Anda di halaman 1dari 192

Romans 4n6 Ed.

20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso


1
BAB I
PENGANTAR & PRINSIP
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Definisi Ilmu Kedokteran Forensik


Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
Sinonim:
- Kedokteran Kehakiman
- Legal Medicine
- Medical Jurisprudenc
- Forensic Medicine
- Clinical Forensic
- Pathology Forensic.
Forensik tidak sama dengan Hukum Kedokteran (Medical Law)

Peran Kedokteran Forensik
Menentukan:
1. Mengapa: Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut tubuh manusia.
Sejarah forum
2. Bagaimana: Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan KF terhadap
korban hidup/mati/bagian tubuh manusia
3. Untuk: Menemukan kelainan, bilamana timbul, penyebab & sebab cedera, penyebab, mekanisme,
saat & cara kematian, serta identifikasi

10 SUB BAB dalam Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu:
1. Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
2. Patologi Anatomi Forensik
3. Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan sampel urin
4. Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik
Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh bagian parasitologi
forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian
5. Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi
6. Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi
7. Radiologi Forensik
Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
8. Traumatologi Forensik
Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll
9. Psikiatri Forensik
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan berdasarkan
adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun psikolog.
10. Laboratorium Forensik
Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari jaringan
yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah

ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu dgn tujuan
untuk membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada
tidaknya kejahatan atau pelanggaran dgn memeriksa barang bukti
(Physical Evidence) dalam perkara tersebut.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
2

Skema 1. Fungsi dokter (Attending physician dan assessing physician)




Skema 2. Proses pembuatan VER

Proses penyidikan perkara pidana
a. menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk Berita Acara
Pemeriksaan (BAP)
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
3
b. mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para saksi
c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti korban/terdakwa atas
dasar legalitas hukum
d. penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli
e. pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/ konsultasi kepada
yang lebih berwenang
f. pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus korban/terdakwa
untuk pemeriksaan tertentu
g. pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam pemeriksaan
Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent)



Dalam proses pemeriksaan medis
kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila perlu)
penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan, mencatat serta
membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa
penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai kebutuhan pihak medis
penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk pemeriksaan lebih
lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan
menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dianggap selesai
menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif
bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur RS, Pasal 136
KUHAP)
Dalam proses sidang pengadilan
koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat hukum serta
keluarga korban/terdakwa
pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa atau korban
hidup yang dapat/siap di sidang
pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para saksi/saksi ahli
surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa
kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum
kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku
kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum sidang pengadilan
Kerahasiaan
kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli dan penyidik
kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan sesudah perkara
selesai
ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia

Prinsip hasil pemeriksaan medis
obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standar pelayanan kedokteran
forensik
ada surat permintaan penyidik

ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan

legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk
pemeriksaan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
4
landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum
dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan ilmu hukum

Informed concent
prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan
informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk, menentukan macam
pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL, autopsi)
Jadi Informed Consent :
- dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V et R
- dari korban/keluarga korban antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga korban
berupa surat persetujuan keluarga
- dari keluarga korban untuk :
o pangruti jenazah (agama)
o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)

Rekam Medis
Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam pemeriksaan
medis serta hasilnya
V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari data RM dan
pertanggungjawabnya
RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun 1966 dan Pasal
170 KUHAP).
Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP), bila diluar
sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.


Tabel 1. Perbedaan visum et repertum dan surat keterangan medis
Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis
Korban/penderita Merupakan barang bukti
medis
Merupakan pasien
Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi
Awal kontrak/
permintaan pemeriksaan
Kontrak pemeriksaan dari
pihak berwenang (polisi,
jaksa, hakim)
Kontrak pemeriksaan dari pasien
sendiri
Format laporan Dalam bentuk visum et
repertum
Dalam bentuk surat keterangan
medis (misal surat keterangan
sehat)
Penyerahan laporan Diserahkan kepada pihak
pemohon
Diserahkan hanya kepada pasien
Masa berlaku Sampai berakhirnya proses
peradilan
Ada batas waktu tertentenggang
waktu tertentu)
Informed consent Tidak diperlukan Harus ada


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
5
BAB II
VISUM ET REPERTUM

PENGERTIAN
Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan Repertum
(melaporkan).
Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya
terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1937: Suatu laporan medik forensik oleh dokter
atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang
bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan
tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.

MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di
pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR
merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih
baru

Pembagian Visum et Repertum
Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan perawatan
dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang
ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C.
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka
tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan.
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
Mengarahkan penyelidikan
Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa
Menentukan tuntutan jaksa
Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh atau
pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter
membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR
ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban,
misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak yang
menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
6
















Skema 3. Klasifikasi visum
Pembagian lain visum et repertum:
1. menurut peristiwa:
a. VeR perlukaaan
b. VeR kejahatan seksual
c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah
2. menurut barang bukti:
a. VeR hidup
b. VeR mati
3. menurut sifat :
a. VeR sementara, lanjutan, definitif
b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP
Susunan Visum et Repertum
Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
Ditulis pro justicia yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi:
Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam, tanggal, dan
tempat
Pernyataan dokter, identitas dokter
Identitas peminta visum
Wilayah
Identitas korban
Identitas tempat perkara
3. Pemberitaan
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran
Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
Untuk ahli bedah yang mengoperasi dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika diopname
tulis diopname, jika pulang tulis pulang
Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah pemalsuan.
Tidak dibenarkan menulis diagnosis,melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka.
4. Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara apa
yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi luka, atau
bila korban mati maka dokter menulis sebab kematiannya.
SEMENTARA DEFINITIF LANJUTAN
Tidak terdapat
kualifikasi luka
Pada
kesimpulan
terdapat
Kualifikasi luka
Pasien sembuh,
pindah dokter,
pinadah RS,
pulang paksa
atau meninggal

Pada
kesimpulan
terdapat
kualifikasi
menentukan
sebab, cara,
dan mekanisme
kematian
SEBAGIAN MENYATAKAN
BUKAN VISUM.


melaporkan keadaan
benda atau bagian tubuh
korban
KLASIFIKASI VISUM
VISUM HIDUP VISUM MATI EKSPERTISE
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
7
5. Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter yang membuat.
Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter.
Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi
pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan
korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut (NB : semua luka
tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu
Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta VeR
1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk
menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban
hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya.
Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR
jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
8
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat
permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk
menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi
40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum
Fotografi forensik
Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
Penjelasan istilah kedokteran
Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

Catatan dr Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes :
- Penyidik yang boleh meminta dilakukan visum minimal berpangkat AIPDA.
- Pangkat polisi dari yang paling bawah ( = setara dengan/nama dulu) :
i. BRIPDA SERDA
ii. BRIPTU SERSU
iii. BRIPKA SERKA
iv. BRIGADIR SERSAN MAYOR
v. AIPDA PELDA
vi. AIPTU PELTU
vii. IPDA LETDA
viii. IPTU LETTU
ix. AKP KAPTEN
x. KOMPOL MAYOR
xi. AKBP LETKOL
xii. KOMBES KOLONEL
- Paragraf dalam visum tidak boleh terpotong.
- Pemberitaan = objektif medis
- Kesimpulan = subjektif medis karena berupa pendapat dari penulis visum
- Pada kesimpulan, penulisan harus didahulukan yang paling berat lukanya, bahkan luka yang paling
ringan kadang tidak ditulis.
- Pada kesimpulan harus ditulis poin2, misal :
terdapat luka tusuk akibat persentuhan benda tajam (I.9,10)
saat kematian kurang dari dua jam dari saat pemeriksaan (I.3,4,5)
- CARA PEMBUATAN VISUM
Penulisan visum menyangkut 4 hal dibawah ini :
1. lokasi luka
2. koordinat luka (x,y)
o kepala, badan, kemaluan x = sumbu tubuh (yang di ambil dari potongan sagital tubuh)
o ekstremitas x = garis tengah ekstremitas
o y = titik anatomis terdekat
3. jenis luka
a. luka tertutup Langsung disebut namanya, misal luka memar, luka lecet geser, luka lecet
tekan
b. luka terbuka
- benda tajam
Tepi luka rata
Sudut keduanya tajam atau salah satu sudutnya tajam (luka tusuk keduanya
tajam, luka iris salah satunya tajam)
Tidak terdapat jembatan jaringan (jarinngan yang terputus tidak sempurna)
Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya akan terpotong
Termasuk didalamnya : luka tusuk, luka iris, luka bacok
- benda tumpul
Tepi luka rata
Sudut keduanya tumpul
Terdapat jembatan jaringan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
9
Bila melewati daerah berambut, maka rambutnya tidak terpotong
Termasuk didalamnya : luka robek, patah tulang terbuka
Luka robek terjadi karena gaya yang datang lebih besar daripada gaya elastisitas
jaringan kulit dan jaringan tulang dibawahnya.
4. ukuran luka
- luka terbuka panjang x lebar x dalam
- luka tertutup panjang x lebar
- untuk luka yang tidak ada ujungnya misal berbentuk bulat, maka tentukan diameternya
dengan mencari titik tengah dari luka tersebut, luka lecet geser juga harus dicari titik
tengahnya untuk menentukan ukurannya.


BAB III
CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN
Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan

KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ?
Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan merupakan permasalahan yang harus dapat dijawab,
dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik, karena baik kecelakaan, bunuh diri
atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun
proses peradilan.
1. Kematian karena kecelakaan
Kematian karena kecelakaan (accidental death) masih merupakan kasus yang masuk didalam
ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering dihadapkan dengan kasus
dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda
yang mengarah akan adanya unsur-unsur kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang
termasuk didalam pengertian kecelakaan disini adalah :
Kematian yang terjadi sewaktu seseorang penderita kelainan didalam kehidupan seksualnya, dan
melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan cara-cara yang tidak wajar pula.
Kematian disini dikenal dengan autoerotic death.
Kematian karena tergantung atau accidental hanging death, biasa terjadi pada anak-anak; dimana
anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang mempunyai jaruji, atau tersangkut
lehernya pada percabangan pohon yang berbentuk V.
Kematian karena tersumbatnya jalan udara pernafasan oleh sesuatu benda (Chocking death). Hal
ini sering terjadi pada orang-orang jompo, dimana gigi palsunya tertelan atau gumpalan daging yang
menyumbat jalan udara pernafasan secara tidak langsung.
Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat hebat (Crushing death), sehingga dinding
dada tidak dapat berkembang dengan demikian berarti pernafasan akan terhenti.
Kematian karena arus listrik atau electrical shock deaths sering terjadi pada waktu musim hujan
dan orang menutupi kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi dengan tidak disadari terpegang kabel
beraliran listrik yang isolatornya tidak baik, atau korban memegang atap seng yang bersentuhan
dengan kabel listrik tadi.
Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama dimusim hujan yang menyebabkan banjir.
Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat kecelakaan, non-kriminal sehingga pembedahan
mayat pada kasus tenggelam sering tidak diperlukan. Namun kemungkinan adanya unsur kriminal
tetap harus difikirkan terutama jika ada petunjuk-petunjuk kearah itu.
Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang diuraikan, Penyidik, dokter atau
bahkan orang awam dengan mudah dapat melihat dan menemukan tanda-tanda kekerasan yang dapat
diklasifikasikan sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar karena arus listrik, tanda-tanda tergantung
yang jelas dan tanda-tanda mati lemas.
Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik ternyata tidak ada unsur
kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu penyidik dihadapkan pada permasalahan apakah korban
perlu dilakukan bedah mayat atau cukup hanya pemeriksaan luar saja.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
10
Perlu tidaknya suatu tindakan atau langkah yang harus diambil tergantung sepenuhnya pada
Penyidik sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik memang tidak ada unsur kriminal maka
pemeriksaan luar saja cukup dan dapat dipertanggung jawabkan serta tidak bertentangan dengan
peraturan (H.A.P.) yang berlaku. Akan tetapi bila penyidik berkesimpulan akan adanya unsur
memerintahkan dokter untuk melakukan pembedahan mayat demi kelengkapan alat bukti di
persidangan.
2. Bunuh diri atau pembunuhan ?
Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan di TKP, pemeriksaan mayat,
pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para saksi dan lain sebagainya.
Pemeriksaan di TKP
Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi, pintu dikunci dari dalam,
keadaan ruangan tenang dan teratur rapih, alat yang sering dipakai biasanya alat yang ada di
dalam ruangan itu sendiri, alat tersebut biasanya masih ada, sering didapatkan surat-surat
peninggalan yang isinya berkisar pada keputus-asaan atau merasa bersalah; korban
berpakaian rapih dan dalam keadaan baik.
Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan ruang kacau balau dan sering
ada barang yang hilang, alat yang dipakai biasanya alat yang dibawa/dipersiapkan oleh
pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak ditemukan di tempat kejadian, pakaian
korban tidak beraturan dan sering terdapat robekan dan mungkin pula dapat ditemukan surat
yang bernada ancaman.
Keadaan bercak darah, pada bunuh diri darah berkumpul pada satu tempat/tergenang,
bercak yang terdapat pada pakaian distribusinya teratur mencari tempat yang terendah
tergantung dari tempat luka yang mengeluarkan darah. Pada kasus pembunuhan, bercak atau
genangan darah tidak beraturan menunjukkan arah pergerakan dari korban sewaktu korban
berusaha menghindar, dapat tampak bercak darah yang menunjukkan bahwa korban diseret,
bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika korban tersudut pada
dinding.
Pemeriksaan mayat
Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam
Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut bagian atas atau
pergelangan tangan, sering ditemukan luka-luka percobaan yang berjalan sejajar baik
disekitar luka yang fatal maupun pada bagian tubuh lain. Pada pembunuhan tidak ada tempat
khusus, jumlah luka sering lebih dari satu, adanya luka pada bagian belakang merupakan ciri
khas pembunuh, pada lengan dan telapak tangan sering didapatkan luka-luka tangkis; pada
beberapa kasus kadang-kadang korban selain ditusuk juga dihantam dengan bagian tumpul
dari senjata sehingga selain luka akibat benda tajam didapatkan luka akibat benda tumpul.

Mutilasi
Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal dunia dirusak,
dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal dengan sebutan mutilasi.
Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi mayat dimaksudkan pula untuk
menghilangkan identitas korban, dengan demikian penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan
tersebut memang ditujukan untuk menghilangkan jejak si pembunuh.
Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang harus diperoleh kejelasannya baik bagi
dokter yang membuat Visum et Repertum dan khususnya bagi penyidik dalam usaha untuk
mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga proses penyidikan dan peradilan dapat berjalan
dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah :
1. Apakah bagian-bagian tubuh itu memang berasal dari tubuh manusia ?
2. Jika bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal dari orang
yang sama/satu individu ?
3. Identitasnya ?
4. Apa yang menyebabkan kematian ?
Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila tubuh korban
dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan pemeriksaan visual sukar
dipastikan, maka perlu di lakukan pemeriksaan secara serologis, yaitu test precipitin.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
11
Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tubuh korban tidak terlalu
banyak dipotong-potong, yaitu dengan melakukan pemeriksaan yang teliti dari tepi/pinggir potongan
tubuh dan dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan tubuh lainya, apakah cocok atau tidak, bila
memang berasal dari satu orang maka didalam melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk
yang sesuai.
Penentuan identitas tidak sulit bila tubuh korban dalam keadaan cukup baik, didalam hal ini
maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta pemeriksaan perhiasan sangat bermanfaat bila dilakukan
denga cermat, tepat dan teliti.
Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keadaan tubuh yang terpotong-potong tersebut
masih lengkap dan dalam penentuan penyebab kematian ini pemeriksaan toksikologis serta
pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan.
Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi
Ke-tujuh potong bagian-bagian tubuh yang diperiksa ternyata merupakan satu kesatuan yaitu
dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka terbuka dan patah tulang pada kepala disebabkan karena
kekerasan benda tajam dan tumpul. Adapun kekerasan tajam lainnya yang menjadikan tubuh korban
menjadi tujuh potongan dilakukan setelah korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya
karena kekerasan tumpul pada kepala.
Melihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya pemotongan dilakukan dengan
gergaji dan penggergajian dilakukan pada posisi tubuh korban terlentang.
Dari kesimpulan Visum et Repertum seperti di atas telah tercakup empat masalah pokok yang
harus dapat diperoleh kejelasannya didalam melakukan pemeriksaan kasus mutilasi, dengan demikian
proses penyidikan (termasuk interogasi dan rekonstruksi), serta proses peradilan dapat berjalan dengan
lancar.
Tabel. Cara Kematian Akibat Senjata Tajam
Faktor Pembunuhan Bunuh diri
TKP Lokasi
Kondisi
Pakaian
Senjata
Surat peninggalan
Variabel
Tidak teratur
Tertembus
Tidak ada
Tidak ada
Tersembunyi
Teratur
Terbuka, luka tampak jelas
Ada
Ada (seringkali)
Luka Titik anatomis
Jumlah (fatal)
Luka percobaan
Luka tangkis
Tanda pergulatan
Mutilasi*
Arah irisan
Variabel
Satu atau lebih
Tidak ada
Ada (biasanya)
Ada (biasanya)
Ada (dapat)
Variabel
Tertentu
Biasanya Satu
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sejajar
*) Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan setelah korban
mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan memudahkan si-pelaku
kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban.
Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul
Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan hampir selalu
dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri dengan benda tumpul sangat
jarang, karena biasanya akan mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan perlu waktu yang lama.
Pada kasus dengan menggunakan senjata api
Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi, mulut dan dada.
Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban, kidal atau tidak.
Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya luka tembak
masuk yang terdapat pada bagian belakang menunjukkan kasus pembunuhan. Pada kasus kecelakaan
tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di TKP serta informasi para saksi penting.
Bila didalam tubuh korban ditemukan anak peluru maka anak peluru tersebut perlu dicatat dan
dilaporkan dengan jelas perihal ukuran panjang, garis tengah/kaliber, warna logam, jumlah dan arah
galangan serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada. Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau
bagian hidung anak peluru harus dibuat, hal mana untuk memudahkan untuk mengingat kembali
dipersidangan dan untuk menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
12
Apakah korban seorang kidal ?
Untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atau tidak dapat dilakukan dengan
pemeriksaan yang sederhana, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan korban, misalnya
titik-titik tersebut letaknya 10 sentimeter dari siku. Kemudian dengan alat pengukur atau jika tidak ada
dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri dan kanan pada ketinggian sesuai dengan titik
yang sudah ditentukan.
Jika ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini berarti korban
sehari-hari lebih sering/lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Bila lingkaran pada lengan kiri
lebih besar dari lingkaran lengan kanan, ini berarti korban adalah seorang yang kidal.
Pada kasus dengan menggunakan alat penjerat
Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat pada leher
berjalan dengan letak simpul pada sebelah atas, jumlah lilitan sekali atau sering berulang kali,
simpulnya simpul hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan luka lecet tekan berwarna merah
coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya sesuai dengan letak alat penjerat menekan
leher, di sekitar jejas jerat dapat ditemukan gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh darah
yang merupakan tanda intra vital.
Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata, muka dapat dilihat.
Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam mayat pada ujung-ujung anggota gerak akan
tampak. Muka korban tampak sembab, lebih gelap, mata dapat menonjol keluar demikian pula halnya
dengan lidah.
Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan simpul mati
dan letak alat penjerat umumnya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah dan kelenjar gondok, pada
daerah leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas pencekikan yang berbentuk luka lecet seperti bulan
sabit atau luka memar, pada keadaan yang demikian tulang lidah korban dapat patah.
Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh karena hal
lain/mekanisme kematian lain, seperti reflek vagal yang menyebabkan terhentinya denyut jantung,
otak tidak mendapat oksigen cukup oleh karena jeratannya sangat kuat menekan semua pembuluh
darah yang menuju ke otak atau karena terjadinya patah atau diskolasi ruas tulang leher yang berakibat
putusnya sumsum tulang belakang.
Penjeratan dengan tangan (manual strangulation)
Penjeratan dengan mempergunakan tangan sendiri adalah hal yang tidak mungkin, oleh karena
dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya kehilangan kesadaran dan dengan
sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti. Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau
pencekikan selalu merupakan kasus pembunuhan.
Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanya jejas kuku (luka lecet tekan berbentuk
garis lengkung), yang sering pula disertai dengan adanya memar di daerah tersebut. Jika pencekikan
dilakukan dengan mempergunakan satu tangan yaitu tangan kanan maka jejas kuku ataupun memar
akan tampak lebih banyak pada daerah leher sebelah kiri (akibat tekanan dari empat jari), sedangkan
pada sebelah kanan hanya sedikit (akibat tekanan dari ibu jari).
Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khususnya pada orang-orang tua dimana jaringan di
daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam akan tampak adanya pendarahan
pada jaringan dibawah kulit dan otot yang sesuai dengan jejas kuku; patahnya tulang lidah, rawan
gondok sering ditemukan pada kasus pencekikan.
Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera dapat ditangkap, maka
pemeriksaan kuku dari si tersangka tersebut (dengan mengerok kuku bagian dalam), harus dikerjakan
dengan tujuan mencari jaringan kulit atau darah dari korban yang terbawa pada kuku si tersangka
pelaku pencekikan tersebut; demikian pula pemeriksaan zakar untuk mencari sel-sel epitel dinding
vagina bila motif seksual merupakan alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut.

Tabel. Cara Kematian Pada Penggantungan





Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
13
Faktor Pembunuhan Bunuh diri
TKP Lokasi
Kondisi
Pakaian
Alat

Surat/catatan
peninggalan
Kamar
Variabel
Tidak teratur
Variabel
Berasal dari si
pembunuh
Tidak ada
Variabel, bila terkunci
dikunci dari luar
Tersembunyi
Teratur
Rapih dan baik
Berasal dari alat yang
tersedia di tempat

Ada (seringkali)
Terkunci dari dalam
Alat
penjerat
Simpul
Lilitan

Arah
Jarak simpul
dngn tumpuan
Mati (biasanya)
Hanya sekali

Mendatar

Lebih dekat
Hidup
Sekali tapi sering berulang
kali
Serong keatas

Jauh
Korban Jejas jerat


Perlawanan
Luka-luka lain


Jarak dg lantai
Jejas berjalan
mendatar

Ada (biasanya)
Ada (sering didaerah
leher)

Jauh
Jejas, merah coklat seperti
perkamen; serong
Tidak ada
Tidak ada (biasanya) Luka
percobaan dapat
ditemukan
Dekat, seringkali masih
menempel
* dijerat kemudian digantung
3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam
Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah satu bentuk dari mati lemas/asfiksia,
dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam seluruhnya atau sebagian
terbenam didalam benda cair.
Penyidikan pada kasus-kasus tersebut perlu dilakukan dengan baik. Penyidikan ditujukan
terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu terbenam ataukah sudah
menjadi mayat sewaktu dibenamkan, juga untuk penentuan apakah kasus terbenam itu kasus
kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Tanda-tanda pada pemeriksaan luar
- Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penurunan suhu mayat dalam
hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu rata-rata 5F per jam dan
biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu lingkungan salam waktu sekitar 5-6 jam.
- Lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan gas CO, lebam
mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan dada.
- Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih, ini merupakan petunjuk bahwa
korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia pada umumnya. Busa tersebut
lama-lama akan berwarna kemerahan dan bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi
khususnya bila dada korban ditekan.
- Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
- Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda pasir, dahan
atau rumput (ingat cadaveric spasm), bila keadaan ini didapatkan pada kasus hal tersebut
merupakan petunjuk kuat bahwa kematian korban karena terbenam atau menunjukkan
intravitalitas.
Tanda-tanda pada pemeriksaan dalam/bedah mayat
- Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air (pasir, tumbuhan dsb) akan dapat
ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan cabang-cabangnya. Diatomae
yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan dalam paru-paru dan organ tubuh lainnya.
- Pada terbenam di air tawar (fres water drowning), paru-paru sangat mengembang, pucat,
berat dan bila ditekan akan mencekung, keadaan mana dikenal dengan nama emphysema
aquasum, teraba krepitasi dan paru-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
14
dari rongga dada, dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan bentuknya,
pada pemijitan keluar sedikit busa dan sedikit cairan.
- Pada kasus yang terbenam dalam air seni (salt waterdrowning), paru-paru berat, penuh
berisi air, perabaan memberi kesan seperti meraba jelly dan bila dikeluarkan dari rongga
dada bentuknya tidak akan bertahan sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan
yang keluar.
Jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan di atas hal ini
masih mungkin, dimana kematian bukan karena mati lemas akan tetapi oleh karena hal-hal
lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang yang pandai oleh karena terlalu di forsir
sebelum berenang, hal ini akan menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat
kekurangan oksigen sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan
kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru akan
menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorok dan terhentinya pernafasan.
Inhibili atau penghambatan jantung oleh karena stimulasi vagal juga dapat menyebabkan
kematian, didalam hal ini masuknya air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal
tenggorok (naso faring dan laring).
- Dalam lambung dan organ-organ dalam tubuh serta sumsum tulang dapat ditemukan
pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti Lumpur, tumbuhan dan
secara mikroskopis dapat dilihat adanya ganggang.
Pada setiap kasus terbenam bedah mayat perlu dilakukan terutama bila penyidik
mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang bersangkutan.
Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan terutama bila ada tanda-
tanda yang menunjang diagnosa tersebut, yaitu: tangan menggenggam erat sesuatu benda,
adanya busa halus dalam saluran pernapasan/pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada)
dalam lambung, gambaran paru-paru yang khas serta ditemukannya diatomae didalam alat-
alat dalam tubuh dan sumsum tulang.
Hipoksia dan asfiksia
Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel gagal untuk melangsungkan metabolisme secara
efisien. Istilah hipoksia lebih tepat bila dibandingkan dengan istilah anoksia, yang banyak dipakai
pada masa-masa lalu.
Hipoksia dapat dibagi menjadi 4 grup, yaitu : (1) anoksik atau hipoksia, dimana oksigen tidak
dapat masuk ke dalam aliran darah; (2) anemik, dimana darah tidak dapat membawa oksigen yang
cukup untuk jaringan; (3) stagnan, dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi; (4)
histotoksik, dimana oksigen yang terdapat di dalam darah tidak dapat dipakai oleh jaringan.
Histotoksik-hipoksia sendiri dapat dibagi 4 kelompok, yaitu : (1) Histotoksik-hipoksia
ekstraselular, dimana enzim pernafasan jaringan keracunan, misalnya pada keracunan sianida,
sedangkan pada kebanyakan golongan hipnotika/obat tidur dan obat bius aktivitas enzim tersebut
ditekan; (2) Histotoksik-hipoksia periselular, dimana oksigen tidak dapat masuk sel oleh karena
permeabilitas membran sel menurun, seperti yang terjadi pada keracunan eter atau khloroform; (3)
Substrate histotoxic hyoixia, dimana tidak tersedia dengan cukup bahan makanan untuk metabolisme
yang efisien; (4) Metabolite histotoxic hypoxia, dimana endproducts dari pernafasan seluler tidak
dapat dibuang, sehingga metabolisme selanjutnya tidak berlangsung, seperti pada keadaan uremia dan
keracunan gas karbon dioksida.
Asfiksia dapat diberi batasan secara umum sebagai pelbagai macam keadaan dimana pertukaran
udara pernafasan yang normal terganggu. Dua penyebab utama dari asfiksia, yaitu oleh karena
terjadinya obstruksi pada saluran pernafasan (dikenal juga dengan istilah asfiksia mekanik), dan oleh
karena terhentinya sirkulasi; pada kedua keadaan tersebut terjadi reduksi oksigen dalam darah
(hipoksia), dan elevasi karbon dioksida (hypercapnoea).
Pemeriksaan post-mortal pada kasus-kasus yang meninggal karena mengalami penekanan pada
daerah leher dan obstruksi saluran pernafasan adalah sebagai berikut ;
Sianosis
Yang mudah dilihat pada pembuluh darah kapiler, seperti pada ujung-ujung jari dan bibir dimana
penilaiannya harus hati-hati oleh karena variabelnya cukup besar. Setelah 24 jam post-mortal sianosis
yang ada biasanya merupakan perubahan post-mortal, tidak adanya sianosis tidak berarti bahwa
korban tidak terjadi sianosis.
Kongesti
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
15
Kongesti sistemik dan kongesti pada paru-paru serta dilatasi jantung kanan adalah merupakan tanda
klasik pada kematian karena asfiksia.
Darah tetap cair
Merupakan salah satu indikasi adanya asfiksia, walaupun validitasnya masih diperdebatkan dan sering
diperdebatkan dengan aktifitas fibrinolisin.
Edema paru-paru
Untuk itu perlu paru-paru ditimbang untuk mengetahui beratnya, walaupun hanya mempunyai arti
sedikit didalam hal penentuan kematian karena obstruksi saluran pernafasan, dan sering dijumpai pada
kasus-kasus yang lain.
Perdarahan berbintik (petechial haemorrhages)
Yang mudah dilihat pada kulit dan alat-alat dalam, seperti pada permukaan jantung, permukaan paru-
paru, daerah katup pangkal tenggorok (epiglotis), biji mata dan kelopak mata.
Pendarahan bintik-bintik ini disebabkan karena terjadinya perubahan permeabilitas kapiler sebagai
akibat langsung dari hipoksia dank arena peningkatan tekanan intrakapiler.
Patahnya tulang lidah dan tulang rawan gondok
Tulang lidah dapat patah oleh karena mengalami tekanan atau kompresi langsung dari samping
(lateral), ataupun karena tekanan yang tidak langsung. Tekanan yang langsung terjadi misalnya pada
kasus pencekikan, sedangkan tekanan yang tidak langsung dimungkinkan oleh karena adanya tekanan
kebawah kesamping dari tulang rawan gondok atau tekanan pada daerah antara tulang lidah dan tulang
rawan gondok.
Patahnya tulang lidah karena tekanan yang tidak langsung tersebut dimungkinkan oleh karena tulang
lidah terfiksasi dengan kuat oleh otot-otot pada permukaan atas dan permukaan depan.
Tulang rawan gondok sering patah pada bagian cornusuperior, yang dimungkinkan karena adanya
traksi pada jaringan ikat yang menghubungkan tulang lidah dan tulang rawan gondok (thyrohyoid
ligament).
Pada kasus dengan menggunakan racun
Jika racun yang dipakai itu mempunyai bau atau mempunyai sifat korosif seperti halnya asam
sulfat pekat, maka pada umumnya kasusnya adalah kasus bunuh diri; hal ini akan lebih ditunjang bila
racun yang bersifat korosif tadi menyebabkan luka bakar yang teratur mulai dari mulut, mengalir
kedagu, leher bagian depan dan dada pada bagian tengah.
Pada kasus keracunan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis untuk mendapatkan
racun pada tubuh korban mutlak harus dilakukan, oleh karena dari hasil pemeriksaan tersebut akan
dapat diketahui apakah sebab matinya korban karena keracunan atau karena hal lain misalnya di bekap
dan racunnya dituangkan kemulut korban setelah korban mati.
Pembunuhan dengan racun biasanya memerlukan persiapan yang teliti dengan dibekali
pengetahuan yang memadai pula. Jika yang dipakai adalah racun yang bersifat korosif pembunuhan
dapat dengan mudah diketahui, oleh karena pelaku kejahatan biasanya menyiram korbannya, dengan
demikian bercak luka bakar pada korban sangat tidak beraturan.
Pada keracunan morfin kematian pada umumnya bersifat kecelakaan, oleh karena korban tidak
mengetahui dengan tepat berapa dosis morfin yang masuk kedalam tubuhnya. Pembunuhan dengan
menyuntik morfin dapat pula terjadi, yang biasanya dilakukan oleh para pengedar morfin yang takut
korban membuka cara operasi pengedaran morfin.
4. Penyidikan pada kasus penembakan
Dalam menghadapi kasus penembakan khususnya yang berakibat fatal, penyidikan harus dapat
memperoleh kejelasan dari permasalahan sebagai berikut :
- Apakah luka yang diperiksa memang benar luka tembak,
- Apakah luka tembak tersebut luka tembak masuk atau luka tembak keluar,
- Termasuk jenis apa senjata yang menyebabkan luka,
- Pada jarak berapa penembakan dilakukan,
- Dari arah mana penembakan dilakukan,
- Bagaimana posisi korban dan posisi penembak,
- Apakah penembakan tersebut yang menyebabkan kematian, dan
- Berapa kali korban terkena tembakan.
Untuk dapat memperoleh kejelasan tersebut perlu diketahui :
Luka masuk, sebab akibat yang ditimbulkan.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
16
a. Akibat api (flame effect) : Luka bakar, dimana kulit yang terbakar tampak kering, hangus
dan kaku pada perabaan.
b. Akibat asap (smoke effect) : Jelaga, dimana kelim jelaga akan tampak sebagai suatu
lapisan berwarna kelabu kehitaman disekitar lubang luka mudah dihilangkan dengan cara
dihapus.
c. Akibat butir-butir mesiu (gun powder effect): tatto/stippling, dimana kelim tatto akan
tampak sebagai bintik-bintik hitam yang bercampur dengan luka lecet dan pendarahan,
dan tidak dapat dihilangkan bila dihapus oleh karena butir-butir mesiu tersebut masuk
kedalam kulit.
d. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka yang dikelilingi oleh kelim lecet; dan
bila senjata yang dipakai itu sering dibersihkan maka pada dinding luka dan kelim lecet
akan didapatkan pula kelim kesat/kelim lemak.
e. Akibat partikel logam (metal effect): fouling, yang tampak sebagai luka-luka lecet
atau luka-luka robek kecil-kecil disekitar lubang luka; hal ini disebabkan oleh partikel-
partikel logam yang terbentuk akibat goresan antara anak peluru dengan laras yang
beralur, partikel logam tersebut dapat masuk kedalam kulit atau menempel pada pakaian.
f. Akibat moncong senjata (muzzle effect): Jejas laras, hal ini dapat terjadi pada kasus
luka tembak temple dan tampak sebagai suatu luka lecet tekan atau memar yang
bentuknya sesuai dengan moncong senjata.
g. Kelainan pada tulang, yang akan tampak jelas pada tulang yang berbentuk pipih
misalnya tengkorak, dimana kerusakan pada permukaan tulang bagian luar (tabula
externa) akan lebih kecil bila dibandingkan dengan kerusakan pada bagian dalam (tabula
interna), ini akan memberikan gambaran lubang yang berbentuk corong. Pada luka
tembak keluar terjadi keadaan yang sebaliknya.
Luka tembak keluar, dimana dapat memberikan informasi dalam beberapa hal, yaitu :
- Arah tembakan,
- Sikap dari korban pada saat penembakan, dan
- Jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban.
Pada umumnya luka tembak masuk dan luka tembak keluar tidak mempunyai kelim lecet.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya perbedaan besarnya luka tembak keluar
tersebut antara lain ;
- Velocity (kecepatan) dari anak peluru sewaktu keluar,
- Luasnya permukaan anak peluru pada tempat keluar,
- Yawing & tumbling of the bullet (pergerakan anak peluru yang tidak beraturan dalam
tubuh dan pergerakan berputar menurut poros memanjang (end to end))
- Ada tidaknya fragmen-fragmen tulang yang ikut keluar,
- Ada tidaknya tulang dibawah kulit tempat luka tembak keluar, dan
- Ada tidaknya benda yang menekan kulit pada tempat keluarnya anak peluru.
Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance Shotgun Wound); akan tampak
kelainan yang disebabkan oleh komponen-komponen yang keluar sewaktu penembakan,
yaitu : mesiu, api, asap, pellet dan sumbat peluru (wad).
Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat membantu didalam menentukan
arah tembakan dan sikap korban sewaktu penembakan, yang pada umumnya akan
memberikan gambaran yang variabel akan tetapi pada umumnya lukanya berbentuk bundar
atau oval dengan tepi yang terangkat keluar (everted margins).
Pemeriksaan mikroskopis dari luka tembak masuk.
Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, kelainan yang didapatkan
pada dasarnya merupakan akibat dari trauma mekanis dan thermis.
Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan tampaknya perdarahan serta butir-butir mesiu,
nekrosis koagulatip dan sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel basal, demikian pula
menjadi piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan H.E> akan lebih banyak mengambil
warna biru (basophilic staining), adalah merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk
Prinsipnya adalah dapat dideteksinya unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu, misalnya: pada
smokeless goundpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulosa nitrate; sedangkan pada black
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
17
powder black gunpowder yang dapat dideteksi adalah karbon, nitrit, sulfid, sulfat, karbonat,
tiosianat dan tiosulfat; sedangkan pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimon dan
merkuri.
Pemeriksaan secara radiologis
Pemeriksaan dengan sinar-X ini dapat banyak membantu didalam hal mencari anak peluru
dan partikel logam dalam tubuh korban, menentukan apakah korban merupakan korban
penembakan dengan senjata api yang tidak beralur dan pada kasus khusus, yaitu dimana
jumlah anak peluru lebih banyak dari jumlah luka tembak pada penembakan dengan senjata
api yang beralur (tandem bullet injury).
Internal ricochet
Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk dapat menembus
dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru mengenai kepala. Dengan
demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak peluru didalam kepala yang perlu
diketahui, yaitu : Single- ricochet, double- ricochet, inner tangential at contralateral side,
inner tangential at contra lateral side and ricochet dan inner tangential at entrance side.
5. Penyidikan pada kasus kematian karena terbakar
Didalam melakukan pemeriksaan korban yang terbakar, dokter harus dapat memberikan
kejelasan kepada penyidik dalam hal:
- Apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi?
- Penyebab kematian.
- Identitas korban.
- Perlukaan yang diakibatkan secara langsung oleh api.
- Adanya racun, obat-obatan dan alkohol didalam tubuh korban.
- Cara kematian, kecelakaan atau pembunuhan.
Untuk dapat menentukan apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu
mulai terjadi mutlak harus dilakukan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis.
Pada korban yang masih hidup sewaktu kebakaran itu mulai berlangsung, pada pembedahan
mayat akan ditemukan adanya pengumpulan dari jelaga didalam saluran pernafasan serta
adanya pembengkakan pada daerah tersebut khususnya katup pangkal tenggorok (epiglotis),
serta pita suara dan daerah sekitarnya.
Pada pemeriksaan toksikologis akan dapat diketahui bahwa didalam darah korban
mengandung gas karbon-monoksida (CO), dalam bentuk COHb dengan saturasi diatas 10%.
Bila didalam peristiwa kebakaran itu banyak terbentuk asap yang mengandung gas CO, maka
kematian dapat disebabkan karena keracunan gas tersebut; dan ini dapat diketahui antara lain
dari lebam mayat yang berwarna merah bata (cherry red), serta alat-alat dalam tubuh yang
juga berwarna merah bata, warna tersebut disebabkan oleh karboksihemoglobin (COHb).
Pada tubuh korban juga dapat ditemukan gelembung-gelembung (skin blisters), dimana
gelembung pada orang yang mati terbakar akan tampak kemerahan pada dasarnya, cairannya
banyak mengandung protein dan pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya reaksi
vital, yaitu sel-sel radang; dimana semua keadaan tadi tidak akan dijumpai pada orang yang
sudah mati pada saat kebakaran itu mulai berlangsung.
Penyebab kematian pada kasus kebakaran dapat dikarenakan oleh pelbagai hal, diantaranya :
- Panas yang tinggi sekali yang dapat berakhir dengan serangan jantung yang fatal.
- Keracunan gas CO, dimana dalam darah korban akan didapatkan saturasi COHb diatas
60%.
- Shock sebagai akibat dari luka-luka yang diderita serta akibat uap gas yang panas.
- Luka-luka yang fatal akibat tertimpa dinding atau atap yang roboh.
- Pembengkakan paru-paru (pulmonary edema), akibat panas yang mengiritasi paru-paru.
- Pembengkakan saluran pernafasan bagian atas yang mengakibatkan obstruksi saluran
pernafasan sehingga korban tidak dapat bernafas.
Penentuan identitas pada kasus yang mati terbakar amat penting, khususnya bila kasus yang
dihadapi merupakan kasus pembunuhan. Bila tubuh korban terbakar dengan sempurna maka
penentuan identitas tidak mungkin. Akan tetapi pada kebanyakan kasus pembakaran tersebut
tidak sempurna, didalam kasus seperti ini maka penentuan identitas dapat dilakukan,
terutama penentuan identitas dari gigi, perhiasan logam dan kelainan didalam tubuh korban
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
18
seperti adanya tumor pada rahim, adanya pen besi penyambung tulang, sebagian pakaian dan
lain sebagainya yang sukar hancur bila dibakar.
Pada tubuh yang terbakar (mayat atau orang hidup), kulit akan dapat pecah berbentuk celah hingga
dapat disangka sebagai akibat dari benda tajam, demikian pula dengan pecahnya tulang-
tulang yang kesemuanya itu dapat diketahui dan dibedakan dengan luka-luka atau kelainan
yang didapat sewaktu korban masih hidup, diantaranya dengan ada tidaknya perdarahan serta
reaksi intra vital lainnya.
Pemeriksaan toksikologis pada korban harus dilakukan dalam hubungannya untuk mencari
kejelasan dan pengarahan penyidikan.
Para pecandu alkohol, narkotika obat tidur serta obat bius lainnya oleh karena kesadarannya
terganggu seringkali mati terbakar oleh karena mereka lupa mematikan rokok, kompor,
lampu dan lain sebagainya. Jika dari hasil penyidikan dapat diketahui bahwa mereka itu
memang para pecandu dan menyalah gunakan obat (drug abuser), maka kematian korban
bersifat kecelakaan; akan tetapi bila penyidikan tersebut tidak memberi hasil seperti tersebut
diatas maka kemungkinan kasus pembunuhan haruslah dipikirkan.
Pada umumnya kematian karena terbakar bersifat kecelakaan, akan tetapi bila pada pemeriksaan
mayat dan dari hasil penyidikan didapatkan keadaan-keadaan yang menentangkan kecurigaan
seperti yang telah disinggung pada 5.1.; 5.2.; 5.3.; 5.4.; dan 5.5., maka pembunuhan sebagai
perbuatan orang lain haruslah dijadikan pedoman utama didalam penyidikan sampai didapat
hasil yang baik.
6. Anggapan yang tidak tepat dalam penyidikan kasus pembunuhan
Dalam zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang masih tetap hidup dikalangan
masyarakat termasuk dalam kalangan penyidik sendiri anggapan-anggapan yang keliru dan tidak tepat
mengenai kasus pembunuhan. Anggapan-anggapan tersebut terdapat di negara-negara yang sudah
maju. Berikut ini tertera beberapa anggapan yang perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu :
Pembunuhan akan selalu dapat segera diketahui.
Si-pembunuh akan selalu kembali ke tempat dimana kejahatan itu dilakukan.
Arah mata dari korban atau posisi lengan korban merupakan petunjuk ke arah mana si-pembunuh
melarikan diri.
Ekspresi wajah korban, terkejut atau ketakutan akan selalu menetap tidak berubah.
Tubuh yang telah tidak bernyawa tidak dapat memberikan keterangan apa-apa.
Rambut dan kuku akan terus tumbuh walaupun korban telah tewas.
7. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit (Unexpected Death due to Natural Disease),
pada seseorang terutama bila kematian tersebut terjadi di tempat umum, seperti di hotel dan khususnya
bila terjadi pada seorang tersangka pelaku kejahatan atau seorang tahanan; merupakan peristiwa yang
sensitif sehingga perlu diselesaikan secara tuntas dan cepat.
Adapun penyakit-penyakit yg dpt menyebabkan kematian secara mendadak adalah
Penyakit pada susunan saraf pusat, yang sering adalah perdarahan spontan yang disebabkan
karena korban menderita penyakit darah tinggi, atau perdarahan karena penyakit pengerasan
pembuluh darah (arteriosklerosis). Perdarahan spontan yang diakibatkan kedua keadaan
tersebut terjadi didalam otak/intra selebral.
Kematian dapat juga disebabkan karena terjadinya perdarahan di bawah selaput lunak otak
(perdarahan sub-arachnoid), secara spontan, oleh karena pembuluh nadi menggembung
setempat dan dapat pecah sewaktu-waktu, khususnya bila korban melakukan aktivitas fisik
yang berlebihan. Penyakit ini biasanya menyerang anak muda, merupakan penyakit bawaan
dan dikenal dengan nama aneurysma berry.
Penyakit pada sistem kardio-vaskuler, merupakan penyebab kematian mendadak yang tersering,
khususnya penyakit pada pembuluh darah koroner, baik hanya berupa penyempitan maupun
penyumbatan.
Penyakit jantung yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak adalah : peradangan,
penyakit pada katup serta pecahnya batang nadi tubuh (aorta) dimana pecahnya aorta sering
dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh nadi jantung (miocard infark).
Penyakit pada sistem pernafasan, yang tersering di Indonesia adalah perdarahan akibat penyakit
tuberkulosa/TBC, dimana darah tersebut menyumbat saluran pernafasan. Oleh karena adanya
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
19
perdarahan tersebut sering terjadi kesalahan penafsiran, yaitu dikaitkan dengan adanya
kekerasan.
Penyakit paru-paru lainnya yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak antara lain
ialah : infeksi (pneumonia) asma bronkhiale, bronkhiektasis serta penyakit diphteria.
Penyakit pada sistim gastrointestinal dan sistim uro-genitalis, penyakit pada sistim
gastrointestinal atau sistim pencernaan yang tersering menyebabkan kematian mendadak
adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana manifestasinya adalah muntah darah.
Penyakit hati yang kronis (sirosis hepatis) juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung
oleh karena terjadi perbendungan pembuluh balik, dan kemudian pecah ke dalam lambung
dan akhirnya dimuntahkan.
Yang perlu diingat oleh dokter, dalam menghadapi kasus kematian mendadak, terutama bila
dokter tidak pernah merawat korban, maka sebaiknya dokter jangan membuatkan surat
keterangan kematian; kecuali jika ia yakin bahwa kematian korban menurut pengetahuannya
tidak disebabkan oleh tindakan kekerasan. Pada kasus kecelakaan, yang berarti merupakan
kematian yang tidak wajar dan mungkin akan ada penuntutan, dokter jangan membuat surat
keterangan kematian. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan tubuh mayat dengan
teliti sekali. Jika ada kecurigaan setelah ia melakukan pemeriksaan, maka pihak keluarga
dianjurkan melapor kepada polisi dan kemudian dibuatkan visum et repertumnya.
Sikap penyidik dalam kasus mati mendadak, penyidik harus melakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut :
1. Jangan mengajukan pertanyaan yang mendatangkan syok.
2. Tentukan keadaan sekitar korban dan memperkenalkan diri dengan semua anggota
keluarga.
3. Berusaha untuk mendapatkan informasi baik di dalam hal penyakit atau perlukaan dari
korban sebelum korban meninggal dunia.
4. Perhatikan tubuh korban :
- Adakah tanda-tanda kekerasan atau perlawanan.
- Adakah tanda-tanda keracunan.
- Adakah tanda-tanda bahwa korban pernah mendapatkan perawatan atau pengobatan.

Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi
Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang bertanggung jawab
terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
20
BAB IV
IDENTIFIKASI FORENSIK
Definisi :
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati, berdasarkan
ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk
kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Tujuan Identifikasi forensik :
1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif & pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)
Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
o semua kasus medikolegal
o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
o anak hilang
o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
o tuntutan hak milik
o untuk kepentingan asuransi
o tuntutan hak pensiun
2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;
o kasus peledakan
o kasus kebakaran
o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
o banjir
o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum
Ada dua metode, yaitu ;
a. Identifikasi Komparatif
- Dalam komunitas terbatas
- Data antemortem & postmoterm tersedia
b. Identifikasi Rekonstruktif
- Komunitas korban tidak terbatas
- Data antemortem tidak tersedia
Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :
1. Secara visual keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat : korban
dalam keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan emosi
2. Pengamatan pakaian catat: model, bahan, ukuran, inisial nama & tulisan pada pakaian.
Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm), foto pakaian
3. Pengamatan perhiasan catat : jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan (emas,perak,
kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan baik
4. Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll
5. Medis pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna tirai mata, adanya luka bekas
operasi, tato
6. Odontologi bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting bila jenazah dalam keadaan
rusak/membusuk, perlu diingat : dental record di Indonesia masih sangat terbatas
7. Sidik jari tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama mudah dan murah
8. Serologi menentukan golongan darah (memeriksa darah dan cairan tubuh korban)
Ada 2 tipe orang dalam menentukan golongan darah
- Sekretor: gol.darah dapat ditentukan dari px. darah, air mani, dan cairan tubuh lain
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
21
- Non sekretor: gol.darah hanya dapat ditentukan dari px. darah
9. DNA sangat akurat,t tapi mahal
10. Ekslusi biasanya digunakan pada korban kecelakaan masal, menggunakan data/daftar
penumpang
Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Identifikasi primer :
Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria identifikasi
lain.
DNA : memerlukan keahlian dan kondisi khusus.
Sidik Jari : sukar dilakukan pada kondisi jenazah yg membusuk.
Odontologi : dental record di Indonesia masih terbatas.
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode pemeriksaan
dengan hasil (+).
2. Identifikasi sekunder
Tidak dapat berdiri sendiri, perlu didukung kriteria identifikasi yang lain.
Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan, pakaian dan
kartu identitas yang ditemukan.
Cara Ilmiah : melalui teknik keilmuan tertentu seperti medis dll.
Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan :
Ras
Jenis Kelamin
Perkiraan umur
Tinggi badan
PENENTUAN JENIS KELAMIN
Tabel. Penentuan jenis kelamin
Penentuan secara umum
wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada
Pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis
Pemeriksaan histologis/kromosom.
Prinsip: berdasarkan pada kromosom
Bahan pemeriksaan: kulit, leukosit, sel-sel selapu lendir pipi bagian dalam, sel-sel
rawan, korteks kelenjar suprarenalis, dan cairan amnion
Metode
- Px. Kromosom dari biopsi kulit dengan fiksasi merkuri-klorida setengah jenuh dlm
15 % formol saline
- Px. Sel PMN leukosit melihat drumstick
Kemungkinan dijumpai drumstick pada wanita lebih banyak bila dibanding pria
- Px. Struktur inti darah putih dan dari kulit (ketepatan 100%)
Penentuan dengan rangka
Pembeda Laki-laki Perempuan
Ukuran secara
umum
Besar Kecil
Arsitektur lebih kasar lebih halus
Tulang panggul
indeks iscium-pubis lebih kecil indeks iscium-pubis lebih besar15%












Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
22
Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana
mereka bertemu pada acetabulum
Tengkorak Glabela bony Glabela datar
Margin supraorbita melingkar Margin supraorbita tajam
Luas perluasan processus
mastoideus lebih besar
Luas perluasan processus
mastoideus lebih kecil
Platum besar, membentuk
huruf U
Palatum kecil, membentuk parabola
Occipital condylus besar Occipital condylus kecil
Dibedakan atas ciri-ciri: tonjolan di atas orbita (supra orbita ridges),
processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang
bawah. Ciri tersebut tamapk jelas pada usia 14-16 tahun
Tulang Panjang lebih panjang, lebih berat,
lebih kasar, dan impressio-nya
lebih banyak
lebih pendek, lebih ringan, lebih
halus, dan impressio-nya lebih
sedikit
Tulang Dada manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni

PENENTUAN UMUR
- Bayi baru lahir
Penentuan umur kehamilan, viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat penulangan (bermakna
pada bagian distal os femoris), tinggi badan (jarak antara kepala sampai ke tumit/crown-heel, jarak
antara kepala ke tulang ekor/crown-rup)
Px. Penunjang radiologis (sinar X) menilai timbulnya epiphyse dan fusinya dengan
diaphyses.
- Anak-anak & dewasa < 30 thn
Persambungan spheno-occipital terjadi dalam umur 17-25 thn (pada wanita 17-20 thn), unifikasi
tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia 31 thn ke atas, corpus vertebrae
sblm usia 30 thn menunjukkan alur-alur yang berjalan radier pada bagian permukaan atas & bawah
- Dewasa > 30 thn
Perkiraan dengan memeriksa tengkorak, yaitu sutura-suturanya.
Sutura sagittalis, coronaria, dan lamboidea mulai menutup pada usia 20-30 thn, sutura
parietomastoidea dan sutura squamosa menutup usia lima tahun kemudian 60 thn, sutura
sphenoparietale menutup usia 70 thn.
PENENTUAN TINGGI BADAN
Melalui pengukuran tulang panjang :
o femur 27% dari tinggi badan
o tibia 22% dari tinggi badan
o humerus 35% dari tinggi badan
o tulang belakang dari tinggi badan

Formula STEVENSON :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756
o TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791
Formula TROTTER dan GLESER :
o TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24
Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering
Melakukan identifikasi jenazah kepada :
Jenazah tidak dikenal
Jenazah yang membusuk atau kerangka
Kasus penculikan anak
Kasus bayi tertukar
Keraguan siapa orang tua anak
Identifikasi korban bencana massal :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
23
Organisasi Interpol
Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi
Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114 negara di dunia
dan bersidang setahun sekali di Lyon, Prancis.
Yang harus dilakukan :
Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa), Kegiatan:
Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m.
Memberi tanda setiap sektor.
Memberikan label pandang dan label oranye pada jenazah dan potongan jenazah diikat pada
tubuh/ibu jari kaki korban.
Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer.
Membuat sketsa dan foto tiap sektor
Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :
- Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik dan diberi label sesuai
nomor jenazah.
- Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label sesuai nomor
jenazah.
- Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita acara penyerahan
kolektif.
Fase II : Unit postmortem :
Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP.
Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh
potongan jenazah dan barang-barang.
Membuat foto jenazah.
Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol
Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor).
Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram).
Membuat Ro. Foto jika perlu.
Melakukan autopsi.
Mengambil data-data ke unit pembanding.
Fase III : Unit ante mortem
Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data semasa hidup seperti foto
dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban bekerja, keluarga/kenalan, dokter-
dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari).
Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia formulir AM Kuning.
Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan :
o Jenis kelamin
o Umur
o Kewarganegaraan
Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data
Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
Cek dan recek hasil unit pembanding data.
Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain yang
diperlukan.
Menerima keluarga korban.
Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu masyarakat mendapat
informasi yang terbaru dan akurat.
Fase V
Dilakukan Evaluasi
Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-masing fase

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
24
BAB V
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana atau kecurigaan
suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.

Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti

KUHP pasal 20 minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau sanksi KUHP pasal 24

Bantuan dokter dapat berupa:
1. persiapan permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta, lokasi dimana,
dan alat pemeriksa TKP
2. biaya ditanggung yang meminta
3. jika korban masih hidup
identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen, kartu pengenal
lainnya
identifikasi medik dari ujung rambut sampai kaki termasuk gigi dan identifikasi sidik jari
4. jika korban mati buat sketsa foto situasi ruangan, lihat TKP (porak-poranda atau tenang):
identifikasi lihat bab identifikasi
lihat tanatologi suhu rektal, lebam mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2. relaksasi otot, 3.
penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku mayat, 7. pembusukan)
lihat lukanya lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka (cm ditulis
sentimeter), sifat luka:
o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak)
o sudut luka (tumpul atau tidak)
o jembatan jaringan (terpotong atau tidak)
o ada lecet atau memar di sekitar luka
o tanda: fraktur atau krepitasi tulang
o dasar luka (bersih atau tidak)
o koordinat luka
Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll
darah
o warna merah/tidak
o tetesan, genangan, atau garis
o melihat bentuk/sifat darah dapat diperkirakan sumber darah
darah bundar tepi kecil darah jatuh vertikal jarak = 60 cm
darah bundar, tepi seperti jarum darah jath vertikal jarak 60-120 cm
darah bundar, tepi garis seperti roda darah jatuh secara vertikal jarak > 120 cm
darah bulat lonjong darah jatuh arahnya miring
o distribusi darah
dari dada ke kaki
bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan)
o sumber
dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang)
darah merah berbuih dari saluran respirasi
darah coklat hitam dari saluran cerna


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
25
Tabel. Bentuk dari bercak darah

Bentuk Bercak Arah Jatuhnya dan
Jarknya
Deskripsinya
Vertikal
Sampai 60

Bercak bundar dengan
tepi rata
Bercak bundar dengan
tepi terdapat bundaran
kecil-kecil

Vertikal
60-120 cm

Bercak bundar dengan tepi
terdapat tonjolan-tonjolan
seperti jarum


Vertikal
Diatas 120 cm


Bercak bundar dengan
tepi bergerigi seperti roda
pedati

Miring
Bervariasi dengan
kecepatan jatuhnya

Bentuk lonjong seperti
tanda seru atau seperti
bowling



5. identifikasi lanjutan
ada sperma atau tidak
pengambilan darah : jika di dinding kering dikerok, jika pada pakaian digunting
darah basah/segar masukan termos es kirim ke lab kriminologi
6. identifikasi lanjutan
rambut
sperma kering atau tidak secara visual sinar UV
air ludah, bekas gigitan bisa ditentukan golongan darah
7. membuat kesimpulan di TKP
mati wajar atau tidak
bunuh diri genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka percobaan, luka
mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian masih baik
pembunuhan TKP morat marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai ada yang tidak,
luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan karena perlawanan
kecelakaan
mati wajar karena penyakit

Dengan melihat keadaan TKP lakukan :
1. penentuan mati wajar atau tidak
2. menentukan saat kematian
3. menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati

Tugas dokter di TKP untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP atau tidak.

Kesimpulan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
26
Kesimpulan pada visum TKP harus berisi:
1. Perkiraan saat kematian
Ditentukan berdasarkan :
a. Lebam mayat (livor mortis)
b. Kaku mayat (rigor mortis)
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
d. Pembusukan (decomposition)
e. Umur larva lalat yang ditemukan dalam jenazah.
2. Sebab akibat luka
Dari pemeriksaan luka dapat disimpulkan benda yang mengakibatkan luka:
Karena persentuhan benda tumpul
Karena persentuhan benda tajam
Karena tembakan
Ledakan granat dsb
Sebab kematian (cause of death) hanya dapat ditentukan secara pasti dengan pemeriksaan luar dan
dalam, jadi tubuh mayat mutlak harus diotopsi.
3. Cara Kematian (manner of death)












Gambar. Sketsa TKP yang salah



Gambar. Sketsa TKP yang
benar




















Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
27
BAB VI
TANATOLOGI

Pengertian
o Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
o Logos : ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi
setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau Ilmu yang mempelajari
tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem dan faktor-faktor yang mempengaruhi
serta kegunaan apa saja.

Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian

Penentuan Mati
Dicetuskan DECLARATION OF SYDNEY pada tahun 1968
o Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkanatas pemeriksaan klinis, dan bila perlu
dibantu denganpemeriksaan laboratoris.
o Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan, makapenentuan bahwa seseorang telah
meninggal harusdilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini bukanlah dokter yang
akan mengerjakan transplantasi nanti





Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati ireversibel/menetap, tetapi
beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi sementara memungkinkan untuk transplantasi.
Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian somatis ( otak &
jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis, kornea +6 jam setelah mati
klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4
menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami
mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau
penyuntikan sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau
fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat
berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2%
atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea
masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca
mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu keadaan yang dikenal dengan istilah
mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital dalam tubuh menurun sampai
taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur
lain mati suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem
tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur (barbiturat),
tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam, mengalami acute heart
failure, mengalami neonatal anoxia, menderita catalepsy dan tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak dan
serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi)
o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk
batang otak dan serebelum
Definisi Mati
Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem saraf pusat,
yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
28




Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem respirasi :
1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2. Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes
Winslow.
4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.
5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf :
1. Areflex
2. Relaksasi
3. Pergerakan tidak ada
4. Tonus tidak ada
5. Elektoensefalografi (EEG) mendatar/flat selama 5 menit
Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler :
1. Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar/flat.
4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita
ikat.
5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna kuning
kehijauan.
6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.
Tanda Kematian Tidak pasti :
Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit
Kulit pucat
Tonus otot menghilang dan relaksasi
Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap
Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan
Tanda Kematian Pasti :
Lebam mayat (livor mortis)
Kaku mayat (rigor mortis)
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Adiposera atau lilin mayat
Mumifikasi
Terjadinya adipocere dan mummifikasi dapat dikatakan jarang dijumpai oleh karena
memerlukan berbagai factor, kondisi yang tidak selamanya ada, khususnya di Indonesia.
Perubahan post mortem :
Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama pembuluh darah besar
Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada rahang bawah melorot
Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-)
10-12 jam keruh kornea
Penurunan suhu mayat (algor mortis): karena perpindahan panas ke dingin melalui konduksi,
konveksi dan radiasi serta evaporasi




Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh Glaister dan
Rentoul :
Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ..... jam
8

Diagnosis mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
29
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37
o
C - RT
o
C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6
o
F - RT
o
F
1,5
Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat:
1. Faktor Lingkungan, semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu lingkungan
semakin cepat penurunan suhu mayat.
2. Suhu Tubub sebelum kematian, kematian karena perdarahan otak, kerusakan jaringan oatak,
penjeratan dan infeksi akan selalu didahului dgn peningkatan suhumempengaruhi penafsiran
dari perkiraan saat kematian.
3. Intensitas dan kuantitas aliran atau pergerakan udara
4. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupi, yaitu lemak tubuh, tebalnya otot serta
tebalnya pakaian.
Perubahan biokimia
Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu :
1. Perubahan plasma, yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan
penurunan kadar glukosa & pH.
2. Perubahan humor vitreus yang berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi antara 24 sampai
100 jam post mortem.
3. Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu bekuan darah post
mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah kekuningan. Bekuan ini biasanya kita
temukan pada jantung mayat yang mati dengan proses kematian lama.

Perubahan pada kulit :
Lebam mayat (livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post mortum
hypostasis) : terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya gaya gravitasi sesuai
dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan
setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Suhu tubuh
yang tinggi dapat mempercepat timbulnya lebam mayat.

Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik vena gagal
mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler akibatnya butir sel
darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar dialirkan di tempat lain (fenomena
kopi tubruk). Gaya gravitasi meyebabkan darah yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah.

Korban meninggal peredaran darah berhenti stagnasi akibat gravitasi darah mencari
tempat yang terendah terlihat bintik-bintik merah kebiruan.
Timbul : 30 menit setelah kematian somatis dan intensitas maksimal (menjadi lengkap) setelah 8-
12 jam post mortal. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat berpindah-pindah, jika posisi
mayat diubah, misalnya dari terlentang menjadi tengkurap. Namun setelahnya, lebam mayat sudah
tidak dapat hilang (fenomena kopi tubruk).
Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya perembesan darah
kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel sel darah
dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 12
jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi
indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Atas dasar keadaan tersebut, maka
dari sifat-sifat serta distribusi lebam mayat dapat diperkirakan apakah pada tubuh korban telah
terjadi manipulasi merubah posisi korban.
Lokalisasi : tempat yang terendah
Kecuali : bagian tubuh yang
- tertekan dasar
- tertekan pakaian
Perbedaan antara lebam mayat & hematom lihat bab traumatologi
letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
30

Warna lebam mayat:
- Normal : Merah kebiruan
- Keracunan CO : Cherry red
- Keracunan CN : Bright red
- Keracunan nitrobenzena : Chocolate brown
- Asfiksia : Dark red
Warna Lebam Mayat
Lebam mayat sering berwarna merah kebiru-biruan, tetapi bervariasi, tergantung oksigenasi
sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat memiliki warna lebam yang
lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam pembuluh darah kulit. Lebam mayat
merupakan indikator kurang akurat dalam menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada
hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat dengan kematian yang disebabkan asfiksia.
Sering kematian sebab wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam
yang lebih gelap. Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area
lebam mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring memanjangnya interval post
mortem. Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang
disebabkan hipotermia atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu, seperti tenggelam,
dimana warna lebam mayat dapat menentukan penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik
oleh karena mayat yang terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam
lemari es mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam menjadi merah muda.
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari perubahan hemoglobin
tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada kasus hipotermia, dimana
metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil oksigen dari sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda pada batas
horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh bagian bawah tetap gelap,
sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah
mengalami reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam.
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Pada keracunan gas karbonmonoksida, lebam
mayat akan berwarna merah bata atau cherry red, yang merupakan warna dari karboksi-
hemoglobin (COHb). Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang. Oleh
karena kadar oksi hemoglobin (HbO) dalam darah vena tetap tinggi. Pada keracunan zat yang
dapat menimbulkan methemoglobinemia, seperti pada keracunan kalium khlorat, kinine, anilin,
asetanilid dan nitrobensen, lebam akan berwarna coklat-kebiruan (slaty) oleh karena adanya
methemoglobin yang berwarna coklat serta adanya sianosis. Pada kasus tenggelam atau pada
kasus dimana tubuh korban berada pada suhu lingkungan yang rendah, maka lebam mayat
khususnya yang dekat letaknya dengan tempat yang bersuhu rendah, akan berwarna merah terang.
Ini disebabkan karena suhu yang rendah akan mempengaruhi kurva dissosiasi dari oksi-
hemoglobin. Kematian yang disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai agen
infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit, Walaupun hal ini tidak
timbul pada lebam. Pemeriksaan laboratorium sederhana yaitu test resistensi alkali dapat juga
dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%.
Pada CO, warna tetap beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera
menjadi coklat oleh karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang
terjadi sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat. Begitu juga pada kematian
dengan perdarahan yang banyak, maka warna lebam mayat akan berwarna lebih muda. Pada
poliasitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah: viskositas darah,
termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan perdarahan (hipovolemia).
Kepentingan mediko-legal
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna lebam itu sendiri
dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu besar variasinya untuk digunakan
sebagai indikator dari penentuan saat mati. Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan
apakah sudah terjadi manipulasi posisi pada mayat.


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
31
Kegunaan lebam mayat pada kedokteran forensik yaitu:
1. Merupakan tanda pasti dari kematian.
2. Dapat dipakai untuk menaksir saat kematian.
3. Dapat menentukan apakah posisi jenasah pernah dirubah atau tidak
4. Kadang kadang dapat untuk menduga sebab kematian.
Perubahan pada otot
Rigor mortisberasal dari bahasa latin Rigor berarti stiff atau kaku, dan mortis yang berarti tanda
kematian (sign of death). Livor mortis terjadi karena adanya kelenturan otot setelah mati karena
adanya metabolisme tingkat selular masih berjalan berupa pemecahan cadangan
glikogenenergiADP ATP. Selama masih ada energiaktin miosin masih regang.
Jika glikogen otot habis dan energi tidak ada maka ADP tidak bisa jadi ATP ADP . Menurut
Szent-Gyorgyi di dalam pembentukan rigor mortis peranan ATP sangat penting. Rigor mortis
terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin
sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian proses metabolisme tidak terjadi
sehingga tidak ada produksi ATP. Karena kekurangan ATP sehingga kepala miosin tidak dapat
dilepaskan dari filamen aktin, dan sarkomer tidak dapat berelaksasi. Karena hal ini terjadi pada
semua otot tubuh maka terjadilah kekakuan dan tidak dapat digerakkan.ATP dibutuhkan untuk
mengambil kembali kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma dari sarkomer. Untungnya ketika
otot berelaksasi, kepala miosin dikembalikan keposisinya, siap dan menunggu untuk berikatan
dengan sisi dari filamen aktin. Sebab tidak ada ATP yang bisa digunakan, pelepasan ion kalsium
tidak dapat kembali ke retikulum sarkoplasma. Ion kalsium bergerak melingkar di samping
sarkomer dan menemukan cara untuk berikatan dengan sisi filamen tebal dari protein regulator.


Skema Terjadinya Rigor Mortis

Timbul : 1-3 jam postmortem (rata-rata 2 jam), dipertahankan 6-24 jam, dimulai dari otot kecil :
rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku lengkap.
Menurun setelah 24 jam.
Faktor yang mempercepat terjadinya rigor mortis, yaitu :
o Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal.
Pada orang yang melakukan aktivitas yang berlebihan sebelum kematiannya, rigor mortis akan
terjadi lebih cepat. Onset dari rigor mortis menjadi cepat dan durasinya menjadi singkat juga
dapat terjadi pada penyakit yang menyebabkan kelelahan otot yang sangat sehingga
katabolismenya meningkat seperti kolera, cacar, tifus abdominalis, tuberkulosis, kanker,
uremia, penyakit ginjal kronis, tetanus, serangan epilepsi, hidrofobia, skorbut, rematik akut,
meningitis, septikemia, piemia dan penyakit abdomen lainnya. Pada keadaan ini rigor mortis
hanya berlangsung 1 2 jam saja, sehingga sering tidak terlihat oleh pemeriksa. Pada kasus
tersambar petir, dimana rigor mortis terjadi secara cepat dan menghilang secara cepat sering
tidak terlihat pada waktu pemeriksaan. Keracunan striknin dosis kecil, racun slinal, natrium
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
32
salisilat, racun penyebab kejang, alkaloid, karbon monoksida, dinitroortocresol (DNOC)
pentachlorphenol, dan penghambat cholinesterase, luka gorok pada leher, luka listrik dan luka
tembak menyebabkan onset dari rigor mortis yang berlangsung cepat dan mempunyai durasi
yang berlangsung singkat.
o Suhu tubuh tinggi.
o Konstitusi berupa tubuh kurus.
o Suhu lingkungan tinggi.
Pada lingkungn yang bersuhu tinggi dan lembab, seperti pada daerah tropis, onset rigor mortis
berlangsung cepat dan durasinya pun berlangsung singkat. Sebaliknya pada lingkungan
bersuhu rendah dan kering, onset rigor mortis ini berlangsung lambat dan durasinyapun
berlangsung lebih lama. Pada daerah yang sangat dingin, rigor mortis dapat terhambat
munculnya secara tak terbatas& bila sudah muncul dapat menetap sampai lebih dari 3 minggu
o Umur yaitu anak-anak dan orang tua.
o Gizi yang jelek.
Kekakuan yang menyerupai kaku mayat :
1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
o akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis
karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal
o kaku mayat timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer,
mayat langsung mengalami kekakuan secara terus-menerus sampai terjadi relaksasi
sekunder
o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati tenggelam, mati
mendaki gunung, pembunuhan dimana korban menggenggam robekan pakaian pembunuh.
Tabel. Perbedaan Rigor Mortis dan Cadaveric Spasm
Pembeda Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Waktu
timbul
Dua jam setelah meninggal.
Rigor mortis lengkap setelah 12
jam.
Sesaat sebelum meninggal (intravital) dan
menetap.
Faktor
predisposisi
- Kelelahan, emosi hebat, ketegangan, dll.
Etiologi Habisnya cadangan glikogen
secara general.
Habisnya cadangan glikogen pada otot
setempat.
Pola
terjadinya
kaku otot
Sentripetal, dari otot-otot kecil
kemudian otot besar.
Kaku otot pada satu kelompok otot tertentu.
Kepentingan
medikolegal
Untuk penentuan saat kematian. Untuk menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya. Biasanya pada kasus pembunuhan,
bunuh diri, dan kecelakaan.
Suhu mayat Dingin. Hangat.
Kematian
sel.
Ada. Tidak ada.
Relaksasi
primer
Ada Tidak ada
Timbulnya Lambat Cepat
Lamanya Cepat hilang Lambat hilang (dipertahankan)
Koordinasi
otot
Kurang Baik
Lokasi otot Menyeluruh Setempat (yang aktif)
Rangsangan
sel.
Tidak ada respon otot. Ada respon otot.
Kaku otot. Dapat dilawan dengan sedikit
tenaga.
Perlu tenaga kuat untuk melawannya.
2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
33
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan
lutut,membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati terbakar
3. Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot
Pembusukan :
a. Autolisis
o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari nukleussitoplasmadindinghancur
b. Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum
o Setelah mati daya tahan tubuh turun karena leukosit menurun kuman mudah masuk
ke pembuluh darah media baik untuk tumbuh kuman hancurkan darah dan bentuk
amonia dan H
2
S pertama kali terlihat didaerah kanan pada fossa iliaka kanan tepatnya
disekum terlihat warna ungu (livide) yang merupakan reaksi Hb dan H
2
S methsulf Hb.
o Gas pembusukan masuk ke pembuluh darah pembuluh darah melebar sehingga perut
menggembung pecahnya kapiler di alveoli keluar darah lewat hidung.
o Pembusukan dimulai 48 jam postmortem, belatung pada 36 jam kemudian.
Proses pembentukan belatung:
Mayat dihunggapi lalatlalat bertelur di mayat larva belatung.
c. Pembusukan dapat dikenali dari adanya warna hijau kemerah-merahan pada dinding perut
bagian kanan bawah berlanjut dengan terbentuknya gelembung-gelembung yang berisi cairan
kehitaman tubuh menggelembung, lidah keluar, bibir membengkak dan mencucur, bola mata
menonjol keluar, kulit ari mngelupas pecahnya dinding perut& hancurnya bagian tubuh yg
lunak.
Tabel . Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan mayat
Faktor dari dalam Faktor dari Luar
Umur
Bayi yang belum makan apa-apa paling
lambat terjadi pembusukan
Mikroorganisme/sterilitas
Konstitusi tubuh
Tubuh gemuk lebih cepat membusuk
daripada tubuh kurus
Suhu optimal
yaitu 21-38
0
C (70-100
0
F) mempercepat
pembusukan. Berhenti pada suhu 212
0
F
Keadaan saat mati
Udem, infeksi dan sepsis mempercepat
pembusukan. Dehidrasi memperlambat
pembusukan
Kelembaban udara
Kelembaban udara yang tinggi mempercepat
pembusukan
Seks
Wanita baru melahirkan (uterus post
partum) lebih cepat mengalami
pembusukan
Sifat medium.
Hukum Casper Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1 (di
udara pembusukan paling cepat, di tanah paling
lambat).
kaedaan mayat setelah 1 minggu di udara terbuka
sama dengan 2 minggu di dalam air sma dengan 8
minggu keadaan mayat di dalam tanah atau
kuburan
Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan terjadi pembusukan :
a. cepat : otak, lambung, usus, uterus hamil/post partum
b. lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma
c. paling lambat : prostate, uterus yang tidak hamil
Tabel. Perbedaan Bulla Intravital dan Bulla Pembusukan
Bulla Intravital Perbedaan Bulla Pembusukan
Kecoklatan Warna kulit ari Kuning
Tinggi Kadar albumin & klor Bulla Rendah atau tidak ada
Hiperemis Dasar bulla Merah pembusukan
Intraepidermal Jaringan yang terangkat Antara epidermis & dermis
Ada Reaksi jaringan & respon darah Tidak ada
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
34

Variasi-variasi pembusukan:
a. Mummifikasi
o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban turun dehidrasi viceral sehingga kuman-
kuman tidak berkembang tidak terjadi pembusukan mayat mengecil, bersatu
berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi masih lengkap sampai bertahun-tahun.
o Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan
o Syarat terjadinya mummifikasi :
Suhu relatif tinggi
Kelembaban udara rendah
Aliran udara baik
Waktu yang lama (12-14 minggu)
o Yang terlihat pada mummifikasi adalah penyusutan bentuk tubuh, kulit padat hitam seperti
kertas perkamen
b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat, asam stearat, asam
oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh yang relatif padat .
o Suhu tinggi kelembaban tinggi lemak asam lemak pH turun kuman tidak
bisa berkembang asam lemak dehigrogenase penyabunan mayat menjadi
kebalikannya mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
Suhu rendah, kelembaban tinggi
Lemak cukup
Aliran udara rendah
Waktu yang lama
Perkiraan Saat Kematian
Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca mati
Perubahan dalam lambung : Pengosongan lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah makan
terakhir, misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar membtuhkan
waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.Kecepatan pengosongan lambung ini dipengaruhi oleh
penyakit-penyakit saluran cerna, konsistensi makanan dan kandungan lemaknya.
Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari
Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg%
menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg%
menunjukkan kematian belum 24 jam
Metode Entomologik : Larva Musca domestica mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah
menjadi kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva Sarcophaga cranaria
mencapai panjang 20 mm pada hari ke-9, menjadi kepompong pada hari ke-10 dan menjadi lalat
pada hari ke-18. Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator
dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya
baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah
sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva
dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.
Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi
jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat menimbulkan kontraksi otot
mayat hingga 90-120 menit pasca mati, mengakibatkan sekresi kelenjar sampai 60-90 menit pasca
mati, trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati





Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
35


Grafik Perubahan Pada Tubuh Post Mortem
















Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
36
BAB VII
ASFIKSIA
Terminologi
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari a yang berarti tidak, dan sphinx yang
artinya nadi. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai tidak ada nadi atau tidak berdenyut.
Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya. Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk
membedakan dengan status anoksia lainnya

Definisi :
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O
2
ke jaringan berkurang

Penyebab :
Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab asfiksia wajar
karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale, pneumotoraks, pneumonia, COPD, reaksi
anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat), dan
adanya halangan udara masuk ke saluran pernapasan secara paksa.

Pembagian menurut London :
1. Hipoksik-hipoksia (Keadaan dimana oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah) : kadar
oksigen yang memang rendah atau gangguan masuk, biasanya karena gangguan sist.respirasi :
hipoksia mekanik : intraluminer (co : tersedak) & ekstraluminer (co : pencekikan, penjeratan)
2. Anemik-hipoksia (Darah tidak dapat membawa O
2
yang cukup untuk metabolisme ) : biasanya Hb
yang kurang atau volume darah yang kurang
3. Stagnan-hipoksia (Terjadinya kegagalan sirkulasi) : biasanya gangguan pembuluh darah, jantung,
vagal refleks, emboli, dekomp kordis
4. Histotoksik-hipoksia (HH) (Keadaan yang mengakibatkan O
2
tdk bisa digunakan jaringan)
a. HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh keracunan CO
b. HH periseluler : gangguan permeabilitas membran sel, contoh keracunan eter/kloroform
c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup
d. HH metabolit : gangguan metabolisme karena end product tidak dapat dieliminir, contoh
uremia, keracunan CO
2

Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena:
1. strangulation by suspension / hanging / penggantungan
2. manual strangulation / throttling (cekikan)
3. strangulation by ligature / jeratan
4. simulated suicidal hanging / pembunuhan yg dibuat seperti gantung diri
5. Suffocation :
a. smothering / pembekapan
b. chocking / tersedak
c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat ke belakang
6. tenggelam/drowning
7. external pressure of the chest / asfiksia traumatik
8. inhalation of suffocation gases

Stadium asfiksia versi I :
stadium inspirasi dispneu
sesak napas saat inspirasi
TD dan nadi meningkat
Cemas, gelisah, berat kepala, takut, tinitus, vertigo
Sianosis
stadium ekspirasi dispneu
sesak saat ekspirasi Kadar CO
2
tinggi kejang
pada saat relaksasi relaksasi spingter ani keluar kotoran
relaksasi spingter OUI ada sperma
stadium apneu
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
37
kesadaran yang menurun koma
pupil melebar
reflek cahaya negatif
TD hampir tidak terukur
Nadi tidak teraba
stadium akhir
Stadium asfiksia versi II :
1. Stadium dispneu :
Defisiensi oksigen pada sel-sel darah merah dan akumulasi karbondioksida dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla. Hal ini akan mengakibatkan gerak pernafasan yang cepat
dan kuat, peningkatan denyut nadi dan sianosis terutama dapat diamati pada wajah dan tangan.
2. Stadium konvulsi.
Pertama adalah kejang klonik, setelah itu kejang tonik, terakhir terjadi spasme opistotonik. Pupil
menjadi lebar dan denyut jantung menjadi pelan. Hal ini terjadi dimungkinkan karena
meningkatnya kerusakan dari nukleus-nukleus pada otak karena defisensi oksigen.
3. Stadium apneu
Depresi pusat pernafasan semakin dalam sehingga pernafasan menjadi semakin lemah dan dapat
berhenti. Timbullah keadaan tidak sadar dan keluarnya cairan sperma secara tidak disadari
(involunter). Dapat juga terjadi keluarnya urine dan faeces secara tidak disadari walaupun jarang.
Hal ini terjadi karena terjadi relaksasi sfingter.
4. Stadium final
Pada stadium ini terjadi kelumpuhan pernafasan secara lengkap. Setelah beberapa kontraksi
otomatis dari otot-otot aksesoris pernafasan dileher, kemudian pernafasan berhenti. Jantung
mungkin masih berdenyut setelah beberapa waktu setelah respirasi berhenti.
Gambaran Postmortem pada Asfiksia
Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh untuk
semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama, yaitu:
Pada pemeriksaan luar :
Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh
mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.
Tardieus spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieus spot merupakan bintik-bintik
perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.
Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan
meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2
sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar
HbCO2.
Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena kocokan
pada pernapasan kuat.
Pada pemeriksaan dalam :
Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat kongesti /
bendungan alat tubuh & sianotik.
Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
Tardieus spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring, kelenjar timus
dan kelenjar tiroid.
Busa halus di saluran pernapasan.
Edema paru.
Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang lidah
dan resapan darah pada luka.

PENGGANTUNGAN
(Hanging/Strangulation By Suspension)
+ Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher akibat adanya
jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.
+ Mekanisme
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
38
Saluran udara tertutup karena pangkal lidah terdorong ke atas belakang, kearah dinding posterior
pharynk. Pallatum molle dan uvula terdorong ke atas, menekan epiglotis sehingga menutup lubang
larynk.
+ Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi darah otak karena tertekannya vena jugularis dan atau arteri carotis
sehingga terjadi serebral anoxia
3. Vagal reflex (Shock)
4. Kerusakan batang otak atau sumsum tulang belakang
+ Cara Kematian
1. Bunuh diri (paling sering)
2. Kecelakaan
3. Pembunuhan
+ Alat penggantung :
- alat penggantung dengan permukaan yang luas (co: sarung) menyebabkan tekanan hanya
pada permukaan saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena jugularis) sehingga muka
bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata menonjol karena bendungan
- alat penggantung dengan permukaan yang kecil (co: tali jemuran) menyebab tekanan besar
ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit wajah pucat , mata tidak menonjol
+ Adanya air liur yang keluar dari mulut
+ Lidah menonjol jika gantungan di bawah gld tiroid
+ Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter
+ Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah kecoklatan, pada palpasi keras seperti kertas
perkamen, arahnya miring ke arah simpul.
+ Ada resapan darah di bawah kulit di bawah otot pada m. sternokleidomastoideus, m.
supra/infrahyoid, m. hyoglosus.
+ Fraktur os hyoid
+ Edema pada plika vokalis
+ Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka lakukan:
- Periksa TKP
Ada persiapan gantung diri atau tidak
Jika 1 meter tidak mungkin gantung diri
Bunuh diri tidak terlalu jauh jaraknya, dan TKP tenang tidak morat marit
- Simpul dilihat
Simpul hidup bunuh diri
Simpul mati dibunuh
Bunuh diri ikatan membentuk sudut, tidak ada tanda perlawanan, tidak ada luka lecet
atau memar, simpul tali bisa dikeluarkan dari kepala
- Jika tanda tanda diatas tidak ada kecelakaan
Tabel. Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pembunuhan
PEMBEDA PENGGANTUNGAN PADA
BUNUH DIRI
PENGGANTUNGAN PADA
PEMBUNUHAN
Usia Lebih sering terjadi pada usia remaja
dan dewasa.
Tidak mengenal batas usia, karena
tindakan pembunuhan dilakukan oleh
musuh atau lawan dari korban dan tidak
bergantung pada usia.
Tanda jejas
jeratan.
Bentuknya miring, berupa lingkaran
terputus (noncontinous) dan terletak
pada bagian atas leher.
Berupa lingkaran tidak terputus,
mendatar, dan letaknya di bagian tengah
leher, karena usaha pembunuh (pelaku)
untuk membuat simpul tali.
Simpul tali. Biasanya hanya satu simpul yang
letaknya pada bagian samping leher.
Biasanya lebih dari satu pada bagian
depan leher dan simpul tali tersebut
terikat kuat.
Riwayat
korban.
Biasanya korban mempunyai riwayat
untuk bunuh diri dengan cara lain.
Sebelumnya korban tidak mempunyai
riwayat untuk bunuh dir.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
39
Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang
bisa menyebabkan kematian
mendadak tidak ditemukan pada
kasus bunuh diri.
Cedera berupa luka-luka pada tubuh
korban biasanya mengarah pada
pembunuhan.
Tangan. Tidak dalam keadaan terikat, karena
sulit untuk gantung diri dalam
keadaan tangan terikat.
Tangan yang dalam keadaan terikat
mengarahkan dugaan pada kasus
pembunuhan.
PEMBEDA PENGGANTUNGAN PADA
BUNUH DIRI
PENGGANTUNGAN PADA
PEMBUNUHAN
Kemudahan. Pada kasus bunuh diri, mayat
biasanya ditemukan tergantung pada
tempat yang mudah dicapai oleh
korban atau di sekitarnya ditemukan
alat yang digunakan untuk mencapai
tempat tersebut.
Pada kasus pembunuhan, mayat
ditemukan tergantung pada tempat yang
sulit dicapai oleh korban dan alat yang
digunakan untuk mencapai tempat
tersebut tidak ditemukan.
Tempat
kejadian.
Jika kejadian berlangsung di dalam
kamar, dimana pintu, jendela,
ditemukan dalam keadaan tertutup
dan terkunci dari dalam, maka
kasusnya pasti merupakan bunuh diri.
Bila sebaiknya pada ruangan ditemukan
terkunci dari luar, maka penggantungan
adalah kasus pembunuhan.
Tanda-tanda
perlawanan.
Tidak ditemukan pada kasus gantung
diri.
Tanda-tanda perlawanan hampir selalu
ada kecuali jika korban sedang tidur,
tidak sadar atau masih anak-anak.









Gambar. Kasus penggantungan

Sebab kematian pada gantung diri
1. tekanan jalan napas asfiksia O
2
yang masuk paru kurang
2. suplai O
2
ke otak berkurang penakanan arteri karotis comunis vena jugularis tertekan
bendungan vena gagal jantung
3. vagal reflek pusat saraf vagus di bagian depan leher, tanda sianosis tidak ada kemungkinan
mati karena reflek vagal
penekanan sinus karotikus di belakang gld tiroid gangguan blok jantung kardiak arrest
4. karena edema laring karena obstruksi napas tanda asfiksia nampak
5. spasme laring

Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan , yaitu :
1. Asfiksia
2. Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
3. Vagal reflex (shock)
4. Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis
Rusaknya medulla oblongata atau medulla spinalis pada penggantungan (hanging) disebabkan
patahnya tulang leher. Kita dapat temukan biasanya pada hukuman mati.

Ada 3 cara kematian pada penggantungan (hanging), yaitu :
1. Bunuh diri (paling sering) .
2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
40
3. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun payung, dan penggunaan
tali untuk mendapat kepuasan seks.

Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang cara kematian pada kasus penggantungan (hanging),
yaitu :
1. Mata melotot.
2. Lidah terjulur.
3. Keluar mani, urin, darah, atau feses.
4. Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati).

Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat kejadian, yaitu :
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
4. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.
5. Memperhatikan letak korban di tempat kejadian.
6. Cara menurunkan korban.
7. Mengamankan bekas serabut tali.
8. Memperhatikan bahan penggantung.
Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara kematian korban, yaitu :
1. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.
2. Arah serabut tali penggantung.
3. Distribusi lebam mayat.

Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberikan petunjuk bagi kita
bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, arah serabut tali yang menjauhi korban menjadi
bukti bahwa korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.
Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan secara seksama, apakah sesuai dengan posisi
mayat ataukah tidak. Jenis simpul tali gantungan penting kita perhatikan karena dapat kita jadikan
sebagai patokan apakah korban melakukan bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik
simpul hidup maupun simpul mati, bilamana melewati lingkar kepala korban dapat menunjukkan
korban melakukan bunuh diri. Apabila simpul tali tidak dapat melewati lingkar kepala korban dapat
menandakan korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung. Simpul hidup harus kita longgarkan
secara maksimal untuk membuktikannya.
Cara kita menurunkan korban dengan memotong tali gantungan diluar simpul tali. Sebelum
memotong, kita membuat 2 ikatan lalu kita potong secara miring diantara keduanya. Tindakan ini
untuk mencegah terurainya serabut tali gantungan. Setelah itu, kita mengamankan bekas serabut tali
gantungan tadi baik serabut tali yang mengikat leher korban maupun serabut tali yang diikatkan pada
tempat gantungan. Hal ini penting kita lakukan untuk pemeriksaan kasus ini lebih lanjut.
Bahan dan ukuran diameter penggantung penting juga kita perhatikan. Bahan yang keras dan
berdiameter kecil meninggalkan tanda alur jerat yang semakin jelas. Bahan penggantung yang dapat
digunakan pada kasus penggantungan (hanging) antara lain tali, kawat, selendang, ikat pinggang, sprei
yang disambung, dan lain-lain.
Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan luar dan dalam autopsi. Ada 5
bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar autopsi, yaitu:
1. Kepala.
2. Leher.
3. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
4. Dubur.
5. Alat kelamin.
Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar autopsi,
yaitu :
1. Muka.
2. Mata.
3. Konjungtiva.
4. Lidah.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
41
Muka korban penggantungan (hanging) akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena
vena terjepit. Selain terjepitnya vena, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya arteri.
Mata korban penggantungan (hanging) melotot akibat terjadinya bendungan pada kepala
korban. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban penggantungan (hanging) terjadi akibat
pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.
Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur
apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila
letaknya berada diatas kartilago tiroidea.



Gambar. tardieu spot
Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat
berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Alur jeratan pucat.
2. Tepi alur jerat coklat kemerahan.
3. Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging) menunjukkan letak
simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang asimetris / atipikal menunjukkan
letak simpul disamping leher.
Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan antara lain :
1. Lokasi luka.
2. Jenis luka.
3. Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
4. Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan, samping dan
belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu atau manubrium sterni korban.
Luka yang berada di samping leher kita ukur dari garis batas rambut korban. Luka yang berada di
belakang leher kita ukur dari daun telinga atau bahu korban.
Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan dan luka memar.
Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan dan keadaan sekitar luka.
Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya lebam mayat pada ujung
bawah lengan dan tungkai.
Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut. Dubur korban
penggantungan (hanging) dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat mengeluarkan mani,
urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin pada korban penggantungan disebabkan kontraksi otot
polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat kita temukan pada genitalia
eksterna korban.
Ada 4 bagian tubuh korban penggantungan (hanging) yang kita perhatikan saat melakukan
pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :
1. Kepala.
2. Leher.
3. Dada dan perut.
4. Darah.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
42
Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda bendungan pembuluh
darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua kerusakan tersebut biasanya
terjadi pada hukuman gantung (judicial hanging).
Leher korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan dalam otot atau
jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan robekan kecil pada
intima pembuluh darah leher (vena jugularis).

Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan (pleura,
perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti organ.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan konsistensinya
lebih cair.

PENJERATAN
(Strangulation By Ligature)
Definisi
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban akibat suatu
jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan korban.
Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas akibat larynk yang tertekan kebelakang kearah dinding pharynk
sehingga lumen tertutup oleh karena mendapat tekanan dari samping dan dari depan. Tekanan dari
depan akan menutup jalan nafas, sedangkan dari samping akan menutup pembuluh darah disamping
leher, biasanya hanya vena yang tertutup.
Karena tekanan tidak sekeras hanging sehingga muka tidak sianotik. Tekanan pada vena
jugularis dan tekanan tidak komplit pada arteri carotis menyebabkan perdarah kecil-kecil pada wajah,
konjungtiva, scalp, dan fascia m.temporalis. kemungkinan dapat terjadi pula vagal refleks.
Alat yang biasanya dipakai: sapu tangan, handuk, tali, kaos kaki, dasi, stagen, selendang, ikat
pinggang, kabel listrik dan lain-lain.
Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi otak
3. Vagal refleks
Cara kematian
1. Pembunuhan (paling sering)
2. Bunuh diri
3. Kecelakaan
Ciri-ciri
kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada gantung kekuatan karena berat badan
jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan di atas dan dibawah
tanda asfiksia
kausa mati menyerupai gantung diri
pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri hanya bedanya pada penjeratan, jejeas bersifat
horisontal
Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada kejadian
infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman
dahulu).
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi yang
terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab
kematian pada orang yang bersenda gurau.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara melilitkan
tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher
mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.
Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan (strangulation by ligature) kita lakukan secara rutin
sebagaimana pada kasus yang lain. Kita hendaknya memperhatikan jeratan pada leher korban dan cara
melepaskan jeratan dari leher korban.
Ada 5 hal yang penting kita perhatikan pada kasus jeratan (strangulation by ligature), antara lain :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
43
1. Arah jerat mendatar / horisontal.
2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan (hanging).
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan untuk menjerat.
Pemeriksaan autopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus penggantungan
(hanging) kecuali pada :
1. Distribusi lebam mayat yang berbeda.
2. Alur jeratan mendatar / horisontal.
3. Lokasi jeratan lebih rendah.
PENCEKIKAN
(Manual Strangulasi/Throttling)
Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban yang
dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.
pakai tangan 1 atau 2
bersifat pembunuhan
status lokalis
o luka memer bulat panjang
o luka lecet bentuk bulan sabit jika pakai tangan kiri jempoknya di kiri
diagnosis menyerupai gantung diri
sebab kematian menyerupai gantung diri
Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas dengan satu atau dua tangan menekan leher sehingga menekan sisi-sisi larynx
dan menutup glotis. Bila tangan ditekan pada bagian depan larynx akan menutup lumen dengan
menyempitkan diameter anteropostrior. Bila juga pangkal lidah terdorong kebelakang atas (seperti
pada hanging) dan glotis tertutup. Pada pemeriksaan rekonstruksi sukar dilakukan karena tekanan pada
leher sebentar dan juga karena elastisitas jaringan leher.
Sebab Kematian
Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu :
1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal reflex
Cara Kematian
Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu :
1. Pembunuhan (hampir selalu).
2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Ada 3 cara melakukan pencekikan (manual strangulasi), yaitu :
1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut
mugging.
Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan luar dari autopsi kasus pencekikan (manual
strangulasi), antara lain :
1. Tanda asfiksia.
2. Tanda kekerasan pada leher (penting).
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar autopsi yang dapat kita temukan antara lain adanya
sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.
Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu :
1. Bekas kuku.
2. Bantalan jari.

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
44













Gambar. Pencekikan dengan bekas kuku dan goresan pada sisi leher
Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet yang berbentuk
semilunar/bulan sabit. Kadang-kadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula tangan
yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah
pencekikan dan jumlah bekas kuku (susunan bekas kuku) juga tak luput dari perhatian kita. Tanda
kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat
menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.
Ada 4 hal yang penting kita cari pada pemeriksaan dalam autopsi bagian leher korban pada kasus
pencekikan (manual strangulasi), yaitu :
1. Perdarahan atau resapan darah.
2. Fraktur.
3. Memar atau robekan membran hipotiroidea.
4. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging. Perdarahan atau resapan
darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing
atau laring. Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago
tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

SUFFOCATION
Definisi
Obstruksi jalan nafas sehingga menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru yang mengakibatkan
terjadinya asfiksia
Terbagi atas pembekapan (smothering), Chocking, gagging.
1. PEMBEKAPAN (SMOTHERING)
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas yaitu hidung
dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil.
penutupan pada mulut dan hidung
tanda asfiksia jelas
rekonstruksi tangan yang dipakai pakai tangan kiri jempol di kiri pipi korban
Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu :
1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan (smothering).
Ada 3 cara kematian pada kasus pembekapan (smothering), yaitu :
1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan
3. Bunuh diri
Ada 3 cara kecelakaan pada kematian kasus pembekapan (smothering), yaitu :
1. Tertimbun tanah longsor atau salju.
2. Alkoholisme.
3. Bayi tertutup selimut atau mammae ibu.
Ada 3 cara pembunuhan pada kasus pembekapan (smothering), yaitu:
1. Hidung dan mulut diplester.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
45
2. Bantal ditekan ke wajah.
3. Serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.
Ada 3 cara bunuh diri pada kasus pembekapan (smothering), yaitu :
1. Menggunakan plester atau kantong plastik.
2. Bantal yang diikatkan ke kepala.
3. Menggunakan dasi atau serbet.
Ada 3 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus pembekapan (smothering), yaitu
:Mencari penyebab kematian.
1. Menemukan tanda-tanda asfiksia.
2. Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.
Ada 3 hal penting yang kita cari untuk menemukan penyebab kematian pada kasus pembekapan
(smothering), yaitu :
1. Jika kita menemukan bantal, cari apakah ada tanda-tanda kekerasan.
2. Cari ada tidaknya trauma tumpul di sekitar hidung dan mulut.
3. Mencari ada tidaknya kain, handuk, dasi, serbet, atau pasir dalam rongga mulut.
Burking merupakan kombinasi antara pembekapan (smothering) dengan external pressure on the chest
/ traumatic asphyxia. Pelaku melakukan burking dengan cara terlebih dahulu melumpuhkan korban
lalu menelentangkan korban dan pelaku duduk diatas dada korban (traumatic asphyxia). Satu tangan
pelaku menutup hidung atau mulut korban (smothering) sedangkan tangan yang lain menekan rahang
ke atas.
2. TERSEDAK (CHOCKING)
Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan menyumbat
lumen jalan udara.
oleh karena benda asing
tanda asfiksia jelas
awalnya batuk keras asfiksia mati
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :
1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan (kasus infanticide)
Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :
1. Gangguan refleks batuk pada alkoholisme.
2. Pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam mulutnya.
3. Tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.
Ada 4 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus tersedak (chocking), yaitu:
1. Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda kekerasan
1. di mulut korban.
2. Menemukan tanda asfiksia.
3. Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat.
4. Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.
3. GAGGING
Pada perampokan ada kalanya korban setelah diikat agar tidak mudah berteriak mulut disumbat
dengan kain yang diikat dari mulut ke belakang kepala (gagging). Dalam hal ini palatum molle
tertekan pada pharynk.

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
46
ASFIKSIA TRAUMATIK

Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk masuk dan keluar
dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu tekanan dari luar pada
dada korban.
penekanan rongga dada, rongga perut, diafragma
penekanan dari luar
co: desak desakan O
2
kurang asfiksia

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :
1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan (misalnya burking)

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada korban kasus asfiksia traumatik
(external pressure of the chest), yaitu :
1. Terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2 kendaraan, atau antara dinding dengan
kendaraan yang mundur.
2. Tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau batubara.
3. Berdesakan di pintu sempit akibat panik.

Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi korban kasus asfiksia traumatik
(external pressure of the chest), yaitu :
1. Mencari tanda kekerasan di dada.
2. Menemukan tanda asfiksia.

TENGGELAM
Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air / cairan
sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru.

Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi mayat, yaitu :
1. Submerse drowning
2. Immerse drowning

Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk ke dalam air,
seperti bagian kepala mayat.
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air.

Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Dry drowning
2. Wet drowning
Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air sedangkan wet drowning adalah mati
tenggelam dengan inhalasi banyak air.
Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu :
1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.

Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu :
1. Asfiksia.
2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar.
3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut).

Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kecelakaan (paling sering).
2. Undeterminated.
3. Pembunuhan.
4. Bunuh diri.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
47

Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita jumpai, yaitu :
1. Kapal tenggelam.
2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.

Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita ketahui cara
kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air.
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus mati tenggelam
(drowning), yaitu :
1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban.
2. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan sebelum korban ditenggelamkan.

Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus mati tenggelam
(drowning), yaitu :
1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.
2. Kita dapat temukan suicide note.
3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban.
4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat.

Pada pemeriksaan luar autopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada 7 tanda
penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda.
3. Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer woman's
hands/feet).
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu mayat.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang bersifat
melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam genggaman
tangan mayat.
Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada pemeriksaan
dalam autopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau rumput air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.
Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning) mulai membusuk pada hari ke-2
sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu. Pembusukan tersebut ditandai oleh
terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya merata, tubuh mayat akan mengapung di permukaan air.
Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6.

Perbedaan Tempat
Air laut Air Tawar
Paru paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan
Basah Relatif ringan
Bentuk besar kadang overlapping Bentuk biasa
Ungu biru dan permukaan licin Merah pucat dan emfisematous
Krepitasi tidak ada Krepitasi ada
Busa sedikit dan banyak cairan Busa banyak
Dikeluarkan dari torak akan mendatad
dan ditekan akan menjadi cekung
Dikeluarkan dari toraks tapi kempes
Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgBB Mati dalam 5 menit, 40 ml.kgBB
Darah: Darah:
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
48
1. BJ 1,0595 -1,0600
2. Hipertonik
3. hemokonsentrasi dan edema paru
4. hipokalemia
5. hipernatremia
6. hiperklorida
1. BJ 1,055
2. hipotonik
3. hemodilusi/hemolisis
4. hiperkalemia
5. hiponatremia
6. hipoklorida
Resusitasi lebih mudah Resusitasi aktif
Tranfusi dengan plasma Tranfusi dengan PRC

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Cadaveric spasme.
2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.
3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam saluran pencernaan dan
saluran pernapasan mayat.
4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat.
5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri.
6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat.
7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat. Pada kasus mati
tenggelam (drowning), dapat kita temukan tanda-tanda adanya kekerasan berupa luka lecet
pada belakang kepala, siku, lutut, jari-jari tangan, atau ujung kaki mayat.
Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Percobaan getah paru (lonset proef).
2. Pemeriksaan diatome (destruction test).
3. Penentuan berat jenis (BD) plasma.
4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).
Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru (lonset proef) positif menunjukkan bahwa korban masih
hidup saat berada dalam air.

Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef)
Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur,
tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru mayat. Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3
kali) dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris permukaan paru-paru. Kemudian teteskan
diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir
berbentuk kristal, persegi dan lebih besar dari eritrosit. Lumpur amorph lebih besar daripada pasir,
tanaman air dan telur cacing. Ada 3 kemungkinan dari hasil percobaan getah paru (lonsef proef), yaitu
:Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain.
1. Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.
2. Hasilnya negatif.
Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita interpretasikan bahwa
korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan ada sebab kematian lain maka ada 2
kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu korban mati karena tenggelam atau korban mati
karena sebab lain. Jika hasilnya negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu :
1. Korban mati dahulu sebelum tenggelam.
2. Korban tenggelam dalam air jernih.
3. Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx.
Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita simpulkan bahwa tidak
ada hal hal yang menyangkal bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya negatif dan ada
sebab kematian lain maka kemungkinan korban telah mati sebelum korban dimasukkan ke dalam air.
Pemeriksaan Diatome (Destruction Test)
Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome adalah mencari ada tidaknya diatome dalam paru-
paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan dinding dari silikat. Syaratnya paru-
paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis
diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
49
Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu ambil jaringan paru-paru bagian perifer (100 gr)
lalu masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan H2SO4. Biarkan selama 12 jam kemudian
panaskan sampai hancur membubur & berwarna hitam. Teteskan HNO3 sampai warna putih lalu
sentrifus hingga terdapat endapan hitam. Endapan kemudian diambil menggunakan pipet lalu teteskan
diatas objek gelas. Interpretasi pemeriksaan diatome yaitu bentuk atau besarnya bervariasi dengan
dinding sel bersel 2 dan ada struktur bergaris di tengah sel.
Positif palsu pada pencari pasir dan pada orang dengan batuk kronis. Untuk hepar atau lien,
tidak akurat karena dapat positif palsu akibat hematogen dari penyerapan abnnormal gastrointestinal.
Penentuan Berat Jenis (BD) Plasma Penentuan berat jenis (BD) plasma bertujuan untuk
mengetahui adanya hemodilusi pada air tawar atau adanya hemokonsentrasi pada air laut dengan
menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,0595-1,0600); air tawar 1,055; air laut 1,065. Interpretasinya
ditemukan darah pada larutan CuSO4 yang telah diketahui berat jenisnya.
Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test)
Pemeriksaan kimia darah (gettler test) bertujuan untuk memeriksa kadar NaCl dan kalium.
Interpretasinya adalah korban yang mati tenggelam dalam air tawar, mengandung Cl lebih rendah pada
jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na menurun dan kadar K meningkat dalam plasma.
Korban yang mati tenggelam dalam air laut, mengandung Cl lebih tinggi pada jantung kiri daripada
jantung kanan. Kadar Na meningkat dan kadar K sedikit meningkat dalam plasma.

Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik perdarahan di sekitar
bronkioli yang disebut Partoff spot.

Catatan dr. Mursad Abdi, Sp.F
di air tawar atau air laut
ada lumpur masuk air ke dalam alveoli
tanda-tanda tenggelam
o asfiksia pada umumnya
o muka bengkak, hitam, mata menonjol
o perdarahan pada telinga tekanan intra telinga meningkat pemb. Darah telinga tengah
pecah
o buih halus keluar dari mulut
o lidah menonjol, dan ada bekas gigitan pada lidah
o bulu roma berdiri
o kaku mayat muncul 0,5 jam post mortem
o cadaferik spasme
o pakaian basah, kuku keriput
o lebam mayat lebih gelap hemokonsentrasi karena air asin
o jika tenggelam di air tawar hemodilusi eritrosit pecah, hiperkalemia aritmia
kematian
o pembusukan di leher air masuk ke saluran napas (bengkak)
o ada air mani
autopsi ke arah leher
o ada benda di saluran napas, buih, buih halus di laring, trakea, bronkus dan sisa-sisa lumpur
o orang mati di air tawar NaCl lebih tinggi di ventrikel kiri daripada di ventrikel kakan
o autopsi pada gaster lumpur dari TKP
o pada paru air masuk
ada krepitasi (ada air dan udara di alveoli). Paru ditekan tidak kembali (emfisema
aquatum)
tepi tumpul
berat paru >> normal
tes air sedot dari alveoli bandingkan dengan air dari tempat tenggelam
tes diatom
o sebab kematian
asfiksia air dan enda asing masuk ke lumen saluran napas
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
50
refleks vagal
edema laring
air Hemodilusi/hemokonsentrasi eritrosit pecah K+ keluar hiperkalemia
fibrilasi ventrikel

INHALATION OF SUFFOCATING GASSES
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu
dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O
2
tidak terpenuhi.
kekurangan O
2
di suatu tempat/daerah sekitarnya (daerah tambang)
tanda asfiksia
tanda intoksikasi CO
2

tanda trauma seperti kejatuhan batu
Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas:
1. CO
2. CO
2

3. H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO
2
banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah. Gas
H2S pada tempat penyamakan kulit.
Catatan dr. Mursad, Sp.F :
Tanda sianosis berupa tubuh tampak sianosis disektar mulut, hidung, ekstremitas atas dan bawah.
Pada anak-anak lebih tampak pada mulut dan hidung sedangkan orang dewasa terlihat pada
ekstremitas atas dan bawah.
Tanda intrapital pada strangulasi adalah air liur yang bersebrangan dengan simpul.
Pada gantung diri kekuatan dari berat badan dan kekuatan pada ujung-ujung tali.
Pada jeratan jejas berupa jejas horizontal dan lebih rendah.
Pada kasus pencekikan jejas jerat bertbentuk bintang.


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
51

BAB VIII
TRAUMATOLOGI
Definisi :
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera
serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh
karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.

Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma
benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan hewan
atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal,
berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.

Luka di klasifikasikan dapat dibagi berdasarkan :
1. Jenis penetrasi yang terbagi atas luka tusuk, luka insisi, luka bacok, luka memar, luka robek, luka
tembak dan luka gigitan.
2. Tingkat kebersihan dari kontaminasi bakteri terbagi atas luka bersih, luka bersih yang
terkontaminasi, luka terkontaminasi dan luka kotor.
3. Waktu terjadinya terbagi atas luka akut (sebelum 8 jam) dan luka kronis

Deskripsi luka :
1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau aksis pada tubuh. Garis yang melalui tulang
dada dan tulang belakang dipakai sebagai ordinat.)
2. Ukuran, ditentukan :
Ditentukan panjang luka
Jumlah luka
Sifat luka
Ada atau tidaknya benda asing pada luka
Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati
Menyebabkan kematian atau tidak
Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan
3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka
Luka akibat kekerasan mekanis:
Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api
Luka akibat kekerasan fisis:
Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi atau rendah
Luka akibat kekerasan auditorik
Luka akibat kekerasan oleh arus listrik dan petir
Luka akibat kekerasan radiasi
Luka akibat kekerasan kimiawi:
Luka akibat kekerasan oleh asam kuat
Luka akibat kekerasan oleh basa kuat
Intoksikasi
Klasifikasi trauma (berdasarkan sifat dan penyebab) :
1. Trauma Mekanik (Kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda tumpul, tembakan senjata)
2. Trauma Fisik (Suhu, listrik dan petir, akustik, radiasi, tekanan udara)
3. Trauma Kimia (Asam basa atau kuat)
NB : Ada yang memisahkan trauma senjata api tersendiri (balistik) terpisah dari trauma mekanik
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
52
Patofisiologi Trauma
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ
termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga tubuh melakukan
kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan
akan mengakibatkan kematian seseorang.
Mekanisme kompensasi tersebut adalah :
1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena, bronkhodilatasi,
takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.
2. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan heart rate. Jika
stroke volume menurun, heart rate meningkat.
3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi pompa thorak ini
membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk menjaga cardiac output.
4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk menjaga cairan
vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini.
5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan peningkatan
vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.
6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat dan mulut
kering. Capillary refill mungkin melambat.
7. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang menurun atau
mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.
Trauma Mekanik
Trauma tumpul :
Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk mengiris

Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:
- Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam
- Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam

Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan tumpul :
1. Memar (kontusio, hematom)
2. Luka Lecet
- Luka Lecet Tekan
- Luka Lecet Geser
3. Luka Robek
4. Patah tulang

Gambar Trauma Tumpul :

a. Luka memar diskontinuitas pembuluh darah & jaringan dibawah kulit tanpa rusaknya jaringan
kulit
Teraba menonjol pengumpulan darah di jaringan sekitar pembuluh darah rusak
Bentuk luka Menyerupai benda yang mengenai
b. Luka Lecet tjd pd epidermis gesekan dgn benda yang permukaannya kasar
Luka Lecet Tekan arah kekerasan tegak lurus pd permukaan tubuh, epidermis yang tertekan
melesak kedalam
Luka Lecet Geser arah kekerasan miring/membentuk sudut epidermis terdorong &
terkumpul pd tmpt akhir gerak benda tersebut
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
53
Luka Lecet Regang diskontinuitas epidermis akibat peregangan yang letaknya sesuai dengan
garis kulit
c. Luka robek terjadi pada epidermis/jaringan dibawahnya akibat kekerasan yang mengenainya
melebihi elastisitas kulit/jaringan
Syarat : kekuatan peregangan > elastisitas kulit
d. Patah tulang
o Bentuk : bergantung pada sifat benda penyebab
o Perubahan berdasarkan waktu
o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi, kerusakan jaringan sekitar, emboli lemak dan
sumsum tulang
Fraktur tulang kepala :
Terjadi akibat trauma langsung terhadap skull. Adanya fraktur tidak selalu disertai dgn adanya cedera
otak namun manunjukkan adanya benturan yg cukup kuat dan sebaikknya dievaluasi untuk tau ada
tidaknya cedera tambahan.
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur Oleh benda yang
bergerak (kepala tergencet)
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup yang disebabkan oleh hantaman pada
otak bagian dalam pada sisi yang terkena dan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan
arah benturan.
Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu :
- Besarnya energi yang membentur kepala (Energi kinetik objek)
- Arah Benturan
- Bentuk tiga dimensi objek yang membentur
- Lokasi Anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi

Tipe Fraktur pada cedera kepala, yaitu :
1. Fraktur simple : Pecahnya tulang kepala yg tidak disertai kerusakan kulit
2. Fraktur Linear : Pecahnya tulang kepala yg menyerupai garis tipis tanpa distorsi tulang
3. Fraktur depresi : Pecahnya tulang kepala dengan penekanan sebagian tulang kedalam otak.
4. Fraktur compound : Pecahnya tulang disertai dengan rusak atau hilangnya kulit

Tergantung kecepatan dan gaya
- depressed jika permukaan yang mengenai kepala tidak luas
- radial
- hole/stellata jika benda yang mengenai kepala permukaannya kecil dan berkecepatan/berenergi
tinggi, contoh : luka tembak
Jika kepala bergerak ke permukaan rata & diam : patah linear
Fraktur basis cranii :
Fraktur yg terjadi pada tulang yg membentuk dasar tengkorak.
- gaya langsung ke basis cranii
- gaya ke dagu melalui rami mandibulae
Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis. Beberapa cara
untuk membuktikan adanya rhinorea yaitu :
1. Darah tersebut tidak akan membeku karena bercampur CSS
2. Tanda Double Ring atau Hallo Sign yaitu jika setetes cairan diletakkan diatas kertas
tissue/koran maka darah akan terkumpul ditengah dan sekitarnya masih terbentuk rembesan cairan
(CSS) yg membentuk cincin kedua yg mengelilingi lingkaran pertama.
3. Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan marker spesifik untuk CSS.
- Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur, jangan memasang NGT krn dapat melewati lempeng
kribriformis yang sudah fraktur dan masuk ke intracranial.
- Jika fraktur melibatkan kanalis optikus, dapat mencederai N. Optikus sehingga tjd gangguan
visus.
Ring fraktur : gaya dari atas ke bawah
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
54
Perdarahan intrakranial :
Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio dan perdarahan
intraserebral) maupun lesi difus.

Epidural hematom : clot terletak diluar duramater, namun di dalam tengkorak
Arteri meningea media
Temporal (50%), oksipital (15%)
Prognosis baik bila dilakukan penanganan segera karena cedera otak disekitarnya biasanya
terbatas.
Subdural/subarachnoid bleeding : >> ditemukan pada penderita dengan cedera kepala berat.
Terjadi karena robeknya vena bridging, sinus draining, focus laserasi atau kontusio
Delayed : subdural
Spontan : leukemia, tumor, infeksi
Kerusakan otak biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma
epidural
Mortalitas umumnya 60% namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yg sangat
segera dan pengelolaan medis agresif.
Kontusi dan hematom intraserebral : hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural
>> di lobus frontal dan temporal
Cedera Difus membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan, disebabkan oleh
meningkatnya jumlah cedera akselerasi deselerasi otak.
Doktrin MONROE-KELLIE :
V
blood
+ V
brain
+ V
LCS
= konstan
Konsep utama : volume intrakranial selalu konstan (rongga kranium tidak mungkin mekar). Tekanan
Intrakranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak ada lesi massa intakranial, karena TIK umumnya
tetap dalam batas normal sampai penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase
ekspansional.
TIK normal : 50-200 mmH
2
O (4-15 mmHg)
Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75 mL), darah (75 mL)
Perubahan kompensatoris dapat melalui :
- pengalihan LCS ke rongga spinal
- peningkatan aliran vena dari otak
- sedikit tekanan pada jaringan otak
peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH
2
O) akan menurunkan aliran darah otak secara
signifikan
Trauma tajam :
Benda tajam: benda yg permukaannya mampu mengiris shg kontinuitas jaringan hilang
- Luka iris dalam luka < panjang irisan luka
arah trauma sejajar permukaan kulit
- Luka tusuk dalam luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus permukaan kulit
- Luka bacok dalam = panjang luka
arah trauma 45 dari permukaan kulit dan tergantung beratnya benda yang di
pakai.
Ciri-ciri luka karena benda tajam :

+ Tepinya rata
+ Sudut luka tajam
+ Tidak ada jembatan jaringan
+ Sekitar luka bersih tidak ada memar
+ Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa :
1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam)
2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
55
seperti reaksi korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya menjadi tidak khas adapun pola yang
sering ditemukan yaitu :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali
melalui saluran yang berbeda
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka
yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.
c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka
menjadi lebih luas
d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai
landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial
e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar.
3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini tergantung dua faktor yaitu :
a. Jenis senjata biasanya senjata yang digunakan sedikit tajam/ tajam dan relatif berat seperti kapak
atau parang.
b. Tenaga yang digunakan biasanya lebih besar dari luka tusuk atau luka iris.
Tabel. Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul
Pembeda Tajam Tumpul
bentuk luka Teratur tidak
Tepi Rata tidak rata
jembatan jar tidak ada ada/tidak
folikel rambut terpotong ya/tidak tidak
dasar luka garis/titik tidak teratur
sekitar luka Bersih Bisa lecet/memar

Tabel. Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam mayat
HEMATOM LEBAM MAYAT
Kejadian intravital Kejadian post mortem
Terdapat pembengkakan Pembengkakan (-)
Darah tidak mengalir Darah akan mengalir keluar dari
pembuluh darah yang tersayat
Penampang sayatan nampak merah
kehitaman
Jika dialiri air penampang sayatan
nampak bersih

Tabel. Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan
Pembeda Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
luka
Banyak Banyak > 1
Pakaian Terkena Tidak Terkena
Luka tangkisan (+) (-) (-)
Luka percobaan (-) (+) (-)
Cedera Sekunder Mungkin ada (-) Mungkin ada

LUKA TEMBAK
A. ARTI KLINIS LUKA TEMBAK
Dalam praktik banyak terdapat hal tentang luka tembak masuk pada tubuh manusia. Seperti kita
ketahui kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Jika dilihat dari elastisitasnya,
epidermis kurang elastis bila dibandingkan dengan dermis. Bila sebutir peluru menembus tubuh, maka
cacat pada epidermis lebih luas dari pada dermis. Diameter luka pada epidermis kurang lebih sama
dengan diameter anak peluru, sedangkan diameter luka pada dermis lebih kecil. Keadaan tersebut
dikenal sebagai kelim memar (contusio ring).
B. JENIS SENJATA DAN AMUNISI

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
56
I. MACAM-MACAM JENIS SENJATA KECIL
A. Ada lima jenis senjata kecil:
1. Pistol
2. Senapan
3. Senapan tabur
4. Senapan sub-mesin
5. Senapan Mesin
Pada seluruh jenis senjata tersebut, terkecuali senapan tabur, terdapat rifling interior pada larasnya.
B. Rifling adalah serangkaian alur pilin paralel yang memotong panjang kaliber larasnya.
1. Metal yang ada diantara alur-alurnya disebut lands.
2. Jumlah alur bisa beragam mulai dari 2 sampai 20 dengan arah bidik sesuai arah jam (kanan) atau
sebaliknya (kiri).
a. Hampir semua pistol memiliki 5 atau 6 alur pilin ke kanan
Pada Colt alur pilinnnya adalah ke kiri.
b. Pada senapan centerfire, hampir semua senjata memiliki alur pilin ke arah kanan dengan
jumlah pilin antara 4 sampai 6.
c. Alur pilin senjata .22 rimfire umumnya ke kanan dengan jumlah alur antara 4.5 atau 6.
3. Rifling mengimpartasikan putaran rotasi peluru ketika meluncur dalam laras. Kegunaan
putaran ini adalah untuk menstabilkan peluncuran peluru ketika ditembakkan ke udara, dan
menjaga kejatuhannya.
II. SENJATA API
Klasifikasi Senjata Api
Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan mesiu, dapat
melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya. Proyektil yang
dilepaskan dari suatu tembakan dapat tunggal, dapat pula tunggal berurutan secara otomatis maupun
dalam jumlah tertentu bersama sama.
1
Senjata api dapat dikelompokan menjadi:
A. Berdasarkan Panjang Laras:
1. Laras pendek.
Revolver, Mempunyai metal drum (tempat penyimpanan 6 peluru) yang berputar (revolver)
setiap kali trigger ditarik dan menempatkan peluru baru pada posisi siap untuk di tembakkan.
Pistol, peluru disimpan dalam sebuah silinder yang diputar dengan menarik picunya.








Gambar 1. Senjata api laras pendek

Gambar 2. pistol semi otomatis Gambar 3. Revolver

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
57
2. Laras panjang
Senjata ini berkekuatan tinggi dengan daya tembak sampai 3000 m, mempergunakan peluru yang
lebih panjang. Dibagi menjadi dua yaitu:
Senapan tabur : Senapan tabur dirancang untuk dapat memuntahkan butir-butir tabur ganda
lewat larasnya, sedangkan senapan dirancang untuk memuntahkan peluru tunggal lewat
larasnya, moncong senapan halus dan tidak terdapat rifling.
Senapan untuk menyerang: Senapan ini mengisi pelurunya sendiri, mampu melakukan
tembakan otomatis sepenuhnya, mempunyai kapasitas magasin yang besar dan dilengkapi
ruang ledak untuk peluru senapan dengan kekuatan sedang (peluru dengan kekuatan sedang
antara peluru senapan standard dan peluru pistol).











Gambar 4. Senjata api laras panjang
B. Berdasarkan Alur Laras
1. Laras beralur (Rifled bore)
Agar anak peluru dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam laras dibuat
beralur spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter anak peluru, sehingga anak
peluru yang didorong oleh ledakan mesiu, saat melalui laras, dipaksa bergerak maju sambil
berputar sesuai porosnya, dan ini akan memperoleh gaya sentripetal sehingga anak peluru tetap
dalam posisi ujung depannya di depan dalam lintasannya setelah lepas laras menuju sasaran. Alur
laras ini dibagi menjadi dua yaitu, arah putaran ke kiri (COLT) dan arah putaran ke kanan (Smith
and Wesson).









Gambar 5. Senjata api beralur

A. Senjata api dengan alur ke kiri
- dikenal sebagai senjata tipe COLT
- kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0.36; 0.38; dan 0.45
- dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu adanya goresan dan
alur yang memutar ke arah kiri bila dilihat dari basis anak peluru.

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
58
B. Senjata api dengan alur ke kanan
- dikenal sebagai senjata api tipe SMITH & WESSON ( tipe SW )
- kaiber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0.22;0.36;0.38;0.45; dan 0.46
- dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu adanya goresan dan
alur yang memutar ke arah kanan bila dilihat dari bagian basis anak peluru.
Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum tidak dibenarkan
menggunakan istilah pistol atau revolver, oleh karena perkataan pistol itu mengandung pengertian
bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak peluru
berada dalam silinder yang akan memutar bila tembakan dilepaskan. Dan oleh karena dokter tidak
melihat peristiwa penembakannya, maka yang hanya disampaikan adalah, misalnya: senjata api
kaliber 0,38 dengan alur ke kiri.

2. Laras tak beralur atau laras licin (Smooth bore)
Senjata api jenis ini dapat melontarkan anak peluru dalam jumlah banyak pada satu kali tembakan.
Contohnya adalah shot gun.
III. KALIBER

A. Kaliber sebuah senjata ditentukan oleh diameter moncong yang diukur dari land ke land.
Ketentuan ini tidak selalu diikuti bahkan kaliber yang ditetapkan untuk sebuah senjata sangat
perlu diperdebatkan.
1. Dalam sistem metrik yang digunakan di Eropa, kaliber senjata mengenali diameter peluru dan
panjang kelongsongnya dalam milimeter. Jadi sebuah kelongsong ukuran 7.62 x 39 mm
menembakkan peluru berukuran 7.62 mm dalam diameter yang dilepaskan dari sebuah
kelongsong peluru dengan panjang 39mm.
B. Istilah Magnum dalam pengertian sebuah pistol atau senapan, merujuk pada kekuatan ekstra
sebuah peluru yang didorong dengan kecepatan yang lebih besar. Pada senapan tabur, istilah
Magnum berarti meningkatnya berat mesiu pellet atau butir-butir peluru tabur dengan kecepatan
yang umumnya tidak meningkat.
C. Kaliber sebuah senapan tabur dikenali liwat ukurannya. Ukuran yan paling umum adalah 12, 16,
20 dan .410. Diameter moncongnya adalah:
1. 0729 inci untuk ukuran 12;
2. 0.615 inci untuk ukuran 20; dan
3. 0.410 inci untuk ukuran .410
D. Apakah senapan tabur itu berukuran 12, 16 atau 20, butir-butir peluru tabur didorong kira-kira
pada kecepatan yang sama. Perbedaannya, kelongsong ukuran 12 menampung lebih banyak butir-
butir peluru tabur daripada yang berukuran 16 yang punya daya tampung butir-butir peluru tabur
lebih dari yang berukuran 20.
IV. AMUNISI

A. Amunisi senjata dengan putaran rotasi peluru dibagi dalam dua kategori yaitu centerfire atau
rimfire - tergantung lokasi primernya.
1. Pada peluru rimfire, komposisi primernya terletak pada bibir kelongsong peluru dengan
mesiu yang berhubungan dengan yang primer.
a. Pada saat penembakan, pemantiknya menghancurkan bibir kelongsong peluru, meledakkan
komposisi primernya, menyulut bubuknya.
b. Saat ini amunisi rimfire hanya terbagi dalam tiga kaliber - 22 Short, 22Long Rifle dan 22
Magnum.
c. Amunisi rimfire bisa digunakan baik pada pistol maupun senapan.
2. Umumnya amunisi adalah pusat ledakannya (centerfire). Pada pusat peledakan kelongsong,
kesulitan pokok terletak pada bagian tengah dasar kelongsong. Ketika ditembakkan,
pemantiknya menghantam tengah-tengah dasar primer yang memantik komposisi primer
yang selanjutnya memantik mesiunya.
B. Kelongsong peluru biasanya terbuat dari kuningan, meskipun ada yang terbuat dari aluminium
dan baja.
1. Ketika diledakkan, kelongsong peluru mengandung gas dari hasil pemantikan mesiu.
2. Kebanyakan peluru pistol bentuknya lurus sedang peluru senapan berbentuk leher botol (bottle
neck)
3. Pada amunisi komersial, kaliber dan nama pabrik pembuatnya dicap pada dasar peluru.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
59
4. Pada amunisi militer, nama pabrik dan tahun pembuatan amunisinya (baik berbentuk tulisan
maupun kode) dicap pada dasar peluru.
C. Mesiu yang digunakan dalam kelongsong peluru adalah mesiu tidak mengandung asap, campuran
dari nitrocellulose, dimana nitroglycerin bisa ditambahkan ataupun tidak ditambahkan. Ujud
mesiu di Amerika Serikat umumnya adalah:
1. disk (flake atau serpihan) atau bola dalam pistol dan senapan tabor
2. silindrikal atau mesiu bola pada senapan laras panjang
D. Pelor merupakan bagian dari peluru yang lepas dari moncongnya ketika senjata ditembakkan
1. Oleh karena velositasnya yang tinggi, pusat penembak pelor senjata harus terbungkus metal
baik secara penuh ataupun sebagian.
a. Pada umumnya pembungkusnya terbuat dari tembaga atau copper alloy tetapi bisa juga dari
baja
b. Matanya terbuat dari timah tetapi untuk peluru-peluru militer bisa dari leburan baja atau
gabungan keduanya.
2. Amunisi yang sepenuhnya terbungkus metal - pembungkusannya menyelubungi pucuk dan
sisi-sisi pelurunya.
3. Semua amunisi militer, termasuk amunisi pistol, haruslah berbungkus metal secara penuh.
4. Pada amunisi semi-jacket, ada mata timah dengan bungkus tembaga menutupi sisi-sisinya dan
biasanya dasar pelurunya dengan mata yang menonjol pada ujungnya.
5. Sebagai kebiasaan, peluru timah digunakan pada revolver; peluru berbungkus metal penuh
digunakan pada pistol otomatis.
6. Saat ini amunisi pistol umunya menggunakan peluru semi-jacket, iasanya dengan rancangan
pucuk yang kosong, baik disengaja untuk dipasang pada revolver maupun pistol
otomatis.
7. Amunisi .22 Short dan Senapan Laras Panjang (long rifle) dipasang dengan pelor timah;
amunisi Magnum .22 beramunisi jacket metal penuh atau semi-jacket.
8. Konfigurasi pelurunyapun bervariasi
a. Amunisi pistol biasanya:
i. moncong bulat
ii. potongan semi-wad
iii. hollow point atau
iv. wad cutter (berbentuk silindris)
b. Amunisi senapan centerfire:
i. full metal jacket atau
ii. semi-jacket
iii. dengan ujung spitzer atau pucuk bulat
E. Hampir semua badan senapan tabur dibuat dengan sekam plastik dan kepala kuningan dengan
pucuk yang mengatup
1. Dibalik ujung yang sobek terdapatlah pellet atau butir-butir peluru tabur (tembakannya), lalu
gumpalan dan bubuk.
2. Pabrik yang berlainan menggunakan bahan gumpalan serta desain gumpalan yang berbeda
pula. Ukuran dan pabrik pembuat amunisi dapat dikenali liwat gumpalan yang diambil
3. Federal dan Remington menggunakan gumpalan plastik sedang Winchester punya ciri-ciri
khas yaitu menggunakan gumpalan dari kertas maupun cardboard. Tetapi ada
beberapa produk Winchester yang menggunakan gumpalan plastik.
4. Pellet yang digunakan untuk berburu burung atau binatang-binatang kecil disebut birdshot.
Diameter pellet atau butir-butir peluru tabur birdshot bervariasi
5. Pellet yang digunakan polisi untuk bela diri dan pengejaran disebut buckshot.
a. buckshot yang paling umum digunakan adalah #4 dan 00;
b. buckshot #4 berdiameter .24 inci;
c. yang 00 berdiameter .33 inci;
d. Ciri-cirinya, buckshot dipasang dengan bungkusan serbuk putih bahan plastik yang ketika
ditembakkan akan dikeluarkan bersamaan dengan buckshot dan gumpalan.
F. Sementara, umumnya muatan untuk senapan tabur mengandung birdshot atau buckshot, tetapi ada
juga yang bermuatan gotri senapan
1. Peluru gotri senapan tabur sungguh-sungguh adalah misil timah yang besar :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
60
a. berbentuk peluru seperti peluru gotri American Foster
b. Peluru gotri Brenneke dari Eropa mirip dengan peluru gotri Foster hanya saja diberi
gumpalan cardboard yang menempel pada alasnya, atau:
c. jam pasir (hourglass) berbentuk bulat sabot
2. Serangkaian tulang siku dan alur pilin terdapat di sepanjang permukaan peluru gotri American
Foster maupun Brenneke.
3 Berat peluru gotri ini berkisar antara kira-kira 350 sampai 490 grain (kesatuan berat di
Inggris) tergantung ukuran.
4. Peluru gotri sabot punya konfigurasi jam pasir dan terbungkus dalam dua buah plastik
a. Seluruh himpunan, dua buah plastik yang menyelimuti peluru gotri berikut peluru gotrinya
meluncur keluar melalui larasnya.
b. Sementara keluar, kedua buah plastiknya terlepas dan misil jam pasirnya terus meluncur
menuju sasarannya

V. PERBANDINGAN BALISTIK PELURU
A. Peluru
1. Ketika sebuah peluru ditembakkan melalui larasnya, penembakan meninggalkan dua jenis
tanda pada peluru:
a. karakteristik kelas dan
b. karakteristik individual
2. Karakteristik Kelas adalah pembuatan dan model senapan, contohnya, jumlah lands dan alur
pilin; kepadatan pilin; kedalaman alur pilin serta arahnya.
3. Karakteristik Individual adalah tanda-tanda yang dibuat pada peluru oleh
ketidaksempurnaan dalam laras yang hanya ada pada laras individual itu sendiri. Tanda-tanda
inilah yang dipakai para penyelidik senjata untuk mengenali peluru yang ditembakkan oleh
senjata tertentu.
B. Kelongsong Peluru
1. Kelongsong peluru juga punya tanda-tanda yang berasal dari pemantik, pelontar dan juga dari
magasin.
2. Tanda-tanda ini dapat dipakai untuk mengenali asal kelongsong peluru senjata yang spesifik.
3. Kadang-kadang, sidik jari dapat ditemui pada kelongsong peluru yang telah ditembakkan.
C. Sidik jari pada senjata, khususnya pistol umumnya jarang dipakai. Jadi, rekomendasi sidik jari pada
sebuah senjata, umumnya tidak menguntungkan.

C. MEKANISME LUKA TEMBAK
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik seperti
pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi dari luar menuju
jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga
akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainya.
3,4
Energi kinetik ini akan
mengakibatkan daya dorong peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder
terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih
besar dari diameter peluru.
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus jaringan akan
terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun
otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka.
4
Dengan adanya lesatan
peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru
sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini
akan mengecil sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan
konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga
berhubungan dengan gaya gravitasi. Pada pemeriksaan harus dipikirkan adanya kerusakan sekunder
seperti infark atau infeksi.





Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
61











Gambar 6. Mekanisme luka tembak
D. KLASIFIKASI LUKA TEMBAK
1. Luka Tembak Masuk:
luka tembak tempel
luka tembak jarak dekat
luka tembak jarak jauh
2. Luka Tembak Keluar (luka tembus)

Tabel. Perbedaan luka tembak masuk dan keluar
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Ukurannya kecil (berupa satu
titik/stelata/bintang), karena peluru
menembus kulit seperti bor dengan
kecepatan tinggi
Ukurannya lebih besar dan lebih tidak
teratur dibandingkan luka tembak
masuk, karena kecepatan peluru
berkurang hingga menyebabkan
robekan jaringan.
Pinggiran luka melekuk kearah dalam
karena peluru menmebus kulit dari
luar
Pinggiran luka melekuk keluar karena
peluru menuju keluar.
Pinggiran luka mengalami abrasi Pinggiran luka tidak mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim lemak. Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk kedalam luka, dibawa
oleh peluru yang masuk.
Tidak ada
Pada luka bisa tampak hitam,
terbakar, kelim tato atau jelaga.
Tidak ada
Pada tulang tengkorak, pinggiran luka
bagus bentuknya.
Tampak seperti gambaran mirip
kerucut
Bisa tampak berwarna merah terang
akibat adanya zat karbon monoksida.
Tidak ada
Disekitar luka tampak kelim ekimosis. Tidak ada
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Perdarahan hanya sedikit. Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisis
aktivitas netron mengungkapkan
adanya lingkaran timah / zat besi di
sekitar luka.
Tidak ada

Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api :
Jenis peluru
Kecepatan peluru
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
62
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
1. Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel dengan kulit :
Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka tembak masuk mengalami laserasi
Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tato terjadi karena bubuk mesiu
senjata yang tidak terbakar.
Rambut di sekitar luka hangus.
Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan api dari senjata.
Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau putih di sekitar luka. Hal ini
terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap dan tidak terdapat bagian kehitaman pada kulit.
2. Tembakan jarak dekat
Jaraknya adalah 30-45 cm dari kulit.
Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru
Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka
Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.
3. Tembakan jarak jauh
Jaraknya adalah di atas 45 cm.
Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
Kehitaman atau kelim tato tidak ada
Bisa tampak kelim lecet. Jika peluru menyebabkan gesekan pada lubang tempat masuk dan
menyebabkan lecet, maka di sebut kelim lecet.
Deskripsi Luka Tembak
1. Lokasi
jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis pertengahan tubuh
lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
ukuran dan bentuk
lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
luka bakar
lipatan kulit, utuh atau tidak
tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
grains powder
deposit bubuk hitam, termasuk korona
tattoo
metal stippling
4. Perubahan
oleh tenaga medis
oleh bagian pemakaman
5. Track
penetrasi organ
arah
kerusakan sekunder
kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
titik penyembuhan
tipe misil
tanda identifikasi
susunan
7. Luka keluar
lokasi
karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Efek Luka Tembak
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
63
Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan mengenai sasaran yaitu tubuh korban,
maka pada tubuh korban tersebut akan didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai unsur
atau komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut.

Adapun komponen atau unsur-unsur yang
keluar pada setiap penembakan adalah:
anak peluru
butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar
asap atau jelaga
api
partikel logam
Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka minyak yang melekat pada
anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka. Bila penembakan dilakukan dengan posisi moncong
senjata menempel dengan erat pada tubuh korban, maka akan terdapat jejas laras. Selain itu bila
senjata yang dipakai termasuk senjata yang tidak beralur (smooth bore), maka komponen yang keluar
adalah anak peluru dalam satu kesatuan atau tersebar dalam bentuk pellet, tutup dari peluru itu sendiri
juga dapat menimbulkan kelainan dalam bentuk luka.

Komponen atau unsur-unsur yang keluar pada
setiap peristiwa penembakan akan menimbulkan kelainan pada tubuh korban sebagai berikut:
1) Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka.
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
Kecepatan
Posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh
Bentuk dan ukuran peluru
Densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk
Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka yang relatif
lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih rendah (low velocity).
Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai bagian tubuh yang densitasnya
lebih besar.
Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan dan
kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase diastole), maka kerusakan yang
terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing
yang kosong; hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh
bagian.
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru:
a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang
b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan
c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur atau rifle bore), terjadi
gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring)
d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala arah, maka
sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar
dari diameter peluru
e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang terjadi akan
mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan
f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang terbentuk akan
sama lebarnya pada setiap arah
g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat diketahui dari bentuk kelim
lecet
h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah tersebut
i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan kehitaman
akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak (grease ring/ grease mark)
j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka yang terjadi
adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka
sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan
mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau
berbentuk bintang
k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang luka ditambah
dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya peluru
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
64
l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan dangkal, disebut
bullet slap atau bullet graze








Gambar 13. Bullet graze



m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan luka tembak
keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound
2) Akibat butir-butir mesiu (gunpowder effect): tattoo, stipling
a. Butir butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk ke dalam kulit
b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintik-bintik hitam dan
bercampur dengan perdarahan
c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-bintik hitam tersebut tidak
dapat dihapus dengan kain dari luar
d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm
e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit, tiosianat, tiosulfat, kalium
karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida, sedangkan smoke less powder terdiri dari nitrit dan
selulosa nitrat yang dicampur dengan karbon dan gravid
Gambar 14. Powder tattoing
3) Akibat asap (smoke effect): jelaga
a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk asap atau jelaga
b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%) nitrogen 35%, CO 10%,
hydrogen sulfide 3%, hydrogen 2 % serta sedikit oksigen dan methane
c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit
d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm
e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit, sehingga bila
dihapus akan menghilang.
4) Akibat api (flame effect): luka bakar
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
65
a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang akan mengakibatkan
kulit akan tampak hangus terbakar (scorching, charring)
b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan terbakar
c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm, sedangkan untuk senjata
yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5 cm
5) Akibat partikel logam (metal effect): fouling
a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu peluru bergulir pada
laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut
b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau luka terbuka dangkal
yang kecil-kecil pada tubuh korban
c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada pakaian korban.
6) Akibat moncong senjata (muzzle effect): jejas laras
a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel yang erat (hard
contact) maupun yang hanya sebagian menempel (soft contact)
b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh, dimana di
bawahnya ada bagian yang keras (tulang)
c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang dan mengangkat kulit
sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara kulit dan moncong senjata
d. Jejas laras dapat pula terjadi jika si penembak memukulkan moncong senjatanya dengan cukup
keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini jarang terjadi
e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka, sedangkan pada soft
contact, jejas laras sebetulnya luka lecet tekan tersebut akan tampak sebagian sebagai garis
lengkung
f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tato, oleh karena tertutup
rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui
celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tato.
7) Pengaruh pakaian pada luka tembak masuk
Jika tembakan mengenai tubuh korban yang ditutup pakaian, dan pakaiannya cukup tebal, maka
dapat terjadi:
Asap, butir-butir mesiu dan api dapat tertahan pakaian
Fragmen atau partikel logam dapat tertahan oleh pakaian
Serat-serat pakaian dapat terbawa oleh peluru dan masuk ke dalam lubang luka tembak
F. DESKRIPSI LUKA TEMBAK
Kepentingan medikolegal deskripsi yang adekuat dari luka senjata api bergantung pada besarnya
potensi seorang korban meninggal. jika korban masih hidup, deskripsi singkat dan tidak terlalu detail.
dokter mempunyai tanggung jawab yang utama untuk memberikan penatalaksanaan gawat darurat.
membersihkan luka, membuka dan mengeksplorasi, debridement dan menutupnya, kemudian
membalut adalah bagian penting dari merawat pasien bagi dokter. penggambaran luka secara detail
akan dilakukan nanti, setelah semua kondisi gawat darurat dapat disingkirkan. oleh karena singkatnya
waktu yang dimiliki untuk mempelajari medikolegal, seringkali dokter merasa tidak mempunyai
kewajiban untuk mendeskripskan luka secara detail. deskripsi luka yang minimal untuk pasien hidup
terdiri dari : lokasi luka, ukuran dan bentuk defek, lingkaran abrasi, lipatan kulit yang utuh dan robek,
bubuk hitam sisa tembakan (jika ada), tato (jika ada), dan bagian yang ditembus/dilewati.
1,3,4

penatalaksanaan luka, termasuk debridement, penjahitan, pengguntingan rambut, pembalutan,
drainase, dan operasi perluasan luka.
Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. meskipun demikian,
tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat darurat dari pihak lain.
sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-orang yang mempersiapkan tubuhnya
untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk menerimanya. di lain pihak, tubuh
mungkin sudah dibersihkan, bahkan sudah disiapkan untuk penguburan, luka sudah ditutup dengan
lilin atau material lain. penting untuk mengetahui siapa dan apa yang telah dikerjakannya terhadap
tubuh korban, untuk mengetahui gambaran luka.
a. Jarak tembakan
efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan dalam keilmuan forensik
untuk memperkirakan jarak target dari tembakan dilepaskan. perkiraan tersebut memiliki
kepentingan sebagai berikut : untuk membuktikan atau menyangkal tuntutan; untuk menyatakan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
66
atau menyingkirkan kemungkinan bunuh diri; membantu menilai ciri alami luka akibat kecelakaan.
meski kisaran jarak tembak tidak dapat dinilai dengan ketajaman absolut, luka tembak dapat
diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak dekat, sedang, dan jauh.
1,3,4

b. Arah tembakan
luka tembak yang tepat akan membentuk lubang yang sirkuler serta perubahan warna pada kulit,
jika sudut penembakan olique akan mengakibatkan luka tembak berbentuk ellips, panjang luka
dihubungkan dengan pengurangan sudut tembak. senapan akan memproduksi lebih sedikit kotoran,
kecuali jika jarak dekat. petunjuk ini berguna untuk pembanding dengan shotgun. luka tembak yang
disebabkan shotgun dengan sudut olique akan membentuk luka seperti anak tangga. jaringan juga
berperan serta dalam perubahan gambaran luka karena adanya kontraksi otot.
G. CARA PENGUKURAN JARAK TEMBAK DALAM VISUM ET REPERTUM
Bila pada korban terdapat luka tembak masuk dan tampak jelas adanya jejas laras, kelim api,
kelim jelaga atau kelim tato, maka perkiraan penentuan jarak tembak tidak sulit. Kesulitan timbul bila
tidak ada kelim-kelim tersebut selain kelim lecet
.1
Bila terdapat kelim jelaga, berarti korban ditembak
dari jarak dekat, maksimal 30 cm, kelim tato berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 60
cm dan seterusnya. Sedangkan kelim api menunjukan bahwa korban ditembak dari jarak yang sangat
dekat sekali, yaitu maksimal 15 cm.
(B)
C C

A B A B

D D

D
D
(C) A








B C

Keterangan Gambar
1. (A) anak peluru yang masuk sesara tegak lurus dapat diketahui dari perkiraan diameter anak peluru
adalah AB-CD.
(B) Anak peluru masuk dengan pembentukan sudut, besarnya sudut tersebut (sinus), adalah CD/AB.
Arah anak peluru diketahui dari kelim lecet yang tersebar.
(C) Bila AB adalah jarak antara tumit/lantai dengan luka tembak masuk diketahui demikian pula
besarnya sudut masuknya, dengan demikian jarak BC dan panjangnya AC dapat di hitung, sisi miring
pada segitiga ABC tidak lain adalah merupakan lintasan anak peluru.
B kaliber

A




b
a
Sin = b/a


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
67
Keterangan gambar :
(A) Besarnya sudut masuk anak peluru dan kaliber diameter dari anak peluru seperti yang dimaksud
dalam gambar di atas besarnya sudut masuk (sinus) b/a sedangkan kaliber dari anak peluru adalah b.
(B) Cara melakukan pengukuran di dalam memeriksa kasus penembakan, diukur dengan mengambil
patokan tumit dan garis tengah tubuh melalui tulang punggung untuk memperrkirakan arah tembakan
dari luar depan atau belakang atau samping dan sudutnya.
H. PEMERIKSAAN KHUSUS PADA LUKA TEMBAK MASUK
Pada beberapa keadaan, pemeriksaan terhadap luka tembak masuk, sering dipersulit oleh adanya
pengotoran oleh darah, sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan dengan baik.

Untuk menghadapi
penyulit pada pemeriksaan tersebut dapat dilakukan prosedur sebagai berikut:
Luka tembak dibersihkan dengan hydrogen-peroxide 3%
Setelah 2-3 menit luka tersebut dicuci dengan air, untuk membersihkan busa yang terjadi dan
membersihkan darah.
Dengan pemberian hydrogen-peroxide tadi, luka tembak akan bersih dan tampak jelas, sehingga
deskripsi luka dapat dilakukan dengan akurat.
Selain secara makroskopik, dapat juga dengan pemeriksaan khusus: pemeriksaan mikroskopik,
pemeriksaan kimiawi, dan pemeriksaan radiologik.
a) Pemeriksaan Mikroskopik


Perubahan yang tampak diakibatkan oleh dua faktor, yaitu: trauma mekanik dan termis, pada luka
tembak tempel dan luka tembak jarak dekat perubahan mikroskopis yang terjadi adalah:
Kompresi epitel, disekitar luka tampak epitel yang normal dan yang mengalami kompresi,
elongasi, dan menjadi pipihnya sel-sel epidermal serta elongasi dari inti sel
Distorsi dari sel epidermis di tepi luka yang dapat bercampur dengan butir-butir mesiu
Epitel mengalami nekrosis koagulatif, epitel sembab, vakuolisasi sel-sel basal
Akibat panas, jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE, akan lebih banyak mengambil
warna biru (basophilic staining)
Tampak perdarahan yang masih baru dalam epidermis (kelainan ini paling dominan, dan adanya
butir-butir mesiu)
Sel-sel pada dermis intinya mengerut, vakuolisasi dan piknotik
Butir-butir mesiu tampak sebagai benda tidak beraturan, berwarna hitam atau hitam kecoklatan
Pada luka tembak tempel hard contact, permukaan kulit sekitar luka tidak terdapat butir-butir
mesiu atau hanya sedikit sekali; butir-butir mesiu akan tampak banyak pada lapisan bawahnya,
khususnys di sepanjang tepi saluran luka
Pada luka tembak tempel soft contact, butir-butir mesiu terdapat pada kulit dan jaringan di
bawah kulit
Pada luka tembak jarak dekat, butir-butir mesiu terutama terdapat pada permukaan kulit, hanya
sedikit yang ada pada lapisan-lapisan kulit
b) Pemeriksaan Kimiawi


Pada black gun powder dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat, sulfas, sulfat, karbonat,
tiosianat dan tiosulfat
Pada smokeless gun powder dapat ditemukan nitrit, dan selulosa-nitrat
Pada senjata api yang modern, ditemukan timah, barium, antimony, dan merkuri
Unsur-unsur kimia yang berasal dari laras senjata dan dari peluru sendiri dapat ditemukan timah,
antimon, nikel, tembaga, bismuth, perak, dan thalium
Pemeriksaan atas unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian, di dalam atau di sekitar
luka
Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada tangan yang menggenggam
senjata
c) Pemeriksaan dengan Sinar-X


Pemeriksaan radiologik ini umumnya untuk memudahkan dalam mengetahui letak peluru dalam
tubuh korban.
Pada tandem bullet injury dapat ditemukan dua peluru walaupun luka tembak masuknya
hanya satu.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
68
Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebar, maka dapat dipastikan bahwa korban
ditembak dengan senjata jenis shotgun, yang tidak beralur, dimana dalam satu peluru terdiri
dari berpuluh pellet.
Bila pada tubuh korban tampak satu peluru, maka korban ditembak oleh senjata api jenis
rifled.
Pada keadaan dimana tubuh korban telah membusuk lanjut atau telah rusak, sehingga
pemeriksaan sulit, maka dengan pemeriksaan radiologik ini akan dengan mudah menentukan
kasusnya, yaitu dengan ditemukannya anak peluru pada foto rontgen
d) Pemeriksaan baju pada korban luka tembak


Pemeriksaan korban luka tembak tidak lengkap tanpa pemeriksaan defek baju yang dibuat oleh
peluru.
Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak masuk


Serat-serat pakaian akan terdorong ke dalam.
Bila ditembakan dari jarak dekat atau jarak sangat dekat, dapat terlihat pengotoran bewarna
hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar dan akibat jelaga yang
menempel pada pakaian.
Bila senjata dirawat dengan baik maka di tepi dan di bagian pakaian yang robek terdapat
pengotoran oleh minyak pelumas yang berwarna kehitaman.
Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak keluar
1,9

Serat-serat pakaian akan terdorong keluar.
Di pinggir atau di sekitar robekan mungkin didapatkan pengotoran oleh darah, atau jaringan
tubuh korban yang hancur dan terbawa keluar. Seperti otak atau serpihan tulang.
Tepi lubang pada pakaian tampak terangkat, hal ini menunjukkan bahwa peluru keluar melalui
lubang tersebut.

TRAUMA FISIK

1. Dry Heat (Burn Heat / Luka Bakar)
Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka bakar yang diakibatkan oleh persentuhan tubuh
dengan api atau benda panas (bukan cairan).
Ada 2 reaksi dari tubuh korban :
1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban :
Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh tanpa meninggalkan sikatriks.
Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna coklat gelap hitam dan sembuh dengan meninggalkan
sikatriks (litteken).
Karbonisasi (sudah menjadi arang).
Derajat luka bakar :
Luka akibat suhu tinggi (luka bakar)
Luka bakar derajat 1 (superficial burn)
Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)
Luka bakar derajat 4 (hitam bagai arang, nekrotik)

Ada 3 reaksi umum dari tubuh korban :
1. Heat exhaustion
2. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas
3. Heat cramp
Ada 8 gejala heat exhaustion :
1. Badan panas
2. Pusing
3. Pucat
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
69
4. Berkeringat
5. Otot lemah
6. Suhu tubuh turun
7. Nadi irreguler
8. Kolaps sirkuler

Ada 3 hal yg dapat ditemukan pd autopsi sebagai tanda adanya reaksi heat exhaustion :
1. Arteriosklerosis arteri coronaria.
2. Darah berwarna gelap di jantung.
3. Organ dalam mengalami kongesti.

Heat stroke / sun stroke / pingsan panas diakibatkan oleh terjadinya paralisis centrum di medulla.
Keadaan ini dapat terjadi pada udara yang panas (1000 Fahrenheit) dan lembab serta telah berlangsung
beberapa hari.

Ada 6 gejala heat stroke / sun stroke / pingsan panas :
1. Badan panas
2. Pusing
3. Sakit kepala
4. Nadi cepat & penuh
5. Kolaps sirkuler
6. Shock sampai beresiko mati dengan tubuh kemerahan

Ada 6 hal pada autopsi tanda adanya reaksi heat stroke :
1. Darah berwarna merah gelap.
2. Organ mengalami kongesti.
3. Perdarahan otak, epicardium, endocardium atau bundle of his.
4. Degenerasi sel-sel ganglion.
5. Kongesti (edem berat).
6. Perdarahan kecil pada ventrikel III & IV.

Heat cramp dapat terjadi pada individu yang bekerja dalam ruangan yang bersuhu tinggi. Kita dapat
melakukan terapi terhadap reaksi heat cramp dengan menggunakan campuran air & garam atau larutan
PZ IV bila korban mengalami konvulsi.




Ada 5 gejala umum dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu :
Nyeri yang sangat hebat shock dan kematian.
Pugillistic attitude / coitus attitude berupa ekstremitas fleksi, kulit menjadi arang & mengelupas.
Ekstremitas fleksi akibat koagulasi protein. Ekstremitas fleksi tidak sampai menimbulkan rigor
mortis.
Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jari-jari mencengkeram.
Bukan tanda intravital.
Fraktur tengkorak pseudoepidural hematom (bedakan dengan epidural hematom).

Pseudoepidural Hematom: Warna bekuan darah coklat. Konsistensi rapuh. Bentuk otak mengkerut
seluruhnya. Garis patah tidak menentu.
Epidural Hematom: Warna bekuan darah hitam. Konsistensi kenyal. Bentuk otak cekung sesuai
dengan bekuan darah. Garis patah melewati sulcus arteria meningea.
Penyebab kematian pada kasus dry heat ada 3 kategori, yaitu :
Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia
Sedang : shock dehidrasi
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
70
Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure, infeksi & sepsis, ulcus curling, autointoksikasi, dan
pneumonia hipostatik.

Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita tentukan dengan menggunakan RULE OF NINE,
yaitu :
9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung; perut; pinggang; ekstremitas atas kanan;
ekstremitas atas kiri.
18% : permukaan ekstremitas bawah kanan; ekstremitas bawah kiri.
1% : permukaan alat kelamin.

Tingkat II yaitu luas dry heat 30% membahayakan jiwa.

Kematian karena gas karbon monoksida (CO) :
Biasanya terjadi pada kebakaran gedung besar.
Biasanya dry heat (burn heat / luka bakar) hanya sedikit.
Ada jelaga pada lubang hidung.
Saluran napas terdapat jelaga atau lendir; mukosa edema & kemerahan.
Lebam mayat yang berwarna merah cherry akibat terbentuknya senyawa HbCO (hemoglobin
tereduksi).
Diagnosis pasti dapat kita tentukan dengan melakukan pemeriksaan saturasi, yaitu lebih 10%. Gas
karbon monoksida (CO) 210 kali lebih kuat dari gas oksidan (O2) dalam mengikat hemoglobin.

2. Trauma Dingin (Cold Trauma)
Insiden trauma dingin (cold trauma / frost bite / immertion foot) jarang terjadi dan biasanya
terdapat di negara yang bermusim dingin. Lokasinya bisa pada tangan, kaki, hidung, telinga, dan pipi.
Ada 2 cara kematian kasus trauma dingin (cold trauma / frost bite / immertion foot), yaitu :
1. Kecelakaan
2. Pembunuhan (infanticide)

Ada 2 reaksi dari tubuh korban trauma dingin :
1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 2 reaksi lokal :
Kulit korban pucat akibat vasokonstriksi kemerahan akibat vasodilatasi karena paralisis
vasomotor center.
Kulit korban lalu berubah menjadi merah kehitaman, membengkak (skin blister), gatal dan
nyeri. Kemudian timbul gangren superfisial yang irreversibel.

Ada 8 reaksi umum :
Kulit korban pucat dan menggigil. Kita dapat menemukan cutis anserina.
Kepucatan yang bercampur warna sianosis. Hal ini karena darah "dipaksa" masuk kembali ke
dalam pembuluh darah perifer akibat organ dalam mengalami kongesti.
Lethargy, koma, dan akhirnya mati bila tubuh korban lama terpapar dingin.
Pada pemeriksaan autopsi, jantung korban berisi darah berwarna merah cerah.
Organ dalam mengalami kongesti hebat.
Tengkorak korban dapat retak pada bagian sutura.
Lebam mayat berwarna merah cerah yang bercampur bercak berwarna merah gelap.
Cairan tubuh korban berubah menjadi es jika tubuh korban lama baru kita temukan.
3. Trauma listrik (Electrical Injury)
Ada 2 jenis tenaga yaitu :
Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik
(600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik rumah, pabrik, dll

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
71
Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi ke potensial rendah. Arahnya sama
dengan arah gerak muatan-muatan positif (berlawanan arah dengan elektron-elektron).
Bagian-bagian listrik, antara lain :
1. Arus listrik (I)
a. Arus listrik searah atau direct current (DC)
mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai dalam industri elektrolisis, misalnya
pada pemurnian dan pelapisan/penyepuhan logam. Juga digunakan pada telefon (30-50
volt), dan kereta listrik (600-1500 volt). Sumber misalnya baterai dan accu.
b. Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-rumah dan pabrik-pabrik, biasanya 110 volt
atau 220 volt, jauh lebih berbahaya daripada arus DC, tubuh manusia 4-6 kali lebih sensitif
terhadap arus AC.
2. Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering digunakan 50 dan 60 hertz, yang
paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.000-40.000 volt tidak begitu berbahaya dapat
digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat tidak peka terhadap frekuensi yang sangat tinggi
atau sangat rendah, contohnya kurang dari 40 hertz atau lebih dari 1.000 hertz.
3. Tegangan (voltage/V)
Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan intensitas listrik
sebesar 1 ampere melalui sebuah konduktor (penghantar) yang memiliki tahanan sebesar 1
ohm.

Voltase rendah (110-460 V) misalnya penerangan, pabrik, tram listrik.
Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor arus listrik.
Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V) misalnya deep X-rays therapy dan diatermi.
Diatermi : frekuensi 1 juta Hz dan tegangan 20 ribu - 40 ribu volt. Kuat arus yang sering
kita gunakan dibawah 6 ampere. LET GO CURRENT = kuat arus dari aliran listrik dimana
korban masih bisa melepaskan diri darinya.
4. Tahanan/hambatan listrik (resistance/R)
Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm, besarnya intensitas listrik (I) sama dengan
besarnya tegangan/voltage (V) dibagi dengan tahanan (R) dari medium.
Panas yang terjadi tergantung dari :
1. banyaknya arus
2. lamanya kontak
3. besarnya hambatan
Hal ini sesuai dengan rumus :
Keterangan : W = panas yang dihasilkan (kalori)
I = kuat arus (ampere)
R = hambatan (ohm)
t = waktu (detik)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Listrik pada Tubuh
1. Jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat sengatan arus listrik AC
dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC dengan intensitas 70-80 mA kematian, sedangkan
arus DC dengan intensitas 250 mA masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan kerusakan.
2. Tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi biologis kurang
berarti.Voltage yang paling rendah yang sudah dapat menimbulkan kematian manusia 50 volt.
Makin tinggi voltage akan menghasilkan efek yang lebih berat pada manusia baik efek lokal
maupun general.+60% kematian akibat listrik arus listrik dengan tegangan 115 volt. Kematian
akibat aliran listrik tegangan rendah terutama oleh karena terjadinya vibrilasi ventrikel, sementara
itu pada tegangan tinggi disebabkan oleh karena trauma elektrotermis.
3. Tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan perbedaan kandungan air pada
jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar terdapat pada kulit tubuh, akan menurun besarnya pada
tulang, lemak, urat saraf, otot, darah dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm.
V
I = ---
R
W = I
2
R t
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
72
Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini bergantung pada
ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar keringat dan lemak. Kulit yang
berkeringat lebih jelek daripada kulit yang kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa berkeringat
dapat menurunkan tahanan sebesar 3000-2500 ohm. Pada kulit yang lembab karena air atau
saline, maka tahanannya turun lebih rendah lagi antara 1200-1500 ohm. Tahanan tubuh terhadap
aliran listrik juga akan menurun pada keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan yang
mengakibatkan produksi keringat meningkat.
Pertimbangkan tentang transitional resistance, yaitu suatu tahanan yang menyertai akibat
adanya bahan-bahan yang berada di antara konduktor dengan tubuh atau antara tubuh dengan
bumi, misalnya baju, sarung tangan karet, sepatu karet, dan lain-lain.

4. Kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat tertentu perak dari larutan
perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang di atas 60 mA dan berlangsung lebih dari 1
detik dapat menimbulkan vibrilasi ventrikel.

Tabel. mengenai efek aliran listrik terhadap tubuh (Lobl. O, 1959)
mA Efek
1,0 Sensasi, ambang arus
1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus
2,0 Tangan mati rasa
3,5 Tangan terasa ringan dan kaku
4,0 Parestesia lengan bawah
5,0 Tangan tremor dan lengan bawah spasme
7,0 Spasme ringan yang luas sampai lengan atas
10,0 Dapat sengaja melepaskan diri dari arus listrik
15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari aliran
listrik
20,0 Kontraksi otot yang sangat sakit
Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan seseorang, pada 40 mA
dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan terjadi pada kuat arus 100 mA atau
lebih.
KOEPPEN menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4 kelompok yaitu :
a. Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA) dengan transitional R yang
tinggi efek yang berbahaya (-).
b. Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg transitional R < dari kel.I
hilangnya kesadaran, aritmia dan spasme pernafasan.
c. Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A), transitional R < dari kel. II. Jk t
= 0,1-0,3s , efek biologisnya sama dg kel. II. Jk > 0,3s vibrilasi ventrikel irreversibel.
d. Kelompok IV : kuat arus > 3A cardiac arrest
5. Adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah yang basah tanpa
alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri dengan mengggunakan alas sepatu
yang kering, karena pada keadaan pertama tahanannya rendah.
6. Lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor makin banyak jumlah arus yang melalui
tubuh kerusakan tubuh akan bertambah besar & luas. Dengan tegangan yang rendah spasme
otot-otot korban malah menggenggam konduktor arus listrik akan mengalir lebih lama
korban jatuh dalam keadaan syok yang mematikan Sedangkan pada tegangan tinggi segera
terlempar atau melepaskan konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus
listrik dengan tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot, termasuk
otot yang tersentuh aliran listrik tersebut.
7. Aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak masuk sampai
meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik (point of entry) & letak titik keluar bervariasi
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
73
efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari ringan sampai berat. Arus listrik masuk dari
sebelah kiri bagiah tubuh lebih berbahaya daripada jika masuk dari sebelah kanan. Bahaya
terbesar bisa timbul jika jantung atau otak berada dalam posisi aliran listrik tersebut.Bumi
dianggap sebagai kutub negatif. Orang yang tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran
listrik, sepatu dapat berfungsi sebagai isolator, t.u sepatu karet
8. Faktor-faktor lain
a. adanya penyakit-penyakit tertentu yang sudah ada pada korban sebelumnya, seperti penyakit
jantung, kondisi mental yang menurun,dsb, yang dapat memperberat efek listrik pada tubuh
manusia sampai timbulnya kematian.
b. Antisipasi terhadap syok.
c. Kelengahan atau kekuranghati-hatian.
d. Luas kontak dengan arus listrik.
e. Kesadaran adanya arus listrik.
f. Kebiasaan dan pekerjaan.
g. Konstitusi tubuh yaitu tubuh kurus dan gemuk.

Cara Kematian
Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi karena pembunuhan atau bunuh diri. Oleh karena itu
pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat penting.
Patofisiologi
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera dengan atau kematian
melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama elektrik pada jantung dan otak, atau
menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun eksternal melalui panas dan pembentukan pori di
membran sel. Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan penurunan
kesadaran segera karena depolarisasi saraf otak. Arus AC dapat menghasilkan fibrilasi ventrikel jika
jalurnya melalui dada. Aliran listrik yang lama membuat kerusakan iskemik otak terutama yang diikuti
gangguan nafas. Seluruh aliran dapat mengakibatkan mionekrosis, mioglobinemia, dan mioglobinuria
dan berbagai komplikasi. Selain itu dapat juga mengakibatkan luka bakar.
Sebab Kematian
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai trauma mekanis. Ada
kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari ketinggian, dalam hal ini sukar untuk
mencari sebab kematian yang segera.
Sebab kematian karena arus listrik yaitu :
1. Fibrilasi ventrikel
Bergantung pada ukuran badan dan jantung.DALZIEL (1961) memperkirakan pada manusia
arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam waktu 5 detik dari lengan ke tungkai akan
menyebabkan fibrilasi. Yang paling berbahaya adalah jika arus listrik masuk ke tubuh melalui
tangan kiri dan keluar melalui kaki yang berlawanan/kanan. Kalau arus listrik masuk ke tubuh
melalui tangan yang satu dan keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang meninggal dunia.
2. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal karena asfiksia,
sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih tetap berdenyut sampai timbul
kematian. Terjadi bila arua listrik yang memasuki tubuh korban di atas nilai ambang yang
membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat menimbulkan ventrikel fibrilasi. Menurut
KOEPPEN, spasme otot-otot pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA,sedangkan ventrikel fibrilasi
terjadi pd arus 80-100 mA.
3. Paralisis pusat nafas
Jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga oleh trauma pada pusat-
pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek hipertermia. Bila aliran listrik diputus,
paralisis pusat pernafasan tetap ada, jantung pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan
pernafasan buatan korban masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan
jalur arus listrik.
Pemeriksaan Korban
1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya kena listrik, kadang-
kadang ada busa pada mulut.Yang perlu dilakukan pertama kali adalah mematikan arus listrik atau
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
74
menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu kemudian korban diperiksa apakah hidup atau
sudah meninggal dunia. Bilamana belum ada lebam mayat, maka mungkin korban dalam keadaan mati
suri dan perlu diberi pertolongan segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau perlu
segera dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar masih
merupakan pengobatan utama untuk korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini dilakukan sampai
korban menunjukkan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan pada kulit.
Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik atau current mark/electric
mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Current mark adalah tanda luka akibat listrik dan
merupakan tempat masuknya aliran listrik. Tanda-tanda listrik tersebut antara lain :
Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan
Tanda lain berupa bula
Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat kehitaman atau abu-
abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan edema sehingga menonjol dari jaringan
sekitarnya (daerah halo). Cara mencari t.u pada telapak tangan atau telapak kaki dan
sebelumnya harus dicuci dulu dengan sabun dan bila perlu disikat. Metalisasi akibat panas
yang ditimbulkan sedemikian besar sehingga ion-ion asam jaringan bereaksi dengan ion-
ion logam dari kawat atau kabel membentuk garam dan menyebar di jaringan. Warna yang
terjadi tergantung bahan logam, misalnya dari besi akan tampak warna hitam kecoklatan,
tembaga warna coklat kemerahan, dan aluminium warna perak. Luka keluar dari luka
listrik (electrical burn) tidak khas dapat berupa luka lecet, luka robek, atau luka bakar.
Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut terbakar, tulang dapat
meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk parels terdiri dari kalsium fosfat
Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama sehingga bagian tengah
yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi hitam dan hangus terbakar
Eksogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan tinggi yang sudah
mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat
berat dan tidak jarang disertai dengan patahnya tulang-tulang
Panas yang timbul pada suatu waktu demikian besarnya sehingga kawat listrik menguap
dan mengkondensir di jaringan tubuh/electric metalisasi
b. Pemeriksaan Dalam
Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada otak didapatkan
perdarahan kecil-kecil dan terutama paling banyak adalah pada daerah ventrikel III dan IV.
Organ jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui aliran listrik dan berhenti pada fase diastole,
sehingga terjadi dilatasi jantung kanan. Pada paru didapatkan edema dan kongesti. Pada korban
yang terkena listrik tegangan tinggi, Custer menemukan pada puncak lobus salah satu paru
terbakar, juga ditemukan pneumothorak, hal ini mungkin sekali disebabkan oleh aliran listrik
yang melalui paru kanan. Organ viscera menunjukkan kongesti yang merata. Petekie atau
perdarahan mukosa gastro intestinal ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal akibat listrik. Pada
hati ditemukan lesi yang tidak khas., sedangkan pada tulang, karena tulang mempunyai
tahanan listrik yang besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi panas sehingga tulang
meleleh dan terbentuklah butiran-butiran kalsium fosfat yang menyerupai mutiara atau pearl
like bodies.
1
Otot korban putus akibat perubahan hialin. Perikard, pleura, dan konjungtiva
korban terdapat bintik-bintik pendarahan. Pada ekstremitas, pembuluh darah korban
mengalami nekrosis dan ruptur lalu terjadi pendarahan kemudian terbentuklah gangren.
c. Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada current mark. Walaupun
pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda kekerasan oleh listrik tetapi sangat menolong untuk
menegakkan bahwa korban telah mengalami trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat sebagai berikut :
Ada bagian sel yang memipih, pada pengecatan dengan metoxyl lineosin akan bewarna
lebih gelap dari normal
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
75
Sel-sel pada stratum korneum menggelembung dan vakum
Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun secara palisade
Ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang rusak dari stratum
korneum
Folikel rambut dan kelenjar keringat memanjang dan memutar ke arah bagian yang terkena
listrik.
Petir (Lightning)
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir termasuk arus searah (DC) dengan
tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu ampere.

Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir :
1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.
Ada 3 kelainan akibat sambaran petir :
1. Efek listrik.
2. Efek panas.
3. Efek ledakan.
Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :
Current mark / electrik mark / electrik burn. Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka listrik
(electrical burn).
Aborescent markings. Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul tanpa daun akibat
terjadinya vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari persentuhan antara kulit dengan
petir (lightning / eliksem). Tanda ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam.
Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran petir (lightning / eliksem) akan berubah menjadi
magnet. Efek ini termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :
Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu bahkan seluruh tubuh korban dapat terbakar
atau hangus.
Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti perhiasan dan komponen arloji.
Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan untuk menentukan saat kematian
korban. Efek ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning / eliksem) terjadi akibat perpindahan volume udara yang
cepat & ekstrim. Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi vakum lalu terisi oleh udara lagi
shg menimbulkan suara menggelegar/guntur / ledakan.
Cara kematian korban akibat sambaran petir : kecelakaan.

TRAUMA KIMIAWI
Asam kuat & basa kuat
Asam kuat mengkoagulasikan protein luka korosif yang kering, kertas spt kertas perkamen.
Basa kuat memembentuk reaksi penyabunan luka basah, licin kerusakan sampai terus
kedalam
Bahan kimia yg bersifat korosif dpt dibagi dalam 4 golongan :
Asam organik yg bersifat korosif, asam oksalat, asam asetat, asam sitrat dan asam karbol.
Asamanorganik yg bersifat korosif asam fluoride, asam klorida, asam nitrat dan asam sulfat.
Kaustik alkali kalium hidroksida, kalsium hidroksida, natrium hidroksida dan amoniak.
Garam logam berat merkuri klorida, zinc klorida dan stibium klorida.
Ciri luka akibat kimiawi :
Asam karbol luka bakar dimana kulit yang terkena akan berwarna kelabu keputihan.
Asam oksalat kulit berwarna kelabu kehitaman.
Asam sulfat dan asam klorida kulit mula-mula akan berwarna kelabu kmdn jadi hitam.
Asam nitrat kulit berwarna merah kecoklatan yang disertai dengan perdarahan.
Zinc klorida kulit berwarna keputih-putihan, sedangkan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
76
Merkuri klorida kulit yg terkena berwarna biru keputihan + perdarahan.
Ciri trauma akibat asam kering, cokelat kemerahan dan pd perabaan teraba padat dan keras
Ciri trauma akibat basa bengkak, edem, warna cokelat kemerahan dan pada rabaan teraba
lunak dan licin.
HUBUNGAN ANTARA HASIL/CEDERA DENGAN PIDANA
LUKA RINGAN:
Luka ringan adalah :
Luka yang tidak mengakibatkan sakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan
Misalnya memar atau lecet:
Yang berdasarkan lokasi dan luasnya dianggap tidak mengakibatkan gangguan fungsi
Ps 352 kuhp: maks 3 bulan
Luka sedang :
Luka sedang adalah :
Luka/cedera diantara luka berat dan luka ringan
Misalnya :
Vulnus laceratum
Vulnus scissum
Fracture
yang tidak mengancam nyawa namun membutuhkan perawatan lebih lanjut dan menghalangi
pekerjaan untuk sementara waktu
Pasal 351 (2) KUHP: Maks 2 Tahun 8 Bulan
Pasal 353 (1) KUHP: Maks 4 Tahun

LUKA BERAT:
Menurut Pasal 90 KUHP Luka berat adalah :
Tak dapat diharapkan sembuh
Mengancam nyawa
Halangan bekerja permanen
Kehilangan salah satu indera
Cacat berat
Kelumpuhan
Tak dapat berpikir 4 minggu atau lebih
Gugurnya kandungan
PS 351 (3) KUHP: Maks 5 Tahun
PS 353 (2) KUHP: Maks 7 Tahun
PS 354 (1) KUHP: Maks 8 Tahun
PS 355 (1) KUHP: Maks 12 Tahun

RINGKASAN

LUKA AKIBAT BENDA TAJAM
DEFINISI
Kelainan pada tubuh akibat persentuhan dengan benda tajam sehingga kontinuitas jaringan
hilang
KLASIFIKASI
Luka iris (incised wound)
Luka tusuk (stab wound)
Luka bacok (chop wound)
CIRI LUKA
Tepi luka rata
Sudut luka lancip
Rambut terpotong
Tidak ditemukan jembatan jaringan
Tidak ditemukan memar atau lecet disekitarnya
DESKRIPSI LUKA
Jumlah luka
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
77
Lokasi luka
Ukuran luka
Ciri-ciri luka ( tepi luka,sudut luka, adakah jembatan jaringan, memar atau luka lecet, adakah
rambut ikut terpotong, adakah sesuatu yang keluar dari lubang)
Benda asing
Intravitalitas luka
Luka tersebut mematikan atau tidak
LUKA IRIS (INCISED WOUND)
Luka akibat benda bermata tajam dengan tekanan ringan dan goresan pada permukaan tubuh
Ex.pisau, pecahan kaca, pisau,silet, pedang, potongan seng
Bentuk luka:
- Celah : // arah serat elastis/otot
- Menganga : arah serat elastis/otot
- Asimetris : miring thdap serat elastis/otot
Ciri-ciri:
1. tepi dan permukaan luka rata
2. sudut luka lancip
3. jembatan jaringan
4. rambut terpotong
5. luka memar/lecet (-)
6. tidak mengenai tulang
7. panjang luka > dalam luka
Sebab kematian pada luka iris:
1. Langsung : perdarahan, emboli udara, aspirasi darah
2. Tidak langsung : infeksi atau sepsis
CIRI LUKA IRIS PADA BUNUH DIRI
Lokasi luka pada daerah tubuh mematikan atau dapat dijangkau (leher, pergelangan tangan,
lekuk siku, lekuk lutut, lipat paha)
Luka percobaan
Tidak ditemukan luka tangkisan di bagian tubuh lain
Pakaian disingkirkan pada daerah luka

LUKA IRIS PADA PEMBUNUHAN
Luka di sembarang tempat
Luka tangkisan (+)
Luka percobaan (-)
Pakaian ikut terkoyak akibat benda tajam
LUKA TUSUK
Bentuk luka :
1. pada parenkim dan tulang : sesuai penampang alat
penyebabnya
2. pada kulit/otot :
- alat pisau
// serat elastis otot : spt celah, serat elastis otot :
menganga, miring thd serat elastis otot : asimetris
- alat ganco/lembing
celah bila luka di daerah pertemuan serat elastis/otot
bulat : sesuai penampang alat
- alat penampang segitiga atau segiempat
bintang berkaki tiga atau empat
CIRI-CIRI LUKA TUSUK
Tepi luka rata
Sudut luka tajam, pada sisi tumpul alat, sudut luka < tajam
Pada sisi tajam alat, rambut ikut terpotong
Memar disekitar luka
Dalam luka > panjang luka
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
78
Sebab Kematian pada Luka Tusuk:
Langsung : perdarahan, kerusakan alat tubuh yang penting, emboli udara
Tidak langsung : sepsis / infeksi
Cara kematian pada luka tusuk:
Pembunuhan
Bunuh diri
Kecelakaan
LUKA TUSUK PEMBUNUHAN
Lokasi di sembarang tempat
Jumlah luka > 1
Adanya tanda perlawanan
Luka tusuk percobaan (-)
LUKA TUSUK BUNUH DIRI
Lokasi pada alat tubuh yang penting/ dapat dijangkau (dada, perut)
Jumlah luka yang mematikan > 1
Luka tusuk percobaan (+) disekitar luka utama, bergerombol
Luka tangkisan (-)
Pakaian disingkirkan terlebih dahulu
Tangan yang memegang senjata kadang mengalami cadaveric spasm
Lokasi pada alat tubuh yang penting/ dapat dijangkau (dada, perut)
Jumlah luka yang mematikan > 1
Luka tusuk percobaan (+) disekitar luka utama, bergerombol
Luka tangkisan (-)
Pakaian disingkirkan terlebih dahulu
Tangan yang memegang senjata kadang mengalami cadaveric spasm
LUKA TUSUK DI KEPALA
Hampir selalu karena pembunuhan
Kematian karena rusaknya perdarahan, rusaknya organ vital
Bentuk luka membantu identifikasi senjata
LUKA TUSUK DI LEHER
Korban meninggal karena terpotongnya arteri carotis, vena jugularis, pharyng, trakea
Terpotong a. carotis : perdarahan banyak, trombus a.cerebralis
Terpotong v. jugularis : emboli udara menyumbat a. pulmonalis
Terpotong trachea: aspirasi darah ke paru-paru
LUKA TUSUK DADA
Kerusakan jantung, paru, a.v. besar
LUKA TUSUK ABDOMEN
Kerusakan organ dalam, perdarahan banyak
LUKA TUSUK EKSTREMITAS
Sering luka tangkisan, kematian akibat perdarahan
LUKA BACOK (Chop Wound)
Luka akibat benda atau alat berat
Mata tajam atau agak tumpul
Suatu ayunan
Tenaga agak besar
Pedang, celurit, kapak, baling-baling kapal.
Ciri-ciri:
Besar
Tepi tergantung mata senjata
Sudut tergantung mata senjata
Kerusakan tulang, bagian tubuh terputus
Memar/lecet di sekitar luka
Cara kematian
Pembunuhan, kecelakaan
Sebab kematian
Langsung : perdarahan, kerusakan organ vital, emboli udara
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
79
Tidak langsung : sepsis/ infeksi
LUKA AKIBAT BENDA TUMPUL
Luka hilang/rusaknya sebagian jaringan tubuh
Kekerasan benda tumpul kasus paling banyak terjadi.
Cara kejadian terutama berupa kecelakaan lalu lintas
Sebab kematian korban kekerasan benda tumpul ---- kerusakan organ vital, perdarahan, syok,
infeksi.
Benda tumpul :
- Benda tidak bermata tajam
- Konsistensi keras atau kenyal
- Permukaan dapat halus atau kasar, kadang dijumpai benda dengan bagian tajam dan tumpul
(misalnya clurit)
Pembagian kekerasan benda tumpul
b. Localized
- Mengenai sebagian kecil dari tubuh, akibat kekerasan benda dengan luas tertentu yang
relatif kecil
- Dijumpai pada :
Serangan manusia (ditinju, dipukul kayu dsb)
Serangan binatang (disepak kuda)
Tubrukan atau jatuh
c. Generalized
- Mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
- Cara kejadian :
Terlempar (kecelakaan lalu lintas, terjadi dari tempat tinggi
Tergilas/tertindih (tertimpa bangunan runtuh)
Terkoyak kecelakaan lalu lintas
Menurut jaringan atau organ yang terkena dan mengalami kerusakan
Kulit
- Luka lecet (abrasion)
- Luka memar (contusion)
- Luka retak, robek, koyak (laceration)
Kepala
- Mengenai tengkorak
- Jaringan intrakranial
Leher dan tulang belakang
Dada
- Mengenai tulang-tulang
- Mengenai organ dalam
Perut
- Mengenai organ parenkim
- Mengenai organ berongga
Anggota gerak
- Mengenai tulang dan sendi
- Mengenai jaringan lunak
LUKA LECET (ABRASION)
Kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat kekerasan dengan benda yang
mempunyai permukaan yang kasar, sehingga epidermis menjadi tipis, sebagian atau seluruh
lapisannya hilang
Ciri luka lecet :
- Sebagian atau seluruh epitel hilang
- Permukaan dapat tertutupi oleh eksudasi yang mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang
- Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
Ante mortem
Warna coklat kemerahan karena eksudasi
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
80
Mikroskopis : Terdapat sisa epitelium dan tanda-tanda intravena
Post mortem
- Tampak mengkilap, warna kekuningan
- Mikroskopis : Epidermis terpisah sempurna dari dermis dan tidak ada tanda intravena
- Sering terjadi pada daerah penonjolan tulang

LUKA MEMAR (CONTUSION)
Kerusakan adalah jaringan subkutan sehingga pembuluh darah kapiler rusak dan pecah
darah meresap kejaringan sekitar.
Bagian yang mudah mengalami memar mempunyai jaringan lemak dibawahnya dan
berkulit tipis
LUKA ROBEK (LACERATION)
Seluruh tebal kulit mengalami kerusakan dan jaringan bawah kulit. Epidermis terkoyak, folikel
rambut, kelenjar keringat, dan sebacea mengalami kerusakan.
Bila sembuh dapat menimbulkan jaringan parut
Luka robek mudah terjadi pada kulit dengan adanya tulang di bawahnya.

Tabel. Perbedaan luka robek dan luka iris
Luka Robek Luka I ris
Memar dan lecet + -
Rambut Utuh Terpotong
J embatan
jaringan
+ -
Sudut/tepi luka Tumpul Tajam
LUKA RETAK
Luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat di bawah kulit tersebut (Misal : kepala dan
tulang kering)
Akibat dari kekerasan benda tumpul yang mempunyai pinggiran (tepi meja, tepi pintu dll)
Tabel. Perbedaan Luka retak dan luka iris
Pembeda Luka Retak Luka I ris
Tepi Luka Tidak Tajam Tajam
Sudut Luka Tidak Tajam Tajam
Permukaan Luka Tidak Rata Rata
J embatan J aringan + -
Rambut Tercabut Terpotong
Memar/ lecet sekitar luka + -

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala
Kelainan pada tengkorak berupa patah tulang
- Fraktur basis kranii (patah tulang dasar tengkorak)
o umumnya keluar darah dari hidung, mulut, telinga
o bila patahan mengenai atap bola mataBrill hematom
- Fraktur vault kranii (patah tulang atap tengkorak)
Kelainan pada otak, menimbulkan
Contusio serebri (memar otak)
o Perdarahan kecil di permukaan otak tanpa disertai kerusakan arrachnoid di atasnya
Lacerasio cerebri (robek otak)
o Kerusakan pada white matter dan gray matter, disertai robeknya arrachnoid. Ada 2
macam :
Coup
Counter coup
Edema serebri
Kelainan pada selaput otak
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
81
- Epidural haemorrhage (perdarahan di atas selaput tebal otak)
o Robekan pembulut darah diluar duramater (tersering a. meningea media)
o Darah merembes diantara otak dan tulang membeku
- Subdural haemorrhage (perdarahan di bawah selaput tebal otak)
- Subarachnoid haemorrhage (perdarahan di bawah selaput laba-laba otak)
o Pecahnya vena serebri posterior
COMOSIO SEREBRI (Gegar otak)
Gangguan fungsi otak akibat trauma kepala
Tanpa dapat ditemukan kelainan anatomi di otak
Gejala klinis :
- Pingsan sebentar (hingga sampai 15 menit)
- Muntah
- Pusing
- Amnesia
- Tidak ada kelainan neurologis
CEDERA KEPALA
PENDAHULUAN
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada
kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena
kecelakaan lalulintas.
I. FISIOLOGI KEPALA
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh plexus khoroideus sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir
dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoidea yang
terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan
dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan serebrospinal
dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama
dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 410 mmHg. Kenaikan TIK dapat
menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk
terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana
dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial
harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac
output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke
dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. ADO dapat
menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma.
ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap
di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.









Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
82














II. MEKANISME DAN PATOLOGI
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada
kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang
tengkorak.Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan
intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera
struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah
tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat
benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (contra coup).


Gambar. Mekanisme cedera kepala
Lesi akselerasi - deselerasi
Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain tetapi kepala
tetap ikut terkena gaya. Oleh karena adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan
densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya
tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan
isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak
mulai bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan
terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi
intrakranial berupa:
1
Hematom subdural, hematom intraserebral, hematom intraventrikel, Contra
coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya tarikan ataupun
robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa: Komosio serebri, diffuse axonal injury.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
83
Perbedaan anatomis otak anak membuatnya lebih rentan daripada otak orang dewasa untuk
jenis cedera tertentu yang menyertai cedera kepala. Proporsi kepala anak lebih besar dibanding
dengan luas permukaan tubuh, dan stabilitasnya tergantung pada ligamen daripada struktur tulang.
Otak anak-anak memiliki kadar air yang lebih tinggi, 88% dibanding 77% pada orang dewasa, yang
membuat otak lebih lembut dan lebih rentan terhadap trauma akselerasi-deselerasi. Bayi dan anak-
anak mudah menoleransi peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih baik karena memiliki sutura
yang terbuka. Perdarahan intrakranial mungkin terjadi sebagai hasil dari terpotongnya atau robekan
struktur vaskular.
2,11


Gambar .Pergeseran otak akibat akselerasi dan deselerasi


III. PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan
heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami
iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian korban dapat meninggal.Fungsi otak sangat
bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan
suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan
fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.

IV. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat
dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui sistem GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal,
Movement).


1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
Secara spontan 4
Atas perintah 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak bereaksi 1
2. Kemampuan komunikasi (V)
Orientasi baik 5
Jawaban kacau 4
Kata-kata tidak berarti 3
Mengerang 2
Tidak bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)
Kemampuan menurut perintah 6
Reaksi setempat 5
Menghindar 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
84
Tidak bereaksi 1

V. PEMBAGIAN CEDERA KEPALA
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:
Simple head injury
Commotio cerebri
Contusion cerebri
Laceratio cerebri
Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan.Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala
berat.Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah
Sakit.

1. Simple Head I njury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih
dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.Pasien
mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan lesi pada labirin atau terangsangnya pusat-
pusat dalam batang otak.Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde,
yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.Amnesia
ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan
yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan
otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus. Hal penting untuk terjadinya lesi contusi ialah adanya akselerasi
kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif.Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala.Oleh karena
itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible
terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blokade itu, otak tidak mendapat input
aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate coup
menimbulkan gejala defisit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan
kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih, penderita biasanya menunjukkan organic brain
syndrome.
2,5
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada
trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga
terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi
cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan
pernafasan bisa timbul.
2

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya
kemungkinan komplikasi jangka pendek.

4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater.Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika,
subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak
langsung.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
85
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda
asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan
laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan
mekanis.
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior.
Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata (brill) tanpa disertai subconjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan foto roentgen basis kranii.
Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater.
Adanya cairan LCS yang bercampur darah. Kebocoran LCS dapat diperiksa dengan
double ring atau halo sign, yaitu jika setetes cairan darah yang dicurigai
mengandung LCS diletakkan diatas tissue/koran, maka darah akan terkumpul ditengah
dan sekitarnya terbentuk perembesan yang membentuk cincin kedua.
Adapun pembagian cedera kepala lainnya:
Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio
Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
Cedera Kepala Sedang (CKS)
o Skor GCS 9-12
o Ada pingsan lebih dari 10 menit
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
Cedera Kepala Berat (CKB)
o Skor GCS <8
o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hal yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat
terjadinya trauma
3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
VII. DIAGNOSA
Berdasarkan :Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
86
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang.
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar
kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala
yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat,
tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar,
dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda sudah terjadi
herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
Interval lucid
Peningkatan TIK
Gejala lateralisasi hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subgaleal.
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi
kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal:
hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater
serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam
mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
Isodens terlihat dari midline yang bergeser
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus
temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa
perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian,
perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak.Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga
berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat
naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak
pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Komplikassi jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII, disartria,
disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah tersinggung,
sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi
kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
87















Gambar. Petunjuk Cedera Kepala
Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher Dan Tulang Belakang
Pada leher : perdarahan otot/ # tlg leher
:spasme laring, refleks vagal
= emfisema => asfiksia
Pd tlg.belakang :
Kekerasan langsung :# / luksasi
Tdk langsung : # / dislokasi
Pd Dada:
1.Mengenai tulang :
o a.tulang iga (transverse/obliq #)
= : syok hematothoraks, pneumothoraks
o b.sternum: (costae 2-4)=> robekan pericardium/jantung
o c.skapula (jarang)
o d.klavikula :tdk menyebabkan kematian
2.Mengenai organ dalam dada : dpt trjadi lepas dr fiksasi, crushed/contused,robek,pecah,
laserasi krn #costae
o a.pericardium:robekan krn #costae/ sternum
o b.jantung & paru: lepas dr fiksasi, contusi,robek,pecah, laserasi
o c.Diafragma: kiri sring robek, krn kanan trlindung hepar
Pd Perut
Umumnya trjadi: contusi, laserasi ,ruptur, lepas dr fiksasi
1.Organ parenkim
o a.hepar :kontusi, laserasi
o komplikasi ruptur : syok segera,internal bleeding, infeksi
o b.lien: ruptur bntuk Y,H / L
o keluhan: nyeri perut kiri atas,pucat,haus,nadi cpt,dyspne
o komplikasi: internal bleeding
o c.ginjal: retroperitoneal bleeding, luka rongga dlm:hematuri
o d.pankreas: tjd ruptur vertikal, krn syok & perdarahan
o e.adrenal: kanan mdh trluka, umumnya luka brsama organ lain
2.Organ berongga
o a.lambung: trauma lokal hipokondria kiri=>kontusi,ruptur dinding lambung.
o b.usus/duodenum: sering luka stinggi L2, bs ruptur jika penuh cairan
o c.kandung seni: jika penuh mudah ruptur
Pelvis
Trauma=> Becken #
Misal: - jatuh dr ketinggian
- tergilas roda=> luksasi sakroiliaka,simpisiolisis, # Rr.os pubis/sacrum
bisa disertai robekan perineum, scrotum,uretra,vagina & anus
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
88
Kekerasan Benda Tumpul Pada Anggota Gerak
1.Tulang & Sendi
a.kekerasan lsg: dislokasi, #, rusak hebat jaringan skitar
b.tdk langsung: bukan pd tempat kontak (ct.caput femur keluar dr acetabulum saat trgilas mngenai
tgh femur)
c.muscular action (jarang)
2.Mengenai Bagian Lunak
a.timbul luka lecet,memar,robek dlm brbagai derajat
b.gilasan roda mobil: avulsi, kekerasan yg hebat =>ekstremitas teramputasi dan hancur
Komplikasi fatal: syok, perdarahan,infeksi(osteomyelitis), trombose & embolisme
TRAUMA THERMIK
Trauma thermik
1. Hyperthermis
2. Hypothermis
Kematian karena luka bakar :
- Biasanya karena kecelakaan
- Sering pada orang tua dan anak-anak
- Dapat terjadi pada kasus pembunuhan dan bunuh diri
Klasifikasi luka bakar :
1. Luka bakar thermis : Adalah kelainan akibat kontak permukaan luar dan dalam dari tubuh
dengan panas fisik
Penyebabnya :
- Luka bakar oleh panas kering (burns/dry heat), misal : sinar matahari, panas api, benda
padat yang panas
- Luka bakar oleh panas basah (scalds/moist heat)
2. Luka bakar kimia
3. Luka bakar listrik
Hyperthermis
Korban dengan luka bakar akan mengalami beberapa kemungkinan :
1. Sembuh tanpa bekas : bila luka bakarnya hanya berupa erythema /vesikel yang tanpa disertai
kerusakan jaringan bawah kulit
2. Sembuh dengan bekas (jaringan parut) : bila luka bakar disertai kerusakan seluruh tebal kulit
disertai kerusakan jaringan bawah kulit
3. Berakhir dengan kematian
Perubahan yang terjadi pada korban luka bakar :
Panas permeabilitas kapiler darah cairan intraseluler keluar ke interstitial.
- 1% luka bakar cairan tubuh yang keluar ke interstitial 0,5-1%
blood volume
- Bila blood volume hilang 20% terjadi cardiac failure shock
- Pengeluaran cairan tubuh terbanyak pada 6-8 jam pertama
- Insensible water loss
- komposisi cairan bulla hampir sama cairan plasma
Eritrosit rapuh dan pecah karena panas
Akut renal failure karena : shock, timbunan Hb, dan pecahnya eritrosit
Cortison release meningkat
Dapat terjadi curling ulcers pada lambung, akut dilatasi/paralise usus
Neurogenic shock karena nyeri hebat
Asfiksia akibat edem laring akibat terhirup udara sangat panas
Keracunan akut gas CO atau gas toksik lain anoksia mati lemas
Gradasi luka bakar
Ditentukan oleh :
1. Luas daerah yang terbakar
2. Tinggi rendahnya temperatur /panas yang membakar tersebut
3. Lamanya kontak dengan kulit
No. 2 dan 3 menentukan dalamnya luka bakar
Rule of Nine untuk menentukan luasnya luka bakar :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
89
Permukaan kepala dan leher 9%
Permukaan dada 9%
Permukaan punggung 9%
Permukaan perut 9%
Permukaan pinggang 9%
Permukaan ekstremitas atas kanan 9%
Permukaan ekstremitas atas kiri 9%
Permukaan ekstremitas bawah kanan 9%
Permukaan ekstremitas bawah kiri 9%
Permukaan alat kelamin 1%
Tingkatan dalamnya luka bakar menurut Boyler (1814) :
Tingkat I : hanya mengenai epidermis
Tingkat IIA : superfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas corium
Tingkat IIB : dalam, mengenai epidermis dan lapisan dalam corium
Tingkat III : mengenai seluruh tebal kulit, subcutan, otot dan tulang
Tabel. Derajat dalamnya luka bakar
Tingkat luka
bakar
Klinis Tusukan
jarum
I Hiperemia Hiperestesi
IIA Basah, Bulla (+) Hiperestesi
IIB Basah, Bulla , keputihan Hiperestesi
III Kering, putih, hitam Anestesi

Gradasi luka bakar menurut American College of Surgeon :
Kritis
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II > 15%
- luka bakar Tk III > 10%
b. Dewasa : - luka bakar Tk II > 30%
- luka bakar Tk III > 10%
c. Luka bakar Tk III pada tangan, kaki, wajah, atau yang memberi komplikasi pada tractus
respiratorius atau ada fraktur tulang
Sedang
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II (10-15%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
b. Dewasa : - luka bakar Tk II (15-30%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
Ringan
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II < 10%
- luka bakar Tk III <2%
b. Dewasa : - luka bakar Tk II < 15%
- luka bakar Tk III <2%
Pemeriksaan Kematian Pada Korban Luka Bakar
Pemeriksaan TKP
Tujuan :
a. Menentukan korban masih hidup/sudah meninggal
b. Menentukan perkiraan saat kematian
c. Menentukan sebab/akibat dari luka bakar
d. Membantu mengumpulkan barang bukti
e. Menentukan cara kematian
Menentukan apakah korban masih hidup/sudah meninggal alat yang digunakan stetoskop
dan senter
Menentukan perkiraan saat kematian, data yang diperlukan :
1. penurunan suhu tubuh
2. lebam mayat
3. kaku mayat
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
90
4. tanda-tanda pembusukan
5. umur larva pada jenazah yang sudah membusuk
Pada luka bakar yang dalam dan total, terdapat kesukaran memperoleh data pada :Sikap
puguilistik pada luka bakar total
Lebam mayat sulit ditentukan pada korban yang hangus terbakar
Perlu diketahui jam ditemukan korban meninggal dan jam terakhir korban terlihat hidup
Menentukan sebab/akibat dari luka bakar :
1. Luka bakar oleh cairan (scalds)
- Derajat I : berupa kemerahan (hiperemia)
- Derajat II : berupa gelembung berair (vesikula)
disebabkan : siraman air panas, cipratan minyak panas
2. Luka bakar panas (dry heat)
Dapat disebabkan : tersentuh botol panas, terjilat nyala api, pakaian korban yang
terbakar, kejadian kebakaran besar
Membantu mengumpulkan barang bukti :
o Barang bukti di sekitar lokasi korban diperlukan untuk mengungkapkan lokasi, sumber,
penyebab luka bakar. Dapat juga dinilai dari posisi korban pada waktu ditemukan dan
bagian yang terkena luka bakar.
o Barang bukti dapat berupa : puntung rokok, kompor yang meledak, tangki bensin yang
mudah terbakar, termos, sumber uap panas.
Cara kematian pada luka bakar
Perlu diperhatikan beberapa hal :
1. Penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan kecelakaan, misal : epilepsi, hipertensi
2. Keadaan barang-barang di sekitar korban, misal : pada kasus bunuih diri barang-barang di
sekitar korban tidak berantakan
3. Adanya tanda-tanda kekerasan lain selain luka bakar, misal : luka-luka akibat benda
tajam/tumpul yang mungkin terjadi sebelum terbakar.
SEBAB KEMATIAN PADA LUKA BAKAR
1. Syok (hipovolemik maupun neurogenik
2. Infeksi
3. Akut Renal Failure
4. Edema laring
5. Keracunan akut gas CO atau gas-gas toksik yang lain
IDENTIFIKASI KORBAN
- Dilaksanakan pada pemeriksaan TKP maupun pada waktu pemeriksaan jenazah
- Data korban : tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, warna mata dan
rambut
- Tanda pengenal khusus pada tubuh : jaringan parut, tatto
- Simpan potongan kain yang tidak terbakar
- Catat dan simpan barang pribadi milik korban
- Kumpulkan sampel rambut yang tidak terbakar
- Buat pemeriksaan gigi dan bila mungkin buat sidik jarinya
- Buat pemeriksaan radiologik
- Tentukan golongan darah
OTOPSI PADA KORBAN YANG MENINGGAL KARENA LUKA BAKAR THERMIK
Pemeriksaan Luar
a. Kulit : keadaan luka, luas luka, dalam luka
Tanda-tanda reaksi vital: daerah yang berwarna merah pada perbatasan antara daerah yang
terbakar
b. Heat Stiffening
Ditemukan kekakuan pada otot-ototnya koagulasi protein-protein otot yang terkena panas
Tidak terjadi rigor mortis
Fleksi pada sensi siku, lutut, paha Pugillistic attitute
c. Lebam Mayat : sukar dilihat
OTOPSI PADA KORBAN YANG MENINGGAL KARENA LUKA BAKAR THERMIK
Pemeriksaan Dalam
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
91
Tidak ditemukan kelainan yang spesifik
Sistem Pernafasan :
- Makroskopis : paru menjadi lebih berat dan mengalami konsolidasi
- Kelainan yang sering : edema laringopharing, tracheobronchiolitis, pneumonia, kongesti
paru, edema paru interstitial, ptechiae pada pleura, adanya pigmen karbon yang melekat
pada mukosa saluran nafas
Jantung : edema interstitial dan fragmentasi miokardium tidak khas
Hati : perlemakan hati, bendungan, nekrosis, hepatomegali tidak khas
Limpa dan kelenjar getah bening : edema dan nekrosis dari limfoid germinal centre dan
infiltrasi makrofag
Ginjal : tidak terpengaruh langsung, perubahan yang terjadi akibat dari komplikasinya Luka
bakar fatal pembesaran ginjal
Saluran Pencernaan : Curlings ulcer yang kadang mengalami perforasi
Kelenjar endokrin
Thyroid : Berat & aktifitas kelenjar thyroid meningkat
Thymus : involusi akibat hiperaktifitas kelenjar adrenal
Adrenal : kenaikan kadar steroid dalam darah dan urin, penimbunan lemak, bendungan
sinusoid pada korteks dan medulla
Susunan Saraf Pusat
Edema, kongesti, kenaikan tekanan intrakranial, herniasi dari tonsilla serebellum melewati
foramen magnum serta adanya perdarahan intrakranial
Sistem muskuloskeletal
o Otot, tendo, tulang jarang terpengaruh
Fraktur patologis
HYPOTHERMIS
Sistemik Hypotermi
Lokal Hypothermi
Pada hypothermy terjadi:
- Penurunan denyut nadi
- Respiratory rate & tidal volume menurun
- Paralisis usus
- Erosi dan hemoragik pada lambung
- Pankreatitis
- Diuresis
- Hemokonsentrasi

RESUME
Patologis forensik juga disebut penentu cara kematian. Cara kematian diartikan sebagai gaya
dalam terjadinya sebab kematian. 4 cara kematian yaitu alamiah, kecelakaan, bunuh diri/suicide dan
homicide.
Sebab kematian adalah penyakit atau cedera atau luka yang dimulai serangkaian kejadian yang
bertanggung jawab dalam menyebabkan kematian
Mekanisme kematian adalah gangguan atau kelainan fisiologik dan atau biokimia yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian.
Trauma penyebab kematian dikelompokkan jadi trauma mekanik, kimiawi, suhu/fisik, listrik..
Trauma mekanik dibagi kategori tajam dan tumpul. Trauma tumpul dibagi senjata api dan bukan
senjata api. Trauma senjata api dapat dibagi kecepatan rendah dan kecepatan tinggi. Trauma bedah
dibagi trauma penetrasi atau bukan penetrasi. Trauma penetrasi mencakup luka tembak dan luka tusuk.
Trauma bukan penetrasi primer kecelakaan motor atau terjatuh.
Trauma mekanik
Cedera kekerasan tajam
Trauma mekanik terjadi saat kekerasan fisik melebihi kekuatan regangan jaringan/kulit saat
kekerasan terjadi. Kekerasan tajam menunjukkan cedera dari benda tajam seperti pisau, pedang,
kapak. Factor penting yang benar adalah objek tumpul menghasilkan laserasi dan objek tajam
menghasilkan luka insisi. Sebagai catatan lagi luka tajam pinggir/tepi luka yang membedakan dengan
cedera yang dihasilkan objek tumpul. Kematian dari trauma tumpul dan tajam melalui berbagai
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
92
mekanisme, tapi trauma tajam umumnya menyebabkan kematian dengan perdarahan luar. Artinya
pembuluh darah utama arteri pada jantung harus mengalami kerusakan yang hebat sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat trauma tajam.
Trauma tumpul
Trauma tumpul dapat menyebabkan kematian umumnya apabila pada jaringan otak terdapat
kerusakan yang jelas. Namun, trauma tumpul dapat merobek jantung dan pembuluh aorta, yang
menyebabkan perdarahan hebat, atau menghasilkan komplikasi lainnya.
Luka tembak
Senjata api akan menghasilkan jenis luka tumpul yang khusus. Luka akibat senjata api adalah
luka umum yang terdapat pada kasus pembunuhan dan bunuh diri pada negara Amerika Serikat. Luka
tembak bisa digolongkan berdasarkan bahan yang digunakan untuk melontarkan peluru. Bahan yang
umum digunakan adalah bubuk mesiu dan bubuk tanpa asap (nitroselulosa). Namun, penggunaan
bubuk mesiu sangat jarang terlihat, karena itu bahan tanpa asap yang sering digunakan.
Perbedaan lainnya yang dapat dilihat adalah senjata laras panjang dan laras pendek.
Kebanyakan kasus kematian didapatkan pada senjata laras panjang rifle atau handgun--. Senjata
antik atau shotgun digolongkan pada jenis senjata laras pendek.
Luka bisa dibedakan atas dasar lingkar tengah dari proyektil atau peluru. Umumnya kombinasi
dari ukuran metrik dan Inggris digunakan untuk membedakan jenis senjata yang digunakan.
Lebih penting lagi, berdasarkan luka yang dihasilkan, adalah kecepatan dari proyektil peluru.
Kerusakan luka tembak akan bertambah sebagaimana kecepatan peluru bertambah. Karena itu,
terdapat perbedaan kuantitatif antara proyektil berkecepatan tinggi dengan proyektil berkecepatan
rendah. Titik potong antara kecepatan tinggi dan rendah berkisar 300 meter per detik.
Jenis penggolongan yang lain dari luka senjata api ialah dari kemampuan peluru untuk
memberi luka tembus atau luka tidak tembus. Suatu luka yang tidak tembus akan mempunyai satu
luka masuk dan tidak memiliki luka keluar. Sesuai dengan hal ini adalah peluru harus ditemukan dari
setiap luka tak tembus. Suatu luka tembus akan memiliki luka masuk peluru dan luka keluar. Sejalan
dengan hal ini maka tidak akan ditemukan peluru di dalam tubuh.
Ketika suatu senjata ditembakkan, tenaga yang melontarkan peluru adalah gas yang dihasilkan
dari pembakaran cepat dari bubuk mesiu atau bubuk tanpa asap. Dalam hal ini disinggung hanya
bubuk tanpa asap, karena bubuk mesiu jarang digunakan. Untuk menyalakan bubuk tanpa asap, adalah
penting untuk mempunyai media pencetus awal yang menyalakan api. Pada semua selongsong peluru
kecuali pada senjata dengan kaliber 22 (juga disebut senjata api rim karena media pencetusnya
terdapat pada sekeliling selongsong), pemantik awal adalah sebuah mangkuk kecil yang terdapat pada
bagian dalam belakang selongsong. Menghantam (atau memanaskan) media ini akan menyalakan api,
dan kemudian akan membakar bubuk tanpa asap. Proses pembakaran yang cepat akan menghasilkan
sejumlah besar karbon monooksida, nitrogen dioksida, karbon dioksida dan gas lainnya.
Seberapa jauh masing-masing komponen akan terlontar adalah dasar untuk menentukan jarak
dari laras senjata dengan korban saat senjata api ditembakkan. Produk gas, termasuk logam berat, dan
sejumlah asap dari gas karbon yang tidak terbakar, akan terlempar hanya beberapa inchi. Efek dari gas
akan menghasilkan apa yang disebut dengan luka kontak langsung dan tidak kontak. Yang terlihat dari
penghitaman kulit. Sebagai tambahan, kulit akan menunjukkan variasi luka robekan karena gas yang
mengenai kulit akan merusak jaringan kulit. Terakhir, karbon monooksida akan bereaksi dengan
hemoglobin dan myoglobin pada luka yang menghasilkan karboksihemoglobin dan
karboksimyoglobin. Senyawa ini akan berwarna merah terang, dibandingkan dengan warna merah
gelap dari hemoglobin dan myoglobin yang normal.
Sebagaimana jarak antara laras dengan kulit bertambah jauh, efek dari gas akan berkurang dan
hanya bubuk yang tidak terbakar dan peluru yang mampu menembus kulit. Bubuk yang tidak terbakar
yang menembus kulit akan menghasilkan semacam tatto atau klem pada sekitar luka peluru. Luka
jenis ini disebut luka tembak dengan jarak intermediat. Kebanyakan pistol akan menghasilkan klem ini
ketika jarak kulit pada laras sekitar setengah sentimeter sampai satu meter. Pola luka akan membesar
saat jarak bertambah jauh. Pada jarak satu meter, kecepatan bubuk akan melambat sehingga tidak
mampu untuk menembus kulit. Kecepatan 100 meter per detik merupakan kecepatan umum yang
dibutuhkan untuk menghasilkan penetrasi.
Luka dengan jarak tembak yang jauh sedikit mendapat efek dari gas dan bubuk. Karena luka
tembak dengan jarak yang jauh sangat sedikit menimbulkan efek selain dari efek akibat peluru, jarak
tembak susah ditentukan karena pakaian dan benda lain dan menghalangi efek dari gas dan bubuk.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
93
Luka tembak jauh akan sedikit terdapat asap, jelaga dan klem. Suatu luka tembak jarak jauh yang
umum akan memiliki defek kulit yang melingkar dan tanda mengelupas di sekitar sisinya. Lingkar
tengah dari defek kulit akan menunjukkan lingkar tengah dari peluru yang digunakan, tapi hal ini tidak
selalu nyata karena terdapat perbedaan kecil antara diameter peluru yang umum digunakan oleh
masyarakat sipil. Peluru memiliki berbagai jenis ukuran dari 0,22 inchi sampai 0,45 inchi. Perbedaan
0,2 inchi tidak mudah untuk dilihat oleh pengamat.
Faktor utama yang menentukan ukuran luka tembak masuk jarak jauh adalah elastisitas dari
kulit. Kulit orang yang lebih muda lebih elastis dari pada kulit orang yang lebih tua. Kulit yang elastis
kerusakannya akan lebih kecil. Luka oleh caliber 0,38 inchi pada orang berusia 20 tahun mungkin
akan terlihat sama pada luka oleh caliber 0,22 atau 0,25 inchi pada orang berusia 50 tahun. Secara
jelas, untuk memastikan kaliber senjata dari luka kontak tidak mungkin, karena jenis luka sedikit
hubungannya dengan jenis kaliber dalam merobek kulit.
Luka tembak keluar tipe lukanya berupa luka laserasi. Meskipun dalam ilmu konvensional
menyatakan bahwa luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk, namun ini tidak selalu
terjadi, sebagaimana dapat terlihat, luka kontak lebih besar dari pada luka keluar.
Perkiraan kecepatan sebuah peluru keluar bisa dilihat dari tampilan pada luka tembak keluar.
Luka tembak keluar yang tampak kecil dan berbentuk celah dan memiliki sedikit laserasi kecil pada
daerah sekitar memiliki kecepatan yang lambat dan peluru biasanya akan ditemukan di dekat badan
mayat (atau bahkan di pakaian). Sebaliknya, luka tembak keluar dengan banyak laserasi pada daerah
sekitar memiliki kecepatan yang tinggi ; senjata dengan kecepatan tinggi biasanya ditemukan pada
militer dan pemburu dengan senjata panjang.
Luka tembak keluar akan terlindungi atau terhalau jika korban tembak mengenakan pakaian
ketat konstriktif seperti jaket kulit tebal atau pakaian yang terbuat dari kain tenunan ketat, atau
terdapat bahan seperti dinding kering yang dapat ditembus peluru keluar yang akan melindungi kulit.
Dihalaunyaluka tembak keluarakan terlihat seperti luka tembak masuk. Lihat Gambar 4.10 yang cukup
mewakili fenomena ini. Sering, tepi abrasi lebih luas dari pada yang biasanya terlihat pada luka
tembak masuk; hal ini dapat membantu dalam membedakan dua jenis lukatembak. Penting untuk
catatan bahwa luka tembak masuk memilki gambaran unik jika luka tembak masuk dihalangi atau
dihalau. Luka tembak masuk akandihalau oleh jaringan lunak dan tulang; itulah sebabnya tepi abrasi
muncul di sekitar luka tembak masuk. Kulit ditekan untuk beberapa waktu sebelum peluru menembus
bahan menopang, kemudian hidung peluru menggarut kulit. Jika kulit tidak terlindungi, maka peluru
akan merobek kulit dan abrasi tidak terjadi.Hal tersebut Ini khas pada kasus luka tembak keluar.
Perlindungan luka tembak keluar dan masuk dengan target pertengahan biasanya tidak yang
hanya dapat dilihat. Penting bentukan segi empat panjang dari luka tembak masuk. Luka tembak
masuk secara umum berbentuk lingkaran ketika peluru ditembakkan dari senapan, karena peluru
memutar dengan cepat pada aksis 90 derajat dari tujuannya, bergerak melalui udara menuju titik pusat
arah dari gerakannya.
Perputaran menyebabkan luka tembak masuk pada peluru menjadi bentuk lingkaran atau
mungkin lonjong jika peluru mengenai kulit pada sudut selain 90 derajat. Jika peluru memasuki bagian
tubuh, seperti yang ditunjukkan pada peluru dapat goyang. Peluru tidak goyang ketika ditembakkan
dari senjata yang dibuat dari barel. Peluru akan goyang jika melewati medium yang lebih pekat
daripada udara. Meskipun demikian, peluru yang memantul atau melewati orang lain sebelum
mengenai orang kedua akan goyang. Jika pada saat masuknya peluru seperti penembakan langsung, itu
akan menghasilkan bentuk peluru tembak masuk. Peluru tembak keluar memiliki pengertian bahwa
hal itu disebabkan oleh peluru yang melewati seseorang.
Luka pada peluru disebabkan karena pembentukan lubang yang sementara saat peluru
melewati tubuh seseorang, kolapsnya lubang, dan gelombang shock pada pembentukan kolaps. Ketika
sebuah peluru mengenai seseorang, ia akan bergerak lebih cepat daripada kecepatan saat berada di
jaringan, sehingga hal itu akan mendorongnya keluar. Jaringan yang cedera akan memecahkan poin,
namun tidak pecah. Ini hanya pecah pada kecepatan yang lebih lambat daripada perjalanan peluru.
Pada kasus kecepatan tinggi pada senjata api yang panjang dimana keceptannya 1000 meter per detik,
peluru akan melewati tubuh seluruhnya sebelum terjadi proses kerusakan.
Peningkatan kecepatan proyektil dapat menghasilkan jelaga pada luka masuk dan efek karbon
monooksida pada luka keluarnya. Untungnya, untuk menentukan arah, perubahan ini terdapat pada
bagian dalam dari luka keluar. Ketika jaringan akhirnya terkoyak, jaringan ini akan tertarik menuju
kembali menuju tempat luka di mana peluru masuk dan dibelakangnya dikarenakan adanya elastisitas
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
94
jaringan dalam menerima peluru berkecapatan tinggi. Retraksi ini akan menciptakan cavitas sementara
yang besarnya akan setingkat dengan energi kinetik dari peluru. Cavitas kemudian akan secara
bertahap kolaps setelah meregang beberapa kali. Adanya saluran dari gelombang dan kolaps cavitas
sementara akan merusak jaringan di tempat di mana peluru masuk dan di jaringan sekelilingnya.
Besarnya kerusakan yang ada tergantung dari organ yang ada, tapi bahkan untuk peluru pistol yang
relatif lambat, diperkirakan, umumnya, tiga kali dari diameter peluru. Untuk peluru dari senjata
berkecepatan tinggi, besarnya kerusakan mungkin dapat sepuluh kali lebih besar dari diameter peluru.
Kerusakan jantung akan menyebabkan penurunan drastis tekanan darah yang terjadi seketika,
dan menurunkan perfusi ke otak. Namun, otak masih akan berfungsi selama 10 sampai 15 detik
setelah kehilangan perfusi. Karena itu, seseorang masih masih dapat menusukan ujung pisau
bayonetnya kepada lawannya di dalam 10 sampai 15 detik setelah ditembak di dadanya. Sebuah luka
tembak pada organ yang kurang vital akan lebih memberikan banyak waktu. Karena itu, konsep dari
stopping power tidak selalu tepat. Setiap janis senjata api mempunyai stoppong power jika
digunakan untuk menembak seseorang di kepala. Sebaliknya semua jenis senjata api tidak akan
memiliki stopping power jika ditembakkan pada bagian selain kepala.
Trauma tumpul lainnya
Contoh trauma tumpul lainnya yang paling sering terdapat pada masyarakat adalah tabrakan
dengan media transportasi, umumnya dengan kendaraan bermotor. Kematian yang terjadi dari
kejadian tersebut umumnya digolongkan dalam kecelakaan. Jarang kasus tabrakan masuk dalam jenis
pembunuhan ataupun bunuh diri.
Umumnya, dengan mengecualikan luka tembak, trauma tumpul pada pembunuhan pada orang
dewasa memerlukan luka yang bersifat mematikan pada kepala. Luka pada daerah lain jarang
menghasilkan kematian. Pada anak-anak, jejas mematikan umumnya karena trauma kepala, tapi
trauma dada dan abdomen dengan adanya robekan dari organ dalam, seperti limfa, hati dan jantung
juga sering ditemui.
Dua istilah lainnya perlu dipelajari. Pertama adalah kontusio. Suatu kontusio adalah
pengumpulan darah pada jaringan di luar jaringan vaskular darah. Umumnya dikarenakan trauma
tumpul yang merusak jaringan cukup hebat untuk menyebabkan kebocoran darah dari pembuluh darah
yang kecil. Suatu konsep penting bahwa pola dari benda yang digunakan untuk menghantam bisa
didapat pada orang yang dihantam. Pola luka semacam itu penting untuk menentukan tipe benda yang
digunakan sebagai senjata.
Istilah penting kedua lainnya ialah hematom. Hematom adalah tumor darah. Hema berasal dari
kata heme, bahasa Latin untuk darah, dan toma adalah bahasa Latin untuk tumor. Hemtom adalah
kontusio dengan lebih banyak darah. Secara khusus, trauma tumpul pada kepala sering menimbulkan
hematom, dikenal dengan istilah telur angsa.
Trauma kimia
Kematian dari trauma ini meliputi kematian yang dihasilkan dari penggunaan obat dan racun.
Obat yang umum ditemukan dalam praktisi forensik jarang membunuh secara langsung, namun
berperan dalam sebagai 5% faktor kontribusi dalam trauma kematian. Obat itu adalah etil alkohol,
yang juga disebut ethanol. Ethanol merupakan bahan aktif dalam bir, anggur, dan minuman yang
diawetkan. Ethanol mungkin obat dengan sejarah penyalahgunaan obat terlama, dan merupakan jenis
obat yang sering disalahgunakan pada zaman sekarang. Alkohol merupakan bahan yang diharamkan
oleh agama Islam dan beberapa kepercayaan Kristiani, tapi pelarangan tidak cukup kuat untuk
menghilangkan alkohol sebagai agen penyebab pada kebanyakan luka trauma.
Alkohol juga dapat membunuh secara langsung. Obat ini merupakan salah satu pendepresi
sistem saraf pusat; bekerja dengan memperlambat reaksi dan komunikasi dari otak menuju neuron
batang otak. Pada kadar rendah intoksikasi, kurang dari 0,03 gram persen dari kadar alkohol darah,
seimbang dengan 330 mililiter bir dengan kandungan ethanol 5 %, kebanyakan orang akan menyadari
akan adanya peningkatan dari waktu reaksi, mungkin dikarenakan perlambatan dari neuron inhibisi.
Pada kadar konsentrasi alkohol darah lebih dari 0,03 gram persen, menunjukkan adanya penurunan
fungsi otak dan perlambatan waktu reaksi. Pada kadar 0,25 gram persen, seseorang yang belum pernah
terekspos dengan ethanol sebelumnya akan menuju status koma jika tidak dirangsang. Rangsangan
akan memicu kembalinya sejumlah kesadaran. Pada kadar alkohol darah sekitar 0,30 gram persen,
orang tersebut akan masuk dalam koma yang dalam. Dia tidak akan bisa diintervensi dan akan
bernafas cukup pendek untuk kemudian akan meninggal. Kematian akibat kurangnya oksigen bisa
dihasilkan oleh overdosis alkohol. Kematian semacam ini jarang terjadi, dikarenakan sesorang yang
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
95
tidak pernah terekspos alkohol akan mulai muntah saat kadar alkhohol darahnya sekitar 0,10 gram
persen dan absorpsi lebih lanjut akan terhenti. Kematian karena overdosis alkohol umumnya didapat
pada suatu kontes di mana peserta harus meminum minuman keras sebanyak banyak nya. Dengan
jumlah besar alkohol, reflek muntah dapat ditekan sebelum terinisiasi, memicu pada kematian.
Jumlah yang disebutkan di atas untuk penyalahgunaan dari alkohol. Orang yang
mengkonsumsi alkohol dan kebanyakan obat terlarang lainnya membentuk semacam toleransi yang
menyebabkan efek alkohol dalam obat menghilang dalam kadar tertentu. Sebagai contoh, seseorang
dengan konsentrasi alkohol darah lebih dari 0,30 gram persen sering terlihat pada pengemudi
kendaraan.
Penyalahgunaan obat lain selain alkohol menghasilkan kematian umumnya melewati
mekanisme yang sama. Obat semacam ini contohnya barbiturat, diazepam, dan opiat. Obat ini
menghasilkan peningkatan derajat koma diikuti dengan penghentian nafas dan kematian yang
bertahap. Mariyuana adalah sebuah pengecualian untuk penyalahgunaan obat. Mariyuana tidak
menghasilkan kematian lewat suatu proses overdosis. Kokain merupakan pengecualian lainnya.
Kokain merupakan stimulan sistem saraf pusat. Kematian karena kokain lebih jarang dibandingkan
dengan kematian oleh obat depresan. Pada dosis tinggi, kokain menghasilkan kejang, peningkatan
suhu tubuh yang tajam, dan detak jantung yang tidak terkontrol adalah kumpulan mekanisme
keracunan kokain yang telah dilaporkan dapat memicu kematian.
Walau bukan jenis penyalahgunaan obat, karbon monooksida merupakan senyawa kimia
umum yang menghasilkan kematian. Merupakan suatu senyawa tidak berbau, berwarna, gas hasil
proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung karbon. Kematian karena
CO mungkin karena kecelakaan, bunuh diri dan pembunuhan.
Sianida merupakan senyawa yang serupa dengan CO melalui intervensinya dengan oksigenasi
otak, bekerja langsung pada enzim mitokondria pada otak. Sianida terdiri dari karbon dan nitrogen.
Seperti CO, sianida juga dapat dihasilkan oleh proses pembakaran, tapi efeknya dalam menghasilkan
kematian tidak begitu berperan. Sianida umumnya terdapat pada bentuk garam natrium dan potasium
yang digunakan secara luas pada industri pengelatan dan pemurnian logam. Sianida mempunyai bau
yang khas. Baunya seperti kacang almond dan adapat dideteksi dalam jumlah yang sedikit seperti satu
bagian per sejuta atau 0,00001 persen oleh orang yang telah ahli dalam melacak sianida. Sayangnya,
tidak sebanyak 50 persen dari populasi yang mampu mencium sianida. Patologis forensik mampu
mencium sianida atau memperkerjakan seseorang yang mampu menciumnya. Seorang patologis yang
membuka rongga perut dari korban yang melakukan bunuh diri dengan menelan potasium sianida
dapat terbunuh oleh adanya gas yang dilepaskan.
Trauma suhu
Kontak dengan panas yang berlebihan ataupun dingin dapat menghasilkan kematian.
Hipotermia merupakan suhu\dingin yang berlebihan;hipertermia adalah panas yang berlebihan. Kedua
kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian melalui kerusakan pada mekanisme normal yang
menjaga suhu tubuh sekitar 37 derajat celcius. Dalam kedua jenis kematian, beberapa tanda-tanda
nyata dapat ditemukan pada autopsi untuk memberikan diagnosis pasti yang menyebabkan kematian.
Ketidaadaan permintaan diagnosis pada penyebab lain kematian pasangan dengan riwayat terpapar
pada lingkungan baik hipertemia maupun pada hipotermia diharapkan.
Kematian akibat hipotermia umumnya terjadi pada individu yang mabuk alkohol dan terkena
suhu dingin. Suhu udara hanya 5 derajat celcius (41 derajat Fahrenheit) telah dilaporkan menyebabkan
kematian akibat hipotermia. Keracunan alkohol mengurangi respon terhadap dingin dengan
meningkatkan hilangnya panas tubuh karena dilatasi pembuluh darah di permukaan tubuh.
Kematian akibat hipertermia umumnya terjadi pada orang tua di kota-kota utara dan pada bayi
tertinggal di parkir mobil akibat gelombang panas. Kemampuan untuk mempertahankan homeostasis
menurun pada usia lanjut. Pemanasan dilakukan pada hipotermia dan kematian sering tidak terlihat di
populasi orang usia lanjut, meskipun kelompok ini adalah rentan. Namun, di negara-negara utara, unit
dweling tua sering kekurangan AC, dan gelombang panas sering dikaitkan dengan sejumlah besar
kematian orang tua. Anak kecil yang yang berada di mobil yang tertutup sangat rentan terhadap
hipertermia. Suhu di dalam sebuah mobil di bawah sinar matahari dapat melebihi 60 derajat celcius
(140 derajat Fahrenheit) dan dapat berakibat fatal pada 10 menit.
Luka bakar termal disebabkan oleh hipertermia lokal. Secara umum, suhu di atas 65 derajat
celcius (150 derajat Fahrenheit) akan menghasilkan luka bakar termal pada kontak langsung dengan
obyek selama beberapa menit. Kematian akibat panas terjadi dalam berbagai situasi, dari paparan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
96
cairan panas untuk luka bakar maupun dari hidrokarbon. Kematian akibat luka bakar biasanya tidak
langsung terjadi dan timbul dari komplikasi setelah perawatan medis. Mekanisme kematian umumnya
kegagalan organ multipel.
TRAUMA ELEKTRIK
Aliran listrik melalui seseorang dapat menghasilkan kematian oleh sejumlah mekanisme yang
berbeda. Jika rangkaian arus bolak balik (AC) pada tegangan rendah (di bawah 1000 volt) melintasi
jantung, maka akan mengalami fibrilasi ventrikel, bergetar secara nonpropulsive kemudian tidak dapat
diresusitasi dalam beberapa menit. Fibrilasi jantung karena AC bertindak sebagai alat pacu jantung.
AC di Amerika alternatif dari positif ke negatif 3.600 kali per menit (2500 kali per menit di Eropa).
Fibrilasi ventrikel menghasilkan sekitar 300 quivers per menit,. tegangan rendah mungkin atau tidak
menghasilkan listrikTerbakar, tergantung lamanya paparan dengan sirkuit. Paparan dalam waktu yang
lama diperlukan untuk menghasilkan suatu luka bakar.
ASFIKSIA
Klasifikasi trauma mekanik terbatas pada kematian karena asfiksia tumpang tindih dengan
sebab lain, kematian karena asfiksia disebabkan gangguan oksigenasi di otak. Asfiksia ini dapat terjadi
dari sebab mekanik (strangulasi), sebab kimiawi (racun sianida), sebab listrik (listrik tegangan rendah)
Tenggelam adalah kematian akibat sesak napas dari perendaman di dalam air atau cairan lain.
Beberapa kematian akibat terendam terjadi bukan akibat asfiksia namun karena hipotermi. Paparan
pada seseorang dengan suhu air di bawah 20 derajat celcius (68 derajat Fahrenheit) akan
mengakibatkan kematian akibat hipotermia setelah paparan berjam-jam. Paparan terhadap suhu air
mendekati 0 derajat Celcius (32 derajat Fahrenheit) akan menghasilkan kematian dalam hitungan
beberapa menit. Korban tenggelam meninggal sebagai akibat dari asfiksia, suatu gangguan oksigenasi
pada otak. Seseorang biasanya berusaha untuk menjaga kepalanya di atas air sehingga ia dapat terus
menghirup udara. Ketika hal ini menjadi sulit, ia akan berjuang untuk mempertahankan jalan napas,
dan hal ini meningkatkan kebutuhan oksigen. Menghirup air akan meningkatkan kepanikan. Air yang
masuk ke bagian belakang tenggorokan secara refleks akan tertelan. Hai ini akan mentransmisikan
suatu tekanan negatif yang berkaitan dengan terhirupnya air ke telinga bagian tengah melalui tabung
Eustachius yang terbuka saat menelan. Air yang tertelan akan masuk kedalam perut. Upaya lebih
lanjut untuk bernapas menyebabkan air masuk ke saluran napas atas, memicu batuk dan inhalasi
refleks tambahan. Ketika air memasuki saluran udara kecil, dinding-dinding otot napas akan kejang,
sehingga melindungi alveoli atau kantung-kantung udara kecil dari apapun yang masuk kecuali udara.
kejang yang terjadi setara dengan serangan akut asma yang parah dengan terperangkapnya udara di
paru-paru. Kehilangan kesadaran umumnya terjadi dalam 1 sampai 2 menit awal perjuangan untuk
bernapas, meskipun mungkin kesadaran dapat terjadi lebih lama jika udara segar dapat diperoleh.
Kehilangan kesadaran dapat diikuti oleh upaya paksa inhalasi dan muntah. Henti jantung terjadi
beberapa menit kemudian. Ketika jantung kembali berdetak, tekanan yang dihasilkan jantung pada
sirkulasi paru akan meningkat pesat dan bagian kanan dari jantung akan terdilatasi dari peningkatan
tekanan jantung dan myungkin akibat dari peningkatan volume darah akibat terabsorpsinya air dari
paru.
Yang dapat ditemukan pada otopsi korban tenggelam sangat tergantung dari apakah tenggelam
tersebut mengikuti kejadian-kejadian yang telah disebutkan diatas. Jika saat masuk ke air seseorang
telah mengalami penurunan kesadaran, banyak tanda dari kepanikan yang menjadi tidak terlihat
karena seseorang yang telah mengalami penurunan kesadaran tidak bisa menjadi panik.
Kepanikan terjadi akibat pengiriman tekanan negatif dari saluran napas bagian atas ke telinga
tengah. Tekanan negatif bersama-sama dengan perubahan asfiksia lain dalam hasil faktor pembekuan
darah di perdarahan ke dalam sinus mastoideus. Selain itu, air dan bahan dalam air akan ditemukan di
sinus frontal, ethmoidal dan di perut.
Paru-paru akan menjadi hiperinflasi sebagai akibat dari spasme otot yang melindungi alveoli.
Paru-paru pada umumnya akan lebih berat dari biasanya, karena penambahan air yang teraspirasi dan
cairan yang terakumulasi di paru pada seluruh asfiksia.
Organisme uniseluler kecil yang disebut diatom ditemukan di hampir seluruh air segar dan air
garam di dunia. Organisme ini memiliki silika pada dinding selnya sehingga dengan demikian dapat
melawan degradasi oleh asam. Pada tahap akhir dari tenggelam, air yang teraspirasi dan mengandung
diatom adalah disirkulasikan oleh jantung yang masih berdetak ke semua organ. Diatome tidak selalu
ditemukan di sumsum tulang. Jadi, mengeluarkan sumsum tulang, mencampurnya dengan asam kuat,
dan memeriksanya di bawah mikroskop untuk mencari diatom dapat memastikan kasus tenggelam.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
97
Sejak di air terdapat berbagai jenis diatom pada daerah yang berbeda dan waktu yang berbeda, maka
dapat dimungkinkan untuk menentukan waktu dan tepat pada kasus tenggelam dengan
mengidentifikasi diatom. Teknik ini terutama berguna jika tubuh telah terdekomposisi dan kaku.
Asfiksia dapat diakibatkan berbagai sebab termasuk strangulasi manual (dengan tangan) dan
strangulasi akibat ikatan. Strangulasi manual menyempitkan saluran nafas dengan menekan leher.
Banyak tulisan mengenai penemuan adanya fraktur dari tulang hyoid pada strangulasi manual.
Sebenarnya, hal ini relatif jarang dan terlihat terutama pada wanita tua yang menderita osteoporosis
yang mengakibatkan fraktur pada tulang hyoid menjadi lebih mudah. Gambar 4.17 menunjukkan
fraktur tulang hyoid. Perhatikan perdarahan sekitar tempat fraktur. Hal ini sangat penting untuk
diketahui, karena patahnya tulang hyoid sangat mudah terjadi ketika mengeluarkan saat pemeriksaan
berlangsung. Jika fraktur terjadi dan tidak ada perdarahan, berarti faktur terjadi setelah kematian.
Hal lain yang lazim ditemukan pada strangulasi manual adalah fraktur dari kornu pada
kartilago tiroid. Kornu tersebut terletak di laring atau pita suara dan di depan dari tulang belakang
bagian leher. Jika kerongkongan ditekan untuk mencegah mengalirnya air, kornu akan dipaksa
tertekan kearah belakang mengenai tulang belakang. Hal lain yang lazim ditemui ialah perdarahan
pada otot di leher. Otot otot tersebut bersama sama disebut otot yang terikat (strap) dan dapat
mengalami memar akibat strangulasi manual.
Strangulasi akibat ikatan baik yang disebabkan oleh penggantungan ataupun penjeratan, tidak
melibatkan fraktur hyoid, fraktur kornu kartilago tiroid ataupun perdarahan otot otot pada leher.
Secara umum, hal yang sering ditemukan ialah asfiksia dan adanya bekas jeratan di leher.
Saat seseorang meninggal ada sejumlah perubahan yang terjadi yang dapat digunakan untuk
memperkirakan saat kematian : rigor mortis, livor mortis, dan algor mortis.
Rigor mortis adalah kekakuan otot yang terjadi setelah kematian seseorang. Hal ini terjadi
reaksi kimiawi saat glikogen normal ditemukan dalam otot digunakan berlebihan sesaat kematian dan
tidak dibentuk kembali. Rigor mortis umumnya dipertahankan sampai periode 24 jam hingga 36 jam
setelah kematian.
Livor mortis adalah perubahan warna tubuh yang terjadi akibat pengendapan sel darah merah
setelah sirkulasi darah berhenti. Ini dapat dilihat beberapa menit setelah kematian, dimana sel darah
merah meningkat mengendap karena infeksi atau penyakit lain. Umumnya warna kulit seseorang livor
mortis adalah livid/kebiruan. Dapat dilihat satu jam atau sesaat setelah kematian. Pada beberapa
individu kulit hitam, mungkin tidak terlihat kebiruan. Jika seseorang meninggal dan kehilangan darah
dalam volume banyak, kebiruan mungkin juga tidak terlihat. Kebiruan jadi lengkap , maksudnya
dengan penekanan tidak hilang yaitu 12 jam setelah kematian. Kebiruan lambat laun hilang dengan
pemisahan setelah 36 jam.
Algor mortis adalah dingin setelah kematian. Dengan menekan dengan ibu jari dekat tubuh
yang telanjang suhu sekitar 18
o
C, ke 20
o
C. 1,5
o
C suhu tubuh akan turun tiap jam untuk 8 jam
pertama. Suhu tubuh normal 37
o
C, jadi jika tubuh meninggal 4 jam suhu tubuh akan jadi 31
o
C.

STUDI KASUS
Kasus 1
Seorang polisi dipanggil oleh seorang pria yang mengatakan bahwa ia menembak tetangganya.
Dia menceritakan pada polisi bahwa tetangganya menyerang dia dengan sebilah pisau saat ia sedang
menggendong anak bayinya. Dia mengatakan bahwa dia merasa diri dan anaknya terancam, sehingga
ia mengambil senjata apinya, dan menembak tetangganya hingga meninggal. Pegawai toko di
seberang jalan tempat kejadian yang mendengar percekcokan keduanya juga menyatakan hal yang
sama dengan cerita si penembak. Kakak laki-laki si penembak yang datang ke tempat kejadian sesaat
setelah percekcokan terjadi juga menyatakan hal yang sama.
Keluarga korban meminta saya untuk menilik kembali kasus tersebut untuk menentukan apa
yang terjadi. Keluarga korban tidak senang dengan jaksa yang tidak menuntut si penembak. Saya
meninjau foto-foto tempat kejadian, foto autopsy, dan laporan autopsy, dan setelah itu pergi ke tempat
kejadian. Disana, ditemukan lobang peluru, namun tidak terdapat darah. Gambar 4.19 dan 4.20
menunjukkan lubang peluru di lorong beberapa bulan setelah penembakan. Gambar 4.21 menunjukkan
tubuh korban yang terbaring ketika polisi datang.
Penembakan dikatakan terjadi di tempat rendah, namun lubang peluru terdapat di tangga atas.
Seperti yang akan didiskusikan di bab berikutnya, bahwa penentuan jarak antara senjata dan orang
yang ditembak dapat dipastikan. Pada korban terdapat dua tembakan senjata api yang satu jarak jauh
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
98
dan yang lain jarak dekat. Dengan demikian, jarak penggunaan senjata ialah lebih dari 3 kaki untuk
tembakan yang pertama dan kemudian ditembakkan lagi beberapa inci lebih jauh dari tembakan
pertama.
Hal lain yang dapat ditentukan ialah arah peluru yang mengenai tubuh dan organ dalam. Satu
tembakan mengenai sisi samping abdomen. Hal tersebut tidak mengenai arteri utama dan keluar dari
tubuh pada sisi yang lain. Peluru mengenai dinding dan merupakan tembakan jarak jauh. Tembakan
jarak dekat mengenai belakang kepala. Pelurunya menyebabkan pergeseran otak dari depan ke
belakang dan sedikit ke atas.
Hal lain yang penting diketahui dari luka tembak ialah lama waktu antara luka dan pingsannya
korban. Luka tembak abdomen yang tidak mengenai pembuluh utama dapat memberikan efek dalam
hitungan jam, hari atau bahkan lebih. Luka tembak di belakang kepala yang menyebabkan pergeseran
otak akan mengakibatkan koma dalam waktu singkat.
Pada kasus ini, bukti fisik menyangkal pengakuan dari si penembak. Tembakan di abdomen
merupakan tembakan pertama. Si penembak dalam posisi berdiri ketika menembakkan senjatanya
yang mengakibatkan lubang di dinding. Tembakan pertama ditembakkan dari jarak lebih dari 3 kaki,
yangmana dalam hal ini bukan merupakan jarak yang tergolong cukup dekat untuk dapat
menyebabkan ancaman dengan menggunakan pisau bagi si penembak. Tembakan kedua merupakan
efek yang terjadi akibat korban berusaha untuk melarikan diri melalui tangga sehingga terkena di
belakang kepala.

Catatan dr.Mursad, Sp.F :
Jenis trauma bisa menimbulkan gangguan fisik tetapi tidak ada discontinuetas dari jaringan tubuh
dan gangguan psikis.
Kekerasan meliputi kekerasan mekanik, fisik dan kimia.
Kekerasan mekanik berupa :
o Persentuhan tajam : Luka memar, lecet dan laserasi.
o Persentuhan tumpul : Luka tusuk, iris dan bacok.
o Senjata api : Luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Luka tembak sendiri berdasarkan
jarak terdiri dari : jarak jauh, sangat dekat, dekat dan tempel.
Kekerasan kimia berupa : asam kuat dan basa kuat.


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
99
BAB IX
ABORSI
DEFINISI
Peristilahan aborsi sesungguhnya tidak kita temukan pengutipannya dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP hanya dikenal istilah pengguguran kandungan. Istilah aborsi
yang berasal dari kata abortus bahasa latin, artinya kelahiran sebelum waktunya. Sinonim dengan
kata itu mengenal istilah kelahiran yang premature atau miskraam (Belanda), keguguran.

Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Anak baru mungkin hidup di luar kandungan kalau beratnya telah
mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang mengambil batas abortus bila berat
anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur kehamilan 22 minggu. Berdasarkan variasi berbagai
batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan),
akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai
berat 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 = 22 minggu).
Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadia perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40
minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai
arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.
KLASIFIKASI
Secara garis besar abortus dapat di bagi dalam 2 kelompok, yaitu:
1. Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontanea), yaitu abortus yang terjadi dengan
sendirinya, disebut juga keguguran.
2. Abortus yang sengaja dibuat (abortus provokatus/induksi abortus), yaitu abortus disengaja atau
digugurkan, merupakan 80 % dari semua kasus abortus. Abortus yang disengaja ini dapat bersifat
murni medisinalis, tetapi dapat pula bersifat medisinalis kriminalis tergantung dari pelaku
abortusnya yang dapat dibedakan antara :
1. abortus provokatus medisinalis (terapeutik) atau legal abortion yaitu abortus yang dilakukan
atas indikasi medis, dilakukan oleh tenaga yang terdidik khusus untuk melakukannya dengan
baik dan bukan dilakukan untuk mempertahankan nama baik atau kehormatan keluarga.
Biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan dan dapat
membawa maut bagi ibu contohnya ibu dengan penyakit jantung, hipertensi, kanker leher
rahim, dan lain-lain.
2. abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi medis. Dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan oleh tenaga yang umumnya tidak terdidik khusus,
termasuk oleh wanita hamil itu sendiri. Ini disebut juga illegal abortion.
ABORTUS PROVOKATUS ATAS INDIKASI MEDIS
Umumnya setiap negara ada undang-undang yang melarang abortus buatan, tetapi larangan ini
tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang, melakukan abortus buatan
dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus buatan sebagai tindakan pengobatan, apabila itu satu-
satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan ibu serta sunguh-sungguh dapat dipertanggung
jawabkan dapat dibenarkan dan biasanya tidak dituntut. Indikasi medis akan berubah-ubah menurut
perkembangan ilmu kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan beberapa negara lainnya, membenarkan
indikasi yang bersifat sosial medis, humaniter, dan egenetis, bukan semata-mata untuk menolong ibu,
tetapi juga dengan pertimbangan keselamatan anak, jasmani, dan rohani.
Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang kemungkinan perluasan indikasi medik, namun
sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan
nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan abortus atas indikasi :
o Ekonomi : takut miskin atau kekurangan
o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat hubungan diluar nikah.
o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
Indikasi melakukan abortus terapeutik:
1. Faktor kehamilannya sendiri
o Ectopic pregnancy yang terganggu
o Abortus yang mengancam disertai dengan perdarahan yang terus-menerus, atau jika janin telah
meninggal (missed abortion).
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
100
o Mola hydatidosa
o Kelainan plasenta
2. Penyakit diluar kehamilannya :
o Karsinoma cervix uteri
o Karsinoma mammae yang aktif
3. Penyakit sistemik ibu :
o Preeklampsia/Eklampsia
o Penyakit jantung organik disertai dengan kegagalan jantung
o Penyakit ginjal
o Diabetes melitus berat
o Gangguan jiwa, disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini sebelum
melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu mengambil tindakan-
tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultasi pada seorang ahli kandungan yang
berpengalaman dengan syarat:
(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya
(yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab
profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
(3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga / peralatan yang memadai, yang ditunjuk
pemerintah.
(5) Prosedur tidak dirahasiakan.
(6) Dokumen medik harus lengkap.
ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS
Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin dari rahim ibu oleh orang lain secara paksa,
yaitu, jika tidak ada indikasi terapeutik untuk operasi. Kejahatan ini dinyatakan sebagai tindak pidana
jika aborsi yang dilakukan berakibat fatal. Jika wanita tersebut meninggal akibat prosedur yang
dilakukan oleh aborsionis dan orang lain yang berkaitan dengan kejahatan tersebut, seperti ahli
anestetik atau perawat, akan dituntut dengan pasal pembunuhan. Bahkan saudara atau teman yang
menemaninya ke aborsionis dinyatakan bersalah sebagai rekan kejahatan, jika dapat dibuktikan bahwa
orang tersebut mengetahui tujuan kunjungannya. Hukum menekankan pada maksud-maksud ilegal di
balik tindakan dan tentang semua hal yang berhubungan dengan kejahatan sebagai prinsip-prinsip
kesalahan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah individu yang memberi anjuran dan meresepkan
obat-obatan, atau berusaha menggugurkan kandungan dengan cara lain; jika terjadi kematian akibat
tindakannya, mereka dinyatakan bersalah oleh hukum.
Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada awal kehamilan atau pada akhir masa
kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi, fetus pada awal
kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan yang sama dengan fetus pada akhir
masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa kehamilan sama bersalahnya dengan yang
dilakukan pada akhir masa kehamilan.
Mengenali Tindakan Abortus Provocatus
Abortus provocatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu mengandung resiko
kesehatan baik bagi si ibu atau janin. Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang dapat timbul
akibat pelbagai macam cara yang digunakan untuk melakukan pengguguran kriminal ini agar benar-
benar dapat membantu secara maksimal pihak penyidik.
Kekerasan mekanik lokal dapat ditakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan dari luar
dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain, seperti melakukan gerakan fisik berlebihan,
jatuh, pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus,
pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya.
Kekerasan dapat pula 'dari dalam' dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus.
Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada
portio; aplikasi asam arsonik, kalium permanganat pekat, atau iodium tinctuur; pemasangan laminaria
stift atau kateter ke dalam serviks; atau manipulasi serviks dengan jari tangan. Manipulasi uterus,
dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
101
Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja yang cukup
panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan dengan
menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air
biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara.
Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan harapan agar janin mati tetapi si ibu cukup
kuat untuk bisa selamat.
Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang
merangsang saiuran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus dan
hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi mukosa uterus.
Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan keadaan
kandungannya (usia gestasi).
Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras
dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam berat, laksans
dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan
lain lain.
Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif.
Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika
Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi :
1. Dilatasi Dan kuret (D & C)
2. MR (Kuret dengan penyedotan)
3. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam pekat
4. Penguguran dengan mengunakan kimia protaglandin
5. Operasi bedah kaisar/histerotomi
6. D&X (Intact dilatation & extraction = partial birth abortion)
CARA-CARA ABORTUS
Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi cervix uterus
- Injeksi 10 unit oxytocin intra-uterin
2. Abdominal : Sectio Caesarea
Cara-cara melakukan abortus criminalis :
1. Mengunakan obat-obatan yang diminum
2. Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal)
3. Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau bidan.
Obat-obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali diberikan dalam
jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut diingat tidak ada satupun
obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan isinya tanpa
membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena itulah seorang abortir profesional tidak mau
membuang-buang waktu/mengambil resiko melakukan abortus dengan menggunakan obat-obatan.
Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan abortus harus
diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).
2. Obat-obat yang menimbulkan kontraksi GIT.
o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.
o Castrol oil; magnesium sulfate / sodium sulfate
3. Obat yang bersifat racun sistemik
o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih mentah, madar
juice, Buah Daucus carota).
o Racun logam (yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang mengandung oksida
timah dan minyak zaitun).
Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
102
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda, mendaki
gunung, berenang, naik turun tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :
o Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter, jarum, dll
kedalam rongga uterus.
o Pernggunaan ganggang laminaria yang diamternya berukuran 0,4 - 0,5 cm. Ganggang ini
direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan
menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi abortus.
o Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian dicelupkan
kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Hal ini
akan menyebabkan kontraksi uterus dan abortus.
o Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan mengeluarkan hasil
konsepsi.
Pemeriksaan Kasus Abortus
Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara,
pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha penghentian
kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina
- serviks membuka, bisa terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin
Korban mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta interval
waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin
tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang
timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.
Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita yang
bersangkutan. Pada pemeriksaan jenazah, TEARE (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai
langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab
kematian korban.
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan jenazah, bila didapatkan cairan
dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologik.
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan pula Tes emboli
udara pada vena kava inferior dan jantung. Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat, mengalami
kongeti atau adanya memar. Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi
perdarahan yang berasal dari bawah.
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologilk. Ambil urin
untuk tes kehamilan / toksikologik dan pemeriksan organ-organ lain dilakukan seperti biasa.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
103
Pemeriksaan niikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan, kerusakan
jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN
menunjukkan tanda intravitalitas.

Pemeriksaan post mortem abortus criminalis bertujuan :
o Mencari bukti dan tanda kehamilan
o Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan kriminal dengan obat-obatan atau
instrumen.
o Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus.
o Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.

Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan,
terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada :
- arteri coronaria
- ventrikel kanan
- arteri pulmonalis
- arteri dan vena di permukaan otak
- vena-vena pelvis
o Vagina dan uterus di-insisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas, kekerasan yang
biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi uterus. Cara pemeriksaan: uterus
direndam dalam larutan formalin 10% selama 24 jam, kemudian direndam dalam alkohol 95%
selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan
pada cervix uteri (abrasi, laserasi).
o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.
o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
- isi vagina
- isi uterus
- darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel
- urin
- isi lambung
- rambut pubis
Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah
Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat mengakibatkan
abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian kehamilan, misalnya
yang berupa IUFD (Intra-Uterine Fetal Death) dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa
jaringan.
Pertimbangan-pertimbangan saat autopsi
Saat melakukan autopsi untuk kasus aborsi, ahli patologi harus membuat catatan khusus tentang
kondisi rahim dan genitalia, serta deskripsi umum tentang mayat. Panjang, lebar dan ketebalan uterus,
ketebalan dinding uterin, panjang rongga uterin, lingkar sirkumferen internal dan eksternal, panjang
serviks, diameter corpus luteum, dan ukuran sisa-sisa janin, harus dicatat. Pemeriksaan dilakukan pada
tuba ovarium dan payudara. Bagian-bagain janin harus dicari dalam saluran genital dan rongga
peritoneal. Luka-luka instrumental dan tanda-tanda tenaculum harus diidentifikasi. semua organ dalam
rongga abdominal dapat menyebabkan peritonitis supuratif, seperti appendiks, kandung kemih atau
perut, harus diperiksa. Semua kondisi tubuh yang dapat menyebabkan aborsi spontan, seperti penyakit
jantung dan hydatidiform mole, harus diperiksa. Kondisi-kondisi septik tubuh harus diperiksa dengan
cermat. Vena-vena uterin dan ovarian harus diurutkan dengan cermat sampai ke bagian tubuh yang
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
104
lebih besar untuk mengetahui terjadinya phlebitis purulen. Pengguanan terapeutik sulfonamid dan
obat-obatan antibiotik lainnya dapat menghambat perkembangan bakteri dalam kultur post-mortem.
Pemeriksaan kimiawi harus dilakukan pada otak dan viscera parenkimatom, jika perlu.
Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin untuk mengetahui apakah terjadi villi
chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti tuba, ovarium, appendiks, ginjal, limpa, hati, pankreas,
jantung, paru-paru, dan organ-organ lainnya yang terlihat abnormal harus diperiksa/dipotong.
Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan pemeriksaan X-ray untuk mengetahui pusat-pusat
osifikasi. Hal ini sangat penting untuk menentukan usia kehamilan. Benda-benda asing, instrumen,
juga harus diawetkan sebagai bukti, jika ditemukan dalam tubuh.
Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah diidentifikasi. jika seorang wanita meninggal saat
aborsi, janin atau bagian dari janin, akan ditemukan dalam saluran genital.
Kadang-kadang, terjadi perforasi uterus dan janin dipaksakan masuk ke rongga peritoneal, ini akan
ditemukan saat autopsi. Biasanya, tubuh janin telah diangkat, dan daerah plasenta ditandai oleh
penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di sekitar fundus, kondisi ini akan bertahan selama
beberapa hari.
Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan bentuk, bervariasi mulai dari stellata kasar dan kecil
yang terbuka dan berdiameter kurang lebih 1 cm, banyak potongan stellata yang berbentuk oval atau
ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang kadang menonjol pada fundus uterin. Kadang, ditemukan dua
atau beberapa perforasi pada fundus, atau terjadi perlukaaan fundus dan serviks akibat penggunaan
kuret Uterus paling mudah mengalami perforasi adalah jenis bicornuate, karena operator yang ragu-
ragu, menduga bahwa rongga uterus lebih panjang dan melukai dindingnya pada bagian cornua yang
terpisah. Luka pada serviks uteri terjadi sebanyak kurang dari separuh perlukaan instrumental pada
uterus, sebagian diantaranya berupa ekskavasasi crateriform dalam dinding servikal, sedangkan yang
lainnya mengalami perforasi ke dalam rongga abdominal melalui dinding uterus. Perforasi tersebut
berbentuk stellata dan mengarah ke atas mungkin akibat penggunaan instrumen seperti kayu .
Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada aborsi yang dilakukan oleh seorang operator, namun
paling sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri. salah satu kasus yang dihadapi oleh penulis
adalah seorang ibu hamil yang melukai rongga vaginanya menggunakan jarum panjang, yang
ditusukkan ke dalam perut dan usus beberapa kali sehingga terjadi peritonitis septik.
Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi saluran genital dan organ abdominal harus
dirujuk ke rumah sakit untuk merawat gejala dan agar dokter bedah dapat melakukan laparotomi.
Dalam berbagai kasus, operator dapat memperbaiki luka dengan melakukan penjahitan, sedangkan
dalam kasus lainnya, operator dapat mengangkat rahim, atau reseksi intestinal. Jika pasien meninggal,
dokter bedah harus menyerahkan semua organ, jaringan atau benda asing yang diperoleh saat operasi
untuk diperiksa dan menyimpan catatan klinis kasus yang akurat.
Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan usia kehamilan dan jumlah hari setelah aborsi.
Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding uterin, berupa
penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell, ini dapat dilihat melalui pemeriksaan
mikroskopis pada daerah plasenta. Karena plasenta merupakan bagian dari janin, ini merupakan bukti
nyata terjadinya kehamilan, yang bertolak belakang dengan sel-sel decidual yang merupakan jaringan
dari ibu dan bukan, merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic dan syncytial giant cell akan
menetap selama beberapa hari kemudian menghilang, satu-satunya kriteria yang tersisa adalah ukuran
dan bentuk rahim, kondisi payudara dan corpus luteum ovarium.
Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk memastikan usia kehamilan saat
aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui perkembangan janin selama masa kehamilan.
Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian janin yang besar akan menunjukkan pusat-pusat
osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat digunakan untuk menentukan usia bagian-bagian tersebut.
Biasanya akan terbentuk produk perkembangan pembuahan ovum selama dua minggu pertama masa
kehamilan. Mulai dari minggu pertama sampai ke lima, selama periode tersebut, akan terjadi
perkembangan berbagai organ dan menghasilkan bentuk yang jelas, organisme ini disebut sebagai
embrio. Setelah minggu kelima, disebut sebagai janin.
Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama beberapa hari dan tidak ada sisa-sisa janin dalam
rahim, sulit untuk membuktikan fakta bahwa telah terjadi kehamilan atau usia kehamilan sebelum
aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang tersisa, membran atau jaringan plasenta, dan terjadinya
infeksi intra-uterine akan menganggu atau menghambat proses involusi uterus. Nekrosis sisa-sisa
janin, membran dan jaringan plasenta akan mempersulit pemeriksaan mikroskopis.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
105
Dimensi uterus yang diukur saat autopsi merupakan satu-satunya data yang dapat diandalkan
oleh ahli patologis untuk memperkirakan usia kehamilan. Dalam kondisi tidak-hamil, uterus berbentuk
seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci, lebar 2 inci dan ketebalannya 1 inci. Selama dua bulan
pertama masa kehamilan, terjadi pembesaran. Pada akhir bulan ketiga, panjang rahim akan mencapai 4
sampai 5 inci, panjang serviks mencapai 1 cm dan panjang corpus uteri mencapai 3 sampai 4 inci;
pada akhir bulan keenam, uterus akan membesar, corpus akan membentuk globular dan serviks
memendek. Pada akhir bulan keempat, panjang uterus mencapai 5 sampai 6 inci; pada akhir bulan
keenam panjangnya akan mencapai 6 inci; pada akhir bulan ke tujuh, panjangnya mencapai 8 inci;
pada akhir bulan ke delapan, panjangnya mencapai 9,5 inci; dan pada akhir bulan ke sembilan,
panjangnya mencapai 10,5 sampai 12 inci.
Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi dan dindingnya menebal. Setelah dua hari
post-partum, panjangnya akan mencapai 7 inci dan lebar 4 inci; pada akhir minggu pertama akan
berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah dua minggu panjangnya mencapai 4 inci. Setelah dua
bulan ukuran uterus akan kembali normal jika involusi telah sempurna. Dimensi uterus setelah aborsi
sulit ditentukan; jika pasien hidup sebentar setelah ekspulsi janin, ukuran uterus jelas akan berkurang,
namun tidak ada standar ukuran involusinya setelah aborsi dalam berbagai usia kehamilan. Pemeriksa
hanya dapat menentukan dimensi uterus seakurat mungkin dan menarik kesimpulan sendiri sesuai
dengan pengalamannya menghadapi kasus semacam itu. Ukuran pembuluh darah dan limfatik uterus
akan bertambah selama masa kehamilan dan akan tetap meregang selama puerperium sampai masa
involusi lewat. Peningkatan vaskularitas ini akan meningkatkan kerentanan gravid uterus terhadap
perdarahan dan infeksi.
Payudara akan membesar selama masa kehamilan, akibat terjadinya hiperplasia kelenjar-
kelenjar payudara. Pada wanita yang tidak hamil, jaringan kelenjar berupa beberapa duktus dan
sejumlah alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat, namun seiring dengan perkembangan
kehamilan, cabang-cabang duktus dan jaringan kelenjar akan berproliferasi dan jumlahnya bertambah.
Pada akhir bulan kedua, payudara akan membesar dan memiliki konsistensi noduler saat dipalpasi.
Beberapa bulan setelah sekresi air susu yang disebut sebagai kolostrum, yang keluar dari payudara
saat diberi tekanan ringan. Pada akhir masa menyusui, sekresinya sangat banyak, jika payudara
dipotong, akan keluar banyak cairan susu dari permukaan yang dipotong. Selama masa kehamilan,
puting susu akan terlihat lebih menonjol, dan aerola di sekitarnya semakin meluas dan pigmentasinya
bertambah; Ukuran kelenjar Montgomery, kelenjar sebaseous dalam aerola akan bertambah selama
masa menyusui dan membentuk nodul subkutan pendek.
Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih harus disimpan dan dapat
digunakan dalam Uji ASCHHEIM-ZONDEK untuk menguji kehamilan, jika diperoleh dalam waktu
satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus aborsi, kematian yang terjadi disebabkan oleh
infeksi piogenik parah dan urin mengandung bakteri yang akan membunuh binatang-binatang yang
digunakan dalam pengujian dan mengurangi kegunaan reaksi.
KETERKAITAN ABORSI DENGAN PIHAK LAIN
Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang dokter dengan seorang yang hendak
menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya menyebabkan pihak
lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya termasuk aparat hukum, maka perlu disikapi oleh kita
semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut berdimensi pidana, petugas aparat hukum
dimungkinkan untuk menentukan langkah-langkahnya. Atau dengan kata lain pihak kepolisian boleh
melakukan penyidikan dan juga tindakan lain yang diwenangkan oleh hukum.
Dalam pasal 7 KUHAP telah memberikan kewenangan kepada penyidik untuk:
(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
(2) Melakukan tindakan pertama saat ditempat kejadian
(3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
(4) Melakukan penagkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
(6) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
(7) Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
(9) Mengadakan penghentian penyidikan
(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
106
Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk melakukan penyidikannya pada
tempat-tempat yang telah, sedang atau akan terjadinya tindak pidana, termasuk tempat yang patut
diduga didalamnya akan dilakukan tindak pidana. Demikian juga tempat praktek dokter yang
disinyalir di dalamnya ada praktik aborsi yang illegal.
Chrisdiono M. Achadiat dalam artikelnya yang berjudul Aborsi dalam Perspektif Etika, Moral dan
Hukum, memberikan catatan sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan Pasal 10 KODEKI disebutkan antara lain, Ia (baca; Dokter
Indonesia) harus berusaha mempertahankan hidup mahluk insani. Berarti bahwa menurut
agama dan undang-undang negara maupun menurut Etika kedokteran seorang dokter tidak
dibolehkan :
(a) Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin akan
sembuh (euthanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki tersebut ditegaskan antara lain bahwa
abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu-
satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus thetapeuticus)
(dikutip dari buku Kode Etik Kedokteran Indonesia terbitan 1986, halaman 33).
Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin praktek
kedoktarannya di negara bagian tersebut akan dicabut secara otomatis.
ABORTUS DITINJAU DARI SEGI MEDIKOLEGAL
Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan hasil konsepsi
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana, apapun alasannya. Dalam
tahun-tahun terakhir ini beberapa negara dimana legalisasi abortus provocatus masih bersifat terbatas,
seakan-akan timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintahannya terhadap tindakan
pengguguran kandungan, sehingga terjadi perubahan-perubahan hukum-hukum abortus yang berlaku,
dan muncul hukum-hukum abortus dengan pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.
Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda dan Indonesia (sebelum ada
UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan).
2. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Thailand, dan
Swiss.
3. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di
Prancis dan Pakistan.
4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial-medik, seperti di Islandia, Inggris,
Skandinavia, dan India.
5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti Jepang, Polandia, dan Serbia.
(Menghindari penyakit keturunan, janin cacat)
6. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan, seperti di Bulgaria dan Hungaria.
Meskipun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat satupun pasal yang
memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk
menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum, bila ia dapat
mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima hakim. Abortus atas indikasi medik ini
kini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 229
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling
banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat
dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
107
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri,
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan
melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya,
diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta
melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain
untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346,
ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347
dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-pihak yang
dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap wanita tersebut,
sehingga dapat gugur kandungannya.
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat gugur
kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya kandungan seseorang wanita.
(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter, bidan, juru
obat, serta pihak lain yang berhubungan dengan medis.
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan :
Pasal 15
Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang
karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang
dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2)
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis
tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau
keluarganya.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
108
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang
memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan
mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Hukum dan Aborsi
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan,
yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Wewenang dokter dalam menjalankan praktek aborsi adalah :
1. Dalam menjalankan profesinya seorang dokter terkait dengan kode etik profesi, dalam hal ini Kode
Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Dalam Kodeki tersebut tercakup hal-hal yang berkaitan
dengan kewajiban seorang dokter ketika menjalankan profesi kedokteran: yakni kewajiban umum,
kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri.
Jadi, Kodeki merupakan pedoman tingkah laku bagi para dokter Indonesia ketika melaksanakan
profesinya atau tegasnya pedoman dalam melaksanakan kewajiban sebagai dokter Indonesia.
2. Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki antara lain Dokter Indonesia harus berusaha
mempertahankaan hidup makhluk insani. Berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang
negara maupun menurut Etik kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan:
a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus);
b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin akan
sembuh (euthanasia).
c. Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki ditegaskan antara lain bahwa abortus
provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu-satunya
jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus).
d. Dikatakan bahwa Kodeki membenarkan aborsi dengan beberapa syarat dan menyelamatkan
jiwa ibu adalah indikasi yang diperkenankan menurut KODEKI.
3. Bahwa, dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) UU Kesehatan disebutkan bahwa "Tindakan medis
dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan
norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan
darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat diambil
tindakan medis tertentu." Jadi satu-satunya indikasi yang diperkenankan menurut UU Kesehatan
ialah menyelamatkan jiwa si ibu hamil.
Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
4. Bahwa, pihak-pihak yang diperbolehkan melakukan aborsi adalah dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan, sesudah meminta pertimbangan dari tim ahli yang terdiri dari pelbagai bidang
keilmuan. Dengan demikian menurut UU Kesehatan, tidak semua dokter boleh melakukan
tindakan aborsi.
5. Sarana yang dipakai dalam praktek aborsi (tindakan pengguguran kandungan) hanya dapat
dilakukan di sarana kesehatan tertentu, yakni sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah
6. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam
keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau
keluarganya.
7. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal
keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan mempunyai
keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
109
Upaya Mengurangi Abortus Buatan Ilegal Di Kalangan Tenaga Kesehatan
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya
dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekwendilakukan pengurangan kejadian abortus
buatan ilegal akan secara signifikan dapatdikurangi.
Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasimedik, disebutkan bahwa
moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir LafalSumpah Dokter yang berbunyi : Saya akan
menghormati hidup insani sejaksaat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi
medik,hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut:
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui
secara tertulis oleh dua org dokter yang dipilih berkat kompetensiprofesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasiyang diakui oleh suatu
otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan iamelakukan pengguguran
tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri danmenyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu
kepada sejawatnya yang lainyang kompeten.
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenagakesehatan perlu pula
meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatandalam menjalankan
profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepadatuntunan agama.
Pandangan Pro-Life Abortus
Kelompok Pro-life menganggap aborsi adalah suatu tragedi fatal yang tersembunyi. Dipandang
dari sudut agama, jelas aborsi sama sekali tidak diperbolehkan. Aborsi menyangkut kebijakan politik
suatu negara. Seorang dokter harus tetap berpegang teguh pada etik kedokteran Primum non nocere
pertama-tama, jangan merugikan.
Setiapmanusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk hidup, dan hak seseorang untuk
hidup merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.Sel telur dan sperma masing-masing memang
memiliki kehidupan, tapi itu sama sekali bukan kehidupan manusiawi. Kehidupan manusiawi baru
terjadi pada saat pembuahan, yaitu pada embryo.Apapun bentuknya, apabila merupakan hasil
pembuahan sel telur dan sperma, itu adalah suatu bentuk kehidupan baru dan punya hak yang suci
untuk tetap hidup.Tidak peduli janin yang dikandung itu normal atau cacat.
Pandangan Pro-Choice
Pro-choice merupakan pandangan politik dan etik dimana seorang wanita memiliki kuasa
penuh atas kesuburan dan kehamilannya. Hal ini menyangkut hak reproduksi yang didalamnya
terdapat pendidikan seksual, akses terhadap aborsi, kontrasepsi, dan perawatan kesuburan, serta
perlindungan legal terhadap paksaan akan aborsi. Individu dan organisasi yang mendukung posisi ini
melakukan gerakan Pro-choice.
Penganutpro-choice percaya bahwa wanita harus memiliki akses terhadap aborsi yang aman
dan legal, sama halnya terhadap paksaan aborsi. Beberapa orang menilai aborsi merupakan pilihan
terakhir dan fokus terhadap sejumlah situasi dimana aborsi merupakan pilihan yang perlu untuk
dilakukan. Diantara situasi ini adalah wanita yang diperkosa, wanita yang kesehatan dan kehidupan
dirinya dan janinnya beresiko, kontrasepsi yang gagal, atau wanita yang merasa tidak dapat
membesarkan anak.
Menurut penganut Pro-Choice, kehamilan seorang wanita merupakan hak asasi manusia yaitu
hak reproduksi. Seorang wanita berhak untuk mengambil keputusan atas apa yang akan dilakukan
terhadap diri sendiri termasuk dengan kehamilan atau reproduksinya. Penganut aborsi percaya bahwa
wanita memiliki hak untuk memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya. Dalam pandangan penganut
Pro-choice, seorang bayi yang berada dalam kandungan seorang ibu, tidak memiliki hak asasi
manusia.
Penganut Pro-choice memperbolehkan wanita untuk memilih cara atau metode yang digunakan
untuk aborsi anak yang tidak diinginkannya. Biasanya metode aborsi dilakukan berdasarkan usia dari
janin.
Masalah aborsi adalah masalah kesehatan perempuan yang juga merupakan kesehatan
masyarakat. Sehingga praktik aborsi perlu dilegalkan karena alasan banyak perempuan yang menjadi
korban praktik aborsi ilegal, tidak aman, dan tidak bertanggungjawab sebagaimana opini yang
dituliskan Kartono Mohamad, dokter dan mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia(IDI).
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
110


BAB X
INFANTICIDE
Definisi (Menurut pasal 341 KUHP):
pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah
dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak
Inggris : Batasan infanticide sampai 12 bulan

Unsur yang terkandung :
pembunuhan, oleh ibu kandung, motivasi psikis dan waktu (baru lahir)
UU tentang pembunuhan anak
KUHP 341 : pembunuhan anak sendiri tanpa rencana (maks. 7 th)
KUHP 342 : pembunuhan anak sendiri dengan rencana (maks. 9 th)
KUHP 343 : orang lain yang melakukannya /turut melakukan (pembunuhan biasa)
KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak dibawah usia 7 th (maksimum 5 tahun 6 bulan)
KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati (maks 7,5-9 th)
KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir (seperdua dari KUHP 305 dan 306)
KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran/kematian (9 bulan)
Motif Infanticide :
Anak yang tidak sah
Warisan
Orang tua yang terlalu miskin
Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang berarti
Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran anak
Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan :
Pengertian pembunuhan bayi mengharuskan untuk membuktikan :
- Lahir hidup
- Kekerasan
- Sebab kematian
Pengertian baru lahir mengharuskan penilaian :
- Cukup bulan atau belum dan usia kehamilan
- Usia pasca lahirnya
- Viabel atau tidak
Pengertian takut diketahui dibuktikan dengan tidak adanya tanda-tanda perawatan
Pengertian si ibu membunuh anaknya sendiri harus dibuktikan bahwa mayat anak yang
diperiksa adalah anak dari tersangka
Pemeriksaan Kedokteran Forensik untuk memperoleh kejelasan dalam hal:
Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?
Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
Apakah sebab kematiannya?
Apakah pada anak tersebut di dapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bagi si anak?
Lahir Hidup (live birth)
keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau
menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat
dipotong dan uri dilahirkan
Lahir mati (still birth)
Jika bayi dilahirkan setelah melewati usia kehamilan 28 minggu dan setelah dilahirkan tidak pernah
menunjukkan adanya tanda kehidupan
Dead born :
bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD)
Tanda-tanda lahir hidup:
Anamnesis : adanya tangis bayi
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
111
Pemeriksaan :
1. Dada :
mengembang
diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
tepi paru menumpul
beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin padatnya vaskularisasi paru
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian kandung jantung
Berwarna merah muda tidak merata
Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi udara
Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara dan darah
Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35 kali berat badan) karena berfungsinya sirkulasi
darah jantung paru
Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif
3. Saluran Cerna
Adanya udara dalam saluran cerna
Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan amnion menunjukkan bahwa bayi
telah melakukan usaha pernafasan & pada saat inspirasi menelan cairan tersebut
Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu lamanya
4. Perubahan ginjal dan kandung kemih :
(tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan)
Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis ginjal.
Pembentukan urin (+/-)
5. Perubahan pada telinga tengah :
(kurang dapat diandalkan)
Pemeriksaan WREDIN diperiksa jaringan konektif gelatin pada telinga tengah yang akan berubah
menjadi berisi udara jika bayi telah melakukan pernafasan
Lahir mati (still born)
Ditandai :
- janin yang tidak bernafas
- denyut jantung (-)
- denyut nadi tali pusat (-)
- gerakan otot rangka (-)
Maserasi 8-10 hari kematian in utero
Vesikel atau bula 3-4 hari kematian in utero
Dada : belum mengembang, iga datar & diafragma setinggi iga ke 3-4
Pemeriksaan makroskopik paru :
paru-paru masih tersembunyi di belakang
kandung jantung atau telah mengisi rongga dada
berwarna kelabu ungu merata seperti hati
konsistensi padat
derik udara (-)
pleura yang longgar
berat paru kira-kira 1/70 kali berat badan
Uji apung paru : negatif
Mikroskopik paru : adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal bertambah tinggi dengan
dasar menipis, tampak seperti gada
Mekonium : berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua terlihat dalam brokhioli &
alveoli
Kolon :
dapat menggelembung berisi mekonium tanda usaha untuk bernafas
Umur bayi intra dan ekstra uterin
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
112
Rumus HAASE
- Usia kehamilan 1-5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan)
- Usia kehamilan > 5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = umur gestasi (bulan) x 5
Tabel. Hubungan pusat penulangan dan umur bayi
Pusat Penulangan Pada Umur (bulan)
Klavikula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/setelah lahir
Kuboid Akhir 9/setelah lahir (bayi wanita
lebih cepat)
Viable
Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan
umur kehamilan > 28 minggu
PB (kepala-tumit) > 35 cm
PB (kepala-tunggging) > 23 cm
BB > 1000 garam
lingkar kepala > 32 cm
tidak ada cacat bawaan yang fatal
Bayi cukup bulan (matur)
umur kehamilan > 36 minggu
PB (kepala-tumit) > 48 cm
PB (kepala-tungging) 30-33 cm
BB 2500-3000 gram
lingkar kepala 33 cm.
lanugo sedikit : pada dahi, punggung & bahu
pembentukan tulang rawan telinga sudah sempurna
diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih
kuku-kuku jari telah melewati ujung jari
garis telapak kaki > 2/3 bagian depan kaki
testis sudah turun ke dalam skrotum
labium minus sudah tertutup labium majus yang telah berkembang sempurna
kulit berwarna merah muda yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih pucat atau coklat
kehitaman
lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur
berkeriput)
Usia Pasca Lahir
Udara dalam saluran cerna
- Di lambung : baru saja lahir, belum tentu lahir hidup
- Di duodenum : > 2 jam
- Di usus halus : 6-12 jam
- Di usus besar : 12-24 jam
Mekonium keluar seluruhnya: > 24 jam
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
113
Perubahan tali pusat :
- Kemerahan di pangkalnya : 36 jam
- Kering : 2-3 hari
- Puput/lepas : 6-8 hari, kadang 20 hari
- Sembuh : 15 hari
- a/v umbilikalis menutup : 2 hari
Ductus arteriosus menutup : 3-4 mgg
Ductus venosus menutup : > 4 mgg
Eritrosit berinti hilang : > 24 jam
Tanda-tanda perawatan (Bukan termasuk infanticide)
Tali pusat yang terpotong rata dan diikat diujungnya, diberi antiseptik dan perban (bisa hilang
sebelum diperiksa)
Jalan napas bebas
Vernix caseosa tidak ada lagi
Berpakaian
Air susu di dalam saluran cerna
Hubungan ibu dan anak
Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Sidik jari & DNA
Pemeriksaan Mayat Bayi
Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable
Kulit : sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna, berkeriput atau tidak
Mulut : adakah benda asing yang menyumbat
Tali pusat : sudah terputus atau masih melekat pada uri
Kepala : apakah terdapat kaput suksadenum, molase tulang tengkorak
Tanda kekerasan
Mulut : apakah terdapat benda asing & perhatikan palatum mole apakah terdapat robekan
Rongga dada
Tanda asfiksia : berupa TARDIEUs spots pada permukaan paru, jantung, thymus, epiglottis
Tulang belakang : apakah terdapat kelainan kongenital & tanda2 kekerasan
Periksa pusat penulangan : pada femur, tibia, calcaneus, talus & cuboid
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
114
BAB XI
KEJAHATAN SEKSUAL
Pengertian
Kejahatan seksual (sexual offences) adalah salah satu bentuk dari kejahatan tubuh yang merugikan
kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam fungsi penyelidikan, yaitu
untuk:
1. menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2. menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. memperkirakan umur
4. menentukan pantas tidaknya korban buat kawin

Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang dilakukan dengan
cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi kekerasan seksual ini mencakup
pemerkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual seperti penyiksaan
seksual, penghinaan seksual di depan umum, dan pelecehan seksual.
Pembagian
Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
pelecehan seksual
gurauan porno,
siulan, ejekan dan julukan
tulisan/gambar
ekspresi wajah,
gerakan tubuh
perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan atau menghina
korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan
seksual berat.
Macam-macam kekerasan seksual berat:
Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul, perbuatan yang rasa
jijik, terteror, terhina
Pemaksaan hubungan seksual
Hubungan seksual dgn cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu.
Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya korban.
Tindakan seksual + kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit,
luka, atau cedera.
Perundang-undangan
Persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP
Tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Persetubuhan dalam perkawinan
Pasal 288 KUHP
Persetubuhan di luar Perkawinan
Dengan persetujuan si wanita
- Tanpa ikatan
wanita < 15 tahun : (287 KUHP)
wanita > 15 tahun : (284 KUHP)
- Dengan Ikatan
wanita < 21 tahun
- Pemberian/janji uang/barang (293 KUHP)
- Asuhan/Pendidikan (294 KUHP)
wanita > 21 tahun
- Bawahan (294 KUHP)
- Dalam pengawasan (294 KUHP)
Tanpa Persetujuan si wanita
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
115
- Dengan Kekerasan (285 KUHP)
- Si wanita pingsan/tidak berdaya (286 KUHP)
Perbuatan Cabul (289 KUHP)
Fungsi Penyelidikan:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin
perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air mani.
Pemeriksaan dipengaruhi oleh : besarnya zakar dengan ketegangannya, seberapa jauh zakar
masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan.
Adanya robekan pada selaput dara hanya menunjukkan adanya benda padat/kenyal yg masuk
(bukan merupakan tanda pasti persetubuhan). Jika zakar masuk seluruhnya &keadaan selaput
dara masih cukup baik, pada pemeriksaan diharapkan adanya robekan pd selaput dara. Jika elastis,
tentu tidak akan ada robekan.
Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan tanda pasti adanya
persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit sekali (aspermia), sehingga
pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air mani seperti asam fosfatase, spermin dan
kholin. Namun nilai persetubuhan lebih rendah karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang
mutlak atau tidak khas.
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari penampang benda, daerah
yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri. Tindakan membius juga
termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga adanya racun dan gejala akibat obat bius/racun pada
korban.
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak ada kekerasan.
Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat sembuh atau tidak
ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. faktor waktu penting dalam menemukan
sperma.
3. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun pemeriksaannya memerlukan
berbagai sarana seperti alat rontgen untuk memeriksa pertumbuhan tulang dan gigi. Perkiraan
umur digunakan untuk menentukan apakah seseorang tersebut sudah dewasa (> 21 tahun)
khususnya pada homoseksual/lesbian serta pada kasus pelaku kejahatan. Sedangkan pada kasus
korban perkosaan perkiraan umur tidak diperlukan.
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin
Secara biologis jika persetubuhan bertujuan untuk mendapatkan keturunan, pengertian
pantas/tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban telah siap dibuahi yang artinya telah
menstruasi, namun untuk bukti hal ini korban perlu diisolir untuk waktu cukup lama. Bila dilihat
Undang-Undang Perkawinan, yaitu pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya
diizinkan jika pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun. Namun
terbentur lagi pada masalah penentuan umur yang sulit diketahui kepastiannya.
Pemeriksaan Medis
1. Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
- Identitas : Nama, umur, TTL, status perkawinan,
- Spesifik : Siklus haid, penyakit kelamin, peny. kandungan, peny. lain, pernah bersetubuh,
persetubuhan yang terakhir, kondom ?
Anamnesis khusus memuat waktu kejadian
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat :
- Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda bekas kehilangan
kesadaran / obat bius / needle marks.
- Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint, tanda
perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri ?
Pemeriksaan fisik khusus memuat:
- Pembuktian persetubuhan :
ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus / oral
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
116
ejakulat / air mani pada vagina / anus
- Bukti Penetrasi :
Robekan hymen, laserasi (mencakup perkiraan waktu)
Variasi : - korban 3 hari yang lalu / lebih
- hymen elastis
- penetrasi tidak lengkap
Bukti Ejakulat/air mani (mencakup perkiraan waktu)
Perlekatan rambut kemaluan
Ejakulat di liang vagina
3. Pemeriksaan Pakaian
- rapi / tidak,
- robekan? lama/baru, melintang? pada jahitan? kancing putus?
- bercak darah
- air mani
- lumpur / kotoran lain di TKP ?
4. Pemeriksaan Laboratorium
- cairan dan sel mani dalam lendir vagina
- pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
- pemeriksaan kehamilan
- toksikologik darah dan urin
Pembuktian Adanya Kekerasan
- Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks), luka2 memar
- Lokasi : Muka, leher, buah dada, bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin

Perkiraan Umur
Umur berkaitan dengan KUHP
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang
Penentuan sudah atau belum waktunya dikawin
Pertimbangan kesiapan biologis : menstruasi,
Wanita sudah ovulasi / belum : vaginal smear
Berdasar umur ? : > 16 th
Pemeriksaan terhadap Pelaku
- Upaya pengenalan persetubuhan,
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan.
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan.
- Tanda cedera : perlawanan korban ?
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu seksual ? cedera ?
- Tanda infeksi gonokokus,
- Sekret
- Smegma
Pemeriksaan Penentuan gol. Darah
- Serologis air mani (antigen ABO) pada orang yg sekretor
- Di cocokkan dengan golongan darah (pelaku / korban)
Homoseksual
- Homoseksual merupakan salah satu bentuk kejahatan seksual
- Didalam Pasal 292 KUHP, terdapat ancaman hukuman bagi seseorang yang cukup umur yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama kelaminnya yang belum cukup umur
Penatalaksanaan Korban Kekerasan Seksual
- Profesi kedokteran : Sesuai standar pemeriksaan korban kekerasan danpembuatan visum et
repertumnya
- Kendala belum berkembangnya Ilmu Kedokteran Forensik Klinik di Indonesia
- Didirikannya Pusat Krisis terpadu bagi perempuan dan anak-anak
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
117
- Menerima dan menatalaksana kekerasan terhadap perempuan, kekerasan fisik maupun seksual,
secara terpadu sehingga diharapkan dapat memperkecil trauma psikologis akibat viktimisasi
lanjutan pada korban.
Penting diketahui:
1. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-5 jam setelah
persetubuhan.
2. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak) sampai sekitar 24-
36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada orang mati sperma masih dapat ditemukan dalam
vagina paling lama 7-8 hari setelah persetubuhan.
3. Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang
mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90% bergerak (motile)
4. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada sprei atau kain
maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya ultraviolet dan akan terlihat berfluoresensi
putih, kemudian dikirim ke laboratorium.
5. Jika pelaku kejahatan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus diperiksa, yaitu untuk
mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Ini dikerjakan dengan menempelkan gelas
objek pada gland penis (tepatnya sekeliling korona glandis) dan segera dikirim untuk
mikroskopis.
6. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan tersebut masih terlihat
darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan selaputn dara pada persetubuhan umumnya di
bagian belakang (comisura posterior), letak robekan dinyatakan sesuai menurut angka pada jam.
Robekan lama diketahui jika robekan tersebut sampai ke dasar (insertio) dari selaput dara.
7. VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi penyelidikan), dengan
disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan. hal ini dapat diketahui dari keadaan sperma
serta dari keadaan normal luka (penyembuhan luka) pada selaput dara, yang pada keadaan normal
akan sembuh dalam 7-10 hari.


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
118
BAB XII
KEMATIAN MENDADAK

DEFINISI



CARA KEMATIAN

Kasus kematian mendadak merupakan kematian tidak wajar.
Kematian mendadak merupakan peristiwa yang tidak terduga terjadi sekonyong-konyongnya tanpa
ada tanda-tanda sebelumnya. Kematian mendadak dapat terjadi saat dalam tugas, perjalanan, atau saat
bekerja, atau tidur, atau melakukan sesuatu yang emosional. Sedang tempatnya sangat bervariasi, bisa
di kendaaraan, hotel, rumah, kantor, penginapan dan rekreasi.
Pada umumnya kasus kematian mendadak bervariasi antara 5080 tahun, dan yang terbanyak
adalah pihak laki-laki mengingat motivasi kerja dan bepergian. Berbagai penyakit dapat menimbulkan
kematian mendadak antara lain penyakit jantung, hipertensi (cardio vascular), dan penyakit-penyakit
metabolisme antara lain diabetes melitus dan hyperlipidemi (kolesterol, triglycerid) dan metabolisme
protein antara lain asam urat dan urium. Maka pada usia tersebut di atas pada berbagai instansi
dilakukan check up terutama pada menjelang purna tugas.
Yang termasuk kematian mendadak :
1. Kematian terjadi seketika
Contoh teman bertamu, duduk, kemudian meninggal
2. Kematian tidak terduga
Contoh seorang pasien nyeri perut dengan diagnosis gastritis akut kemudian diperiksa dan
ternyata meninggal
3. Kematian tidak diketahui penyebabnya
Contoh orang ditinggal di rumah masih sehat kemudian keesokan harinya meninggal


Morat-marit atau tidak Pintu terkunci
Harta benda yang hilang
Korban diasuransikan atau tidak
Apakah didapatkan tanda2 kelainan pd
korban
Usia, Riwayat penyakit
Keterangan mengenai
kesehatan terakhir, Riwayat
pengobatan (berobat ke mana)
Tingkah laku yang aneh
Apakah sedang bertengkar
Apakah sehabis makan
Apakah kedatangan tamu
MENYIMPULKAN KEMUNGKINAN KEMATIAN MENDADAK
Mati wajar karena penyakit didapatkan penyakit pembuluh darah koroner (sehabis
aktivitas fisik, bertengkar).
Mati tidak wajar didapatkan tanda-tanda kekerasan di tubuh
KEMATIAN
MENDADAK
Minta keterangan dari pihak keluarga,
teman dekat, atau polisi dan
melakukan pemeriksaan
TANYAKAN
Hal-hal yg perlu
diketahui dari
orang tentang
korban
Keadaan sekitar
korban
Kematian yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan penyakit alamiah dimana tidak
ada unsur trauma dan atau keracunan, dimana orang tersebut sebelumnya tampak
sehat
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
119
Gambar. Skema cara menangani kasus kematian mendadak

Penyebab kematian ditinjau secara per-organ :
1. Sistem kardiovaskuler
- Penyakit jantung koroner
- Trombus pada ramus circumflexa a. coronaria sinistra
- Trombus pada ramus ascendens a. coronaria dextra et sinistra
- Infark miokard akut
- Penyakit katup jantung
- Temponade jantung
- Trombo-emboli
- Infeksi otot jantung
- Kelainan kongenital
- Pecahnya aneurisma aorta
- Penyempitan atau penebalan ramus descenden a. Coronoria sinistra (arteri yg mensuplai darah
bagi pace marker






Penting untuk diingat!!!






2. Sistem saraf pusat
- Perdarahan otak pecahnya aneurisma cerebri, pecahnya a. Lenticulostriata
Pecahnya aneurisma cerebri biasanya merupakan penyebab kematian mendadak pada
dewasa muda
Pecahnya a. Lentikulostriata pasin hipertensi , biasanya didahului rasa sakit kepala, pusing,
mual dan kemudian jatuh.
- Trombus a. cerebri media, posterior (cabang Circulus WILLISI)
- Perdarahan subarachnoid, epidural, dan subdural serta intracerebral bleeding
- Pelebaran Circulus WILLISI
- Perdarahan cerebellopontinus
- Tumor, radang, meningitis, ensefalopati, ensefalitis
- Atherosklerotik
3. Sistem pernapasan
- Edem paru
- Pneumonia
- Bronchopneumonia
- Tuberkulosis
- Emfisema pulmonum
- Status asmatikus
- Benda asing
- Edema glottis
- Kanker paru
- Laringitis difteri
- Emboli udara
- Kolaps jaringan paru
- TBC paru dengan caverne pecah
Penyumbatan/thrombus dan penyempitan/penebalan pembuluh darah tidak
bisa melebar saat dibutuhkan berkurang suplai darah ke pace marker saat
melakukan aktivitas fisik hipoksia Fibrilasi atrium kematian
Kematian mendadak akibat serangan jantung/karena penyakit jantung, biasanya sudah
dapat diduga yaitu kematian setelah orang tsb melakukan kerja fisik yg berlebihan,
misalnya melakukan persetubuhan yg bukan dgn isteri atau setelah olah raga
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
120
Perdarahan akibat tuberkulosa menyumbat saluran pernapasan kematian mendadak
4. Sistem gastrointestinal
- Pecahnya varises esofagus
- Ulkus gastrikum kronis
- Perdarahan saluran cerna
- Apendisitis
- Trauma abdomen
- Obstruksi usus dehidrasi meninggal
- Invaginasi
- Megacolon congenital / HIRSCHPRUNGs Disease
- Hernia inkarserata
- Perdarahan
- Radang pankreas, kandung empedu
- Ruptur hernia, limpa
- Abses hati yang pecah
5. Sistem urogenitalia dan organ reproduksi
- Perdarahan, perdarahan uterus yang hebat
- Gagal ginjal akut
- Gangguan fungsi ginjal oleh batu, infeksi, tumor
- Sindrom nefrotik
- Glomerulonephritis
- Ruptur saluran kemih
- Kista ovarium terpelintir
- Kehamilan ektopik terganggu
- Eklampsia

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
121
BAB XIII
TOKSIKOLOGI FORENSIK

DEFINISI
Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber, karakteristik dan
kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal,dan
penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan selang waktu antara masuknya racun
dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat.


Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan (poisoning) dan
intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan dan intoksikasi berbeda, dimana
keracunan dinyatakan sebagai overdosis yang mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi
merupakan overdosis yang bersifat umum baik sentral maupun perifer. Namun kepustakaan lain
menyatakan keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian yang sama.


Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan sudut pandang yang berbeda dari
berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri dalam interpretasi dan
banyak definisi yang tumpang tindih satu dengan lainnya. Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal
sebagai Theopraxis Bombastus von Honhenheim, orang yang pertama mendefinisikan racun,
menyatakan semua substansi di alam adalah racun hanya dosis yang membedakan substansi tersebut
racun atau bukan (sola dosis facit venenum). Ahli toksikologi SEINEN (1989) menyatakan racun
adalah substansi yang diberikan secara berlebihan sehingga toksikologi dianggap sebagai pengetahuan
tentang sesuatu yang berlebihan (toxicology is the knowledge of too much).
SANGSTER secara lebih rinci menyatakan tentang sumber substansi yang dianggap racun.
Keracunan dianggap sebagai cidera yang diakibatkan konsentrasi berlebihan dari substansi eksogenous
(dari luar tubuh manusia).


Toksikologi forensik Pemeriksaan racun dan keracunan yang berhubungan dengan perkara pidana
atau perdata.
Kata Racun, tidak disebutkan dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia
KUHAP ps 133 ayat 1: hanya ada kata keracunan
KUHP ps 356 : ada kata meracuni penyaniayaan
Racun zat/bahan yang dalam jumlah tertentu bila terjadi kontak atau masuk kedalam tubuh akan
menyebabkan penyakit dan/atau kematian.
Sumber Racun :
- Racun rumah tangga : desinfektan, detergen, insektisida
- Racun pertanian : pestisida, herbisida
- Racun kedokteran : hipnotika, sedatif, analgetika, obat
o penenang, antidepresan, antibiotika
- Racun industri : asam dan basa kuat, logam berat
- Racun bebas : opium, ganja, sianida, racun pada jamur
Cara Masuk :
Mulut/peroral
Saluran pernafasan/inhalasi
Suntikan/parenteral
Perrektal
pervaginal
Melalui kulit
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
122

Skema. Cara masuknya racun ke tubuh
MEKANISME KERJA RACUN
1. Titik tangkap kerja
- Gangguan sistem enzim
Arsen dan Hg : enzim sulfhidril
- Gangguan transport O2 Ekstraseluler
Ex : CO
- Inaktivasi asetilkolin esterase
Ex : insektisida organofosfat, karbamat
2. Spektrum kerja
- sistemik
- lokal
Racun yang bekerja lokal :
zat-zat korosif : lisol, asam kuat, basa kuat
iritan : arsen, HgCl2,
anestetik : kokain, asam karbol
Racun yang bekerja sistemik
narkotika, barbiturat dan alkohol terutama berpengaruh terhadap susunan saraf pusat
digitalis dan asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung
karbonmonoksida dan sianida terutama berpengaruh terhadap sistem enzim
pernafasan dalam sel
cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhdap ginjal
Racun yang bekerja lokal & Sistemik :
- asam oksalat
- asam karbol
- arsen
- garam Pb
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA RACUN
Cara Pemberian
Keadaan Tubuh : umur, keadaan umum, kebiasaan, hipersensitifitas
Racunnya sendiri : Dosis, konsentrasi, bentuk dan kombinasi fisik, addisi dan sinergisme,
antagonisme
Cara pemberian, pada umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika masuk secara
inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.k), ingesti, absorbsi melalui mukosa dan yang paling
lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang sehat.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
123
Umur, pada umunya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan
dengan orang dewasa, tetapi pada beberapa jenis racun, seperti barbiturat dan belladonna, justru anak-
anak lebih tahan.
Kesehatan, pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal biasanya akan
lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang yang sehat. Pada mereka yang menderita
penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, penyerapan
racun biasanya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-
buru mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita diakibatkan oleh racun.
Kebiasaan, faktor ini berpengaruh dalam hal dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala
keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi.
Hipersensitif (alergi-idiosinkrasi), banyak preparat-preparat seperti vitamin B1, penisilin,
streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena si
korban sangat rentan terhadap oreparat-preparat tersebut.
Dosis, besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat ringannya akibat yang ditimbulkan,
dalam hal ini tidak boleh dilupakan adanya toleransi/intoleransi individu. Pada intoleransi, gejala
keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik.
Konsentrasi, untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh bersifat lokal, misalnya zat-zat
korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda
dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam
menentukan berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.
Bentuk, racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila dibandingkan
dengan racun yang berbentuk padat.
Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat keracunan bila
dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.
Addisi dan sinergisme. Barbiturate misalnya, jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin
atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh dibawah dosis
letal
Antagonisme, kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam
racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena racun-racun tersebut saling menetralisir.
Dalam hal klinik sifat antagonistik ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan
naloxone dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada
keracunan akut obat-obat golongan narkotika.

TOKSISITAS RACUN
Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan kondisi-kondisi yang mempengaruhi
fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan.
Banyak substansi yang hanya bersifat toksik dalam jumlah yang besar tetapi ada yang bersifat toksik
meskipun jumlahnya kecil. Demikian juga adanya substansi tertentu secara tersendiri tidak bersifat
toksik atau toksisitasnya rendah tetapi dengan adanya substansi lain, menyebabkan substansi tersebut
menjadi toksik.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan korban hidup, antara lain :


1. Toksisitas intrinsik
Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara intrinsik membentuk sifat racun zat
tersebut,misalnya unsur sodium.
2. Dosis dan bioavailabilitas
Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik sangat tergantung dosis zat yang masuk ke
dalam tubuh dan kecepatan metabolisme zat terutama di organ detoksifikasi (hati). Metabolisme
zat di dalam hati sebelum beredar ke dalam sirkulasi sistemik (first pass effect) sangat
menentukan toksisitas zat yang masuk ke dalam tubuh secara oral.
3. Konsentrasi
Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya gas karbonmonoksida (CO), asam
kuat dan basa kuat.
4. Frekuensi dan waktu paruh
Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan waktu paruh zat yang kontak juga mempengaruhi
toksisitas racun.
5. Cara masuk zat ke dalam tubuh
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
124
Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat menentukan kecepatan kecepatan absorbsi dan beredarnya
zat secara sistemik. Pemekaian zat per oral relatif lebih lambat dibandingkan secara injeksi dan
inhalasi.
6. Ko-medikasi
Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat meningkatkan toksisitas zat dengan toksisitas rendah atau
mengubah zat yang tidak toksik menjadi toksik. Alkohol merupakan ko-medikasi yang paling
sering digunakan, yang dapat meningkatkan efek depresan dari obat-obat yang menekan sistem
saraf pusat.
7. Kondisi pemakai
Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap adanya penyakit-penyakit yang melibatkan
sistem metabolisme dan detoksifikasi, dimana penyakit tersebut dapat meningkatkan toksisitas
suatu zat. Demikian juga halnya faktor umur, jenis kelamin, status gizi, reaksi alergi, dan
idiosinkrasi.
KERACUNAN DALAM BIDANG MEDIS
Pelayanan forensik klinis kasus keracunan pada prinsifnya adalah mengumpulkan bukti-bukti
penggunaan racun dan menginterpretasikannya dalam bentuk sertifikasi yang dapat dijadikan bukti da
dapat diterima di pengadilan. Informasi yang melatarbelakangi keracunan menjadi salah satu bukti
yang perlu digali dan dikumpulkan. Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam
dua kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama bertujuan untuk
mencari penyebab kematian, misalnya kematian karena keracunan morfin, sianida, keracunan
karbonmonoksida serta keracunan insektisida dan lain sebagainya. Yang kedua, dan ini sebenarnya
yang terbanyak kasusnya akan tetapi belum banyak disadari, adalah untuk mengetahui mengapa suatu
peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan
perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan
rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat-obatan atau racun tersebut berperan
sehingga kecelakaan pesawat udara misalnya, dapat terjadi.
BENTUK KERACUNAN BERDASARKAN MOTIF
Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi atau fakta-fakta
yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif yang melatarbelakangi
kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus dibuktikan adanya perbuatan yang salah (actua
rheus) dan situasi batin yang melatarbelakangi tindakan tersebut (men rhea). Motif keracunan harus
ditentukan sebagai unsur men rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness), kealpaan
(negligence) atau kesengajaan (intentional).


Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe) berdasarkan
korban keracunan, yaitu:


1. Tipe S (spesific target)
Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara pelaku dan
korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi, antara lain: uang,
membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam. Keracunan tipe S berdasarkan
terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:
a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan dan direncanakan
oleh pelaku.
b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara mendadak dan tanpa
perencanaan sebelumnya.
Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian lebih sebab kegagalan
pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering membuat kasus tersebut menjadi
kasus tersebut menjadi kasus pembunuhan yang sempurna (the perfect murder). Pembunuhan yang
sempurna adalah kematian korban yang sesungguhnya akibat tindaan pidana tetapi dokter
menyatakan sebagai kematian wajar karena faktor penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna
terjadi bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat kegagalan dokter mengenali tanda-tanda
keracunan pada korban.
2. Tipe R (random target)
Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya ego, sadistik, dan teror.
Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:
a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu benuk keracunan tipe ini
bila racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan teror.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
125
b. Sub tipe Q tipe R/Q (random/quick).
PEMERIKSAAN PERISTIWA KERACUNAN
Meliputi :
Pemeriksaan TKP
Pemeriksaan korban
- pemeriksaan dalam
- pemeriksaan luar
Pemeriksaan Toksikologi
- pengambilan dan pengumpulan bahan
PEMERIKSAAN TKP
Pemeriksaan TKP Penting untuk proses penyidikan selanjutnya
Tujuan :
Menentukan korban hidup/ meninggal
Mengumpulkan barang bukti
Memperkirakan cara kematian
Menentukan saat kematian
PEMERIKSAAN FORENSIK KLINIK TERHADAP KORBAN KERACUNAN
Pemeriksaan korban keracunan pada prinsipnya sama secara medis maupun secara forensik
klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Perbedaan yang ada adalah
pada hasil akhir pemeriksaan, berupa sertifikasi yang memberi batuan pembuktian hukum terhadap
korban. Sertifkasi yang dimaksud adalah diterbitkannya visum et repertum peracunan.


Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat autoanamnesis bila korban
kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau penyidik. Beberapa hal yang perlu
ditekankan dalam anamnesis :


- Jenis racun
- Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, terhisap bersama udara pernafasan,
melalui penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit yang sakit, melalui anus atau
vagina.
- Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban
- Keadaan sikiatri korban
- Keadaan kesehatan fisik korban
- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit, riwayat alergi atau
idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)
Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi tanda-tanda
mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari mulut atau saluran napas, warna
muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari mulut atau saluran napas, adanya tanda suntikan, dan
tanda fenomena drainage. Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat seperti kejang, pin point
pupil atau tanda gagal napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut, luka suntikan atau
kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam pemeriksaan seperti bau amandel pada
keracunan sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah yang dipakai sebagai pelarut.


Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa muntahan, sekret mulut
dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis isi lambung harus dilakukan secara visual,
bau dan secara kimia. Skrening racun diambil dari sampel urin dan darah.


Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah diterbitkannya Visum et Repertum Peracunan
yang merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan. Prosedur penerbitan Visum et Repertum
Peracunan sesuai dengan prosedur medikolegal penerbitan visum dimana harus dibuat berdasarkan
Surat Permintaan Visum resmi penyidik (Pasal 133 KUHAP). Dalam Visum et Repertum peracunan
ditentukan kualifikasi luka akibat peracunan, dimana penentuannya berdasarkan penilaian efek racun
terhadap metabolisme dan gangguan fungsi organ yang diakibatkan oleh racun.


PEMERIKSAAN FORENSIK KASUS KERACUNAN TERHADAP KOBAN YANG SUDAH
MENINGGAL
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan keracunan pada korban
yang sudah meninggal antara lain:
1. Pemeriksaan post mortem
a. Pemeriksaan luar
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
126
Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, kemungkinan didapatkan:
- Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas, misalnya asam hidrosianida,
asam karbonat, kloroform, alkohol, dll. Untuk menjaga keutuhan jenazah tidak boleh
menggunakan cairan desinfektan yang mempunyai bau (aroma).


- Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan bercak-bercak yang berasal dari
muntahan, feses dan kadang-kadang jenis racun itu sendiri.


- Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada keracunan fosfor dan keracunan
akut akibat unsur tembaga sulfat.


- Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau mengepal.


- Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat adanya tanda-tanda bekas zat
korosif atau benda asing.


- Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau merah coklat (bila racunnya
menyebabkan perubahan warna darah sehingga warna lebam jenazah mengalami
perubahan.


b. Pemeriksaan dalam
Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada traktus gastrointestinal, terutama jika
keracunan akibat zat korosif atau iritan. Perubahan yang terjadi adalah:
- Hiperemia
Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat pada bagian cardiac
lambung dan pada bagian curvatura major. Warnanya adalah merah gelap dan hiperemia
ini bentuknya bisa merata atau bercak, misalnya pada keracunan arsen hiperemia adalah
merah merata.
Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai unsur lainnya seperti sari buah. Asam
nitrat menyebabkan warna kuning pada usus. Hiperemia harus dibedakan dengan kongesti
vena secara menyeluruh yang terjadi pda kematian akibat asfiksia. Gambaran yang
membedakan dengan hiperemia yang disebabkan oleh penyakit adalah pada hiperemia
karena penyakit sifatnya merata dan terdapat pada seluruh permukaan serta tidak berupa
bercak, selain itu gambaran membran mukosa lebih banyak terkena pada kasus keracunan.
- Perlunakan
Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat pada kardiak lambung,
kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan esofagus. Jika disebabkan karena penyakit,
gambaran ini hanya tampak pada lambung. Juga harus dibedakan dengan perlunakan post
mortem yang terdapat pada bagian yang lebih rendah dan mengenai seluruh lapisan
dinding lambung. Pada bagian yang mengalami perlunakan tidak ada tanda-tanda
inflamasi.
- Ulserasi
Paling sering ditemukan ditemukan pada curvatura major lambung dan harus dibedakan
dengan tukak peptik yang paling sering terdapat di curvatura minor lambung dan ditandai
dengan adanya hiperemia di sekitar tukak tersebut.

- Perforasi
Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat. Perforasi juga bisa terjadi
akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini biasannya lonjong atau bulat,
pinggirnya melekuk ke arah luar dan lambung menunjukkan tanda-tanda perlekatan
dengan jaringan sekitar.
2. Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ tubuh merupakan bukti yang
memastikan bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan
kadang-kadang pada hati, limpa dan ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara lain :
- Urin dan feses
- Darah
- Lambung dan isinya
- Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum)
- Hati
- Setengah bagian dari masing-masing ginjal
- Otak dan medulla spinalis, terutama pada keracunan striknin
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
127
- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada kecurigaan abortus kriminalis
- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform
- Tulang, rambut, gigi dan kuku
- Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.
3. Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian

KUNCI PEMBUKTIAN KASUS KERACUNAN
Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang harus dibuktikan
dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis. Hal yang dibuktikan antara lain :


1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan (adminissible)
sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehingga penatalaksanaan terhadap bukti-bukti pada
korban sangat diperlukan. Terlebih lagi pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar
pembuktian dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi yaitu sampai tidak ada keraguan yang
beralasan.
2. Pembuktian motif keracunan
3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, toko obat atau toko
yang menyediakan substansi yang digunakan.
4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi kesehatan, dan
penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.
5. Bukti kesengajaan (intentional)
6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun dengan
menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.
7. Bukti peracunan adalah homicide.
Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan tersebut, tampak bantuan dokter sangat diperlukan
dalam beberapa langkah terutama :


Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan medis dalam upaya memberikan
pembuktian hukum
Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan, kondisi fisik dan keadaan psikiatri korban
Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi penyebab kematian lainnya
MEKANISME KERJA RACUN DALAM TUBUH MANUSIA
1. Racun yang bekerja lokal atau setempat, zat-zat korosif : lisol, asam kuat, basa kuat, yang bersifat
iritan : arsen, HgCl
2
, yang bersifat anestetik : kokain, asam karbol
2. Racun yang bekerja secara sistemik
- narkotika, barbiturat dan alkohol; terutama berpengaruh terhadap susunan saraf pusat
- digitalis dan asam oksalat; terutama berpengaruh terhadap jantung
- karbonmonoksida dan sianida, terutama berpengaruh terhadap sistem enzim pernafasan dalam
sel
- insektisida golongan chlorinated hydrocarbon dan golongan fosfor organik
- cantharides dan HgCl
2
, terutama berpengaruh terhadap ginjal.
3. Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik
- asam oksalat
- asam karbol
- arsen
- garam Pb
KERACUNAN SIANIDA
Sianida adalah racun yang digunakan baik untuk bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan.
Meskipun diagnosis autopsi tentang keracunan sianida sangat jarang diragukan, analisis toksikologi
mungkin sulit untuk interpretasi akibat destruksi maupun produk sianida dalam tubuh yang sudah mati
dan bahkan pada sampel darah yang disimpan untuk menunggu diperiksa. Keracunan sianida akut
merupakan kasus yang paling sering dilaporkan sendiri, dalam beberapa kasus biasanya garam natrium
maupun kalium ikut masuk ke saluran cerna. Hal ini bisa tiba-tiba maupun dalam kecelakaan kerja
(industri) yang dalam beberapa kasus garam-garam tersebut ikut dilibatkan, atau mungkin gas-gas
yang dibebaskan dari beberapa proses komersil.
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam tubuh dapat secara :
- inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, fumigasi kapal)
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
128
- oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja, serta fotografi
dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel
Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak dapat berikatan
dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN akan
mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga
merangsang pernapasan bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat.
Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat
berdisosiasi melepaskan O
2
ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini merupakan
keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi darahnya kaya akan O
2
.


Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau NaCN adalah 200
mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit sedangkan gas CN 20000
ppm akan menyebabkan meninggal seketika.

Penemuan Autopsi pada Keracunan Sianida
Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat menyebabkan
kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Dalam interval yang pendek
antara menelan racun sampai kematian, korban mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan
lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan dan
sesak napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah,
napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan berbau amandel.
Menjelang kematian sianosis nyata dan timbul kedutan otot-otot berlanjut dengan kejang dengan
inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual
muntah sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan
ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan meninggal.


Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda patognomonik
untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan
lebam jenazah berwarna merah terang. Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas.
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat dikatakan
menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari
penggunaan oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang
mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama
bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin.
Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa banyak
orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan genetik (bukan
berdasarkan pengalaman). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan pegawai kamar mayat, bahwa
keracunan sianida dapat membawa resiko. Para petugas terkait menjadi sakit dan untuk sementara
mengalami gangguan fungsi setelah mengautopsi mayat bunuh diri yang telah menelan sejumlah besar
kalium sianida. Diasumsikan mungkin akibat menghirup hidrogen sianida dari isi perut mayat ketika
melakukan pemeriksaan organ dalam.
Pada autopsi dapat tercium bau amandel waktu membuka rongga dada, perut dan otak. Darah,
otot dan penempang organ berwarna merah terang. Juga ditemukan tanda-tanda asfiksia. Pemastian
diagnosis keracunan CN dilakukan dengan pemeriksaan toksikologis terhadap isi lambung dan darah.

Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di dinding
perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari
warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga
sianida tersebut menjadi kristal / bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond.
Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat sudah
melewati masuk ke dalam sel cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan, terutama pada bagian
mukosa esofagus yang ketiga yang lebih bawah, yang bisa mengalami perubahan post mortem dari
regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter jantung setelah mati. Organ lain tidak menunjukkan
perubahan yang spesifik dan diagnosis dibuat berdasarkan ceritanya, bau dan warna kemerahan pada
jaringan dalam tubuh maupun kulit.
Analisis Toksikologi
Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium, membutuhkan perhatian
khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam pengemasannya, transportasinya atau tidak
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
129
dikemasnya sampel tersebut. Pemerikasaan laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika ada
kemungkinan terjadinya keracunan sianida.
Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-parunya harus
dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam beberapa hari)
untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah yang telah
disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan, adanya
kulkas pendingin menjadi penting. Jika dibandingkan, beberapa sampel positif sesungguhnya dapat
menurun kualitasnya pada penyimpanan. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa
minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad.
Dikatakan bahwa tidak ada struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi, sianida yang
ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida masuk dalam tubuh yang mana hal itu
sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan.

KERACUNAN KARBONMONOKSIDA
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang
selaput lendir. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak sempurna motor yang menggunakan
bahan bakar bensin. CO diserap melalui paru, sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-245
kali afinitas O
2
. Bila korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu
4,5 jam dan setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan
dengan kadar COHb dalam darah


Tabel.Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO
Saturasi
COHb
Gejala
10 % Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening, sakit kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram, mual dan muntah,
kolaps
40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan besar kolaps atau
sinkop. Pernapasan dan nadi cepat, ataksia.
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma dengan kejang
intermitten, pernapasan Cheyne-Stokes
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkin
meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan meninggal.

Autopsi pada keracunan CO dapat memberikan petunjuk penyebab kematian. Salah satu
contoh keracunan CO mati didalam mobil dengan AC yang dibiarkan tetap menyala, dengan gambaran
patologi dari luar atau eksterna langsung tertuju pada CO. Pada autopsi penampilan yang paling jelas
adalah warna pada kulit terutama pada post-mortem hipostasis. Pada autopsi biasanya relatif mudah
untuk menentukan korban yang meninggal pada keracunan CO dengan melihat warna lebam mayat
yang berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang
anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali. Warna klasik
Chery-pink pada CO-Hb sebagai bukti jika saturasi darah kira-kira >30%. Dibawah ini secara jelas
<20%, tidak tampak adanya warna. Pada konsentrasi ini jarang mengakibatkan kematian. Terkadang
sianosis yang semakin gelap cenderung menutupi warna kulit, tapi batas pasa hipostasis dan warna
bagian dalam dapat terbukti.


Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan jaringan otot, viscera
dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-kadang ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia
viscera. Pada otak besar dapat ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih
dari 30 menit.


Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat pertolongan dan baru meninggal beberapa
saat (hari) kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah kembali rendah dan lebam mayat tidak
akan berwarna merah terang. Mekanisme kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan otak, yang
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
130
pada pemeriksaan jenazah petekie pada substantia alba otak atau gambaran infark atau
ensephalomalacia yang simetris. Pada kondisi demikian, diagnosis kematian akibat keracunan CO
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan di TKP atau gambaran klinis saat korban baru dirawat.


Saran lain mengenai indikasi CO adalah ketika jaringan dimasukkan dalam larutan garam
untuk kepentingan histologis, mereka tidak terjadi pewarnaan secara cepat sama seperti jaringan
normal dan tetap merah muda sepanjang periode. Jika keracunan CO dicurigai pada autopsi, test yang
cepat dengan menambah beberapa tetes darah pada 10% cairan NaOH di kaca gelas yang memberi
latar putih. Darah normal akan segera menjadi hijau kecoklatan tapi jika terdapat monoksida,
warnanya akan menjadi merah muda, seperti tidak ada met-Hb yang terbentuk. Bagaimanapun juga
test kasar tidak disarankan sebagai alternative yang digunakan.

KERACUNAN INSEKTISIDA
Insektisida merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh serangga. Pestisida dalam
arti yang luas mencakup insektisida, fungisida, rodentisida, dll, yang digunakan untuk mengendalikan
hama. Kasus kematian akibat insektisida seringkali merupakan kematian akibat bunuh diri
menggunakan bahan pembunuhan serangga golongan karbamat yang digunakan luas dimasyarakat.
Selain itu keracunan juga disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan pada proses penyemprotan.
Pembunuhan dengan racun jenis ini jarang terjadi.
Insektisida yang sering digunakan, antara lain :


1. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon
2. golongan karbamat : carbaryl, baygon
3. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane
Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat dikategorikan ke dalam
antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan golongan
karbamat bersifat reversibel. Inhibisi mengakibatan terjadinya akumulasi asetilkoloin, rangsangan
pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal napas dan henti jantung. Gejala
klinis berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif. Tanda dan gejala
lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot, hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi,
miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi, koma, dan hilangnya kontrol terhadap
sfingter.


Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam. Di dalam lambung
ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan lambung dan lapisan larutan
insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak hiperemis dan mengalami perdarahan
submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem dan
kongesti. Kerusakan jaringan hati biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan kronis.


KERACUNAN DDT
Cara kerja : Merangsang sistem saraf pusat
Keracunan akut: Bisa terjadi secara tidak sengaja atau karena upaya bunuh diri.
Gejala : Mual, muntah, tremor, kejang, inkoordinasi, paralisis, edema paru, koma dan akhirnya
meninggal.
Dosis fatal : 30 gram
Periode fatal : 24 jam
Penatalaksanaan:
1. bilas lambung
2. suntikan atropine
3. fenobarbital bisa digunakan
4. simtomatik
5. tidak boleh diberikan makanan yang mengandung minyak atau lemak
Keracunan kronis
Biasanya akibat inhalasi atau penyerapan kulit dalam jangka waktu yang lama.
Gejala-gejala:
- tidak nafsu makan
- gelisah
- insomnia
- tremor
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
131
- kejang dan koma
Penatalaksanaan:
1. Hindari makanan mengandung minyak dan lemak
2. Fenobarbital dapat digunakan untuk mengendalikan tremor

KERACUNAN ORGANOFOSFAT
Racun ini dapat diserap melalui berbagai jalur.
Cara Kerja
Racun mempengaruhi neuromuscular junction dan sinaps pada ganglion. Efeknya adalah:
a. efek muskarinik, misalnya mual, muntah, kejang otot abdomen, keringat, salvias, dan spasme
bronkus
b. efek nikotinik, misalnya fasikulasi dan fibrilasi otot, takikardi, takipne
c. efek pada sistem saraf pusat, misalnya pusing, tremor, ataksia, koma, dan meninggal
d. air mata merah; yaitu karena berkumpulnya porfirin pada kelenjar lakrimalis.
Gejala-gejala
Bergantung dari cara masuknya racun kedalam tubuh.
Tahap awal: sakit kepala, mual, muntah, dada terasa tertekan, miosis, pandangan kabur dan mulut
berbusa
Tahap lanjut: muntah, 53-150 mg intramuscular atau 100-400 mg melalui oral.
Periode fatal : 1 sampai 3 jam
Penatalaksanaan
1. Diberikan suntikan atropine sulfat 2 mg secara intramuskuler. Suntikan ini bisa diulangi jika
perlu sampai mencapai dosis maksimum yaitu 50 mg. Atropine akan menghambat efek
muskarinik dan efek racun pada susunan saraf pusat.
2. bilas lambung dilakukan dengan larutan kalium permanganate
3. jika dengan atropine tidak ada perbaikan, diberikan reaktivator kolinesterase yang spesifik
seperti diacelyemonoxial (DAM) atau Pyridine 2-aldoxima methiodide (P2AM)
4. suntikan fenobarbital diberikan untuk mengatasi kejang-kejang
5. pengobatan simtomatik seperti pemberian oksigen, aspirasi atau trakheostomi dilakukan jika
perlu. Dehidrasi dan syok harus segera diatasi
Autopsi
1. ditemukan tanda-tanda asfiksia
2. mukosa lambung mengalami inflamasi disertai dengan perdarahan petekia
3. paru-paru tampak mengalami edema, inflamasi dan perdarahan

Kepentingan dari segi medikolegal
1. keracunan paling sering terjadi karena upaya bunuh diri
2. keracunan karena ketidaksengajaan adalah pada penyemprotan
3. pembunuhan dengan racun jenis ini jarang terjadi

KERACUNAN ARSEN
As
2
O
3
atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan senyawa yang
sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan. As
2
O
3
ini berupa serbuk putih atau
kadang kristal halus dengan sedikit rasa (lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan
tidak berbau. Mudah larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih.
Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri (sebagai
pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan (sedian-sedian yang
mengandung arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun organik). Bentuk lain dari arsenikum
ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas.
Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun adalah dalam bentuk garam. Arsen
mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan menghalangi respirasi. Arsen tidak berwarna, tadak
berbau (As
2
O
3
) dan tidak berasa. Bentuknya seperti bubuk giling, tidak larut dalam air. Jumlah yang
sangat sedikit sudah dapat membunuh seseorang (30-300 mg). Cara kerja keracunan akut berupa
gangguan metabolisme seluler dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen dianggap
merupakan racun kapiler dan menyebabkan dilatasi kapiler. Timbulnya gejala biasanya dalam waktu 2
jam setelah masuknya racun. Arsen menyebabkan :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
132
- rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum dan epigastrium; rasa sangat haus disertai mual,
muntah dan diare
- nyeri akut pada abdomen, mungkin karena perforasi lambung
- tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam karena banyak mengandung darah dan banyak
mengandung cairan seperti diare pada kolera
- berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel darah merah pada urin dan selanjutnya dapat
mengalami gagal ginjal
- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mengakibatkan dehidrasi dan kejang otot. Pasien
menjadi gelisah
- tanda syok akan menonjol pada tahap menjelang kematian
- koma, kejang dan meinggal
Ada 4 tipe gejala keracunan:
1. Acute Paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta absorbsinya berjalan sangat
cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi susunan saraf pusat yang hebat khususnya pusat-
pusat vital dimedulla, antara lain:
- Circulatory collapse dengan tekanan darah turun/rendah
- Denyut nadi cepat dan lemah
- Pernafasan sukar dan dalam
- Stupor atau semicomatous
- Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/ tidak tampak gejala iritasi gastrointestinal
Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Gastrointestinal Type
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada lambung, usus maupun
organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam
kemudian.
- Rasa sakit dan cramp pada perut
- Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
- Mulut terasa kering
- Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
- Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.
Gejala klinis diatas sangat inddividual, dimana satu penderita condong menunjukkan gejala profuse
diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong menunjukkan gejala muntah atau kombinasi
dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya.
Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan dan cemas, kulit pucat dan
dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium, albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi akibat
hilangnya cairan tubuh.
Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat melewati
serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.
3. Subacute Type
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali dalam interval waktu
tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak segera menimbulkan kematian dan
menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan (slow excretion).
Gejalanya:
- Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi acute/subacuteyellow
atrophy disertai toxic jaundice hebat.
- Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
- Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea berkepanjangan
- Cramp dan dehidrasi
- Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria
- Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita mengalami keratosis
kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.

4. Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-gejala:
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
133
- Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis disertai dengan
degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan ke arah sentral.
- Anaesthesia
- Rambut dan kuku rontok
- Kadang tampak gastroentritis kronis disertai anoreksia, nausea, dan diare
- Kulit mengalami hiperkeratosis dan hiperpigmentasi
- Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak
- Garis melintang pada kuku berwarna putih.
- Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki

Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk arsen, pasien akan batuk darah dengan dahak
yang berbusa, gangguan pernapasan dan sianosis. Selanjutnya mungkin mengalami edema paru akut.
Kematian mendadak akibat syok mungkin terjadi karena arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada
beberapa kasus, arsen dalam jumlah besar akan menyebabkan muntah sehingga mengeluarkan
sebagian besar racun tersebut dan pasiennya selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada sistem
pencernaan sangat minimal, bahkan tidak sama sekali. Pasien merasa pusing, nyeri prekordium,
delirium, kehilangan kesadaran dan meninggal. Paralisis seluruh anggota badan mungkin terjadi
sebelum kematian.


Pada kasus kematian akibat keracunan arsen, pemeriksaan luar didapatkan tanda-tanda
dehidrasi, seperti mata cekung dan penonjolan tulang-tulang wajah. Pada pemeriksaan dalam, mukosa
mulut biasanya normal tetapi bisa tampak tanda-tanda inflamasi. Mukosa sistem pencernaan
mengalami inflamasi, berwarna merah disertai perdarahan submukosa. Membran mukosa mempunyai
rugae dan di antara rugae bisa ditemukan lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi lambung
berwarna gelap.


Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen dilakukan pemeriksaan toksikologi pada isi
lambung. Pada kasus keracunan kronis, pemeriksaan terhadap rambut, kuku, dan tulang akan
memberikan hasil positif.

KERACUNAN ALKOHOL
Alkohol ada 2 jenis:
Etil alkohol / Etanol (C
2
H
5
OH)
Metil alkohol / Metanol (CH
3
OH)
Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan yang bening, mudah menguap dan
mempunyai aroma yang khas.
Alkohol terdapat pada berbagai jenis minuman, misalnya:
Alkohol absolut : 99,9%
Rectified spirit (alkohol yang dimurnikan) : 90%
Methylated spirit (alkohol denaturasi) : 95%
Rum dan minuman keras lainnya : 50-60%
Whisky, Gin dan Brandy : 40-45%
Port, Sherry : 20%
Anggur (wines) : 10-15%
Bir : 4-8%
Berbagai jenis minuman keras daerah : 5-10%

Metabolisme
Absorpsi terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%). Konsentrasi alkohol dalam darah
sudah bias ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah meminum alkohol. Kadar puncak dalam darah
adalah 30 menit setelah meminum alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol
dalam darah ini bisa menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya seperti gastritis
dan anemia.
Proses absorpsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau lambung dalam
keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang paling cepat penyerapannya.
Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati (90%) dan mengalami oksidasi. Sisa yang 10%
diekslresikan melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal. Alkohol bisa menjadi sumber energy
yang baik, dimana setiap 1 gram dapat menghasilkan 7 kalori.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
134
Jenis keracunan alkohol
Keracunan alkohol bisa bersifat:
Akut
Kronis
KERACUNAN ALKOHOL AKUT
Terdiri atas 3 tahap:
1. Tahap merasa dalam keadaan senang
Pasien sadar dan merasa senang karena penekanan pada pusat-pusat hambatan di otak, keadaan ini
disebut fenomena pelepasan (release phenomenon). Tahap ini bisa berlangsung lama dan dapat
terlihat pada semua kasus. Tanda-tandanya:
Muka merah
Pasien sangat banyak bicara
Pasien kehilangan pengendalian diri
Gangguan pada pengendalian gerakan-gerakan halus, misalnya meminum air, memasukkan
benang ke dalam jarum. Ada kalanya pasien menjadi:
Berperilaku kasar
Bersifat sentimental
Inkoordinasi
Pupil sedikit mengalami dilatasi dan bereaksi terhadap cahaya
Pernafasan berbau alkohol
Perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap kebingungan
2. Tahap kebingungan
Keadaan ini adalah akibat penekanan pada pusat-pusat lainnya pada otak sehingga berkaitan
dengan:
Inkoordinasi-ataksia atau gerakan yang lambat
Pasien tidak dapat berjalan lurus
Percakapan tidak jelas, inkoheren dan sengau
Penglihatan kabur
Kemudian pasien akan memasuki fase setengah sadar dan akhirnya menjadi tidak sadarkan diri.
Pada tahap ini pasien masih bisa dibangunkan dengan suara yang kuat atau cubitan.
3. Tahap koma
Sebelum memasuki tahap ini pasien masih bisa sembuh dan kembali pada tahap pertama. Tetapi
perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap koma.
Pernafasan lambat dan mendengkur
Denyut nadi cepat dan halus
Pasien tidak dapat dibangunkan walaupun dengan guncangan keras
Suhu tubuh di bawah normal (hipotermia)
Pupil sedikit mengalami konstriksi
Kematian terjadi karena;
- Penekanan pada pusat otak yang lebih tinggi
- Anoksia otak akut
- Pneumonia atau edema paru
Sebelum kematian mungkin mengalami kejang-kejang

Dosis fatal
Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum, tetapi juga bergantung pada
kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut sebanyak 5 oz dapat berakibat
fatal. Untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun, alkohol absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat
berakibat fatal.
Pada buku lain juga mengatakan takaran alkohol untuk menimbulkan keracunan bervariasi
tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik perorangan. Umumnya 35 gram alkohol
menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta menimbulkan euforia.
Alkohol sebanyak 75-80 gr akan menimbulkan keracunan akut dan 250-500 gram alkohol takaran
fatal. Kadar alkohol darah dari konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus:
A= C x P x R
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
135
A : jumlah alkohol yang diminum
C : kadar alkool darah(mg%)
P : berat badan(kg)
R : konstanta (0,0007)

Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL alkohol absolut sudah dianggap bisa berakibat
fatal.

Periode fatal
Jika alkohol diminum dlm jumlah yg banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan minum
alkohol bisa menyebabkan kematian dl beberapa menit. Periode fatal bisanya antara 12-24 jam, pd
beberapa kasus bisa agak panjang yaitu antara 5-6 hari

Penatalaksanaan
Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk dalam tahap koma, yaitu ketika
refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami konstriksi dan tidak bereaksi terhadap cahaya,
maka kemungkinan besar dapat sembuh.
Untuk mengeluarkan racun bisa diupayakan agar pasien muntah secara mekanis yaitu dengan
menekan orofaring. Zat kimia perangsang muntah hanya digunakan jika keadaan umum pasien
cukup baik.
Bilas lambung harus dilakukan walaupun pasien dalam keadaan tidak dapat dikendalikan. Bahan
yang dperoleh dari bilasan lambung yang pertama diambil untuk bilasan kimia, kemudian bilas
lambung dilanjutkan sampai hasil bilasan lambung tidak mengandung bau alkohol.
Berikan minuman hangat seperti teh atau kopi
Penafasan buatan serta oksigen diberikan jika ditemukan adanya tanda-tanda penekanan
pernafasan
Obat stimulansia sepert coramine, nikethamide diberikan dalam bentuk suntikan
Upayakan agar suhu tubuh pasien selalu hangat
Untuk mengatasi asidosis, diberikan soda bikarbonat melalui oral
Jika pasien gelisah diberikan mephenisine dengan dosis 1-3 gram
Jika perlu diberikan 1000 cc glukosa 10% serta garam fisiologis secara intravena, kedalam larutan
tersebut ditambahkan insulin 15 unit, vitamin B1 200 mg. niasinamida 200 mg dan vitamin C 1000
mg
Antibiotik diberikan sebagai tindakan profilaksis terhadap infeksi paru-paru
Pasien diawasi dan diperhatikan tanda-tanda penyembuhan, yaitu;
Pasien kembali memasuki tahap kebingungan
Ukuran pupil kembali normal
Mulai timbul gejala mual dan muntah
Gambaran Post-Mortem
1. Pemeriksaan luar
Kaku mayat dan pembusukan lebih lambat terjadi. Mayat penderita bisa bertahan lebih lama.
Kongesti pada konjungtiva sangat jelas
2. Pemeriksaan dalam
Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya
Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna coklat
Organ tubuh lainnya mengalami kongesti
Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara gyrus otak yang semakin sempit
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:
Darah
Paru-paru
Otak
Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan pemeriksaan dilakukan sesegera
mungkin.

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
136
KERACUNAN ALKOHOL KRONIS
Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama. Korban biasanya adalah
penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol digunakan sebagai pelarian dari kenyataan hidup.

Gejala yang dialami:
Nafsu makan menurun, mual, muntah dan diare
Tremor pada tangan dan lidah
Gangguan daya ingat dan kemampuan menilai
Jika telah berlangsung lama bisa menyebabkan hipoproteinemia yang mengakibatkan edema
anasarka
Selain mengalami stres psikologis, pasien juga mengalami neuritis perifer dan demensia yang akan
semakin nyata pada tahap akhir
Pasien kemudian secara tiba-tiba mengalami koma dan pingsan

Penatalaksanaan
Keadaan ini bisasanya adalah masalah psikiatri karena berbagai masalah yang melatarbelakangi
kebiasaan minum alkohol tersebut
Kebiasaan minum alkohol harus dikurangi dengan memberikan tablet antabuse (Tetra
erthylthiuram disulphide) dengan dosis 0,25 sampai 0,75 gram per hari. Tablet antabuse hanya
diberikan dengan persetujuan pasien karena keadaan pasien akan sangat memburuk jika setelah
mendapat tablet Antabuse pasien kembali meminum alkohol. Untuk tujuan yang sama bisa juga
diberikan tablet Temposil (Citrated calcium carbimide) dengan dosis 50 mg per hari.
Makanan dengan gizi yang seimbang
Pemberian multivitamin untuk mengatasi adanya defisiensi. Pemberian vitamin ini harus tetap
diberikan untuk jangka waktu yang cukup lama
Gambaran Post-Mortem
Mukosa lambung tampak menunjukkan hiperemi dan hipertrofi
Hati dan ginjal mengalami kongesti. Pada hati terdapat infiltrasi lemak dan perubahan sirosis
Jantung membesar dan menunjukkan adanya infiltrasi lemak

Mabuk Alkohol
Keadaan mabuk adalah jika seseorang meminum alkohol dalam jumlah yang sangat banyak sehingga
orang tersebut tidak dapat menguasai dirinya baik secara fisik dan mental, dengan demikian dia tidak
mampu untuk bertindak dengan baik dan aman pada dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Kepentingan dari segi medikolegal
1. Alkoholisme adalah keadaan dimana setelah meminum alkohol secara berlebihan seseorang tidak
dapat menjaga kesehatannya, tidak mampu melakukan kegiatan bermasyarakat atau keduanya.
Secara farmakologi dampak yang terjadi adalah akibat toleransi dan ketergantungan tubuh.
Dampak yang terjadi dari segi medikolegal adalah:
Kecelakaan lalu-lintas
Kecelakan industri
Gangguan hubungan antar pribadi (masalah perkawinan)
Cedera
Pembunuhan
2. Alkohol bisa diperiksa melalui darah dan urin. Hal ini sangat berguna untuk menerangkan
mengenai kasus kematian mendadak, kecelakaan lalu lintas dll. Pada beberapa kecelakaan industri,
sering seseorang tersangka menyatakan bahwa dirinya dalam keadaan mabuk sebagai upaya
pembelaan.
Kadar alkohol dalam darah sangat bervariasi tergantung kepada oksidasi jaringan. Kadar alkohol
dalam urin lebih stabil tetapi hasil pemeriksaan melalui urin ini menjadi kurang bermakna karena
senyawa lainnya seperti aseton, eter, paraldehida juga bisa menunjukkan hasil pemeriksaan seperti
alkohol.
Kadar alkohol dalam darah dan dampaknya adalah sebagai berikut:
0,1% Orang akan merasa gembira
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
137
0,15% Batas keamanan untuk mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan raya
0,2% Tingkat intoksikasi menengah
0,2-0,4% Kesadaran menurun mengakibatkan delirium
stupor
0,5% Koma
0,6% Asfiksia darah

Reaksi alkohol pada setiap orang berbeda-beda dan reaksi alkohol pada orang yang sama juga
berbeda-beda pada setiap waktu bergantung pada faktor lingkungan dan sifat dasar orang tersebut
Alkohol merupakan penyebab ketergantungan dan keracunan paling sering. Seorang dokter akan
sering menghadapi masalah seperti ini. Dengan demikian harus ada suatu bentuk pendekatan yang
sistematis untuk memeriksa pasien.

Kelainan pada keracunan kronis alkohol:
1. Pada saluran pencernaan : alkohol dalam takaran tinggi dalam waktu lama akan menimbulkan
kelainan pada selaput lendir mulut, kerongkongan dan lambung berupa gastritis kronis.
2. Pada hati akan terjadi penimbunan lemak dalam sel hati, SGOT dan SGPT, trigliserida dan asam
urat meningkat.
3. Pada jantung dapat terjadi kardiomiopati alkoholik dengan payah jantung kiri dan kanan dengan
distensi pembuluh balik leher, nadi lemah dan edema perifer. Pada jantung akan terlihat hipertrofi
kedua ventrikel, fibrosis endokardial dengan tanda trombi mural pada otot jantung.
4. Pada otot akan ditemukan miopati alkoholik dan histologis di jumpai atrofi serat dan perlemakan
jaringan otot.

Sebab dan mekanisme kematian
Mekanisme kematian terutama akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi
portal. Pada autopsi bisa ditemukan memar pada cortex cerebri, hematom sub-dural akut dan kronis.
Depresi pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak lebih besar dari 450 mg%. pada 500-600 mg%
dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik
1. Pada orang yang masih hidup dapat diientifikasi dari bau alkohol yang keluar dari udara
pernafasan.
2. Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik pemeriksaan udara pernafasan atau urin atau dari darah
vena
3. Kelainan pada orang yang sudah meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan gejala yang sesuai
dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna
merah gelap.
4. Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-kadang juga
tak tampak kelainan.
5. Otak dan darah berbau alkohol.
6. Pada pemeriksan histologis dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah dan selaput otak,
degenerasi bengkak keruh, pada bagian parenkim organ inflamasi mukosa saluran cerna.
7. Pada jantung, gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi
serabut otot jantung.

Laboratorium
Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau cairan tubuh
seperti cairan serebrospinal. Penentuan kadar alkohol dalam daram lambung saja tanpa menentukan
kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat,
alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung sehingga bisa
diambil darah dari pemeriksaan darah vena perifer seperti di daerah cubiti dan femoralis.
Metode sederhana untuk menentukan kadar alkohol dalam darah disebut teknik modifikasi
mikrodifusi (CONWAY) yaitu
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
138
1. Masukkan 2 mL reagen Anti ke dalam ruang tengah. Reagen anti dibuat dengan melarutkan 7,7
mg kalium dikromat ke dalam 150 mL air + 280 mL asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan
dengan 500 mL aquadest.
2. Sebarkan 1 mL darah/urin dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 mL kalium karbonat dalam
ruang yang berlawanan.
3. Tutup sel mikrodifusi dan goyangkan dengan hati-hati. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada
suhu ruang. Angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen
4. Apabila reagen berwarna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Tetapi apabila warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna kekuningan sekitar 300
mg%.

KERACUNAN NARKOTIKA
Kematian akibat narkotika lebih sering karena kecelakaan. Pada pemeriksaan kasus kematian
akibat narkotika, perlu diperhatikan akan adanya bekas suntikan yang baru dan lama. Pada para
pemakai narkotika dengan suntikan dapat ditemukan pembesaran kelenjar limfe regional. Kadangkala
ditemukan tatto pada tempat yang tidak lazim, misalnya pada lipat siku, yang dimaksudkan menutupi
bekas suntikan.


Kematian akibat narkotika paling sering melalui terjadinya depresi napas. Pada pemeriksaan
jenazah akan ditemukan kelainan pada paru berupa pembendungan hebat dan edema paru hebat,
narcotic lung atau gambaran pneumonia lobaris. Pembendungan ditemukan pula pada organ-organ
tubuh lainnya.


Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap darah dan urin. Selain itu, pemeriksaan
toksikologi juga dilakukan pada cairan empedu serta tempat masuknya narkotika tersebut (jaringan
sekitar suntikan pada pemakai narkotika suntikan, nasal swab pada mereka yang melakukan sniffing,
isi lambung pada mereka yang menelan narkotika).

PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI PADA KEMATIAN AKIBAT KERACUNAN
Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan spesimen yang sesuai
Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di masyarakat yang dapat menyebabkan
kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli toksikologi harus membatasi sejumlah
material yang dianalisis. Sebelum memulai analisis, penting sekali dilakukan pengumpulan
informasi yang mungkin berkaitan dengan fakta keracunan. Ahli toksikologi harus
memperhatikan usia, jenis kelamin, berat badan, riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban,
pemberian terapi sebelum meninggal, temuan pada autopsi, obat yang terdapat pada korban, dan
interval waktu antara onset gejala dan kematian.


Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan saat dilakukan
autopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan organ penting untuk mengambarkan afinitas
obat dan racun terhadap jaringan tubuh. Spesimen harus dikumpulkan sebelum jenazah
diawetkan, dimana proses ini dapat merusak atau melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi
tidak memungkinkan. Contohnya CN dirusak oleh proses pembalseman.

2. Analisis toksikologi
Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi harus mempertimbangkan beberapa faktor
yaitu: jumlah spesimen yang tersedia, sifat dasar temuan racun dan biotransformasi racun. Pada
kasus keracunan dengan racun yang masuk per oral, isi saluran cerna harus dianalisi pertama kali,
ketika sejumlah residu racun yang tak terabsorbsi masih ditemukan. Selanjutnya urin dapat
dianalisis, karena ginjal merupakan organ ekskresi utama untuk kebanyakan racun dan racun
dalam konsentrasi tinggi sering ditemukan pada urin. Setelah absorbsi pada saluran cerna, obat
atau racun pertama-tama dibawa ke hepar sebelum memasuki sirkulasi sistemik, oleh karena itu,
analisis pertama dari organ dalam dilakukan pada hepar. Jika racun tertentu diduga atau diketahui
terlibat pada kasus kematian, ahli toksikologi memilih menganalisis pertama-tama jaringan dan
cairan dimana racun terkonsentrasi.


3. Interpretasi terhadap hasil analisis
Setelah mengumpulkan keterangan-keterangan tentang riwayat kasus keracunan,
mengumpulkan laporan hasil analisis berdasarkan toksisitas, distribusi, dan biotransformasi dan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
139
membandingkan hasil analisis dengan kasus serupa yang pernah dilaporkan pada literatur yang
berkualitas atau kasus serupa dari pengalamannya sendiri.



Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada kondisi seperti kasus kematian mendadak yang
terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang, kematian yang dikaitkan dengan tindakan abortus,
kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya, kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi
dan pilot, kasus penganiayaan dan pembunuhan (selektif), kasus yang memang diketahui atau pasti
diduga menelan racun, kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain sebagainya.



GEJALA YANG MENYERUPAI KERACUNAN (APPARENT I NTOXI CATI ON)

a. Koma hipoglikemik
b. Cerebrovasculer accident (CVA)
c. Exhaustion setelah kejang atau setelah pemakaian MDMA
d. Trauma otak dan kematian otak
e. Meningitis
f. Flash black setelah penyalahgunaan obat
g. Gejala withdrawal
h. Idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas
i. Syok neurogenik
Gejala tak terduga dari penyakit tertentu seperti penyakit Lyme atau tumor otak.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
140
BAB XIV
PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (AUTOPSI)
PERSIAPAN SEBELUM DILAKUKAN PEMERIKSAAN DALAM
1. Gunakan apron yang terbuat dari plastik warna putih, bisa juga menggunakan jas lab.
2. Menggunakan sepatu tinggi yang terbuat dari karet.
3. Kedua tangan ditutup dengan sarung tangan rangkap supaya tidak tercemar bahan-bahan dari
mayat.
PEMBEDAHAN MAYAT
+ Mayat yang dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan (diganjal) dengan
sepotong balok kecil.
+ Pemeriksa berada disebelah kanan jenazah untuk yang menggunakan tangan kanan tetapi jika
menggunakan tangan kiri, pemeriksa berada disebelah kiri jenazah.
+ Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan kearah
umbilicus dan melingkari umbilicus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis
pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Potong agak tegas sehingga tidak merusak
kulit.
+ Buka daerah dalam, pada daerah dada potong sampai ke tulang, lepaskan otot. Insisi pada dinding
perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan pendek yang menembus
sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke dalam
lubang insisi ini, maka dinding perut dapat ditarik atau diangkat ke atas untuk menghindari
terpotongnya alat-alat dalam.
+ Kulit thorax dan jaringan otot dibawahnya dipegang dengan erat dengan tangan kiri, yaitu
sebaiknya dijepit diantara ibu jari disebelah medial dan jari-jari lain disebelah lateral. Kemudian
jaringan kulit dan otot tersebut ditarik kearah lateral hingga jaringan yang menegang tersebut
dapat dipotong dengan pisau pada tangan kanan; pisau diarahkan ke bagian lateral dan posisi
pisau kurang lebih tegak lurus pada costae dan sewaktu mengiris otot-otot yang masih melekat
pada costae dibersihkan.
+ Pada bagian leher, yang dilepaskan adalah bagian kulitnya saja, sedangkan otot-ototnya dibiarkan
saja.
+ Memeriksa ketinggian diafragma untuk mendeteksi adanya pneumothorax atau hematothoraxyang
ditandai dengan penurunan diafragma.
+ Memeriksa rongga perut apakah terdapat darah, cairan atau pus. Perhatikan juga dinding perut.
Dinding perut yang normal adalah licin, putih, tidak ada fibrin, tidak ada resapan darah pada otot
dan kulit agak tebal.
+ Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat 1 cm medial dari
batas tulang rawan dengan masing-masing iga. Posisi pisau miring dengan ditekan oleh tangan
kiri. Dimulai dari iga kedua terus kea rah caudal. Lepaskan dengan tajam agar tidak memotong
alat-alat didalamnya. Pemeriksa berdiri dibagian kepala jenazah.
+ Melepaskan daerah clavicula dengan memotong iga kesatu kearah lateral dan medial pada sendi
sternoclavicula.
+ Lakukan pemeriksaan lebar mediastinum dan periksa juga apa yang ada di rongga dada kiri
dengan menarik paru kiri dan jantung untuk mengetahui apakah ada cairan atau darah.
+ Kantung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan mengikuti bentuk
huruf Y terbalik dari tengah. Perhatikan apah rongga kandung jantung terisi cairan atau darah.
Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun pada permukaan jantung
sendiri.
+ Cairan jantung normal: kuning, jernih, ukuran bervariasi 10-20 mL
+ Selanjutnya pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan dasar mulut menyusuri
tepi rahang bawah hingga masuk rongga mulut, gunakan hak agar lebih mudah. Otot dasar mulut
terpotong seluruhnya, sehingga lidah bias dipegang dengan tangan.
+ Potong tulang leher sehingga laring, faring medial dari arteri karotis.
+ Mengeluarkan organ-organ dada dari tulang leher kemudian ditarik dengan tangan kiri sehingga
semuanya terangkat.
+ Temukan esofagus dan ikat serta dipotong proksimal dari ikatan tadi sehingga alat leher dan dada
bisa dilepaskan.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
141
+ Cari pangkal usus halus yang paling pangkal (retroperitoneal) yaitu duodenum dan dibuat 2 ikatan
dan dipotong diantaranya agar isis duodenum tidak keluar. Dengan tangan kiri memegang pada
ujung distal dan mengangkatnya maka mesenterium yang melepaskan usus halus dengan dinding
rongga perut dapat diiris dekat pada usus.Pengirisan dilakukan dengan pisau diletakkan tegak
lurus pada usus dan digerakkan maju mundur seperti gerakan mengegrgaji. Pengirisan dilakukan
sepanjang usus halussampai ileum terminalis. Pada daerah caecum pengirisan dilakukan terhadap
mesocolon dengan memotong mesocolon pada bagian lateral dan colon ascendens. Pemotongan
dilakukan dengan hati-hati, lapis demi lapis agar tidak teriris ginjal kanan serta duodenum pars
retroperitonealis.
+ Pada daerah colon transversum lepaskan perlekatan antara colon dan lambung. Mesocolon
kembali diiris disebelah lateral dari colon descendens dengan memisahkannya juga dari limpa dan
ginjal kiri. Colon sigmoid dapat dilepaskan dari dinding rongga perut dengan memotong
mesocolon di bagian belakangnya.
+ Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari bagian distal dan mengurutnya kearah
proksimal agar isi rectum dipindahkan ke colon sigmoid dan rectum dapat diikat dengan 2 ikatan,
untuk kemudian diputus diantara 2 ikatan tersebut.
+ Untuk melepaskan alat rongga panggul dan perut, pengirisan dilakukan dengan memotong
diafragma yang dekat/melekat pada dinding dada dari kanan dan kiri, masing-masing ginjal
sampai memotong a. iliaca comunis.
+ Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepaskan peritoneum didaerah simfisis, kandung
kencing serta alat-alat lainnya. Buli-buli dilepaskan dengan memasukkan tangan subperitoneum,
alat-alat seperti uretra, rectum, dan pada wanita (vagina) terangkat. Pada pria, alat panggul
setingga prostat dan wanita 1/3 proksimal vagina.
+ Pemeriksaan kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala dimulai dari prosessus
mastoideus, melingkari kepala kearah puncak dan berakhir pada prosessus mastoideus sisi lain.
Kulit kepala kemudian dikupas kearah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas orbita dan
kearah belakang sampai protuberantia occipitalis externa. Perhatikan permukaan luar tulang
tengkorak apakah ada tanda kekerasan baik resapan darah maupun garis/patah tulang. Membuka
rongga tengkorak dengan penggergajian tulang tengkorak melingkari daerah frontal 2 cm di
atas margo supraorbitalis, di temporal 2 cm di atas daun telinga. Pemotongan otot temporalis
agar jika telah selesai dimaksudkan dapat dijadikan tempat jahitan menyatukan kembali atap
tengkorak dengan bagian lain tengkorak.
+ Setelah tengkorak dilepaskan duramater digunting mengikuti garis pemotongan tengkorak.
+ Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari tangan kiri digaris pertengahan daerah frontal.
Dengan sedikit menekan bagian frontal akan tampak falk cerebri yang dapat dipotong sampai
dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri dapat sedikit mengangkat bagian frontal dan
memperlihatkan nn.olfactorii, nn.optici yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar
tengkorak. Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus
dilepaskan untuk mengetahui apakah dasar tengkorak utuh.
+ Pada bagian otak harus diperiksa apakah terdapat perdarahan subdural, subarachnoid, contusio
dan laserasi. Perdarahan subdural dengan penyiraman darah akan hilang berbeda dengan
subarachnoid. Iris batang otak, potong secara horizontal. Pada otak besar lihat dan catat apakah
ada perdarahan, infark atau edem cerebri. Jika agak gelap pada daerah tersebut, lakukan
pengirisan, curiga ada contusio.
+ Pemeriksaan alat dalam dimulai dari lidah, esofagus sampai meliputi alat tubuh lainnya.
+ Letakkan bagian depan esofagus dibagian bawah untuk melihat isi selaput lendir Esofagus dilihat
dari trachea apakah ada varises atau striktur.
+ Pembukaan trachea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding belakang (bagian
jaringan ikat pada cincin trachea) sampai mencapai cabang bronchus kanan dan kiri. Perhatikan
adanya benda asing, busa, darah serta keadaan selaput lendirnya.
+ Periksa tulang thyroid bila baik. Jaringan lunak lapisan otot sampai terlihat apakah ada
perdarahan. Kekerasan pada daerah leher yang sifatnya lunak, sehingga perdarahan hanya sampai
jaringan otot tidak sampai subkutis.
+ Lepaskan jantung dari jaringan sekitarnya seperti paru. Inspeksi paru apakah ada perdarahan
(aspirasi darah), edem, luka, atau sisa-sisa infeksi sebelumnya. Normalnya berwarna merah
kelabu agak ungu dan pada perabaan seperti busa dan ada derik udara. Paru dibelah untuk melihat
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
142
penampangnya, apakah ada cairan/darah/busa. Jika busa banyak maka curiga adanya edem paru.
Timbang paru, normalnya 225-300 gram.
+ Periksa jantung dengan melihat adanya perdarahan atau sikatriks. Periksa pembuluh nadi koroner
dibagian depan a. coronaria dinilai dengan cara dipotong sehingga terlihat penampangnya .
pembuluh darah tidak menebal atau kolaps.
+ Buka daerah atrium, potong vena cava superior dan inferior sehingga terbuka. Cara membuka
daerah atrium kanan, tusuk pisau sampai ventrikel kanan lalu potong kearah lateral sehinga atrium
dan ventrikel kanan terbuka. Lihat adanya kelainan, periksa katup dan ukur panjang katup serambi
dan bilik kanan. Lakukan hal yang sama pada sisi jantung kiri.
+ Periksa penampang sehat ventrikel apakah ada sikatriks, tebal otot ventrikel dan kiri diukur.
+ Arteri coronaria jantung dipotong sedikit-sedikit apakah ada perkapuran atau penebalan.
+ Pemeriksaan rongga perut. Limpa dilepaskan dari jaringan sekitarnya, periksa permukaan, warna
dan kelainannya. Potong untuk melihat penampangnya, lakukan pengikisan untuk menilai adanya
jaringan ikat.
+ Angkat diafragma dan lepaskan.
+ Posterior diletakkan di atas, rapikan daerah urogenital, cari kelenjar suprarenal kanan dan kiri
kemudian lepaskan. Bentuknya tidak teratur atau trapezium, korteks kuning dan medulla coklat.
Tractus urinarius dipisahkan dari yang lainnya.
+ Aorta dibuka sampai arteri renalis dari atas ke bawah dilihat permukaannya. Ginjal dibelah,
normalnya 1/3 dari tebal ginjal dan periksa calyx-nya.
+ Pankreas dipisahkan dari jaringan sekitarnya lalu nilai penampangnya.
+ Hati : permukaanya licin, rata, tepi tajam, warna merah coklat (normal). Kemudian dibelah dan
lihat penampangnya tampak kelenjar hati yang jelas. Lambung dibuka dan dilihat penampangnya.
RANGKUMAN FILM OTOPSI

I. PERSIAPAN MELAKUKAN OTOPSI :
- Pembedah memakai baju tugas dokter di ruang otopsi berwarna putih
- Memakai apron
- Memakai sepatu karet tinggi
- Memakai sarung tangan rangkap agar tidak tertular bahan-bahan dari jenazah.
- Pembedah berdiri pada sebelah kanan jenazah
- Jenazah pada posisi terlentang, ganjal pada bagian leher dan bahu sehingga leher bagian depan
terbuka atau terpapar seluruhnya.
II. PROSEDUR MELAKUKAN OTOPSI :
- Irisan dimulai dari dagu lurus ke bawah sampai suprapubik. Pada daerah pusat (umbilikus)
potongan sedikit melingkar ke kiri.
- Potongan harus tegas, tidak berulang-ulang dan dalam. Lakukan satu kali dan cukup dalam agar
tidak merusak kulit. Irisan pada dinding dada dan perut harus lebih dalam daripada leher.
Umumnya potongan akan lebih dalam pada bagian dada dan perut.
- Pada bagian perut : bagian epigastrium ditembus, kemudian kedua jari (telunjuk dan tengah)
masuk kedalam dan mengangkat otot dari dinding perut.
- Pada bagian dada : otot-otot dilepaskan dari tulang iga dengan ibu jari tangan kiri terletak
didalam dan 4 jari lainnya berada di luar. Pastikan bahwa otot tidak banyak tertinggal di iga.
- Pada bagian leher : hanya melepaskan kulitnya saja. Otot-otot dibiarkan melekat pada alat-alat
leher dibawahnya.
- setelah bagian leher, dada, dan perut terbuka PERIKSA :
a. Ketinggian diafragma? Jika menurun mungkin terjadi hematothoraks/pneumothoraks dan
periksa cairan di dalamnya. Jika ada penurunan maka akan dilakukan test khusus.
b. Pada rongga perut:
Adakah cairan, darah dan pus?
Bagaimana keadaan dinding perut?
Apakah selaput peritoneum bagus (licin, putih dan tidak ada fibrin-fibrin)?
Apakah ada resapan darah pada otot?
Berapa ketebalan lemak dan kulit?
III. PEMBUKAAN RONGGA DADA :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
143
- Dimulai dari tulang iga 2 ke bawah, potong tulang rawan iga 1 cm medial dari persambungan
tulang rawan iga dan iga dengan cara pisau miring dengan tekanan tangan kiri kemudian
lepaskan dengan tajam agar sternum mudah dilepaskan.
- Sekarang kita lepaskan rawan iga dan tulang dada dari bawahnya dengan cara melepaskan
secara tajam.
- Usahakan pisau tadi menghadapnya keatas sehingga tidak memotong organ-organ dibawahnya
tetapi betul-betul hanya melepaskan jaringan dan otot-otot, jaringan ikat dari tulang sternum.
- Kemudian pemeriksa akan berdiri diarah kepala.
- Kemudian kita akan melepaskan daerah clavicula yaitu dengan cara memotong, tadi sudah
dipotong sampai iga kedua, kemudian iga satu akan dipotong dengan sedikit kearah lateral.
- Kemudian akan masuk kemedial, masuk kedalam sendi sternoclavicula, dipisahkan pas pada
sendinya sehingga akan nanti terlepas sternum dan rawan iga ini dari claviculanya.
- Ini akan dipertunjukkan, ini gambar, benang ini adalah gambar potongan yang akan kita
lakukan. Anda lihat sendiri sekarang.
- Untuk memudahkan, sternum didorong kearah yang berlawanan, pada saat memotong clavicula
kanan, sternum didorong kearah kiri.
- Kemudian anda melakukan pemeriksaan berapa lebar mediastinum terutama dikaitkan dengan
paru-paru, diantara kedua paru-paru berapa lebarnya, setelah itu dicatat.
- Selanjutnya diperiksa juga apa yang terdapat didalam rongga dada, misalnya rongga dada kiri,
kemudian mengambil atau menarik paru-paru dan dada kiri. Sekarang kita melihat kedalam
rongga dada apakah ada cairan dan darah.
- Kemudian kantung jantung kita buka dengan memotongnya berbentuk huruf Y terbalik, benang
putih itu memperlihatkan bagaimana kita memotong dari atas atau mungkin dari tengah terlebih
dahulu, kemudian dipotong berikutnya berbentuk huruf Y. Akan diperlihatkan bagaimana cara
melakukannya.
- Setelah terbuka periksalah dari rongga kantung jantung tadi apakah ada cairan atau darah dan
lain-lain. Kalau ada maka dikeluarkan dan diperiksa diukur seberapa banyak.
- Cairan yang normal adalah berwarna kuning jernih, ukurannya sangat bervariasi 10-20 ml.
IV. MENGELUARKAN ALAT-ALAT RONGGA LEHER
- Kemudian kita akan mengeluarkan alat-alat rongga leher dengan melakukan tusukan didaerah
anda perhatikan dulu didaerah dagu, diberi hak untuk menarik atau membuat sedemikian rupa
sehingga daerah leher tadi terbuka.
- Kemudian akan dilakukan potongan seperti pada yang ditunjukkan oleh benang tadi yaitu
melingkari bagian dalam dari tulang rahang bawah.
- Lakukan tusukan pada dagu tepat dibelakang tulang rahang bawah sampai masuk kedalam
rongga mulut. Artinya dasar mulut atau otot dasar mulut harus terputus seluruhnya.
- Kalau sudah terpotong otot-otot dasar mulutnya maka terlihat bahwa lidah bisa dipegang oleh
tangan.
- Daerah langit-langit pada palatum mole dipotong dengan menggunakan dasar adalah tulang
leher, dipotong ke bawah sampai tulang leher, lepas seluruhnya hingga pharynx, larynx dan
esofagus terangkat seluruhnya. Potongan pada leher kira-kira sebelah medial arteri carotis.
- Setelah terlepas, kemudian dilepaskan dari pembuluh-pembuluh dan organ-organ subclavicula
dengan cara: tangan kiri memegang bagian tengah kemudian dilakukan pemotongan dengan
menggunakan dasar tulang leher, semua alat-alat subclavicula dipotong, sehingga alat leher dan
dada dapat dikeluarkan.
- Cara melepaskan alat leher dan dada adalah dengan memasukkan tangan kiri, kemudian jari
telunjuk dan jari tengah menjepit alat leher. Kemudian tarik dengan tangan kiri sehingga seluruh
alat leher dan dada terangkat.
- Kemudian cari esofagus disebelah kiri aorta, pisahkan secara tumpul dengan jari kemudian ikat
dengan benang agar isi lambung tidak keluar melalui esofagus. Setelahdiikat, dipotong di
proximal ikatan.
- Setelah itu lepaskan semua alat-alat leher dan dada dengan memotong jaringan yang berada
disekitarnya dengan menggunakan dinding dada sebagai alas.

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
144
V. MENGELUARKAN ALAT-ALAT RONGGA PERUT
- Usus besar dan usus halus akan dikeluarkan .
- Cari pangkal usus halus yang masuk kedalam daerah retroperitoneal yaitu duodenum.
- Kemudian lakukan ikatan 2 buah, lalu potong diantaranya.
- Cara melepaskan usus halus adalah dengan menarik usus halus ke atas kemudian potong pada
omentumnya. Cara memotong seperti ini dapat sekaligus untuk memeriksa usus halus.
- Sampai di caecum kemudian periksa appendix secara makroskopis. Lalu lepaskan caecum
sampai seluruh usus besar terlepas.Sampai ke rectum usus di urut supaya kotoran naik keatas ,
setelah bersih kemudian ikat.
- Pada rectum, usus diurut keatas dengan tujuan untuk membersihkan kotorannya. Setelah yakin
bersih, ikat pada pangkalnya kemudian ikat lagi agak keatas dan dipotong diantara kedua ikatan.
- Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan diafragma yang dimulai dari dinding dinding dada
sebelah kanan yang kemudian diangkat kesebelah kiri dengan bantuan tangan kiri untuk
melindungi organ organ yang ada dibawahnya. Demikian juga dengan diafragma pada bagian
yang sebelah kiri caranya sama dengan yang sebelah kanan dengan cara memotong diafragma
menyusuri dinding dada, kemudian setelah terlepas alat alat rongga perut akan keluar semua
dengan penarikan.
- Kemudian dilakukan pemisahan alat-alat rongga panggul dengan jaringan sekitarnya. Buli-buli
atau kandung kencing dilepaskan dari sekitarnya dengan cara memasukkan tangan kira-kira
subperitoneum, kemudian melepaskan jaringan sekitarnya sehingga seluruh jaringan terlepas,
agar alat alat seperti uretra,rectum dan pada wanita yaitu vagina terlepas dari jaringan sekitarnya
dan kemudian dipotong. Pada laki laki setinggi prostat dan pada wanita setinggi sepertiga
proksimal dari vagina. Kemudian dilakukan juga pemotongan pembuluh-pembuluh iliaca
sehingga seluruhnya terlepas.
VI. MEMBUKA KEPALA
- Pada daerah kepala diikatkan melingkar benang putih, sebagai tanda posisi kulit kepala yang
akan dipotong, yaitu mulai belakang telinga kanan sampai telinga kiri. Kulit kepala dikelupas,
mula-mula dengan pisau tumpul, dibantu secara tajam dari permukaan, sampai kearah depan
hingga ke supra orbita dan bagian belakang sampai kearah oksipital yang paling tengah.
- Kepala dibuka dengan cara membuat irisan pada kulit kepala dimulai dari processus mastoideus
melingkari kepala kea rah puncak kepala (vertex) dan berakhir pada processus mastoideus sisi
lainnya. Kulit kepala kemudian dikupas kea rah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas
margo supraorbitalis dan ke arah belakang sampau sejauh protuberantia occipitalis externa.
Perhatikan dan catat kelainan yang didapatkan, baik pada permukaan dalam kulit kepala
maupun pada luar tengkorak. Untuk membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian
tulang tengkorak melingkar di daerah frontal kurang lebih 2 cm di atas margo supraorbitalis kea
rah temporal 2 cm di atas daun telinga. Penggergajian harus hati-hati dan dihentikan setelah
tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan pahat T
dengan mencongkel garis penggergajian.
- Setelah atap tengkorak dilepaskan diperhartikan adanya kelainan pada permukaan dalam atap
tengkorak maupun pada duramater yang tampak. Duramater kemudian digunting mengikuti
garis penggergajian dan daerah subduraldiperiksa apakah ada perdarahan, pengumpulan darah.
- Otak dikeluarkan dengan memasukkan 2 jari tangan kiri di garis pertengahan daerah frontal
antara baga otak dan tulang tengkorak. Dengan sedikit menekan baga frontal akan tampak falk
serebri yang dapat dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri
tersebut kemudian mengangkat baga frontal dan memperlihatkan nn. Olfaktorius, nn optikus
yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih lanjut
dilakukan pada aa. Carotis interna yang memasuki otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada
dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat ke salah satu sisi serta jari-jari tangan kiri sedikit
menarik/mengangkat baga pelipis sisi yang lain, tentorium cerebelli akan jelas tampak dan
mudah dipotong dimulai dari foramen magnum ke arah lateral menyusuri tepi belakang karang
tengkorak (os petrosum).
- Kepala kemudian dikembalikan pada posisi semula dan batang otak dapat dipotong melintang
dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam foramen magnum.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
145
- Dengan tangan kiri menyanggah daerah baga occipital, dua jari tangan kanan dapat ditempatkan
di sisi kanan dan kiri batang otak yang telah terpotong kemudian menarik bagian bawah otak ini
dengan gerakan meluksir hingga keluar dari rongga tengkorak.
- Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus dilepaskan dari
dasarnya agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar tengkorak.
- Timbang otak. Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan. Pada
daerah ventral perhatikan keadaan sirkulus willisi. Perhatikan bentuk cerrbellum. Pisahkan otak
kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada pedenculus cerebri kanan dan kiri.
Otak kecil ini kemudian dipisahkan llagi dari batang otak dengan melakukan pemotongan pada
pedunculus cerebella. Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa.
Lakukan pemotongan otak besar secara melintang, perhatikan penampang irisan. Perhatikan dan
catat setiap kelainan yang dapat ditemukan.
- Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat irisan melintang catat kelainan yang
ditemukan.
- Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medulla oblongata samapai ke bagian
proksimal medulla spinalis. Perhatikan dan catat setiap kelainan.
- Kalau kita mencurigai daerah yang berwarna agak gelap, maka daerah tersebut kita sayat sedikit
dan kita lihat apakah ada perdarahan pada massa kelabunya(substansia grisea),kalau tidak ada
berarti bukan. Selanjutnya kita lakukan pemeriksaan dengan pemotongan otak kita lihat
penampangnya. Kemudian timbang untuk mengetahui beratnya.
VII. PEMERIKSAAN ALAT RONGGA LEHER DAN DADA
- Kemudian kita akan melakukan pemeriksaan alat-alat rongga leher dan dada.
- Letakkan bagian depannya ke bawah sehingga bagian belakangnya terlihat dari esofagus pada
bagian teratas. Dari kerongkongan sampai esofagus dibelah dan dibuka untuk melihat apakah
ada isinya dan bagaimana keadaan selaput lendirnya. Kemudian esofagus dipisahkan dari trakea.
Singkirkan agak ke samping kemudian kita membuka trakea dengan gunting sampai
percabangannya sampai ke paru-paru. Hal yang sama kita menilai apakah ada isinya dan
bagaimana keadaan selaput lendirnya.
- Selanjutnya kita memeriksa tulang hyaoid (tulang lidah), tulang rawan gondok, dan tulang
cincin apakah ada kelainan dan patah tulang.
- Kemudian dibalik dan kita melakukan pemeriksaan pada leher bagian depan. Pada daerah ini
kita memeriksa lapis demi lapis jadi jaringan lunak mulai dari jaringan ikat kita lepaskan sampai
dengan otot kita lepaskan sambil memeriksa apakah ada perdarahan di antara otot. Pemeriksaan
otot-otot leher ini berguna untuk mengetahui adakah kekerasan pada leher yang sifatnya agak
lunak sehingga perdarahan akan terlihat di otot-otot tapi tidak terlihat di subkutis.
- Dengan terkelupasnya otot-otot maka kita dapat melihat kelenjar gondok. Kelenjar gondok ini
kemudian kita pisahkan. Inilah kelenjar thyroid yang sudah lepas, dan dinilai bagaimana warna,
konsistensinya, apakah ada kelainan atau resapan darah.
- Jantung kita pegang dan kita tarik ke atas sehingga ada diatas dan kita lepaskan dari jaringan
sekitarnya pada sejauh mungkin dari jantung.
- Inilah kelenjar gondok. Inilah kelenjar tiroid yang sudah terlepas. Dinilai bagaimana warnanya,
konsistensinya, dan adakah kelainan di dalamnya, atau resapan darah.
- Jantung kita pegang ditarik ke atas sehingga kita lihat dia di atas, dan kita lepaskan dari
jaringan sekitarnya.
- Paru-paru di periksa dengan cara: pertama inspeksi, dilihat apakah ada daerah-daerah
perdarahan, daerah-daerah aspirasi darah, atau cidera, atau luka-luka, infeksi sebelumnya, atau
perlekatan dan sebagainya. Umumnya pau-paru yang normal berwarna merah kelabu agak ungu.
Kemudian kita melakukan perabaan. Paru yang normal akan teraba seperti busa atau spons, atau
teraba derik udaranya.
- Sesudah kita periksa seluruhnya baru kita melakukan pemotongan. Kita pisahkan dulu dari
jaringan sekitarnya, kemudian paru akan dibelah untuk melihat penampangnya. Pada
penampang kita lihat apakah mengalir cukup darah dari potongan, dan cairan atau busa. Adanya
darah dan busa yang berlebihan menunjukkan adanya oedema paru dan perbendungan. Paru-
paru ditimbang. Paru paru yang normal memiliki berat kurang lebih antaa 225 300 gram.
Pada paru-paru ini terlihat lebih dari 400, mungkin sedikit oedema.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
146
- jantung diperiksa dengan, mulai dari bagian anterior. Jadi anterior terletak di atas, tentu saja
berarti daerah yang tipis dindingnya, yaitu daerah kanan. Kemudian kita nilai permukaannya
adakah bercak-bercak perdarahan, bercak-bercak sikatriks, atau titik-titik perdarahan. Kemudian
kita periksa pembuluh nadi koroner bagian depan. Arteri koroner kita nilai dengan cara
memotong daerah tersebut sehingga melihat penampangnya. Ini yang dipotong adalah pada
daerah arteri -- ramus desendens arteri carotis sinistra. Yang terlihat ini adalah pembuluh nadi
yang masih tidak menebal dindingnya dan masih kolaps artinya dia tidak mengalami asklerotik.
- Dan dibuka lebih dahulu, dengan cara pertama-tama kita buka dahulu pada daerah atrium.
Hubungkan terlebih dahulu antara lubang atau muara dari vena cava superior dengan vena cava
inferior, sehingga akan telihat satu lubang yang besar pada daerah jantung, atau atrium kanan.
Kemudian tusukkan pisau hingga ke ventrikel sampai mendekati apeks dan dipotong ke arah
lateral, sehingga terbuka baik atrium maupun ventrikel kanan. Kita periksa kemudian adakah
kelainan, lepaskan beberapa jaringan yang masih mengikat. Kemudian anda periksa katup
serambi-bilik kanan. Jadi diperiksa adakah kelainan dan kemudian diukur. Ukuran ini adalah
ukuran lingkaran katub serambi bilik kanan
- Kemudian potong dengan gunting dari ujung bawah atau apeks ke atas mendekati lebih kurang 1
cm dari sisi septum dan keluar di arteri pulmonalis. Ditemukan katup pulmonalis, kemudian
diperiksa ada kelainan atau tidak, lalu diukur.
- Lanjutkan pemeriksaan pada jantung sisi kiri, jantung sebelah kiri ototnya lebih tebal, ukur
aorta. Lakukan pemeriksaan penampang sekat ventrikel dengan cara meletakkan di atas meja
dan memotong dengan arah mendatar, maka terlihat penampang otot-otot sekat ventrikel, yang
diperiksa adalah apakah ada bercak-bercak perdarahan atau bercak-bercak sikratik.
- Tebal otot jantung ventrikel kanan kiri dan sekat ventrikel diukur dengan cara membuat
potongan tegak lurus, kemudian diukur ototnya pada potongan penampang tadi.
- Demikian halnya dengan dinding sebelah kiri lebih tebal, ototnya tanpa lemak. Ini arteri
koronaria jantung,diperiksa apakah ada sumbatan pada bagian muara atau apakah ada
pengapuran atau ketebalan.
- Kemudian kita lakukan pemeriksaan ke alat-alat rongga perut. Limpa dilepaskan dari jaringan
sekitarnya.
- Kemudian diperiksa permukaannya, warnanya, adakah kelainan, kemudian dipotong untuk
melihat penampangnya. Dilakukan pengikisan, pada limpa yang normal tidak banyak terjadi
fibrosis. maka pada pengikisan jaringan akan banyak yang ikut terbawa. Kemudian limfa di
timbang. Saat menimbang bagian belakang atau posterior terletak diatas. Kemudian rapikan
daerah urogenitalnya, kemudian kita akan mencari kelenjar supra renal, kiri maupun kanan,
diafragma diangkat, sehingga disana terlihat jaringan yang terletak di sub diafragma, disana
akan ditemukan kelenjar supra renal.
- Ini adalah kelenjar anak ginjal sebelah kanan. Kelenjar supra renal dilepaskan, kemudian
dilepaskan dari jaringan sekitarnya, kelenjar supra renal ini bentuknya biasanya tidak beraturan,
trapezium, segitika dan seterusnya. Kalau kita potong penampangnya akan terlihat daerah
kuning (kortexnya kuning), daerah tengahnya atau medullanya berwarna coklat. Dengan cara
yang sama dicari juga, dilepaskan kelenjar supra renal yang sebelah kiri, dilepaskan dan
dipisahkan, kemudian traktus urinarius dipisahkan dari yang lain, yaitu ginjal, ureter dan buli-
buli, berikut rectum yang melekat pada daerah sekitar buli-buli. Aorta dibuka dari atas kebawah,
kemudian diteliti adakah kelainan, dilaporkan , kemudian pada percabangannya ke arteri renalis
dibuka untuk menuju kearah ginjal dan melihat apakah ada kelainan atau tidak.
- Ini adalah jaringan traktus urinarius, ginjal, ureter dan buli-buli , jadi kemudian nanti diperiksa
dengan membelah ginjal, periksa ginjalnya, penampangnya dan kemudian membelah mengikuti
ureter sampai ke buli-buli. Kemudian membuka ginjal dengan memotong jaringan ikat ginjal,
dibuka dengan menggunakan pingset. Pada perinsipnya pada waktu kita memotong ginjal,
sedikit saja untuk memotong simpai ginjal. Dan simpai ginjal ini dikupas dilepaskan dari
jaringan ginjalnya secara tumpul. Baru kemudian kita periksa permukaan luar ginjal, dan setelah
itu kita membelah ginjal. Penampang ginjal diperhatikan, dinilai, Ginjal yang baik korteksnya
kira kira menempati 1/3 dari total ginjal. Kita bisa lihat daerah korteks dan medulla dibedakan,
kemudian kita periksa kaliksesnya, lalu radiks, kandung kencing.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
147
- Pankreas dicari, dipisahkan dari sekitarnya dan kemudian kita nilai deskripsinya. Setelah kita
deskripsi dilakukan pemotongan untuk melihat penampangnya dan kemudian ditimbang.
Diperiksa, lepaskan jaringan diafragma dari hati. Hati diperiksa permukaannya, permukaan hati
yang baik biasanya berwarna merah coklat, permukaan licin, tepi tajam dan permukaan rata dan
kemudian pada waktu pemotongan melihat penampang, maka penampangnya memperlihatkan
gambaran kelenjar hati yang jelas.
- Lambung dibuka berisi sisa makanan diantaranya terlihat nasi dan selaput lendir. Selaput
lendirnya berwarna putih kemerahan.
- Rongga tengkorak kosong kemudian otak masuk dalam rongga tengkorak
- Setelah itu tulang tengkorak ditutup kembali
- Dijahit dimulai dari ujung sebelah kanan
- Ini bekas-bekas jahitan padat dan tidak longgar
- Persiapan jahitan tubuh
- Tulang dada di jahit kembali, didekatkan iga-iganya
- Bekas irisan kurang lebih tiga jari, masukkan kembali organ ke dalam perut
- Dijahit mulai dari tepi atas tulang kemaluan sesuai dengan bekas potongan terus ke atas, mulai
lagi didekatkan dan dijahit rapi dengan benang nilon
- Jenazah dicuci dari kumpulan-kumpulan darah
- Kemudian jenazah diangkat untuk disimpan diletakkan di dalam kulkas.



























Skema. Langkah Melakukan Otopsi
OTOPSI
Persiapan Melakukan otopsi
Prosedur melakukan otopsi
Mengeluarkan alat2 rongga leher
Pembukaan rongga dada
Mengeluarkan alat2 rongga perut
Membuka kepala
Pemeriksaan alat rongga leher dan dada
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
148
BAB XV
ASPEK MEDIKOLEGAL PELAYANAN MEDIS DAN MALPRAKTIK MEDIS

Dalam bermasyarakat, terdapat interaksi antara satu warga dengan warga lain. Orang akan
menilai suatu perbuatan tertentu apakah perbuatan yang baik atau tidak. Bila kebanyakan orang sudah
memiliki penilaian yang sama maka terjadilah suatu nilai. Masyarakat kemudian menggunakan
nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, mengajarkannya kepada anaknya, dan seterusnya
sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang sudah diterima secara umum (kadang memiliki sanksi
bila dilanggar) akan dianggap sebagai suatu norma. Norma tersebut dapat berupa perintah, dapat
pula berupa larangan dan anjuran.
Adapun norma yang berlaku di masyarakat adalah:
1. Norma Agama:
norma yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya dan sesama manusia.
2. Norma Kesusilaan:
mengatur hidup orang pribadi
3. Norma Kesopanan:
mengatur hidup antar manusia
4. Norma Hukum:
mengatur ketertiban hidup masyarakat
Begitu juga dalam profesi kedokteran ada norma-norma yang berlaku yang disebut sebagai
norma profesi. Ada 3 macam norma yang mengikat dokter dalam pelaksanaan profesi kedokteran
yaitu:
1. Norma disiplin (disciplinary norm)
2. Norma etika (ethical norm)
3. Norma hukum (legal norm)
Norma Disiplin(Disciplinary Norm)
Norma disiplin yang dimaksudkan di sini adalah disiplin Ilmu Kedokteran itu sendiri.
Kompetensi dokter diperoleh melalui penguasaan ilmu dan teknologi kedokteran. Berdasarkan ilmu
kedokteran inilah disusun standar profesi medik.
Norma Etika (Ethical Norm)
Norma-norma etika yang mengikat pelaksanaan profesi kedokteran dikenal dengan sebutan
etika kedokteran (medical ethics). Etika kedokteran dirumuskan sendiri oleh kalangan profesi medik.
Wujud dari etika kedokteran adalah Kode Etika (Code of Medical Ethics). Etika kedokteran mengatur
etika jabatan kedokteran dan etika asuhan kedokteran.
Etika jabatan kedokteran mengatur sikap:
a. Dokter terhadap sejawat
b. Dokter terhadap paramedis
c. Dokter terhadap masyarakat
d. Dokter terhadap pemerintah
Etika asuhan kedokteran mengatur etika dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung
jawabnya.
Norma Hukum (Legal Norm)
Norma hukum yang mengikat profesi kedokteran dikenal dengan istilah hukum kedokteran
(Medical Law). Karena tenaga medik merupakan salah satu tenaga kesehatan, selain terikat oleh
ketentuan hukum kedokteran, dokter juga terikat oleh ketentuan hukum kesehatan (Health Law).
Hukum Kedokteran dan Hukum Kesehatan dibuat oleh lembaga negara yang berwenang
(lembaga legislatif). Keduanya terwujud dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan,
seperti:
UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
PP No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
Permenkes No. 585/1989 tentang Informed Consent

Dalam menjalankan profesi kedokteran harus berdasarkan pada Principles-Based
EthicsPrima Facie yang dikemukakan oleh T.Beauchamp & Childress (1994) & Veatch (1989).
Prima Facie terdiri atas:
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
149
a. Beneficence
prinsip berbuat baik
b. Non-malfeasance
prinsip tidak merugikan
c. Autonomy
prinsip menghormati otonomi untuk melakukan atau memutuskan apa yang dikehendaki terhadap
dirinya sendiri
d. Justice
prinsip keadilan
Dalam profesi kedokteran mengutamakan:
1. Kebebasan Profesi
2. Etika Kedokteran
3. Rahasia Kedokteran
Upaya Kesehatanadalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Upaya kesehatan ibarat kereta api dengan banyak
gerbong.
Lokomotif Ilmu & Teknologi
Rel Moralitas dan etika profesi
Rambu-rambu & petugas Hukum
Tindakan Medik adalah tindakan profesional dokter terhadap pasien dengan tujuan
memelihara, meningkatkan, memulihkan kesehatan atau menghilangkan/mengurangi penderitaan.
Hukum adalah keseluruhan asas dan aturan tentang perbuatan manusia yang ditetapkan atau
diakui oleh otoritas tertinggi.

Ada daerah singgung antara pelayanan medik dan hukum !!













Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran. Keduanya
membentuk hubungan medik dan hubungan hukum.
Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan antara keduanya
selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi harmonisasi dalam pelaksanaannya

Hubungan Dokter Pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis
aktif-pasif yang disebut juga hubungan medik.











Dokter
Aktif
Superior ?
Pasien
Pasif
Kepercayaan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
150

Pola Hubungan Dokter Pasien berdasarkanKeadaan Sosial Budaya dan Penyakit Pasien
Activity-Passivity
Pola hubungan klasik, disini dokter seolah-olah dapat melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan
pasiennya, dengan motivasi altruistis
Dalam keadan: pasien tidak sadar atau gawat darurat atau gangguan mental berat
Guidance-Cooperation
Membimbing dan kerjasama. Walaupun dokter mengetahui banyak, ia tidak semata-mata menjalankan
kekuasaan, namun mengaharapkan kerjasama pasien yang diwujudkan dengan menuruti anjuran dan
nasihat dokter
Dalam keadaan penyakit pasien yang tidak terlalu berat.
Penyakit baru.
Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sama.
Pasien berperan secara aktif dalam pengobatan dirinya.
Dalam keadaan pasien cukup intelek, penyakit kronis atau ingin memelihara kesehatannya
Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak yaitu dokter dan pasien diyakini mempunyai
kebebasan dan kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan suatu perikatan/perjanjian
dimana masing-masing pihak harus melaksanakan peran atau fungsi terhadap yang lain. Peranan
tersebut berupa hak dan kewajiban .
Secara yuridis sering dipermasalahkan apakah tidndakan medis yang tidak mengenakkan/menyakitkan
itu dapat dimasukkan dalam pengertian
penganiayaan yang merupakan konsep hukum pidana .
Sebenarnya kualifikasi yuridis mengenai tindakan medik tidak hanya mempunyai arti bagi hukum
pidana saja, melainkan juga bagi hukum perdata dan administratif.

Masalah Pidana : melukai orang lain
Masalah Perdata : melakukan perjanjian
Masalah Administratif : harus memiliki ijin praktek yang sah

Secara materil, suatu tindakan medik tidak bertentangan dengan hukum bila:
1. Mempunyai indikasi medis guna mencapai suatu tujuan yang konkrit
2. Sesuai dengan standar yang berlaku dalam ilmu kedokteran
3. Terlebih dahulu mendapat persetuan dari pasien

Hubungan Dokter-Pasien
Pada awalnya hubungan dokter-pasien bersifat vertikal (hubungan atas-bawah).
Hubungan dokter-pasien pada masa itu dipengaruhi oleh doktrin medical paternalism (doctor
knows his patients best interest).
Doktrin medical paternalism adalah perwujudan dari asas beneficence.
Hubungan semacam ini dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat paternalistik, sebagaimana
hubungan antara bapak dengan anak.

Perubahan Paradigma Hubungan Dokter-Pasien
Seiring dengan makin menguatnya kesadaran pasien akan hak-haknya (especially the right to
self-determination), pola hubungan dokter-pasien berubah kearah hubungan bersifat horisontal
(hubungan setara).
Paradigma hubungan dokter-pasien berubah dari medical paternalism menuju patients
autonomy.
Hubungan Hukum Antara Dokter & Pasien
Hubungan hukum adalah hubungan menurut kaca mata hukum
Menurut kacamata hukum (Indonesia), hubungan dokter-pasien merupakan sebuah perikatan.
Perikatan adalah hubungan antara 2 subjek hukum yang melahirkan hak dan kewajiban pada
masing-masing pihak

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
151
Hukum Perikatan
Sebagai sebuah perikatan, maka hubungan dokter dan pasien tunduk pada hukum perikatan.
Hukum perikatan adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang perikatan
Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang perikatan terdapat dalam Buku ke 3 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (BW).
Buku ke 3 BW antara lain menerangkan tentang sumber-sumber perikatan dan syarat sahnya
perjanjian.

Sumber Perikatan
Perikatan bisa terjadi karena 2 macam sebab:
1. Karena Undang-undang
Hubungan hukum antara Bapak dengan Anak merupakan contoh perikatan yang lahir karena
UU. Anak berhak mendapatkan warisan karena memang UU menentukan demikian.
2. Karena Perjanjian
Hubungan hukum antara penjual dg pembeli merupakan contoh perikatan yang lahir karena suatu
perjanjian.
Syarat Sahnya Perjanjian
Pasal 1320 BW / KUHPer menentukan bahwa suatu perikatan sah apabila keempat syarat
dibawah ini terpenuhi:
1. Adanya kecakapan bertindak
2. Adanya kesepakatan
3. Adanya obyek tertentu
4. Adanya sebab yang halal

Perikatan Dokter-Pasien
Perikatan dokter-pasien bisa terjadi baik karena undang-undang maupun karena perjanjian.
Ketika dokter memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat yang berada dalam keadaan tidak
sadar, terjadilah sebuah perikatan antara si dokter dan si pasien.

Perikatan ini bersumber pada undang-undang. Tindakan dokter memberikan pertolongan
kepada si pasien dilakukan atas perintah undang-undang bukan karena permintaan si pasien.
Dalam situasi normal perikatan antara dokter dengan pasien bersumber pada perjanjian
Kedatangan pasien ke tempat praktik dokter atau ke RS menunjukkan adanya kehendak si pasien
untuk mengadakan perikatan.
Penerimaan oleh pihak dokter/RS menunjukkan adanya kesediaan untuk mengadakan perikatan
Tindakan medis yang kemudian dilakukan menunjukkan bahwa perikatan benar-benar telah
terjadi.
Jenis Perikatan
Perikatan antara dokter dan pasien bisa berbentuk resultaats verbintenis ataupun berbentuk
inspanning verbintenis
Resultaat verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada hasil kerja (outcome) tertentu.
Inspanning verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada usaha yang sungguh-sungguh.
Resultaats Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila hasil kerja
(outcome) yang dijanjikan kepada si pasien telah dipenuhi
Misalnya dalam tindakan pencabutan gigi, dokter dianggap telah memenuhi perikatan secara
sempurna bila gigi yang dimaksudkan telah dicabut secara sempurna.
Inspanning Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila ia telah
berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengobati si pasien.
Obyek perikatan adalah berupa usaha sungguh-sungguh untuk kesembuhan pasien dan bukan
kesembuhan itu sendiri.
Hubungan perikatan semacam ini sering dinamakan pula dengan istilah transaksi terapetik.
Prestasi
Memenuhi perikatan sama dengan memenuhi kewajiban dalam perikatan
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
152
Obyek perikatan dalam ilmu hukum disebut dengan istilah prestasi. Seseorang yang telah
memenuhi kewajibannya dengan sempurna di dalam suatu perikatan dikatakan telah memberikan
prestasi atau telah berprestasi
Prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
Wan-Prestasi
Kegagalan dalam memenuhi perikatan atau dalam memenuhi kewajiban disebut dengan istilah
wan-prestasi.
Dalam suatu perikatan yang lahir karena perjanjian, wan-prestasi sama maknanya dengan ingkar
janji.
Seseorang dikatakan telah melakukan wan-prestasi apabila ia:
Tidak berprestasi sama sekali
Berprestasi tetapi tidak sesuai
Berprestasi tetapi terlambat
Hak-hak pasien
1. Hak pasien atas perawatan
2. Hak untuk menolak cara perawatan tertentu
3. Hak untuk memilih dokter yang merawat
4. Hak atas informasi
5. Hak untuk menolak perawatan tanpa izin
6. Hak atas rasa aman
7. Hak untuk mengakhiri perawatan
8. Meminta pendapat dokter lain
9. Mendapatkan isi rekam medis
Kewajiban pasien
1. Memberikan informasi secara lengkap dan jujur tentang kesehatannya
2. Mematuhi nasehat & petunjuk dokter
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku
4. Memberikan imbalan jasa
Kewajiban dokter
1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP
2. Merujuk pasien bila tidak mampu
3. Menjaga rahasia pasien
5. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
6. Menambah & mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
Hak dokter
1. Memperoleh perlindungan hukum
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi & standar prosedur operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap & jujur dari pasien atau keluarganya
4. Menerima imbalan jasa
Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis
dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan
kesehatan.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis
adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga kesehatan lain yang
memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat membuat/mengisi rekam medis atas
perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran.
Rahasia Medis Menurut Hipokrates
Definisi :
Rahasia Medis adalah segala sesuatu yang diketahui oleh karena atau pada saat melakukan pekerjaan
di bidang kedokteran
Sanksi bagi yang membocorkan rahasia medis:
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
153
Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencahariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut
atas pengaduan orang itu.
Pasal 112 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan
yang diketahui harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan
atau memberikan kepada negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana
paling lama tujuh tahun

ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit tidak tertutup
kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga kesehatan dengan pasien dan
antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun antar profesi). Untuk mencegah dan
mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-
masing. Oleh karena itu dalam praktik harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada
saat kita berbicara masalah hukum, tolok ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada
kenyataannya kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolok ukur etika
dan hukum.
A. Sejarah Medikolegal
o 2980-2900 SM : Imhotep
o 1700 SM : Hammurabi
o 1400 SM : Hittites
o 44 M : Anthitius, Julius Caesar, Forum
o 600 M : Ming Yuang Shih Lu
o 1241-1253 M : Kematian yang Mencurigakan : Record of Washing Away of
Wrongs (Cina)
o 1302 M : Autopsi Medikolegal di Bologna
o 1823 M : Sidik Jari
o 1958 M : Patologi Forensik sebagai Spesialis
o Di Indonesia : Sejak zaman Kolonial; terutama Jakarta-Surabaya.
- 70 Spesialis Forensik di 15 Kota
- PUSLABFOR di 5 Kota besar Indonesia
B. Prinsip Kerja Medikolegal
o Prinsip Kedokteran
- Sumpah, Etik, Standar Operasional Prosedur
o Kebebasan Profesi
- Obyektif Ilmiah, Impartial, Menyeluruh
- Prosedural
o Berhak Menerima Imbalan
- Berdasarkan Upayanya
- Tidak berdasar hasil akhir










Gambar. Prinsip Kerja Medikolegal

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
154
C. Prosedur Medikolegal
Tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pelayanan untuk kepentingan hokum.

D. Tugas Pokok Medikolegal
Tugas pokok Medikolegal adalah membantu proeses hukum melalui pembuktian ilmiah
kedokteran :
Dokumentasi Informasi/Prosedur
Dokumentasi Fakta
Dokumentasi Temuan
Analisis dan kesimpulan
Presentasi (Sertifikasi)
Masa Penyelidikan / Penyidikan
o Pemeriksaan TKP
o Analisis
Masa Penyidikan
o Visum et Repertum
o BAP Saksi Ahli
o Keterangan Ahli
Di Persidangan
o Sebagai saksi ahli Pemeriksa : - Menjelaskan V et R
o Menjelaskan kaitan temuan VeR dengan barang bukti lain
o Menjelaskan segala sesuatu dri sisi Ilmiah
Konfidensialitas Dokter
o Hindari : Talk too Soon, Talk too much, Talk to wrong person
E. Lingkup Prosedur Medikolegal
1. Pengadaan Visum et Repertum
2. Pemeriksaan Kedokteran terhadap tersangka
3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan di dalam persidangan
4. Hubungan V et R dengan Rahasia Kedokteran
5. Tentang Surat Keterangan Medik dan Surat Keterangan Kematian
6. Kompetensi pasien mengahadapi proses pemeriksaan penyidik
F. Aspek Medikolegal pada kegawatdaruratan
Karakteristik Pelayanan Kegawatdaruratan
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan
pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam
pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan
hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.
Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat
Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:
1. Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat
2. Perubahan klinis yang mendadak
3. Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi
bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di gawat darurat menempati
urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional dari pihak
pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut
konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan.

Hubungan Dokter Dan Pasien Dalam Keadaan Gawat Darurat
Dokter-pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan hubungan yang spesifik.
Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat) maka hubungan dokter-pasien didasarkan atas
kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pasien dengan bebas dapat menentukan dokter yang akan
dimintai bantuannya (didapati azas voluntarisme). Demikian pula dalam kunjungan berikutnya,
kewajiban yang timbul pada dokter berdasarkan pada hubungan yang telah terjadi sebelumnya (pre-
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
155
existing relationship). Dalam keadaan darurat hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan
kedua belah pihak juga tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalam
pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.
Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka ia harus
melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan pertolongan itu atau korban
tidak memerlukan pertolongan lagi. Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak
penolong dapat digugat karena dianggap mencampuri/ menghalangi kesempatan korban untuk
memperoleh pertolongan lain (loss of chance).
Peraturan Perundang-Undangan Yang Berkaitan Dengan Pelayanan Gawat Darurat
Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU
No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam
pasal 5l UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan
pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992
tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya
penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh
derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa Pemerintah bertugas
menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir
miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat
darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat
tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra- rumah sakit dan
fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah
disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam
per hari.
Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum ketentuan
yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang
harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah
sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai
instansi di luar sektor kesehatan.
Masalah Lingkup Kewenangan Personil Dalam Pelayanan Gawat Darurat
Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang berkaitan dengan
lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur
dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi
kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan
mengandung risiko yang tidak kecil.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat
dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan
terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam
pasal 50 UU No.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat
darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
156
melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam
hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus
menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.
Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan pertama
dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih di bidang medis.
Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang
kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela
dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena
pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan.
Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat
pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini,
maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada
tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang
serupa.
Masalah Medikolegal Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum
dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan Pelayanan gawat darurat.
Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi
tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital
Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah. An emergency is any condition that in the
opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the
hospital-enquires immediate medical attention. This condition continues until a determination has
been made by a health care professional that the patients life or well-being is not threatened.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun
sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency
dengan true emergency yang pengertiannya adaiah:
A true emergency is any condition clinically determined to require immediate medical care.
Such conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the
hospital to those that are diagnostic probmelakukanlems and may or may not require
admission after work-up and observation.
Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien
diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter,
namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang
disusun rumah sakit.
Selain itu perlu dibedakan antara penanganan kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit
dengan fase di rumah sakit. Pihak yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada
fase pra-rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan pada fase
rumah sakit umumnya yang terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat.
Kewemelakukannangan dan tanggung jawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah
dibicarakan diatas. Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan
survivabilitas pasien.
Hubungan Hukum Dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di Amerika dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-
undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-
rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang
harus dipenuhi adalah:
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan
pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak penolong
menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dan tindakan yang dilakukan
penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang tidak
perlu untuk menambah ketemelakukanrampilan penolong.
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan
karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
157
pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat
(proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat
maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau
tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang
berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu
telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan
gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak
didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar
persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.
Kematian Pada Instalasi Gawat Darurat
Pada prinsipnya, setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD (Death on Arrival)
harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon digunakan sistem koroner, yaitu
setiap kematian mendadak yang tidak terduga (sudden unexpected death), apapun penyebabnya, harus
dilaporkan dan ditangani oleh Coroner atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan tindakan
iebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan
tersebut surat keterangan kematian (death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical
Examiner. Pihak rumah sakit harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari
tubuh jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner diserahkan pada
pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah
jenazah akan diautopsi atau tidak. Dokter yang bertugas di IGD tidak boleh menerbitkan surat
keterangan kematian dan menyerahkan permasalahannya kepada POLRI.
Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
DKI Jakarta Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan dan Pelaporan
kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah DKI Jakarta yang telah disempurnakan
tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang
dicurigai rudapaksa dianjurkan kepada keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan
selanjutnya jenazah harus dikirim ke RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visum et
repertum. Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:
meninggal pada saat dibawa ke IGD
meninggal akibat berbagai kekerasan
meninggal akibat keracunan
meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan
Kematian yang boleh dibuatkan surat keterangan kematiannya adalah yang cara kematiannya
alamiah karena penyakit dan tidak ada tanda-tanda kekerasan.
MALPRAKTIK MEDIS
Istilah malpraktik berasal dari kata mala, artinya tidak baik, dan praktik yang artinya
pelaksanaan pekerjaan. Dalam bidang kesehatan, malpraktik medis merupakan pelaksanaan pekerjaan
dokter secara tidak baik. Jadi, malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai
dengan standar profesi atau standar prosedur operasional. Untuk malpraktek dokter dapat dikenai
hukum kriminal dan hukum sipil. Malpraktek kedokteran terdiri dari 4 hal yaitu tanggung jawab
kriminal, malpraktik secara etik, tanggung jawab sipil, dan tanggung jawab public.

Menurut Prof.Dr.dr.Daldiyono, seorang dokter dinilai baik apabila:

1. Dokter meletakkan kepentingan pasien lebih tinggi daripada kepentingan dokter dalam
memperoleh pembayaran.
2. Pasien dapat merasakan apakah dokter bekerja demi diri pasien atau demi uang.
3. Dokter bekerja sesuai dengan kompetensinya kecuali dalam keadaan darurat pertolongan atau
penyelamatan nyawa.
4. Dokter bekerja dengan melaksanakan standar pelayanan medis yang telah ditentukan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia.
5. Dokter bekerja dengan melaksanakan standar prosedur operasional yang telah ditentukan oleh
profesinya bila bekerja mandiri atau yang telah ditentukan oleh institusinya, misalnya puskesmas,
rumah sakit, dan sebagainya.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
158
Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (WMA) (1992) adalah :
medical malpractice involves the physicians failure to conform to the standart of care for treatment of
the patients condition, orlack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the
direct cause of an injury to the patient
4
. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional), seperti pada misconduct
tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ ketidak-kompetenan yang
tidak beralasan.
Menurut W.L. Prosser dalam buku The Law of Torts yang dikutip oleh Dagi, T.F dalam
tulisannya yang berjudul Cause and Culpability di Journal of Medicine and Philosophy Vol. 1, No. 4,
1976, unsur malapraktik adalah (1) Adanya perjanjian dokter-pasien; (2) Adanya pengingkaran
perjanjian; (3) Adanya hubungan sebab akibat antara tindakan pengingkaran itu dengan musibah yang
terjadi; (4) Tindakan pengingkaran itu merupakan penyebab utama dari musibah dan; (5) Musibah itu
dapat dibuktikan keberadaannya.
Menurut Hubert W. Smith tindakan malpraktek meliputi 4D, yaitu :
1. Duty to use due care (kewajiban)
Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti harus ada
hubungan hukum antara pasien dan dokter/ rumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum, maka
implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter (atau tenaga medis lainnya) di rumah sakit
tersebut harus sesuai dengan standar pelayanan medisagar pasien jangan sampai menderita cedera
karenanya.
Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan
adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai standar profesi serta
sudah ada informed consent. Keempat tindakan di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang
Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran,
yang menyebutkan pada bagian kesatu pasal 36, 37 dan 38 bahwa seorang dokter harus memiliki
surat izin praktek, dan bagian kedua tentang pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43.
Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1) menyebutkan bahwa
setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Sebelum memberikan persetujuan pasien harus
diberi penjelasan yang lengkap akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
Selain itu, ketika dia menjalankan praktik kedokteran wajib untuk membuat rekam medis,
yang sudah diatur dalam undang-undang parktek kedokteran pasal 46. Rekam medis harus segera
dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan dan harus dibubuhi nama, waktu,
dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
2. Dereliction (breachof duty/adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas)
Apabila sudah ada kewajiban, maka dokter (atau tenaga medis lainnya) di rumah sakit
tersebut harus bertindak sesuai standar profesi yang berlaku. Jika terdapat penyimpangan dari
standar tersebut, maka ia dapat dipersalahkan.
3. Damage (injury/kerugian)
Unsur ketiga untuk penuntutan malpraktik medik adalah cedera atau kerugian yang
diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai,
tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada
pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. Istilah injury tidak saja dalam bentuk fisik,
namun kadangkala juga termasuk dalam arti gangguan mental yang hebat.
4. Direct Causation (Proximate Cause/penyebab langsung )
Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktik medik, maka harus ada
hubungan kausal yang wajar antara sikap tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage)
yang diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab
langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cukup untuk mengajukan tuntutan
ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangannya itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai
mencederai pasien. Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara adekuat,
maka hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat
untuk meminta pertanggungjawaban hukumnya.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
159
Meskipun demikian, pada kenyataannya tidak semua sengketa medik yang memenuhi unsur 4-
D berakhir dengan proses peradilan. Hal ini terjadi akibat adanya unsur kelima kelalaian; yaitu willing
plaintiff (keinginan menggugat).

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk
malpraktik medis yang paling sering terjadi. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu :
1. Malfeasance; melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/ layak (unlaw atau
improper). Misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai.
2. Misfeasance; melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
(improper performance). Misalnya melakukan tindakan medis yang menyalahi prosedur.
3. Nonfeasance; tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.
Tingkat-tingkat kelalaian oleh hukum hanya dibedakan 2 (dua) ukuran tingkat :

1. Yang bersifat ringan, biasa (culpa levis); yaitu apabila seseorang tidak melakukan apa yang
seorang biasa, wajar, dan berhati-hati akan melakukan, atau justru melakukan apa yang orang lain
yang wajar tidak akan melakukan di dalam situasi yang meliputi keadaan tersebut.
2. Yang bersifat kasar, berat (culpa lata); yaitu apabila seseorang dengan sadar dan dengan
sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak dilakukannya.
Menurut Prof. Leenen suatu tindakan medik harus memenuhi syarat :
1. Harus ada indikasi medik,
2. Dilakukan berdasarkan standar,
3. Dilakukan dengan teliti dan hati-hati,
4. Harus ada informed consent.
Setiap tindakan medis mengandung resiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan
pencegahan ataupun tindakan guna mereduksi resiko tersebut. Resiko yang dapat diterima adalah
sebagai berikut:

1. Resiko yang derajat propabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi, diperhitungkan
atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, perdarahan atau infeksi pada pembedahan,
dan lain-lain.
2. Resiko yang derajat propabilitas dan keparahannya besar pada waktu tertentu, yaitu apabila
tindakan medis yang beresiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang
harus ditempuh terutama dalam keadaan gawat darurat.
JENIS MALPRAKTIK
Jika diukur menurut berat-ringannya maka malpraktik yang dilakukan oleh profesi kedokteran
dapat dibedakan menjadi malpraktik etika, malpraktik disiplin dan malpraktik hukum. Untuk
mengetahui lebih jelas perbedaan-perbedaan antara malpraktik etika, disiplin dan hukum dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel. Perbedaan etika, disiplin dan hukum
BIDANG SIFAT TUJUAN SANKSI

Etika
Intern (self
imposed
regulation)
Memelihara harkat
martabat profesi
dan menjaga mutu
Teguran, skorsing,
pemecatan sebagai
anggota

Disiplin
Hukum publik
(ada unsur
pemerintah dan
awam)
Melindungi
masyarakat
(termasuk anggota
profesi)

Teguran, skorsing,
pencabutan izin



Hukum


Berlaku umum
(bersifat
memaksa)


Menjaga tata tertib
masyarakat luas
Hukum perdata
= ganti rugi
Hukum Pidana
= sanksi badan dan
atau pencabutan izin



Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
160













Gambar. Proses Investigasi Kasus malpraktek

PENCEGAHAN MALPRAKTIK MEDIS

Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya
boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang berkompetensi dan mendapatkan
izin dari institusi yang berwenang dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang
ditetapkan oleh organisasi profesinya.
Untuk memastikan bahwa para dokter yang berpraktik adalah benar telah memiliki kompetensi
dan kewenangan medis dan yang sesuai dengan standar medis dan etika profesi maka perlu adanya
UU Praktik Kedokteran. UU Praktik Kedokteran dimaksudkan untuk mencapai akuntabilitas profesi
dan layanan kedokteran.
Prof.Dr.dr Daldiyono mengatakan bahwa seharusnya yang diperlukan adalah dokter yang
bijak. Dalam filsafat kedokteran, dokter bijak diharapkan memiliki criteria:
1. Pendidikan kedokteran berkelanjutan
2. Praktik kedokteran bermutu dan beretika (manusiawi) (good clinical practice)
3. Sistem&cara yankes bermutu serta beretika(good clinical governance).
Apabila seorang dokter telah terbukti dan dinyatakan telah melakukan tindakan malpraktek maka
dia akan dikenai sanksi hukum sesuai dengan UU No. 23 1992 tentang kesehatan. Dan UU
Praktek kedokteran dalam BAB X Ketentuan Pidana Pasal 75 ayat (1) yang berbunyi setiap
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat
tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sehubungan dengan hasil keputusan Mahkama Konstitusi pasal tersebut telah mengalami revisi,
dimana salah satu keputusan dari Mahkama Konstitusi adalah ketentuan ancaman pidana penjara
kurungan badan yang tercantum dalam pasal 75, 76, 79, huruf a dan c dihapuskan. Namun
mengenai sanksi pidana denda tetap diberlakukan
.

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
161












Gambar. Tanggung jawab Dokter dalam Upaya Pelayanan Kesehatan

Di negara-negara maju terdapat Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas melakukan
pembinaan etika profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap etik
kedokteran.
Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), baik di
tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan
dengan baik oleh para dokter maupun masyarakat.
Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh MKEK. Oleh
karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982 Departeman Kesehatan
membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat
dan di tingkat propinsi.
Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat ditanggulangi oleh
MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul kepada pejabat berwenang.Jadi instansi pertama
yang akan menangani kasus-kasus malpraktek etik ialah MKEK cabang atau wilayah. Masalah yang
tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK Propinsi dan jika P3EK Propinsi tidak mampu
menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK Pusat.
Demikian juga kasus-kasus malpraktek etik yang dilaporkan kepada propinsi, diharapkan dapat
diteruskan lebih dahulu ke MKEK Cabang atau Wilayah. Dengan demikian diharapkan bahwa semua
kasus pelanggaran etik dapat diselesaikan secara tuntas.
Tentulah jika sesuatu pelanggaran merupakan malpraktek hukum pidana atau perdata, maka
kasusnya diteruskan kepada pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah bahwa oleh karena kurangnya
pengetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran menyebabkan dokter yang
ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil.


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
162
Ilustrasi Kasus
1. Seorang ibu membawa anaknya yang menderita penyakit gondong/bengok (parotitis), kepada
dokter. Oleh dokter anak tersebut diberi injeksi Penisilin, anak tersebut ternyata tidak tahan dan
kemudian segera meninggal.
Dokter dalam kasus ini telah melakukan penyimpangan yaitu di dalam hal pemberian injeksi
Penisilin oleh karena penyebab penyakit gondong adalah virus, sedangkan virus tidak dapat
dimatikan oleh Penisilin.
2. Seorang dokter memberikan injeksi Penisilin kepada pasien penderita penyakit kencing nanah, si
pasien ternyata meninggal tidak lama setelah penyuntikan.
Kesalahan dokter di dalam kasus ini ialah : ia tidak melakukan anamnesa, menanyakan apakah
pasien tersebut tahan terhadap Penisilin, apakah ia tidak punya penyakit alergi dan tidak dilakukan
skin test terlebih dahulu.
3. Seorang dokter ahli ilmu ural dalam sakit (patologanatom) melakukan kekeliruan di dalam
diagnosa dari jaringan yang diperoleh dari ahli kandungan, akibat dari kekeliruan tersebut ahli
kandungan melakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi), yang seharusnya tidak perlu
dilakukan.
4. Seorang penderita kanker payudara diberi pengobatan dengan penyinaran, yang menyebabkan
hangusnya kulit penderita tersebut. Dalam kasus ini dokter bersalah oleh karena, ia tidak
memberikan penjelasan terlebih dahulu akan komplikasi yang dapat terjadi bila seseorang
mendapat penyinaran.
5. Seorang wanita meninggal dunia beberapa saat setelah dilakukan tindakan pengguguran
kandungan. Di dalam pemeriksaan ternyata rahim wanita robek sehingga terjadi pendarahan yang
berakibat fatal. Dokter yang melakukan tindakan tersebut ternyata kurang berhati-hati di dalam
melakukan pengguguran tersebut sehingga terjadi robekan pada rahim.
Di dalam menghadapi kasus-kasus seperti tersebut di atas yaitu terjadinya luka-luka atau kematian
pada seseorang sehubungan dengan tindakan kedokteran, maka penyidik memerlukan visum et
repertum (VER), di mana di dalam VER tersebut harus memuat kejelasan di dalam hal :
a. Bagaimana keadaan korban/pasien yang sebenarnya dalam kaitan dengan upaya pembuktian
apakah diagnosa yang dibuat dokter tersebut tepat, ini untuk dapat menjelaskan tepat tidaknya
tindakan/pengobatan yang dilakukan oleh tersebut dengan kata lain apakah indikasinya tepat.
b. Apakah terdapat hubungan sebab akibat antara tindakan dokter dengan kematian atau perlukaan
pada tubuh korban. Dengan perkataan lain apakah penyebab kematian korban disebabkan tindakan
yang dilakukan oleh dokter, apakah luka-luka yang terdapat pada tubuh korban memang
disebabkan oleh tindakan dokter.
Selain mendapatkan kejelasan seperti yang dimaksud di atas, maka di dalam menghadapi kasus
penyimpangan di dalam praktek kedokteran, penyidik perlu mengadakan konsultasi/meminta
keterangan dari organisasi profesi yang bersangkutan (IDI dan organisasi spesialisasi yang terdapat
dalam tubuh IDI), yaitu dalam kaitannya untuk mendapatkan kejelasan apakah dalam kasus yang
dihadapi itu memang terdapat penyimpangan, khususnya di dalam melakukan prosedur kedokteran
yang sudah digariskan oleh Ikatan Indonesia atau organisasi spesialisasi lainnya.
Perlu diketahui bahwa untuk mengetahui apakah seorang dokter telah melakukan penyimpangan atau
tidak tergantung dari berbagai faktor di antaranya : kondisi dan fasilitas setempat serta standarisasi
pendidikan yang diperoleh dokter dari Perguruan Tinggi dimana dokter tersebut mendapatkan
keahlian. Jadi tidak dapat diambil suatu patokan atau kriteria yang sama untuk seluruh Indonesia.
Dengan demikian jelas diperlukan koordinasi antara Penyidik dengan organisasi profesi, sesuai dengan
kasusnya, tidak lain agar mendapat kejelasan yang sebaik-baiknya.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
163
Catatan tambahan Bimbingan dr.Iwan @flanie selasa, 1 pebruari 2011
Bab XVII Mal praktek

Perjalanan penyakit alamiah













Sengaja Lalai



Resiko



Bisa dicegah Tidak bisa dicegah

Lalai









Cukup salah satu terpenuhi di anggap malpraktek







Kematian akibat
tindakan medis
1. Tidak melakukan sesuati yang harusnya dilakukan
2. Melakukan sesuatu yang harusnya tidak dilakukan
Oleh orang yang sekualifikasi pada situasi dan kondisi yang
identik
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
164
BAB XVI
AUTOPSI

Pengertian Autopsi
Autopsi = sendiri dan opsis = melihat. Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat,
meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses
penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut,
menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang
ditemukan dengan penyebab kematian.
Berdasarkan tujuannya ada 2 jenis autopsi, autopsi klinik dan autopsi forensik/ autopsi mediko-
legal.
Autopsi klinik diakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, di rawat di rumah
sakit tetapi kemudian meninggal.
Tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah:
a. Menentukan sebab kematian yang pasti
b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis
postmortem
c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik dan gejala-gejala
klinik
d. Menentukan efektifitas pengobatan
e. Mempelajari pelajaran lazim suatu proses penyakit
f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Untuk autopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan.
Untuk mendapatkan hasil maksimal, yang terbaik adalah malakukan autopsi klinik yang
lengkap meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada, perut/panggul, serta pemeriksaan seluruh organ-
organ dalam. Jika keluarga menolak dapat dilakukan autopsi klinik parsial, pada satu atau dua rongga
tertentu. Jika keluarga masih menolak, kiranya dapat diusahakan suatu needle necropsy terhadap organ
tubuh tertentu, kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologik.
Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan
peraturan undang-undang dengan tujuan :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menetukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara dan saat kematian
c. Mengumpulkan dan mengenali benda-benda bukti untuk penetuan identitas benda peyebab serta
identitas pelaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan
terhadap orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik, diperlukan surat permintaan pemeriksaan/ pembuatan
visum et repertum dari yang berwenang, yakni pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan. Dalam
melakukan autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap. Autopsi forensik harus
dilakukan oleh dokter. Dalam autopsi klinik dan forensik, kelainan sekecil apapun harus dicatat dan
pemeriksaan harus dilakukan sedini mungkin.
Persiapan Sebelum Autopsi
Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian :
a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap.
b. Apakah mayat yang akan di autopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan dalam surat
yang bersangkutan.
c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin.
d. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia.
Beberapa Hal Pokok Pada Autopsi Forensik
Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui :
a. Autopsi harus dilakukan sedini mungkin.
b. Autopsi harus dilakukan lengkap.
c. Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter.
d. Pemeriksaan dan pencatatan seteliti mungkin.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
165
Sebab, Cara dan Mekanisme Kematian
Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab atas terjadinya kematian.
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Cara kematian
wajar (natural death) bila akibat suatu penyakit semata-mata.
Cara kematian tidak wajar (unnatural death) bila akibat kecelakaan, bunuh diri dan
pembunuhan.
Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokomiawi yang ditimbulkan oleh
penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup.
Tehnik Autopsi :
Tehnik Virchow :
Tehnik ini mungkin merupakan tekhnik autopsi tertua. Setelah dilakukan pembukaan rongga
tubuh, organ-organ dikeluarkan satu per satu dan langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan-
kelainan yang terdapat pada masing-masing organ dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik
antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang. Dengan demikian, tekhnik ini
kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata
api dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah serta
dalamnya penetrasi yang terjadi.
Tehnik Rokitansky :
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan in
situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan organ (en
bloc). Tekhnik ini jarang dipakai, karena tidak menujukkan keunggulan yang nyata. Tekhnik ini pun
tidak baik digunakan autopsi forensik.
Tehnik Letulle:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut dikeluarkan sekaligus (en
masse), Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaan posterior menghadap ke atas. Plexus
coeliacus dan kelenjar paraaorta diperiksa. Aorta dibuka sampai arcus aorta dan Aa. Renales kanan
dan kiri dibuka serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara a. renalis. Rektum dipisahkan dari sigmoid. Organ urogenital
dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus
antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari trakea, tetapi
hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di atas
diafragama dan dengan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut.
Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar organ tetap
dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian tekhnik ini adalah sukar
dilakukan tanpa pembantu serta agak sukar dalam penanganan karena panjangnya kumpulan organ-
organ yang dikeluarkan sekaligus.
Tehnik Ghon:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa,
organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc).
Peralatan Untuk Autopsi
a. Kamar autopsi
b. Meja autopsi
c. Peralatan autopsi
d. Pemeriksaan untuk pemeriksaan tambahan
e. Peralatan tulis menulis dan fotografi
Pemeriksaan Luar
Sistematika pemeriksaan adalah :
1. Label mayat
2. Tutup mayat
3. Bungkus mayat
4. Pakaian mayat
5. Perhiasan mayat
6. Benda Disamping mayat
Disertakan pula pengiriman benda disamping mayat (misal bungkusan atau tas). Lakukan
pencatatan teliti dan lengkap
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
166
7. Tanda Kematian
Pencatatan tanda kematian berguna untuk penentuan saat kematian,. Jangan lupa mencatat
waktu/saat dilakukan pemeriksaan.
a. Lebam mayat
Catatan letak/distribusi lebam mayat, adanya bagian tertentu di daerah lebam mayat yang
justru tidak menunjukkan lebam (karena tertekan pakaian terbaring di atas benda keras dan
lain-lain). Warna dari lebam mayat serta intensitas (hilang dengan penekanan/sedikit
hilang/tidak menghilang sama sekali).
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah dagu/tengkuk,
lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dngan menentukan apakah mudah/sukar dilawan
Apabila ditemukan spasme kadaverik (cadaveric spasm), harus dicatat dengan sebaik-baiknya,
karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang dilakukan korban saat terjadi kematian).
c. Suhu tubuh mayat
Kriteria penurunan suhu tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan, namun kadang masih
membantu dalam perkiraan kematian. Pengukuran suhu dengan menggunkana termometer
rektal. Jangan lupa mencatat suhu ruangan pada saat yang sama.
d. Pembusukan
Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan bawah yang
berwarna kehijau-hijauan, Pada pembusukan lebih lanjut, kulit ari telah terkelupas, terdapat
gambaran pembuluh superfisial yang melebar berwarna biru hitam, ataupun tubuh yang telah
mengalami penggembungan akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain
Mencatat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, (misalnya
mummifikasi/adipocare).
8. Identifikasi umum
Catat jenis kelamin, bangsa atau ras, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat badan, keadaan
zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut.
9. Identifikasi Khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus.
a. Rajah/tatto
Tentukan letak, bentuk, warna serta tulisan tatto yang ditemukan. Bila perlu buat dokumentasi
foto.
b. Jaringan parut
Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan, baik yang timbul akibat penyembuhan
luka maupun yang terjadi akibat tindakan bedah.
c. Kapalan (Callus)
Dengan mencatat distrubusi callus, kadangkala dapat diperoleh keterangan berharga mengenai
pekerjaan mayat yang diperiksa semasa hidupnya.
Pada pekerja/buruh pikul, ditemukan kapalan pada daerah bahu, pada pekerja kasar lainnya
ditemukan kapalan pada telapak tangan atau kaki.
d. Kelainan pada kulit
Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopigmentasi, eksema, dan kelainan lain seringkali
dapat membantu penentuan identitas.
e. Anomali dan cacat pada tubuh
Kelainan anatomis pada tubuh perlu dicatat dengan seksama dan teliti.
10. Pemeriksaan Rambut
Dimaksudkan untuk membantu identifikasi. Pemcatata dilakukan terhadap distribusi, warna,
keadaan tumbuh, serta sifat dari rambut tersebut (halus/kasar, lurus/ikal).
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
167
11. Pemeriksaa Mata
Periksa kelopak mata terbuka/tertutup, adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan lain yang
ditimbulkan oleh penyakit dan sebagainya. Periksa keadaan selaput lendir kelopak mata (warna,
kekeruhan, pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, bercak perdarahan).
Pemeriksaan bola mata (tanda kekerasan, kelainan seperti pysis bulbi, pemakaian mata palsu dan
sebagainya)
Pemeriksaan selaput lendir bola mata (adanya pelebaran pembuluh darah, bintik perdarahan atau
kelainan lain).
Pemeriksaan kornea/selaput bening mata (jernih/tidak, kelainan fisiologis (ptysis bulbi) atau
patologis (leucoma)).
Pemeriksaan iris/tirai mata (warnanya, kelainan yang ditemukan)
Pemeriksaa pupil/teleng mata (ukurannya, besar ukuran pada kanan dan kiri, kelainan).
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Pemeriksaan meliputi bentuk daun telinga dan hidung. Mencatat pula kelainan serta tanda
kekerasan. Periksa dari lubang hidung/telinga adanya keluar cairan/darah.
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
Meliputi bibir, lidah, rongga mulut, serta gigi geligi. Adanya kelainan/tanda kekerasan. Memeriksa
dengan teliti keadaan rongga mulut akan adanya benda asing.
Terhadap gigi geligi, dilakukan pencatat jumlah gigi yang terdapat, adanya yang
hilang/patah/tambalan/bungkus logam, adanya gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan (staining) dan
sebagainya.
Data gigi geligi merupakan alat yang berguna untuk identifikasi bila terdapat data pembanding.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi.
Catat kelainan bawaan yang mungkin ditemukan, adanya manik-manik yang ditanam di bawah
kulit, keluarnya cairan dari lubang kemaluan, serta kelainan yang disebabkan oleh penyakit atau
sebab lain. Pada dugaan telah terjadi suatu persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil
preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glands atau coronaglandis
yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan
teknik laboratorium.
Pada mayat wanita, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior akan kemungkinan
adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa
saat sebelumnya, jangan lupa melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sekret/cairan linag
senggama.
Lubang pelepasan perlu mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat perlakuan sodomi,
mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya sebagian berubah menjadi
lapisan bertanduk dan hilangya rugae.
15. Lain-lain
Perlu diperhatian akan kemungkinan terdapatnya :
a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ ujung-ujung jari (pada sianosis)
atau adanya edema/sembab.
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal, dan lain-lain.
c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan, atau serpihan cat,
pecahan kaca, lumuran aspal, dan lain-lain.
16. Pemerikaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka
Pada pemeriksaan tersebut , perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif terhadap :
a. Letak luka
Sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, mencatat letaknya yang tepat menggunakan
koordinat terhadap garis/titik anatomis yang terdekat.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
168
b. Jenis luka
Tentukan apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka.
c. Bentuk luka
Menyebutkan bentuk luka yang didapatkan. Pada luka yang terbuka sebutkan bentuk luka
setelah luka dirapatkan.
d. Arah luka
Dicatat dari arah luka (melintang, membujur, atau miring)
e. Tepi luka
Perhatikan tepi luka rata, teratur, atau bentuk tidak beraturan.
f. Sudut luka
Pada luka terbuka, apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat atau bentuk lain.
g. Dasar luka
Dasar luka berupa jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan rongga badan.
h. Sekitar luka
Lihat terdapat adanya pengotoran, terdapt luka/tanda kekerasan lain sekitar luka.
i. Ukuran luka
Diukur dengan teliti, pada luka terbuka diukur juga setelah luka dirapatkan.
j. Saluran luka
Dilakukan secara in situ. Termukan perjalanan luka, serta panjang luka. Penentuan ini baru
dapat dilakukan pada saat pembedahan mayat.
k. Lain-lain
Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap pemukaan luka terhadap pola
penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan yang menyebabkan
luka tersebut.
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang
Tentukan letak patah luka yang ditemukan serta catat sifat/jenis masing-masing patah tulang yang
terdapat.
PEMBEDAHAN MAYAT
Pengeluaran Alat Tubuh
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan (diganjal)
dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal
dan daerah leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai dibawah dagu, diteruskan
kearah umbilicus dan melingkari umbilicus disisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis
pertengahan badan sampai di daerah simpisis pubis.
Pada daerah leher, insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi
kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai di daearh
epigastrium, sampai menembus ke dalam rongga perut.
Insisi berbentuk huruf I diatas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu pemeriksaan
bedah mayat forensic. Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu kepentingan pemeriksaan, atas
indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit berbentuk huruf Y, yang dimulai pada kedua
puncak bahu. Insisi pada daerah dada sebelah kanan dan kiri dipertemukan pada garis pertengahan
kira-kira setinggi insisura jugularis. Dengan insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat
leher menjadi lebih sukar.
Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan
pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang
dimasukkan kedalam lubang insisi ini, maka dinding perut dapat ditarik/diangkat keatas. Pisau
diselipkan diantara dua jari tersebut dan insisi dapat diteruskan sampai ke simpisis pubis. Disamping
berfungsi sebagai pengangkat dinding perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
169
pemandu (guide) untuk pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris
oleh pisau.
Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut tersebut kearah luar
(dilakukan dengan ibu jari disebelah dalam/sisi peritoneum dan 4 jari lainnya disebelah luar/sisi kulit),
dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan pada otot-otot sepanjang arcus costae. Pelepasan
dinding dada dilakukan terus kearah dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan kesamping
sampai garis ketiak depan. Pengirisan pada otot dilakukan dengan bagian perut pisau dan bidang pisau
(blade) yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah dibebaskan dari otot-otot
pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat dengan teliti.
Kelainan pada dinding dada dapat merupakan resapan darah, patah tulang maupun luka
terbuka. Kulit daerah leher dilepaskan dari otot leher yang berada dibawahnya. Perhatikan akan
adanya tanda kekerasan maupun kelainan-kelainan lainnya.
Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot dinding perut, cacat
tebal msing-masing serta lika-luka bila terdapat.
Rongga perut diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat perut secara
umum. Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum), apakah menutupi seluruh usus-usus kecil,
ataukah mengumpul pada sutu tempat akibat adanya kelainan setempat. Periksalah keadaan usus-usus,
adakah kelainan volvulus, intususepsi, infark, tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah
mengalami operasi sebelumnya, perhatikan pula bagian/ alat-alat perut yang mengalami penjahitan,
reseksi atau tindakan lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga perut, bila terdapat cairan, catat
sifat dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut sebelah dalam
diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Pada selaput lendir yang normal, tampak licin dan halus
berwarna kelabu mengkilat. Pada kelainan peritonitis, akan tampak selaput lendir yang tidak rata,
keruh dengan fibrin yang melekat
Tentukan pula letak sekat rongga badan (diafragna), dengan membandingkan tinggi difragma
terhadap iga digaris pertengahan selangka (midelavicular line).
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat setengah sampai satu
sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga. Dengan bagian perut pisau dan bidang
pisau (knife blade) yang diletakkan tegak lurus, rawan iga dipotong mulai dari iga ke 2 terus kearah
kaudal. Pemotongan ini dapat dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda karena bagian
rawan belum mengalami penulangan. Dengan tangan kanan memegang gagang pisau dan telapak
tangan kiri menekan punggung pisau. Pisau digerakan memotong rawan iga-iga tersebut mulai dari iga
kedua sampai daerah arcus costae. Lakukan hal yang sama pada sisi tubuh yang lain
Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding dada bagian depan
sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan.
Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua kearah kraniolateral, dengan
demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium sterni yang keras. Setelah rawan iga pertama
terpotong, pisau dapat diteruskan kearah medial menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk
mencapai sendi antara tulang selang dan tulang dada (articulation sternoclavicularis) dan
memotongnya. Bila ini telah dilakukan pada kedua sisi maka bagian depan dinding dada telah dapat
dilepaskan.
Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kandung jantung. Biasanya dengan mencatat
bagian kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru. Kandung jantung yang tampak 1
jari diantara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan paru yang berlebihan (pada edema paru
atau emfisema paru).
Dengan tangan, paru dapat ditarik kearah medial dan rongga dada dapat diperiksa, apakah
terdapat cairan, darah atau lainnya.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan mengikuti
bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung terisi oleh cairan atau darah.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
170
Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun pada permukaan depan jantung
sendiri.
Iga-iga dipotong mulai rawan iga ke-2 ke arah latero kaudal . Iga pertama dipotong ke arah
latero cranial untuk menghindari manubrium sterni.
Tentukan berapa jari kandung jantung tampak antara kedua paru. Kandung jantung dibuka
dengan gunting mengikuti huruf Y terbalik.
Pada dugaan thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik jantung kanan diiris memanjang
sejajar dengan septum jantung kurang lebih 1 cm lateral dari septum, kemudian diperpanjang dengan
gunting ke arah a.pulmonalis.
Alat-alat leher dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga dada, sedangkan usus halus
mulai dari yeyenum sampai rectum dilepaskan tersendiri, kemudian alat dalam rongga perut
dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.
Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot dasar mulut pada
tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu, menembus rongga mulut dari bawah. Insisi
diperlebar ke kanan maupun ke kiri. Lidah ditarik ke bawah sehingga dapat dikeluarkan dari tempat
bekas irisan.
Palatum molle diiris sepanjang perlekatannya dengan palatum durum sampai bagian lateral dari
plica pharingea. Dengan meneruskan pemotongan sampai ke permukaan depan dari tulang belakang
dan sedikit menarik alat-alat leher ke arah bawah maka seluruh alat leher dapat lepas dari
perlekatannya.
Lakukan pemotongan pembuluh darah dan saraf di belakang tulang selangka dengan lebih dulu
menggenggam pembuluh darah dan saraf tersebut. Lepaskan perlekatan antara paru-paru dengan
dinding rongga dada. Dengan tangan kanan memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan
pada sisi kanan dan kiri hilus paru, alat rongga dada ditarik ke arah kaudal sampai keluar dari rongga
paru.
Lepaskan esophagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buat dua ikatan di atas
diafragma.
Esofagus digunting antara kedua ikatan tersebut. Tangan kiri menggenggam bagian bawah alat
rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan pengirisan terhadap genggaman tersebut. Alat leher
dan alat dalam rongga dada dapat dikeluarkan seluruhnya.
Usus-usus dilepaskan dengan melakukan dua ikatan pada awal jejunum. Pengguntingan
dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat agar isi duodenum tidak tercecer. Tangan kiri mengangkat
ujung distal dan mengangkatnya, maka mesenterium yang melekat usus halus dengan dinding rongga
perut dapat diiris dekat usus. Pengirisan dilakukan seperti gerakan menggergaji dan dilakukan
sepanjang usus halus sampai daearah ileum terminalis. Pada daerah caecum, pengirisan dilakukan
terhadap mesokolon, dengan memotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon asendens pada
daerah ini.
Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung. Mesokolon
kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descendens dengan memisahkannya juga dari limpa dan
ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari dinding rongga perut dengan memotong mesocolon di
bagian belakangnya.
Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari distal diurut ke arah proksimal. Rectum
diikat dengan dua ikatan, kemudian diputus di antara dua ikatan tersebut. Setelah dilakukan pelepasan
usus halus dan usus besar dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang usus tersebut.
Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul dilakukan pengirisan dimulai dengan
memotong diafragma dekat insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan diteruskan ke arah
bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-masing ginjal sampai memotong a.iliaca communis.
Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepas peritoneum di daerah simfisis (alat rongga
panggul terletak retroperitoneal). Kandung kencing serta alat lain dipegang dengan tangan kiri sampai
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
171
ke belakang bersama-sama rectum. Pemotongan melintang dilakukan setinggi kelenjar prostat pada
mayat laki-laki dan setinggi sepertiga proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga panggul
kemudian dilepaskan seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan diangkat bersama-sama
dengan alat rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu.
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala, dimulai pada
prosesus mastoideus, melingkari kepala ke arah vertex, dan berakhir pada prosesus mastoideus sisi
lain. Pengirisan dibuat sampai pisau mencapai periosteum. Kulit kepala kemudian dikupas, ke arah
depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas orbita (margo supraorbitalis) dan ke arah belakang
sampai sejauh protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan pada permukaan dalam
kulit kepala maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah tanda
kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah tulang. Untuk membuka rongga
tengkorak dilakukan penggergajian tulang tengkorak, melingkar di daerah frontal sejarak kurang lebih
2 cm di atas margo supraorbitalis, di daerah temporal kurang lebih 2 cm di atas daun telinga. Pada
daerah temporal penggergajian dilakukan setelah otot temporalis dipotong dengan pisau terlebih
dahulu. Pada daerah temporal ini penggergajian dilakukan melingkar ke belakang 2 cm sebelah atas
protuberantia occipitalis externa , dengan garis penggergajian membentuk sudut 120
o
dari garis
penggergajian terdahulu. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan menggunakan pahat berbentuk T
(T-chisel) dengan jalan mendongkel pada garis penggergajian.
Setelah atap tengkorak dilepaskan pertama-tama dilakukan penciuman bau yang keluar, sebab
pada beberapa jenis keracunan dapat tercium bau yang khas. Dilakukan pengamatan kelainan pada
permukaan dalam atap tengkorak maupun pada duramater. Kelainan dapat berupa luka pada
duramater, perdaraahan epidural, dll. Duramater kemudian digunting mengikuti garis penggergajian,
dan daerah subdural diperiksa adanya perdarahan, pengumpulan nanah, dsb.
Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari tangan kiri di garis pertengahan daerah frontal,
antara baga otak dan tulang tengkorak. Bagian frontal sedikit ditekan, tampak falk cerebri yang dapat
dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri kemudian sedikit mengangkat
baga frontal dan memperlihatkan nn.olfactorius, nn.opticus, yang kemudian dipotong sedekat mungkin
pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dapat dilakukan pada aa.karotis interna yang memasuki
otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat, serta jari-
jari tangan kiri sedikit menarik/mengangkat baga peliris (temporalis) sisi lain, tentorium cerebelli
tampak jelas dan mudah dipotong, dimulai dari foramen magnum ke lateral menyusuri tepi belakang
tulang karang otak (os petrosum). Potong saraf-saraf otak yang keluar pada dasar tengkorak. Perlu
diperhatikan bila tentorium cerebelli tidak dipotong maka otak kecil akan tertinggal dalam rongga
tengkorak.
Kepala dikembalikan ke posisi semula dan batang otak dipotong melintang dengan
memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam rongga magnum.
Dengan tangan kiri menyangga daerah baga occipital, dua jari tangan kanan dapat ditempatkan
di sisi kanan dan kiri batang otak yang terpotong, kemudian menarik bagian bawah otak dengan
gerakan memutar/meluksir hingga keluar dari rongga tengkorak.
Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus dilepaskan dari
dasarnya, agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar tengkorak.
Pemeriksaan Organ/Alat Dalam
Dimulai dari lidah, esophagus, trachea, dst sampai seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa
terakhir.
1. Lidah
Diperhatikan permukaan lidah, adakah bekas gigitan, baik baru maupun lama. Bekas gigitan yang
berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas gigitan dapat pula terlihat pada
penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai teriris putus agar setelah otopsi mayat
masih tampak berlidah utuh.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
172
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi, nanah, dsb.
Ditemukan tonsilektomi kadang membantu dalam identifikasi.
3. Kelenjar gondok
Otot-otot leher harus dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan pinset bergigi
pada tangan kiri, ujung bawah otot-otot leher dijepit dan sedikit diangkat, dengan gunting pada
tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian posterior. Setelah otot leher di angkat, kelenjar
gondok tampak jelas dan dapat dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trakea.
Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah
perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada kedua baga
kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (esophagus)
Dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya benda-benda
asing, keadaan selaput lendir, dll (misalnya striktur, varices).
5. Batang tenggorok (Trakhea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai dari epiglotis. Perhatikan adakah
edema, perdarahan, benda asing, dll. Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Pembukaan
trakea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding belakang sampai cabang bronkus kiri
dan kanan. Perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin (cartilago
cricoidea)
Tulang lidah kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan. Tulang lidah terlebih
dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan pinset dan gunting. Perhatikan adanya patah
tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin seringkali juga menunjukkan resapan
darah pada kasus dengan kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteri carotis interna
Arteri carotis communis dan interna biasanya tertinggal melekat pada permukaan dekat ruas
tulang leher. Perhartikan tanda kekerasan sekitar arteri ini. Buka arteri dengan menggunting
dinding depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila kekerasan pada daerah leher mengenai
arteri ini, kadang dapat ditemukan kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah.
8. Kelenjar kacangan (thymus)
Biasanya telah menjadi Thymic fat body pada orang dewasa, namun kadang masih dapat
ditemukan pada status thymicolymphaticus. Kelenjar thymus terletak melekat di sebelah atas
kandung jantung. Pada permukaanya perhatikan adanya perdarahan berbintik serta
kemungkinannya adanya kelainan lain.
9. Paru-paru
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru. Pada paru yang
mengalami emphysema dapat ditemukan cekungan bekas penekanan iga. Perhatikan warnanya,
serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli (tampak pada
permukaan paru sebagai bercak berwarna merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka,
bulla, dsb.
Perabaan paru yang normal teraba seperti spons. Pada paru dengan proses peradangan, perabaan
dapat menjadi padat atau keras.
Penampang paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru mulai apex sampai ke basal, dengan
tangan kiri memegang paru pada daerah hilus. Pada penampang paru ditentukan warnanya serta
dicatat kelainan yang mungkin ditemukan.
10. Jantung
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
173
Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar/masuk ke jantung dengan jalan
memegang apex jantung dan mengangkatnya serta menggunting pembuluh tadi sejauh mungkin
dari jantung.
Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat. Perhatikan adanya
resapan darah, luka, atau bintik-bintik perdarahan. Pada otopsi jantung, ikuti sistematika
pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan mengikuti aliran darah di dalam jantung.
Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke atas yang
dipertahankan terus sampai otopsi jantung selesai. Vena cava superior dan inferior dibuka dengan
menggunting dinding belakang vena-vena tersebut. Dengan gunting buka pula aurikel kanan.
Perhatikan adanya kelainan pada aurikel kanan maupun atrium kanan.
Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau menembus apeks di sisi
kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral, lakukan irisan menembus tebal otot dinding
sebelah kanan sehingga rongga bilik jantung kanan terlihat. Ukur lingkaran katup trikuspidal serta
memeriksa keadaan katup, apakah terdapat penebalan, benjolan atau kelainan lain. Tebal dinding
bilik kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding belakang bilik
kanan, 1 cm di bawah katup.
Irisan dinding depan bilik kanan menggunakan gunting, mulai dari apeks, menyusuri septum
pada jarak cm, ke arah atas menggunting dinding depan a.pulmonalis dan memotong katup
semilunaris pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai.
Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan menggunting dinding belakang
vv.pulmonales, disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan pisau panjang, apeks jantung
sebelah kiri dari septum ditusuk, lalu diiris ke lateral sehingga bilik kiri terbuka. Ukur lingkaran
katup mitral serta penilaian terhadap keadaan katup. Tebal otot jantung sebelah kiri diukur pada
irisan tegak yang dibuat 1 cm di bawah katup pada dinding belakang. Dengan gunting dinding
depan bilik kiri dipotong menyusuri septum pada jarak cm, terus ke arah atas, membuka juga
dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris aorta. Lingkaran katup diukur dan daun
katup dinilai.
Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara aa.coronaria kiri dan kanan.
Untuk memeriksa keadaan a.coronaria tidak boleh menggunakan sonde karena dapat mendorong
trombus yang mungkin ada.
Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang sepanjang jalannya
pembuluh darah. Arteri coronaria kiri berjalan di sisi depan septum, dan a,coronaria kanan keluar
dari dinding pangkal aorta ke belakang. Pada penempang irisan diperhatikan tebal dinding arteri,
keadaan lumen, serta kemungkinan terdapat trombus.
Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot, baik kelainan degeneratif maupun kelainan
bawaan.
Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai berikut : ukuran jantung
sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sekitar 300 gram, ukuran lingkar katup serambi bilik
kanan sekitar 11 cm, yang kiri sekitar 9,5 cm, lingkaran katup pulmonal sekitar 7 cm dan aortal
sekitar 6,5 cm. Tebal otot bilik kanan 3 sampai 5 mm, sedangkan yang kiri sekitar 14 mm.
11. Aorta thoracalis
Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat memperlihatkan permukaan dalam
aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma atau pembentukan aneurisma.
Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka.
Pada kasus kematian bunuh diri dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila
korban mendarat dengan kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan robekan melintang
pada aorta thoracalis.
12. Aorta abdominalis
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
174
Bloc organ perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan permukaan belakang
menghadap ke atas aorta abdominalis digunting dinding belakangnya mulai dari tempat
pemotongan aa.iliaca communis kanan dan kiri. Perhatikan dinding aorta terhadap adanya
penimbunan perkapuran atau atheroma.
Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini, terutama muara
aa. renalis kanan dan kiri. Mulai pada muaranya, aa. renalis kanan dan kiri dibuka sampai
memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan pada dinding pembuluh darah yang
mungkin merupakan dasar dideritanya hipertensi renal bagi yang berangkutan.
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut pada bloc
alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena bila telah dilakukan
pemeriksaan atau telah dilakukan pemisahan alat rongga perut dan panggul, anak ginjal sukar
ditemukan.
Anak ginjal kanan terletak di bagian mediokranial dari kutub atau ginjal kanan, tertutup oleh
jaringan lemak, berada antara permukaan belakang hati dan permukaan bawah diafragma. Untuk
menemukan anak ginjal sebelah kanan ini, pertama-tama digunting otot diafragma sebelah kanan.
Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan pinset dan gunting jaringan lemak yang
terdapat dan akan tampak anak ginjal yang berwarna kuning kecoklat-coklatan, berbentuk
trapezium dan tipis. Anak ginjal kemudian dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan diperiksa
terhadap kemungkinan terdapatnya kelainan ukuran, resapan darah dan sebagainya.
Anak ginjal terletak di bagian medio-kranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga tertutup dalam
jaringan lemak, terletak antara ekor kleenjar liur perut (pancreas) dan diafragma. Dengan cara
yang sama seperti pada pengeluaran anak ginjal kanan, anak ginjal kiri yang berbentuk bulan sabit
tipis dapat dilepaskan untuk dilakukan pemeriksaan dengan seksama.
Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak ginjal akan memberikan penampang dengan
bagian korteks dan medulla yang tampak jelas.
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
Kedua ginjal masing diliputi oleh jaringan lemak yang dikenal sebagai capsula adipose renis.
Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali menyebabkan resapan darah pada capsula
ini. Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral kapsula, ginjal dapat dibebaskan.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan pelvis renis dan ureter
terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal dibuat dari arah lateral ke medial,
diusahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang akan melewati pelvis renis. Pada tepi
dapat dicubit dan kemudian dapat dikupas secara tumpul. Pada ginjal yang normal, hal ini dapat
dilakukan dengan mudah. Pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan
melekat erat dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu
pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah, luka-luka
ataupun kista-kista retensi.Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula
ginjal. Juga perhatikan pelvis renis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan,
nanah dan sebagainya.
Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renis, terus mencapai vesika urinaria.
Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran serta keadaan mukosa.
Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti bentuk huruf T.
perhatikan isi serta selaput lendirnya.
15. Hati dan kandung empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa menunjukkan
permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadangkala pada permukaan hati dapat
ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan
abses.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
175
Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya tajam. Untuk
memeriksa penampang, buatlah 2 atau 3 irisan yang melintang pada punggung hati sehingga dapat
terlihat sekaligus baik bagian kanan maupun kiri hati. Hati yang normal menunjukkan penampang
yang jelas gambaran hatinya. Pada hati yang telah lama mengalami perbendungan dapat
ditemukan gambaran hati pala.
Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya batu empedu.
Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu, dapat dilakukan pemeriksaan
dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil memperhatikan muaranya pada duodenum
(papilla Veteri). Bila tampak cairan coklat-hijau keluar dari muara tersebut ini menandakan
saluran empedu tidak tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk
memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning.
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang norml menunjukkan permukaan yang berkeriput,
berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang limpa, limpa normal
mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung
pisau, akan ikut jaringan penampang limpa.
Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa.
Catat pula bila ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Lambung dibuka dengan gunting pada curvature mayor.
Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi lambung ini
diperlukan untuk pemriksaan toksikologik atau pemeriksaan laboratorik lainnya. Selaput lendir
lambung diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah.
Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya
kelainan bersifat ulcerative, polip dan lain-lain.
18. Kelenjar liur perut (pancreas)
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya. Kelenjar liur perut
yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan, dengan permukaan yang berbelah-belah
dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta beratnya. Catat bila ada kelainan.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah perdarahan
subdural, perdarahan subarachnoid, kontusio jaringan otak atau kedangkalan bahkan sampai
terjadi laserasi.
Pada oedema cerebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak menyempit.
Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang menyebabkan sebagian
permukaan otak menjadi datar.
Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willis. Nilai keadaan pembuluh drah pada
sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateronia, adakah penipisan dinding akibat
aneurysma, adakah perdarahan. Bila terdapat perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan
sumber perdarahan tersebut. Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan
tekanan intra cranial akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi hemiasi serebelum kea rah
foramen magnum, sehingga bagian bawah serebelum tampak menonjol.
Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada pedunculus cerebri
kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari batang otak dengan melakukan
pemotongan pada pedunculus cerebelli.
Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan pemotongan otak
besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan. Tempat pemotongan haruslah
sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan
yang dapat ditemukan pada penampang otak besar antara lain adalah: Perdarahan pada korteks
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
176
akibat contusio cerebri, perdarahan berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan
berbiturat serta keadaan lain yang menimbulkan hipoksia jaringan otak Infark jaringan otak, baik
yang bilateral maupun yang unilateral, akibat gangguan perdarahan oleh arteri, abses otak,
perdarahan intra cerebral akibat pecahnya a. lenticulostriata dan sebagainya.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang, catatlah kelainan
perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan.
Batang otak diisir melintang mulai daerah pons, medulla oblongata sampai kebagian proksimal
medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan. Adanya perdarahan di daerah
batang otak biasanya mematikan.
20. Alat kelamin dalam (genitalia interna)
Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut. Jadi tidak dibuat
irisan baru pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensi serta kemungkinan terdapat resapan
darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran dari epididinus. Klenjar prostat diperhatikan ukuran
serta konsistensinya.
Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur dan uterus
sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan, resapan darah ataupun
luka akibat tindakan abortus provakatus. Uterus dibuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T
pada dinding depan, melalui saluran serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri.
Perhatikan keadaan selaput lender uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan
terdapatnya kelainan lain.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ
Sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara makroskopik) kembali ke
dalam tubuh mayat pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan diperlukannya potongan jaringan
guna pemeriksaan histopatologik atau diperlukannya organ guna pemeriksaan toksologik.
Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal maksimal 5 mm.
potongan yang terlampau tebal akan mengakibatkan cairan fiksasi tidak dapat masuk ke dalam
potongan tersebut sengan sempurna. Usahakan mengambil bagian organ di daerah perbatasan
antara bagian yang normal dan yang mengalami kelainan.
Jumlah potongan yang diambil dari setiap organ agar disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing kasus. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi cairan fiksasi yang
dapat merupakan larutan formalin 10% (= larutan formaldehida 4%) atau alcohol 90-96% dengan
jumlah cairan fiksasi sekitar 20-30 kali volume potongan jaringan yang diambil.
Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan dengan kasus yang
dihadapi serta ketentuab laboratorium pemeriksa. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh
dalam botol tersendiri. Bila diperlukan pengawetan, agar digunakan alcohol 90%. Pada
pengiriman bahan untuk pemeriksaan toksologik, contoh bahan pengawet agar juga turut
dikirimkan disamping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas kasus tersebut.
PERAWATAN MAYAT SETELAH AUTOPSI
Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam
rongga tengkorak.
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka ronggadada.
Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah dagu sampai ke
daerah simfisis.
Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot
temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.
AUTOPSI PADA DUGAAN KEMATIAN AKIBAT EMBOLI UDARA
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
177
Terbukanya pembuluh darah akibat trauma, kadangkala dapat menyebabkan timbulnya emboli
udara. Dikenal 2 jenis emboli udara berdasarkan letak dari emboli tersebut, emboli udara vena (=
emboli udara paru) dan emboli udara arterial (= emboli udara sistemik).
Untuk membuktikan terdapatnya emboli udara, perlu dilakukan teknik autopsi yang khusus,
menyimpang dari teknik autopsi rutin. Pada dasarnya, pembuktian dilakukan dengan memperlihatkan
adanya udara dalam system vena atau arteri dengan membuka arteri atau vena tersebut di bawah
permukaan air.
Pada pembukaan kulit leher dalam melakukan autopsi rutin, vena daerah ini mudah terpotong
terutama vena jugularis. Bila ini terjadi, maka terdapat kemungkinan masuknya udara post mortal ke
dalam pembuluh darah tersebut. Pada pengangkatan alat leher kemudian, terjadi manipulasi terhadap
leher dan kepala sehingga udara yang masuk tadi berpindah dan masuk ke dalam jantung. Hal tersebut
di atas akan menghasilkan pemeriksaan yang salah (false positive) dan karenanya harus dihindari,
dengan jalan tidak membuka daerah leher sebelum dilakukan pemeriksaan emboli.
Pemeriksaan emboli udara vena
Dengan mengingat kemungkinan terjadinya hasil false positive seperti yang diuraikan di atas,
maka pembukaan kulit dimulai dari setinggi incisura jugularis ke bawah sepanjang garis median. Kulit
bagian leher dibiarkan utuh untuk sementara dan jangan ganjal bahu mayat dengan malok. Kulit dan
otot dinding dada serta rongga perut dibuka seperti biasa. Rawan iga dipotong mulai dari iga ke-3 ke
arah kaudo-lateral. Insersi otot diafragma dipotong untuk melepaskan bagian bawah stemum dan iga.
Kemudian bagian depan dinding dada ini dilepaskan dengan terlebih dahulu menggergaji tulang dada
(stermum) melintang setinggi iga ke-3.
Tindakan memotong tulang dada setinggi iga ke-3 ini dilakukan untuk mencegah terpotongnya
pembuluh darah besar yang berjalan di belakng iga ke-2 dan tulang selangka.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan memanjang pada tempat yang
letaknya paling tinggi ( di pertengahan kandung jantung) sepanjang 5 sampai 7 sentimeter. Ke dalam
kandung jantung kemudian diisikan air sehingga seluruh jantung terdapat di bawah permukaan air
(terendam). Kadang-kadang jantung cenderung untuk mengapung. Dalam hal ini tekanlah jantung
dengan jari tangan kiri dan jagalah agar jantung tetap terendam. Dengan pisau organ, tusuklah
ventrikel kanan dekat dengan permulaan a. pulmonalis sampai menembus ke dalam bilik kanan.
Dengan melakukan pemutaran bidang pisau (knife blade) sebanyak 90 derajat, maka lubang tusukan
diperlebar. Perhatikan apakah terdapat gelembung udara yang keluar dari lubang tersebut. Dengan cara
yg sama, ventrikel kiri juga dilubangi dan perhatikan juga apakah terdapat gelembung udara yg keluar.
Pada kasus dengan emboli udara vena, udara kan terkumpul dalam bilik kanan jantung dan
karenanya, pada pemeriksaan akan ditemukan keluarnya gelembung udara dari lubang yang dibuat
pada bilik kanan, sedangkan dari bilik jantung kiri tidak terdapat gelembung udara yang keluar.
Bila pada pemeriksaan tidak keluar gelembung baik dari bilik kanan maupun kiri, maka
kemungkinan terdapatnyaemboli udara vena dapat disingkirkan.
Bila pada penusukkan bilik kanan dan kiri keduanya memberikan gelembung udara, maka hal
ini dapat disebabkan oleh adanya emboli udara vena disertai defek septurn, atau diakibatkn oleh
terbentuknya gas pembusukan dalam bilik jantung kanan maupun yang kiri. Dalam hal ini
kemungkinan terdapatnya emboli udara vena tidak dapat dipastikan maupun disingkirkan
Di samping dilakukan pemeriksaan seperti tersebut di atas, beberapa hal dapat menyokong
akan adanya emboli udara vena. Antara lain adalah: distensi jantung sebelah kanan akibat tekanan
udara. Vena cava, bilik kanan a. pulmonalis dan v v. coronariae yang berisi darah yang berbuih dan
berwarna merah terang. Vena cava inferior yang mengalami distensi, tetapi sangat sedikit atau sama
sekali tidak terisi darah.
Pemerisaan emboli udara arteril
Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan pemeriksaan seperti pada
pemeriksaan emboli udara vena. Dengan jantung yang seluruhnya terdapat di bawah permukaan air,
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
178
lakukan pemotongan permulaan a. coronaria kiri dengan jalan mengirisnya pada bagian arterior
septum dan perhatikan apakah terdapat gelembung udara yang keluar. Bila perlu dapat dilakukan
pengurutan sepanjang septum dari arah apex jantung kea rah tempat pengirisan. Dalam menilai hasil
pemeriksaan emboli udara arterial ini perlu diperhitungkan kemungkinan terbentuknya gas
pembusukan dalam pembeluh itu sendiri.
AUTOPSI PADA KASUS DENGAN PNEMOTORAKS
Pada kekerasan yang mengenai daerah dada, dapat terjadi patah tulang iga yang
mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya menimbulkan pnemotoraks. Dalam hal demikian,
pembuktian dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka rongga dada di bawah
permukaan air untuk melihat keluarnya gelembung udara.
Kulit daerah dada yang telah dilepaskan dan dinding dada dipegang pada tepi bebasnya
sedemikian rupa sehingga membentuk semacam kantong dengan dasar dinding dada. Ke dalam
kantong ini kemudian diisi air. Dengan sebuah skapel, dinding dada diiris di bawah permukaan air
sampai menembus ke rongga dada. Pengumpulan udara dalam rongga dada pada pnemotoraks akan
menyebabkan ke luar gelembung udara dari lubang.
Pemeriksaan pnemotoraks dapat pula dilakukan dengan menggunakan semperit gelas yang
besar (ukuran 25 sentimeter kubik) dan jarum trokar. Semperit diisi setengah penuh, lalu dengan jarum
trokat, sela iga ditusuk. Adanya pengumpulan udara dalam rongga dada akan menyebabkan keluar
gelembung udara ke dalam air dalam semperit.
AUTOPSI PADA DUGAAN KEMATIAN AKIBAT EMBOLI LEMAK
Kematian akibat emboli lemak dapat terjadi pada kasus trauma tumpul terhadap jaringan lemak
atau patah tulang panjang pada orang dewasa. Butir lemak yang berasal dari jaringan lemak atau
sumsum tulang dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke eluruh tubuh. Pada otak, butir lemak ini
dapat menyumbat pembuluh otak yang kecil dan mengakibatkan kematian.
Diagnosa emboli lemak dapat ditegakkan bila dalam pembuluh darah dapat ditemukan butir
lemak ini ( fat globule). Untuk melihat ini, dilakukan pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan
khusus untuk lemak, misalnya SUDAN III. Butir lemak akan diwarnai menjadi berwarna merah-
jingga. Pada pengerjaan/ processing jaringan untuk pembuatan preparat histopatologik, hendaknya
dihindari proses rutin yang dalam perjalanannya akan melarutkan butir lemak yang terdapat dalam
pembuluh darah tersebut.
AUTOPSI PADA KASUS DENGAN KELAINAN PADA LEHER
Untuk dapat melihat kelainan pada leher dengan lebih baik, perlu diusahakan agar daerah leher
bersih dari kemungkinan terdapatnya genangan darah. Untuk itu dilakukan usaha agar darah yang
terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan ke tempat lain.
Pemotongan kulit dimulai dari incisura jugularis ke arah simfisis pubis. Pembukaan rongga
dada dan perut dilakukan seperti pada autopsi rutin. Pengeluaran alat leher ditangguhkan untuk
sementara.
Lakukanlah pemotongan kulit kepala, penggergajian tengkorak serta pengeluaran otak.
Pindahkan ganjal yang semula terdapat pada daerah tengkuk sedemikian rupa sehingga daerah leher
terletak paling tinggi. Dengan mengeluarkan otak dan alat dada dengan jalan memotong trachea
setinggi incisura jugularis (atau dapat pula hanya jantung saja yang dikeluarkan) maka darah yang
terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan ke arah kepala dan dada, dan lapangan leher
menjadi bersih. Dengan demikian, kelainan berupa resapan darah yang kecil pun dapat terlihat jelas.
Setelah pemeriksaan daerah leher selesai, maka pengeluaran/pengangkatan alat leher dapat
dilakukan seperti pada autopsi rutin.
AUTOPSI PADA MAYAT BAYI BARU LAHIR
Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama ditentukan apakah
bayi lahir hidup atau lahir mati.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
179
Seorang bayi dinyatakan lahir hidup apabila ada pemeriksaan mayatnya dapat dibuktikan
bahwa bayi telah bernafas.
Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di bawah ini:
a. rongga dada yang telah mengembang
pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga ke 5 atau 6
b. paru telah mengembang
pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan terletak tinggi dalam rongga
dada.
Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak mengembang dan telah mengisi sebagian besar rongga
dada. Pada permukaan paru dapat ditemukan gambaran mozaik dan gambaran marmer.
c. uji apung paru memberikan hasil positif
- uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapatnya udara dalam alveoli paru.
- Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea. Hindari sebanyak mungkin
manipulasi terhadap jaringan paru. Alat rongga dada kemudian dikeluarkan seluruhnya untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam air. Perhatikan apakah kedua paru terapung.
- Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan kiri secara
tersendiri. Lakukanlah pemisahan lobus paru, apungkan kembali dalam air. Selanjutnya
buatlah 5 potongan kecil (k.l 5 mm x 10 mm x 10 mm) dari masing-masing lobus dan
apungkan kembali.
- Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat mengapung
sekalipun paru tersebut belum bernafas.
- Mengapungnya potongan kecil paru yang telah mengalami pembusukan ini disebabkan oleh
pengumpulan gas pembusukan tersebut dapat didesak keluar.
- Potongan kecil paru yang telah bernafas, terapung karena adanya udara dalam alveoli, yang
dengan penekanan antara 2 karton tidak akan terdesak keluar.
- Uji apung paru dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan pengapungan, potongan
paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian besar masih tetap mengapung.
d. Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas
Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak jaringan paru dengan alveoli yang telah terbuka
dengan dinding alveoli yang tipis.
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti terhadap kepala,
mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat kelahiran, mungkin dapat
menimbulkan cedera pada sinus di kepala. Untuk meneliti hal ini, kepala bayi harus dibuka dengan
tehnik khusus yang menghindari terpotongnya sinus tersebut sehingga dapat dinilai dengan sebaik-
sebaiknya.
Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang tengkorak bayi baru lahir
masih lunak sehingga pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan gunting (tidak perlu
menggunakan gergaji). Untuk menghindari terpotongnya sinus sagitalis superior, guntinglah os
parietale pada jarak 0,5 sampai 1 cm lateral dari garis median, dimulai pada daerah fontanel besar ke
arah belakang sampai bagian posterior tulang ubun-ubun untuk kemudian membelok ke arah lateral.
Di depan, pengguntingan dilanjutkan ke arah tulang dahi yang pada jarak 1-2 cm dari batas lipatan
kulit, membelok ke arah lateral. Dengan demikian, pada garis median sinus sagitalis tetap utuh. Os
parietalis kanan dan kiri kini dapat dibuka ke arah lateral seperti membuka jendela.
Dengan menarik baga otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior, falk serebri dan sinus
sagitalis inferior dapat diperiksa akan adanya robekan, resapan darah maupun perdarahan. Dengan
menarik baga occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium cerebelli serta sinus lateralis, sinus
occipitalis dapat diperiksa.
Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat dewasa, atau dikeluarkan
terpisah, baga kanan dan kiri.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
180
Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan otak dewasa. Untuk dapat
melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu dilakukan fiksasi dengan formalin 10%, baik dengan
merendam otak tersebut atau melakukan penyuntikan imbibisi.
Untuk menentukan usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi, dapat dilakukan
pemeriksaan terhadap pusat penulangan.
Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia
Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut. Dengan gunting
ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan. Dengan pisau, lakukan pengirisan distal femur
atau proksimal tibia mulai dari ujung, lapis demi lapis ke arah metaphyse. Pusat penulangan akan
tampak sebagai bercak berwarna merah homogen dengan diameter lebih dari 5 mm di daerah epiphyse
tulang.
Pusat penulangan pada tallus dan calcaneus
Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumit ke arah depan
sampai sela jari ke 3 dan 4. Dengan melebarkan potongan pada kulit, tallus dan calcaneus dapat
dipotong longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan.
AUTOPSI PADA KASUS PEMBUNUHAN ANAK
Pembunuhan anak merupakan tindak pidana yang khusus, yaitu pembunuhan yang dilakukan
oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat dilahirkan atau beberapa saat setelah itu, karena
takut diketahui orang bahwa ia telah melahirkan.
Pada pemeriksaan korban pembunuhan anak, pertama-tama harus dibuktikan bahwa korban
lahir hidup. Untuk ini pemeriksaan ditujukan terhadap telah bernafasnya paru korban.
Pemeriksaan berikutnya dititikberatkan pada penyebab kematian, yang terjadi sebagai akibat
tindakan kekerasan. Pada kasus pembunuhan anak yang ditemukan di Jakarta, pembunuhan biasanya
dilakukan dengan cara pembekapan, penyumbatan, pencekikan atau pengikatan leher.
Untuk memenuhi syarat waktu dilakukannya pembunuhan, yaitu pada saat dilahirkan atau
tidak berapa lama setelah itu, pemeriksaan ditujukan terhadap sudah atau belum ditemukannya tanda
perawatan pada bayi.
Pada tindak pidana pembunuhan bayi, faktor psikologik ibu yang baru melahirkan
diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan tersebut menyebabkan si ibu melakukan
pembunuhan tidak dalam keadaan kesadaran yang penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu
belum sempat timbul rasa kasih sayang serta keinginan untuk merawat bayinya. Jadi pada kasus
pembunuhan anak, si bayi belum mendapat perawatan.
Pemeriksaan terhadap maturitas, viabilitas bayi diperlukan bila pada pemeriksaan didapati
keraguan akan hal lahir hidup atau lahir mati. Pada bayi-bayi yang lahir immature atau non viable,
kemungkinan lahir hidup tentunya lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang lahir mature dan viable.
AUTOPSI PADA KASUS KEMATIAN AKIBAT KEKERASAN
Pemeriksaan terhadap luka :
a. Penyebab luka
Gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang mengenai tubuh,
misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat panjang akan meninggalkan
negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage. Luka lecet tekan memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.
b. Arah kekerasan
Pada luka lecet geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini sangat membantu
dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
c. Cara terjadinya luka
- luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian tubuh yang
biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah terlindung ini
misalnya daerah ketiak, sisi depan leher, lipat siku, dan lain-lain.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
181
- Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada korban
pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka tangkis yang
biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan.
- Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan (tentative wounds)
yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
d. hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati
- harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan
yang menyebabkan luka
- harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adalah benar-benar luka yang terjadi
semasa korban masih hidup (luka intravital)perhatikan tanda intravitalitas luka berupa reaksi
jaringan terhadap luka
- tanda intravitalitas : ditemukannya resapan darah, proses penyembuhan luka, sebukan sel
radang, pemeriksaan histo-enzimatik, pemeriksaan kadar histamin bebas dan serotonin jaringan
Kecelakaan lalu lintas
a. luka akibat kekerasan pertama oleh kendaraan (first impact)
- ditimbulkan oleh persentuhan bagian kendaraan dengan tubuh
- perhatikan bentuk/gambaran luka serta letaknya (harus diukur dari tumit)
- luka biasanya berupa luka lecet tekan
b. luka akibat terjatuh
- pada tubuh korban dapat ditemukan luka lain yang terjadi akibat terjatuhnya korban setelah
persentuhan pertama dengan kendaraan
- berupa luka lecet geser atau luka robek
c. luka akibat tertindas (rollover)
luka akibat lindasan ban kendaraan memberikan gambaran yg khas berupa jejas ban.
Kecelakaan terbakar
Pada tubuh yang terbakar intravital, akan ditemukan luka bakar yang menunjukkan reaksi vital
jaringan terhadap panas berupa eritema, vesikel atau bula. Tanda intravitalitas lain adalah
ditemukannya jelaga dalam saluran pernafasan dan pencernaan serta peningkatan kadar COHb dalam
darah.
Tubuh yang terbakar hangus pada daerah kepala sering memberikan pseudo-epidural
hematome. Setelah tulang tengkorak dibuka, pada aderah diluar durameter terdapat massa yang padat
berwarna coklat dan rapuh disertai jaringan otak yang menyusut. Bedakan dengan epidural hematome,
pada pemeriksaan menunjukkan gumpalan yang berwarna merah hitam, agak kenyal disertai tanda
penekanan lokal pada baga otak. Pada epidural hematome, selalu ditemukan garis patah tulang yang
melalui sulcus a.meningea yang berjalan pada tabula interna tulang tengkorak.
Kecelakaan akibat benda bermuatan listrik
Adanya luka masuk listrik hanya apabila persentuhan tersebut menghasilkan cukup panas.
Luka tampak sebagai bagian tengah berwarna coklat kehitaman, kering dan mencekung dikelilingi
oleh tepi yang meninggi. Sekitar luka terdapat daerah pucat berbentuk halo yang dikelilingi oleh kulit
yang hiperemis.
Pada kulit yang basah atau bila tempat persentuhan luas, luka masuk listrik tidak dapat
terbentuk.
Pada kasus kecelakaan tersentuh benda bermuatan listrik, bagian tubuh yang sering terkena
adalah bagian yang terbuka terutama pada tangan.
Gambaran luka keluar listrik seringkali tidak khas.
Kecelakaan akibat tembakan senjata api
Pada umumnya, luka tembak masuk hanya terdiri dari satu luka saja. Pada pemeriksaan
penting ditentukan arah masuknya anak peluru yang dapat diketahui dari bentuk kelim lecet yang
terjadi.
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
182
Dari morfologi luka tembak masuk, dapat dibedakan luka tembak masuk yang diakibatkan oleh
tembakan senjata api yang dilepaskan dari berbagai jarak.
Luka tembak masuk jarak jauh
- luka terjadi semata-mata oleh kekerasan yang ditimbulkan anak peluru
- pada luka tembak masuk,hanya akan ditemukan lubang luka dan kelim lecet saja.
Luka tembak masuk jarak dekat
- gambaran luka ditimbulkan oleh kekerasan anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis
terbakar
- ditemukan lubang luka, kelim lecet, kelim tatto yang merupakan bintik-bintik berwarna hitam di
sekitar lubang luka
Luka tembak masuk jarak sangat dekat
- gambaran luka ditimbulkan oleh kekerasan anak peluru, sisa mesiu yang tidak habis terbakar, asap
serta udara panas yang keluar pada suatu penmbakan
- tampak lubang luka, yang dikelilingi oleh kelim lecet, kelim tatto, kelim jelaga dan kelim api.
Luka tembak tempel
Luka dihasilkan oleh tembakan senjata api dengan ujung laras yang ditekankan pada kulit.
Pada saat terjadi ledakan, udara yang mengembang akan bersama-sama anak peluru, butir mesiu yang
tidak habis terbakar dan asap masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan peningkatan tekanan di daerah
sub kutis, mengakibatkan jejas laras pada kulit berupa luka lecet tekan. Saluran luka tampak
berdinding hitam oleh butir mesiu yang tidak habis terbakar dan asap. Bila daerah yang mengalami
luka tembak tempel mengandung jaringan padat yang keras di bawah kulit, misalnya pada daerah dahi,
maka peregangan yang dialami kulit dapat sedemikian besarnya dan menimbulkan luka robek,
sehingga luka tembak tempel memberikan gambaran berbentuk bintang.
Kematian akibat pembunuhan menggunakan kekerasan
- dapat dilakukan dengan benda tumpul, benda tajam, maupun senjata api.
- Pembunuhan dengan kekerasan tumpul, luka dapat terdiri dari luka memar, luka lecet maupun
luka robek. Perhatikan adanya luka tangkis yang terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah
- Pembunuhan dengan kekerasan tajam, perhatikan bentuk luka, tepi luka, sudut luka, keadaan
sekitar luka serta lokasi luka. Cari kemungkinan terdapatnya luka tangkis di daerah ekstensor
lengan bawah serta telapak tangan.
- Luka biasanya terdapat beberapa buah, distribusi tidak teratur
- Pembunuhan dengan senjata api, penembakan dapat dilakukan dari berbagai jarak dan luka yang
ditemukan dapat merupakan luka tembak masuk jarak dekat, sangat dekat atau jarak jauh dan
jarang luka tembak tempel.
Bunuh diri dengan kekerasan
- Pada seseorang yang bunuh diri dengan jalan menjatuhkan diri dari ketinggian/ menabrakkan diri
pada kendaraan akan ditemukan luka akibat kekerasan tumpul
- Pada seseorang yang bunuh diri dengan benda tajam, luka mengelompok pada tempat tertentu
antara lain pergelangan tangan, leher atau daerah prekordial. Luka beberapa buah yang berjalan
kurang lebih sejajar dan dangkal (luka percobaan) dengan sebuah luka yang mematikan.
- Pada seseorang yang bunuh diri dengan senjata api, luka berupa luka tembak tempel yang
menempati lokasi pelipis, rongga mulut atau dada sebelah kiri
- Pada autopsi kasus dengan luka yang menembus ke dalam tubuh, misalnya tembakan senjata api
atau tusukan senjata tajam, perlu ditentukan arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat.
AUTOPSI KASUS KEMATIAN AKIBAT ASFIKSI MEKANIK
Pada pemeriksaan mayat, akan ditemukan tanda asfiksi berupa lebam mayat yang gelap dan
luas, bendungan bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan saluran nafas, bendunagn pada
alat dalam, serta Tardieu spot.
Peristiwa yang menjadi penyebab dan tanda-tandanya :
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
183
1. Mati akibat pembekapan
Terdapat tanda kekerasan berupa luka memar atau lecet tekan sekitar hidung & mulut. Paling
sering merupakan pembunuhan.
2. Mati akibat penyumbatan
Ada benda asing pada rongga mulut, atau sisanya jika telah dikeluarkan.
3. Mati akibat pencekikan
ada luka memar atau lecet tekan pada leher, karena kuku pelaku. Tulang lidah kadang patah
unilateral.
4. Mati akibat penjeratan
kadang masih ada jerat/tali pada leher korban, simpulnya tetap dipertahankan. Jerat biasanya
horizontal dan letaknya rendah. Dia juga meninggalkan jejas lecet tekan yang melingkari leher.
Umumnya, simpul mati = pembunuhan, simpul hidup = bunuh diri.
5. Mati tergantung
arah jerat tidak mendatar, tapi membentuk sudut yang membuka ke arah bawah. Selain itu, letak
jerat lebih tinggi. Lebam mayat ada di ujung tangan & kaki. Terdapat resapan darah bawah kulit
pada pembedahan mayat.
6. Mati akibat dada tertekan
disebut juga asfiksi traumatik. Ada luka memar atau lecet pada dada.
AUTOPSI PADA KEMATIAN AKIBAT TENGGELAM
Pada kasus mati tenggelam, harus dibuktikan masuknya air ke dalam paru bagian distal.
Caranya dengan memeriksa kadar elektrolit darah dari jantung kiri dibandingkan jantung kanan,
karena tenggelam akan menimbulkan terjadinya hemodilusi atau hemokonsentrasi, tergantung pada
tekanan osmotik cairan tempat tenggelam. Dapat juga dilakukan pemeriksaan diatome melalui
pemeriksaan getah paru.
Pada mayat dapat ditemukan kedua paru mengembang berisi air, juga lambung dan benda
asing yang tertelan. Selain itu, terdapat gambaran cutis anserina akibat kontraksi mm.erector pilli. Bila
mayat terendam cukup lama, bisa ditemukan kulit telapak tangan dan kaki yang keriput (washer
woman hand). Bila ada cadaveric spasm bisa ditemukan benda atau tumbuhan air yang tergenggam.
AUTOPSI PADA KASUS KEMATIAN AKIBAT RACUN
Pada dugaan mati akibat racun, pertama kali harus dicium bau yang keluar dari tubuh mayat
karena hidung pemeriksa dapat beradaptasi jika berlama-lama bersama mayat. Setelah itu, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium toksikologi untuk pemastian racun penyebab.
Kematian Akibat Keracunan Insektisida
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan luka bakar warna coklat agak cekung di kulit sekitar
mulut, juga ada bendungan serta warna lebam mayat yang biru gelap dan ujung jari serta kuku yang
kebiruan.
Pada bedah mayat ditemukan tanda bendungan alat dalam, dua lapis cairan di lambung yaitu
asam lambung dan larutan insektisida. Untuk toksikologi dapat diambil isi lambung, darah dan
jaringan hati.
Kematian akibat gas CO
Pada pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat yang berwarna merah terang. Pemastian sebab
kematian dengan penemuan kadar CO-Hb yang tinggi dalam darah. Pada bedah mayat terdapat bintik
perdarahan pada substansi putih otak atau gambaran infark yang simetrik. Hal ini disebabkan
terjadinya anoksi otak.
Kematian akibat sianida
Pada pemeriksaan mayat sering tercium bau sianida (bau amandel) dan lebam mayat merah
terang. Pemeriksaan selanjutnya tidak memberikan gambaran yang khas. Diagnosis pasti dengan
periksa toksikologi terhadap isi lambung dan darah.
Kematian Akibat Keracunan Barbiturat
Sering terjadi akibat bunuh diri atau kecelakaan karena over dosis. Terjadi depresi nafas yang
menjadikan hipoksia sehingga lebam mayat berwarna gelap. Terdapat juga vesikel atau bula simetrik
pada kulit.
Pada bedah mayat ditemukan bendungan alat dalam, paru yang edem dengan busa halus dalam
saluran nafas, bintik darah pada substansi putih otak. Pemastian dengan ditemukan barbiturat dalam
darah dan urine juga toksikologi isi lambung.
Kematian akibat narkotika
Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
184
Lebih sering terjadi akibat kecelakaan. Perlu diperhatikan adanya bekas suntikan yang baru
atau lama, pembesaran kelenjar limfe regional. Kadang ada tato di tempat yang tidak wajar (cth. di
lipatan siku, tempat biasa menyuntik).
Mati akibat narkoba sering karena depresi nafas. Pada bedah mayat ditemukan kelainan paru
berupa bendungan dan edema hebat pada paru, narcotic lung atau gambaran pneumonia lobaris.
Toksikologi dilakukan pada darah, urine, cairan empedu serta tempat masuk suntikan. Dpat juga
ditemukan vesikel/ bula seperti pada keracunan CO atau barbiturat.
Kematian akibat keracunan arsenikum
Ada 2 jenis, yaitu keracunan akut dan kronis. Pada akut, pemeriksaan luar mayat
menunjukkan tanda dehidrasi hebat pada tubuh. Terdapat perdarahan sub mukosa, erosi dan ulserasi
sepanjang saluran cerna. Ada bubuk putih dan arsen trioksida pula pada daerah itu. Pada kronis, ada
kelainan pigmentasi kulit, garis putih pada kuku serta tubuh yang kahektis. Terdapat kelainan
histologik degeneratif pada hati dan ginjal. Toksikologi pada isi lambung, darah dan urine.
AUTOPSI PADA KASUS KEMATIAN MENDADAK
Mati mendadak adalah kematian yang terjadi dalam waktu relatif singkat pada orang yang
sebelumnya tampak sehat, dan kematian yang tidak/belum jelas sebabnya. Untuk penyebabnya harus
selalu diingat kemungkinan terjadinya keracunan yang memerlukan pemeriksaan toksikologi.
Penyebab mati mendadak biasanya menyangkut sistem kardiovaskular (SKV), pernafasan dan
susunan saraf pusat (SSP). Pada SKV meliputi infark miokard, penyakit jantung iskemik, sumbatan
mendadak pembuluh koroner, pecahnya aneurisma aorta atau miokarditis akibat virus. Pada sistem
nafas biasanya berupa kelainan paru akibat perdarahan kavernae atau peradangan. Sedangkan pada
SSP umumnya perdarahan akibat pecahnya a.lentikulostriata, akibat ruptur aneurisma pada Circulus
willisi, kelainan degeneratif atau malaria serebri. Diagnosis pasti seringkali memerlukan pemeriksaan
Histo PA berbagai organ tubuh.
AUTOPSI PADA KEMATIAN AKIBAT TINDAK ABORTUS
Biasa terjadi pada wanita yang mengalami abortus tersebut. Terjadi perdarahan karena ruptur
uteri akibat kekerasan yang ditimbulkan oleh pengurutan dengan tangan atau alat yang membuat
perforasi uterus. Selain perdarahan, kematian juga dapat akibat emboli udara saat pembuluh darah atau
sinus marginalis terbuka. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan menemukan udara dalam bilik
jantung kanan atau vena cava inferior.











Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
185







Gambar 1. Kaku mayat (rigor mortis)
dimulai 1-2 jam sesudah kematian dan
menetap hingga 10-12 jam pada suhu
75
o
F
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 2. Lebam Mayat ( Livor
Mortis)
Lebam mayat ini akan menetap setelah 8-10
jam
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 3. Lebam Mayat ( Livor Mortis)
Lebam mayat terkadan mirip dengan luka, dapat
dibedakan dengan melakukan insisi, pada insisi
lebam mayat tidak ditemukan darah maupun
bekuan darah
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
186



















Gambar 4. Pembusukan
(Decomposition)
Pembusukan dapat diawali dengan kulit
yang berubah menjadi hijau dan tampak
perut mengembung karena ada nya
penumpukan gas-gas yang dibentuk oleh
bakteri
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
Gambar 5. Pembusukan
(Decomposition)
Adanya peningkatan tekanan organ
dalam mengakibatkan keluarnya dara
dari lubang hidung dan mulut, sehingga
harus dibedakan dengan adanya
trauma.
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 6. Adipocere
Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat,
asam stearat, asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh
yang relatif padat.
Syarat terjadinya: suhu rendah, kelembaban tinggi, lemak cukup,
aliran udara rendah, waktu yang lama


Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
187
\








Gambar 8. Rembesan Darah
Adanya gambaran resapan darah yang
berasal dari fraktur tengkorak kepala
dibedakan dengan memar jika tidak bekas
luka disekitar mata
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 9. Pendarahan
Adanya gambaran resapan darah
yangberasal dari pendarahan multipel dari
bawah kulit kepala
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 10. Fraktur basis kranii
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
188






Gambar 11 .Perdarahan
Subarachnoid
Dapat segera dilihat setelah dibuka
tulang kepala dan durameter
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 12. Ruptur cerebral
aneurisma
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 13. Perdarahan epidural
Darah terakumulasi di luar durameter
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
189








Gambar 14. Perdarahan
subdural
Darah terakumulasi dibawah
durameter
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 15. Kontusi cerebral
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 16. Fraktur depresi
yang membentuk pola bulat
karena kekerasan benda tumpul
(Palu)
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 17. Luka tembak
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
190





Gambar 18. Luka tembak
Kiri (luka masuk)tepi lebih
reguler, kanan (luka keluar)tepi
ireguler
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 19. Luka tembak
Pada luka tembak warna merah
diakibatkan adanya karbon
monoksida pada luka masuk
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 26. Luka bakar
Kematian pada luka bakar yang diakibatkan keracunan karbon
monoksida kulit berubah menjadi merah dibedakan dengan kulit
yang menjadi merah akibat luka bakar langsung
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
191












Gambar 20. Gantung diri
Lebam pada gantung diri tekonsentrasi pada daerah ekstemitas
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 21. Tardieu spot pada
Gantung diri
Tardieu spot di akibat kan
pecahnya kapiler-kapiler pad
kaki
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 22. Gantung diri
Jejas jerat sesuai dengan pola
penggantung (tali)
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Romans 4n6 Ed. 20 by Syaulia, Andirezeki, Wongso
192



















Gambar 23. Gantung diri
Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 24. Gantung diri
Terdapat pendarahan pada trakea akibat strangulasi
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 25. Pencekikan
Terdapat pendarahan pada
lidah akibat pencekikan
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Anda mungkin juga menyukai