umum, yang bertujuan


mendiagnosis dan mengobati atau menyembuhkan pasien
Assessing doctor; peran dokter dalam membantu pencarian bukti
tindak pidana, khususnya dengan membuat visum et repertum.

Setelah pemeriksaan forensik terhadap korban selesai, dilakukan tindak lanjut baik dari
aspek hukum maupun medis. Dari segi hukum, tindak lanjut pada umumnya berupa
pembuatan visum et repertum sesuai SPV dari penyidik polisi. Apabila korban belum
melapor ke polisi sehingga belum ada SPV, hasil pemeriksaan dapat diminta oleh korban
secara tertulis. Hasil pemeriksaan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk surat
keterangan medis.
Pasal-pasal dibawah ini tercantum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Bab XIV, tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan:

Pasal 284 Pasal 292


Pasal 285 Pasal 293
Pasal 286 Pasal 294
Pasal 287 Pasal 295
Pasal 288 Pasal 296
Pasal 289 Pasal 297
Pasal 290 Pasal 298
Pasal 291
Penutup

Penatalaksanaan yang baik dan sesuai prosedur


terhadap korban akan sangat membantu
pengungkapan kasus kekerasan seksual.

Dalam melakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan


korban kekerasan seksual, dokter harus
memperhatikan aspek etika dan medikolegal agar
dapat membantu korban seoptimal mungkin dalam
mendapatkan keadilan, tanpa menambah
penderitaan korban.

Anda mungkin juga menyukai