Anda di halaman 1dari 188

1 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed

DAFTAR ISI

BAB I. PENGANTAR & PRINSIP PEMERIKSAAN


KEDOKTERAN FORENSIK (1)

BAB II. VISUM ET REPERTUM SERTA CARA, SEBAB, &


MEKANISME KEMATIAN (7)

BAB III. IDENTIFIKASI FORENSIK (14)

BAB IV. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) (21)

BAB V. TANATOLOGI (24)

BAB VI. ASFIKSIA (33)

BAB VII. TRAUMATOLOGI (57)

BAB VIII. ABORSI (82)

BAB IX. INFANTISID (107)

BAB X. KEJAHATAN SEKSUAL (115)

BAB XI. KEMATIAN MENDADAK (120)

BAB XII. INTOKSIKASI FORENSIK (123)

BAB XIII. PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (143)

2 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


BAB I
PENGANTAR & PRINSIP
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Kedokteran forensik = ilmu pengetahuan yang


menggunakan multidisiplin ilmu tujuan untuk
membuat terang suatu perkara pidana dan
membuktikan ada tidaknya kejahatan atau
pelanggaran dengan memeriksa barang bukti
(Physical Evidence) dalam perkara tersebut.

 Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang


mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran
untuk kepentingan penegakkan hukum serta
keadilan.
 Persamaan Kedokteran Kehakiman; Legal
Medicine; Medical Jurisprudence; Forensic
Medicine. Clinical Forensic, Pathology Forensic
 ≠ Hukum Kedokteran (Medical Law)

Peran Kedokteran Forensik ?


Menentukan :
Mengapa : Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa
pelanggaran hukum menyangkut tubuh manusia.
Sejarah  forum
Bagaimana : Manfaatkan ilmu secara optimal &
penuh kejujuran, serta pemeriksaan KF thd korban
hidup / mati / bag tubuh manusia
Untuk : Temukan kelainan, Bilamana timbul,
Penyebab & sebab cedera, Penyebab, mekanisme,
saat & cara kematian, serta Identifikasi

 Kedokteran Forensik memiliki sub ilmu yaitu :


 Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi
anatomi
 Patologi Anatomi Forensik
 Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
3 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed
 Misal : berkaitan dengan obat-obatan
psikotropika yang bisa diperiksa
dengan sampel urine
 Parasitologi Forensik / Entomolgi Forensik
 Misal : kalau pada autopsi ditemukan
larva lalat ini harus diperiksa oleh
bagian parasitologi forensik supaya
bisa membantu menemukan waktu
kematian
 Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi
 Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh
tubuh dari tulang sampai gigi
 Radiologi Forensik
 Termasuk disini adalah photo-photo,
CT-Scan, dan USG.
 Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai
alat bukti pada proses hukum.
 Traumatologi Forensik
 Trauma terdiri dari : trauma fisik,
trauma kimia, dan balistik (senjata
api), dll
 Psikiatri Forensik
 Pemeriksaan yang dilakukan terhadap
pelaku, dimana pelaku melakukan
kejahatan berdasarkan adanya
gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan
oleh psikiater ataupun psikolog.
 Laboratorium Forensik
 Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA,
toksikologi tapi juga DNA yang diambil
dari jaringan yang tidak cepat
membusuk.Misal : rambut, percikan
darah

4 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


Proses penyidikan perkara pidana
a.menerima laporan/informasi dan atau melihat
langsung terjadinya perkara, masuk Berita
Acara Pemeriksaan (BAP)
b.mencari informasi/memeriksa TKP dan para
saksi peristiwa serta pemeriksaan para saksi

5 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk
pemeriksaan barang bukti korban/terdakwa
atas dasar legalitas hukum
d.penyidikan lebih lanjut atas
informasi/keterangan para ahli
e.pemberian label terhadap barang bukti mati
dan surat permintaan pemeriksaan/ konsultasi
kepada yang lebih berwenang
f. pengawalan langsung terhadap
pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus
korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu
g.pendekatan dan penjelasan kepada keluarga
korban atau korban untuk macam pemeriksaan
Kedokteran Forensik dan persetujuannya
(Informed Consent)

 Jadi Singkatnya :
 ada surat permintaan penyidik
 ada surat persetujuan
keluarga/korban/terdakwa untuk
pemeriksaan
 legalitas hukum pengiriman Barang
Bukti/korban atau terdakwa untuk
pemeriksaan

Dalam proses pemeriksaan medis


 kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan
penyidik (termasuk keluarga bila perlu)
 penyidik siap melihat langsung pemeriksaan
dan mengamankan lingkungan, mencatat serta
membuat dokumentasi fakta pada korban/BB
akibat peristiwa
 penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan
penghubung keluarga sesuai kebutuhan pihak
medis
 penyidik siap menerima BB yang lain yang
terdapat pada korban/BB untuk pemeriksaan

6 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang
pengadilan
 menyerahkan jenazah korban atau korban
hidup kepada keluarga setelah pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dianggap selesai
 menerima hasil pemeriksaan medis, sementara
atau definitif
 bertanggung jawab terhadap seluruh biaya
pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur RS,
Pasal 136 KUHAP)

Dalam proses sidang pengadilan


 koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa,
para saksi/saksi ahli dan penasehat hukum
serta keluarga korban/terdakwa
 pertanggunganjawab masing-masing para
saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa atau
korban hidup yang dapat/siap di sidang
 pengawalan dan pengamanan lingkungan,
terdakwa, korban hidup dan para saksi/saksi
ahli
 surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban
hidup dan terdakwa
 kesiapan alat bukti, barang bukti untuk
dipertanggungjawabkan dalam forum
 kesiapan forum sidang pengadilan sesuai
hukum yang berlaku
 kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk
mengucapkan sumpah di forum sidang
pengadilan

Kerahasiaan
 kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-
masing

7 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


 tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang
pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli dan
penyidik
 kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di
luar forum pengadilan sebelum dan sesudah
perkara selesai
 ada sanksi terhadap para personalia pemegang
rahasia

Prinsip hasil pemeriksaan medis


 obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak
medis
 berdasarkan norma atauran/standart
pelayanan medis, khususnya standart
pelayanan kedokteran forensik
 landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran
orientasi ilmu hukum
 dapat dipertanggungjawabkan secara medis
berorientasi / tidak berorientasi dengan ilmu
hukum

Informed concent
 prinsipnya merupakan hak korban/keluarga
korban untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan informasi dari pihak penyidik
(Pasal 134 KUHAP)
 penyidik perlu koordinasi dengan tim medis
dan keluarga korban untuk ,menentukan
macam pemeriksaan (PL, otopsi, TKP,
penunjang, dll)
 penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam
menentukan pemeriksaan jenazah (PL, otopsi)
 Jadi Informed Consent :
 dari pihak penyidik untuk tim medis dan
penyidik berupa surat permintaan V et R

8 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


 dari korban/keluarga korban – antara pihak
penyidik, tim medis dan keluarga korban
berupa surat persetujuan keluarga
 dari keluarga korban – untuk :
 pangruti jenazah (agama)
 pengawetan jenazah (penundaan
pemakaman dan WNA)
 pengiriman/transportasi jenazah
(Ambulance dan pesawat terbang)

Rekam Medis
 Rekam medis tertuang/tertulis dalam status
korban, berkaitan dengan segala macam
pemeriksaan medis serta hasilnya
 V et R adalah merupakan laporan data dari RM
murni yang sudah dianalisa dari data RM dan
pertanggungjawabnya
 RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit,
pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun 1966
dan Pasal 170 KUHAP).
 Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas
sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP), bila diluar
sidang sanksinya menurut hukum yang
berlaku.
 RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari
Permenkes RI.

Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis

Korban/penderit Merupakan Merupakan pasien


a barang bukti
medis
Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi
Awal kontrak /Kontrak Kontrak pemeriksaan
permintaan pemeriksaan daridari pasien sendiri
pemeriksaan pihak berwenang

9 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


(polisi, jaksa,
hakim)

Format laporan Dalam bentukDalam bentuk surat


visum et repertum keterangan medis
(misal surat keterangan
sehat)
Penyerahan Diserahkan Diserahkan hanya
laporan kepada pihakkepada pasien
pemohon
Masa berlaku Sampai Ada batas waktu
berakhirnya tertentenggang waktu
proses peradilan tertentu)
Informed Tidak diperlukan Harus ada
consent

BAB II
VISUM ET REPERTUM SERTA
CARA, SEBAB, & MEKANISME KEMATIAN

Pengertian
 Menurut bahasa : berasal dari kata latin yaitu
visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum
(melaporkan).
 Menurut istilah : adalah laporan tertulis yang
dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
10 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan
diperiksa berdasarkan keilmuannya.
 Menurut lembar negara 350 tahun 1973 : Suatu
laporan medik forensik oleh dokter atas dasar
sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang
bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain,
biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis
(peluru, selongsong) atas permintaan tertulis
oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.

Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum


Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu
barang bukti (corpus delicti) yang sah di
pengadilan karena barang buktinya sendiri telah
berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi
VeR merupakan barang bukti yang sah karena
termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal


184, yaitu:
1.Keterangan saksi
2.Keterangan ahli
3.Keterangan terdakwa
4.Surat-surat
5.Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:


1.Memberikan kenyataan (barang bukti) pada
hakim
2.Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab
akibat
3.Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli
lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang
lebih baru

Pembagian Visum et Repertum


Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
11 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
1.VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a.VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika,
dimana korban tidak memerlukan perawatan
dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak
menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka
yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka
derajat I atau luka golongan C.
b.VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk
sementara waktu, karena korban memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga
menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka
tidak ditentukan dan tidak ditulis pada
kesimpulan.
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
 Menentukan apakah ada tindak pidana
atau tidak
 Mengarahkan penyelidikan
 Berpengaruh terhadap putusan untuk
melakukan penahanan sementara terhadap
terdakwa
 Menentukan tuntutan jaksa
 Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana
luka korban telah dinyatakan sembuh atau
pindah rumah sakit atau pindah dokter atau
pulang paksa. Bila korban meninggal, maka
dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis
kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2.VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap
korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR
ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan
mekanisme kematian.
3.Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan
keadaan benda atau bagian tubuh korban,
misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh,
tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak
12 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
yang menyatakan bahwa ekspertise bukan
merupakan VeR.

Pembagian lain visum et repertum :


1.menurut peristiwa :
a. VeR perlukaan
b. VeR kejahatan seksual
c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah
2.menurut barang bukti :
b.VeR hidup
b.VeR mati
3.menurut sifat :
b.VeR sementara, lanjutan, definitif
b.VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP

Susunan Visum et Repertum


Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1.Pembukaan
Ditulis ‘pro justicia’ yang berarti demi keadilan
dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti
materai.
2.Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi:
 Identitas tempat pembuatan visum
berdasarkan surat permohonan mengenai
jam, tanggal, dan tempat
 Pernyataan dokter, identitas dokter
 Identitas peminta visum
 Wilayah
 Identitas korban
 Identitas tempat perkara
3.Pemberitaan
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
 Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang
pengetahuan kedokteran

13 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
 Untuk ahli bedah yang mengoperasi 
dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika
diopname  tulis diopname, jika pulang 
tulis pulang
 Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata
latin
 Tidak dibenarkan menulis dengan angka,
harus dengan huruf untuk mencegah
pemalsuan.
 Tidak dibenarkan menulis diagnosis,
melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan
keadaan luka.
4.Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi
dokter tentang hubungan sebab akibat antara
apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan
penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi
luka, atau bila korban mati maka dokter menulis
sebab kematiannya.
5.Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji,
tanda tangan, dan nama terang dokter yang
membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat
sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan
dokter.

Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1.Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak
menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi
pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya
menurut KUHP pasal 352 ayat 1.
2.Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B

14 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut
menyebabkan penyakit atau menghalangi
pekerjaan korban untuk sementara waktu.
Hukuman bagi
3.Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6,
yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh
atau membawa bahaya maut (NB : semua luka
tembus yang mengenai kepala, dada atau
perut dianggap membawa bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi
pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan
ibu

Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan


Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta VeR
1.Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu
pihak kepolisian yang diangkat negara untuk
menjalankan undang-undang.
2.Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari
Pemda Tk II.
3.Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara
yang telah lewat.
4.Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133
ayat C.

Syarat pembuat:
 Harus seorang dokter (dokter gigi hanya
terbatas pada gigi dan mulut)
 Di wilayah sendiri
 Memiliki SIP
15 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak


berwenang meminta dokter untuk membuat VeR
korban hidup, yaitu:
1.Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2.Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak
boleh dititip melalui korban atau keluarganya.
Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3.Bukan kejadian yang sudah lewat sebab
termasuk rahasia jabatan dokter.
4.Ada alasan mengapa korban dibawa kepada
dokter.
5.Ada identitas korban.
6.Ada identitas pemintanya.
7.Mencantumkan tanggal permintaan.
8.Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak


berwenang meminta dokter untuk membuat VeR
jenazah, yaitu:
1.Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2.Harus sedini mungkin.
3.Tidak bisa permintaannya hanya untuk
pemeriksaan luar.
4.Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5.Memberikan label dan segel pada salah satu ibu
jari kaki.
6.Ada identitas pemintanya.
7.Mencantumkan tanggal permintaan.
8.Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter


harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat
permintaan, dan mencatat nama petugas yang
mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk
menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20
16 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi
40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

Lampiran visum
 Fotografi forensik
 Identitas, kelainan-kelainan pada gambar
tersebut
 Penjelasan  istilah kedokteran
 Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi,
patologi, sitologi, mikrobiologi)

CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN

Cara kematian = macam kejadian yang


bertanggung jawab terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan

Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang


bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian

Sebab kematian :
1.Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT,
urogenital
2.Trauma :
a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek,
patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi
17 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan
fisiologik dan atau biokimia yang bertanggung
jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli
6. dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa
mekanisme

BAB III
IDENTIFIKASI FORENSIK

Definisi :
 Identifikasi adalah penentuan atau pemastian
identitas orang yang hidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang
tersebut.
 Identifikasi forensik merupakan usaha untuk
mengetahui identitas seseorang yang ditujukan

18 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan
proses peradilan.

Tujuan Identifikasi forensik :


1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi &
yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan
administratif & pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan
perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal
(bila ada)

Peran Identifikasi :
1.Pada Orang Hidup
o semua kasus medikolegal
o penjahat atau prajurit militer yang melarikan
diri
o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk
menentukan siapa orang tuanya
o anak hilang
o orang dewasa yang karena sesuatu hal
kehilangan uangnya
o tuntutan hak milik
o untuk kepentingan asuransi
o tuntutan hak pensiun
2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;
o kasus peledakan
o kasus kebakaran
19 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
o banjir
o kasus kematian yang dicurigai melanggar
hukum

Ada dua metode, yaitu ;


a. Identifikasi Komparatif
- Dalam komunitas terbatas
- Data antemortem & postmoterm tersedia
b.Identifikasi Rekonstruktif
- Komunitas korban tidak terbatas
- Data antemortem tidak tersedia

Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :


1. Secara visual  keluarga/rekan memperhatikan
korban (terutama wajah). Syarat : korban dalam
keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi
faktor sugesti dan emosi
2. Pengamatan pakaian  catat: model, bahan,
ukuran, inisial nama & tulisan pada pakaian.
Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan
pakaian (20x10 cm), foto pakaian
3. Pengamatan perhiasan  catat : jenis (anting,
kalung, gelang, cincin dll), bahan (emas,perak,
kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan
perhiasan dengan baik
4.Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll
5. Medis  pemeriksaan fisik : tinggi & berat
badan, warna tirai mata, adanya luka bekas
operasi, tato

20 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
6. Odontologi  bentuk gigi & rahang : khas,
sangat penting bila jenazah dalam keadaan
rusak/membusuk, perlu diingat : dental record
di Indonesia masih sangat terbatas
7. Sidik jari  tidak ada dua orang yang memiliki
sidik jari yang sama mudah dan murah
8. Serologi  memeriksa darah dan cairan tubuh
korban
9. DNA  sangat akurat, tapi mahal
10. Ekslusi  biasanya digunakan pada korban
kecelakaan masal, menggunakan data/daftar
penumpang

Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam,


yaitu :
1. Identifikasi primer :
 DNA
 Sidik Jari
 Odontologi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin
keakuratan dilakukan 2-3 metode pemeriksaan
dengan hasil (+)
2. Identifikasi sekunder
Cara sederhana : melihat langsung ciri
seseorang dengan memperhatikan perhiasan,
pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
Cara Ilmiah : melalui tektik keilmuan tertentu
seperti sidik jari, kedokteran, odontologi, DNA ,
dll

Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan :


 Ras
 Jenis Kelamin

21 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Perkiraan umur
 Tinggi badan

Penentuan Jenis Kelamin : wajah, potongan tubuh,


bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada,
pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis,
rangka, dan histologik/kromosom.
Penentuan jenis kelamin berdasarkan rangka :
rangka wanita lebih halus, indeks iscium-pubis
wanita lebih besar 15% dari ukuran laki-laki, luas
permukaan prosesus mastoideus wanita lebih kecil,
manubrium sterni wanita separuh panjang korpus
sterni, tulang panjang wanita lebih pendek, lebih
ringan, lebih halus, dan impressinya lebih sedikit.

Penentuan umur :
- bayi baru lahir : penentuan umur kehamilan,
viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat
penulangan, tinggi badan ( jarak antara kepala
samapai ke tumit/crown-heel, jarak antara
kepala ke tulang ekor/crown-rup)
- anak-anak & dewasa < 30 thn : persambungan
spheno-occipital tjd dlm umur 17-25 thn (pd
wanita 17-20 thn), unifikasi tulang selangka
mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia
31 thn ke atas, korpus vertebrae sblm usia 30
thn menunjukkan alur-alur yang berjalan radier
pada bgn permukaan atas&bawah
- dewasa > 30 thn : sutura sagitalis. Coronaries,
dan lamboideus mulai menutup pada usia 20-
30 thn, sutura parietomastoid dan sutura
squamaeus menutup usia lima tahun kemudian
– 60 thn, sutura sphenoparietal menutup usia
70 thn

Penentuan tinggi badan :


Melalui pengukuran tulang panjang :
22 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o femur 27% dr tinggi badan
o tibia 22% dr tinggi badan
o humerus 35% dr tinggi badan
o tulang belakang dr tinggi badan

Formula Stevenson :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x pjg Femur) +
2,1756
o TB = 81,5115 + (2,8131 x pjg Humerus) +
2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x pjg Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x pjg Radius) +
2,6791
Formula Trotter dan Gleser :
o TB = 70,37 + 1,22 (pjg Femur + pjg Tibia) +
3,24

Pengukuran dengan osteometric board & tulang


harus kering
Melakukan identifikasi jenazah kepada :
 Jenazah tidak dikenal
 Jenazah yang membusuk atau kerangka
 Kasus penculikan anak
 Kasus bayi tertukar
 Keraguan siapa orang tua anak

Identifikasi korban bencana masal :


 Organisasi Interpol
 Secara internasional identifikasi korban massal
adalah tanggung jawab polisi
 Interpol Disaster Victim Identification Standing
Comittee yang beranggotakan 114 negara di
dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon
Yang harus dilakukan :
23 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian
Peristiwa), Kegiatan :
 Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dgn
ukuran 5 x 5 m.
 Memberi tanda setiap sektor.
 Memberikan label pandang dan label orange
pada jenazah dan potongan jenazah diikat pada
tubuh/ibu jari kaki korban.
 Memberikan label putih pada barang-barang
pemilik tercecer.
 Membuat sketsa dan foto tiap sektor
 Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang,
dengan :
• Memasukkan jenazah dan potongan
jenazah dalam karung plastik dan diberi
label sesuai nomor jenazah.
• Memasukkan barang-barang yang terlepas
dari tubuh korban dan diberi label sesuai
nomor jenazah.
• Diangkut ketempat pemeriksaan dan
penyimpanan jenazah dan dibuat berita
acara penyerahan kolektif.

Fase II : Unit postmortem :


• Menerima jenazah/potongan jenazah dan
barang dari unit TKP.
• Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman
tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh
potongan jenazah dan barang-barang.
• Membuat foto jenazah.
• Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir
interpol
• Mengambil sidik jari korban dan golongan
darah (Ident/Labfor).
• Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram).

24 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• Membuat Ro. Foto jika perlu.
• Melakukan otopsi.
• Mengambil data-data ke unit pembanding.

Fase III : Unit ante mortem


• Mengumpulkan data-data nama korban dari
daftar penumpang serta data semasa hidup
seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan
dari instansi tempat korban bekerja,
keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi,
polisi (sidik jari).
• Memasukkan data-data yang masuk dalam
formulir yang tersedia formulir AM Kuning.
• Mengelompokkan data-data Ante
Mortem.berdasarkan :
o Jenis kelamin
o Umur
o Kewarganegaraan
• Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke
unit pembanding data

Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
o Cek dan recek hasil unit pembanding data.
o Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
o Membuat surat keterangan kematian untuk
korban yang dikenal dan surat-surat lain yang
diperlukan.
o Menerima keluarga korban.
o Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi
identifikasi sangat membantu masyarakat
mendapat informasi yang terbaru dan akurat.

Fase V
25 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Dilakukan Evaluasi
• Dilakukan evaluasi yang komprehensif
terhadap masing-masing fase

BAB IV
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)

Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat
terjadinya peristiwa tindak pidana atau kecurigaan
suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.

Penyidik:
1.melakukan pengamatan/observasi TKP
2.membuat sketsa/foto
3.penanganan korban

26 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
4.penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5.penanganan terhadap barang bukti

KUHP pasal 20  minta bantuan dokter, apakah


kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau  sanksi KUHP pasal 24

Bantuan dokter dapat berupa:


1. persiapan  permintaan tertulis atau tidak,
catat tanggal permintaan, siapa peminta,
lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP
2. biaya  ditanggung yang meminta
3. jika korban masih hidup 
• identifikasi secara visual: pakaian secara
visual terhadap perhiasan, dokumen, kartu
pengenal lainnya
• identifikasi medik  dari ujung rambut
sampai kaki termasuk gigi dan identifikasi
sidik jari
4. jika korban mati  buat sketsa foto  situasi
ruangan, lihat TKP (porak-poranda atau
tenang):
• identifikasi  lihat bab identifikasi
• lihat tanatologi  suhu rektal, lebam
mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2.
relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4.
perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku
mayat, 7. pembusukan)
• lihat lukanya  lokasi luka, garis tengah
luka, banyak luka, ukuran luka (cm ditulis
sentimeter), sifat luka:
o tepi luka (jika ditautkan berbentuk
garis atau tidak)
o sudut luka (tumpul atau tidak)
o jembatan jaringan (terpotong atau
tidak)
27 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o ada lecet atau memar di sekitar luka
o tanda: fraktur atau krepitasi tulang
o dasar luka (bersih atau tidak)
o koordinat luka
Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul,
dll
• darah
o warna merah/tidak
o tetesan, genangan, atau garis
o melihat bentuk/sifat darah  dapat
diperkirakan sumber darah
 darah bundar tepi kecil  darah jatuh
vertikal jarak = 60 cm
 darah bundar, tepi seperti jarum 
darah jath vertikal jarak 60-120 cm
 darah bundar, tepi garis seperti roda
 darah jatuh secara vertikal jarak >
120 cm
 darah bulat lonjong  darah jatuh
arahnya miring
o distribusi darah
 dari dada ke kaki
 bentuk genangan (bunuh diri), morat
marit (pembunuhan)
o sumber
 dari arteri (pancaran lebih jauh dan
warna lebih terang)
 darah merah berbuih  dari saluran
respirasi
 darah coklat hitam  dari saluran
cerna
5.identifikasi lanjutan
• ada sperma atau tidak
• pengambilan darah : jika di dinding kering
 dikerok, jika pada pakaian  digunting
28 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
• darah basah/segar  masukan termos es 
kirim ke lab kriminologi
6.identifikasi lanjutan
• rambut
• sperma kering atau tidak secara visual 
sinar UV
• air ludah, bekas gigitan  bisa ditentukan
golongan darah
7.membuat kesimpulan di TKP
• mati wajar atau tidak
• bunuh diri  genangan darah, TKP tengang
tidak morat-marit, ada luka percobaan,
luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada
luka tangkisan, pakaian masih baik
• pembunuhan  TKP morat marit, luka
multipel, ada luka yang mudah dicapai ada
yang tidak, luka di sembarang tempat,
pakaian robek, ada luka tangkisan karena
perlawanan
• kecelakaan
• mati wajar  karena penyakit

Dengan melihat keadaan TKP lakukan :


1.penentuan mati wajar atau tidak
2.menentukan saat kematian
3.menentukan cara kematian/menentukan
diagnosis mati

Tugas dokter di TKP  untuk membantu visum dan


otopsi apakah sesuai dengan TKP atau tidak.

29 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB V
TANATOLOGI
Pengertian
Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
Logos: ilmu
adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang
mempelajari kematian dan perubahan yang
terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut. Atau Ilmu
yang mempelajari tentang mati dan diagnostik
mati dan perubahan postmortem dan faktor-
faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa
saja.

Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosa mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian

Defenisi mati : Berhentinya ketiga sistem yaitu


kardiovaskular, respirasi , dan sistem daraf pusat,
yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak
terkonsumsinya oksigen.

Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV,
Sist.respiratory) mati  ireversibel/menetap,
tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa
berfungsi sementara  memungkinkan untuk
transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan
berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ &
jaringan, sesaat setelah kematian somatis
( otak & jar.syaraf +5 menit setelah mati klinis,

30 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
otot +4 jam setelah mati klinis, kornea +6 jam
setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa
susunan saraf pusat mengalami mati seluler
dalam waktu 4 menit; otot masih dapat
dirangsang (listrik) sampai kira-kira 2 jam
pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah
4 jam; dilatasi pupil masih terjadi pada
pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan
sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli
anterior, pemberian pilokarpin 1% atau
fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis
hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat
berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati
dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin
2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih
bertahan hidup beberapa hari dalam
epididimis; kornea masih dapat
ditransplantasikan dan darah masih dapat
dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca
mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu
diketahui suatu keadaan yang dikenal dengan
istilah mati suri atau apparent death. Mati suri
ini terjadi karena proses vital dalam tubuh
menurun sampai taraf minimum untuk
kehidupan, sehingga secara klinis sama dengan
orang mati. Dalam literatur lain mati suri
adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan
yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana. Dengan peralatan kedokteran
canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga
sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri
sering ditemukan pada kasus keracunan obat
tidur (barbiturat), tersengat aliran listrik,
kedinginan, mengalami anestesi yang dalam,
mengalami acute heart failure, mengalami

31 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
neonatal anoxia, menderita catalepsy dan
tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak
yang irreversibel, kecuali batang otak dan
serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi)
o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang irreversibel,
termasuk batang otak dan serebelum

Diagnosa mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas
refleks hilang
Mendeteksi tidak berfungsinya Respirasi :
1.Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan
palpasi.
2.Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3.Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas
yang kita taruh diatas perut korban pada tes
Winslow.
4.Tidak ada uap air pada cermin yang kita
letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban.
5.Tidak ada gerakan bulu burung yang kita
letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban.
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem
saraf, yaitu :
1.Areflex
2.Relaksasi
3.Pergerakan tidak ada
4.Tonus tidak ada
5.Elekto Ensefalografi (EEG) mendatar / flat

Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem


kardiovaskuler, yaitu :
1.Denyut nadi berhenti pada palpasi.

32 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
2.Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada
auskultasi.
3.Elektro Kardiografi (EKG) mendatar / flat.
4.Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada
ujung jari tangan setelah jari tangan korban
kitaikat.
5.Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan
larutan Icard subkutan tidak berwarna kuning
kehijauan.
6.Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada
insisi arteri radialis.
Tanda kematian :
Tidak pasti
• Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari
10 menit
• Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
bergerak ke arah tepi retina dan kemudian
menetap
• Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan
Pasti
• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (decomposition,
putrefaction)
• Adiposera atau lilin mayat
• Mummifikasi

Perubahan post mortem :


• Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah
mengendap terutama pembuluh darah besar

33 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada →
rahang bawah melorot
• Perubahan pada mata : pandangan mata kosong,
refleks (-)
• 10-12 jam → keruh kornea
• Penurunan suhu badan : karena perpindahan
panas ke dingin melalui konduksi, konveksi dan
radiasi serta evaporasi
Penurunan suhu = 10x(37-temperatur
rektal) = ..... jam

Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung


rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh Glaister
dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat
Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5
• Perubahan pada kulit :
Lebam mayat (livor mortis) : terjadi karena
pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya
gaya gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna
biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah.
Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam
mayat masih bisa ditekan dan masih bisa
berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat
mempercepat timbulnya lebam mayat.
Korban meninggal -> peredaran darah berhenti
-> stagnasi ->
akibat gravitasi -> darah mencari tempat yang
terendah ->
terlihat bintik-bintik merah kebiruan.
Timbul : 15 – 20 menit
Lokalisasi : tempat yang terendah
34 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Kecuali : bagian tubuh yang
- tertekan dasar
- tertekan pakaia
Perbedaan antara lebam mayat & hematom 
lihat bab traumatologi
4 jam setelah meninggal -> extravasasi pigment
darah -> letak lebam mayat tidak berubah, bila
posisi mayat tidak diubah.
Warna lebam mayat:
- Normal : Merah kebiruan
- Keracunan CO : Cherry red
- Keracunan CN : Bright red
- Keracunan nitro benzen : Chocolate brown
- Asphyxia : Dark red

Warna Lebam Mayat


Lebam mayat sering berwarna merah padam,
tetapi bervariasi, tergantung oksigenasi sewaktu
korban meninggal. Bila terjadi bendungan,
hipoksia, mayat memiliki warna lebam yang lebih
gelap karena adanya hemoglobin tereduksi
dalam pembuluh darah kulit. Lebam mayat
merupakan indikator kurang akurat dalam
menentukan mekanisme kematian, dimana tidak
ada hubungan antara tingkat kegelapan lebam
mayat dengan kematian yang disebabkan
asfiksia. Sering kematian sebab wajar oleh
karena gangguan koroner atau penyakit lain
memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area
lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan
dengan area lebam mayat berwarna lebih gelap.
Hal ini akan berubah seiring memanjangnya
interval post mortem. Sering kali warna lebam
mayat merah terang atau merah muda. Kematian
yang disebabkan hipotermi atau terpapar udara
dingin selama beberapa waktu, seperti
tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat
35 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
menentukan penyebab kematian, tetapi relatif
tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar
udara dingin setelah mati (terutama bila mayat
yang di dalam lemari es mayat) dapat terjadi
perubahan lebam dari merah padam menjadi
merah muda.
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah
jelas merupakan hasil dari perubahan
hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin.
Hal ini dapat dimengerti pada kasus hipotermi,
dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal
mengambil oksigen dari sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah
padam berubah menjadi merah muda pada batas
horizontal anggota tubuh bagian atas, warna
lebam pada anggota tubuh bagian bawah tetap
gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif
lebam dapat ditentukan, dimana hemoglobin
lebih mudah mengalami reoksigenasi karena
eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam.
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih
berguna. Yang paling sering adalah merah
terang (cherry-pink), oleh karena
karboksihemoglobin (CO-Hb) terletak pada
seluruh jaringan, warna ini khas dan sering
merupakan indikasi pertama adanya keracunan
karbonmonoksida (CO). Keracunan sianida (CN)
memiliki ciri khas tertentu, yaitu warna lebam
mayat merah kebiruan yang disebabkan terjadi
bendungan dan sianosis (kurang O2, karena
pelepasan O2 ke jaringan dihambat). Bila ahli
forensik tidak teliti terhadap penyebab dari
riwayat dan bau sianida (CN-bau amandel),
sangatlah susah menggunakan lebam mayat
sebagai satu-satunya indikasi penyebab
kematian. Lebam mayat yang berwarna merah
kecoklatan pada methemoglobinemia dan dapat
36 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
memiliki warna yang bervariasi pada keracunan
aniline dan klor. Kematian yang disebabkan
sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai
agen infeksi, bercak berwarna pucat keabuan
dapat terkadang terlihat pada kulit, Walaupun
hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan
laboratorium sederhana yaitu test resistensi
alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan
menetesi contoh darah yang telah diencerkan
dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna tetap
beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan
pada CN, warna segera menjadi coklat oleh
karena terbentuknya hematina alkali. Pada
anemi berat, lebam mayat yang terjadi sedikit,
warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih
lambat. Pada polisitemia sebaliknya lebam
mayat lebih cepat terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan lebam mayat adalah: viskositas
darah, termasuk berbagai penyakit yang
mempengaruhinya, kadar Hb, dan perdarahan
(hipovolemia).
• Perubahan pada otot
Rigor mortis : karena adanya kelenturan otot
setelah mati karena adanya metabolisme tingkat
selular masih berjalan berupa pemecahan
cadangan glikogen→energi→ADP→ ATP. Selama
masih ada energi→aktin miosin masih regang.
Jika glikogen otot habis dan energi tidak ada
maka ADP tidak bisa jadi ATP → ADP tertumpuk →
aktin miosin membeku → kaku.
Timbul : 1-3 jam postmortem, dipertahankan 6-12
jam, dimulai dari otot kecil : rahang bawah,
anggota gerak atas, dada, perut dan anggota
bawah kemudian kaku lengkap dalam 6-12 jam
dan dipertahankan 24-48 jam.

37 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Faktor yang mempercepat terjadinya rigor
mortis, yaitu :
• Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal.
• Suhu tubuh tinggi.
• Konstitusi berupa tubuh kurus.
• Suhu lingkungan tinggi.
• Umur yaitu anak-anak dan orang tua.
• Gizi yang jelek.
Kekakuan yang menyerupai kaku mayat :
1.Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
o akibat habisnya cadangan glikogen dan
ATP yang bersifat setempat pada saat mati
klinis karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesaat sebelum meninggal
o kaku mayat timbul dengan intensitas
sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer, mayat langsung mengalami
kekakuan secara terus-menerus sampai
terjadi relaksasi sekunder
o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan
pistol atau senjata tajam, mati tenggelam,
mati mendaki gunung, pembunuhan
dimana korban menggenggam robekan
pakaian pembunuh.
Pembeda Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Waktu timbul Dua jam setelah
meninggal. Sesaat sebelum meninggal
Rigor mortis lengkap (intravital) dan menetap
setelah 12 jam.
Faktor Kelelahan, emosi hebat,
-
predisposisi ketegangan, dan lain-lain.
Etiologi Habisnya cadangan
Habisnya cadangan
glikogen pada otot
glikogen secara general.
setempat.
Pola Sentripetal, dari otot-otot
Kaku otot pada satu
terjadinya kecil kemudian otot
kelompok otot tertentu.
kaku otot besar.

38 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Kepentingan Untuk menunjukkan sikap
medikolegal terakhir masa hidupnya.
Untuk penentuan saat
Biasanya pada kasus
kematian.
pembunuhan, bunuh diri,
dan kecelakaan.
Suhu mayat Dingin. Hangat.
Kematian sel. Ada. Tidak ada.
Relaksasi
Ada Tidak ada
primer
Timbulnya Lambat Cepat
Lamanya Lambat hilang
Cepat hilang
(dipertahankan)
Koordinasi
Kurang Baik
otot
Lokasi otot Menyeluruh Setempat (yang aktif)
Rangsangan
Tidak ada respon otot. Ada respon otot.
sel.
Kaku otot. Dapat dilawan dengan Perlu tenaga kuat untuk
sedikit tenaga. melawannya.

2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot
oleh panas
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga
menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan
lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic
attitude) pada kasus mati terbakar
3.Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk
cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot

• Pembusukan :
a. Autolisis
o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari
nukleus→sitoplasma→dinding→hancur
b.Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum

39 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o Setelah mati → daya tahan tubuh turun
karena leukosit menurun → kuman mudah
masuk ke pembuluh darah → media baik
untuk tumbuh kuman → hancurkan darah dan
bentuk amonia dan H2S → pertama kali
terlihat didaerah kanan pada fossa iliaka
kanan tepatnya disekum terlihat warna ungu
(livide) yang merupakan reaksi Hb dan H2S →
methsulf –Hb.
o Gas pembusukan masuk ke pembuluh darah
→ pembuluh darah melebar sehingga perut
menggembung → pecahnya kapiler di alveoli
→ keluar darah lewat hidung.
o Pembusukan dimulai 48 jam postmortem,
belatung pada 36 jam kemudian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat-


lambatnya pembusukan mayat, yaitu :
a. dari luar
1) Mikroorganisme/sterilitas.
2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F)
mempercepat pembusukan. Berhenti pada
suhu 2120F
3) Kelembaban udara yang tinggi
mempercepat pembusukan.
4) Sifat medium. Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1
(di udara pembusukan paling cepat, di tanah
paling lambat). Hukum Casper.
b. dari dalam
1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa
paling lambat terjadi pembusukan.
2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat
membusuk daripada tubuh kurus.
3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan
sepsis mempercepat pembusukan.
Dehidrasi memperlambat pembusukan.

40 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post
partum) lebih cepat mengalami
pembusukan.

Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan


terjadi pembusukan :
1) cepat : otak, lambung, usus, uterus
hamil/post partum
2) lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma
3) paling lambat : prostate, uterus yang tidak
hamil

Perbedaan Bulla Intravital dan Bulla Pembusukan

Bulla Intravital Perbedaan Bulla


Pembusukan
Kecoklatan Warna kulit ari Kuning
Tinggi Kadar albumin & Rendah atau
klor Bulla tidak ada
Hiperemis Dasar bulla Merah
pembusukan
Intraepidermal Jaringan yang Antara
terangkat epidermis &
dermis
Ada Reaksi jaringan Tidak ada
& respon darah

Variasi-variasi pembusukan:
a. Mummifikasi
o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban
turun → dehidrasi viceral sehingga kuman-
kuman tidak berkembang → tidak terjadi
pembusukan → mayat mengecil, bersatu
berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi
masih lengkap sampai bertahun-tahun.
o Proses penguapan cairan atau dehidrasi
jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan

41 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o Syarat terjadinya mummifikasi :
o Suhu relatif tinggi
o Kelembaban udara rendah
o Aliran udara baik
o Waktu yang lama (12-14 minggu)
o Yang terlihat pada mummifikasi adalah
penyusutan bentuk tubuh, kulit padat hitam
seperti kertas perkamen
b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak
jenuh (asam palmitat, asam stearat, asam
oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak
jenuh yang relatif padat .
o Suhu tinggi → kelembaban tinggi → lemak →
asam lemak → pH turun → kuman tidak bisa
berkembang → asam lemak → dehigrogenase →
penyabunan → mayat menjadi kebalikannya
mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
o Suhu rendah, kelembaban tinggi
o Lemak cukup
o Aliran udara rendah
o Waktu yang lama

Perkiraan Saat Kematian


• Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh
pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca
mati
• Perubahan dalam lambung : Pengosongan
lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah
makan terakhir, misalnya sandwich akan
dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan
besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam
untuk dicerna. Kecepatan pengosongan
lambung ini dipengaruhi oleh penyakit-

42 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
penyakit saluran cerna, konsistensi makanan
dan kandungan lemaknya.
• Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan
jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian, kecepatan
tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
• Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang
diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari
• Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar
nitrogen asam amino kurang dari 14 mg%
menunjukkan kematian belum lewat 10 jam,
Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg%
menunjukkan kematian belum 24 jam
• Metode Entomologik : Larva Musca domestica
mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7,
berubah menjadi kepompong pada hari ke-8,
menjadi lalat pada hari ke-14. Larva
Sarcophaga cranaria mencapai panjang 20 mm
pada hari ke-9, menjadi kepompong pada hari
ke-10 dan menjadi lalat pada hari ke-18.
Necrophagus species akan memakan jaringan
tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit
akan memakan serangga Necrophagus.
Omnivorus species akan memakan keduanya
baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur
lalat biasanya akan mulai ditemukan pada
jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva
ditemukan pada 6-10 hari postmortem.
Sedangkan larva dewasa yang akan berubah
menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.
• Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh
sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang
yang hidup. Rangsang listrik dapat
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-
120 menit pasca mati, mengakibatkan sekresi

43 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati,
trauma masih dapat menimbulkan perdarahan
bawah kulit sampai 1 jam pasca mati

44 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB VI
ASFIKSIA

Definisi
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke
jaringan berkurang

Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab


asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab asfiksia
wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring,
asma bronkiale, pneumotoraks, pneumonia, COPD,
reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia
tidak wajar karena emboli, listrik, racun
(barbiturat), dan adanya halangan udara masuk ke
saluran pernapasan secara paksa.

Pembagian menurut London


1.Hipoksik-hipoksia (Keadaan dimana oksigen
gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah) :
kadar oksigen yang memang rendah atau
gangguan masuk, biasanya karena gangguan
sist.respirasi : hipoksia mekanik : intraluminer
(co : tersedak) & ekstraluminer (co : pencekikan,
penjeratan)
2.Anemik-hipoksia (Darah tidak dapat membawa O 2
yang cukup untuk metabolisme ) : biasanya Hb
yang kurang atau volume darah yang kurang
3.Stagnan-hipoksia (Terjadinya kegagalan
sirkulasi) : biasanya gangguan pembuluh darah,
jantung, vagal refleks, emboli, dekomp kordis
4.Histotoksik-hipoksia (HH) (Keadaan yang
mengakibatkan O2 tdk bisa digunakan jaringan)
45 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
a.HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh
keracunan CO
b.HH periseluler : gangguan permeabilitas
membran sel, contoh keracunan eter/kloroform
c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup
d.HH metabolit : gangguan metabolisme karena
end product tidak dapat dieliminir, contoh
uremia, keracunan CO2

Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena:


1.strangulation by suspension / hanging /
penggantungan
2.manual strangulation / throttling (cekikan)
3.strangulation by ligature / jeratan
4.simulated suicidal hanging / pembunuhan yg
dibuat seperti gantung diri
5.Suffocation :
a.smothering / pembekapan
b.chocking / tersedak
c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat
ke belakang
6.tenggelam/drowning
7.external pressure of the chest / asfiksia
traumatik
8.inhalation of suffocation gases

Stadium asfiksia versi I :


 stadium inspirasi dispneu
• sesak napas saat inspirasi
• TD dan nadi meningkat
• Cemas, gelisah, berat kepala, takut, tinitus,
vertigo
• Sianosis
 stadium ekspirasi dispneu
• sesak saat ekspirasi  Kadar CO2 tinggi 
kejang
46 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
• pada saat relaksasi  relaksasi spingter
ani  keluar kotoran
• relaksasi spingter OUI  ada sperma
 stadium apneu
• kesadaran yang menurun  koma
• pupil melebar
• reflek cahaya negatif
• TD hampir tidak terukur
• Nadi tidak teraba
 stadium akhir

Stadium asfiksia versi II :


• dispneu : + 4 menit, nafas berat, cepat
& sukar, Nadi&TD meningkat, tanda-tanda
sianosis
• konvulsi : + 2 menit, klonik dulu baru
tonik, lalu opistotonik, kesadaran mulai
menghilang, pupil dilatasi, denyut jantung
melambat, TD turun
• apneu : + 1 menit, nafas lemah,
kesadaran menurun sampai hilang, relaksasi
spinkter
• final : paralisis nafas lengkap, denyut
jantung beberapa saat masih ada, lalu hilang,
& meninggal

Penggantungan
Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu
strangulasi berupa tekanan pada leher akibat
adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan
korban.

47 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• Tanda asfiksia
• Alat penggantung :
- alat penggantung dengan permukaan yang luas
(co: sarung)  menyebabkan tekanan hanya
pada permukaan saja, sehingga yang terjepit
hanya vena (vena jugularis) sehingga muka
bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata
menonjol karena bendungan
- alat penggantung dengan permukaan yang
kecil (co: tali jemuran)  menyebab tekanan
besar ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit
 wajah pucat , mata tidak menonjol
• Adanya air liur yang keluar dari mulut
• Lidah menonjol  jika gantungan di bawah gld
tiroid
• Ada air mani atau feses karena ada relaksasi
spingter
• Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna
merah kecoklatan, pada palpasi keras seperti
kertas perkamen, arahnya miring ke arah
simpul.
• Ada resapan darah di bawah kulit di bawah
otot  pada m. sternokleidomastoideus, m.
supra/infrahyoid, m. hyoglosus.
• Fraktur os hyoid
• Edema pada plika vokalis
• Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka
lakukan:
o Periksa TKP
 Ada persiapan gantung diri atau tidak
 Jika 1 meter  tidak mungkin gantung
diri
 Bunuh diri  tidak terlalu jauh
jaraknya, dan TKP tenang tidak morat
marit
48 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o Simpul dilihat
 Simpul hidup  bunuh diri
 Simpul mati  dibunuh
 Bunuh diri  ikatan membentuk sudut,
tidak ada tanda perlawanan, tidak ada
luka lecet atau memar, simpul tali bisa
dikeluarkan dari kepala
o Jika tanda tanda diatas tidak ada 
kecelakaan

PEMBEDA PENGGANTUNGAN PENGGANTUNGAN PADA


PADA BUNUH DIRI PEMBUNUHAN
Usia Lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batas usia,
usia remaja dan dewasa. karena tindakan pembunuhan
dilakukan oleh musuh atau
lawan dari korban dan tidak
bergantung pada usia.
Tanda jejas Bentuknya miring, berupa Berupa lingkaran tidak
jeratan. lingkaran terputus terputus, mendatar, dan
(noncontinous) dan terletak letaknya di bagian tengah
pada bagian atas leher. leher, karena usaha pembunuh
(pelaku) untuk membuat
simpul tali.
Simpul tali. Biasanya hanya satu simpul Biasanya lebih dari satu pada
yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul
samping leher. tali tersebut terikat kuat.
Riwayat Biasanya korban Sebelumnya korban tidak
korban. mempunyai riwayat untuk mempunyai riwayat untuk
bunuh diri dengan cara bunuh dir.
lain.
Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada
korban yang bisa tubuh korban biasanya
menyebabkan kematian mengarah pada pembunuhan.
mendadak tidak ditemukan
pada kasus bunuh diri.
Tangan. Tidak dalam keadaan Tangan yang dalam keadaan
terikat, karena sulit untuk terikat mengarahkan dugaan
gantung diri dalam keadaan pada kasus pembunuhan.
tangan terikat.
Kemudahan. Pada kasus bunuh diri, Pada kasus pembunuhan,
49 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
mayat biasanya ditemukan mayat ditemukan tergantung
tergantung pada tempat pada tempat yang sulit dicapai
yang mudah dicapai oleh oleh korban dan alat yang
korban atau di sekitarnya digunakan untuk mencapai
ditemukan alat yang tempat tersebut tidak
digunakan untuk mencapai ditemukan.
tempat tersebut.
Tempat Jika kejadian berlangsung Bila sebaiknya pada ruangan
kejadian. di dalam kamar, dimana ditemukan terkunci dari luar,
pintu, jendela, ditemukan maka penggantungan adalah
dalam keadaan tertutup kasus pembunuhan.
dan terkunci dari dalam,
maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri.
Tanda-tanda Tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan
perlawanan. kasus gantung diri. hampir selalu ada kecuali jika
korban sedang tidur, tidak
sadar atau masih anak-anak.

Gambar Kasus penggantungan

Sebab kematian pada gantung diri


1. tekanan jalan napas  asfiksia  O2 yang
masuk paru kurang
2. suplai O2 ke otak berkurang  penakanan
arteri karotis comunis  vena jugularis
tertekan  bendungan vena  gagal jantung

50 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
3. vagal reflek  pusat saraf vagus di bagian
depan leher, tanda sianosis tidak ada 
kemungkinan mati karena reflek vagal
penekanan sinus karotikus di belakang gld
tiroid  gangguan blok jantung  kardiak
arrest
4. karena edema laring  karena obstruksi napas
 tanda asfiksia nampak
5.spasme laring

Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan ,


yaitu :
1.Asfiksia
2.Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
3.Vagal reflex (shock)
4.Kerusakan medulla oblongata atau medulla
spinalis
Rusaknya medulla oblongata atau medulla spinalis
pada penggantungan (hanging) disebabkan
patahnya tulang leher. Kita dapat temukan
biasanya pada hukuman mati.

Ada 3 cara kematian pada penggantungan


(hanging), yaitu :
1.Bunuh diri (paling sering) .
2.Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
3.Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali
lasso, tali parasut pada terjun payung, dan
penggunaan tali untuk mendapat kepuasan
seks.

Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang


cara kematian pada kasus penggantungan
(hanging), yaitu :
1.Mata melotot.
2.Lidah terjulur.
3.Keluar mani, urin, darah, atau feses.
51 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
4.Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati).

Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada


pemeriksaan tempat kejadian, yaitu :
1.Memastikan korban apakah masih hidup atau
telah mati.
2.Mencari bukti yang menunjukkan cara
kematian.
3.Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
4.Mengukur jarak antara ujung kaki korban
dengan lantai.
5.Memperhatikan letak korban di tempat
kejadian.
6.Cara menurunkan korban.
7.Mengamankan bekas serabut tali.
8.Memperhatikan bahan penggantung.

Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita


tentang cara kematian korban, yaitu :
1.Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya
bangku dan sebagainya.
2.Arah serabut tali penggantung.
3.Distribusi lebam mayat.
Serabut tali penggantung yang arahnya menuju
korban dapat memberikan petunjuk bagi kita
bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya,
arah serabut tali yang menjauhi korban menjadi
bukti bahwa korban dibunuh lebih dahulu sebelum
digantung.
Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan
secara seksama, apakah sesuai dengan posisi
mayat ataukah tidak. Jenis simpul tali gantungan
penting kita perhatikan karena dapat kita jadikan
sebagai patokan apakah korban melakukan bunuh
diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik
simpul hidup maupun simpul mati, bilamana
melewati lingkar kepala korban dapat
52 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
menunjukkan korban melakukan bunuh diri.
Apabila simpul tali tidak dapat melewati lingkar
kepala korban dapat menandakan korban dibunuh
lebih dahulu sebelum digantung. Simpul hidup
harus kita longgarkan secara maksimal untuk
membuktikannya.
Cara kita menurunkan korban dengan
memotong tali gantungan diluar simpul tali.
Sebelum memotong, kita membuat 2 ikatan lalu
kita potong secara miring diantara keduanya.
Tindakan ini untuk mencegah terurainya serabut
tali gantungan. Setelah itu, kita mengamankan
bekas serabut tali gantungan tadi baik serabut tali
yang mengikat leher korban maupun serabut tali
yang diikatkan pada tempat gantungan. Hal ini
penting kita lakukan untuk pemeriksaan kasus ini
lebih lanjut.
Bahan dan ukuran diameter penggantung
penting juga kita perhatikan. Bahan yang keras
dan berdiameter kecil meninggalkan tanda alur
jerat yang semakin jelas. Bahan penggantung yang
dapat digunakan pada kasus penggantungan
(hanging) antara lain tali, kawat, selendang, ikat
pinggang, sprei yang disambung, dan lain-lain.

Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada


pemeriksaan luar dan dalam otopsi. Ada 5 bagian
tubuh korban yang kita perhatikan saat melakukan
pemeriksaan luar otopsi, yaitu:
1.Kepala.
2.Leher.
3.Anggota gerak (lengan dan tungkai).
4.Dubur.
5.Alat kelamin.

Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan


saat melakukan pemeriksaan luar otopsi, yaitu :
53 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
1.Muka.
2.Mata.
3.Konjungtiva.
4.Lidah.
Muka korban penggantungan (hanging) akan
mengalami sianosis dan terlihat pucat karena vena
terjepit. Selain terjepitnya vena, pucat pada muka
korban juga disebabkan terjepitnya arteri.
Mata korban penggantungan (hanging) melotot
akibat terjadinya bendungan pada kepala korban.
Hal ini disebabkan oleh terhambatnya vena-vena
kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva
korban penggantungan (hanging) terjadi akibat
pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah karena asfiksia.
Lidah korban penggantungan (hanging) bisa
terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur
apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada
kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila
letaknya berada diatas kartilago tiroidea.

Gambar tardieu spot

Alur jeratan pada leher korban penggantungan


(hanging) berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat
berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
54 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
1.Alur jeratan pucat.
2.Tepi alur jerat coklat kemerahan.
3.Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher
korban penggantungan (hanging) menunjukkan
letak simpul jeratan berada dibelakang leher
korban. Alur jeratan yang asimetris / atipikal
menunjukkan letak simpul disamping leher.

Deskripsi leher korban penggantungan (hanging)


yang penting kita berikan antara lain :
1.Lokasi luka.
2.Jenis luka.
3.Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping
leher).
4.Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul
mati).
Lokasi luka pada leher korban penggantungan
(hanging) dapat berada di depan, samping dan
belakang leher. Luka yang berada di depan leher
kita ukur dari dagu atau manubrium sterni korban.
Luka yang berada di samping leher kita ukur dari
garis batas rambut korban. Luka yang berada di
belakang leher kita ukur dari daun telinga atau
bahu korban.
Jenis luka korban penggantungan (hanging)
terdiri atas luka lecet, luka tekan dan luka memar.
Penting juga kita mendeskripsikan mengenai
warna, lebar, perabaan dan keadaan sekitar luka.
Anggota gerak korban penggantungan (hanging)
dapat kita temukan adanya lebam mayat pada
ujung bawah lengan dan tungkai.
Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka
lecet pada anggota gerak tersebut. Dubur korban
penggantungan (hanging) dapat mengeluarkan
feses. Alat kelamin korban dapat mengeluarkan
mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin
55 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
pada korban penggantungan disebabkan kontraksi
otot polos pada stadium konvulsi atau puncak
asfiksia. Lebam mayat dapat kita temukan pada
genitalia eksterna korban. Ada 4 bagian tubuh
korban penggantungan (hanging) yang kita
perhatikan saat melakukan pemeriksaan dalam
otopsi, yaitu :
1.Kepala.
2.Leher.
3.Dada dan perut.
4.Darah.
Kepala korban penggantungan (hanging) dapat
kita temukan tanda-tanda bendungan pembuluh
darah otak, kerusakan medulla spinalis dan
medulla oblongata. Kedua kerusakan tersebut
biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial
hanging).
Leher korban penggantungan (hanging) dapat
kita temukan adanya perdarahan dalam otot atau
jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea,
kartilago krikoidea, dan trakea), dan robekan kecil
pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).
Dada dan perut korban penggantungan
(hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan
(pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan
bendungan / kongesti organ.
Darah dalam jantung korban penggantungan
(hanging) warnanya lebih gelap dan konsistensinya
lebih cair.

Penjeratan

Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu


strangulasi berupa tekanan pada leher korban
akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena
kekuatan lain bukan karena berat badan korban.

56 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada
gantung  kekeatan karen berat badan
• jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan
di atas dan dibawah
• tanda asfiksia
• kausa mati menyerupai gantung diri
• pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri
hanya bedanya pada penjeratan, jejeas bersifat
horisontal

Ada 3 penyebab kematian pada jerat , yaitu :


1.Asfiksia
2.Iskemia
3.Vagal reflex (shock)

Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan , yaitu :


1.Pembunuhan (paling sering).
2.Kecelakaan.
3.Bunuh diri.

Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by


ligature) dapat kita jumpai pada kejadian
infanticide dengan menggunakan tali pusat,
psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati
(zaman dahulu).
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by
ligature) dapat kita temukan pada bayi yang
terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda
gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi
penyebab kematian pada orang yang bersenda
gurau.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by
ligature) mereka lakukan dengan cara melilitkan
tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi
dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher

57 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar
tongkat tersebut.
Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan
(strangulation by ligature) kita lakukan secara
rutin sebagaimana pada kasus yang lain. Kita
hendaknya memperhatikan jeratan pada leher
korban dan cara melepaskan jeratan dari leher
korban.

Ada 5 hal yang penting kita perhatikan pada kasus


jeratan (strangulation by ligature), antara lain :
1.Arah jerat mendatar / horisontal.
2.Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus
penggantungan (hanging).
3.Jenis simpul penjerat.
4.Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi,
serbet, serbet, dan lain-lain.
5.Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak
menemukan alat yang digunakan untuk
menjerat.

Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan


(strangulation by ligature) mirip kasus
penggantungan (hanging) kecuali pada :
1.Distribusi lebam mayat yang berbeda.
2.Alur jeratan mendatar / horisontal.
3.Lokasi jeratan lebih rendah.

Pencekikan (manual strangulasi)


Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu
strangulasi berupa tekanan pada leher korban
yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau
lengan bawah.
• pakai tangan 1 atau 2
• bersifat pembunuhan

58 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• status lokalis
o luka memer bulat panjang
o luka lecet bentuk bulan sabit  jika pakai
tangan kiri  jempoknya di kiri
• diagnosis menyerupai gantung diri
• sebab kematian menyerupai gantung diri

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu :


1.Asfiksia
2.Iskemia
3.Vagal reflex

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu :


1.Pembunuhan (hampir selalu).
2.Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Ada 3 cara melakukan pencekikan (manual


strangulasi), yaitu :
1.Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di
depan korban.
2.Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di
depan atau di belakang korban.
3.Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di
depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan
menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut
mugging.

Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada


pemeriksaan luar dari otopsi kasus pencekikan
(manual strangulasi), antara lain :
1.Tanda asfiksia.
2.Tanda kekerasan pada leher (penting).
3.Tanda kekerasan pada tempat lain.

59 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi
yang dapat kita temukan antara lain adanya
sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala,
leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.

Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting


kita cari, yaitu :
1.Bekas kuku.
2.Bantalan jari.

Gambar. Pencekikan dengan bekas kuku dan


goresan pada sisi lehar

Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent


mark, yaitu luka lecet yang berbentuk
semilunar/bulan sabit. Kadang-kadang kita dapat
60 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula
tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan
kanan (right handed) ataukah tangan kiri (left
handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku
(susunan bekas kuku) juga tak luput dari perhatian
kita. Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita
temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain.
Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa
korban melakukan perlawanan.

Ada 4 hal yang penting kita cari pada pemeriksaan


dalam otopsi bagian leher korban pada kasus
pencekikan (manual strangulasi), yaitu :
1.Perdarahan atau resapan darah.
2.Fraktur.
3.Memar atau robekan membran hipotiroidea.
4.Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan
ligamentum pada mugging. Perdarahan atau
resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar
tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa
pharing atau laring. Fraktur yang paling sering
kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada
kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan
trakea.

Pembekapan
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation
dimana lubang luar jalan napas yaitu hidung dan
mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat
atau partikel-partikel kecil.
• penutupan pada mulut dan hidung
• tanda asfiksia jelas
• rekonstruksi tangan yang dipakai  pakai
tangan kiri  jempol di kiri pipi korban

61 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan
(smothering), yaitu :
1.Asfiksia
2.Edema paru
3.Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian


yang lambat dari pembekapan (smothering).

Ada 3 cara kematian pada kasus pembekapan


(smothering), yaitu :
1.Kecelakaan (paling sering)
2.Pembunuhan
3.Bunuh diri

Ada 3 cara kecelakaan pada kematian kasus


pembekapan (smothering), yaitu :
1.Tertimbun tanah longsor atau salju.
2.Alkoholisme.
3.Bayi tertutup selimut atau mammae ibu.

Ada 3 cara pembunuhan pada kasus pembekapan


(smothering), yaitu :
1.Hidung dan mulut diplester.
2.Bantal ditekan ke wajah.
3.Serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.

Ada 3 cara bunuh diri pada kasus pembekapan


(smothering), yaitu :
1.Menggunakan plester atau kantong plastik.
2.Bantal yang diikatkan ke kepala.
3.Menggunakan dasi atau serbet.

Ada 3 hal yang penting kita lakukan pada


pemeriksaan otopsi kasus pembekapan
(smothering), yaitu :
62 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
1.Mencari penyebab kematian.
2.Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3.Menemukan edema paru, hiperaerasi dan
sianosis pada kematian yang lambat.

Ada 3 hal penting yang kita cari untuk menemukan


penyebab kematian pada kasus pembekapan
(smothering), yaitu :
1.Jika kita menemukan bantal, cari apakah ada
tanda-tanda kekerasan.
2.Cari ada tidaknya trauma tumpul di sekitar
hidung dan mulut.
3.Mencari ada tidaknya kain, handuk, dasi,
serbet, atau pasir dalam rongga mulut.

Burking merupakan kombinasi antara pembekapan


(smothering) dengan external pressure on the
chest / traumatic asphyxia. Pelaku melakukan
burking dengan cara terlebih dahulu melumpuhkan
korban lalu menelentangkan korban dan pelaku
duduk diatas dada korban (traumatic asphyxia).
Satu tangan pelaku menutup hidung atau mulut
korban (smothering) sedangkan tangan yang lain
menekan rahang ke atas.
Tersedak (Chocking)
Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation
dimana ada benda padat yang masuk dan
menyumbat lumen jalan udara.
• oleh karena benda asing
• tanda asfiksia jelas
• awalnya batuk keras  asfiksia  mati

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak


(chocking), yaitu :
1.Kecelakaan (paling sering)

63 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
2.Pembunuhan (kasus infanticide)

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan


kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :
1.Gangguan refleks batuk pada alkoholisme.
2.Pada bayi atau anak kecil yang gemar
memasukkan benda asing ke dalam mulutnya.
3.Tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang
tertinggal pada anestesi eter.

Ada 4 hal yang penting kita lakukan pada


pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking),
yaitu :
1.Mencari bahan penyebab dalam saluran
pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda
kekerasan
1.di mulut korban.
2.Menemukan tanda asfiksia.
3.Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi
dan atelektasis pada kematian lambat.
4.Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari
bronkopneumonia dan abses.

Asfiksia traumatik
Asfiksia traumatik (external pressure of the chest)
adalah terhalangnya udara untuk masuk dan keluar
dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas
yang disebabkan adanya suatu tekanan dari luar
pada dada korban.
• penekanan rongga dada, rongga perut,
diafragma
• penekanan dari luar
• co: desak desakan  O2 kurang  asfiksia

64 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak
(chocking), yaitu :
1.Kecelakaan (paling sering)
2.Pembunuhan (misalnya burking)

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan


kematian pada korban kasus asfiksia traumatik
(external pressure of the chest), yaitu :
1.Terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2
kendaraan, atau antara dinding dengan
kendaraan yang mundur.
2.Tertimbun runtuhan benda atau bangunan,
pasir, atau batubara.
3.Berdesakan di pintu sempit akibat panik.

Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada


pemeriksaan otopsi korban kasus asfiksia
traumatik (external pressure of the chest), yaitu :
1.Mencari tanda kekerasan di dada.
2.Menemukan tanda asfiksia.

Tenggelam

Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation


dimana jalan napas terhalang oleh air / cairan
sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai
alveoli paru-paru.

Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning)


berdasarkan posisi mayat, yaitu :
1.Submerse drowning
2.Immerse drowning

Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan


posisi sebagian tubuh mayat masuk ke dalam air,
seperti bagian kepala mayat.

65 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan
posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air.

Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan


penyebabnya, yaitu :
1.Dry drowning
2.Wet drowning
Dry drowning adalah mati tenggelam dengan
inhalasi sedikit air sedangkan wet drowning adalah
mati tenggelam dengan inhalasi banyak air.

Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry


drowning, yaitu :
1.Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
2.Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.

Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet


drowning, yaitu :
1.Asfiksia.
2.Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam
air tawar.
3.Edema paru pada kasus tenggelam dalam air
asin (laut).

Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam


(drowning), yaitu :
1.Kecelakaan (paling sering).
2.Undeterminated.
3.Pembunuhan.
4.Bunuh diri.

Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati


tenggelam (drowning) yang dapat kita jumpai,
yaitu :
1.Kapal tenggelam.
2.Serangan asma datang saat korban sedang
berenang.
66 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Penyebab mati tenggelam (drowning) yang
termasuk undeterminated yaitu sulit kita ketahui
cara kematian korban karena mayatnya sudah
membusuk dalam air.
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari
kejadian pembunuhan pada kasus mati tenggelam
(drowning), yaitu :
1.Biasanya tangan korban diikat yang tidak
mungkin dilakukan oleh korban.
2.Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-
tanda kekerasan sebelum korban
ditenggelamkan.

Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari


kejadian bunuh diri pada kasus mati tenggelam
(drowning), yaitu :
1.Biasanya korban meninggalkan
perlengkapannya.
2.Kita dapat temukan suicide note.
3.Kedua tangan / kaki korban diikat yang
mungkin dilakukan sendiri oleh korban.
4.Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan
pemberat.

Pada pemeriksaan luar otopsi, tidak ada


patognomonis untuk mati tenggelam. Ada 7 tanda
penting yang
yang memperkuat diagnosis mati tenggelam
(drowning), yaitu :
1.Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat
dan pakaian basah.
2.Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati
tenggelam di air dingin berwarna merah muda.
3.Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat
(bleached) dan keriput (washer woman's
hands/feet).
67 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
4.Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose
skin pada lengan, paha dan bahu mayat.
5.Terdapat buih putih halus pada hidung atau
mulut mayat (scheumfilz froth) yang bersifat
melekat.
6.Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar
dari mulut / hidung.
7.Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran
air / bahan setempat berada dalam genggaman
tangan mayat.

Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat


diagnosis mati tenggelam (drowning) pada
pemeriksaan dalam otopsi, yaitu :
1.Paru-paru mayat membesar dan mengalami
kongesti.
2.Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-
kadang berisi lumpur, pasir, atau rumput air.
3.Lambung mayat berisi banyak cairan.
4.Benda asing dalam saluran napas masuk
sampai ke alveoli.
5.Organ dalam mayat mengalami kongesti.

Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati


tenggelam (drowning) mulai membusuk pada hari
ke-2 sedangkan di daerah dingin, membusuk
setelah 1 minggu. Pembusukan tersebut ditandai
oleh terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya
merata, tubuh mayat akan mengapung di
permukaan air. Keadaan ini disebut floaten.
Floaten biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai hari
ke-6.

Perbedaan Tempat
Air laut Air Tawar
Paru paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan
68 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Basah Relatif ringan
Bentuk besar kadang Bentuk biasa
overlapping
Ungu biru dan permukaan Merah pucat dan
licin emfisematous
Krepitasi tidak ada Krepitasi ada
Busa sedikit dan banyak Busa banyak
cairan
Dikeluarkan dari torak akan Dikeluarkan dari toraks
mendatad dan ditekan tapi kempes
akan menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20 Mati dalam 5 menit, 40
ml/kgBB ml.kgBB
Darah: Darah:
1. BJ 1,0595 -1,0600 1. BJ 1,055
2. Hipertonik 2. hipotonik
3. hemokonsentrasi dan 3. hemodilusi/hemolisis
edema paru 4. hiperkalemia
4. hipokalemia 5. hiponatremia
5. hipernatremia 6. hipoklorida
6. hiperklorida
Resusitasi lebih mudah Resusitasi aktif
Tranfusi dengan plasma Tranfusi dengan PRC

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam


(drowning), yaitu :
1.Cadaveric spasme.
2.Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.
3.Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya)
dapat kita temukan dalam saluran pencernaan
dan saluran pernapasan mayat.
4.Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru
mayat.
5.Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda
dengan jantung kiri.
6.Ada diatome pada paru-paru atau sumsum
tulang mayat.
7.Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada
Tardieu's spot di pleura mayat. Pada kasus
mati tenggelam (drowning), dapat kita
69 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
temukan tanda-tanda adanya kekerasan
berupa luka lecet pada belakang kepala, siku,
lutut, jari-jari tangan, atau ujung kaki mayat.

Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati


tenggelam (drowning), yaitu :
1.Percobaan getah paru (lonset proef).
2.Pemeriksaan diatome (destruction test).
3.Penentuan berat jenis (BD) plasma.
4.Pemeriksaan kimia darah (gettler test).

Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru


(lonset proef) positif menunjukkan bahwa korban
masih hidup saat berada dalam air.

Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef)

Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef


proef) yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur,
tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru
mayat. Syarat melakukannya adalah paru-paru
mayat harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef
proef) yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali)
dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan
iris permukaan paru-paru. Kemudian teteskan
diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit
mengandung eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir
berbentuk kristal, persegi dan lebih besar dari
eritrosit. Lumpur amorph lebih besar daripada
pasir, tanaman air dan telur cacing. Ada 3
kemungkinan dari hasil percobaan getah paru
(lonsef proef), yaitu :
1.Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian
lain.
2.Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.
3.Hasilnya negatif.
70 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab
kematian lain maka dapat kita interpretasikan
bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya
positif dan ada sebab kematian lain maka ada 2
kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu
korban mati karena tenggelam atau korban mati
karena sebab lain. Jika hasilnya negatif maka ada 3
kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu :
1.Korban mati dahulu sebelum tenggelam.
2.Korban tenggelam dalam air jernih.
3.Korban mati karena vagal reflex / spasme
larynx.
Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab
kematian lain maka dapat kita simpulkan bahwa
tidak ada hal hal yang menyangkal bahwa korban
mati karena tenggelam. Jika hasilnya negatif dan
ada sebab kematian lain maka kemungkinan
korban telah mati sebelum korban dimasukkan ke
dalam air.

Pemeriksaan Diatome (Destruction Test)

Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome


adalah mencari ada tidaknya diatome dalam paru-
paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel
satu dengan dinding dari silikat. Syaratnya paru-
paru harus masih dalam keadaan segar, yang
diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis
diatome harus sama dengan diatome di perairan
tersebut.
Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu
ambil jaringan paru-paru bagian perifer (100 gr)
lalu masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan
H2SO4. Biarkan selama 12 jam kemudian panaskan
sampai hancur membubur & berwarna hitam.
Teteskan HNO3 sampai warna putih lalu sentrifus
71 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
hingga terdapat endapan hitam. Endapan
kemudian diambil menggunakan pipet lalu
teteskan diatas objek gelas. Interpretasi
pemeriksaan diatome yaitu bentuk atau besarnya
bervariasi dengan dinding sel bersel 2 dan ada
struktur bergaris di tengah sel.
Positif palsu pada pencari pasir dan pada orang
dengan batuk kronik. Untuk hepar atau lien, tidak
akurat karena dapat positif palsu akibat
hematogen dari penyerapan abnnormal
gastrointestinal.
Penentuan Berat Jenis (BD) Plasma Penentuan
berat jenis (BD) plasma bertujuan untuk
mengetahui adanya hemodilusi pada air tawar atau
adanya hemokonsentrasi pada air laut dengan
menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,0595-
1,0600); air tawar 1,055; air laut 1,065.
Interpretasinya ditemukan darah pada larutan
CuSO4 yang telah diketahui berat jenisnya.

Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test)

Pemeriksaan kimia darah (gettler test)


bertujuan untuk memeriksa kadar NaCl dan kalium.
Interpretasinya adalah korban yang mati
tenggelam dalam air tawar, mengandung Cl lebih
rendah pada jantung kiri daripada jantung kanan.
Kadar Na menurun dan kadar K meningkat dalam
plasma. Korban yang mati tenggelam dalam air
laut, mengandung Cl lebih tinggi pada jantung kiri
daripada jantung kanan. Kadar Na meningkat dan
kadar K sedikit meningkat dalam plasma.

Pemeriksaan Histopatologi

72 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita
temukan adanya bintik perdarahan di sekitar
bronkioli yang disebut Partoff spot.

Catatan dr. Mursyad A, Sp.F


• di air tawar atau air laut
• ada lumpur  masuk air  ke dalam alveoli
• tanda-tanda tenggelam
o asfiksia pada umumnya
o muka bengkak, hitam, mata menonjol
o perdarahan pada telinga  tekanan intra
telinga meningkat  pemb. Darah telinga
tengah pecah
o buih halus keluar dari mulut
o lidah menonjol, dan ada bekas gigitan pada
lidah
o bulu roma berdiri
o kaku mayat muncul 0,5 jam post mortem
o cadaferik spasme
o pakaian basah, kuku keriput
o lebam mayat lebih gelap 
hemokonsentrasi karena air asin
o jika tenggelam di air tawar  hemodilusi 
eritrosit pecah, hiperkalemia  aritmia 
kematian
o pembusukan di leher  air masuk ke
saluran napas (bengkak)
o ada air mani
• otopsi ke arah leher
o ada benda di saluran napas, buih, buih
halus di laring, trakea, bronkus dan sisa-
sisa lumpur
o orang mati di air tawar  NaCl lebih tinggi
di ventrikel kiri daripada di ventrikel kakan
o otopsi  pada gaster  lumpur dari TKP
73 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o pada paru  air masuk
 ada krepitasi (ada air dan udara di
alveoli). Paru ditekan tidak kembali
(emfisema aquatum)
 tepi tumpul
 berat paru >> normal
 tes air  sedot dari alveoli 
bandingkan dengan air dari tempat
tenggelam
 tes diatom
o sebab kematian
 asfiksia  air dan enda asing masuk ke
lumen saluran napas
 refleks vagal
 edema laring
 air  Hemodilusi/hemokonsentrasi 
eritrosit pecah  K+ keluar 
hiperkalemia  fibrilasi ventrikel

Sufokasi

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu


keadaan dimana korban menghisap gas tertentu
dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O 2
tidak terpenuhi.
• kekurangan O2 di suatu tempat/daerah
sekitarnya (daerah tambang)
• tanda asfiksia
• tanda intoksikasi CO2
• tanda trauma seperti kejatuhan batu

74 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation
of suffocating gasses, yaitu menghisap gas :
1.CO
2.CO2
3.H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2
banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah.
Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

BAB VII
TRAUMATOLOGI

Definisi :
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tentang trauma atau perlukaan,
cedera serta hubungannya dengan berbagai
kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi
pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan
akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.
Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
75 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
3. Hambatan dalam fungsi organ

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian


jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkanoleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu,
zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan
hewan atau juga gangguan pada ketahanan
jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan
mekanik eksternal, berupa potongan atau
kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera
atau operasi.

Luka di klasifikasikan dapat dibagi berdasarkan :


1. Jenis Penetrasi yang terbagi atas luka tusuk,
luka insisi, luka bacok, luka memar, luka
robek, luka tembak dan luka gigitan.
2. Tingkat kebersihan dari kontaminasi bakteri
terbagi atas luka bersih, luka bersih yang
terkontaminasi, luka terkontaminasi dan luka
kotor.
3. Waktu terjadinya terbagi atas luka akut
( sebelum 8 jam) dan luka kronik

Diskripsi luka :
1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat
atau absis pada tubuh. Garis yang melalui tulang
dada dan tulang belakang dipakai sebagai
ordinat.)
2. Ukuran, ditentukan :
 Ditentukan panjang luka
 Jumlah luka
 Sifat luka
 Ada atau tidaknya benda asing pada luka
 Luka terjadi saat masih hidup atau korban
sudah mati
 Menyebabkan kematian atau tidak

76 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan
dan pembunuhan

3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka


 Luka akibat kekerasan mekanis:
• Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
• Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
• Luka akibat kekerasan oleh tembakan
senjata api
 Luka akibat kekerasan fisis:
• Luka akibat kekerasan oleh
suhu tinggi atau rendah
• Luka akibat kekerasan
auditorik
• Luka akibat kekerasan oleh
arus listrik dan petir
• Luka akibat kekerasan radiasi
 Luka akibat kekerasan kimiawi:
• Luka akibat kekerasan oleh
asam kuat
• Luka akibat kekerasan oleh
basa kuat
• Intoksikasi

Klasifikasi trauma (berdasarkan sifat dan


penyebab) :
1. Trauma mekanik (Kekerasan oleh benda tajam,
kekerasan oleh benda tumpul, tembakan
senjata)
2. Trauma Fisika (Suhu, listrik dan petir, akustik,
radiasi, tekanan udara)
3. Trauma Kimia (Asam basa atau kuat)
NB : Ada yang memisahkan trauma senjata api
tersendiri (balistik) terpisah dari trauma mekanik

77 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Patofisiologi Trauma

Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan


kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ
termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan
pada semua sistem organ, sehingga tubuh
melakukan kompensasi akibat ada trauma bila
kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa
dilakukan penanganan akan mengakibatkan
kematian seseorang. Mekanisme kompensasi
tersebut adalah :

1.Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan


peningkatan tekanan arteri dan vena,
bronkhodilatasi, takikardia, takipneu,
capillary shunting, dan diaforesis.
2.Peningkatan heart rate. Cardiac output
sebanding dengan stroke volume dikalikan
heart rate. Jika stroke volume menurun, heart
rate meningkat.
3.Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi,
tekanan intrathoracik negatif. Aksi pompa
thorak ini membawa darah ke dada dan pre-
loads ventrikel kanan untuk menjaga cardiac
output.
4.Menurunnya urin output. Hormon anti-
diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vaskular. Penurunan angka
filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini.
5.Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan
turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik).
Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.

78 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
6.Capillary shunting dan pengisian trans kapiler
dapat menyebabkan dingin, kulit pucat dan
mulut kering. Capillary refill mungkin
melambat.
7.Perubahan status mental dan kesadaran
disebabkan oleh perfusi ke otak yang
menurun atau mungkin secara langsung
disebabkan oleh trauma kepala.

Trauma Mekanik

Trauma tumpul :
Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak
mampu utk mengiris

Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah :


- Benda tumpul yg bergerak pd korban yg diam
- Korban yg bergerak pd benda tumpul yg diam

Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan


tumpul :
1. Memar (kontusio, hematom)
2. Luka Lecet
-Luka Lecet Tekan
- Luka Lecet Geser
3. Luka Robek
4. Patah tulang
Luka memar  diskontinuitas PD& jar di bwh kulit
tanpa rusaknya jar. Kulit
Teraba menonjol  pengumpulan darah di jar
sekitar PD rusak
Bentuk luka  Menyerupai benda yang mengenai

Luka Lecet  tjd pd epidermis – gesekan dgn benda


yang permukaannya kasar

79 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Luka Lecet Tekan  arah kekerasan tegak lurus pd
permukaan tubuh, epidermis yang tertekan 
melesak kedalam
Luka Lecet Geser  arah kekerasan
miring/membentuk sudut  epidermis terdorong &
terkumpul pd tmpt akhir gerak benda tersebut
Luka Lecet Regang  diskontinuitas epidermis
akibat peregangan yang letaknya sesuai dengan
garis kulit

Luka robek  terjadi pada epidermis/jaringan


dibawahnya akibat kekerasan yang mengenainya
melebihi elastisitas kulit/jar
Syarat : kekuatan peregangan > elastisitas kulit
Patah tulang
o Bentuk : tgt sifat benda penyebab
o Perubahan berdasarkan waktu
o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi,
kerusakan jaringan sekitar, emboli lemak dan
sumsum tulang

Fraktur tulang kepala


Terjadi akibat trauma langsung terhadap skull.
Adanya fraktur tidak selalu disertai dgn adanya
cedera otak namun manunjukkan adanya benturan
yg cukup kuat dan sebaikknya dievaluasi untuk tau
ada tidaknya cedera tambahan.
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang
bergerak
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang
diam
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena
bersandar padabenda yang lain dibentur oleh
benda yang bergerak (kepala tergencet)

80 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi
peristiwa coup yang disebabkan oleh hantaman
pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena dan
contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan
dengan arah benturan.
Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal,
yaitu :
- Besarnya energi yang membentur kepala
(Energi kinetik objek)
- Arah Benturan
- Bentuk tiga dimensi objek yang membentur
- Lokasi Anatomis tulang tengkorak tempat
benturan terjadi
Tipe Fraktur pada cedera kepala, yaitu :
1.Fraktur simple : Pecahnya tulang kepala yg tidak
disertai kerusakan kulit
2.Fraktur Linier : Pecahnya tulang kepala yg
menyerupai garis tipis tanpa distorsi tulang
3.Fraktur depresi : Pecahnya tulang kepala dengan
penekanan sebagian tulang kedalam otak.
4.Fraktur compound : Pecahnya tulang disertai
dengan rusak atau hilangnya kulit

Tergantung kecepatan dan gaya


- depressed jika permukaan yang mengenai
kepala tidak luas
- radiar
- hole/stellata jika benda yang mengenai kepala
permukaannya kecil dan
berkecepatan/berenergi tinggi, contoh : luka
tembak
Jika kepala bergerak ke permukaan rata&diam :
patah linier
Fraktur basis kranii :
Fraktur yg terjadi pada tulang yg membentuk dasar
tengkorak.
- gaya langsung ke basis kranii
81 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
- gaya ke dagu melalui rami mandibulae
Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah
kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis.
Beberapa cara untuk membuktikan adanya
rhinorea yaitu :
1.Darah tersebut tidak akan membeku karena
bercampur CSS
2.Tanda “Double Ring atau Hallo Sign” yaitu jika
setetes cairan diletakkan diatas kertas
tissue/koran maka darah akan terkumpul
ditengah dan sekitarnya masih terbentuk
rembesan cairan (CSS) yg membentuk cincin
kedua yg mengelilingi lingkaran pertama.
3.Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan
marker spesifik untuk CSS.
- Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur,
jangan memasang NGT krn dapat melewati
lempeng kribriformis yang sudah fraktur
dan masuk ke intracranial.
- Jika fraktur melibatkan kanalis optikus,
dapat mencederai N. Optikus sehingga tjd
gangguan visus.

Ring fraktur :gaya dari atas ke bawah

Perdarahan intrakranial :
Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural,
perdarahan subdural, kontusio dan perdarahan
intraserebral) maupun lesi difus.

• Epidural hematom : klot terletak diluar


duramater, namun di dalam tengkorak
– A.meninge media
– Temporal (50%), oksipital (15%)

82 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
– Prognosis baik bila dilakukan penanganan
segera karena cedera otak disekitarnya
biasanya terbatas.

• Subdural/subarachnoid bleeding : >>


ditemukan pada penderita dengan cedera
kepala berat.
– Tjd karena robeknya vena bridging, Sinus
draining, focus laserasi atau kontusio
– Delayed : subdural
– Spontan : leukaemia, tumor, infeksi
– Kerusakan otak biasanya sangat lebih
berat dan prognosisnya lebih buruk dari
hematoma epidural
– Mortalitas umumnya 60% namun mungkin
diperkecil oleh tindakan operasi yg sangat
segera dan pengelolaan medis agresif.
● Kontusi dan hematoma intraserebral :
hamper selalu berkaitan dengan hematoma
subdural
- >> dilobus frontal dan temporal
Cedera Difusa membentuk kerusakan otak berat
progresif yg berkelanjutan, disebabkan oleh
meningkatnya jumlah cedera akselerasi deselerasi
otak.

Doktrin Monroe Kellie :


Vblood + Vbrain + V LCS = konstan
Konsep utama : volume intracranial selalu konstan
(rongga kranium tidak mungkin mekar). Tekanan
Intra Kranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak
ada lesi massa intakranial, karena TIK umumnya
tetap dalam batas normal sampai penderita
mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase
ekspansional.
TIK normal : 50-200 mmH2O (4-15 mmHg)

83 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75
ml), darah (75 ml)
Perubahan kompensatoris dapat melalui :
- pengalihan LCS ke rongga spinal
- peningkatan aliran vena dari otak
- sedikit tekanan pada jaringan otak
peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH 2O)
akan menurunkan aliran darah otak secara
signifikan

Trauma tajam
Benda tajam  benda yg permukaannya mampu
mengiris sehingga kontinuitas
jaringan hilang
- Luka iris  dalam luka < panjang irisan luka
arah trauma sejajar permukaan
kulit
- Luka tusuk  dalam luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus
permukaan kulit
- Luka bacok  dalam ± = panjang luka
arah trauma ± 45° dari permukaan
kulit dan tergantung beratnya
benda yang di pakai.

Ciri-ciri luka karena benda tajam :


• Tepinya rata
• Sudut luka tajam
• Tidak ada jembatan jaringan
• Sekitar luka bersih tidak ada memar
• Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya
terpotong

Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa :


1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam)

84 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk
luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau
keluar sehingga lukanya menjadi tidak khas
adapun pola yang sering ditemukan yaitu :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan
sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali
melalui saluran yang berbeda
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan
mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga
luka yang terbentuk lebih lebar dan
memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam
ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran
luka menjadi lebih luas
d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan
dengan mengggunakan titik terdalam sebagai
landasan, sehingga saluran luka sempit pada
titik terdalam dan terlebar pada bagian
superfisial
e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun
keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan
besar.

3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini


tergantung dua faktor yaitu :
a.Jenis senjata biasanya senjata yang
digunakan sedikit tajam/ tajam dan relatif
berat seperti kapak atau parang.
b.Tenaga yang digunakan biasanya lebih
besar dari luka tusuk atau luka iris.

85 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma
tumpul

No Pembeda Tajam Tumpul


1. bentuk luka Teratur tidak
2. tepi Rata tidak rata
3. jembatan jar tdk ada ada/tdk
4. folikel rmbtya/tidak tidak
terpotong
5. dasar luka garis/titik tdk teratur
6. sekitar luka bersih bs
lecet/memar

Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam


mayat

HEMATOM LEBAM MAYAT


Kejadian intravital Kejadian post mortem
Terdapat Pembengkakan (-)
pembengkakan
Darah tidak mengalir Darah akan mengalir
keluar dari pembuluh
darah yang tersayat
Penampang sayatan Jika dialiri air
nampak merah penampang sayatan
kehitaman nampak bersih

86 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada
kasus pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan :
Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan
Lokasi Sembarang Terpilih Terpapar
luka
3 luka Banyak Banyak >1
Pakaian Terkena Tidak Terkena
Luka (+) (-) (-)
tangkisan
Luka (-) (+) (-)
percobaa
n
Cedera Mungkin ada (-) Mungkin
Sekunder ada

LUKA TEMBAK

Ciri-ciri utama luka tembak ialah biasanya luka


tembak menghasilkan 2 buah luka:
1. Luka Tembak Masuk:
• luka tembak tempel
• luka tembak jarak dekat
• luka tembak jarak jauh
2.Luka Tembak Keluar (luka tembus)

87 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Ukurannya kecil Ukurannya lebih
(berupa satu besar dan lebih tidak
titik/stelata/bintang), teratur dibandingkan
karena peluru luka tembak masuk,
menembus kulit seperti karena kecepatan
bor dengan kecepatan peluru berkurang
tinggi hingga menyebabkan
robekan jaringan.
Pinggiran luka melekuk Pinggiran luka
kearah dalam karena melekuk keluar
peluru menmebus kulit karena peluru menuju
dari luar keluar.
Pinggiran luka Pinggiran luka tidak
mengalami abrasi mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim Tidak terdapat kelim
lemak. lemak
Pakaian masuk Tidak ada
kedalam luka, dibawa
oleh peluru yang
masuk.
Pada luka bisa tampak Tidak ada
hitam, terbakar, kelim
tato atau jelaga.
Pada tulang tengkorak, Tampak seperti
pinggiran luka bagus gambaran mirip
bentuknya. kerucut
Bisa tampak berwarna Tidak ada
merah terang akibat
adanya zat karbon
monoksida.
Di sekitar luka tampak Tidak ada
88 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
kelim ekimosis.
Perdarahan hanya Perdarahan lebih
sedikit. banyak
Pemeriksaan radiologi Tidak ada
atau analisa aktivitas
netron mengungkapkan
adanya lingkaran timah
atau zat besi di sekitar
luka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat


senjata api :
• Jenis peluru
• Kecepatan peluru
• Jarak antara senjata api dengan tubuh korban
saat penembakan
• Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat
penembakan
1.Jika senjata ditembakkan pada jarak yang
sangat dekat atau menempel dengan kulit :
 Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm
disekitar luka tembak masuk mengalami
 Kulit disekitar luka terbakar atau hitam
karena asap. Kelim tato terjadi karena bubuk
mesiu senjata yang tidak terbakar.
 Rambut di sekitar luka hangus.
 Pakaian yang menutupi luka terbakar
karena percikan api dari senjata.
 Walaupun jarang bisa ditemukan bercak
berwarna abu-abu atau putih di sekitar luka.
Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap
dan tidak terdapat bagian kehitaman pada
kulit.

89 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
2. Tembakan jarak dekat
 Jaraknya adalah 30-45 cm dari kulit.
 Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru
 Warna hitam dan kelim tato lebih luar
disekitar luka
 Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.
3. Tembakan jarak jauh
 Jaraknya adalah di atas 45 cm.
 Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan
peluru.
 Kehitaman atau kelim tato tidak ada
 Bisa tampak kelim lecet. Jika peluru
menyebabkan gesekan pada lubang tempat
masuk dan menyebabkan lecet, maka di sebut
kelim lecet.

Deskripsi Luka Tembak


1. Lokasi
 jarak dari puncak kepala atau telapak kaki
serta ke kanan dan kiri garis pertengahan
tubuh
 lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
 ukuran dan bentuk
 lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
 luka bakar
 lipatan kulit, utuh atau tidak
 tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
 grains powder
 deposit bubuk hitam, termasuk korona
 tattoo
 metal stippling
4. Perubahan
 oleh tenaga medis
90 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 oleh bagian pemakaman
5. Track
 penetrasi organ
 arah
 kerusakan sekunder
 kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
 titik penyembuhan
 tipe misil
 tanda identifikasi
 susunan
7. Luka keluar
 lokasi
 karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Trauma Fisik

1. Dry Heat (Burn Heat / Luka Bakar)


Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka
bakar yang diakibatkan oleh persentuhan tubuh
dengan api atau benda panas (bukan cairan).

Ada 2 reaksi dari tubuh korban :


1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban :


• Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak,
kemerahan, sembuh tanpa meninggalkan
sikatriks.
• Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl
tinggi.

91 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna
coklat gelap hitam dan sembuh dengan
meninggalkan sikatriks (litteken).
• Karbonisasi (sudah menjadi arang).

Derajat luka bakar :


Luka akibat suhu tinggi (luka bakar)
 Luka bakar derajat 1 (superficial burn)
 Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
 Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)
 Luka bakar derajat 4 (hitam bagai arang,
nekrotik)

Ada 3 reaksi umum dari tubuh korban :


1. Heat exhaustion
2. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas
3. Heat cramp

Ada 8 gejala heat exhaustion :


1. Badan panas
2. Pusing
3. Pucat
4. Berkeringat
5. Otot lemah
6. Suhu tubuh turun
7. Nadi irreguler
8. Kolaps sirkuler

Ada 3 hal yang dapat kita temukan pada otopsi


sebagai tanda adanya reaksi heat exhaustion :
1. Arteriosklerosis arteri koroner.
2. Darah berwarna gelap di jantung.
3. Organ dalam mengalami kongesti.
Heat stroke / sun stroke / pingsan panas
diakibatkan oleh terjadinya paralise centrum di
medulla. Keadaan ini dapat terjadi pada udara

92 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
yang panas (1000F) dan lembab serta telah
berlangsung beberapa hari.

Ada 6 gejala heat stroke / sun stroke / pingsan


panas :
1. Badan panas
2. Pusing
3. Sakit kepala
4. Nadi cepat & penuh
5. Kolaps sirkuler
6. Shock sampai beresiko mati dengan tubuh
kemerahan

Ada 6 hal pada otopsi tanda adanya reaksi heat


stroke :
1. Darah berwarna merah gelap.
2. Organ mengalami kongesti.
3. Perdarahan otak, epicard, endocard atau bundle
of his.
4. Degenerasi sel-sel ganglion.
5. Kongesti (edem berat).
6. Perdarahan kecil pada ventrikel III & IV.

Heat cramp dapat terjadi pada individu yang


bekerja dalam ruangan yang bersuhu tinggi. Kita
dapat melakukan terapi terhadap reaksi heat
cramp dengan menggunakan campuran air &
garam atau larutan PZ IV bila korban mengalami
konvulsi.

Ada 5 gejala umum dry heat (burn heat / luka


bakar), yaitu :
• Nyeri yang sangat hebat  shock dan kematian.
• Pugilistik attitude / coitus attitude berupa
ekstremitas fleksi, kulit menjadi arang &
mengelupas. Ekstremitas fleksi akibat koagulasi

93 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
protein. Ekstremitas fleksi tidak sampai
menimbulkan rigor mortis.
• Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jari-
jari mencengkeram.
• Bukan tanda intravital.
• Fraktur tengkorak  pseudoepidural hematom
(bedakan dengan epidural hematom).

Pseudoepidural Hematom Epidural Hematom


Warna bekuan darah coklat. Warna bekuan darah
hitam. Konsistensi rapuh. Konsistensi kenyal.
Bentuk otak mengkerut seluruhnya. Bentuk otak
cekung sesuai dengan bekuan darah.
Garis patah tidak menentu. Garis patah melewati
sulcus arteri meningeal.

Penyebab kematian pada kasus dry heat ada 3


kategori, yaitu :
• Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia
• Sedang : shock dehidrasi
• Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure,
infeksi & sepsis, ulcus curling, autointoksikasi,
dan pneumonia hipostatik.

Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita


tentukan dengan menggunakan rule of nine, yaitu :
 9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung;
perut; pinggang; ekstremitas atas kanan;
ekstremitas atas kiri.
 18% : permukaan ekstremitas bawah kanan;
ekstremitas bawah kiri.
 1% : permukaan alat kelamin.

Tingkat II yaitu luas dry heat 30% 


membahayakan jiwa.
Kematian karena gas karbon monoksida (CO) :
94 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Biasanya terjadi pada kebakaran gedung besar.
 Biasanya dry heat (burn heat / luka bakar) hanya
sedikit.
 Ada jelaga pada lubang hidung.
 Saluran napas terdapat jelaga atau lendir;
mukosa edema & kemerahan.
 Lebam mayat yang berwarna merah cherry akibat
terbentuknya senyawa HbCO (hemoglobin
tereduksi).
 Diagnosa pasti dapat kita tentukan dengan
melakukan pemeriksaan saturasi, yaitu lebih
10%. Gas karbon monoksida (CO) 210 kali lebih
kuat dari gas oksidan (O2) dalam mengikat
hemoglobin.

2. Trauma Dingin (Cold Trauma)


Insiden trauma dingin (cold trauma / frost bite /
immertion foot) jarang terjadi dan biasanya
terdapat di negara yang bermusim dingin.
Lokasinya bisa pada tangan, kaki, hidung, telinga,
dan pipi. Ada 2 cara kematian kasus trauma dingin
(cold trauma / frost bite / immertion foot), yaitu :
1. Kecelakaan
2. Pembunuhan (infanticide)

Ada 2 reaksi dari tubuh korban trauma dingin :


1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 2 reaksi lokal :


 Kulit korban pucat akibat vasokonstriksi 
kemerahan akibat vasodilatasi karena paralisis
vasomotor center.
 Kulit korban lalu berubah menjadi merah
kehitaman, membengkak (skin blister), gatal

95 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
dan nyeri. Kemudian timbul gangren superfisial
yang irreversibel.

Ada 8 reaksi umum :


 Kulit korban pucat dan menggigil. Kita dapat
menemukan cutis anserina.
 Kepucatan yang bercampur warna sianosis. Hal
ini karena darah "dipaksa" masuk kembali ke
dalam pembuluh darah perifer akibat organ
dalam mengalami kongesti.
 Lethargy, koma, dan akhirnya mati bila tubuh
korban lama terpapar dingin.
 Pada pemeriksaan otopsi, jantung korban
berisi darah berwarna merah cerah.
 Organ dalam mengalami kongesti hebat.
 Tengkorak korban dapat retak pada bagian
sutura.
 Lebam mayat berwarna merah cerah yang
bercampur bercak berwarna merah gelap.
 Cairan tubuh korban berubah menjadi es jika
tubuh korban lama baru kita temukan.

3. Trauma listrik (Electrical Injury)


Ada 2 jenis tenaga yaitu :
 Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
 Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah
(DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik
(600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC)
seperti listrik rumah, pabrik, dll
Arus listrik bergerak dari tempat yang
berpotensial tinggi ke potensial rendah. Arahnya
sama dengan arah gerak muatan-muatan positif
(berlawanan arah dengan elektron-elektron).
Bagian-bagian listrik, antara lain :
1.Arus listrik (I)
a.Arus listrik searah atau direct current (DC)
96 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
mengalir secara terus menerus ke satu
arah, dipakai dalam industri elektrolisa,
misalnya pada pemurnian dan
pelapisan/penyepuhan logam. Juga
digunakan pada telefon (30-50 volt), dan
kereta listrik (600-1500 volt). Sumber
misalnya batere dan accu.
b.Arus listrik bolak-balik atau alternating
current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-
rumah dan pabrik-pabrik, biasanya 110 volt
atau 220 volt, jauh lebih berbahaya
daripada arus DC, tubuh manusia 4-6 kali
lebih sensitif terhadap arus AC.
2.Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang
paling sering digunakan 50 dan 60 hertz, yang
paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.000-
40.000 volt tidak begitu berbahaya dapat
digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat
tidak peka terhadap frekuensi yang sangat
tinggi atau sangat rendah, contohnya kurang
dari 40 hertz atau lebih dari 1.000 hertz.

3.Tegangan (voltage/V)
Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang
dibutuhkan untuk menghasilkan intensitas
listrik sebesar 1 ampere melalui sebuah
konduktor (penghantar) yang memiliki tahanan
sebesar 1 ohm.
 Voltase rendah (110-460 V) misalnya
penerangan, pabrik, tram listrik.
 Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor
arus listrik.
 Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V)
misalnya deep X-rays therapy dan diatermi.
Diatermi : frekuensi 1 juta Hz dan tegangan
97 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
20 ribu - 40 ribu volt. Kuat arus yang sering
kita gunakan dibawah 6 ampere. Let go
current = kuat arus dari aliran listrik dimana
korban masih bisa melepaskan diri darinya.
4.Tahanan/hambatan listrik (resistance/R)
Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm,
besarnya intensitas listrik (I) sama dengan
besarnya tegangan/voltage (V) dibagi dengan
tahanan (R) dari medium.
Panas yang terjadi tergantung dari : V
1.banyaknya arus I = -----
2.lamanya kontak R
3.besarnya hambatan W = I2 R t
Hal ini sesuai dengan rumus :
Keterangan : W = panas yang dihasilkan
(kalori)
I = kuat arus (ampere)
R = hambatan (ohm)
t = waktu (detik)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Listrik pada


Tubuh
1.jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC).
Banyak kematian akibat sengatan arus listrik
AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC
dengan intensitas 70-80 mA  kematian,
sedangkan arus DC dengan intensitas 250 mA
masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan
kerusakan.
2.tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja,
sedangkan pada implikasi biologis kurang
berarti. Voltage yang paling rendah yang sudah
dapat menimbulkan kematian manusia  50
volt. Makin tinggi voltage akan menghasilkan
efek yang lebih berat pada manusia baik efek
98 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
lokal maupun general. +60% kematian akibat
listrik arus listrik dengan tegangan 115 volt.
Kematian akibat aliran listrik tegangan rendah
terutama oleh karena terjadinya vibrilasi
ventrikel, sementara itu pada tegangan tinggi
disebabkan oleh karena trauma elektrotermis.
3.tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing
jaringan, ditentukan perbedaan kandungan air
pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar
terdapat pada kulit tubuh, akan menurun
besarnya pada tulang, lemak, urat syaraf, otot,
darah dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata
500-10.000 ohm.
Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi
derajat resistensinya, hal ini bergantung pada
ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel
rambut, kelenjar keringat dan lemak. Kulit
yang berkeringat lebih jelek daripada kulit
yang kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa
berkeringat dapat menurunkan tahanan
sebesar 3000-2500 ohm. Pada kulit yang
lembab karena air atau saline, maka
tahanannya turun lebih rendah lagi antara
1200-1500 ohm. Tahanan tubuh terhadap aliran
listrik juga akan menurun pada keadaan
demam atau adanya pengaruh obat-obatan
yang mengakibatkan produksi keringat
meningkat.
Pertimbangkan tentang ”transitional
resistance”, yaitu suatu tahanan yang
menyertai akibat adanya bahan-bahan yang
berada di antara konduktor dengan tubuh atau
antara tubuh dengan bumi, misalnya baju,
sarung tangan karet, sepatu karet, dan lain-
lain.

99 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
4.kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus)
yang dapat mendeposit berat tertentu perak
dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya :
ampere. Arus yang di atas 60 mA dan
berlangsung lebih dari 1 detik dapat
menimbulkan vibrilasi ventrikel.
Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai
efek aliran listrik terhadap tubuh (Lobl. O,
1959) : 1
mA Efek
1,0 Sensasi, ambang arus
1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus
2,0 Tangan mati rasa
3,5 Tangan terasa ringan dan kaku
4,0 Parestesia lengan bawah
5,0 Tangan tremor dan lengan bawah
spasme
7,0 Spasme ringan yang luas sampai lengan
atas
10,0 Dapat sengaja melepaskan diri dari arus
listrik
15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah
terlepas dari aliran listrik
20,0 Kontraksi otot yang sangat sakit

Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA


adalah batas ketahanan seseorang, pada 40
mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran
dan kematian akan terjadi pada kuat arus 100
mA atau lebih.

Koeppen menggolongkan akibat


kecelakaan listrik dalam 4 kelompok yaitu :
a. Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC
antara 25-80 mA) dengan transitional R yang
tinggi efek yang berbahaya (-).
100 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
b. Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-
300 mA) dg transitional R < dari kel.I 
hilangnya kesadaran, aritmia dan spasme
pernafasan.
c. Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC
300 mA - 3A), transitional R < dari kel. II. Jk t
= 0,1-0,3s , efek biologisnya sama dg kel. II.
Jk > 0,3s  vibrilasi ventrikel irreversibel.
d. Kelompok IV : kuat arus > 3A  cardiac
arrest
5.adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka
orang yang berdiri pada tanah yang basah
tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada
orang yang berdiri dengan mengggunakan alas
sepatu yang kering, karena pada keadaan
pertama tahanannya rendah.
6.lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan
konduktor  makin banyak jumlah arus yang
melalui tubuh  kerusakan tubuh akan
bertambah besar&luas. Dengan tegangan yang
rendah  spasme otot-otot  korban malah
menggenggam konduktor  arus listrik akan
mengalir lbh lama  korban jatuh dalam
keadaan syok yang mematikan Sedangkan
pada tegangan tinggi  segera terlempar atau
melepaskan konduktor atau sumber listrik yang
tersentuh, karena akibat arus listrik dengan
tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan
timbulnya kontraksi otot, termasuk otot yang
tersentuh aliran listrik tersebut.
7.aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang
dilalui oleh arus listrik sejak masuk sampai
meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus
101 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
listrik (point of entry) & letak titik keluar
bervariasi  efek dari arus listrik tersebut
bervariasi dari ringan sampai berat. Arus listrik
masuk dari sebelah kiri bagiah tubuh lebih
berbahaya daripada jika masuk dari sebelah
kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika
jantung atau otak berada dalam posisi aliran
listrik tersebut. Bumi dianggap sebagai kutub
negatif. Orang yang tanpa alas kaki lebih
berbahaya kalau terkena aliran listrik, sepatu
dapat berfungsi sebagai isolator, t.u sepatu
karet

8.faktor-faktor lain
a.adanya penyakit-penyakit tertentu yang
sudah ada pada korban sebelumnya, seperti
penyakit jantung, kondisi mental yang
menurun,dsb, yang dapat memperberat efek
listrik pada tubuh manusia sampai timbulnya
kematian.
b.Antisipasi terhadap syok.
c. Kelengahan atau kekurang hati-hatian.
d.Luas kontak dengan arus listrik.
e.Kesadaran adanya arus listrik.
f. Kebiasaan dan pekerjaan.
g.Konstitusi tubuh yaitu tubuh kurus dan
gemuk.

Cara Kematian
Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi
karena pembunuhan atau bunuh diri. Oleh karena
itu pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
sangat penting.

Patofisiologi

102 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh
menghasilkan cedera dengan atau kematian
melalui depolarisasi otot dan syaraf, inisiasi
abnormal irama elektrik pada jantung dan otak,
atau menghasilkan luka bakar elektrik internal
maupun eksternal melalui panas dan pembentukan
pori di membran sel. Arus yang melalui otak, baik
voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan
penurunan kesadaran segera karena depolarisasi
syaraf otak. AC dapat menghasilkan ventrikular
fibrilasi jika jalurnya melalui dada. Aliran listrik
yang lama membuat kerusakan iskemik otak
terutama yang diikuti gangguan nafas. Seluruh
aliran dapat mengakibatkan mionekrosis,
mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai
komplikasi. Selain itu dapat juga mengakibatkan
luka bakar.

Sebab Kematian
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri.
Sering trauma listrik disertai trauma mekanis. Ada
kasus karena listrik yang menyebabkan korban
jatuh dari ketinggian, dalam hal ini sukar untuk
mencari sebab kematian yang segera.
Sebab kematian karena arus listrik yaitu :
1.Ventrikel fibrilasi
Tergantung ukuran badan dan jantung.
Dalziel (1961) memperkirakan pada manusia arus
yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam waktu 5
detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan
fibrilasi. Yang paling berbahaya adalah jika arus
listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan
keluar melalui kaki yang berlawanan/kanan.
Kalau arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan
yang satu dan keluar melalui tangan yang lain
maka 60% yang meninggal dunia.
2.Respiratori paralisis
103 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan,
sehingga korban meninggal karena asfiksia,
sehubungan dengan spasme otot-otot karena
jantung masih tetap berdenyut sampai timbul
kematian. Terjadi bila arua listrik yang memasuki
tubuh korban di atas nilai ambang yang
membahayakan, tetapi masih di batas bawah
yang dapat menimbulkan ventrikel fibrilasi.
Menurut Koeppen, spasme otot-otot pernafasan
terjadi pada arus 25-80 mA, sedangkan ventrikel
fibrilasi terjadi pada arus 80-100 mA.
3.Paralisis pusat nafas
jika arus listrik masuk melalui pusat di
batang otak, disebabkan juga oleh trauma pada
pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi
dan akibat efek hipertermis. Bila aliran listrik
diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada,
jantung pun masih berdenyut, oleh karena itu
dengan bantuan pernafasan buatan korban
masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi
jika kepala merupakan jalur arus listrik.

Pemeriksaan Korban
1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara
(TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang
benda yang membuatnya kena listrik, kadang-
kadang ada busa pada mulut. Yang perlu dilakukan
pertama kali adalah mematikan arus listrik atau
menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu
kemudian korban diperiksa apakah hidup atau
sudah meninggal dunia. Bilamana belum ada lebam
mayat, maka mungkin korban dalam keadaan mati
suri dan perlu diberi pertolongan segera yaitu
pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau
perlu segera dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan
buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar
104 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
masih merupakan pengobatan utama untuk korban
akibat listrik. Usaha pertolongan ini dilakukan
sampai korban menunjukkan tanda-tanda hidup
atau tanda-tanda kematian pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang
menyolok adalah kelainan pada kulit. Dalam
pemeriksaan luar yang harus dicari adalah
tanda-tanda listrik atau current mark/electric
mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Current
mark adalah tanda luka akibat listrik dan
merupakan tempat masuknya aliran listrik.
Tanda-tanda listrik tersebut antara lain :
• Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna
kemerahan
• Tanda lain berupa bula
• Current mark berbentuk oval, kuning atau
coklat keputihan atau coklat kehitaman atau
abu-abu kekuningan dikelilingi daerah
kemerahan dan edema sehingga menonjol
dari jaringan sekitarnya (daerah halo). Cara
mencari t.u pada telapak tangan atau telapak
kaki dan sebelumnya harus dicuci dulu
dengan sabun dan bila perlu disikat.
Metalisasi akibat panas yang ditimbulkan
sedemikian besar sehingga ion-ion asam
jaringan bereaksi dengan ion-ion logam dari
kawat atau kabel membentuk garam dan
menyebar di jaringan. Warna yang terjadi
tergantung bahan logam, misalnya dari besi
akan tampak warna hitam kecoklatan,
tembaga warna coklat kemerahan, dan
aluminium warna perak. Luka keluar dari luka
listrik (electrical burn) tidak khas dapat
berupa luka lecet, luka robek, atau luka

105 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
bakar. Sepatu korban dan pakaian dapat
terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi
hangus arang, rambut ikut terbakar, tulang
dapat meleleh dengan pembentukan butir
kapur/kalk parels terdiri dari kalsium fosfat
• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika
kontak dengan tubuh lama sehingga bagian
tengah yang dangkal dan pucat pada electric
mark dapat menjadi hitam dan hangus
terbakar
• Eksogenous burn dapat terjadi bila tubuh
terkena arus listrik tegangan tinggi yang
sudah mengandung panas, sehingga tubuh
akan hangus terbakar dengan kerusakan
yang sangat berat dan tidak jarang disertai
dengan patahnya tulang-tulang
• Panas yang timbul pada suatu waktu
demikian besarnya sehingga kawat listrik
menguap dan mengkondensir di jaringan
tubuh/electric metalisasi
b. Pemeriksaan Dalam
Pada autopsi biasanya tidak ditemukan
kelainan yang khas. Pada otak didapatkan
perdarahan kecil-kecil dan terutama paling
banyak adalah pada daerah ventrikel III dan IV.
Organ jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui
aliran listrik dan berhenti pada fase diastole,
sehingga terjadi dilatasi jantung kanan. Pada
paru didapatkan edema dan kongesti. Pada
korban yang terkena listrik tegangan tinggi,
Custer menemukan pada puncak lobus salah
satu paru terbakar, juga ditemukan
pneumothorak, hal ini mungkin sekali
disebabkan oleh aliran listrik yang melalui paru
kanan. Organ viscera menunjukkan kongesti

106 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
yang merata. Petekie atau perdarahan mukosa
gastro intestinal ditemukan pada 1 dari 100
kasus fatal akibat listrik. Pada hati ditemukan
lesi yang tidak khas., sedangkan pada tulang,
karena tulang mempunyai tahanan listrik yang
besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi
panas sehingga tulang meleleh dan
terbentuklah butiran-butiran kalsium fosfat
yang menyerupai mutiara atau pearl like
bodies.1 Otot korban putus akibat perubahan
hialin. Perikard, pleura, dan konjungtiva
korban terdapat bintik-bintik pendarahan. Pada
ekstremitas, pembuluh darah korban
mengalami nekrosis dan ruptur lalu terjadi
pendarahan kemudian terbentuklah gangren.
c. Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi
anatomi pada current mark. Walaupun
pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda
kekerasan oleh listrik tetapi sangat menolong
untuk menegakkan bahwa korban telah
mengalami trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat sebagai
berikut :
• Ada bagian sel yang memipih, pada
pengecatan dengan metoxyl lineosin akan
bewarna lebih gelap dari normal
• Sel-sel pada stratum korneum
menggelembung dan vakum
• Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi
lonjong dan tersusun secara palisade
• Ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada
pula bagian sel-sel yang rusak dari stratum
korneum

107 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• Folikel rambut dan kelenjar keringat
memanjang dan memutar ke arah bagian
yang terkena listrik.

Petir (Lightning)
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat
sambaran petir. Petir termasuk arus searah (DC)
dengan tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu
ampere.

Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir


:
1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat
dari logam.

Ada 3 kelainan akibat sambaran petir :


1. Efek listrik.
2. Efek panas.
3. Efek ledakan.

Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :


• Current mark / electrik mark / electrik
burn. Efek ini termasuk salah satu tanda utama
luka listrik (electrical burn).
• Aborescent markings. Tanda ini berupa
gambaran seperti pohon gundul tanpa daun
akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit
korban sebagai reaksi dari persentuhan antara
kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda ini
akan hilang sendiri setelah beberapa jam.
• Magnetisasi. Logam yang terkena
sambaran petir (lightning / eliksem) akan

108 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
berubah menjadi magnet. Efek ini juga termasuk
salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :


• Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian,
sepatu bahkan seluruh tubuh korban dapat
terbakar atau hangus.
• Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan
meleleh seperti perhiasan dan komponen arloji.
Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini
dapat kita gunakan untuk menentukan saat
kematian korban. Efek ini juga termasuk salah
satu tanda luka listrik (electrical burn).

Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning /


eliksem) terjadi akibat perpindahan volume udara
yang cepat & ekstrim. Setelah kilat menyambar,
udara setempat menjadi vakum lalu terisi oleh
udara kembali sehingga menimbulkan suara
menggelegar / guntur / ledakan.

Cara kematian korban akibat sambaran petir :


kecelakaan.

Trauma Kimiawi

 Asam kuat & basa kuat


 Asam kuat  mengkoagulasikan protein  luka
korosif yang kering, kertas spt kertas
perkamen.
 Basa kuat  memembentuk rx penyabunan 
luka basah, licin  kerusakan sd terus s/d
dalam

109 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Bahan kimia yg bersifat korosif dpt dibagi dlm 4
golongan :
 Asam organik yg bersifat korosif,  asam
oksalat, asam asetat, asam sitrat dan asam
karbol.
 Asam anorganik yg bersifat korosif  asam
fluoride, asam klorida, asam nitrat dan asam
sulfat.
 Kaustik alkali  kalium hidroksida, kalsium
hidroksida, natrium hidroksida dan amoniak.
 Garam logam berat  merkuri klorida, zinc
klorida dan stibium klorida.

Ciri luka akibat kimiawi :


 Asam karbol  luka bakar dimana kulit yang
terkena akan berwarna kelabu keputihan.
 Asam oksalat  kulit berwarna kelabu
kehitaman.
 Asam sulfat dan asam klorida  kulit mula-
mula akan berwarna kelabu kmdn jadi hitam.
 Asam nitrat  kulit berwarna merah kecoklatan
yang disertai dengan perdarahan.
 Zinc klorida  kulit berwarna keputih-putihan,
sedangkan
 Merkuri klorida  kulit yg terkena berwarna
biru keputihan + perdarahan.

 Ciri trauma akibat asam  kering, cokelat


kemerahan dan pd perabaan teraba padat dan
keras
 Ciri trauma akibat basa  bengkak, edem,
warna cokelat kemerahan dan pada rabaan
teraba lunak dan licin.

BAB VIII
ABORSI
110 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
DEFINISI
Peristilahan aborsi sesungguhnya tidak kita
temukan pengutipannya dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHPidana). Dalam
KUHPidana hanya dikenal istilah pengguguran
kandungan. Istilah “aborsi” yang berasal dari kata
abortus bahasa latin, artinya “kelahiran sebelum
waktunya”. Sinonim dengan kata itu mengenal
istilah “kelahiran yang premature” atau miskraam
(Belanda), keguguran.

Abortus berdasarkan definisi medis adalah


ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Anak baru
mungkin hidup di luar kandungan kalau beratnya
telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28
minggu. Ada yang mengambil batas abortus bila
berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan
umur kehamilan 22 minggu. Berdasarkan variasi
berbagai batasan yang ada tentang usia / berat
lahir janin viable (yang mampu hidup di luar
kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan
abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum
janin mencapai berat 500 gram atau usia
kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 :
22 minggu).

Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan


dengan keguguran kandungan adalah pengeluaran
hasil konsepsi pada setiap stadia
perkembangannya sebelum masa kehamilan yang
lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi
medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan
kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan
menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia
kehamilan yang cukup.
111 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
KLASIFIKASI
Secara garis besar abortus dapat di bagi dalam 2
kelompok, yaitu:
1. Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus
spontanea), yaitu abortus yang terjadi dengan
sendirinya, disebut juga keguguran.
2. Abortus yang sengaja dibuat (abortus
provokatus/induksi abortus), yaitu abortus
disengaja atau digugurkan, merupakan 80 % dari
semua kasus abortus. Abortus yang disengaja ini
dapat bersifat murni medisinalis, tetapi dapat
pula bersifat medisinalis kriminalis tergantung
dari pelaku abortusnya yang dapat dibedakan
antara :
1.abortus provokatus medisinalis (terapeutik)
atau legal abortion yaitu abortus yang
dilakukan atas indikasi medis, dilakukan oleh
tenaga yang terdidik khusus untuk
melakukannya dengan baik dan bukan
dilakukan untuk mempertahankan nama baik
atau kehormatan keluarga. Biasanya dengan
alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan dan dapat membawa maut bagi
ibu contohnya ibu dengan penyakit jantung,
hipertensi, kanker leher rahim, dan lain-lain.
2.abortus provokatus kriminalis yaitu abortus
yang dilakukan tanpa indikasi medis. Dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan oleh
tenaga yang umumnya tidak terdidik khusus,
termasuk oleh wanita hamil itu sendiri. Ini
disebut juga illegal abortion.

ABORTUS PROVOKATUS ATAS INDIKASI MEDIS

112 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Umumnya setiap negara ada undang-undang
yang melarang abortus buatan, tetapi larangan ini
tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan
undang-undang, melakukan abortus buatan
dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus
buatan sebagai tindakan pengobatan, apabila itu
satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan
kesehatan ibu serta sunguh-sungguh dapat
dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan
biasanya tidak dituntut. Indikasi medis akan
berubah-ubah menurut perkembangan ilmu
kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan
beberapa negara lainnya, membenarkan indikasi
yang bersifat sosial medis, humaniter, dan
egenetis, bukan semata-mata untuk menolong ibu,
tetapi juga dengan pertimbangan keselamatan
anak, jasmani, dan rohani.

Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat


tentang kemungkinan perluasan indikasi medik,
namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud
dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan
nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan
abortus atas indikasi :
o Ekonomi
o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat
hubungan diluar nikah.
o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin
cacat.

Indikasi melakukan abortus terapeutik:


1.Faktor kehamilannya sendiri
o Ectopic pregnancy yang terganggu
o Abortus yang mengancam disertai dengan
perdarahan yang terus-menerus, atau jika janin
telah meninggal (missed abortion).
o Mola hydatidosa
113 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o Kelainan plasenta
2. Penyakit diluar kehamilannya :
o Ca Cervix
o Ca. Mamma yang aktif
3. Penyakit sistemik ibu :
o Toxemia gravidarum
o Penyakit jantung organik disertai dengan
kegagalan jantung
o Penyakit ginjal
o Diabetes melitus berat
o Gangguan jiwa, disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi
dengan psikiater.
Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi
medik, seorang dokter perlu mengambil tindakan-
tindakan pengamanan dengan mengadakan
konsultsi pada seorang ahli kandungan yang
berpengalaman dengan syarat:
(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli
medis lain, agama, hukum, psikologi).
(3) Harus ada persetujuan tertulis dari
penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang
memiliki tenaga / peralatan yang memadai,
yang ditunjuk pemerintah.
(5) Prosedur tidak dirahasiakan.
(6) Dokumen medik harus lengkap.

ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

114 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Aborsi kriminal adalah kerusakan atau
pengguguran janin dari rahim ibu oleh orang lain
secara paksa, yaitu, jika tidak ada indikasi
terapeutik untuk operasi. Kejahatan ini dinyatakan
sebagai tindak pidana jika aborsi yang dilakukan
berakibat fatal. Jika wanita tersebut meninggal
akibat prosedur yang dilakukan oleh aborsionis dan
orang lain yang berkaitan dengan kejahatan
tersebut, seperti ahli anestetik atau perawat, akan
dituntut dengan pasal pembunuhan. Bahkan
saudara atau teman yang menemaninya ke
aborsionis dinyatakan bersalah sebagai rekan
kejahatan, jika dapat dibuktikan bahwa orang
tersebut mengetahui tujuan kunjungannya. Hukum
menekankan pada maksud-maksud ilegal di balik
tindakan dan tentang semua hal yang berhubungan
dengan kejahatan sebagai prinsip-prinsip
kesalahan. Yang termasuk dalam kategori ini
adalah individu yang memberi anjuran dan
meresepkan obat-obatan, atau berusaha
menggugurkan kandungan dengan cara lain; jika
terjadi kematian akibat tindakannya, mereka
dinyatakan bersalah oleh hukum.

Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran


fetus pada awal kehamilan atau pada akhir masa
kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam
sebagian besar yuridiksi, fetus pada awal
kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan
memiliki kehidupan yang sama dengan fetus pada
akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada
awal masa kehamilan sama bersalahnya dengan
yang dilakukan pada akhir masa kehamilan.

Mengenali Tindakan Arortus Provokatus

115 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Abortus provokatus yang dilakukan
menggunakan pelbagai cara selalu mengandung
resiko kesehatan baik bagi si ibu atau janin.
Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang
dapat timbul akibat pelbagai macam cara yang
digunakan untuk melakukan pengguguran kriminal
ini agar benar-benar dapat membantu secara
maksimal pihak penyidik.

Kekerasan mekanik lokal dapat ditakukan dari


luar maupun dari dalam. Kekerasan dari luar dapat
dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain,
seperti melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh,
pemijatan/pengurutan perut bagian bawah,
kekerasan langsung pada perut atau uterus,
pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya.

Kekerasan dapat pula 'dari dalam' dengan


melakukan manipulasi vagina atau uterus.
Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya
dengan penyemprotan air sabun atau air panas
pada porsio; aplikasi asam arsonik, kalium
permanganat pekat, atau jodium tinktur;
pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam
serviks; atau manipulasi serviks dengan jari
tangan. Manipulasi uterus, dengan melakukan
pemecahan selaput amnion atau dengan
penyuntikan ke dalam uterus.

Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan


dengan memasukkan alat apa saja yang cukup
panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan
atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan
dengan menggunakan Higginson type syringe,
sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan
atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat
mengakibatkan emboli udara.

116 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Obat/zat tertentu, racun umum digunakan
dengan harapan agar janin mati tetapi si ibu cukup
kuat untuk bisa selamat.

Pernah dilaporkan penggunaan bahan


tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu
yang merangsang saiuran cerna hingga terjadi
kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus
dan hormon wanita yang merangsang kontraksi
uterus melalui hiperemi mukosa uterus.

Hasil yang dicapai sangat bergantung pada


jumlah (takaran), sensitivitas individu dan keadaan
kandungannya (usia gestasi).

Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat


dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras
dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang
agak beracun seperti garam logam berat, laksans
dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti
strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina
dan lain lain.

Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak


hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif. Akhir-
akhir ini dikenal juga sitostatika

Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi :


1. Dilatasi Dan kuret (D & C)
2. MR (Kuret dengan penyedotan)
3. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam
pekat
4. Penguguran dengan mengunakan kimia
protaglandin
5. Operasi bedah kaisar/histerotomi
6. D&X (Intact dilatation & extraction =partial birth
abortion)
CARA-CARA ABORTUS
117 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus
atas indikasi medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi Cervix
- Injeksi 10 unit oxytosin intra uterin
2. Abdominal : Sectio Caecaria
Cara-cara melakukan abortus kriminalis :
1.Mengunakan obat-obatan yang diminum
2.Menggunakan kekerasan mekanik (umum
dan lokal)
3.Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya
dilakukan oleh dokter atau bidan.

Obat – obatan

Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral


tidak menyebabkan abortus kecuali diberikan
dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik
kepada wanita hamil tersebut.Patut diingat tidak
ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang
mampu menyebabkan rahim yang sehat
mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa
wanita yang meminumnya. Karena itulah seorang
“abortir profesional” tidak mau membuang-buang
waktu/mengambil resiko melakukan abortus
dengan menggunakan obat-obatan. Klasifikasi
obat-obat yang digunakan adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan
kontraksi uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya
menstruasi. Untuk menyebabkan abortus harus
diberikan dalam dosis yang besar dan
berulang).
2. Obat – obat yang menimbulkan kontraksi GIT.

118 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o Yang paling sering digunakan adalah emetik
tartar.
o Castrol oil ; magnesium sulfate / sodium sulfate

3. Obat yang bersifat racun sistemik


o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih
mentah, buah nenas yang masih mentah,
madar juice, Buah Daucus carota).
o Racun logam ( yang paling sering digunakan
adalah cairan timah yang mengandung oksida
timah dan minyak zaitun).

Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan,
tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada
bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya
bersepeda, meloncat, menunggang kuda,
mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :
o Merobek selaput amnion, yaitu dengan
memasukkan benda tajam seperti kateter,
jarum, dll kedalam rongga uterus.
o Pernggunaan ganggang laminaria yang
diamternya berukuran 0,4-0,5 cm. Ganggang
ini direndam dalam air dan dimasukkan
kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan
menyebabkan robeknya selaput amnion dan
terjadi abortus.
o Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang
dibungkus dengan kain, kemudian dicelupkan
kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice

119 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Hal ini
akan menyebabkan kontraksi uterus dan
abortus.
o Menyalurkan listrik tegangan rendah,
menyebabkan kontraksi uterus dan
mengeluarkan hasil konsepsi.

Pemeriksaan Kasus Abortus


Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda
kehamilan misalnya perubahan pada payudara,
pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan
sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha
penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan
pada genitalia interna/eksterna, daerah perut
bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina
- serviks membuka, bisa terdapat dan bias
juga tidak terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin

Korban mati
120 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Temuan autopsi pada korban yang meninggal
tergantung pada cara melakukan abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan
kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang
terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan
bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka
komplikasi yang timbul atau penyakit yang
menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda
abortus kriminal.

Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa


abortus dilakukan sendiri oleh wanita yang
bersangkutan. Pada pemeriksaan jenazah, Teare
(1964) menganjurkan pembukaan abdomen
sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada
kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai
penyebab kematian korban.

Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa


sedangkan pada pembedahan jenazah, bila
didapatkan cairan dalam rongga perut, atau
kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologik.

Uterus diperiksa apakah ada pembesaran,


krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan pula Tes
emboli udara pada vena kava inferior dan jantung.
Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat,
mengalami kongeti atau adanya memar. Uterus
diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm
untuk mendeteksi perdarahan yang berasal dari
bawah.

Ambil darah dari jantung (segera setelah tes


emboli) untuk pemeriksaan toksikologilk. Ambil
urin untuk tes kehamilan/toksikologik dan
pemeriksan organ-organ lain dilakukan seperti
biasa.

121 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Pemeriksaan niikroskopik meliputi adanya sel
trofoblas yang merupakan tanda kehamilan,
kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda
usaha penghentian kehamilan. Ditemukannya sel
radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas.

Pemeriksaan post mortem abortus kriminalis


bertujuan :
o Mencari bukti dan tanda kehamilan
o Mencari bukti abortus dan kemungkinan
adanya tindakan kriminal dengan obat-obatan
atau instrumen.
o Menentukan kaitan antara sebab kematian
dengan abortus.
o Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.

Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari
tanda-tanda kontak dengan suatu cairan,
terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam
jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian
adanya kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung
sabun, cairan pada :
- arteri coronaria
- ventricle kanan
- arteri pulmonalis
- arteri dan vena dipermukaan otak
- vena-vena pelvis
o Vagina dan uterus diinsisi pada dinding
anterior untuk menghindari jejas, kekerasan
yang biasanya terjadi pada dinding posterior
misalnya perforasi uterus. Cara pemeriksaan:
122 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
uterus direndam dalam larutan formalin 10%
selama 24 jam, kemudian direndam dalam
alcohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk
melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-
tanda kekerasan pada cervix (abrasi, laserasi).
o Ambil sampel semua organ untuk menilai
histopatologis.
o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan
mikrobiologi.
o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
- isi vagina
- isi uterus
- darah dari vena cava inferior dan kedua
ventricle
- urine
- isi lambung
- rambut pubis

Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah

Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk


mengetahui adanya obat/Zat yang dapat
mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan
pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian
kehamilan, misalnya yang berupa IUFD - kematian
janin di dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik
terhadap sisa-sisa jaringan.
Pertimbangan – pertimbangan saat otopsi
Saat melakukan otopsi untuk kasus aborsi, ahli
patologi harus membuat catatan khusus tentang
kondisi rahim dan genitalia, serta deskripsi umum
tentang mayat. Panjang, lebar dan ketebalan
uterus, ketebalan dinding uterin, panjang rongga
uterin, lingkar sirkumferen internal dan eksternal,

123 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
panjang serviks, diameter corpus luteum, dan
ukuran sisa-sisa janin, harus dicatat. Pemeriksaan
dilakukan pada tuba ovarium dan payudara.
Bagian-bagain janin harus dicari dalam saluran
genital dan rongga peritoneal. Luka-luka
instrumental dan tanda-tanda tenaculum harus
diidentifikasi. semua organ dalam rongga
abdominal dapat menyebabkan peritonitis
supuratif, seperti appendiks, kandung kemih atau
perut, harus diperiksa. Semua kondisi tubuh yang
dapat menyebabkan aborsi spontan, seperti
penyakit jantung dan hydatidiform mole, harus
diperiksa. Kondisi-kondisi septik tubuh harus
diperiksa dengan cermat. Vena-vena uterin dan
ovarian harus diurutkan dengan cermat sampai ke
bagian tubuh yang lebih besar untuk mengetahui
terjadinya phlebitis purulen. Pengguanan
terapeutik sulfonamid dan obat-obatan antibiotik
lainnya dapat menghambat perkembangan bakteri
dalam kultur post-mortem. Pemeriksaan kimiawi
harus dilakukan pada otak dan viscera
parenkimatom, jika perlu.

Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada


mukosa uterin untuk mengetahui apakah terjadi
villi chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti
tuba, ovarium, appendiks, ginjal, limpa, hati,
pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-organ
lainnya yang terlihat abnormal harus
diperiksa/dipotong.
Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan
pemeriksaan sinar-x untuk mengetahui pusat-pusat
osifikasi. Hal ini sangat penting untuk menentukan
usia kehamilan. Benda-benda asing, instrumen,
juga harus diawetkan sebagai bukti, jika ditemukan
dalam tubuh.

124 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah
diidentifikasi. jika seorang wanita meninggal saat
aborsi, janin atau bagian dari janin, akan
ditemukan dalam saluran genital.

Kadang-kadang, terjadi perforasi rahim dan janin


dipaksakan masuk ke rongga peritoneal, ini akan
ditemukan saat otopsi. Biasanya, tubuh janin telah
diangkat, dan daerah plasenta ditandai oleh
penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di
sekitar fundus, kondisi ini akan bertahan selama
beberapa hari.
Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan
bentuk, bervariasi mulai dari stellata kasar dan
kecil yang terbuka dan berdiameter kurang lebih 1
cm, banyak potongan stellata yang berbentuk oval
atau ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang
kadang menonjol pada fundus uterin. Kadang,
ditemukan dua atau beberapa perforasi pada
fundus, atau terjadi perlukaaan fundus dan serviks
akibat penggunaan kuret Uterus paling mudah
mengalami perforasi adalah jenis bicornuate,
karena operator yang ragu-ragu, menduga bahwa
rongga uterus lebih panjang dan melukai
dindingnya pada bagian cornua yang terpisah. Luka
pada serviks uteri terjadi sebanyak kurang dari
separuh perlukaan instrumental pada uterus,
sebagian diantaranya berupa ekskavasasi
crateriform dalam dinding servikal, sedangkan
yang lainnya mengalami perforasi ke dalam rongga
abdominal melalui dinding uterus. Perforasi
tersebut berbentuk stellata dan mengarah ke atas
mungkin akibat penggunaan instrumen seperti
kayu .

125 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada
aborsi yang dilakukan oleh seorang operator,
namun paling sering terjadi pada aborsi yang
dilakukan sendiri. salah satu kasus yang dihadapi
oleh penulis adalah seorang ibu hamil yang
melukai rongga vaginanya menggunakan jarum
panjang, yang ditusukkan ke dalam perut dan usus
beberapa kali sehingga terjadi peritonitis septik.
Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi
saluran genital dan organ abdominal harus dirujuk
ke rumah sakit untuk merawat gejala dan agar
dokter bedah dapat melakukan laparotomi. Dalam
berbagai kasus, operator dapat memperbaiki luka
dengan melakukan penjahitan, sedangkan dalam
kasus lainnya, operator dapat mengangkat rahim,
atau reseksi intestinal. Jika pasien meninggal,
dokter bedah harus menyerahkan semua organ,
jaringan atau benda asing yang diperoleh saat
operasi untuk diperiksa dan menyimpan catatan
klinis kasus yang akurat.
Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan
usia kehamilan dan jumlah hari setelah aborsi.
Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta
yang tersisa pada dinding uterin, berupa
penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant
cell, ini dapat dilihat melalui pemeriksaan
mikroskopis pada daerah plasenta. Karena
plasenta merupakan bagian dari janin, ini
merupakan bukti nyata terjadinya kehamilan, yang
bertolak belakang dengan sel-sel decidual yang
merupakan jaringan dari ibu dan bukan,
merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic dan
syncytial giant cell akan menetap selama beberapa
hari kemudian menghilang, satu-satunya kriteria
yang tersisa adalah ukuran dan bentuk rahim,
kondisi payudara dan corpus luteum ovarium.
126 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya
berguna untuk memastikan usia kehamilan saat
aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui
perkembangan janin selama masa kehamilan.
Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian
janin yang besar akan menunjukkan pusat-pusat
osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat
digunakan untuk menentukan usia bagian-bagian
tersebut. Biasanya akan terbentuk produk
perkembangan pembuahan ovum selama dua
minggu pertama masa kehamilan. Mulai dari
minggu pertama sampai ke lima, selama periode
tersebut, akan terjadi perkembangan berbagai
organ dan menghasilkan bentuk yang jelas,
organisme ini disebut sebagai embrio. Setelah
minggu kelima, disebut sebagai janin.
Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama
beberapa hari dan tidak ada sisa-sisa janin dalam
rahim, sulit untuk membuktikan fakta bahwa telah
terjadi kehamilan atau usia kehamilan sebelum
aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang tersisa,
membran atau jaringan plasenta, dan terjadinya
infeksi intra-uterine akan menganggu atau
menghambat proses involusi uterus. Nekrosis sisa-
sisa janin, membran dan jaringan plasenta akan
mempersulit pemeriksaan mikroskopis.

Dimensi uterus yang diukur saat otopsi merupakan


satu-satunya data yang dapat diandalkan oleh ahli
patologis untuk memperkirakan usia kehamilan.
Dalam kondisi tidak-hamil, uterus berbentuk
seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci, lebar
2 inci dan ketebalannya 1 inci. Selama dua bulan
pertama masa kehamilan, terjadi pembesaran.
Pada akhir bulan ketiga, panjang rahim akan
mencapai 4 sampai 5 inci, panjang serviks

127 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
mencapai 1 cm dan panjang corpus uteri mencapai
3 sampai 4 inci; pada akhir bulan keenam, uterus
akan membesar, corpus akan membentuk globular
dan serviks memendek. Pada akhir bulan keempat,
panjang uterus mencapai 5 sampai 6 inci; pada
akhir bulan keenam panjangnya akan mencapai 6
inci; pada akhir bulan ke tujuh, panjangnya
mencapai 8 inci; pada akhir bulan ke delapan,
panjangnya mencapai 91/2 inci; dan pada akhir
bulan ke sembilan, panjangnya mencapai 101/2
sampai 12 inci.

Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi


dan dindingnya menebal. Setelah dua hari post-
partum, panjangnya akan mencapai 7 inci dan lebar
4 inci; pada akhir minggu pertama akan
berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah dua
minggu panjangnya mencapai 4 inci. Setelah dua
bulan ukuran uterus akan kembali normal jika
involusi telah sempurna. Dimensi uterus setelah
aborsi sulit ditentukan; jika pasien hidup sebentar
setelah ekspulsi janin, ukuran uterus jelas akan
berkurang, namun tidak ada standar ukuran
involusinya setelah aborsi dalam berbagai usia
kehamilan. Pemeriksa hanya dapat menentukan
dimensi uterus seakurat mungkin dan menarik
kesimpulan sendiri sesuai dengan pengalamannya
menghadapi kasus semacam itu. Ukuran pembuluh
darah dan limfatik uterus akan bertambah selama
masa kehamilan dan akan tetap meregang selama
puerperium sampai masa involusi lewat.
Peningkatan vaskularitas ini akan meningkatkan
kerentanan gravid uterus terhadap perdarahan dan
infeksi.

Payudara akan membesar selama masa kehamilan,

128 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
akibat terjadinya hiperplasia kelenjar-kelenjar
payudara. Pada wanita yang tidak hamil, jaringan
kelenjar berupa beberapa duktus dan sejumlah
alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat,
namun seiring dengan perkembangan kehamilan,
cabang-cabang duktus dan jaringan kelenjar akan
berproliferasi dan jumlahnya bertambah. Pada
akhir bulan kedua, payudara akan membesar dan
memiliki konsistensi noduler saat dipalpasi.
Beberapa bulan setelah sekresi air susu yang
disebut sebagai kolostrum, yang keluar dari
payudara saat diberi tekanan ringan. Pada akhir
masa menyusui, sekresinya sangat banyak, jika
payudara dipotong, akan keluar banyak cairan susu
dari permukaan yang dipotong. Selama masa
kehamilan, puting susu akan terlihat lebih
menonjol, dan aerola di sekitarnya semakin meluas
dan pigmentasinya bertambah; Ukuran kelenjar
Montgomery, kelenjar sebaseous dalam aerola
akan bertambah selama masa menyusui dan
membentuk nodul subkutan pendek.

Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari


kandung kemih harus disimpan dan dapat
digunakan dalam uji Aschheim-Zondek untuk
menguji kehamilan, jika diperoleh dalam waktu
satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus
aborsi, kematian yang terjadi disebabkan oleh
infeksi piogenik parah dan urin mengandung
bakteri yang akan membunuh binatang-binatang
yang digunakan dalam pengujian dan mengurangi
kegunaan reaksi.

KETERKAITAN ABORSI DENGAN PIHAK LAIN

129 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara
seorang dokter dengan seorang yang hendak
menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak
terapeutik, yang selanjutnya menyebabkan pihak
lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya
termasuk aparat hukum, maka perlu disikapi oleh
kita semua apabila dalam pelayanan dokter
tersebut berdimensi pidana, petugas aparat hukum
dimungkinkan untuk menentukan langkah-
langkahnya. Atau dengan kata lain pihak kepolisian
boleh melakukan penyidikan dan juga tindakan lain
yang diwenangkan oleh hukum.

Dalam pasal 7 KUHAP telah memberikan


kewenangan kepada penyidik untuk:
(1) Menerima laporan atau pengaduan dari
seorang tentang adanya tindak pidana.
(2) Melakukan tindakan pertama saat ditempat
kejadian
(3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka
(4) Melakukan penagkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan.
(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
(6) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
(7) Mengambil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi
(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara
(9) Mengadakan penghentian penyidikan
(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab.

Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP,


khususnya yang berkaitan dengan penyidikan,

130 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan
bagi pihak penyidik untuk melakukan
penyidikannya pada tempat-tempat yang telah,
sedang atau akan terjadinya tindak pidana,
termasuk tempat yang patut diduga didalamnya
akan dilakukan tindak pidana. Demikian juga
tempat praktek dokter yang disinyalir di dalamnya
ada praktik aborsi yang illegal.

Chrisdiono M. Achadiat dalam artikel berjudul ;


“Aborsi dalam Perspektif Etika, Moral dan Hukum”
ia memberikan catatan sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki
disebutkan antara lain, “Ia (baca; Dokter
Indonesia) harus berusaha mempertahankan
hidup mahluk insani. Berarti bahwa menurut
agama dan undang-undang negara maupun
menurut Etika kedokteran seorang dokter
tidak dibolehkan :
(a) Menggugurkan kandungan (abortus
provokatus)
(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang
menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin
akan sembuh (eutanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal
10 Kodeki tersebut ditegaskan antara lain
bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan
sebagai tindakan pengobatan, apabila
merupakan satu-satunya jalan untuk menolong
jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus
thetapeuticus) (dikutip dari buku Kode Etik
Kedokteran Indonesia terbitan 1986, halaman
33).

Di negara bagian New York, jika seorang dokter


dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin praktek

131 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
kedoktarannya di negara bagian tersebut akan
dicabut secara otomatis.
ABORTUS DITINJAU DARI SEGI MEDIKOLEGAL

Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia,


setiap usaha untuk mengeluarkan hasil konsepsi
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
adalah suatu tindak pidana, apapun alasannya.
Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara
dimana legalisasi abortus provocatus masih
bersifat terbatas, seakan-akan timbul suatu
revolusi dalam sikap masyarakat dan
pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran
kandungan, sehingga terjadi perubahan-perubahan
hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul
hukum-hukum abortus dengan pembatasan
tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.

Hukum abortus diberbagai negara dapat


digolongkan dalam beberapa kategori sebagai
berikut :
1.Hukum yang tanpa pengecualian melarang
abortus, seperti di Belanda dan Indonesia
(sebelum ada UU No. 23 Tahun 1992, tentang
kesehatan).
2.Hukum yang memperbolehkan abortus atas
indikasi medik, seperti di Kananda, Muangthai,
Swiss.
3.Hukum yang memperbolehkan abortus demi
keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti
di Perancis dan Pakistan.
4.Hukum yang memperbolehkan abortus atas
indikasi sosial-medik, seperti di Eslandia,
Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
5.Hukum yang memperbolehkan abortus atas
indikasi sosial, seperti Jepang, Polandia, dan

132 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Yugoslavia. (Menghindari penyakit keturunan,
janin cacat)
6.Hukum yang memperbolehkan abortus atas
permintaan, seperti di Bulgaria, Hongaria.

Meskipun dalam Kitab Undang-undang hukum


Pidana tidak terdapat satu pun pasal yang
memperbolehkan seorang dokter melakukan
abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk
menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya
dokter yang melakukannya tidak dihukum, bila ia
dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan
tersebut diterima hakim. Abortus atas indikasi
medik ini kini diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.

Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus


provokatus :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 229
1.Barang siapa dengan sengaja mengobati
seorang wanita atau menyuruhnya supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau
denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2.Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk
mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau
kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.

133 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
3.Jika yang bersalah, melakukan kejahatan
tersebut, dalam menjalani pencarian maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan
pencarian itu.

Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan
melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak
sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.

Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang
ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa
akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa
anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan
anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan
342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta
melakukan, sebagai pembunuhan atau
pembunuhan dengan rencana.

Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang
lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

Pasal 347
1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan
atau mematikan kandungan seorang wanita
134 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya
wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.

Pasal 348
1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan
atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya
wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat
membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukan.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka


dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-pihak yang
dapat mewujudkan adanya pengguguran
kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan
atau menyuruh supaya berobat terhadap
wanita tersebut, sehingga dapat gugur
kandungannya.

135 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya
atau menyuruh orang lain, sehingga dapat
gugur kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan
gugurnya kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan
gugurnya kandungan seseorang wanita.
(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1,
2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter,
bidan, juru obat, serta pihak lain yang
berhubungan dengan medis.

Penjelasan Undang – Undang Republik Indonesia


Nomor : 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan :
Pasal 15
Ayat (1) : “Tindakan medis dalam bentuk
pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma
hukum, norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan”.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya
untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang
dikandungnya dapat diambil tindakan medis
tertentu.
Ayat (2)
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang
benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis
tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,
ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan
tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya, yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan
ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat
136 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
memberikan persetujuannya, dapat diminta dari
suami atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana
kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah
ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai
pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan
jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan
mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk
persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan
medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15
ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

Hukum Dan Aborsi


Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia,
aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus
Provocatus Criminalis”

Yang menerima hukuman adalah:


1.Ibu yang melakukan aborsi
2.Dokter atau bidan atau dukun yang membantu
melakukan aborsi
3.Orang-orang yang mendukung terlaksananya
aborsi

137 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Wewenang dokter dalam menjalankan praktek
aborsi adalah :

1. Dalam menjalankan profesinya seorang dokter


terkait dengan kode etik profesi, dalam hal ini
Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Dalam
Kodeki tersebut tercakup hal-hal yang berkaitan
dengan kewajiban seorang dokter ketika
menjalankan profesi kedokteran: yakni kewajiban
umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap
diri sendiri. Jadi, Kodeki merupakan pedoman
tingkah laku bagi para dokter Indonesia ketika
melaksanakan profesinya atau tegasnya
pedoman dalam melaksanakan kewajiban
sebagai dokter Indonesia.

2. Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki


antara lain Dokter Indonesia harus berusaha
mempertahankaan hidup makhluk insani. Berarti
bahwa baik menurut agama dan undang-undang
negara maupun menurut Etik kedokteran seorang
dokter tidak dibolehkan:

a. Menggugurkan kandungan (abortus


provocatus);

b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang


menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin
akan sembuh (eutanasia).

c. Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10


Kodeki ditegaskan antara lain bahwa abortus
provocatus dapat dibenarkan sebagai
tindakan pengobatan, apabila merupakan
satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu
dari bahaya maut (abortus provocatus
therapeuticus).
138 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
d. Dikatakan bahwa Kodeki membenarkan
aborsi dengan beberapa syarat dan
menyelamatkan jiwa ibu adalah indikasi yang
diperkenankan menurut Kodeki.

3. Bahwa, dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) UU


Kesehatan disebutkan bahwa "Tindakan medis
dalam bentuk pengguguran kandungan dengan
alasan apapun dilarang karena bertentangan
dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam
keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan
jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya,
dapat diambil tindakan medis tertentu." Jadi
satu-satunya indikasi yang diperkenankan
menurut UU Kesehatan ialah menyelamatkan jiwa
si ibu hamil.

Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan


pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000
(lima ratus juta rupiah).

4. Bahwa, pihak-pihak yang diperbolehkan


melakukan aborsi adalah dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan, sesudah meminta
pertimbangan dari tim ahli yang terdiri dari
pelbagai bidang keilmuan. Dengan demikian
menurut UU Kesehatan, tidak semua dokter
boleh melakukan tindakan aborsi.

5. Sarana yang dipakai dalam praktek aborsi


(tindakan pengguguran kandungan) hanya dapat
dilakukan di sarana kesehatan tertentu, yakni
sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut
dan telah ditunjuk oleh pemerintah

139 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
6. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada
pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam
keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya, dapat diminta dari
suami atau keluarganya.

7. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai


pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan
kewenagan bentuk persetujuan, sarana
kesehatan yang ditunjuk.

BAB IX
INFANTISID

Definisi (Menurut pasal 341 KUHP):


pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu
kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat
setelah dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia
telah melahirkan anak
Inggris :Batasan infantisid sampai 12 bulan

Unsur yang terkandung :


pembunuhan, oleh ibu kandung, motivasi psikis
dan waktu (baru lahir)

UU tentang pembunuhan anak


 KUHP 341 : pembunuhan anak sendiri tanpa
rencana (maks. 7 th)
 KUHP 342 : pembunuhan anak sendiri dengan
rencana (maks. 9 th)
 KUHP 343 : orang lain yang melakukannya /turut
melakukan (pembunuhan biasa)

140 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak
dibawah usia 7 th (maksimum 5 th 6 bln)
 KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati
(maks 7,5-9 th)
 KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru
lahir (seperdua dari KUHP 305 dan 306)
 KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran/kematian
(9 bulan)

Motif Infantisid :
• Anak yang tidak sah
• Warisan
• Orang tua yang terlalu miskin
• Pada beberapa keluarga, bayi perempuan
dianggap kurang berarti
• Wanita tuna susila yang tidak menghendaki
kelahiran anak
Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan :
 Pengertian “pembunuhan bayi”
mengharuskan untuk membuktikan :
 Lahir hidup
 Kekerasan
 Sebab kematian
 Pengertian “baru lahir” mengharuskan
penilaian :
 Cukup bulan atau belum dan usia
kehamilan
 Usia pasca lahirnya
 Viabel atau tidak
 Pengertian “takut diketahui” dibuktikan
dengan tidak adanya tanda-tanda perawatan
 Pengertian “si ibu membunuh anaknya sendiri”
harus dibuktikan bahwa mayat anak yang
diperiksa adalah anak dari tersangka

141 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Pemeriksaan kedokteran forensik untuk
memperoleh kejelasan dalam hal:
• Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau
hidup?
• Berapakah umur bayi tersebut (intra dan
ekstrauterin)?
• Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
• Apakah sebab kematiannya?
• Apakah pada anak tersebut di dapatkan
kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bagi si anak?

Lahir Hidup (live birth)


keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau
menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya
tali pusat dipotong dan uri dilahirkan

Lahir mati (still birth)


Jika bayi dilahirkan setelah melewati usia
kehamilan 28 mgg dan setelah dilahirkan tidak
pernah menunjukkan adanya tanda kehidupan
Dead born :
bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD)

Tanda-tanda lahir hidup:


Anamnesis : adanya tangis bayi

Pemeriksaan :
1. Dada :
 mengembang
 diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
 tepi paru menumpul
 beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat
semakin padatnya vaskularisasi paru
142 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
 Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi
sebagian kandung jantung
 Berwarna merah muda tidak merata
 Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran
mozaik karena alveoli sudah terisi udara
 Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
 Pada pengisian paru dalam air keluarnya
gelembung udara dan darah
 Berat paru bertambah hingga dua kali
(1/35xberat badan) karena berfungsinya
sirkulasi darah jantung paru
 Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna
dengan atau tanpa emfisema obstruktif
3. Saluran Cerna
 Adanya udara dalam saluran cerna
 Lambung dan usus : terdapat darah,
mekonium, & cairan amnion  menunjukkan
bahwa bayi telah melakukan usaha pernafasan
& pada saat inspirasi menelan cairan tersebut
 Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah
hidup untuk beberapa waktu lamanya
4. Perubahan ginjal dan kandung kemih :
(tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan)
 Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis
ginjal.
 Pembentukan urin (+/-)
5. Perubahan pada telinga tengah :
(kurang dapat diandalkan)
Pemeriksaan Wredin diperiksa jaringan konektif
gelatin pada telinga tengah yang akan berubah
menjadi berisi udara jika bayi telah melakukan
pernafasan
143 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Lahir mati (still born)
 Ditandai :
- janin yang tidak bernafas
- denyut jantung (-)
- denyut nadi tali pusat (-)
- gerakan otot rangka (-)
 Maserasi  8-10 hari kematian in utero
 Vesikel atau bula  3-4 hari kematian in utero
 Dada : belum mengembang, iga datar &
diafragma setinggi iga ke 3-4
 Pemeriksaan makroskopik paru :
 paru-paru masih tersembunyi di belakang
 kandung jantung atau telah mengisi rongga
dada
 berwarna kelabu ungu merata seperti hati
 konsistensi padat
 derik udara (-)
 pleura yang longgar
 berat paru kira-kira 1/70xberat badan
 Uji apung paru : negatif
 Mikroskopik paru : adanya tonjolan yang
berbentuk seperti bantal bertambah tinggi
dengan dasar menipis, tampak seperti gada
 Mekonium : berbentuk bulat berwarna jernih
sampai hijau tua terlihat dalam brokhioli &
alveoli
 Kolon :
dapat menggelembung berisi mekonium tanda
usaha untuk bernafas

Umur bayi intra dan ekstra uterin


Rumus HAASE
 Usia kehamilan 1-5 bulan :

144 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur
gestasi (bulan)
 Usia kehamilan > 5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = umur gestasi
(bulan) x 5
Pusat Penulangan Umur (bulan)
Pada
Klavikula 1,5
Tulang panjang2
(diafisis)
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/setelah
lahir
Proksimal tibia Akhir 9/setelah
lahir
Kuboid Akhir 9/setelah
lahir (bayi wanita
lebih cepat)

Viable
Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan
• umur kehamilan > 28 minggu
• PB (kepala-tumit) > 35 cm
• PB (kepala-tunggging) > 23 cm
• BB > 1000 garam
• lingkar kepala > 32 cm
• tidak ada cacat bawaan yang fatal
Bayi cukup bulan (matur)

145 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• umur kehamilan > 36 minggu
• PB (kepala-tumit) > 48 cm
• PB (kepala-tungging) 30-33 cm
• BB 2500-3000 gram
• lingkar kepala 33 cm.
• lanugo sedikit : pada dahi, punggung & bahu
• pembentukan tulang rawan telinga sudah
sempurna
• diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih
• kuku-kuku jari telah melewati ujung jari
• garis telapak kaki > 2/3 bagian depan kaki
• testis sudah turun ke dalam skrotum
• labia minora sudah tertutup labia mayora yang
telah berkembang sempurna
• kulit berwarna merah muda yang setelah 1-2
minggu berubah menjadi lebih pucat atau
coklat kehitaman
• lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit
tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur
berkeriput)

Usia Pasca Lahir


Udara dalam saluran cerna
 Di lambung : baru saja lahir, belum tentu
lahir hidup
 Di duodenum : > 2 jam
 Di usus halus : 6-12 jam
 Di usus besar : 12-24 jam
Mekonium keluar seluruhnya: > 24 jam
Perubahan tali pusat :
 Kemerahan di pangkalnya : 36 jam
 Kering : 2-3 hari
 Puput/lepas : 6-8 hari, kadang 20 hari
 Sembuh : 15 hari
 a/v umbilikalis menutup : 2 hari
146 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Duktus arteriosus menutup : 3-4 mgg
Duktus venosus menutup : > 4 mgg
Sel darah merah berinti hilang : > 24 jam

Tanda-tanda perawatan (Bukan termasuk


infantisid)
 Tali pusat yang terpotong rata dan diikat
diujungnya, diberi antiseptic dan verban (bisa
hilang sebelum diperiksa)
 Jalan napas bebas
 Vernix caseosa tidak ada lagi
 Berpakaian
 Air susu di dalam saluran cerna

Hubungan ibu dan anak


 Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu
lahir anak
 Mencari data antropologi yang khas pada ibu
dan anak
 Memeriksa golongan darah ibu dan anak
 Sidik jari DNA

Pemeriksaan Mayat Bayi


• Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable
• Kulit : sudah dibersihkan atau belum, keadaan
verniks kaseosa, warna, berkeriput atau tidak
• Mulut : adakah benda asing yang menyumbat
• Tali pusat : sudah terputus atau masih melekat
pada uri
• Kepala : apakah terdapat kaput suksadenum,
molase tulang tengkorak
• Tanda kekerasan
• Mulut : apakah terdapat benda asing &
perhatikan palatum mole apakah terdapat
robekan

147 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
• Rongga dada
• Tanda asfiksia :berupa Tardieu’s spots pada
permukaan paru, jantung, timus, epiglotis
• Tulang belakang : apakah terdapat kelainan
kongenital & tanda2 kekerasan
• Periksa pusat penulangan : pada femur, tibia,
kalkaneus, talus & kuboid

BAB X
KEJAHATAN SEKS

Pengertian
Kejahatan seksual (sexual offences) adalah salah
satu bentuk dari kejahatan tubuh yang merugikan
kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran
Forensik berguna dalam pembuktian

Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan,


baik fisik maupun psikologis, yang dilakukan
dengan cara-cara seksual atau dengan
mentargetkan seksualitas. Definisi kekerasan
seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan
seksual, dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual
seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual di
depan umum, dan pelecehan seksual.

Pembagian
Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual,
yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
 pelecehan seksual
 gurauan porno,
 siulan, ejekan dan julukan
 tulisan/gambar
 ekspresi wajah,
 gerakan tubuh
148 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 perbuatan menyita perhatian seksual tak
dikehendaki korban, melecehkan dan atau
menghina korban.
 Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan
dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan
seksual berat.

Macam-macam kekerasan seksual berat:


 Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ
seksual, cium paksa, rangkul, perbuatan yang
rasa jijik, terteror, terhina
 Pemaksaan hubungan seksual
 Hub. seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan
 Pemaksaan hubungan seksual dgn orang lain,
pelacuran tertentu.
 Hubungan seksual memanfaatkan posisi
ketergantungan/ lemah korban.
 Tindakan seksual + kekerasan fisik dengan
atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan
sakit, luka, atau cedera

Perundang-undangan
Persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP
Tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan

1.Persetubuhan dalam perkawinan


• Pasal 288 KUHP
2.Persetubuhan di luar Perkawinan
• Dengan persetujuan si wanita
- Tanpa ikatan
≈ wanita < 15 tahun : (287 KUHP)
≈ wanita > 15 tahun : (284 KUHP)
- Dengan Ikatan
≈ wanita < 21 tahun
- Pemberian/janji uang/barang (293 KUHP)

149 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
- Asuhan/Pendidikan (294 KUHP)
≈ wanita > 21 tahun
- Bawahan (294 KUHP)
- Dalam pengawasan (294 KUHP)
• Tanpa Persetujuan si wanita
- Dengan Kekerasan (285 KUHP)
- Si wanita pingsan/tidak berdaya (286 KUHP)
3.Perbuatan Cabul (289 KUHP)

Pemeriksaan Medis
1.Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
- Identitas : Nama, umur, TTL, status
perkawinan,
- Spesifik : Siklus haid, peny. kelamin, peny.
kandungan, peny. lain, pernah bersetubuh,
persetubuhan yang terakhir, kondom ?
Anamnesis khusus memuat waktu kejadian
2.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat :
- Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi
emosional, tanda-tanda bekas kehilangan
kesadaran / obat bius / needle marks.
- Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil,
refleks cahaya, pupil pinpoint, tanda
perkembangan alat kelamin sekunder, kesan
nyeri ?
Pemeriksaan fisik khusus memuat:
- Pembuktian persetubuhan :
ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus /
oral
ejakulat / mani pd vagina / anus
- Bukti Penetrasi :
• Robekan hymen, laserasi (mencakup
perkiraan waktu)
• Variasi : - korban 3 hr lalu / lebih
- hymen elastis
150 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
- penetrasi tidak lengkap
• Bukti Ejakulat/mani (mencakup perkiraan
waktu)
• Perlekatan rambut kemaluan
• Ejakulat di liang vagina
3.Pemeriksaan Pakaian
- rapi / tidak,
- robekan ? lama / baru, melintang ? pada jahitan
? kancing putus ?
- bercak darah
- air mani
- lumpur / kotoran lain TKP ?
4.Pemeriksaan Laboratorium
- cairan dan sel mani dalam lendir vagina
- pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea
sekret ureter
- pemeriksaan kehamilan
- toksikologik darah dan urin
Pembuktian Adanya Kekerasan
- Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks),
luka2 memar
- Lokasi : Muka, leher, buah dada, bagian dalam
paha dan sekitar alat kelamin

Perkiraan Umur
Umur berkaitan dengan KUHP
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh,
gigi, ciri-ciri kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan
tulang

Penentuan sudah atau belum waktunya dikawin


Pertimbangan kesiapan biologis : menstruasi,
Wanita sudah ovulasi / belum : vaginal smear
Berdasar umur ? : > 16 th

Pemeriksaan terhadap Pelaku


151 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
- Upaya pengenalan persetubuhan,
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian,
robekan.
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan
kekerasan.
- Tanda cedera : perlawanan korban ?
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu
seksual ? cedera ?
- Tanda infeksi gonokokus,
- Sekret
- Smegma

Pemeriksaan Penentuan gol. Darah


- Serologis air mani (antigen ABO) pada orang yg
’sekretor’
- Di cocokkan dengan golongan darah (pelaku /
korban)

Homoseksual
- Homoseksual merupakan salah satu bentuk
kejahatan seksual
- Di dalam pasal 292 KUHP, terdapat ancaman
hukuman bagi seseorang yang cukup umur yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang lain
yang sama kelaminnya yang belum cukup umur

Penatalaksanaan Korban Kekerasan Seksual


- Profesi kedokteran : Sesuai standar pemeriksaan
korban kekerasan danpembuatan visum et
repertumnya
- Kendala → belum berkembangnya Ilmu
Kedokteran Forensik Klinik di Indonesia
- Didirikannya Pusat Krisis terpadu bagi
perempuan dan anak-anak
- Menerima dan menatalaksana kekerasan
terhadap perempuan, kekerasan fisik maupun
152 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
seksual, secara terpadu sehingga diharapkan
dapat memperkecil trauma psikologis akibat
viktimisasi lanjutan pada korban.

BAB XI
KEMATIAN MENDADAK

Yang termasuk golongan ini adalah :


1. Kematian terjadi seketika
Contoh : teman bertamu, duduk, kemudian
meninggal
2. Kematian tidak terduga
Contoh : seorang pasien nyeri perut gastritis
akut kemudian diperiksa dan ternyata
meninggal
3. Kematian tidak diketahui penyebabnya

153 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Contoh : orang ditinggal di rumah masih sehat
kemudian keesokan harinya meninggal
Cara mengatasi kematian mendadak :
• Minta keterangan dari pihak keluarga, teman
dekat atau polisi.
Tanyakan : 1. Usia
2. Penyakit yang pernah diderita
3. Keterangan mengenai kesehatan
terakhir, pernah berobat kemana
4. Tingkah laku yang aneh
• Hal-hal yang perlu diketahui dari orang tentang
korban
1. Apakah sedang bertengkar
2. Apakah sehabis makan
3. Apakah kedatangan tamu

• Keadaan sekitar korban


1. Morat-marit
2. Pintu terkunci
3. Harta benda yang hilang
4. Korban diasuransikan atau tidak
5. Apakah didapatkan tanda-tanda kelainan
pada korban

• Menyimpulkan kemungkinan kematian tersebut


1. Mati wajar karena penyakit, didapatkan
penyakit pembuluh darah koroner (sehabis
aktivitas fisik, bertengkar).
2. Mati tidak wajar, didapatkan
tanda/kekerasan di tubuh.

Penyebab kematian ditinjau dari perorgan :


a. Sistem cardiovaskuler
• Penyakit jantung koroner
154 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
• Thrombus pada ramus circumfleksa a.
coronaria sinistra
• Thrombus pada ramus ascendens a. coronaria
dekstra dan sinistra
• Infark miokard akut
• Penyakit jantun katup
b. Sistem syaraf pusat
• Perdarahan otak > pecahnya aneurisma
cerebri
• Trombus a. cerebri media, posterior (cabang
circulus willisi)
• Perdarahan subarachnoid, epidural, dan
subdural serta intraserebral bleeding
• Pelebaran pembuluh darah willisi
• Perdarahan cerebello pontinus
• Tumor, radang, meningitis, ensefalopati,
ensefalitis
c. Sistem pernapasan
• Edem paru
• Pneumonia
• Bronchopneumonia
• TBC
• Emfisema pulmonum
• Status asamatikus
d. Sistem gastrointestinal
• Pecahnya varises esophagus
• Ulkus gastrikum kronis
• Perdarahan saluran cerna
• Apendisitis
• Trauma abdomen
• Obstruksi usus > dehidrasi > meninggal
• Invaginasi
• Megakolon congenital
• Hernia inkarserata
155 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
• Perdarahan
e. Sistem urogenitalia
• Perdarahan
• Gangguan fungsi ginjal
• Sindrom nefrotik
• glomerulonefritis

BAB XII
TOKSIKOLOGI FORENSIK

Definisi

156 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan sumber, karakteristik dan
kandungan racun, gejala dan tanda yang
disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal,dan
penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal
merupakan selang waktu antara masuknya racun
dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan
kematian pada rata-rata orang sehat.
Dalam berbagai kepustakaan, terdapat
berbagai pengertian tentang keracunan
(poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan
menyatakan pengertian keracunan dan intoksikasi
berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai
over dosis yang mempunyai efek sentral
sedangkan intoksikasi merupakan over dosis yang
bersifat umum baik sentral maupun perifer. Namun
kepustakaan lain menyatakan keracunan dan
intoksikasi memiliki pengertian yang sama.
Berbagai definisi racun telah dipublikasikan
berdasarkan sudut pandang yang berbeda dari
berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan
dan kelebihan tersendiri dalam interpretasi dan
banyak definisi yang tumpang tindih satu dengan
lainnya. Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal
sebagai Theopraksis Bombastus Von Honhenheim,
orang yang pertama mendefinisikan racun,
menyatakan semua substansi di alam adalah racun
hanya dosis yang membedakan substansi tersebut
racun atau bukan (sola dosis facit venenum).
Tosksikologist Seinen (1989) menyatakan racun
adalah substansi yang diberikan secara berlebihan
sehingga toksikologi dianggap sebagai
pengetahuan tentang sesuatu yang berlebihan
(toxicology is the knowledge of too much). 5
Sangster secara lebih rinci menyatakan
tentang sumber substansi yang dianggap racun.
Keracunan dianggap sebagai cidera yang
157 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
diakibatkan konsentrasi berlebihan dari substansi
eksogenous (dari luar tubuh manusia).
Toksisitas Racun
Dalam pemeriksaan keracunan harus
diperhatikan kondisi-kondisi yang mempengaruhi
fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan.
Banyak substansi yang hanya bersifat toksik dalam
jumlah yang besar tetapi ada yang bersifat toksik
meskipun jumlahnya kecil. Demikian juga adanya
substansi tertentu secara tersendiri tidak bersifat
toksik atau toksisitasnya rendah tetapi dengan
adanya substansi lain, menyebabkan substansi
tersebut menjadi toksik. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemeriksaan korban hidup,
antara lain :
1.Toksisitas intrinsik
Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara
intrinsik membentuk sifat racun zat
tersebut,misalnya unsur sodium.
2.Dosis dan bioavailabilitas
Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat
sistemik sangat tergantung dosis zat yang
masuk ke dalam tubuh dan kecepatan
metabolisme zat terutama di organ detoksifikasi
(hati). Metabolisme zat di dalam hati sebelum
beredar ke dalam sirkulasi sistemik (first pass
effect) sangat menentukan toksisitas zat yang
masuk ke dalam tubuh secara oral.
3.Konsentrasi
Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi
seperti halnya gas karbon monoksida (CO), asam
kuat dan basa kuat.
4.Frekuensi dan waktu paruh

158 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan
waktu paruh zat yang kontak juga
mempengaruhi toksisitas racun.
5.Cara masuk zat ke dalam tubuh
Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat
menentukan kecepatan kecepatan absorbsi dan
beredarnya zat secara sistemik. Pemekaian zat
per oral relatif lebih lambat dibandingkan secara
injeksi dan inhalasi.
6.Ko-medikasi
Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat
meningkatkan toksisitas zat dengan toksisitas
rendah atau mengubah zat yang tidak toksik
menjadi toksik. Alkohol merupakan ko-medikasi
yang paling sering digunakan, yang dapat
meningkatkan efek depresan dari obat-obat yang
menekan sistem saraf pusat..
7.Kondisi pemakai
Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti
terhadap adanya penyakit-penyakit yang
melibatkan sistem metabolisme dan
detoksifikasi, dimana penyakit tersebut dapat
meningkatkan toksisitas suatu zat. Demikian
juga halnya faktor umur, jenis kelamin, status
gizi, reaksi alergi, dan idiosinkrasi.
Keracunan dalam Bidang Medis
Pelayanan forensik klinis kasus keracunan
pada prinsifnya adalah mengumpulkan bukti-bukti
penggunaan racun dan menginterpretasikannya
dalam bentuk sertifikasi yang dapat dijadikan bukti
da dapat diterima di pengadilan. Informasi yang
melatarbelakangi keracunan menjadi salah satu
bukti yang perlu digali dan dikumpulkan.
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan
dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu atas dasar
dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama

159 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
bertujuan untuk mencari penyebab kematian,
misalnya kematian karena keracunan morfin,
sianida, keracunan karbonmonoksida serta
keracunan insektisida dan lain sebagainya. Yang
kedua, dan ini sebenarnya yang terbanyak
kasusnya akan tetapi belum banyak disadari,
adalah untuk mengetahui mengapa suatu
peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan,
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara
dan perkosaan dapat terjadi.
Dengan demikian tujuan yang kedua bermaksud
untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas
peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat-
obatan atau racun tersebut berperan sehingga
kecelakaan pesawat udara misalnya, dapat terjadi. 3
Bentuk Keracunan Berdasarkan Motif
Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik
adalah memberikan informasi atau fakta-fakta
yang membuat terang kasus keracunan yang
mencurigakan termasuk motif yang
melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus
tindak pidana harus dibuktikan adanya perbuatan
yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang
melatarbelakangi tindakan tersebut (men rhea).
Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur
men rhea, apakah timbul akibat kecerobohan
(recklessness), kealpaan (negligence) atau
kesengajaan (intentional).
Secara umum, motif keracunan dapat
dibedakan menjadi dua bentuk (tipe) berdasarkan
korban keracunan, yaitu:
1.Tipe S (spesific target)
Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya
orang tertentu dan biasanya antara pelaku dan
korban sudah saling kenal. Motivasi yang
biasanya melatarbelakangi, antara lain: uang,

160 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
membunuh, pembunuhan lawan politik dan
balas dendam. Keracunan tipe S berdasarkan
terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:
a.Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana
keracunan terjadi secara perlahan dan
direncanakan oleh pelaku.
b.Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana
keracunan terjadi secara mendadak dan
tanpa perencanaan sebelumnya.
Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe
S/S perlu mendapat perhatian lebih sebab
kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan
oleh dokter sangat sering membuat kasus
tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus
pembunuhan yang sempurna (the perfect
murder). Pembunuhan yang sempurna adalah
kematian korban yang sesungguhnya akibat
tindaan pidana tetapi dokter menyatakan
sebagai kematian wajar karena faktor
penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna
terjadi bukan karena keahlian si pembunuh,
tetapi akibat kegagalan dokter mengenali
tanda-tanda keracunan pada korban.
2.Tipe R (random target)
Terjadi pada korban yang acak. Motivasi
bentuk keracunan ini biasanya ego, sadistik,
dan teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan
tipe R dibagi:
a.Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme
merupakan salah satu benuk keracunan tipe
ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk
menjalankan teror.
b.Sub tipe Q tipe R/Q
Pemeriksaan Forensik Klinik terhadap Korban
Keracunan

161 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Pemeriksaan korban keracunan pada prisifnya
sama secara medis maupun secara forensik klinis
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan. Perbedaan yang ada
adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa
sertifikasi yang memberi batuan pembuktian
hukum terhadap korban. Sertifkasi yang dimaksud
adalah diterbitkannya visum et repertum
peracunan.
Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis
dapat bersifat autoanamnesis bila korban
kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap
keluarga koban atau penyidik. Beberapa hal yang
perlu ditekankan dalam anamnesis :
- Jenis racun
- Cara masuk racun (route of administration) :
melalui ditelan, terhisap bersama udara
pernafasan, melalui penyuntikan, penyerapan
melalui kulit yang sehat atau kulit yang sakit,
melalui anus atau vagina.
- Data tentang kebiasaan dan kepribadian
korban
- Keadaan sikiatri korban
- Keadaan kesehatan fisik korban
- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang
digunakan seperti penyakit, riwayat alergi atau
idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-
medikasi)
Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua
bukti-bukti medis meliputi tanda-tanda
mencurigakan pada tubuh korban seperti bau
tertentu yang keluar dari mulut atau saluran
napas, warna muntahan dan cairan atau sekret
yang keluar dari mulut atau saluran napas, adanya
tanda suntikan, dan tanda fenomena drainage.
Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat
seperti kejang, pin point pupil atau tanda gagal
162 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet
sekitar mulut, luka suntikan atau kekerasan
lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam
pemeriksaan seperti bau amandel pada keracunan
sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah yang
dipakai sebagai pelarut.
Pengambilan dan analisis sampel dilakukan
dengan mengambil sisa muntahan, sekret mulut
dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral,
analisis isi lambung harus dilakukan secara visual,
bau dan secara kimia. Skrening racun diambil dari
sampel urin dan darah.
Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah
diterbitkannya Visum et Repertum Peracunan yang
merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan.
Prosedur penerbitan Visum et Repertum Peracunan
sesuai dengan prosedur mediko legal penerbitan
visum dimana harus dibuat berdasarkan Surat
Permintaan Visum resmi penyidik (pasal 133
KUHAP). Dalam Visum et Repertum peracunan
ditentukan kualifikasi luka akibat peracunan,
dimana penentuannya berdasarkan penilaian efek
racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi
organ yang diakibatkan oleh racun.
Pemeriksaan Forensik Kasus Keracunan terhadap
Koban yang Sudah Meninggal
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan
pada pemeriksaan keracunan pada korban yang
sudah meninggal antara lain:
1. Pemeriksaan post mortem
a. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar untuk kasus
keracunan, kemungkinan didapatkan:
- Racun jenis tertentu mengeluarkan bau
aroma yang khas, misalnya asam
hidrosianida, asam karbonat, kloroform,

163 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
alkohol, dll. Untuk menjaga keutuhan
jenazah tidak boleh menggunakan cairan
desinfektan yang mempunyai bau (aroma).
- Pada permukaan tubuh jenazah mungkin
ditemukan bercak-bercak yang berasal dari
muntahan, feses dan kadang-kadang jenis
racun itu sendiri.
- Perubahan warna kulit, misalnya menjadi
kuning pada keracunan fosfor dan keracunan
akut akibat unsur tembaga sulfat.
- Keadaan pupil mata dan jari tangan yang
lemas atau mengepal.
- Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah
untuk melihat adanya tanda-tanda bekas zat
korosif atau benda asing.
- Livor mortis yang khas, merah terang, cherry
red atau merah coklat (bila racunnya
menyebabkan perubahan warna darah
sehingga warna lebam jenazah mengalami
perubahan.
b.Pemeriksaan dalam
Pada umumnya tanda-tanda keracunan
tampak pada traktus gastrointestinal, terutama
jika keracunan akibat zat korosif atau iritan.
Perubahan yang terjadi adalah:
- Hiperemia
Warna kemerahan pada membran mukosa
paling jelas terlihat pada bagian kardiak
lambung dan pada bagian kurvatura mayor.
Warnanya adalah merah gelap dan hiperemia
ini bentuknya bisa merata atau bercak,
misalnya pada keracunan arsen hiperemia
adalah merah merata.
Perubahan warna juga bisa muncul karena
berbagai unsur lainnya seperti sari buah.
Asam nitrat menyebabkan warna kuning
pada usus. Hiperemia harus dibedakan
164 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
dengan kongesti vena secara menyeluruh
yang terjadi pda kematian akibat asfiksia.
Gambaran yang membedakan dengan
hiperemia yang disebabkan oleh penyakit
adalah pada hiperemia karena penyakit
sifatnya merata dan terdapat pada seluruh
permukaan serta tidak berupa bercak, selain
itu gambaran membran mukosa lebih banyak
terkena pada kasus keracunan.
- Perlunakan
Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif,
lebih sering terlihat pada kardiak lambung,
kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan
esofagus. Jika disebabkan karena penyakit,
gambaran ini hanya tampak pada lambung.
Juga harus dibedakan dengan perlunakan
post mortem yang terdapat pada bagian
yang lebih rendah dan mengenai seluruh
lapisan dinding lambung. Pada bagian yang
mengalami perlunakan tidak ada tanda-
tanda inflamasi.
- Ulserasi
Paling sering ditemukan ditemukan pada
kurvatura mayor lambung dan harus
dibedakan dengan tukak peptik yang paling
sering terdapat di kurvatura minor lambung
dan ditandai dengan adanya hiperemia di
sekitar tukak tersebut.
- Perforasi
Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus
keracunan asam sulfat. Perforasi juga bisa
terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk
perforasi pada kasus ini biasannya lonjong
atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar
dan lambung menunjukkan tanda-tanda
perlekatan dengan jaringan sekitar.

165 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
2.Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh
bagian dalam
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses,
urin atau dalam organ tubuh merupakan bukti
yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan.
Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus
halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa dan
ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa
antara lain :
- Urin dan feses
- Darah
- Lambung dan isinya
- Bagian dari usus halus (duodenum dan
jejunum)
- Hati
- Setengah bagian dari masing-masing ginjal
- Otak dan korda spinalis, terutama pada
keracunan striknin
- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan
uterus, jika ada kecurigaan abortus kriminalis
- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform
- Tulang, rambut, gigi dan kuku
- Organ tubuh lainnya yang dicurigai
mengandung racun.
3.Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat
kejadian
Kunci Pembuktian Kasus Keracunan
Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai
tindak pidana, banyak hal yang harus dibuktikan
dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan
dokter forensik klinis. Hal yang dibuktikan antara
lain :
1.Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang
dapat diterima di pengadilan (adminissible)
sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut
sehingga penatalaksanaan terhadap bukti-bukti

166 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi
pada kasus tindak pidana yang memerlukan
standar pembuktian dengan tingkat kepercayaan
yang lebih tinggi yaitu sampai tidak ada
keraguan yang beralasan.
2.Pembuktian motif keracunan
3.Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya
racun seperti adanya resep, toko obat atau toko
yang menyediakan substansi yang digunakan.
4.Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan
korban, gangguan kepribadian, kondisi
kesehatan, dan penyakit serta kesempatan
dilibatkannya racun.
5.Bukti kesengajaan (intentional)
6.Bila korban meninggal harus ditentukan sebab
kematian korban adalah racun dengan
menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.
7.Bukti peracunan adalah homicide.
Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan,
tampak bantuan dokter sangat diperlukan dalam
beberapa langkah terutama :
- Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti
keracunan medis dalam upaya memberikan
pembuktian hukum
- Menemukan bukti-bukti pada korban seperti
kebiasaan, kondisi fisik dan keadaan psikiatri
korban
- Penentuan sebab kematian bila korban dengan
mengeklusi penyebab kematian lainnya
Mekanisme Kerja Racun Dalam Tubuh Manusia
1.Racun yang bekerja lokal atau setempat, zat-zat
korosif : lisol, asam kuat, basa kuat, yang
bersifat iritan : arsen, HgCl2, yang bersifat
anestetik : kokain, asam karbol
2.Racun yang bekerja secara sistemik
- narkotika, barbiturat dan alkohol; terutama
berpengaruh terhadap susunan saraf pusat
167 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
- digitalis dan asam oksalat; terutama
berpengaruh terhadap jantung
- karbonmonoksida dan sianida, terutama
berpengaruh terhadap sistem enzim
pernafasan dalam sel
- insektisida golongan “chlorinated
hydrokarbon” dan golongan fosfor organik
- cantharides dan HgCl2, terutama berpengaruh
terhadap ginjal.
3.Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik
- asam oksalat
- asam karbol
- arsen
- garam Pb
Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat
toksik, cara masuk ke dalam tubuh dapat secara :
- inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan,
sisa pembakaran seluloid, fumigasi kapal)
- oral, yaitu garam CN yang dipakai pada
peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja,
serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari
singkong, ubi dan biji apel
Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi
sebagai CN bebas dan tidak dapat berikatan
dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin
akan terbentuk sianmethemoglobin. CN akan
mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan
secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga
merangsang pernapasan bekerja pada ujung
sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga
pernapasan cepat. Dengan demikian proses
oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan
oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi
melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul
anoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaan

168 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
paradoksal karena korban meninggal akibat
hipoksia tetapi darahnya kaya akan O2.
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-
90 mg, sedangkan KCN atau NaCN adalah 200 mg.
Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian
dalam 30 menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan
menyebabkan meninggal seketika. Tanda dan
gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat
dengan cepat menyebabkan kegagalan pernafasan
dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit.
Dalam interval yang pendek antara menelan racun
sampai kematian, korban mengeluh merasa
terbakar pada kerongkongan dan lidah,
hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo,
fotopobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak
napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka,
keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah,
napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur,
refleks melambat, udara pernapasan berbau
amandel. Menjelang kematian sianosis nyata dan
timbul kedutan otot-otot berlanjut dengan kejang
dengan inkontinensia urin dan alvi. Racun yang
diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran
bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi,
lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing,
kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan
meninggal.
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau
amandel yang merupakan tanda patognomonik
untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis
pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan
lebam jenazah berwarna merah terang.
Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak
memberikan gambaran yang khas.
Pada otopsi dapat tercium bau amandel waktu
membuka rongga dada, perut dan otak. Darah, otot
dan penempang organ berwarna merah terang.
169 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Juga ditemukan tanda-tanda asfiksia. Pemastian
diagnosis keracunan CN dilakukan dengan
pemeriksaan toksikologis terhadap isi lambung dan
darah.
Keracunan Karbon Monoksida
Karbon mononoksida (CO) adalah gas yang
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
merangsang selaput lendir. Sumber CO berasal dari
hasil pembakaran tidak sempurna motor yang
menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap
melalui paru, sebagian besar diikat oleh Hb,
afinitas COHb 208-245 kali afinitas O2. Bila korban
dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb
berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan setelah 6-
8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala
keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb dalam
darah :
Tabel 1. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan
CO.
Saturasi Gejala
COHb
10 % Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening,
mungkin sakit kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut
pada pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemah,
pusing,penglihatan buram,
mual dan muntah, kolaps
40% - 50% Sama dengan gejala di atas
tetapi dengan kemungkinan
besar kolaps atau sinkop.
Pernapasan dan nadi cepat,
ataksia.
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi
bertambah cepat, koma
170 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
dengan kejang intermitten,
pernapasan Cheyne Stoke
60% - 70% Koma dengan kejang,
depresi jantung dan
pernapasan, mungkin
meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan
lambat, gagal napas dan
meninggal.
Pada kematian korban yang singkat setelah
keracunan CO ditemukan lebam mayat berwarna
cherry red pada pemeriksaan luar. Warna ini
disebabkan kadar COHb dalam darah melebihi 20%-
30% saturasi. Pada pemeriksaan luar selanjutnya
biasanya tidak terdapat gambara yang khas.
Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang
tidak lama terjadi ditemukan jaringan otot, viscera
dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-
kadang ditemukan tanda-tanda asfiksia dan
hiperemia viscera. Pada otak besar dapat
ditemukan petekie di substansia alba bila korban
bertahan hidup lebih dari 30 menit.
Pada korban keracunan CO yang sempat
mendapat pertolongan dan baru meninggal
beberapa saat (hari) kemudian, maka kadar COHb
dalam darah sudah kembali rendah dan lebam
mayat tidak akan berwarna merah terang.
Mekanisme kematian pada kasus ini adalah anoksia
jaringan otak, yang pada pemeriksaan jenazah
petekie pada substansia alba otak atau gambaran
infark atau ensephalomalacia yang simetris. Pada
kondisi demikian, diagnosis kematian akibat
keracunan CO ditegakkan dengan bantuan
pemeriksaan di TKP atau gambaran klinis saat
korban baru dirawat.
Keracunan Insektisida
171 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Kasus kematian akibat insektisida seringkali
merupakan kematian akibat bunuh diri
menggunakan bahan pembunuhan serangga
golongan karbamat yang digunakan luas
dimasyarakat. Selain itu keracunan juga
disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan pada
proses penyemprotan. Pembunuhan dengan racun
jenis ini jarang terjadi. (anonim, chadna)
Insektisida yang sering digunakan, antara lain :
1.golongan fosfat organik : malation, paration,
paraxon, diazinon
2.golongan karbamat : carbaryl, baygon
3.golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT,
lindane
Berdasarkan cara kerjanya, golongan
organofosfat dan karbamat dikategorikan ke dalam
antikolinesterase. Pada golongan organofosfat
inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan
golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi
mengakibatan terjadinya akumulasi asetilkoloin,
rangsangan pada saraf kolinergik diperpanjang.
Kematian terjadi karena gagal napas dan henti
jantung. Gejala klinis berupa gangguan
penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan
hiperaktif. Tanda dan gejala lain yang sering
terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot,
hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi
saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi,
koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda
pembendungan pada alat dalam. Di dalam lambung
ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan
yaitu lapisan cairan lambung dan lapisan larutan
insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas
tampak hiperemis dan mengalami perdarahan
submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut
insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem
172 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
dan kongesti. Kerusakan jaringan hati biasanya
merupakan penyebab kematian pada keracunan
kronis.
Keracunan Arsen
Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang
beracun adalah dalam bentuk garam. Arsen
mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan
menghalangi respirasi. Arsen tidak berwarna,
tadak berbau (As2O3) dan tidak berasa. Bentuknya
seperti bubuk giling, tidak larut dalam air. Jumlah
yang sangat sedikit sudah dapat membunuh
seseorang (30-300 mg). Cara kerja keracunan akut
berupa gangguan metabolisme seluler dengan
menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu
arsen dianggap merupakan racun kapiler dan
menyebabkan dilatasi kapiler. Timbulnya gejala
biasanya dalam waktu 2 jam setelah masuknya
racun. Arsen menyebabkan :
Cara kerja keracunan akut berupa gangguan
metabolisme seluler dengan menghambat sistem
enzim sulfhidril, selain itu arsen dianggap
merupakan racun kapiler dan menyebabkan
dilatasi kapiler
- rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum
dan epigastrium; rasa sangat haus disertai
mual, muntah dan diare
- nyeri akut pada abdomen, mungkin karena
perforasi lambung
- tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam
karena banyak mengandung darah dan banyak
mengandung cairan seperti diare pada kolera
- berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel
darah merah pada urin dan selanjutnya dapat
mengalami gagal ginjal

173 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi dan kejang otot.
Pasien menjadi gelisah
- tanda syok akan menonjol pada tahap
menjelang kematian
- koma, kejang dan meinggal
Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk
arsen, pasien akan batuk darah dengan dahak yang
berbusa, gangguan pernapasan dan sianosis.
Selanjutnya mungkin mengalami edema paru akut.
Kematian mendadak akibat syok mungkin terjadi
karena arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada
beberapa kasus, arsen dalam jumlah besar akan
menyebabkan muntah sehingga mengeluarkan
sebagian besar racun tersebut dan pasiennya
selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada
sistem pencernaan sangat minimal, bahkan tidak
sama sekali. Pasien merasa pusing, nyeri
prekordium, delirium, kehilangan kesadaran dan
meninggal. Paralisis seluruh anggota badan
mungkin terjadi sebelum kematian.
Pada kasus kematian akibat keracunan arsen,
pemeriksaan luar didapatkan tanda-tanda
dehidrasi, seperti mata cekung dan penonjolan
tulang-tulang wajah. Pada pemeriksaan dalam,
mukosa mulut biasanya normal tetapi bisa tampak
tanda-tanda inflamasi. Mukosa sistem pencernaan
mengalami inflamasi, berwarna merah disertai
perdarahan submukosa. Membran mukosa
mempunyai rugae dan di antara rugae bisa
ditemukan lendir yang kental dan mengikat
partikel racun. Isi lambung berwarna gelap.
Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen
dilakukan pemeriksaan toksikologi pada isi
lambung. Pada kasus keracunan kronis,
pemeriksaan terhadap rambut, kuku, dan tulang
akan memberikan hasil positif.
174 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Keracunan Alkohol
Kematian akibat overdosis alkohol akut jarang
terjadi. Kematian lebih sering karena efek kronis
alkohol. Penyakit hati kronis terbukti menyebabkan
kematian karena alkohol. Hampir separuh dari
kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi di
United States berhubungan dengan penggunaan
alkohol. Alkohol juga dikaitkan dengan kelainan
kongenital dan perkembangan tumor ganas.
Absorbsi alkohol terutama dari usus halus
(80%) dan lambung (20%). Konsentrasi alkohol
dalam darah sudah bisa ditemukan dalam waktu 5-
10 menit setelah meminum alkohol. Kadar puncak
dalam darah adalah 30 menit setelah meminum
alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar
puncak alkohol dalam darah bisa menyebabkan
habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya
seperti gastritis dan hiperemia.
Proses absorbsi semakin cepat jika terdapat air
dalam saluran usus atau lambung dalam keadaan
kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman
yang peling cepat penyerapannya. Metabolisme
alkohol terutama terjadi di hati (90%) da
mengalami oksidasi. Sisanya 10% diekskresikan
melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal.
Dosis tidak hanya tergantung dari jumlah yang
diminum tetapi juga tergantung pada kebiasaan
seseorang dan jenis minumannya. Bagi orang
dewasa, dosis fatal adalah sebesar 150-200 ml
alkohol absolut. Jika alkohol diminum dalam jumlah
yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai
kebiasaan minum alkohol, bisa menyebabkan
kematian dalam beberapa menit. Periode fatal
biasanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus
bisa agak panjang yaitu 5-6 hari. 4
Keracunan alkohol bisa bersifat akut atau
kronis. Keracunan alkohol akut terdiri dari dari
175 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
tahap merasa dalam keadaan senang, tahap
kebingungan, dan tahap koma. Keracunan alkohol
kronis terjadi karena meminum alkohol dalam
jangka waktu lama. Gejala yang dialami berupa
penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare,
tremor pada tangan dan lidah, gangguan daya
ingat dan menilai, jika telah berlangsung lama
dapat menyebebkan hipoproteinemia yang
berakibat edem anasarka. Selain mengalami stres
psikologis, pasien juga mengalami neuritis perifer
dan demensia yang semakin nyata pada tahap
akhir, pasien kemudian tiba-tiba mengalami
pingsan dan koma.
Mekanisme kematian pada alkoholisme kronis
terutama akibat gagal hati dan ruptur varises
esofagus akibat hipertensi portal, selain itu dapat
juga disebabkan secara sekunder akibat
pneumonia dan TBC. Peminum alkohol sering
terjatuh dalam keadaan mabuk dan meninggal.
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari
udara pernapasan merupakan petunjuk awal yang
harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar
alkohol baik melalui urin atau darah vena. Kelainan
yang ditemukanpada korban meninggal tidak khas,
mungkin ditemukan gejala-gejala yang ditemukan
pada asfiksia (seluruh organ menunjukkan tanda
pembendungan, darah lebih encer dan berwarna
merah gelap). Mukosa lambung menunjukkan
tanda-tanda pembendungan, kemerahan, inflamasi
tetapi kadang tidak ada kelainan. Gambaran post
mortem pada keracunan alkohol kronis berupa
mukosa lambung tampak hipertropi dan hiperemia,
hati dan ginjal mengalami kongesti, pada hati
terdapat infiltrasi lemak dan sirosis, jantung
membesar dan menunjukkan infiltrasi lemak.

176 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Keracunan Narkotika
Kematian akibat narkotika lebih sering karena
kecelakaan. Pada pemeriksaan kasus yang
meninggal akibat narkotika, perlu diperhatikan
akan adanya bekas suntikan yang baru dan lama.
Pada para pemakai narkotika dengan suntikan
dapat diteukan pembesaran kelenjar limfe
regional. Kadangkala ditemukan tatto pada tempat
yang tidak lazim, misalnya pada lipat siku, yang
dimaksudkan menutupi bakas suntikan.
Kematian akibat narkotika paling sering
melalui terjadinya depresi napas. Pada
pemeriksaan jenazah akan ditemukan kelainan
pada paru berupa pembendungan hebat dan edema
paru hebat, narcotic lung atau gambaran
pneumonia lobaris. Pembendungan ditemukan pula
pada organ-organ tubuh lainnya.
Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap
darah dan urin. Selain itu, pemeriksaan toksikologi
juga dilakukan pada cairan empedu serta tempat
masuknya narkotika tersebut (jaringan sekitar
suntikan pada pemakai narkotika suntikan, nasal
swab pada mereka yang melakukan sniffing, isi
lambung pada mereka yang menelan narkotika).
Pemeriksaan Toksikologi pada Kematian Akibat
Keracunan
Investigasi kematian akibat keracunan dapat
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1.Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan
dan spesimen yang sesuai
Saat ini, terdapat banyak bahan yang
beredar di masyarakat yang dapat menyebabkan
kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi.
Ahli toksikologi harus membatasi sejumlah
material yang dianalisis. Sebelum memulai
177 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
analisis, penting sekali dilakukan pengumpulan
informasi yang mungkin berkaitan dengan fakta
keracunan. Ahli toksikologi harus
memperhatikan usia, jenis kelamin, berat badan,
riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban,
pemberian terapi sebelum meninggal, temuan
pada otopsi, obat yang terdapat pada korban,
dan interval waktu antara onset gejala dan
kematian.
Pengumpulan spesimen untuk analisis
toksikologi biasanya dilakukan saat dilakukan
otopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan
organ penting untuk mengambarkan afinitas
obat dan racun terhadap jaringan tubuh.
Spesimen harus dikumpulkan sebelum jenazah
diawetkan, dimana proses ini dapat merusak
atau melarutkan racun dan membuat deteksi
menjadi tidak memungkinkan. Contohnya CN
dirusak oleh proses pembalseman.
2.Analisis toksikologi
Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi
harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
jumlah spesimen yang tersedia, sifat dasar
temuan racun dan biotransformsi racun. Pada
kasus keracunan dengan racun yang masuk per
oral, isi saluran cerna harus dianalisi pertama
kali, ketika sejumlah residu racun yang tak
terabsorbsi masih ditemukan. Selanjutnya urin
dapat dianalisis, karena ginjal merupakan organ
ekskresi utama untuk kebanyakan racun dan
racun dalam konsentrasi tinggi sering ditemukan
pada urin. Setelah absorbsi pada saluran cerna,
obat atau racun pertama-tama dibawa ke hepar
sebelum memasuki sirkulasi sistemik, oleh
karena itu, analisis pertama dari organ dalam
dilakukan pada hepar. Jika racun tertentu diduga
atau diketahui terlibat pada kasus kematian, ahli
178 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
toksikologi memilih menganalisis pertama-tama
jaringan dan cairan dimana racun terkonsentrasi.
3.Interpretasi terhadap hasil analisis
Setelah mengumpulkan keterangan-
keterangan tentang riwayat kasus keracunan,
mengumpulkan laporan hasil analisis
berdasarkan toksisitas, distribusi, dan
biotransformasi dan membandingkan hasil
analisis dengan kasus serupa yang pernah
dilaporkan pada literatur yang berkualitas atau
kasus serupa dari pengalamannya sendiri.
Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada
kondisi seperti kasus kematian mendadak yang
terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang,
kematian yang dikaitkan dengan tindakan abortus,
kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya,
kecelakaan transportasi, khususnya pada
pengemudi dan pilot, kasus penganiayaan dan
pembunuhan (selektif), kasus yang memang
diketahui atau patit diduga meelan racun,
kematian setelah tindakan medis, penyuntikan,
operasi dan lain sebagainya.
Gejala yang Menyerupai Keracunan (Apperent
Intoxicataion)
a.Koma hipoglikemi
b.Cerebro vasculer accident
c. Exhaustion setelah kejang atau setelah
pemakaian MDMA
d.Trauma ota dan kematian otak
e.Meningitis
f. Flash black setelah penyalahgunaan obat
g.Gejala withdrawal
h.Idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas
i. Syok neurogenik
j. Gejala tak terdga dari penyakit tertentu seperti
penyakit Lyme atau tumor otak.

179 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB XIII
PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK

Persiapan sebelum dilakukan pemeriksaan dalam


1.Gunakan apron yang terbuat dari plastik warna
putih, bias juga menggunkan jas lab.
2.Menggunkan sepatu tinggi yang terbuat dari
karet.
3.Kedua tangan ditutup dengan sarung tangan
rangkap supaya tidak tercemar bahan-bahan
dari mayat.
Pembedahan Mayat
 Mayat yang dibedah diletakkan terlentang
dengan bagian bahu ditinggikan (diganjal)
dengan sepotong balok kecil.
 Pemeriksa berada disebelah kanan jenazah
untuk yang menggunakan tangan kanan tetapi
jika menggunakan tangan kiri, pemeriksa
berada disebelah kiri jenazah.
180 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Insisi kulit dilakukan mengikuti garis
pertengahan badan mulai di bawah dagu,
diteruskan kearah umbilicus dan melingkari
umbilicus di sisi kiri dan seterusnya kembali
mengikuti garis pertengahan badan sampai di
daerah simfisis pubis. Potong agak tegas
sehingga tidak merusak kulit.
 Buka daerah dalam, pada daerah dada potong
sampai ke tulang, lepaskan otot. Insisi pada
dinding perut biasanya dimulai pada daerah
epigastrium dengan membuat irisan pendek
yang menembus sampai peritoneum. Dengan
jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang
dimasukkan ke dalam lubang insisi ini, maka
dinding perut dapat ditarik atau diangkat ke
atas untuk menghindari terpotongnya alat-alat
dalam.
 Kulit thorax dan jaringan otot dibawahnya
dipegang dengan erat dengan tangan kiri,
yaitu sebaiknya dijepit diantara ibu jari
disebelah medial dan jari-jari lain disebelah
lateral. Kemudian jaringan kulit dan otot
tersebut ditarik kearah lateral hingga jaringan
yang menegang tersebut dapat dipotong
dengan pisau pada tangan kanan; pisau
diarahkan ke bagian lateral dan posisi pisau
kurang lebih tegak lurus pada costae dan
sewaktu mengiris otot-otot yang masih
melekat pada costae dibersihkan.
 Pada bagian leher, yang dilepaskan adalah
bagian kulitnya saja, sedangkan otot-ototnya
dibiarkan saja.
 Memeriksa ketinggian diafragma untuk
mendeteksi adanya pneumothorax atau
hematothoraxyang ditandai dengan penurunan
diafragma.

181 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Memeriksa rongga perut apakah terdapat
darah, cairan atau pus. Perhatikan juga dinding
perut. Dinding perut yang normal adalah licin,
putih, tidak ada fibrin, tidak ada resapan darah
pada otot dan kulit agak tebal.
 Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris
rawan-rawan iga pada tempat ± 1 cm medial
dari batas tulang rawan dengan masing-masing
iga. Posisi pisau miring dengan ditekan oleh
tangan kiri. Dimulai dari iga kedua terus kea
rah caudal. Lepaskan dengan tajam agar tidak
memotong alat-alat didalamnya.Pemeriksa
berdiri dibagian kepala jenazah.
 Melepaskan daerah clavicula dengan
memotong iga kesatu kearah lateral dan
medial pada sendi sternoclavicula.
 Lakukan pemeriksaan lebar mediastinum dan
periksa juga apa yang ada di rongga dada kiri
dengan menarik paru kiri dan jantung untuk
mengetahui apakah ada cairan atau darah.
 Kantung jantung dibuka dengan melakukan
pengguntingan pada dinding depan mengikuti
bentuk huruf Y terbalik dari tengah. Perhatikan
apah rongga kandung jantung terisi cairan atau
darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada
kandung jantung maupun pada permukaan
jantung sendiri.
 Cairan jantung normal: kuning, jernih, ukuran
bervariasi 10-20 ml
 Selanjutnya pengeluaran alat leher dimulai
dengan melakukan pengirisan dasar mulut
menyusuri tepi rahang bawah hingga masuk
rongga mulut, gunakan hak agar lebih mudah.
Otot dasar mulut terpotong seluruhnya,
sehingga lidah bias dipegang dengan tangan.

182 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Potong tulang leher d\sehingga laring, faring
medial dari arteri karotis.
 Mengeluarkan organ-organ dada dari tulang
leher kemudian ditarik dengan tangan kiri
sehingga semuanya terangkat.
 Temukan esophagus dan ikat serta dipotong
proksimal dari ikatan tadi sehingga alat leher
dan dada bisa dilepaskan.
 Cari pangkal usus halus yang paling pangkal
(retroperitoneal) yaitu duodenum dan dibuat 2
ikatan dan dipotong diantaranya agar isis
duodenum tidak keluar. Dengan tangan kiri
memegang pada ujung distal dan
mengangkatnya maka mesenterium yang
melepaskan usus halus dengan dinding rongga
perut dapat diiris dekat pada usus.Pengirisan
dilakukan dengan pisau diletakkan tegak lurus
pada usus dan digerakkan maju mundur seperti
gerakan mengegrgaji. Pengirisan dilakukan
sepanjang usus halussampai ileum terminalis.
Pada daerah caecum pengirisan dilakukan
terhadap mesocolon dengan memotong
mesocolon pada bagian lateral dan colon
ascendens. Pemotongan dilakukan dengan
hati-hati, lapis demi lapis agar tidak teriris
ginjal kanan serta duodenum pars
retroperitonealis.
 Pada daerah colon transversum lepaskan
perlekatan antara colon dan lambung.
Mesocolon kembali diiris disebelah lateral dari
colon descendens dengan memisahkannya juga
dari limpa dan ginjal kiri. Colon sigmoid dapat
dilepaskan dari dinding rongga perut dengan
memotong mesocolon di bagian belakangnya.
 Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai
dari bagian distal dan mengurutnya kearah

183 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
proksimal agar isi rectum dipindahkan ke colon
sigmoid dan rectum dapat diikat dengan 2
ikatan, untuk kemudian diputus diantara 2
ikatan tersebut.
 Untuk melepaskan alat rongga panggul dan
perut, pengirisan dilakukan dengan memotong
diafragma yang dekat/melekat pada dinding
dada dari kanan dan kiri, masing-masing ginjal
sampai memotong a. iliaca comunis.
 Alat rongga panggul dilepaskan dengan
melepaskan peritoneum didaerah simfisis,
kandung kencing serta alat-alat lainnya. Buli-
buli dilepaskan dengan memasukkan tangan
subperitoneum, alat-alat seperti uretra,
rectum, dan pada wanita (vagina) terangkat.
Pada pria, alat panggul setingga prostat dan
wanita 1/3 proksimal vagina.
 Pemeriksaan kepala dimulai dengan membuat
irisan pada kulit kepala dimulai dari prosessus
mastoideus, melingkari kepala kearah puncak
dan berakhir pada prosessus mastoideus sisi
lain. Kulit kepala kemudian dikupas kearah
depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas
batas orbita dan kearah belakang sampai
protuberantia occipitalis externa. Perhatikan
permukaan luar tulang tengkorak apakah ada
tanda kekerasan baik resapan darah maupun
garis/patah tulang. Membuka rongga
tengkorak dengan penggergajian tulang
tengkorak melingkari daerah frontal ± 2 cm di
atas margo supraorbitalis, di temporal ± 2 cm
di atas daun telinga. Pemotongan otot
temporalis agar jika telah selesai dimaksudkan
dapat dijadikan tempat jahitan menyatukan
kembali atap tengkorak dengan bagian lain
tengkorak.

184 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Setelah tengkorak dilepaskan duramater
digunting mengikuti garis pemotongan
tengkorak.
 Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari
tangan kiri digaris pertengahan daerah frontal.
Dengan sedikit menekan bagian frontal akan
tampak falk cerebri yang dapat dipotong
sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri
dapat sedikit mengangkat bagian frontal dan
memperlihatkan nn.olfactorius, nn.opticus
yang kemudian dipotong sedekat mungkin
pada dasar tengkorak. Setelah otak
dikeluarkan, duramater yang melekat pada
dasar tengkorak harus dilepaskan untuk
mengetahui apakah dasar tengkorak utuh.
 Pada bagian otak harus diperiksa apakah
terdapat perdarahan subdural, subarachnoid,
contusion dan laserasi. Perdarahan subdural
dengan penyiraman darah akan hilang berbeda
dengan subarachnoid. Iris batang otak, potong
secara horizontal. Pada otak besar lihat dan
catat apakah ada perdarahan, infark atau edem
cerebri. Jika agak gelap pada daerah tersebut,
lakukan pengirisan, curiga ada contusio.
 Pemeriksaan alat dalam dimulai dari lidah,
esophagus sampai meliputi alat tubuh lainnya.
 Letakkan bagian depan esophagus dibagian
bawah untuk melihat isi selaput lendir
Esofagus dilihat dari trachea apakah ada
varises atau striktur.
 Pembukaan trachea dilakukan dengan
melakukan pengguntingan dinding belakang
(bagian jaringan ikat pada cincin trachea)
sampai mencapai cabang bronchus kanan dan
kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa,
darah serta keadaan selaput lendirnya.

185 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Periksa tulang thyroid bila baik. Jaringan lunak
lapisan otot sampai terlihat apakah ada
perdarahan. Kekerasan pada daerah leher yang
sifatnya lunak, sehingga perdarahan hanya
sampai jaringan otot tidak sampai subkutis.
 Lepaskan jantung dari jaringan sekitarnya
seperti paru. Inspeksi paru apakah ada
perdarahan (aspirasi darah), edem, luka, atau
sisa-sisa infeksi sebelumnya. Normalnya
berwarna merah kelabu agak ungu dan pada
perabaan seperti busa dan ada derik udara.
Paru dibelah untuk melihat penampangnya,
apakah ada cairan/darh/busa. Jika busa banyak
maka curiga adanya edem paru. Timbang paru,
normalnya 225-300 gram.
 Periksa jantung dengan melihat adanya
perdarahan atau sikatriks. Periksa pembuluh
nadi koroner dibagian depan a. coronaria
dinilai dengan cara dipotong sehingga terlihat
penampangnya . pembuluh darah tidak
menebal atau kolaps.
 Buka daerah atrium, potong vena cava superior
dan inferior sehingga terbuka. Cara membuka
daerah atrium kanan, tusuk pisau sampai
ventrikel kanan lalu potong kearah lateral
sehinga atrium dan ventrikel kanan terbuka.
Lihat adanya kelainan, periksa katup dan ukur
panjang katup serambi dan bilik kanan.
Lakukan hal yang sama pada sisi jantung kiri.
 Periksa penampang sehat ventrikel apakah ada
sikatriks, tebal otot ventrikel dan kiri diukur.
 A. coronaria jantung dipotong sedikit-sedikit
apakah ada perkapuran atau penebalan.
 Pemeriksaan rongga perut. Limpa dilepaskan
dari jaringan sekitarnya, periksa permukaan,
warna dan kelainannya. Potong untuk melihat

186 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
penampangnya, lakukan pengikisan untuk
menilai adanya jaringan ikat.
 Angkat diafragma dan lepaskan.
 Posterior diletakkan di atas, rapikan daerah
urogenital, cari kelenjar suprarenal kanan dan
kiri kemudian lepaskan. Bentuknya tidak
teratur atau trapezium, korteks kuning dan
medulla coklat. Traktus urinarius dipisahkan
dari yang lainnya.
 Aorta dibuka sampai a. renalis dari atas ke
bawah dilihat permukaannya. Ginjal dibelah,
normalnya 1/3 dari tebal ginjal dan periksa
kalixnya.
 Pankreas dipisahkan dari jaringan sekitarnya
lalu nilai penampangnya.
 Hati: permukaanya licin, rata, tepi tajam,
warna merah coklat (normal). Kemudian
dibelah dan lihat penampangnya tampak
kelenjar hati yang jelas. Lambung dibuka dan
lihat penampangnya.

187 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAHAN REFERENSI

- BAHAN KULIAH FORENSIK Dr. IWAN, Sp.F dan


Dr.MURSAD, Sp.F
- BAHAN REFERAT, TUGAS-TUGAS & PPT TEMAN-
TEMAN FK UNLAM
- E-BOOK KLINIK FORENSIK (MUHAMMAD AL FATIH
II) / BUKU AJAR IKK UNHAS
- BUKU AJAR FORENSIK FK UNAIR
- BUKU FORENSIK KARYA PROF.Dr.ABD.MUN’IM
IDRIES, Sp.F
- BUKU KAPSEL FKUI
- ATLS
- BUKU PATOFISIOLOGI EGC
- BAHAN KULIAH BEDAH SYARAF
- DLL

188 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed

Anda mungkin juga menyukai