Anda di halaman 1dari 103

BAB I

PENGANTAR & PRINSIP


PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
Definisi Ilmu Kedokteran Forensik

tu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau pelanggaran dgn memeriksa barang bukti (Physical Evidence) dalam per

Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu


kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
Sinonim:
-

Kedokteran Kehakiman
Legal Medicine
Medical Jurisprudenc
Forensic Medicine
Clinical Forensic
Patalogy Forensic.

Forensik tidak sama dengan Hukum Kedokteran (Medical Law)


Forensik merupakan penegakan hukum yang bukan hanya dipakai untuk
pemeriksaan otopsi tapi juga dengan bagian ilmu lainnya yang berperan dalam
penegakan hukum.
Kedokteran forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang tubuh, potongan
tubuh, sel, DNA dan lain-lain untuk kepentingan penegakan hukum.
Peran Kedokteran Forensik
Menentukan:
1. Mengapa: Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut
tubuh manusia. Sejarah forum
2. Bagaimana: Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan
KF terhadap korban hidup/mati/bagian tubuh manusia
3. Untuk: Menemukan kelainan, bilamana timbul, penyebab & sebab cedera,
penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta identifikasi.
Forensik dan dokter umum
Ada dasar hukum yang mendasari mengapa dokter umum perlu mengetahui tentang
forensik yakni tertuang dalam KUHAP pasal 133 ayat 1
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
Yang artinya jika pihak penyidik meminta keterangan ahli maka dokter umum pun
harus mampu melakukan pemeriksaan dan menuangkannya dalam bentuk visum et
repertum.
Alat Bukti yang Sah Di pengadilan
1. Keterangan Saksi (yang menginderai langsung)
2. Keterangan ahli (bersifat subjektif)
3. Surat (dibuat berdasarkan sumpah jabatan)
4. Petunjuk(barang bukti lainnya)
5. Keterangan Terdakwa (paling lemah karena adanya asas praduga tidak bersalah)

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Surat yang dimaksud dalam alat bukti yang sah dalam pengadilan adalah surat yang
sesuai dengan ketentuan hukum KUHAP pasal 187 :
Surat sebagai mana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah :
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang membuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat berdasdarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
10 SUB BAB dalam Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu:
1. Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
2. Patologi Anatomi Forensik
3. Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan
sampel urin.
4. Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik
Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh
bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian.
5. Odontologi Forensik: pemeriksaan gigi
6. Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi
7. Radiologi Forensik
Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
8. Traumatologi Forensik
Traumaterdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll.
9. Psikiatri Forensik
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan
berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun
psikolog.
10. LaboratoriumForensik
Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari
jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Skema 1. Fungsi dokter (Attending physician dan assessing physician)


Peran dokter :
1. Attending physician
2. Assessing physician
Ada surat permintaan penyidik
Pasal 133 KUHAP Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
Ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan

Pasal 134 KUHAP Ayat 1:

Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian


bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

Pasal 134 KUHAP Ayat 2:


Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelasjelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.

Pasal 134 KUHAP Ayat 3:


Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 222 KUHP


Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk

pemeriksaan

Kewajiban dokter :
Singkatnya
Kontrak terapeutik terjadi karena :
persetujuan keluarga/korban/terdakwa
untuk pemeriksaan : pasien datang ke praktek/RS
- Perjanjian/kontak
- Undang-Undang : pd situasi gawat darurat
permintaan penyidik

hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk pemeriksaan

Landasan yuridis kewajiban memberikan pertolongan di luar perjanjian, yaitu :


Pasal 304 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam
kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian,
dihukum penjara selama-lamnya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 4.500
Pasal 51 UU no 29 tahun 2004 huruf d
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban Melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

Skema 2. Proses pembuatan VER


Definisi Penyidikan
Suatu proses untuk mempelajari dan mengetahui apa yang telah terjadi dimana
yang lampau dan dalam kaitannya dengan tujuan dari penyidikan itu sendiri. Penyidik
seyogyanya harus melakukan penyidikan dengan sebaik-baiknya.
Fungsi Penyidikan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Merupakan fungsi teknis reverse Kepolisian yang mempunyai tujuan membuat


suatu perkara menjadi jelas yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil
yang selelngkap-lengkapnya tentang suatu perubahan/tindak pidana yang telah terjadi.
Proses penyidikan perkara pidana
a. Menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk
Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
b. Mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para
saksi
c. Melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti
korban/terdakwa atas dasar legalitas hukum
d. Penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli
e. Pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/
konsultasi kepada yang lebih berwenang
f. Pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus
korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu
g. Pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam
pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent)
Dalam proses pemeriksaan medis
Kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila
perlu)
Penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan,
mencatat serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa.
Penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai
kebutuhan pihak medis.
Penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk
pemeriksaan lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan.
Menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dianggap selesai.
Menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif.
Bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur
RS, Pasal 136 KUHAP).
Dalam proses sidang pengadilan
Koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat
hukum serta keluarga korban/terdakwa.
Pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa
atau korban hidup yang dapat/siap di siding.
Pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para
saksi/saksi ahli.
Surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa.
Kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum
Kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku.
Kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum
sidang pengadilan.
Kerahasiaan
Kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
Tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli
dan penyidik.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan
sesudah perkara selesai
Ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia

Prinsip hasil pemeriksaan medis


Obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
Berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standar pelayanan
kedokteran forensik
Landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum
Dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan
ilmu hukum
Informed concent
Prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
Penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk,
menentukan macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
Penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL,
autopsi)
Jadi Informed Consent :
- Dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan
V et R.
- Dari korban/keluarga korban antara pihak penyidik, tim medis dan
keluarga korban berupa surat persetujuan keluarga
- Dari keluarga korban untuk :
o pangruti jenazah (agama)
o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)
Rekam Medis
Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam
pemeriksaan medis serta hasilnya
V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari
data RM dan pertanggungjawabnya
RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun
1966 dan Pasal 170 KUHAP).
Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP),
bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.
Tabel 1. Perbedaan Visum et Repertum dan Surat Keterangan Medis
Perbedaan :

V et R

Surat Keterangan
Medis

Korban/penderita

Merupakan
bukti medis

barang

Pembuat

Dokter

Dokter atau dokter gigi

Awal
kontrak/permintaan
pemeriksaan

Kontrak pemeriksaan
dari
pihak
berwenang (polisi,

Kontrak pemeriksaan
dari pasien sendiri

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Merupakan pasien

jaksa, hakim)
Format laporan

Dalam bentuk visum


et repertum

Dalam bentuk surat


keterangan medis
(misal surat keterangan
sehat)

Penyerahan laporan

Diserahkan kepada
pihak pemohon

Diserahkan hanya
kepada pasien

Masa berlaku

Sampai berakhirnya
proses peradilan

Ada batas waktu


tertentenggang waktu
tertentu)

Informed consent

Tidak diperlukan

Harus ada

Empat Kaidah Dasar Etika Kedokteran atau Bioetika ( Menurut Konsil Kedokteran
Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat)
Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan
kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik
bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan
kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada
hal yang buruk.
Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan suatu keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti
yang orang lain inginkan
Memberi suatu resep
Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil
resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku
dan harus diikuti.
Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
Menolong pasien emergensi
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak memandang pasien sebagai objek
Melindungi pasien dari serangan
Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Tidak melakukan White Collar Crime
Justice

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama
rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan
tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,
kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya.
Justice mempunyai ciri-ciri :
Memberlakukan segala sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien

Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu
harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan,
membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.
Autonomy mempunyai ciri-ciri:
Menghargai hak menentukan nasib sendiri
Berterus terang menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Melaksanakan Informed Consent

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

BAB II
VISUM ET REPERTUM
PENGERTIAN
Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
Repertum (melaporkan).
Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1973: Suatu laporan medik
forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti
medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), nonbiologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk
peradilan.
MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah
di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHAP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat-surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
VeR yang lebih baru
Pembagian Visum et Repertum
Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat saat tahap akhir dari perawatan pasien
(misalnya pasien membaik/sembuh atau meninggal dunia) atau saat kualifikasi
dari luka sudah dapat ditentukan (misalnya : mengancam jiwa/luka gol C)
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi
pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada
kesimpulan. Pada VeR ditulis VISUM et REPERTUM SEMENTARA
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
Mengarahkan penyelidikan
Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara
terhadap terdakwa
Menentukan tuntutan jaksa
Medical record

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan
sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila
korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis
kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh
korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain.
Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.
KLASIFIKASI VISUM

VISUM HIDUP

DEFINITIF

Pada kesimpulan
terdapat
Kualifikasi luka

SEMENTARA

Tidak terdapat
kualifikasi luka

VISUM MATI

LANJUTAN

Pasien sembuh,
pindah dokter,
pinadah RS,
pulang paksa
atau meninggal

menentukan
sebab, cara,
dan mekanisme
kematian

EKSPERTISE

SEBAGIAN MENYATAKAN
BUKAN VISUM.

melaporkan keadaan
benda atau bagian tubuh
korban

Skema 3. Klasifikasi visum


Pembagian lain visum et repertum:
1. Menurut peristiwa:
a. VeR perlukaaan
b. VeR kejahatan seksual
c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah
2. Menurut barang bukti:
a. VeR hidup
b. VeR mati
3. Menurut sifat :
a. VeR sementara, lanjutan, definitif
b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP
Susunan Visum et Repertum
Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
Ditulis pro justitia yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai
pengganti materai.
2. Pendahuluanberisi landasan operasional ialah obyektif administrasi
Bagian pendahuluan berisi:
a. Identitas penyidik
b. Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
c. Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
d. Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

10

e. Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan


3. Pemberitaan/Pelaporan/Inti isi
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat
dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran
Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
Untuk ahli bedah yang mengoperasi dimintai keterangan apa yang diperoleh.
Jika diopname tulis diopname, jika pulang tulis pulang
Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah
pemalsuan.
Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat,
dan keadaan luka.
4. Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat
antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Landasannya
subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan pengetahuannya) dan
hasil pemeriksaan medis (poin 3).
5. Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter
yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau
pekerjaan dokter.
Landasan : Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no.8 tahun 1981 dan LN no.350
tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran
tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.
Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan/ luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban.
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1 3 bulan.
2. Luka sedang/ luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu.
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1 :2 tahun 8 bulan
3. Luka berat/ luka derajat III / luka golongan A
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 2 5 tahun.
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut
(semua luka tembus yang menyebabkan perdarahan pada kepala, dada atau perut
dianggap membawa bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu
Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

11

Pihak yang berhak meminta VeR

1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara
untuk menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:

Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik

Dalam operasional penyidikan, dapat dilaporkan berbagai penemuan dalam

pemeriksaan barang bukti/kasus, diungkapkan dalam:


Visum et Repertum sementara, atau
Visum et Repertum sambungan/lanjutan, atau
Surat keterangan medis
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

membuat VeR korban hidup, yaitu:


Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
Ada identitas korban.
Ada identitas pemintanya.
Mencantumkan tanggal permintaan.
Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

membuat VeR jenazah, yaitu:


Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
Harus sedini mungkin.
Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
Ada keterangan terjadinya kejahatan.
Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
Ada identitas pemintanya.
Mencantumkan tanggal permintaan.
Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,

penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar


korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik
selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas
persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum

Fotografi forensik
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

12

Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut


Penjelasan istilah kedokteran
Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

Catatan dr Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes :


- Penyidik yang boleh meminta dilakukan visum minimal berpangkat AIPDA.
- Pangkat polisi dari yang paling bawah ( = setara dengan/nama dulu) :
i. BRIPDA SERDA
ii. BRIPTU SERSU
iii. BRIPKA SERKA
iv. BRIGADIR SERSAN MAYOR
v. AIPDA PELDA
vi. AIPTU PELTU
vii. IPDA LETDA
viii. IPTU LETTU
ix. AKP KAPTEN
x. KOMPOL MAYOR
xi. AKBP LETKOL
v. KOMBES KOLONEL
- Paragraf dalam visum tidak boleh terpotong.
- Pemberitaan = objektif medis (misalnya pada pemberitaan ditulis luka terbuka)
- Kesimpulan = subjektif medis karena berupa pendapat dari penulis visum (pada
kesimpulan ditulis luka iris)
- Pada kesimpulan, penulisan harus didahulukan yang paling berat lukanya, bahkan
luka yang paling ringan kadang tidak ditulis.
- Pada kesimpulan harus ditulis poin2, misal :
Terdapat luka tusuk pada dada dan perut akibat persentuhan benda tajam (I.9,10)
Saat kematian kurang dari dua jam dari saat pemeriksaan (I.3,4,5)
Cara Penulisan Luka
Dalam mendiskripsikan sebuah luka dalam sebuah visum et repertum ada 4
komponen yang harus ada:
1. Lokasi/regio
Misalna pada dada sebelah kiri, pada dalam, paha luar
2. Koordinat (x, y)
Penentuan koordinat pada luka tertutup (luka memar, lecet geser dan tekan) tidak
usah menggunakan ujung luka (misalnya ujung luka pertama, ujung luka kedua)
tapi menggunakan titik tengah luka karena biasanya bentuk luka jenis ini tidak
beraturan jadi susah mencari dan menyamakan persepsi ujung masing-masing luka.
Penentuan luka yang menggunakan diskripsi ujung masing-masing luka
bila:
Luka terbuka yang melintasi sumbu tengah tubuh.
Luka terbuka contoh luka bacok
Luka yang panjang lebih dari 5 cm
Diperlukan diskripsi perjalanan (arah) luka, misalnya: luka iris yang berjalan
dari perut kanan atas sampai ke perut kiri bawah, luka tusuk dari perut kanan
bawah ke perut kiri atas, dst.
3. Jenis luka:
Tertutup (tidak menembus seluruh permukaan kulit):
o
Luka memar.
o
Luka lecet:
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

13

Luka lecettekan
Merupakan luka yang terbentuk dengan gaya tegak lurus pada kulit
tapi tidak sampaiu menembus seluruh ketebalan kulit

Luka lecetgeser
o
Patah tulang tertutup
Untuk jenis luka tertutup bisa langsung dinyatakan jenis lukanya, misalnya:
terdapat luka memar di.... atau terdapat luka lecet tekan di...., dst.
Terbuka:
o
Oleh benda tajam:

Luka iris

Luka tusuk

Luka bacok

Patah tulang terbuka


o
Oleh benda tumpul:

Luka robek

Patah tulang terbuka


4. Ukuran luka:
Panjang dan lebar
Diameter terpanjang dan terpendek luka
Dasar luka
Keterangan tambahan lain yang bisa digunakan untuk mendiskripsikan sebuah luka:
1. Jumlah luka.
2. Daerah sekitar luka.
3. Bentuk luka.
Contoh diskripsi luka:
1. Terdapat satu buah luka memar di dahi kanan. Luka berjarak dua koma lima
sentimeter ke kanan dari garis tengah wajah dan dua sentimeter ke atas dari garis
sejajar alis. Diameter terpanjang luka empat sentimeter dan diameter terpendek
luka tiga sentimeter. Bentuk luka oval. Batas luka tidak beraturan. Luka berwarna
merah keunguan. Daerah sekitar luka bersih.
2. Terdapat satu buah luka terbuka di lengan bawah kanan. Ujung luka pertama dua
sentimeter ke kanan dari garis tengah lengan kanan bagian depan dan satu setengah
sentimeter ke bawah dari garis sejajar siku. Ujung luka kedua satu sentimeter ke
kiri dari garis tengah lengan kanan bagian depan dan tujuh sentimeter ke bawah
dari garis sejajar siku. Panjang luka enam sentimeter dan lebar luka tiga sentimeter.
Tepi luka rata. Ujung luka pertama bersudut tumpul dan ujung luka kedua bersudut
tajam. Tidak ada jembatan jaringan. Daerah sekitar luka bersih.
3. Sekelompok luka lecet tekan dalam area 5x3 cm. masing-masing luka lecet tekan
berukuran 0.2 cm.

CONTOH PENGISIAN BLANGKO VISUM ET REPERTUM


Untuk dapat mengisi Visum et Repertum dengan baik, diharapkan mahasiswa sudah
memahami istilah-istilah khusus yang menyangkut keadaan jenazah, misal kaku
jenazah, derik tulang, lebammayat, hematoma (darah beku dalam subkutan), bercak
jenazah dan lain-lain. Bila memang ada istilah khusus yang belum terdapat istilah
tersebut dalam istilah sehari-hari, tulislah istilah kedokteran tersebut dengan ditambahi
keterangan dalam tanda kurung seperlunya.Berikut ini adalah contoh format Visum et
Repertum yang sudah diisi.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

14

PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN
INSTALASI FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
Jl. A. Yani telp (0511) 3252180 (sentral) Banjarmasin 70233
________________________________________________________________
Pro-Justitia
VISUM et REPERTUM
N0. VER/279/IPJ/XI/2012
Nama korban :.Orok
Tanggal pemeriksaan : 11 Februari 2012..
PEMERIKSAAN : L/D KODE: KLL/KN/KL/GEL/M
LABORATORIUM :
IDENTIFIKASI :
OBDUKTOR I PROTOKOL I LABORAN WARTAWAN
()()()()
Disetujui diketik/ tidak
Tgl. Tgl..
DOKTER KONSULTAN DOKTER
NIP.
IDENTITAS JENAZAH
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Warga negara :
Agama :
Alamat :
IDENTITAS PENYIDIK
Nama :
Pangkat :
NRP :
Jabatan :
Asal :
Surat nomor :
Tanggal :
Peristiwa kasus :
TIM PEMERIKSA
1. Pemimpin :
2. Obduktor I :
3. Obduktor II :
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

15

4. Obduktor III :
5. Protokol I :
6. Protokol II :
7. Wartawan I :
8. Wartawan II :
9. Laboran I :
10. Laboran II :
Saksi
1. Penegak Hukum I :
Penegak Hukum II :
2. Yang lain :
TIM LABORAN:
1.
4.
2.
5.
3.
6.
KETERANGAN
KONSULTAN : Dokter Ahli Forensik/konsultan ahli
PEMIMPIN : Dokter yang memimpin pelaksanaan otopsi forensik
OBDUKTOR : Dokter/muda yang melakukan pembedahan/otopsi jenazah
PROTOKOL : Dokter/muda yang mencatat proses dan hasil otopsi jenazah
WARTAWAN : Dokter/muda yang mencari berita (fakta) tentang kasus/kejadian yang
menimpa jenazah
LABORAN : Dokter/muda yang memeriksa/menganalisa laboratorium dari sampel
jenazah untuk membantu identifikasi
PROTAP UNTUK WARTAWAN
Pada dasarnya tugas wartawan dalam setiap pemeriksaan kasus adalah:
a. Mengetahui, mencari informasi dan melaporkannya selengkap mungkin
kepada pimpinan dan obduktor
b. Informasi yang sudah diperoleh diserahkan kepada protokol,
ditandatangani W-1,W-2.
Secara khusus, tugas wartawan pada penanganan kasus-kasus forensik adalah sebagai
berikut:
1. Kematian kecelakaan
a. Mencari informasi tentang macam kecelakaan, misal: kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja, olahraga, dan lain-lain
b. Mengetahui kapan dan di mana meliputi hari, tanggal dan jam kejadian
c. Mengetahui situasi TKP; informasi bisa dicari dari penyidik, keluarga,
teman atau saksi lain
d. Mengetahui benda-benda yang mengenai korban, misal: bus/truk, pohon,
aspal, batu dan lain-lain
e. Mengetahui status korban, misal: pembonceng, penumpang, pejalan kaki
dan lain-lain
f. Mengetahui sarana yang dipakai korban/membawa apa, misal: helm,
sepeda dan lain-lain
g. Mengetahui status kesehatan korban, sudah mendapat perawatan
sebelumnya
h. Mengetahui siapa yang mengetahui dan menolong korban, bagaimana
perilaku penolong/ pertolongan/tindakan di TKP, termasuk status
pendidikan korban
i. Kecelakaan lalu lintas, antara apa dan apa
j. Mencari informasi dari mass media
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

16

2. Kematian mendadak
a. Mengetahui kapan korban diketahui hidup (saat terakhir)
b. Mengetahui kapan meninggal
c. Mengetahui siapa yang pertama mengetahui
d. Mengetahui penyakit yang diderita (dari keluarga)
e. Mengetahui latar belakang pengobatan termasuk perawatan di RS, sisa obat
f. Mengetahui situasi di TKP, sikap korban dan akibat gejala
g. Mengetahui mencari informasi mass media
3. Kematian misterius
a. Mengetahui dimana ditemukan
b. Mengetahui siapa yang lapor dan yang pertama mengetahui
c. Mencari keterangan saksi/penyidik
d. Mengetahui situasi di TKP
e. Mencari informasi mass media
4. Kematian kriminal
a. Mengetahui macam peristiwa, penganiayaan, perampokan, dan lain-lain
b. Mengetahui kapan terjadinya dan kapan korban meninggal
c. Mengetahui informasi dari penyidik, apakah sudah mendapat perawatan
sebelumnya
d. Mengetahui situasi di TKP, sikap korban
e. Mengetahui masalah korban dan perkiraan pelaku
f. Mengetahui alat yang dipakai pada peristiwa tersebut (benda tajam, tumpul
dan lain-lain)
g. Mencari informasi dari mass media
5. Kasus pembongkaran
a. Pertanyaan mengacu pada kasus kriminal dan misterius
b. Kapan meninggal dan kapan dimakamkan, pemakaman normatif atau tidak
normatif
c. Sebelumnya apakah korban telah mendapat pemeriksaan atau perawatan
untuk Visum et Repertum
d. Penggalian atas inisiatif Penyidik atau keluarga korban atau masyarakat
e. Informasi peristiwa berasal dari masyarakat atau dari keluarga korban atau
Penyidik sendiri
f. Instansi mana saja yang terkait dengan pembongkaran disamping
Puskesmas, Penyidik
g. Kliping mass media.

LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI


PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

17

INSTALASI FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


Jl. A. Yani telp (0511) 3252180 (sentral) Banjarmasin 70233
__________________________________________________________________
Pro-Justitia
VISUM et REPERTUM
N0. VER/279/IPJ/XI/2005
Berdasarkan, surat permintaan penyidik, nama: Bintang Satria., NRP:
60030899., pangkat: IPDA..,jabatan: Kepala kepolisian Sektor Denggung,
nomor surat: VER/279/IPJ/XI/2005 sek. Denggung.., tanggal surat: 11 Februari
2005., maka Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan dokter: M. Spesialite,
Sp.F.,dibantu dokter: Komuda., dengan dokter konsultan: M. Forens, Sp.F.(K)
,beserta staf dari Universitas Lambung Mangkurat/Instalasi Kedokteran Forensik
RSUD Ulin Banjarmasin pada hari: Jumat,tanggal:11 Februari 2005mulai pukul
07.00sampai pukul 10.00.melakukan pemeriksaan luar dan dalam serta
identifikasi di ruang otopsi RSUD Ulin Banjarmasin, terhadap almarhum/almarhumah.
Nama: X.Umur: 9..bln/tahun, Jenis kelamin: Laki-lakiAgama:
Islam.Alamat: (-).. akibat peristiwa: pembunuhan..
KETERANGAN
URAIAN PENDAHULUAN VISUM ET REPERTUM
1) Pada pendahuluan Visum et Repertum pada prinsipnya adalah obyektif
administrasi. Jadi tergantung apa yang tertulis dalam surat permintaan Visum
et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya persis baik kata/
kalimat dan angka
2) Secara umum isi pada pendahuluan Visum et Repertum adalah:
Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan, kepolisian mana
Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor/Resort atau Polda, cap
dan kop surat
Identitas korban/ barang bukti ialah nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal,
agama, pendidikan, alamat tempat tinggal
Identitas peristiwa: macam (KLL, KN, KL, Misteri), KLL antara apa dan apa,
pakai helm/ tidak, kalau kriminal: pembunuhan, penganiayaan,
tembakanError! Reference source not found., tusukan, dan lain-lain
Identitas tempat/saat peristiwa: dimana, kapan, hari, tanggal, jam, lokasi
peristiwa
Macam pemeriksaan: pemeriksaan luar atau luar dalam, identifikasi
Barang bukti lain terlampir: ada atau tidak
Identitas pemeriksa ialah oleh Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan
dokter siapa, dibantu siapa saja
Selanjutnya tempat dan saat periksa di Ruang otopsi RSUD Ulin Banjarmasin,
pada hari, tanggal, jam berapa. Dalam hal ini saat pemeriksaan ditulis dengan
huruf untuk menghindari penggantian, perubahan atau penambahan
Bila ada barang bukti lain terlampir supaya disebutkan dan mungkin perlu
mendapat pemeriksaan apa, barang bukti/ jenazah berlabel atau tidak, dan
dengan sendirinya korban/barang bukti diantar oleh penyidik
3) Jadi isi pendahuluan ini, formulirnya sudah jelas, supaya diisi selengkapnya
sesuai yang tertulis dalam surat permintaan penyidik, sehingga pada awal
membaca Visum et Repertum sudah jelas kasus, peristiwa, kapan, dimana,
dalam keadaan ditemukan masih hidup atau sudah meninggal dan apakah
sudah mendapat perawatan atau tidak sebelum meninggal.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

18

4) Bila sudah ada perawatan/pengobatan di rumah sakit atau unit pelayanan


kesehatan lain, maka perlu mencari/ minta informasi data medik dari unit/ RS
tersebut.
LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI
Hasil pemeriksaan itu ialah sebagai berikut:
I. PEMERIKSAAN LUAR DAN IDENTIFIKASI
1. Keadaan jenazah: Jenazah berlabel/tidak berlabel
Jenazah dibungkus kardus warna coklat bertuliskan mesrania 2T super,
pertamina dengan ukuran lima puluh tiga kali empat puluh tiga kali enam belas
sentimeter tertutup tanpa plester. Bungkus dibuka tanpa alas kardus berupa
koran wawasan, terbit tanggal tiga puluh april tahun dua ribu satu, empat
lembar. Jenazah dibungkus plastik transparan, kedua ujungnya diikat tali rafia
warna biru, jenazah diletakkan melintang. Plastik dibuka, jenazah dibungkus
kain batik warna coklat tua dan coklat muda. Kain dibuka, jenazah dalam
keadaan telanjang. Jenazah tampak kebiruan pada bagian kepala, bahu kiri, perut
bagian bawah, di perut tampak tali pusat yang keluar darahnya.
2. Sikap jenazah di atas meja otopsi:
Jenazah terlentang, muka menghadap ke kanan. Posisi tangan kanan, lengan atas
empat puluh lima derajat terhadap sumbu tubuh, lengan bawah seratus tujuh
;uluh derajat dari lengan atas, sendi pergelangan tangan sembilan puluh derajat
dari lengan bawah. Posisi tangan di samping tubuh. Tangan kiri lurus menempel
tubuh, sudut lengan atas nol derajat terhadap sumbu tubuh, lengan bawah seratus
delapan puluh derajat terhadap lengan atas, sendi pergelangan tangan lurus
terhadap lengan bawah. Jari-jari mencengkeram. Kaki kanan: posisi tungkai atas
sembilan puluh derajat terhadap sumbu tubuh. Tungkai bawahtiga puluh derajat
terhadap tungkai atas, jari-jari lurus. Kaki kiri : posisi tungkai atas tujuh puluh
derajat terhadap sumbu tubuh, tungkai bawah dua puluh derajat terhadap tungkai
atas, jari-jari kaki lurus, kedua telapak kaki menghadap ke bawah tujuh puluh
derajat terhadap sumbu tubuh, tungkai bawah dua puluh derajat terhadap tungkai
atas, jari-jari kaki lurus, kedua telapak kaki menghadap ke bawah.
3. Kaku jenazah: tidak terdapat kaku jenazah
4. Lebam jenazah : tidak terdapat lebam jenazah
5. Pembusukan jenazah:
Terdapat tanda-tanda pembusukan di bahu kiri bawah ukuran 55 cm, tengah
dada ukuran 42 cm, dada kiri ukuran 45 cm. Perut bawah, punggung belakang
atas, ketiak kanan, pangkal paha kanan dan kiri.
6. Ukuran jenazah/Jenazah orok:
a. Berat jenazah : 2400 gram
b. Panjang jenazah : 49 cm
c. Ukuran Jenazah Orok
d. Lingkar kepala : 32 cm
e. Fronto Occipitale : 34,5 cm
f. Mento Occipitale : 42 cm
g. Lingkar dada : 32,4 cm
7. Kepala
a. Rambut: warna hitam, tidak beruban, panjang 2,9 cm. Sukar dicabut dalam
keadaan basah

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

19

b. Bagian yang tertutup rambut: tidak tampak pengelupasan, ubun-ubun besar


masih terbuka(tulang kengkorak belum menutup), tidak ada luka, tidak ada
hematoma (memar). Pada perabaan teraba agak lunak, warna kebiruan
c. Dahi: nampak kebiruan sebagai awal pembusukan, tidak terdapat luka, tidak
terdapat hematoma(memar), tidak ada derik tulang
d. Mata kanan: dalam keadaan tertutup, pada kedua sudut mata terdapat kulit
warna biru, konjungtiva putih kemerahan, sklera putih kemerahan, kornea
keruh, kelopak mata sukar dibuka, bulu mata ukuran 0,3cm keluar darah dari
mata
Mata kiri: dalam keadaan tertutup, kelopak mata warna pucat aagak
kebiruan. Konjungtiva putih kemerahan, sklera putih kemerahan, kornea
keruh. Kelopak mata sukar dibuka
e. Hidung: hidung warna biru, tidak ada cairan keluar dari hidung, luka tidak
ada, hematoma (memar) tidak ada, derik tulang tidak ada
f. Mulut: mulut tertutup, bibir mulut berwarna biru kehitaman, gigi belum
tumbuh, hematoma(memar) tidak ada, tidak keluar cairan
g. Dagu: tidak ada kelainan
h. Pipi: pipi kanan tampak biru kehijauan, luka tidak ada, memar tidak ada,
derik tulang tidak ada
i. Telinga: pada telinga tidak ada kelainan, tidak terdapat retak tulang
8. Leher: tidak ada bekas jeratan, tidak ada retak tulang, tidak ada memar, tidak
ada kaku jenazah di leher, warna biru kehijauan
9. Dada: dinding dada lebih tinggi dari dinding perut, kuit dada berwarna putih
pucat, luka dan memar tidak ada, bercak warna hijau di bawah bahu kiri ukuran
5x5cm, dada samping kiri ukuran 4x5cm, bercak warna merah keunguan di
tengah ada ukuran 42 cm,di dada kanan sampai perut kanan atas ukuran 93
cm, tidak hilang dengan penekanan
10. Perut: dinding perut lebih rendah dari dinding dada, tampak tali pusat ukuran 8,5
cm dipotong rapi, perkusi timpani, luka dan memar tidak ada, terdapat bercak
kehijauan pada 1/3 perut bagian bawah kanan dan kiri, retak tulang tidak ada
11. Alat kelamin: jenis kelamin laki-laki, rambut kelamin tidak ada. Rambut pada
batang zakar tidak ada, lubang kelamin ada, ada kantong pelir, buah pelir ada
dua buah
12. Anggota gerak atas
Kanan
Lengan atas: tidak terdapat luka, tidak terdapat memar, tidak terdapat
retak tulang, terdapat lemak bayi di lengan atas luar
Lengan bawah: tidak terdapat luka, memar dan retak tulang
Tangan: tidak ada kelainan
Kiri
Lengan atas: tidak ada kelainan
Lengan bawah: tidak ada kelainan
Tangan: kuku warna hijau kehitaman, lainnya tak ada kelainan
13. Anggota gerak bawah
Kanan
Paha: tidak ada kelainan
Tungkai bawah: tidak ada kelainan
Kaki: kuku warna hijau kehitaman, lainnya tidak ada kelainan
Kiri
Paha: tidak ada kelainan
Tungkai bawah: tidak ada kelainan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

20

Kaki: kuku kotor warna biru kehitaman lainnya tidak ada kelainan
14. Punggung: terdapat pengelupasan kulit pada punggung belakang kiri
15. Pantat: tidak ada kelainan
16. Dubur: tidak ada kelainan
17. Bagian tubuh yang lain: tidak ada kelainan
II. PEMERIKSAAN DALAM:
18. Setelah kulit dada dibuka:
Tidak terdapat hematoma(memar) dan retak tulang. Tinggi diafragma kanan
pada setinggi antara ruang rusuk 7 dari kiri pada setinggi ruang antara rusuk 7.
Tulang dada bagian dalam tidak ada kelainan. Setelah tulang dada diangkat
bagian jantung tidak tertutu paru-paru bagian atas 3 jari bawah 3 jari paru-paru
kanan/kiri tidak ada perlekatan dengan dinding bagian dalam,mudah dilepas
19. Pada percobaan pengembangan - pengembangan paru- paru (pada bayi)
Tes Apung paru I : (+)
Tes Apung paru II : (+)
Tes Apung paru III : (+)
20. Jantung:
Kantung jantung dibuka, di dalam kantung jantung tidak ada cairan, ukuran
5,3x4x1,5 cm, berat 25 gram, warna merah, konsistensi kenyal, tidak tertutup
jaringan. Jantung dibuka: lubang antar bilik kiri dan serambi kiri dan lubang
antara bilik kanan dan serambi kanan selebar 0,5 cm, katup jantung warna merah
pada perabaan licin dan konsistensi kenyal. Otot papillaris tidak ada kelainan,
konsistensi kenyal. Tebal otot bilik kiri 4mm dan serambi krir 2mm, bilik kanan
0,2mm. Serambi kanan 0,2mm. Arteri koronaria dibuka: tidak ada sumbatan
aorta, lingkaran 0,5 cm. Warna merah kecoklatan tidak ada kelainan. Arteri
pulmonalis ukuran 0,6 cm, klep tidak ada kelainan
21. Paru-paru kanan: terdiri dari tiga bagian tiap bagian tidak ada perlekatan, warna
merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin, ukuran
8x5x2,8 cm, berat 46 gram, pada pengirisan: warna jaringan merah kehitaman,
dipijat keluar cairan merah kehitaman
Paru-paru kiri: terdiri dari dua bagian, tiap-tiap bagian tidak ada perletakatan,
warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin ukuran
8,5x5x2 cm, berat 39 gram pada pengirisan cairan berwarna merah kehitaman
22. Pada pengambilan alat-alat dalam ruang perut, dilihat dalam ruang perut tidak
terdapat cairan.
23. Hati: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan tidak
berbenjol-benjol, ukuran 13,510,52,5 cm, berat 147 gram. Pada pengirisan:
warna jaringan merah kehitaman, pembuluh vena centralis tidak melebar dan
pada pemijatan keluar cairan darah
24. Limpa: warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, permukaan halus tepis
tajam, ukuran 6x3x0,9cm, berat 5 gram, pada pengirisan warna jaringan merah
kecoklatan, pada pemijatan keluar cairan merah, pada pisau pengiris tidak
melekat jaringan dan pada siraman air mudah lepas
25. Lambung, usus halus, usus besar tidak terdapat kelainan
26. Pemeriksaan alat-alat kencing
a. Ginjal kanan: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, permukaan licin,
tidak terdapat jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran lima koma lima
kali tiga koma enam kali satu sentimeter, berat dua puluh dua gram pada
pengirisan:gambaran jaringan ginjal jelas tidak terdapat adanya batu/pasir
Ginjal kiri: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, perubahan licin,
tidak tertutup jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran lima kali tiga
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

21

kali satu sentimeter, berat dua puluh lima gram. Pada pengirisan:gambaran
ginjal jelas, tidak terdapat adanya batu maupun pasir.
b. Ureter kanan : panjang .... sentimeter, tidak terdapat kelainan
Ureter kiri :panjang .... sentimeter, tidak terdapat kelainan
c. Kandung Kemih : tidak terdapat kelainan
d. Kelenjar prostat : ukuran .. berat ...
27. Kelenjar suprarenalis : tidak tampak kelainan
28. Pada pembukaan alat-alat kelamin laki-laki
a. Buah pelir : Buah pelir dua buah, kanan dan kiriukuran ... sentimeter
b. Saluran buah pelir sampai kandung semen : ukuran panjang ... sentimeter,
pada pembukaan didapatkan .....
29. Pada pembukaan alat kelamin perempuan
a. Indung telur : Kanan berukuran ... x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi,
pada pembukaan didapatkan...... pada indung telur sebelah kiri berukuran ...
x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi, pada pembukaan didapatkan......
b. Saluran telur : Kanan berukuran ... x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi,
pada pembukaan didapatkan...... pada saluran telur sebelah kiri berukuran ...
x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi, pada pembukaan didapatkan......
c. Rahim/uterus
berukuran .... x .... x sentimeter, warna ... konsistensi ....
Terlihat adanya resapan darah. Pada pembukaan terdapat...
d. Liang senggama (vagina) : berukuran .... x .... x sentimeter, warna ... konsistensi ....
Terlihat adanya resapan darah. Pada pembukaan terdapat

29. Leher: tidak ada kelainan


30. Lidah : tidak terdapat kelainan
31. Kepala: Kulit kepala dibuka, tampak hematoma (memar) pada seluruh
permukaan tempurung kepala bagian atas kanan dengan ukuran 9x7cm,
tempurung kepala bagian belakang kiri dengan ukuran 4x2cm. Tulang atap
kepala dibuka, tidak ada darah di atas selaput otak. Selaput otak dibuka, otak
membubur, putih kemerahan berbau, berat otak 350 gram, dasar tulang kepala
tidak ada kelainan
32. Alat-alat dalam yang lain: tidak ada kelainan
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
1. Golongan darah : A/B/AB/O
2. Alkohol dalam darah : Positif/Negatif
3. Parasitologi : Jenis:
4. Toksikologi :
5. Mikrobiologi :
6. Patologi Anatomi :
IV. PEMERIKSAAN IDENTIFIKASI:
1. Odontologi :
2. Antropologi :
3. DNA :
KETERANGAN
URAIAN PEMBERITAAN VISUM ET REPERTUM
1) Laporan utama yang disebut Visum et Repertum adalah bagian isi/
pemberitaan, karena isinya betul-betul obyektif medis, dari hasil pemeriksaan
medis. Jadi apa yang dilihat dan diketemukan pada pemeriksaan kasus/korban/
barang bukti itu yang dilaporkan tertulis
2) Laporan ini dapat meliputi pemeriksaan medis dari:
a. Hasil pemeriksaan TKP
b. Hasil pemeriksaan luar bagian tubuh jenazah
c. Hasil pemeriksaan dalam bagian tubuh/alat-alat dalam jenazah
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

22

d.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
3)
a.

b.

Hasil semua pemeriksaan laboratorium/penunjang


Pemeriksaan mikroskopi jaringan (Patologi Anatomi)
ToksikologiError! Reference source not found.
Parasitologi
Mikrobiologi
Identifikasi anthropologi
Identifikasi odontologi
Kimia darah
Laboratoriumlain (DNA)
Kasus tidak dikenal, laporan pemberitaan ditambah:
Pemeriksaan identifikasi-biologi manusia:
Odontologi
Anthropologi
Ciri khusus
Darah-AB
DNA
Identifikasi administrasi-dalam bentuk surat-surat/ barang tulisan yang
terbawa korban
c. Identifikasi kebendaan-dalam bentuk benda/barang yang terbawa/ terpakai
korban
d. Kombinasi identifikasi biologi, administrasi dan kebendaan dapat mengarah
kepada siapa kasus/korban tersebut
4) Kasus tinggal tulang-tulang: pemeriksaan anthropologi dan odontologi yang
dapat menentukan, kecuali kematian karena racun pemeriksaan toksikologi
dapat menentukan
5) Para praktisi hukum, bila membaca laporan ini mungkin ada yang tidak jelas
(istilah atau kalimat) yang kadang-kadang dari medis tak dapat dihindarkan
atau untuk istilah yang tepat.
Berbagai semua pemeriksaan yang sifatnya fatal dan menunjukkan angka (misalnya
darah) supaya ditulis dengan angka. Berbagai temuan ditulis dengan istilah medis
biasanya ada penjelasan atau digambar, disampaikan dalam bentuk tambahan sendiri
atau lampiran Visum et Repertum. Jadi jelas isi/pemberitaan bagian Visum et Repertum
ini bersifat obyektif medis.
LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI
V. KESIMPULAN:
1) Bayi lahir cukup bulan(I.6)
2) Golongan darah O (III.1)
3) Jenis kelamin laki-laki
4) Bayi ada perawatan normatif (I.1)
5) Bayi lahir hidup (II.21)
6) Cacat bawaan: tidak ada
7) Jenazah dalam proses pembusukan (I.5)
8) Sebab kematian: Terdapat hematoma(memar) pada tempurung kepala bagian
atas kanan, ukuran 9x7cm, tempurung kepala bagian belakang kiri dengan
ukuran 4x2cm akibat kekerasan benda tumpul (II.26).
KETERANGAN
URAIAN KESIMPULAN VISUM ET REPERTUM
1) Dari hasil berbagai pemeriksaan medis, dapat dilakukan inventarisasi masalah
pokok sesuai dengan arah tujuan pemeriksaan kasus/korban/ barang bukti.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

23

Tujuannya memberi informasi kepada pihak penyidik atau praktisi hukum,


sehingga mempermudah penerapannya. Informasi tersebut misalnya mengenai:
a. Identitas korban
b. Saat kematian
c. Kelainan-kelainan akibat peristiwa/penyakit sebelumnya
d. Mengapa terjadi kelainan tersebut, apakah akibat kekerasan tumpul, tajam,
racun, kimia, senjata api, listrik, dan lain-lain (akibat penyebab)
e. Berbagai gejala sebab kematian
f. Sebab kematian-satu penyebab atau lebih yang sifatnya mandiri atau terkait
mendukung
g. Bila memungkinkan cara kematian, yang pada prinsipnya harus mengikuti
pemeriksaan TKP/Rekonstruksi
h. Untuk kasus orok-ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan seperti di
bawah ini
2) Jadi kesimpulan ini pada prinsipnya subyektif medis, karena tergantung
penalaran dokter masing-masing pembaca/ penanggung jawab. Dan apa yang
disimpulkan adalah hasil analisa medis (Subyektif medis)
3) Dasar membuat kesimpulan adalah:
a. Mempergunakan ilmu kedokteran
b. Hasil pemeriksaan medis
c. Dapat
orientasi
dengan
ilmu
Hukum
sepanjang
dapat
dipertanggungjawabkan
d. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah medis
e. Informasi di luar pemeriksaan medis, dapat menjadikan pertimbangan
4) Pada kesimpulan, mengingat sifatnya subyektif, maka tiap person dokter atau
ahli lain termasuk para praktisi hukum dapat berbeda pendapat, sehingga disini
dapat merupakan media diskusi yang baik. Biasanya media diskusi terjadi bila
dokter sebagai saksi ahli dalam forum sidang pengadilan akan mendapat
pertanyaan-pertanyaan dari para praktisi hukum ialah: Hakim, Jaksa, Pembela
atau Penasihat Hukum, Penyidik atau bahkan dari Terdakwa.
5) Maka dalam menyusun laporan dan kesimpulan harus hati-hati, selalu
dikembalikan kepada dirinya sendiri sebagai pertanyaan dapatkah
mempertanggungjawabkan?
6) Dokter yang dipanggil sebagai saksi ahli di pengadilan harus mengucapkan
sumpah/janji lagi sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing dokter
(Sanksi pasal 161 KUHAP).
Tatacara urutan kesimpulan:
1. Tiap baris kesimpulan diakhiri kalimat diisi nomor penunjuk sebagai
alasan, ditulis dalam kurung
2. Kelainan-kelainan yang bersifat fatal/berat disebut lebih dulu sebagai
alasan penyebab kematian
3. Kelainan-kelainan yang sifatnya ringan dan tidak ada hubungan dengan
penyebab kematian disebut sebelum akhir kesimpulan
4. Untuk jenazah tidak dikenal, identitas korban disebut pada awal (no.1)
kesimpulan
5. Untuk jenazah dikenal, identitas dan saat kematian disebut pada akhir
kesimpulan (kalau diperlukan)
6. Untuk kasus kematian mendadak, pada awal kesimpulan, tidak ada
kelainan akibat kekerasan
7. Untuk kasus jenazah orok, ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan:
a) Umur dalam kandungan
b) Ada/ tidak ada cacat
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

24

c)
d)
e)
f)
g)
h)

Sudah/ belum ada perawatan normatif


Identitas orok-jenis kelamin, golongan darah dan DNA
Lahir hidup atau lahir mati (belum/ sudah bernafas)
Sebab kematian diluar kandungan
Cara kematian
Lain-lain yang perlu diinformasikan
8. Untuk kasus gelandangan tidak ada kelainan akibat kekerasan, sebab
kematian akibat penyakit/ kelemasan. Selanjutnya jenazah dikirim ke
Fakultas Kedokteran UGM atas ijin penyidik dan Pemda setempat
(tertulis) untuk kadaver (bila jenazah masih baik)
9. Untuk jenazah membusuk atau tinggal tulang-tulang perlu disebutkan
dalam awal kesimpulan

CONTOH KESIMPULAN PEMERIKSAAN LUAR PADA VISUM ET REPERTUM


- Adanya darah bercampur cairan otak pada hidung berhubungan dengan sebab
kematian. Sebab kematian pasti tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan
pemeriksaan dalam, atau
- Adanya kelainan pada point dua atau adanya luka tusuk pada dada dapat
mengakibatkan kematian tanpa mengesampingkan sebab kematian lain karena tidak
dilakukan pemeriksaan dalam.
CONTOH KESIMPULAN PEMERIKSAAN DALAM PADA VISUM ET REPERTUM
- Adanya luka tusuk pada dada yang mengenai jantung mengakibatkan perdarahan
rongga dada yang menyebabkan kematian.
Atau
- Sebab kematian orang ini akibat luka tusuk dada kiri yanng mengenai jantung
sehingga menyebabkan perdarahan rongga dada.
LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI
VI. PENUTUP
Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu
menerima jabatan dan berdasarkan Lembaran Negara No. 350 tahun 1973 serta
Undang-undang No. 8 tahun 1981.
Tanda tangan,
NIP:
KETERANGAN
URAIAN PENUTUP VISUM ET REPERTUM
1. Semua maklum dan menyadari bahwa apa yang disampaikan dari hasil
pemeriksaan medis selalu secara ilmiah medis dan mengingat sumpahnya
sebagai dokter. Maka Visum et Repertum dalam penutupnya menyatakan
dengan mengingat Sumpah Jabatan
2. Disamping itu, pembuatan Visum et Repertum berdasarkan surat permintaan
pihak Penyidik dengan landasan operasional UU No.8 Tahun 1981
3. Selanjutnya pengertian Visum et Repertum tersirat dalam Lembaran Negara
No.350 Tahun 1973 yang sampai saat ini Lembaran Negara masih berlaku.
Maka dalam penutup Visum et Repertum ditambah dengan berdasarkan LN
No.350 Tahun 1973
Setelah penutup, terakhir kalimat/ kata adalah tanda tangan dan nama dokter serta cap
instansi dimana dokter tersebut bekerja/bertugas. Jadi tidak perlu pakai tanggal,
karena tanggal sudah tertulis dalam pendahuluan ialah saat pemeriksaan
kasus/korban/barang bukti.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

25

TAMBAHAN UNTUK PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM:


Perbedaan persentuhan benda tumpul dan kekerasan tumpul dan cara penulisannya pada
kesimpulan visum.

Persentuhan benda tumpul

Persentuhan berarti saat tubuh mengenai atau menyentuh suatu benda contoh benda
tumpul adalah bumper mobil. Kasus yang terjadi misal kasus seseorang ditabrak oleh
sebuah mobil dari arah depan dengan kecepatan yang tinggi.
Kesimpulan pada visum et repertum : Terdapat luka lecet geser pada lengan
bawah kanan dan paha kanan yang disebabkan persentuhan benda tumpul.

Kekerasan tumpul

Kekerasaan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan kasar. Menurut WHO


kekerasaan adalah penggunaan kekuatan fisik yang mengakibatkan memar dengan
menggunakan benda tertentu, kasus yang terjadi saat tubuh seseorang dipukul oleh
orang lain dengan keras contoh menggunakan ikat pinggang atau kayu balok.
Kesimpulan pada visum et repertum : Terdapat luka memar pada lengan bawah
kanan yang disebabkan kekerasaan tumpul.

BAB III
ASPEK MEDIKOLEGAL PELAYANAN MEDIS DAN MALPRAKTIK MEDIS
Dalam profesi kedokteran ada norma-norma yang berlaku yang disebut sebagai
norma profesi. Ada 3 macam norma yang mengikat dokter dalam pelaksanaan profesi
kedokteran yaitu :
1. Norma disiplin (disciplinary norm)
2. Norma etika (ethical norm)
3. Norma hukum (legal norm)
Norma Disiplin (Disciplinary Norm)
Norma disiplin yang dimaksudkan di sini adalah disiplin Ilmu Kedokteran itu
sendiri. Kompetensi dokter diperoleh melalui penguasaan ilmu dan teknologi
kedokteran. Berdasarkan ilmu kedokteran inilah disusun standar profesi medik.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

26

Norma Etika (Ethical Norm)


Norma-norma etika yang mengikat pelaksanaan profesi kedokteran dikenal
dengan sebutan etika kedokteran (medical ethics). Etika kedokteran dirumuskan sendiri
oleh kalangan profesi medik. Wujud dari etika kedokteran adalah Kode Etika (Code of
Medical Ethics). Etika kedokteran mengatur etika jabatan kedokteran dan etika asuhan
kedokteran.
Etika jabatan kedokteran mengatur sikap:
a. Dokter terhadap sejawat
b. Dokter terhadap paramedis
c. Dokter terhadap masyarakat
d. Dokter terhadap pemerintah
Etika asuhan kedokteran mengatur etika dokter terhadap penderita yang
menjadi tanggung jawabnya.
Norma Hukum (Legal Norm)
Norma hukum yang mengikat profesi kedokteran dikenal dengan istilah hukum
kedokteran (Medical Law). Karena tenaga medik merupakan salah satu tenaga
kesehatan, selain terikat oleh ketentuan hukum kedokteran, dokter juga terikat oleh
ketentuan hukum kesehatan (Health Law).
Hukum Kedokteran dan Hukum Kesehatan dibuat oleh lembaga negara yang
berwenang (lembaga legislatif). Keduanya terwujud dalam berbagai bentuk peraturan
perundang-undangan, seperti:
UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
PP No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
Permenkes No. 585/1989 tentang Informed Consent
Dalam profesi kedokteran mengutamakan:
1. Kebebasan Profesi
2. Etika Kedokteran
3. Rahasia Kedokteran
Tindakan medik adalah tindakan profesional dokter terhadap pasien dengan
tujuan
memelihara,
meningkatkan,
memulihkan
kesehatan
atau
menghilangkan/mengurangi penderitaan.
Hukum adalah keseluruhan asas dan aturan tentang perbuatan manusia yang
ditetapkan atau diakui oleh otoritas tertinggi.
Ada daerah singgung antara pelayanan medik dan hukum !!

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

27

Gambar 15.1 Hubungan Pelayanan Medis dengan Hukum

Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran.
Keduanya membentuk hubungan medik dan hubungan hukum.
Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan
antara keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
harmonisasi dalam pelaksanaannya

Hubungan Dokter Pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai


hubungan biomedis aktif-pasif yang disebut juga hubungan medik.

Dokter

Pasien

Aktif
Superior ?

Pasif

Kepercayaan

Pola Hubungan Dokter Pasien berdasarkanKeadaan Sosial Budaya dan Penyakit Pasien
Activity-Passivity
Pola hubungan klasik, disini dokter seolah-olah dapat melaksanakan ilmunya tanpa
campur tangan pasiennya, dengan motivasi altruistis
Dalam keadan: pasien tidak sadar atau gawat darurat atau gangguan mental berat
Guidance-Cooperation
Membimbing dan kerjasama. Walaupun dokter mengetahui banyak, ia tidak sematamata menjalankan kekuasaan, namun mengaharapkan kerjasama pasien yang
diwujudkan dengan menuruti anjuran dan nasihat dokter
Dalam keadaan penyakit pasien yang tidak terlalu berat.
Penyakit baru.
Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan
hak yang sama. Pasien berperan secara aktif dalam pengobatan dirinya.
Dalam keadaan pasien cukup intelek, penyakit kronis atau ingin memelihara
kesehatannya
Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak yaitu dokter dan pasien diyakini
mempunyai kebebasan dan kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan
suatu perikatan/perjanjian dimana masing-masing pihak harus melaksanakan peran atau
fungsi terhadap yang lain. Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban .
Secara yuridis sering dipermasalahkan apakah tidndakan medis yang tidak
mengenakkan/menyakitkan itu dapat dimasukkan dalam pengertian penganiayaan yang
merupakan konsep hukum pidana .Sebenarnya kualifikasi yuridis mengenai tindakan
medik tidak hanya mempunyai arti bagi hukum pidana saja, melainkan juga bagi
hukum perdata dan administratif.
Masalah Pidana

: melukai orang lain

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

28

Masalah Perdata
Masalah Administratif

: melakukan perjanjian
: harus memiliki ijin praktek yang sah

Secara materil, suatu tindakan medik tidak bertentangan dengan hukum bila:
1. Mempunyai indikasi medis guna mencapai suatu tujuan yang konkrit
2. Sesuai dengan standar yang berlaku dalam ilmu kedokteran
3. Terlebih dahulu mendapat persetuan dari pasien
Hubungan Dokter-Pasien
Pada awalnya hubungan dokter-pasien bersifat vertikal (hubungan atas-bawah).
Hubungan dokter-pasien pada masa itu dipengaruhi oleh doktrin medical
paternalism (doctor knows his patients best interest).
Doktrin medical paternalism adalah perwujudan dari asas beneficence.
Hubungan semacam ini dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat paternalistik,
sebagaimana hubungan antara bapak dengan anak.

Perubahan Paradigma Hubungan Dokter-Pasien


Seiring dengan makin menguatnya kesadaran pasien akan hak-haknya
(especially the right to self-determination), pola hubungan dokter-pasien berubah
kearah hubungan bersifat horisontal (hubungan setara).
Paradigma hubungan dokter-pasien berubah dari medical paternalism menuju
patients autonomy.
Hubungan Hukum Antara Dokter & Pasien
Hubungan hukum adalah hubungan menurut kaca mata hukum
Menurut kacamata hukum (Indonesia), hubungan dokter-pasien merupakan sebuah
perikatan.
Perikatan adalah hubungan antara 2 subjek hukum yang melahirkan hak dan
kewajiban pada masing-masing pihak
Hukum Perikatan
Sebagai sebuah perikatan, maka hubungan dokter dan pasien tunduk pada hukum
perikatan.
Hukum perikatan adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang
perikatan
Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang perikatan terdapat dalam Buku ke 3
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).
Buku ke 3 BW antara lain menerangkan tentang sumber-sumber perikatan dan
syarat sahnya perjanjian.
Sumber Perikatan
Perikatan bisa terjadi karena 2 macam sebab:
1. Karena Undang-undang
Hubungan hukum antara Bapak dengan Anak merupakan contoh perikatan yang
lahir karena UU. Anak berhak mendapatkan warisan karena memang UU
menentukan demikian.
2. Karena Perjanjian
Hubungan hukum antara penjual dg pembeli merupakan contoh perikatan yang lahir
karena suatu perjanjian.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

29

Syarat Sahnya Perjanjian


Pasal 1320 BW / KUHPer menentukan bahwa suatu perikatan sah apabila
keempat syarat dibawah ini terpenuhi:
1. Adanya kecakapan bertindak
2. Adanya kesepakatan
3. Adanya obyek tertentu
4. Adanya sebab yang halal
Perikatan Dokter-Pasien
Perikatan dokter-pasien bisa terjadi baik karena undang-undang maupun
karena perjanjian. Ketika dokter memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat
yang berada dalam keadaan tidak sadar, terjadilah sebuah perikatan antara si dokter dan
si pasien.
Perikatan ini bersumber pada undang-undang. Tindakan dokter memberikan
pertolongan kepada si pasien dilakukan atas perintah undang-undang bukan karena
permintaan si pasien.
Dalam situasi normal perikatan antara dokter dengan pasien bersumber pada
perjanjian
Kedatangan pasien ke tempat praktik dokter atau ke RS menunjukkan adanya
kehendak si pasien untuk mengadakan perikatan.
Penerimaan oleh pihak dokter/RS menunjukkan adanya kesediaan untuk
mengadakan perikatan
Tindakan medis yang kemudian dilakukan menunjukkan bahwa perikatan benarbenar telah terjadi.
Jenis Perikatan
Perikatan antara dokter dan pasien bisa berbentuk resultaats verbintenis ataupun
berbentuk inspanning verbintenis
Resultaat verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada hasil kerja (outcome)
tertentu.
Inspanning verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada usaha yang sungguhsungguh.
Resultaats Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila
hasil kerja (outcome) yang dijanjikan kepada si pasien telah dipenuhi
Misalnya dalam tindakan pencabutan gigi, dokter dianggap telah memenuhi
perikatan secara sempurna bila gigi yang dimaksudkan telah dicabut secara
sempurna.
Inspanning Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila ia
telah berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengobati si pasien.
Obyek perikatan adalah berupa usaha sungguh-sungguh untuk kesembuhan pasien
dan bukan kesembuhan itu sendiri.
Hubungan perikatan semacam ini sering dinamakan pula dengan istilah transaksi
terapetik.
Prestasi
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

30

Memenuhi perikatan sama dengan memenuhi kewajiban dalam perikatan


Obyek perikatan dalam ilmu hukum disebut dengan istilah prestasi. Seseorang yang
telah memenuhi kewajibannya dengan sempurna di dalam suatu perikatan dikatakan
telah memberikan prestasi atau telah berprestasi
Prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak
melakukan sesuatu.

Wan-Prestasi
Kegagalan dalam memenuhi perikatan atau dalam memenuhi kewajiban disebut
dengan istilah wan-prestasi.
Dalam suatu perikatan yang lahir karena perjanjian, wan-prestasi sama maknanya
dengan ingkar janji.
Seseorang dikatakan telah melakukan wan-prestasi apabila ia:
Tidak berprestasi sama sekali
Berprestasi tetapi tidak sesuai
Berprestasi tetapi terlambat
Hak-hak pasien
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Hak pasien atas perawatan


Hak untuk menolak cara perawatan tertentu
Hak untuk memilih dokter yang merawat
Hak atas informasi
Hak untuk menolak perawatan tanpa izin
Hak atas rasa aman
Hak untuk mengakhiri perawatan
Meminta pendapat dokter lain
Mendapatkan isi rekam medis

Kewajiban pasien
1. Memberikan informasi secara lengkap dan jujur tentang kesehatannya
2. Mematuhi nasehat & petunjuk dokter
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku
4. Memberikan imbalan jasa
Kewajiban dokter
2. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP
3. Merujuk pasien bila tidak mampu
4. Menjaga rahasia pasien
5. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
6. Menambah & mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
Hak dokter
1. Memperoleh perlindungan hukum
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi & standar prosedur
operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap & jujur dari pasien atau keluarganya
4. Menerima imbalan jasa

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

31

Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang
Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat/mengisi rekam medis atas perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter
dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
Rahasia Medis Menurut Hipokrates
Definisi :
Rahasia Medis adalah segala sesuatu yang diketahui oleh karena atau pada saat
melakukan pekerjaan di bidang kedokteran
Sanksi bagi yang membocorkan rahasia medis:
Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencahariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 112 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahui harus dirahasiakan untuk kepentingan negara,
atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikan kepada negara asing, kepada
seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun
ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit
tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga
kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun
antar profesi). Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan
norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-masing. Oleh karena itu dalam
praktik harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara
masalah hukum, tolok ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya
kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolok ukur etika
dan hukum.
A. Prinsip Kerja Medikolegal
o Prinsip Kedokteran
- Sumpah, Etik, Standar Operasional Prosedur
o Kebebasan Profesi
- Obyektif Ilmiah, Impartial, Menyeluruh
- Prosedural
o Berhak Menerima Imbalan
- Berdasarkan Upayanya
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

32

Tidak berdasar hasil akhir

Gambar. Prinsip Kerja Medikolegal


B. Prosedur Medikolegal
Tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan
dengan pelayanan untuk kepentingan hukum.
C. Tugas Pokok Medikolegal
Tugas pokok Medikolegal adalah membantu proses hukum melalui
pembuktian ilmiah kedokteran :
Dokumentasi Informasi/Prosedur
Dokumentasi Fakta
Dokumentasi Temuan
Analisis dan kesimpulan
Presentasi (Sertifikasi)
Masa Penyelidikan / Penyidikan
o Pemeriksaan TKP
o Analisis
Masa Penyidikan
o Visum et Repertum
o BAP Saksi Ahli
o Keterangan Ahli
Di Persidangan
o Sebagai saksi ahli Pemeriksa : - Menjelaskan V et R
o Menjelaskan kaitan temuan VeR dengan barang bukti lain
o Menjelaskan segala sesuatu dri sisi Ilmiah
Konfidensialitas Dokter
o Hindari : Talk too Soon, Talk too much, Talk to wrong person
D. Lingkup Prosedur Medikolegal
1. Pengadaan Visum et Repertum
2. Pemeriksaan Kedokteran terhadap tersangka
3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan di dalam
persidangan
4. Hubungan V et R dengan Rahasia Kedokteran
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

33

5. Tentang Surat Keterangan Medik dan Surat Keterangan Kematian


6. Kompetensi pasien mengahadapi proses pemeriksaan penyidik
E. Aspek Medikolegal pada Kegawatdaruratan
Karakteristik Pelayanan Kegawatdaruratan
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda
dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa
isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang
khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan
gawat darurat.
Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat
Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:
1. Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat
2. Perubahan klinis yang mendadak
3. Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki
risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di
gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi
kematian. Situasi emosional dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan
tenaga kesehatan yang di bawah tekananmudah menyulut konflik antara pihak pasien
dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan.
Hubungan Dokter Dan Pasien Dalam Keadaan Gawat Darurat
Dokter-pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan hubungan yang
spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat) maka hubungan dokterpasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pasien dengan bebas dapat
menentukan dokter yang akan dimintai bantuannya (didapati azas voluntarisme).
Demikian pula dalam kunjungan berikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter
berdasarkan pada hubungan yang telah terjadi sebelumnya (pre-existing relationship).
Dalam keadaan darurat hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan kedua
belah pihak juga tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku
dalam pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.
Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka
ia harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan
pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi. Dalam hal pertolongan
tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolong dapat digugat karena dianggap
mencampuri/ menghalangi kesempatan korban untuk memperoleh pertolongan lain
(loss of chance).
Peraturan Perundang-Undangan Yang Berkaitan Dengan Pelayanan Gawat
Darurat
Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat
darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan
No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas
diatur dalam pasal 5l UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang
dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya,
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

34

walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan


gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut
sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang
optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa Pemerintah bertugas
menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat
termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini
menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit.
Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai
persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase prarumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase
rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang
Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari.
Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum
ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992
tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk
pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya
adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sektor
kesehatan.
Masalah Lingkup Kewenangan Personil Dalam Pelayanan Gawat Darurat
Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang
berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat.
Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang
Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi
kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan
yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan
hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau
membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis
yang mengandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik
diatur dalam pasal 50 UU No.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa
tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang
bersangkutan. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di
rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk
melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat
darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

35

bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat


darurat) saat itu.
Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan
pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih
di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan
tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan,
karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik.
Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan
utamanya bukan di bidang kesehatan.
Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang
telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang
memang tugasnya di bidang ini, maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan
tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan
membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.
Masalah Medikolegal Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi
hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan Pelayanan gawat
darurat. Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege
tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat.
Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah.
An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever
assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-enquires immediate
medical attention. This condition continues until a determination has been made by a
health care professional that the patients life or well-being is not threatened.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat
walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan
antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adaiah:
A true emergency is any condition clinically determined to require immediate
medical care. Such conditions range from those requiring extensive immediate
care and admission to the hospital to those that are diagnostic
probmelakukanlems and may or may not require admission after work-up and
observation.
Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang
dihadapi pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang
paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan
oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit.
Selain itu perlu dibedakan antara penanganan kasus gawat darurat fase prarumah sakit dengan fase di rumah sakit. Pihak yang terkait pada kedua fase tersebut
dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat
pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya yang terlibat adalah
tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewemelakukannangan dan
tanggung jawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan diatas.
Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan
survivabilitas pasien.
Hubungan Hukum Dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di Amerika dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan
perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama
diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

36

beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian
seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan
yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi
adalah:
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan
atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk
apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka
doktrin tersebut tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dan tindakan yang
dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan
trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah ketemelakukanrampilan penolong.
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga
kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau
pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah
yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian
tersebut dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan
faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya
tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang
berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera
dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,
tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis,
maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.
Kematian Pada Instalasi Gawat Darurat
Pada prinsipnya, setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD
(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon
digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak terduga (sudden
unexpected death), apapun penyebabnya, harus dilaporkan dan ditangani oleh Coroner
atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan tindakan iebih lanjut apakah
jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan
tersebut surat keterangan kematian (death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau
Medical Examiner. Pihak rumah sakit harus menjaga keutuhan jenazah dan bendabenda yang berasal dari tubuh jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan
lebih lanjut.
Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner
diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI
yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi atau tidak. Dokter yang bertugas
di IGD tidak boleh menerbitkan surat keterangan kematian dan menyerahkan
permasalahannya kepada POLRI.
Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan DKI Jakarta Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan
Pencatatan dan Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah
DKI Jakarta yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa
semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkan kepada
keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya jenazah harus

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

37

dikirim ke RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visum et repertum.


Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:
meninggal pada saat dibawa ke IGD
meninggal akibat berbagai kekerasan
meninggal akibat keracunan
meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan
Kematian yang boleh dibuatkan surat keterangan kematiannya adalah yang
cara kematiannya alamiah karena penyakit dan tidak ada tanda-tanda kekerasan.
MALPRAKTIK MEDIS
Istilah malpraktik adalah istilah yang umum tentang kesalahan yang dilakukan
oleh professional dalam menjalankan profesinya dan merupakan terjemahan dari
malpractice. Istilah malpraktik berasal dari kata mala, artinya tidak baik, dan praktik
yang artinya pelaksanaan pekerjaan. Dalam bidang kesehatan, malpraktik medis
merupakan pelaksanaan pekerjaan dokter secara tidak baik. Jadi, malpraktek adalah
praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar
prosedur operasional.
Pengertian malpraktik secara umum adalah adanya kesembronoan (professional
misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of
skill) yang diukur denggan ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan sesuai
dengan derajat ilmiah yanng lazim dipraktikkan pada setiap situai dan kondisi di dalam
komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata.
Untuk malpraktek dokter dapat dikenai hukum kriminal dan hukum sipil.
Malpraktek kedokteran terdiri dari 4 hal yaitu tanggung jawab kriminal, malpraktik
secara etik, tanggung jawab sipil, dan tanggung jawab public.
Menurut Prof.Dr.dr.Daldiyono, seorang dokter dinilai baik apabila:
1. Dokter meletakkan kepentingan pasien lebih tinggi daripada kepentingan dokter
dalam memperoleh pembayaran.
2. Pasien dapat merasakan apakah dokter bekerja demi diri pasien atau demi uang.
3. Dokter bekerja sesuai dengan kompetensinya kecuali dalam keadaan darurat
pertolongan atau penyelamatan nyawa.
4. Dokter bekerja dengan melaksanakan standar pelayanan medis yang telah
ditentukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
5. Dokter bekerja dengan melaksanakan standar prosedur operasional yang telah
ditentukan oleh profesinya bila bekerja mandiri atau yang telah ditentukan oleh
institusinya, misalnya puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya.
Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (WMA)
(1992) adalah : medical malpractice involves the physicians failure to conform to the
standart of care for treatment of the patients condition, orlack of skill, or negligence in
providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient 4.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktik dapat terjadi karena
tindakan yang disengaja (intentional), seperti pada misconduct tertentu, tindakan
kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ ketidak-kompetenan yang
tidak beralasan.
Menurut W.L. Prosser dalam buku The Law of Torts yang dikutip oleh Dagi, T.F
dalam tulisannya yang berjudul Cause and Culpability di Journal of Medicine and
Philosophy Vol. 1, No. 4, 1976, unsur malapraktik adalah (1) Adanya perjanjian dokterpasien; (2) Adanya pengingkaran perjanjian; (3) Adanya hubungan sebab akibat antara
tindakan pengingkaran itu dengan musibah yang terjadi; (4) Tindakan pengingkaran itu
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

38

merupakan penyebab utama dari musibah dan; (5) Musibah itu dapat dibuktikan
keberadaannya.
Menurut Hubert W. Smith tindakan malpraktek meliputi 4D, yaitu :
1. Duty to use due care (kewajiban)
Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti
harus ada hubungan hukum antara pasien dan dokter/ rumah sakit. Dengan adanya
hubungan hukum, maka implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter (atau
tenaga medis lainnya) di rumah sakit tersebut harus sesuai dengan standar
pelayanan medisagar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya.
Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak
berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja
sesuai standar profesi serta sudah ada informed consent. Keempat tindakan di atas
adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab
IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian
kesatu pasal 36, 37 dan 38 bahwa seorang dokter harus memiliki surat izin praktek,
dan bagian kedua tentang pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43.
Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1)
menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Sebelum memberikan persetujuan pasien harus diberi penjelasan yang lengkap
akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
Selain itu, ketika dia menjalankan praktik kedokteran wajib untuk membuat
rekam medis, yang sudah diatur dalam undang-undang parktek kedokteran pasal
46. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan dan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan.
2. Dereliction (breachof duty/adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas)
Apabila sudah ada kewajiban, maka dokter (atau tenaga medis lainnya) di
rumah sakit tersebut harus bertindak sesuai standar profesi yang berlaku. Jika
terdapat penyimpangan dari standar tersebut, maka ia dapat dipersalahkan.
3. Damage (injury/kerugian)
Unsur ketiga untuk penuntutan malpraktik medik adalah cedera atau kerugian
yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit
dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan
luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat
dituntut ganti-kerugian. Istilah injury tidak saja dalam bentuk fisik, namun
kadangkala juga termasuk dalam arti gangguan mental yang hebat.
4. Direct Causation (Proximate Cause/penyebab langsung )
Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktik medik,
maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap tindak tergugat (dokter)
dengan kerugian (damage) yang diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan
dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan
saja, belumlah cukup untuk mengajukan tuntutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat
penyimpangannya itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien.
Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara adekuat, maka
hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah
cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumnya.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

39

Meskipun demikian, pada kenyataannya tidak semua sengketa medik yang


memenuhi unsur 4-D berakhir dengan proses peradilan. Hal ini terjadi akibat adanya
unsur kelima kelalaian; yaitu willing plaintiff (keinginan menggugat).
Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus
merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Kelalaian dapat terjadi
dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu :
1. Malfeasance; melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/ layak
(unlaw atau improper). Misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang
memadai.
2. Misfeasance; melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat (improper performance). Misalnya melakukan tindakan medis
yang menyalahi prosedur.
3. Nonfeasance; tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.
Tingkat-tingkat kelalaian oleh hukum hanya dibedakan 3 (tiga) ukuran tingkat :
1. Yang bersifat ringan, biasa (culpa levis); yaitu apabila seseorang tidak melakukan
apa yang seorang biasa, wajar, dan berhati-hati akan melakukan, atau justru
melakukan apa yang orang lain yang wajar tidak akan melakukan di dalam situasi
yang meliputi keadaan tersebut.
2. Kesalahan ringan (slight fault or neglect) : (Culpa levissima )
3. Yang bersifat kasar, berat (culpa lata); yaitu apabila seseorang dengan sadar dan
dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak
dilakukannya.
Culpa lata tidak berlaku dalam hukum perdata. Culpa levis dan Culpa levissima
yang tidak dapat dikenakan hukum pidana dapat ditampung dalam hukum Perdata dan
hukum Disiplin tenaga Kesehatan (di Indonesia belum ada)
1.
2.
3.
4.

Menurut Prof. Leenen suatu tindakan medik harus memenuhi syarat :


Harus ada indikasi medik,
Dilakukan berdasarkan standar,
Dilakukan dengan teliti dan hati-hati,
Harus ada informed consent.

Setiap tindakan medis mengandung risiko buruk, sehingga harus dilakukan


tindakan pencegahan ataupun tindakan guna mereduksi resiko tersebut. Resiko yang
dapat diterima adalah sebagai berikut:
1. Risiko yang derajat propabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi,
diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, perdarahan
atau infeksi pada pembedahan, dan lain-lain.
2. Risiko yang derajat propabilitas dan keparahannya besar pada waktu tertentu, yaitu
apabila tindakan medis yang beresiko tersebut harus dilakukan karena merupakan
satu-satunya cara yang harus ditempuh terutama dalam keadaan gawat darurat.
Jenis Malpraktik
Jika diukur menurut berat-ringannya maka malpraktik yang dilakukan oleh
profesi kedokteran dapat dibedakan menjadi malpraktik etika, malpraktik disiplin dan
malpraktik hukum. Untuk mengetahui lebih jelas perbedaan-perbedaan antara
malpraktik etika, disiplin dan hukum dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. Perbedaan etika, disiplin dan hukum
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

40

BIDANG
Etika

Disiplin

Hukum

SIFAT

TUJUAN

SANKSI

Intern (self
imposed
regulation)

Memelihara harkat
martabat profesi dan
menjaga mutu

Teguran, skorsing,
pemecatan sebagai
anggota

Hukum publik (ada


unsur pemerintah
dan awam)

Melindungi
masyarakat
(termasuk anggota
profesi)

Teguran, skorsing,
pencabutan izin

Berlaku umum
(bersifat memaksa)

Menjaga tata tertib


masyarakat luas

Hukum perdata
= ganti rugi
Hukum Pidana
= sanksi badan dan
atau pencabutan izin

Aspek Pidana Malpraktik Medis (Malpraktik Kriminal)


Dalam ilmu hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan pidana apabila
memenuhi unsur yang telah ditentukan secara limitative dalam suatu peraturan
perundang-undangan pudanan pasal (1) KUHP menyatakan suatu perbuatan yang dapat
dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah
ada, sebelum perbuatan itu dilakukan, atas asas legalitas. Perbuatan pidana dapat
bersifat kesengajaan (delik culpa) maupun kealpaan (delik alpa). Berdasarkan doktrin
ilmu hhukum pidana inilah malpraktik medis juga harus dpat dibedakan apakah masuk
dalam delik culpa atau delik alpa
Malpraktik medis dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau tidak dengan
kesengajaan. Perbedaannya trletak pada motif tindakan yang dilakukannya. Apabila
dilakukan secara sadar dan tujuannya diarahkan kepada akibat atau mengetahui bahwa
tindakan itu bertentangan dengan hukum, maka tindakan ini disebut malpraktik
(malpraktik kriminal). Apabila tindakan tersebut tidak didasari dengan motif untuk
menimbulkan akibat buruk, maka tindakan tersebut adalah tindakan kelalaian. Akibat
yang ditimbulka dari suatu kelalaian sebenarnya terjadi di luar kehendak yang
melakukannya. Apabila disimak dari berbagai kasus malpraktik medis yang terjadi
sebenarnya sebagian besar disebabkan oleh suatu kelalaian. Beberapa kesalahan suatu
tindakan malpraktik kriminal antara lain, perbuatan tersebut merupakan perbuatan
tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) dan merupakan
perbuatan sengaja (intensional), ceroboh (recklessness) atau kealpaan (negligence).
Malpraktik kriminal adalah kesalahan dalam menjalankan praktik yang
berkaitan denngan pelanggaran undang-undang hukum pidana. Pelanggaran undangundang tersebut bisa berhubungan dengan 1) menyebabkan pasien mati/luka karena
kelalaian, 2) melakukan abortus provokatus criminalis, 3) melakukan pelanggaran
kesusilaan/kesopanan, 4) membuka rahasia kedokteran, 5) memalsukan surat
keterangan, 6) bersepakat melakukan tindak pidana, 7) sengaja tidak memberikan
pertolongan pada orang yang dalam keadaan bahaya.
Aspek Perdata Dalam Malpraktik Medis (Malpraktik Sipil)

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

41

Malpraktik medis selain dapat dituntut secar piana juga dapat dituntut secara
perdata dalam bentuk pembayaran ganti rugi. Dasar hukum malpraktik perdata/sipil
adalah transaksi atau kontrak teraupetik antara dokter dengan pasien yaitu hubungan
dokter dengan passien, dimana dokter bersedia memberikan pengobatan atau perawatan
medis kepada pasien dan pasien bersedia membayar sejumlah honorium/imbalan
kepada dokter. Ketentuan yang terkait denagn KUHP perdata adalah : Pasal 1366
KUHP perdata, setiap orang bertanggungjawab bukan hanya kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga kerugian yanng disebabkan karena kelalaian atau kurang hatihati
Aspek Hukum Administrasi Malpraktik Medis
Malpraktik sebagaimana disebutkan secara singkat diatas, merupakan perbuatan
yang melanggar kewajiban yang seharusnya dilakukan, yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana yang diatur dalam standar profesi. Standar profesi merupakan
pengaturan terhadap cara pelaksanaan tindakan medis sehingga tindakan tersebut sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, jadi merupakan ketentuan hukum administrasi yang
harus ditaati oleh tenaga medis yang bersangkutan. Kesalahan tindakan berarti
pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi dan karenanya dapat dikenakan
tindakan administrasi oleh pihak pemerintah.

Gambar. Proses Investigasi Kasus malpraktek


Secara yuridis semua kasus accident/risk in treatment/error in judgement dapat
diajukan ke pengadilan pidana maupun perdata sebagai malpraktik untuk dilakukan
pembuktian berdasarkan standar profesi kedokteran dan informed consent. Bila dokter
terbukti tidak menyimpang dari standar profesi kedokteran dan sudah memenuhi
informed consent maka ia tidak dipidana atau diputuskan bebas membayar kerugian.
Pencegahan Malpraktik Medis
Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang
berkompetensi dan mendapatkan izin dari institusi yang berwenang dan bekerja sesuai
dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

42

Untuk memastikan bahwa para dokter yang berpraktik adalah benar telah
memiliki kompetensi dan kewenangan medis dan yang sesuai dengan standar medis
dan etika profesi maka perlu adanya UU Praktik Kedokteran. UU Praktik Kedokteran
dimaksudkan untuk mencapai akuntabilitas profesi dan layanan kedokteran.
Prof.Dr.dr Daldiyono mengatakan bahwa seharusnya yang diperlukan adalah
dokter yang bijak. Dalam filsafat kedokteran, dokter bijak diharapkan memiliki criteria:
1.
2.
3.

Pendidikan kedokteran berkelanjutan


Praktik kedokteran bermutu dan beretika (manusiawi) (good clinical practice)
Sistem dan cara pelayanan kesehatan bermutu serta beretika (good clinical
governance).
Apabila seorang dokter telah terbukti dan dinyatakan telah melakukan tindakan
malpraktek maka dia akan dikenai sanksi hukum sesuai dengan UU No. 23 1992
tentang kesehatan. Dan UU Praktek kedokteran dalam BAB X Ketentuan Pidana Pasal
75 ayat (1) yang berbunyi setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sehubungan
dengan hasil keputusan Mahkama Konstitusi pasal tersebut telah mengalami revisi,
dimana salah satu keputusan dari Mahkama Konstitusi adalah ketentuan ancaman
pidana penjara kurungan badan yang tercantum dalam pasal 75, 76, 79, huruf a dan c
dihapuskan. Namun mengenai sanksi pidana denda tetap diberlakukan.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

43

Gambar. Tanggung jawab Dokter dalam Upaya Pelayanan Kesehatan


Di negara-negara maju terdapat Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas
melakukan pembinaan etika profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan terhadap etik kedokteran.
Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK
ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter maupun masyarakat.
Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh
MKEK. Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982
Departeman Kesehatan membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik
Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan di tingkat propinsi.
Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat
ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul kepada pejabat
berwenang.Jadi instansi pertama yang akan menangani kasus-kasus malpraktek etik
ialah MKEK cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK
dirujuk ke P3EK Propinsi dan jika P3EK Propinsi tidak mampu menanganinya maka
kasus tersebut diteruskan ke P3EK Pusat.
Demikian juga kasus-kasus malpraktek etik yang dilaporkan kepada propinsi,
diharapkan dapat diteruskan lebih dahulu ke MKEK Cabang atau Wilayah. Dengan
demikian diharapkan bahwa semua kasus pelanggaran etik dapat diselesaikan secara
tuntas.
Tentulah jika sesuatu pelanggaran merupakan malpraktek hukum pidana atau
perdata, maka kasusnya diteruskan kepada pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah
bahwa oleh karena kurangnya pengetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan
teknologi kedokteran menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang
dianggap tidak adil.
Ilustrasi Kasus
1. Seorang ibu membawa anaknya yang menderita penyakit gondong/bengok
(parotitis), kepada dokter. Oleh dokter anak tersebut diberi injeksi Penisilin, anak
tersebut ternyata tidak tahan dan kemudian segera meninggal.
Dokter dalam kasus ini telah melakukan penyimpangan yaitu di dalam hal
pemberian injeksi Penisilin oleh karena penyebab penyakit gondong adalah virus,
sedangkan virus tidak dapat dimatikan oleh Penisilin.
2. Seorang dokter memberikan injeksi Penisilin kepada pasien penderita penyakit
kencing nanah, si pasien ternyata meninggal tidak lama setelah penyuntikan.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

44

Kesalahan dokter di dalam kasus ini ialah : ia tidak melakukan anamnesa,


menanyakan apakah pasien tersebut tahan terhadap Penisilin, apakah ia tidak punya
penyakit alergi dan tidak dilakukan skin test terlebih dahulu.
3. Seorang dokter ahli ilmu ural dalam sakit (patologanatom) melakukan kekeliruan di
dalam diagnosa dari jaringan yang diperoleh dari ahli kandungan, akibat dari
kekeliruan tersebut ahli kandungan melakukan operasi pengangkatan rahim
(histerektomi), yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
4. Seorang penderita kanker payudara diberi pengobatan dengan penyinaran, yang
menyebabkan hangusnya kulit penderita tersebut. Dalam kasus ini dokter bersalah
oleh karena, ia tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu akan komplikasi yang
dapat terjadi bila seseorang mendapat penyinaran.
5. Seorang wanita meninggal dunia beberapa saat setelah dilakukan tindakan
pengguguran kandungan. Di dalam pemeriksaan ternyata rahim wanita robek
sehingga terjadi pendarahan yang berakibat fatal. Dokter yang melakukan tindakan
tersebut ternyata kurang berhati-hati di dalam melakukan pengguguran tersebut
sehingga terjadi robekan pada rahim.
Di dalam menghadapi kasus-kasus seperti tersebut di atas yaitu terjadinya luka-luka
atau kematian pada seseorang sehubungan dengan tindakan kedokteran, maka penyidik
memerlukan visum et repertum (VER), di mana di dalam VER tersebut harus memuat
kejelasan di dalam hal :
a. Bagaimana keadaan korban/pasien yang sebenarnya dalam kaitan dengan upaya
pembuktian apakah diagnosa yang dibuat dokter tersebut tepat, ini untuk dapat
menjelaskan tepat tidaknya tindakan/pengobatan yang dilakukan oleh tersebut
dengan kata lain apakah indikasinya tepat.
b. Apakah terdapat hubungan sebab akibat antara tindakan dokter dengan kematian
atau perlukaan pada tubuh korban. Dengan perkataan lain apakah penyebab
kematian korban disebabkan tindakan yang dilakukan oleh dokter, apakah luka-luka
yang terdapat pada tubuh korban memang disebabkan oleh tindakan dokter.
Selain mendapatkan kejelasan seperti yang dimaksud di atas, maka di dalam
menghadapi kasus penyimpangan di dalam praktek kedokteran, penyidik perlu
mengadakan konsultasi/meminta keterangan dari organisasi profesi yang bersangkutan
(IDI dan organisasi spesialisasi yang terdapat dalam tubuh IDI), yaitu dalam kaitannya
untuk mendapatkan kejelasan apakah dalam kasus yang dihadapi itu memang terdapat
penyimpangan, khususnya di dalam melakukan prosedur kedokteran yang sudah
digariskan oleh Ikatan Indonesia atau organisasi spesialisasi lainnya.
Perlu diketahui bahwa untuk mengetahui apakah seorang dokter telah melakukan
penyimpangan atau tidak tergantung dari berbagai faktor di antaranya : kondisi dan
fasilitas setempat serta standarisasi pendidikan yang diperoleh dokter dari Perguruan
Tinggi dimana dokter tersebut mendapatkan keahlian. Jadi tidak dapat diambil suatu
patokan atau kriteria yang sama untuk seluruh Indonesia.
Dengan demikian jelas diperlukan koordinasi antara Penyidik dengan organisasi profesi,
sesuai dengan kasusnya, tidak lain agar mendapat kejelasan yang sebaik-baiknya.
Tanggung Jawab Malapraktik Dokter Secara Pidana
Bila terbukti malapraktik, seorang dokter antara lain dapat dikenakan pasal 359,
360, dan 361 KUHP bila malpraktik itu dilakukan dengan sangat tidak berhati-hati
(culpa lata), kesalahan serius, dan sembrono.
Malpraktek menurut hukum di Indonesia
Menurut UU RI No. 23 Tahun 1992
Pasal 15

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

45

1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yangmengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 32
4. Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.

Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
saranakesehatan tertentu.
Pasal 35
1. Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
Pasal 36
1. Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
Pasal 37
1. Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan itu dan dilakukan di sarana kesehatan
tertentu
Pasal 53
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien.
Pasal 70
1. Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat
untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga
kesehatan.
2. Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku
dalammasyarakat.
Menurut UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 29
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

46

1. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Pasal 41
2. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib
memasang papan nama praktik kedokteran.
Pasal 45
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
Pasal 48
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional.
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
d. Menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien.
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
ataupengobatan.
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
d. Melakukan pertolongan darurat atau dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Pasal 52
Pasien dalammenerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3.
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

47

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhanmedis.


d. Menolak tindakan medis.
e. Mendapatkan isi rekammedis.
Pasal 53
Pasien dalammenerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalahkesehatannya.
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Sanksi Pidana
KUHP 359
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selamalamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
KUHP 360
1. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selamlamanya satu tahun.
2. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa
sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya
atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman
denda setinggi-tingginya Rp.4500,KUHP 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan sesuatu
jabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan sepertiganya dan
sitersalah dapat dipecat dari pekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan itu dilakukan
dan hakim dapat memerintahkan supaya keputusannya itu diumumkan.

UU RI No. 23 Tahun 1992


Pasal 80
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1dan
ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
Pasal 81
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat 1.
b. Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.
c. Melakukan bedah plastik dan rekonstruksisebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat 1.Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan atau pidana
denda paling banyakRp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).
Pasal 82
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

48

a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32


ayat 4.
b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1.
c. Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.
d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1.
e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2.Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 75
1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tandaregistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah)
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat 1.
b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat 1.
c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
huruf a,huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Sanksi Perdata
KUH Perdata 1366
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang
hati-hatinya.
KUH Perdata 1367
Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya.
KUH Perdata 1370
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang
hati-hatinya seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua
korban yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk
menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan
kedua belah pihak serta menurut keadaan.
KUH Perdata 1371
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

49

Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati,
memberikan hak kepada korban,selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga
menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut.
UU RI No. 23 Tahun 1992
Pasal 55
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 80 (lihat sanksi pidana)
Pasal 81 (lihat sanksi pidana)
Pasal 82 (lihat sanksi pidana)
UU RI No.29 Tahun 2004
Pasal 75 (lihat sanksi pidana)
Pasal 76 (lihat sanksi pidana)
Pasal 79 (lihat sanksi pidana)
Sanksi Administratif
UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 66
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Identitas pengadu
b. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan.
c. Alasan pengaduan.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1dan ayat 2 tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
Pasal 69
1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.
2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapatberupa dinyatakan tidak bersalah
atau pemberian sanksi disiplin.
3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan diinstitusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
PERMENKES RI No.1419/MENKES/PER/X/2005
Pasal 24
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

50

1. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,Pemerintah Daerah, dan organisasi


profesimelakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai
dengan fungsi,tugas dan wewenang masing-masing.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diarahkan pada
pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi.
Pasal 25
1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat
mengambil tindakan administratip terhadap pelanggaran peraturan ini.
2. Sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan,
tertulis sampai pencabutan SIP.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam memberikan sanksi administratip
sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan
organisasi profesi.
Pasal 26
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi:
1. Atas dasar keputusan MKDKI
2. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Melakukan tindak pidana.
Pasal 27
1. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas KesehatanKabupaten / Kota wajib
disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan
ditetapkan.
2. Dalam hal keputusan dimaksud pada ayat 1 tidak dapat diterima, yang bersangkutan
dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk
diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
keputusan diterima.
3. Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud ayat 2 meneruskan
kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling lambat 14 (empat
belas) hari.
Pasal 28
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter
dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas
Kesehatan Provinsi, serta tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi
setempat.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

51

Catatan tambahan Bimbingan dr.Iwan @flanie selasa, 1 Februari 2011


Bab III Mal praktek
Perjalanan penyakit alamiah

Kematian akibat tindakan medis

Sengaja

Lalai

Risiko

Bisa dicegah

Tidak bisa dicegah

Lalai
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

52

Tidak melakukan sesuati yang harusnya dilakukan


Melakukan sesuatu yang harusnya tidak dilakukan
Oleh orang yang sekualifikasi pada situasi dan kondisi yang identik

Cukup salah satu terpenuhi di anggap malpraktek

BAB IV
INFORMED CONSENT
Pendahuluan
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter
yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1
Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Definisi
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

53

Informed consent terdiri dari dua kata, yaitu Informed yang berarti suatu
pemberitahuan dan Consent yang berarti suatu persetujuan.
Sedangkan consent diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
2. Express (tersurat), dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Secara tertulis
Sebagian besar terdapat pada kasus kasus yang memiliki resiko yang tinggi,
contohnya pada pembedahan, anestesi, sirkumsisi, dan lain lainnya.
Secara tidak tertulis (lisan)
Sebagian besar yang dilakukan dalam praktek sehari-hari adalah consent secara
tidak tertulis atau secara lisan
3. Implite (tersirat)
- Pasien tidak menyatakan secara langsung apakah ia setuju atau tidak setuju
- Biasanya dengan gerakan tubuh
Consent secara tertulis (ada bukti hitam di atas putih), namun sebelumnya dokter
tidak memberikan informed kepada pasien, maka masih bisa digugat secara hukum
oleh pihak pasien.Consent merupakan hak prerogatif dari setiap pasien.
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal
45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed
Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran
SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi
kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai
saksi adalah penting
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan
dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek
hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah
persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak
(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya
Tujuan Informed Consent
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya
tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan
medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery,
bodily assault). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

54

tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan
( Ayat 2 ).

Tiga elemen Informed consent


1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih
ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap).
Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis.
Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinum,
dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh.
Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu
(keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan
berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan
sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan
mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental
sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman).
Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada
tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga
pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat
dari 3 standar, yaitu :
o Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi
ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak
sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak bermakna
(menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi
sosial pasien.
o Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.
55
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

o Standar pada reasonable person


Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.
3. Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada
tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekananError!
Reference source not found. yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah
akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.
Consent dapat diberikan :
a. Dinyatakan (expressed)
Dinyatakan secara lisan atau dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis
diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang
invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna.
Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis
tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang
paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan
lengannya ketika akan diambil darahnya.
Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan
syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent
tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik
buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent
adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst.Proxy consent hanya boleh
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Konteks dan Informed Consent
Doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien
yang melepaskan haknya memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

56

Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed


consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental
lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali
tidak dianggap cakap menerima informasi yang benar apalagi membuat keputusan
medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien
tentang keadaan sakitnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien
pengidap kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60 % yang memahami
tujuan dan sifat tindakan medis, hanya 55 % yang dapat menyebut komplikasi yang
mungkin timbul, hanya 40 % yang membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 %
yang dapat menyebut tindakan alternatif yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan
bahwa dari lima rumah sakit yang diteliti, empat diantaranya membuat penjelasan
tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat dimengerti oleh mahasiswa tingkat atas
atau sarjana dan satu lainnya berbahas setingkat majalah akademik spesialis.
Keluhan pasien tentang proses informed consent :
o Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
o Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu
untuk tanya jawab.
o Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna
informasi
o Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Keluhan dokter tentang informed consent
o Pasien tidak mau diberitahu.
o Pasien tak mampu memahami.
o Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
o Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

BAB V
PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (AUTOPSI)
Pengertian Autopsi
Autopsi = sendiri dan opsis = melihat. Autopsi adalah pemeriksaan terhadap
tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas
penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

57

Berdasarkan tujuannya ada 2 jenis autopsi, autopsi klinik dan autopsi forensik/
autopsi mediko-legal yang dijelaskan sebagai berikut :
Autopsi klinik diakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, di
rawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal.
Tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah:
a. Menentukan sebab kematian yang pasti
b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai
dengan diagnosis postmortem
c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik
dan gejala-gejala klinik
d. Menentukan efektifitas pengobatan
e. Mempelajari pelajaran lazim suatu proses penyakit
f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Untuk autopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil maksimal, yang terbaik adalah
malakukan autopsi klinik yang lengkap meliputi pembukaan rongga tengkorak,
dada, perut/panggul, serta pemeriksaan seluruh organ-organ dalam. Jika keluarga
menolak dapat dilakukan autopsi klinik parsial, pada satu atau dua rongga
tertentu. Jika keluarga masih menolak, kiranya dapat diusahakan suatu needle
necropsy terhadap organ tubuh tertentu, kemudian dilakukan pemeriksaan
histopatologik.
Autopsi forensik/autopsi mediko-legal
Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang
berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menetukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara dan saat kematian
c. Mengumpulkan dan mengenali benda-benda bukti untuk penetuan identitas
benda peyebab serta identitas pelaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan
identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik, diperlukan surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, yakni pihak
penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan. Dalam melakukan autopsi forensik,
mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap. Autopsi forensik harus dilakukan
oleh dokter. Dalam autopsi klinik dan forensik, kelainan sekecil apapun harus
dicatat dan pemeriksaan harus dilakukan sedini mungkin.
Persiapan Sebelum Autopsi
Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian :
a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah
lengkap.
b. Apakah mayat yang akan di autopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan
dalam surat yang bersangkutan.
c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin.
d. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

58

Beberapa Hal Pokok Pada Autopsi Forensik

a.
b.
c.
d.

Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui :


Autopsi harus dilakukan sedini mungkin.
Autopsi harus dilakukan lengkap.
Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter.
Pemeriksaan dan pencatatan seteliti mungkin.

Tehnik Autopsi
Tekhnik otopsi ada beberapa macam yakni :
- Tehnik Virchow :
Tehnik ini mungkin merupakan tekhnik autopsi tertua. Setelah dilakukan
pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu per satu dan langsung
diperiksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ
dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong
dalam satu sistem menjadi hilang. Dengan demikian, tekhnik ini kurang baik bila
digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api
dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah
serta dalamnya penetrasi yang terjadi.
- Tehnik Rokitansky :
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan-kumpulan organ (en bloc). Tekhnik ini jarang dipakai, karena tidak
menujukkan keunggulan yang nyata. Tekhnik ini pun tidak baik digunakan autopsi
forensik.
- Tehnik Letulle:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse), Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaan
posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar paraaorta diperiksa. Aorta
dibuka sampai arcus aorta dan Aa. Renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara a. renalis. Rektum dipisahkan dari sigmoid. Organ
urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat
dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus
dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava
inferior serta aorta diputus di atas diafragama dan dengan demikian organ leher dan
dada dapat dilepas dari organ perut.
Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar
organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian
tekhnik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu serta agak sukar dalam penanganan
karena panjangnya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus.
- Tehnik Ghon:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama
hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc).
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

59

Peralatan Untuk Autopsi


a.
b.
c.
d.
e.

Dalam melakukan autopsi perlu dilakukan persiapan-persiapan sebagai berikut :


Kamar autopsi
Meja autopsi
Peralatan autopsi
Pemeriksaan untuk pemeriksaan tambahan
Peralatan tulis menulis dan fotografi

Pemeriksaan Luar

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Sistematika pemeriksaan luar adalah sebagai berikut :


Label mayat
Tutup mayat
Bungkus mayat
Pakaian mayat
Perhiasan mayat
Benda Disamping mayat
Disertakan pula pengiriman benda disamping mayat (misal bungkusan atau tas).
Lakukan pencatatan teliti dan lengkap
Tanda Kematian
Pencatatan tanda kematian berguna untuk penentuan saat kematian,. Jangan lupa
mencatat waktu/saat dilakukan pemeriksaan.
a. Lebam mayat
Catatan letak/distribusi lebam mayat, adanya bagian tertentu di daerah lebam
mayat yang justru tidak menunjukkan lebam (karena tertekan pakaian terbaring
di atas benda keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat serta intensitas
(hilang dengan penekanan/sedikit hilang/tidak menghilang sama sekali).
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah
dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dngan menentukan
apakah mudah/sukar dilawan
Apabila ditemukan spasme kadaverik (cadaveric spasm), harus dicatat dengan
sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang dilakukan
korban saat terjadi kematian).
c. Suhu tubuh mayat
Kriteria penurunan suhu tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan, namun
kadang masih membantu dalam perkiraan kematian. Pengukuran suhu dengan
menggunkana termometer rektal. Jangan lupa mencatat suhu ruangan pada saat
yang sama.
d. Pembusukan
Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan
bawah yang berwarna kehijau-hijauan, Pada pembusukan lebih lanjut, kulit ari
telah terkelupas, terdapat gambaran pembuluh superfisial yang melebar

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

60

berwarna biru hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami penggembungan


akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain
Mencatat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, (misalnya
mummifikasi/adipocare).
8. Identifikasi umum
Catat jenis kelamin, bangsa atau ras, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat
badan, keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding
perut.
9. Identifikasi Khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus.
a. Rajah/tatto
Tentukan letak, bentuk, warna serta tulisan tatto yang ditemukan. Bila perlu buat
dokumentasi foto.
b. Jaringan parut
Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan, baik yang timbul akibat
penyembuhan luka maupun yang terjadi akibat tindakan bedah.
c. Kapalan (Callus)
Dengan mencatat distrubusi callus, kadangkala dapat diperoleh keterangan
berharga mengenai pekerjaan mayat yang diperiksa semasa hidupnya.
Pada pekerja/buruh pikul, ditemukan kapalan pada daerah bahu, pada pekerja
kasar lainnya ditemukan kapalan pada telapak tangan atau kaki.
d. Kelainan pada kulit
Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopigmentasi, eksema, dan kelainan
lain seringkali dapat membantu penentuan identitas.
e. Anomali dan cacat pada tubuh
Kelainan anatomis pada tubuh perlu dicatat dengan seksama dan teliti.
10. Pemeriksaan Rambut
Dimaksudkan untuk membantu identifikasi. Pemcatata dilakukan terhadap
distribusi, warna, keadaan tumbuh, serta sifat dari rambut tersebut (halus/kasar,
lurus/ikal).
11. Pemeriksaa Mata
Periksa kelopak mata terbuka/tertutup, adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan
lain yang ditimbulkan oleh penyakit dan sebagainya. Periksa keadaan selaput lendir
kelopak mata (warna, kekeruhan, pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan,
bercak perdarahan).
Pemeriksaan bola mata (tanda kekerasan, kelainan seperti pysis bulbi, pemakaian
mata palsu dan sebagainya)
Pemeriksaan selaput lendir bola mata (adanya pelebaran pembuluh darah, bintik
perdarahan atau kelainan lain).
Pemeriksaan kornea/selaput bening mata (jernih/tidak, kelainan fisiologis (ptysis
bulbi) atau patologis (leucoma)).
Pemeriksaan iris/tirai mata (warnanya, kelainan yang ditemukan)
Pemeriksaa pupil/teleng mata (ukurannya, besar ukuran pada kanan dan kiri,
kelainan).
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
61
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Pemeriksaan meliputi bentuk daun telinga dan hidung. Mencatat pula kelainan serta
tanda kekerasan. Periksa dari lubang hidung/telinga adanya keluar cairan/darah.
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
Meliputi bibir, lidah, rongga mulut, serta gigi geligi. Adanya kelainan/tanda
kekerasan. Memeriksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan adanya benda asing.
Terhadap gigi geligi, dilakukan pencatat jumlah gigi yang terdapat, adanya yang
hilang/patah/tambalan/bungkus logam, adanya gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan
(staining) dan sebagainya.
Data gigi geligi merupakan alat yang berguna untuk identifikasi bila terdapat data
pembanding.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi.
Catat kelainan bawaan yang mungkin ditemukan, adanya manik-manik yang
ditanam di bawah kulit, keluarnya cairan dari lubang kemaluan, serta kelainan yang
disebabkan oleh penyakit atau sebab lain. Pada dugaan telah terjadi suatu
persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil preparat tekan menggunakan
kaca objek yang ditekankan pada daerah glands atau coronaglandis yang kemudian
dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik
laboratorium.
Pada mayat wanita, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior akan
kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah
melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa melakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap sekret/cairan liang senggama.
Lubang pelepasan perlu mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat
perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput
lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangya rugae.
15. Lain-lain
Perlu diperhatian akan kemungkinan terdapatnya :
a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ ujung-ujung jari
(pada sianosis) atau adanya edema/sembab.
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal,
dan lain-lain.
c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan, atau
serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal, dan lain-lain.
16. Pemerikaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka
Pada pemeriksaan tersebut , perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif
terhadap :
a. Letak luka
Sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, mencatat letaknya yang tepat
menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomis yang terdekat.
b. Jenis luka
Tentukan apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka.
c. Bentuk luka
Menyebutkan bentuk luka yang didapatkan. Pada luka yang terbuka sebutkan
bentuk luka setelah luka dirapatkan.
62
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

d. Arah luka
Dicatat dari arah luka (melintang, membujur, atau miring)
e. Tepi luka
Perhatikan tepi luka rata, teratur, atau bentuk tidak beraturan.
f. Sudut luka
Pada luka terbuka, apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat atau
bentuk lain.
g. Dasar luka
Dasar luka berupa jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan
rongga badan.
h. Sekitar luka
Lihat terdapat adanya pengotoran, terdapat luka/tanda kekerasan lain sekitar
luka.
i. Ukuran luka
Diukur dengan teliti, pada luka terbuka diukur juga setelah luka dirapatkan.
j. Saluran luka
Dilakukan secara in situ. Termukan perjalanan luka, serta panjang luka.
Penentuan ini baru dapat dilakukan pada saat pembedahan mayat.
k. Lain-lain
Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap pemukaan luka terhadap
pola penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan
yang menyebabkan luka tersebut.
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang
Tentukan letak patah luka yang ditemukan serta catat sifat/jenis masing-masing
patah tulang yang terdapat.
Pembedahan Mayat
Pengeluaran Alat Tubuh
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan
(diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam
keadaan fleksi maksimal dan daerah leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai dibawah dagu,
diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus disisi kiri dan seterusnya kembali
mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simpisis pubis.
Pada daerah leher, insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada
daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada
(sternum) sedangkan mulai di daearh epigastrium, sampai menembus ke dalam rongga
perut.
Insisi berbentuk huruf I diatas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu
pemeriksaan bedah mayat forensic. Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu
kepentingan pemeriksaan, atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit
berbentuk huruf Y, yang dimulai pada kedua puncak bahu. Insisi pada daerah dada
sebelah kanan dan kiri dipertemukan pada garis pertengahan kira-kira setinggi insisura
jugularis. Dengan insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat leher menjadi
lebih sukar.
63
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan
membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan
jari tengah tangan kiri yang dimasukkan kedalam lubang insisi ini, maka dinding perut
dapat ditarik/diangkat keatas. Pisau diselipkan diantara dua jari tersebut dan insisi dapat
diteruskan sampai ke simpisis pubis. Disamping berfungsi sebagai pengangkat dinding
perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai pemandu (guide) untuk
pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris oleh
pisau.
Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut
tersebut kearah luar (dilakukan dengan ibu jari disebelah dalam/sisi peritoneum dan 4
jari lainnya disebelah luar/sisi kulit), dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan
pada otot-otot sepanjang arcus costae. Pelepasan dinding dada dilakukan terus kearah
dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan kesamping sampai garis ketiak
depan. Pengirisan pada otot dilakukan dengan bagian perut pisau dan bidang pisau
(blade) yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah
dibebaskan dari otot-otot pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat dengan
teliti.
Kelainan pada dinding dada dapat merupakan resapan darah, patah tulang
maupun luka terbuka. Kulit daerah leher dilepaskan dari otot leher yang berada
dibawahnya. Perhatikan akan adanya tanda kekerasan maupun kelainan-kelainan
lainnya.
Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot
dinding perut, cacat tebal msing-masing serta lika-luka bila terdapat.
Rongga perut diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat
perut secara umum. Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum), apakah menutupi
seluruh usus-usus kecil, ataukah mengumpul pada sutu tempat akibat adanya kelainan
setempat. Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi, infark,
tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya,
perhatikan pula bagian/ alat-alat perut yang mengalami penjahitan, reseksi atau tindakan
lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga perut, bila terdapat cairan, catat sifat
dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut sebelah
dalam diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Pada selaput lendir yang normal, tampak
licin dan halus berwarna kelabu mengkilat. Pada kelainan peritonitis, akan tampak
selaput lendir yang tidak rata, keruh dengan fibrin yang melekat
Tentukan pula letak sekat rongga badan (diafragna), dengan membandingkan
tinggi difragma terhadap iga digaris pertengahan selangka (midelavicular line).
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat
setengah sampai satu sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga.
Dengan bagian perut pisau dan bidang pisau (knife blade) yang diletakkan tegak lurus,
rawan iga dipotong mulai dari iga ke 2 terus kearah kaudal. Pemotongan ini dapat
dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda karena bagian rawan belum
mengalami penulangan. Dengan tangan kanan memegang gagang pisau dan telapak
tangan kiri menekan punggung pisau. Pisau digerakan memotong rawan iga-iga tersebut
mulai dari iga kedua sampai daerah arcus costae. Lakukan hal yang sama pada sisi
tubuh yang lain

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

64

Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding dada
bagian depan sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan.
Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua kearah
kraniolateral, dengan demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium sterni
yang keras. Setelah rawan iga pertama terpotong, pisau dapat diteruskan kearah medial
menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi antara tulang selang dan
tulang dada (articulation sternoclavicularis) dan memotongnya. Bila ini telah dilakukan
pada kedua sisi maka bagian depan dinding dada telah dapat dilepaskan.
Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kandung jantung. Biasanya dengan
mencatat bagian kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru. Kandung
jantung yang tampak 1 jari diantara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan
paru yang berlebihan (pada edema paru atau emfisema paru).
Dengan tangan, paru dapat ditarik kearah medial dan rongga dada dapat
diperiksa, apakah terdapat cairan, darah atau lainnya.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan
mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung terisi
oleh cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung
maupun pada permukaan depan jantung sendiri.
Iga-iga dipotong mulai rawan iga ke-2 ke arah latero kaudal . Iga pertama
dipotong ke arah latero cranial untuk menghindari manubrium sterni.
Tentukan berapa jari kandung jantung tampak antara kedua paru. Kandung
jantung dibuka dengan gunting mengikuti huruf Y terbalik.
Pada dugaan thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik jantung kanan
diiris memanjang sejajar dengan septum jantung kurang lebih 1 cm lateral dari septum,
kemudian diperpanjang dengan gunting ke arah a.pulmonalis.
Alat-alat leher dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga dada, sedangkan
usus halus mulai dari yeyenum sampai rectum dilepaskan tersendiri, kemudian alat
dalam rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.
Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot
dasar mulut pada tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu, menembus
rongga mulut dari bawah. Insisi diperlebar ke kanan maupun ke kiri. Lidah ditarik ke
bawah sehingga dapat dikeluarkan dari tempat bekas irisan.
Palatum molle diiris sepanjang perlekatannya dengan palatum durum sampai
bagian lateral dari plica pharingea. Dengan meneruskan pemotongan sampai ke
permukaan depan dari tulang belakang dan sedikit menarik alat-alat leher ke arah bawah
maka seluruh alat leher dapat lepas dari perlekatannya.
Lakukan pemotongan pembuluh darah dan saraf di belakang tulang selangka
dengan lebih dulu menggenggam pembuluh darah dan saraf tersebut. Lepaskan
perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada. Dengan tangan kanan
memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri hilus
paru, alat rongga dada ditarik ke arah kaudal sampai keluar dari rongga paru.
Lepaskan esophagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buat dua
ikatan di atas diafragma.
Esofagus digunting antara kedua ikatan tersebut. Tangan kiri menggenggam
bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan pengirisan terhadap

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

65

genggaman tersebut. Alat leher dan alat dalam rongga dada dapat dikeluarkan
seluruhnya.
Usus-usus dilepaskan dengan melakukan dua ikatan pada awal jejunum.
Pengguntingan dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat agar isi duodenum tidak
tercecer. Tangan kiri mengangkat ujung distal dan mengangkatnya, maka mesenterium
yang melekat usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat usus.
Pengirisan dilakukan seperti gerakan menggergaji dan dilakukan sepanjang usus halus
sampai daearah ileum terminalis. Pada daerah caecum, pengirisan dilakukan terhadap
mesokolon, dengan memotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon asendens pada
daerah ini.
Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung.
Mesokolon kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descendens dengan
memisahkannya juga dari limpa dan ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari
dinding rongga perut dengan memotong mesocolon di bagian belakangnya.
Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari distal diurut ke arah
proksimal. Rectum diikat dengan dua ikatan, kemudian diputus di antara dua ikatan
tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus halus dan usus besar dapat dilakukan
pemeriksaan sepanjang usus tersebut.
Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul dilakukan pengirisan dimulai
dengan memotong diafragma dekat insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan
diteruskan ke arah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-masing ginjal
sampai memotong a.iliaca communis.
Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepas peritoneum di daerah simfisis
(alat rongga panggul terletak retroperitoneal). Kandung kencing serta alat lain dipegang
dengan tangan kiri sampai ke belakang bersama-sama rectum. Pemotongan melintang
dilakukan setinggi kelenjar prostat pada mayat laki-laki dan setinggi sepertiga
proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga panggul kemudian dilepaskan
seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan diangkat bersama-sama dengan alat
rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu.
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala,
dimulai pada prosesus mastoideus, melingkari kepala ke arah vertex, dan berakhir pada
prosesus mastoideus sisi lain. Pengirisan dibuat sampai pisau mencapai periosteum.
Kulit kepala kemudian dikupas, ke arah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas
orbita (margo supraorbitalis) dan ke arah belakang sampai sejauh protuberantia
occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan pada permukaan dalam kulit kepala
maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah tanda
kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah tulang. Untuk
membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian tulang tengkorak, melingkar di
daerah frontal sejarak kurang lebih 2 cm di atas margo supraorbitalis, di daerah
temporal kurang lebih 2 cm di atas daun telinga. Pada daerah temporal penggergajian
dilakukan setelah otot temporalis dipotong dengan pisau terlebih dahulu. Pada daerah
temporal ini penggergajian dilakukan melingkar ke belakang 2 cm sebelah atas
protuberantia occipitalis externa , dengan garis penggergajian membentuk sudut 120o
dari garis penggergajian terdahulu. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan
menggunakan pahat berbentuk T (T-chisel) dengan jalan mendongkel pada garis
penggergajian.
66
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Setelah atap tengkorak dilepaskan pertama-tama dilakukan penciuman bau yang


keluar, sebab pada beberapa jenis keracunan dapat tercium bau yang khas. Dilakukan
pengamatan kelainan pada permukaan dalam atap tengkorak maupun pada duramater.
Kelainan dapat berupa luka pada duramater, perdaraahan epidural, dll. Duramater
kemudian digunting mengikuti garis penggergajian, dan daerah subdural diperiksa
adanya perdarahan, pengumpulan nanah, dsb.
Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari tangan kiri di garis pertengahan
daerah frontal, antara baga otak dan tulang tengkorak. Bagian frontal sedikit ditekan,
tampak falk cerebri yang dapat dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua
jari tangan kiri kemudian sedikit mengangkat baga frontal dan memperlihatkan
nn.olfactorius, nn.opticus, yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar
tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dapat dilakukan pada aa.karotis interna yang
memasuki otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada dasar otak. Dengan memiringkan
kepala mayat, serta jari-jari tangan kiri sedikit menarik/mengangkat baga peliris
(temporalis) sisi lain, tentorium cerebelli tampak jelas dan mudah dipotong, dimulai
dari foramen magnum ke lateral menyusuri tepi belakang tulang karang otak (os
petrosum). Potong saraf-saraf otak yang keluar pada dasar tengkorak. Perlu diperhatikan
bila tentorium cerebelli tidak dipotong maka otak kecil akan tertinggal dalam rongga
tengkorak.
Kepala dikembalikan ke posisi semula dan batang otak dipotong melintang
dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam rongga magnum.
Dengan tangan kiri menyangga daerah baga occipital, dua jari tangan kanan
dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri batang otak yang terpotong, kemudian menarik
bagian bawah otak dengan gerakan memutar/meluksir hingga keluar dari rongga
tengkorak.
Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus
dilepaskan dari dasarnya, agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar
tengkorak.
Pemeriksaan Organ/Alat Dalam
Dimulai dari lidah, esophagus, trachea, dst sampai seluruh alat tubuh. Otak
biasanya diperiksa terakhir.
1. Lidah
Diperhatikan permukaan lidah, adakah bekas gigitan, baik baru maupun lama.
Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas
gigitan dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak
sampai teriris putus agar setelah otopsi mayat masih tampak berlidah utuh.
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran
infeksi, nanah, dsb. Ditemukan tonsilektomi kadang membantu dalam identifikasi.
3. Kelenjar gondok
Otot-otot leher harus dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan
pinset bergigi pada tangan kiri, ujung bawah otot-otot leher dijepit dan sedikit
diangkat, dengan gunting pada tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian
posterior. Setelah otot leher di angkat, kelenjar gondok tampak jelas dan dapat
dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trakea. Perhatikan ukuran
67
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah


perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada
kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (esophagus)
Dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya
benda-benda asing, keadaan selaput lendir, dll (misalnya striktur, varices).
5. Batang tenggorok (Trakhea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai dari epiglotis.
Perhatikan adakah edema, perdarahan, benda asing, dll. Perhatikan pula pita suara
dan kotak suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan pengguntingan
dinding belakang sampai cabang bronkus kiri dan kanan. Perhatikan adanya benda
asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin
(cartilago cricoidea)
Tulang lidah kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan. Tulang
lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan pinset dan gunting.
Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin
seringkali juga menunjukkan resapan darah pada kasus dengan kekerasan pada
daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteri carotis interna
Arteri carotis communis dan interna biasanya tertinggal melekat pada permukaan
dekat ruas tulang leher. Perhartikan tanda kekerasan sekitar arteri ini. Buka arteri
dengan menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila
kekerasan pada daerah leher mengenai arteri ini, kadang dapat ditemukan
kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah.
8. Kelenjar kacangan (thymus)
Biasanya telah menjadi Thymic fat body pada orang dewasa, namun kadang masih
dapat ditemukan pada status thymicolymphaticus. Kelenjar thymus terletak melekat
di sebelah atas kandung jantung. Pada permukaanya perhatikan adanya perdarahan
berbintik serta kemungkinannya adanya kelainan lain.
9. Paru-paru
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru. Pada
paru yang mengalami emphysema dapat ditemukan cekungan bekas penekanan iga.
Perhatikan warnanya, serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi
darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna
merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla, dsb.
Perabaan paru yang normal teraba seperti spons. Pada paru dengan proses
peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras.
Penampang paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru mulai apex sampai
ke basal, dengan tangan kiri memegang paru pada daerah hilus. Pada penampang
paru ditentukan warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan.
10. Jantung
Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar/masuk ke jantung
dengan jalan memegang apex jantung dan mengangkatnya serta menggunting
pembuluh tadi sejauh mungkin dari jantung.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

68

Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat.


Perhatikan adanya resapan darah, luka, atau bintik-bintik perdarahan. Pada otopsi
jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan
mengikuti aliran darah di dalam jantung.
Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke atas
yang dipertahankan terus sampai otopsi jantung selesai. Vena cava superior dan
inferior dibuka dengan menggunting dinding belakang vena-vena tersebut. Dengan
gunting buka pula aurikel kanan. Perhatikan adanya kelainan pada aurikel kanan
maupun atrium kanan.
Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau
menembus apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral,
lakukan irisan menembus tebal otot dinding sebelah kanan sehingga rongga bilik
jantung kanan terlihat. Ukur lingkaran katup trikuspidal serta memeriksa keadaan
katup, apakah terdapat penebalan, benjolan atau kelainan lain. Tebal dinding bilik
kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding
belakang bilik kanan, 1 cm di bawah katup.
Irisan dinding depan bilik kanan menggunakan gunting, mulai dari apeks,
menyusuri septum pada jarak cm, ke arah atas menggunting dinding depan
a.pulmonalis dan memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur
lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai.
Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan menggunting dinding
belakang vv.pulmonales, disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan pisau
panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk, lalu diiris ke lateral
sehingga bilik kiri terbuka. Ukur lingkaran katup mitral serta penilaian terhadap
keadaan katup. Tebal otot jantung sebelah kiri diukur pada irisan tegak yang dibuat
1 cm di bawah katup pada dinding belakang. Dengan gunting dinding depan bilik
kiri dipotong menyusuri septum pada jarak cm, terus ke arah atas, membuka juga
dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris aorta. Lingkaran katup
diukur dan daun katup dinilai.
Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara aa.coronaria
kiri dan kanan. Untuk memeriksa keadaan a.coronaria tidak boleh menggunakan
sonde karena dapat mendorong trombus yang mungkin ada.
Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang
sepanjang jalannya pembuluh darah. Arteri coronaria kiri berjalan di sisi depan
septum, dan a,coronaria kanan keluar dari dinding pangkal aorta ke belakang. Pada
penempang irisan diperhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen, serta
kemungkinan terdapat trombus.
Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot, baik kelainan degeneratif
maupun kelainan bawaan.
Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai berikut :
ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sekitar 300 gram, ukuran
lingkar katup serambi bilik kanan sekitar 11 cm, yang kiri sekitar 9,5 cm, lingkaran
katup pulmonal sekitar 7 cm dan aortal sekitar 6,5 cm. Tebal otot bilik kanan 3
sampai 5 mm, sedangkan yang kiri sekitar 14 mm.
11. Aorta thoracalis

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

69

Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat memperlihatkan


permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur,
ateroma atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan
tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh
diri dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila korban mendarat
dengan kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan robekan melintang pada
aorta thoracalis.
12. Aorta abdominalis
Bloc organ perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan permukaan
belakang menghadap ke atas aorta abdominalis digunting dinding belakangnya
mulai dari tempat pemotongan aa.iliaca communis kanan dan kiri. Perhatikan
dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma.
Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini,
terutama muara aa. renalis kanan dan kiri. Mulai pada muaranya, aa. renalis kanan
dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan pada
dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya hipertensi
renal bagi yang berangkutan.
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan
lanjut pada bloc alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat perhatian,
karena bila telah dilakukan pemeriksaan atau telah dilakukan pemisahan alat
rongga perut dan panggul, anak ginjal sukar ditemukan.
Anak ginjal kanan terletak di bagian mediokranial dari kutub atau ginjal kanan,
tertutup oleh jaringan lemak, berada antara permukaan belakang hati dan
permukaan bawah diafragma. Untuk menemukan anak ginjal sebelah kanan ini,
pertama-tama digunting otot diafragma sebelah kanan.
Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan pinset dan gunting jaringan
lemak yang terdapat dan akan tampak anak ginjal yang berwarna kuning kecoklatcoklatan, berbentuk trapezium dan tipis. Anak ginjal kemudian dibebaskan dari
jaringan sekitarnya dan diperiksa terhadap kemungkinan terdapatnya kelainan
ukuran, resapan darah dan sebagainya.
Anak ginjal terletak di bagian medio-kranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga tertutup
dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kleenjar liur perut (pancreas) dan
diafragma. Dengan cara yang sama seperti pada pengeluaran anak ginjal kanan,
anak ginjal kiri yang berbentuk bulan sabit tipis dapat dilepaskan untuk dilakukan
pemeriksaan dengan seksama.
Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak ginjal akan memberikan
penampang dengan bagian korteks dan medulla yang tampak jelas.
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
Kedua ginjal masing diliputi oleh jaringan lemak yang dikenal sebagai capsula
adipose renis. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali menyebabkan
resapan darah pada capsula ini. Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral
kapsula, ginjal dapat dibebaskan.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan pelvis
renis dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal dibuat
dari arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang
70
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

akan melewati pelvis renis. Pada tepi dapat dicubit dan kemudian dapat dikupas
secara tumpul. Pada ginjal yang normal, hal ini dapat dilakukan dengan mudah.
Pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat
dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu
pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah,
luka-luka ataupun kista-kista retensi.
Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal. Juga
perhatikan pelvis renis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda
peradangan, nanah dan sebagainya.
Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renis, terus mencapai
vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi
saluran serta keadaan mukosa.
Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti
bentuk huruf T. perhatikan isi serta selaput lendirnya.
15. Hati dan kandung empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa
menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadangkala
pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil,
permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses.
Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya
tajam. Untuk memeriksa penampang, buatlah 2 atau 3 irisan yang melintang pada
punggung hati sehingga dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan maupun kiri
hati. Hati yang normal menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya.
Pada hati yang telah lama mengalami perbendungan dapat ditemukan gambaran
hati pala.
Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya
batu empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu,
dapat dilakukan pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil
memperhatikan muaranya pada duodenum (papilla Veteri). Bila tampak cairan
coklat-hijau keluar dari muara tersebut ini menandakan saluran empedu tidak
tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk
memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning.
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang norml menunjukkan permukaan
yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan
penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna
coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan
penampang limpa.
Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa.
Catat pula bila ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Lambung dibuka dengan gunting pada curvature mayor.
Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi
lambung ini diperlukan untuk pemriksaan toksikologik atau pemeriksaan
laboratorik lainnya. Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan
adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah.
71
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan
terdapatnya kelainan bersifat ulcerative, polip dan lain-lain.
18. Kelenjar liur perut (pancreas)
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya. Kelenjar
liur perut yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan, dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta
beratnya. Catat bila ada kelainan.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah
perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, kontusio jaringan otak atau
kedangkalan bahkan sampai terjadi laserasi.
Pada oedema cerebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak
menyempit. Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang
menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi datar.
Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willis. Nilai keadaan
pembuluh drah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateronia,
adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah perdarahan. Bila terdapat
perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut.
Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan tekanan intra cranial
akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi hemiasi serebelum kea rah foramen
magnum, sehingga bagian bawah serebelum tampak menonjol.
Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada
pedunculus cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari
batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunculus cerebelli.
Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan
pemotongan otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan.
Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak
besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada
penampang otak besar antara lain adalah: Perdarahan pada korteks akibat contusio
cerebri, perdarahan berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan
berbiturat serta keadaan lain yang menimbulkan hipoksia jaringan otak Infark
jaringan otak, baik yang bilateral maupun yang unilateral, akibat gangguan
perdarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan intra cerebral akibat pecahnya a.
lenticulostriata dan sebagainya.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang,
catatlah kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan.
Batang otak diisir melintang mulai daerah pons, medulla oblongata sampai
kebagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan terdapatnya
perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya mematikan.
20. Alat kelamin dalam (genitalia interna)
Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut.
Jadi tidak dibuat irisan baru pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensi serta
kemungkinan terdapat resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran dari
epididinus. Klenjar prostat diperhatikan ukuran serta konsistensinya.
Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur
dan uterus sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan,
72
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus provakatus. Uterus dibuka
dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, melalui saluran
serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan
selaput lender uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan
terdapatnya kelainan lain.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ
Sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara makroskopik)
kembali ke dalam tubuh mayat pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan
diperlukannya potongan jaringan guna pemeriksaan histopatologik atau
diperlukannya organ guna pemeriksaan toksologik.
Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal
maksimal 5 mm. potongan yang terlampau tebal akan mengakibatkan cairan fiksasi
tidak dapat masuk ke dalam potongan tersebut sengan sempurna. Usahakan
mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian yang normal dan yang
mengalami kelainan.
Jumlah potongan yang diambil dari setiap organ agar disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing kasus. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam
botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (=
larutan formaldehida 4%) atau alcohol 90-96% dengan jumlah cairan fiksasi sekitar
20-30 kali volume potongan jaringan yang diambil.
Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan
dengan kasus yang dihadapi serta ketentuab laboratorium pemeriksa. Sedapat
mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam botol tersendiri. Bila diperlukan
pengawetan, agar digunakan alcohol 90%. Pada pengiriman bahan untuk
pemeriksaan toksologik, contoh bahan pengawet agar juga turut dikirimkan
disamping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas kasus tersebut.

Perawatan Mayat Setelah Autopsi


-

Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak
dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka
rongga dada.
Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah
dagu sampai ke daerah simfisis.
Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan
menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada
pihak keluarga.

Autopsi Pada Dugaan Kematian Akibat Emboli Udara

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

73

Terbukanya pembuluh darah akibat trauma, kadangkala dapat menyebabkan


timbulnya emboli udara. Dikenal 2 jenis emboli udara berdasarkan letak dari emboli
tersebut, emboli udara vena (= emboli udara paru) dan emboli udara arterial (= emboli
udara sistemik).
Untuk membuktikan terdapatnya emboli udara, perlu dilakukan teknik autopsi
yang khusus, menyimpang dari teknik autopsi rutin. Pada dasarnya, pembuktian
dilakukan dengan memperlihatkan adanya udara dalam system vena atau arteri dengan
membuka arteri atau vena tersebut di bawah permukaan air.
Pada pembukaan kulit leher dalam melakukan autopsi rutin, vena daerah ini
mudah terpotong terutama vena jugularis. Bila ini terjadi, maka terdapat kemungkinan
masuknya udara post mortal ke dalam pembuluh darah tersebut. Pada pengangkatan alat
leher kemudian, terjadi manipulasi terhadap leher dan kepala sehingga udara yang
masuk tadi berpindah dan masuk ke dalam jantung. Hal tersebut di atas akan
menghasilkan pemeriksaan yang salah (false positive) dan karenanya harus dihindari,
dengan jalan tidak membuka daerah leher sebelum dilakukan pemeriksaan emboli.
Pemeriksaan emboli udara vena
Dengan mengingat kemungkinan terjadinya hasil false positive seperti yang
diuraikan di atas, maka pembukaan kulit dimulai dari setinggi incisura jugularis ke
bawah sepanjang garis median. Kulit bagian leher dibiarkan utuh untuk sementara dan
jangan ganjal bahu mayat dengan malok. Kulit dan otot dinding dada serta rongga perut
dibuka seperti biasa. Rawan iga dipotong mulai dari iga ke-3 ke arah kaudo-lateral.
Insersi otot diafragma dipotong untuk melepaskan bagian bawah stemum dan iga.
Kemudian bagian depan dinding dada ini dilepaskan dengan terlebih dahulu
menggergaji tulang dada (stermum) melintang setinggi iga ke-3.
Tindakan memotong tulang dada setinggi iga ke-3 ini dilakukan untuk mencegah
terpotongnya pembuluh darah besar yang berjalan di belakng iga ke-2 dan tulang
selangka.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan memanjang pada
tempat yang letaknya paling tinggi ( di pertengahan kandung jantung) sepanjang 5
sampai 7 sentimeter. Ke dalam kandung jantung kemudian diisikan air sehingga seluruh
jantung terdapat di bawah permukaan air (terendam). Kadang-kadang jantung
cenderung untuk mengapung. Dalam hal ini tekanlah jantung dengan jari tangan kiri
dan jagalah agar jantung tetap terendam. Dengan pisau organ, tusuklah ventrikel kanan
dekat dengan permulaan a. pulmonalis sampai menembus ke dalam bilik kanan. Dengan
melakukan pemutaran bidang pisau (knife blade) sebanyak 90 derajat, maka lubang
tusukan diperlebar. Perhatikan apakah terdapat gelembung udara yang keluar dari
lubang tersebut. Dengan cara yang sama, ventrikel kiri juga dilubangi dan perhatikan
juga apakah terdapat gelembung udara yang keluar.
Pada kasus dengan emboli udara vena, udara kan terkumpul dalam bilik kanan
jantung dan karenanya, pada pemeriksaan akan ditemukan keluarnya gelembung udara
dari lubang yang dibuat pada bilik kanan, sedangkan dari bilik jantung kiri tidak
terdapat gelembung udara yang keluar.
Bila pada pemeriksaan tidak keluar gelembung baik dari bilik kanan maupun
kiri, maka kemungkinan terdapatnyaemboli udara vena dapat disingkirkan.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

74

Bila pada penusukkan bilik kanan dan kiri keduanya memberikan gelembung
udara, maka hal ini dapat disebabkan oleh adanya emboli udara vena disertai defek
septurn, atau diakibatkn oleh terbentuknya gas pembusukan dalam bilik jantung kanan
maupun yang kiri. Dalam hal ini kemungkinan terdapatnya emboli udara vena tidak
dapat dipastikan maupun disingkirkan
Di samping dilakukan pemeriksaan seperti tersebut di atas, beberapa hal dapat
menyokong akan adanya emboli udara vena. Antara lain adalah: distensi jantung
sebelah kanan akibat tekanan udara. Vena cava, bilik kanan a. pulmonalis dan v v.
coronariae yang berisi darah yang berbuih dan berwarna merah terang. Vena cava
inferior yang mengalami distensi, tetapi sangat sedikit atau sama sekali tidak terisi
darah.
Pemeriksaan emboli udara arteril
Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan emboli udara vena. Dengan jantung yang
seluruhnya terdapat di bawah permukaan air, lakukan pemotongan permulaan a.
coronaria kiri dengan jalan mengirisnya pada bagian arterior septum dan perhatikan
apakah terdapat gelembung udara yang keluar. Bila perlu dapat dilakukan pengurutan
sepanjang septum dari arah apex jantung kea rah tempat pengirisan. Dalam menilai
hasil pemeriksaan emboli udara arterial ini perlu diperhitungkan kemungkinan
terbentuknya gas pembusukan dalam pembeluh itu sendiri.

Autopsi Pada Kasus Dengan Pnemotoraks


Pada kekerasan yang mengenai daerah dada, dapat terjadi patah tulang iga yang
mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya menimbulkan pnemotoraks. Dalam hal
demikian, pembuktian dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka
rongga dada di bawah permukaan air untuk melihat keluarnya gelembung udara.
Kulit daerah dada yang telah dilepaskan dan dinding dada dipegang pada tepi
bebasnya sedemikian rupa sehingga membentuk semacam kantong dengan dasar
dinding dada. Ke dalam kantong ini kemudian diisi air. Dengan sebuah skapel, dinding
dada diiris di bawah permukaan air sampai menembus ke rongga dada. Pengumpulan
udara dalam rongga dada pada pnemotoraks akan menyebabkan ke luar gelembung
udara dari lubang.
Pemeriksaan pnemotoraks dapat pula dilakukan dengan menggunakan semperit
gelas yang besar (ukuran 25 sentimeter kubik) dan jarum trokar. Semperit diisi setengah
penuh, lalu dengan jarum trokat, sela iga ditusuk. Adanya pengumpulan udara dalam
rongga dada akan menyebabkan keluar gelembung udara ke dalam air dalam semperit.
Autopsi Pada Dugaan Kematian Akibat Emboli Lemak
Kematian akibat emboli lemak dapat terjadi pada kasus trauma tumpul terhadap
jaringan lemak atau patah tulang panjang pada orang dewasa. Butir lemak yang berasal
dari jaringan lemak atau sumsum tulang dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

75

eluruh tubuh. Pada otak, butir lemak ini dapat menyumbat pembuluh otak yang kecil
dan mengakibatkan kematian.
Diagnosa emboli lemak dapat ditegakkan bila dalam pembuluh darah dapat
ditemukan butir lemak ini ( fat globule). Untuk melihat ini, dilakukan pemeriksaan
histopatologik dengan pewarnaan khusus untuk lemak, misalnya SUDAN III. Butir
lemak akan diwarnai menjadi berwarna merah-jingga. Pada pengerjaan/ processing
jaringan untuk pembuatan preparat histopatologik, hendaknya dihindari proses rutin
yang dalam perjalanannya akan melarutkan butir lemak yang terdapat dalam pembuluh
darah tersebut.
Autopsi Pada Kasus Dengan Kelainan Pada Leher
Untuk dapat melihat kelainan pada leher dengan lebih baik, perlu diusahakan
agar daerah leher bersih dari kemungkinan terdapatnya genangan darah. Untuk itu
dilakukan usaha agar darah yang terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan
ke tempat lain.
Pemotongan kulit dimulai dari incisura jugularis ke arah simfisis pubis.
Pembukaan rongga dada dan perut dilakukan seperti pada autopsi rutin. Pengeluaran
alat leher ditangguhkan untuk sementara.
Lakukanlah pemotongan kulit kepala, penggergajian tengkorak serta
pengeluaran otak. Pindahkan ganjal yang semula terdapat pada daerah tengkuk
sedemikian rupa sehingga daerah leher terletak paling tinggi. Dengan mengeluarkan
otak dan alat dada dengan jalan memotong trachea setinggi incisura jugularis (atau
dapat pula hanya jantung saja yang dikeluarkan) maka darah yang terdapat dalam
pembuluh darah leher dapat dialirkan ke arah kepala dan dada, dan lapangan leher
menjadi bersih. Dengan demikian, kelainan berupa resapan darah yang kecil pun dapat
terlihat jelas.
Setelah pemeriksaan daerah leher selesai, maka pengeluaran/pengangkatan alat
leher dapat dilakukan seperti pada autopsi rutin.
Autopsi Pada Mayat Bayi Baru Lahir
Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama
ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati.
Seorang bayi dinyatakan lahir hidup apabila ada pemeriksaan mayatnya dapat
dibuktikan bahwa bayi telah bernafas.
Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di bawah ini:
a. rongga dada yang telah mengembang
pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga ke 5 atau 6
b. paru telah mengembang
pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan terletak tinggi
dalam rongga dada.
Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak mengembang dan telah mengisi
sebagian besar rongga dada. Pada permukaan paru dapat ditemukan gambaran
mozaik dan gambaran marmer.
c. uji apung paru memberikan hasil positif
76
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapatnya udara dalam
alveoli paru.
- Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea. Hindari
sebanyak mungkin manipulasi terhadap jaringan paru. Alat rongga dada
kemudian dikeluarkan seluruhnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air.
Perhatikan apakah kedua paru terapung.
- Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan kiri
secara tersendiri. Lakukanlah pemisahan lobus paru, apungkan kembali dalam
air. Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil (k.l 5 mm x 10 mm x 10 mm) dari
masing-masing lobus dan apungkan kembali.
- Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat
mengapung sekalipun paru tersebut belum bernafas.
- Mengapungnya potongan kecil paru yang telah mengalami pembusukan ini
disebabkan oleh pengumpulan gas pembusukan tersebut dapat didesak keluar.
- Potongan kecil paru yang telah bernafas, terapung karena adanya udara dalam
alveoli, yang dengan penekanan antara 2 karton tidak akan terdesak keluar.
- Uji apung paru dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan
pengapungan, potongan paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian
besar masih tetap mengapung.
d. Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas
Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak jaringan paru dengan alveoli yang
telah terbuka dengan dinding alveoli yang tipis.
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti
terhadap kepala, mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat
kelahiran, mungkin dapat menimbulkan cedera pada sinus di kepala. Untuk meneliti hal
ini, kepala bayi harus dibuka dengan tehnik khusus yang menghindari terpotongnya
sinus tersebut sehingga dapat dinilai dengan sebaik-sebaiknya.
Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang tengkorak
bayi baru lahir masih lunak sehingga pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan
gunting (tidak perlu menggunakan gergaji). Untuk menghindari terpotongnya sinus
sagitalis superior, guntinglah os parietale pada jarak 0,5 sampai 1 cm lateral dari garis
median, dimulai pada daerah fontanel besar ke arah belakang sampai bagian posterior
tulang ubun-ubun untuk kemudian membelok ke arah lateral. Di depan, pengguntingan
dilanjutkan ke arah tulang dahi yang pada jarak 1-2 cm dari batas lipatan kulit,
membelok ke arah lateral. Dengan demikian, pada garis median sinus sagitalis tetap
utuh. Os parietalis kanan dan kiri kini dapat dibuka ke arah lateral seperti membuka
jendela.
Dengan menarik baga otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior, falk
serebri dan sinus sagitalis inferior dapat diperiksa akan adanya robekan, resapan darah
maupun perdarahan. Dengan menarik baga occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium
cerebelli serta sinus lateralis, sinus occipitalis dapat diperiksa.
Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat dewasa, atau
dikeluarkan terpisah, baga kanan dan kiri.
Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan otak dewasa.
Untuk dapat melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu dilakukan fiksasi dengan

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

77

formalin 10%, baik dengan merendam otak tersebut atau melakukan penyuntikan
imbibisi.
Untuk menentukan usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi, dapat
dilakukan pemeriksaan terhadap pusat penulangan.
Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia
Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut. Dengan
gunting ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan. Dengan pisau, lakukan
pengirisan distal femur atau proksimal tibia mulai dari ujung, lapis demi lapis ke arah
metaphyse. Pusat penulangan akan tampak sebagai bercak berwarna merah homogen
dengan diameter lebih dari 5 mm di daerah epiphyse tulang.
Pusat penulangan pada tallus dan calcaneus
Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumit ke
arah depan sampai sela jari ke 3 dan 4. Dengan melebarkan potongan pada kulit, tallus
dan calcaneus dapat dipotong longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan.

AUTOPSI PADA KASUS PEMBUNUHAN ANAK


Pembunuhan anak merupakan tindak pidana yang khusus, yaitu pembunuhan
yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat dilahirkan atau
beberapa saat setelah itu, karena takut diketahui orang bahwa ia telah melahirkan.
Pada pemeriksaan korban pembunuhan anak, pertama-tama harus dibuktikan
bahwa korban lahir hidup. Untuk ini pemeriksaan ditujukan terhadap telah bernafasnya
paru korban.
Pemeriksaan berikutnya dititikberatkan pada penyebab kematian, yang terjadi
sebagai akibat tindakan kekerasan. Pada kasus pembunuhan anak yang ditemukan di
Jakarta, pembunuhan biasanya dilakukan dengan cara pembekapan, penyumbatan,
pencekikan atau pengikatan leher.
Untuk memenuhi syarat waktu dilakukannya pembunuhan, yaitu pada saat
dilahirkan atau tidak berapa lama setelah itu, pemeriksaan ditujukan terhadap sudah
atau belum ditemukannya tanda perawatan pada bayi.
Pada tindak pidana pembunuhan bayi, faktor psikologik ibu yang baru
melahirkan diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan tersebut
menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam keadaan kesadaran yang
penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu belum sempat timbul rasa kasih sayang
serta keinginan untuk merawat bayinya. Jadi pada kasus pembunuhan anak, si bayi
belum mendapat perawatan.
Pemeriksaan terhadap maturitas, viabilitas bayi diperlukan bila pada
pemeriksaan didapati keraguan akan hal lahir hidup atau lahir mati. Pada bayi-bayi yang
lahir immature atau non viable, kemungkinan lahir hidup tentunya lebih kecil
dibandingkan dengan bayi yang lahir mature dan viable.

Autopsi Pada Kasus Kematian Akibat Kekerasan


Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

78

Pemeriksaan terhadap luka :


a. Penyebab luka
Gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang
mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat
panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage.
Luka lecet tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
b. Arah kekerasan
Pada luka lecet geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini
sangat membantu dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
c. Cara terjadinya luka
- luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka.
Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu
kecelakaan. Daerah terlindung ini misalnya daerah ketiak, sisi depan leher, lipat
siku, dan lain-lain.
- Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh.
Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat
ditemukan luka tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan
bawah atau telapak tangan.
- Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan
(tentative wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
d. hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati
- harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh
kekerasan yang menyebabkan luka
- harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adalah benar-benar luka
yang terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital)perhatikan tanda
intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka
- tanda intravitalitas : ditemukannya resapan darah, proses penyembuhan luka,
sebukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik, pemeriksaan kadar histamin
bebas dan serotonin jaringan
Kecelakaan lalu lintas
a. luka akibat kekerasan pertama oleh kendaraan (first impact)
- ditimbulkan oleh persentuhan bagian kendaraan dengan tubuh
- perhatikan bentuk/gambaran luka serta letaknya (harus diukur dari tumit)
- luka biasanya berupa luka lecet tekan
b. luka akibat terjatuh
- pada tubuh korban dapat ditemukan luka lain yang terjadi akibat terjatuhnya
korban setelah persentuhan pertama dengan kendaraan
- berupa luka lecet geser atau luka robek
c. luka akibat tertindas (rollover)
luka akibat lindasan ban kendaraan memberikan gambaran yang khas berupa jejas
ban.
Autopsi Kasus Kematian Akibat Asfiksi Mekanik

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

79

Pada pemeriksaan mayat, akan ditemukan tanda asfiksi berupa lebam mayat
yang gelap dan luas, bendungan bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan
saluran nafas, bendunagn pada alat dalam, serta Tardieu spot.
Peristiwa yang menjadi penyebab dan tanda-tandanya :
1. Mati akibat pembekapan
Terdapat tanda kekerasan berupa luka memar atau lecet tekan sekitar hidung &
mulut. Paling sering merupakan pembunuhan.
2. Mati akibat penyumbatan
Ada benda asing pada rongga mulut, atau sisanya jika telah dikeluarkan.
3. Mati akibat pencekikan
ada luka memar atau lecet tekan pada leher, karena kuku pelaku. Tulang lidah
kadang patah unilateral.
4. Mati akibat penjeratan
kadang masih ada jerat/tali pada leher korban, simpulnya tetap dipertahankan. Jerat
biasanya horizontal dan letaknya rendah. Dia juga meninggalkan jejas lecet tekan
yang melingkari leher. Umumnya, simpul mati = pembunuhan, simpul hidup =
bunuh diri.
5. Mati tergantung
arah jerat tidak mendatar, tapi membentuk sudut yang membuka ke arah bawah.
Selain itu, letak jerat lebih tinggi. Lebam mayat ada di ujung tangan & kaki.
Terdapat resapan darah bawah kulit pada pembedahan mayat.
6. Mati akibat dada tertekan
disebut juga asfiksi traumatik. Ada luka memar atau lecet pada dada.
Autopsi Pada Kematian Akibat Tenggelam
Pada kasus mati tenggelam, harus dibuktikan masuknya air ke dalam paru
bagian distal. Caranya dengan memeriksa kadar elektrolit darah dari jantung kiri
dibandingkan jantung kanan,
karena tenggelam akan menimbulkan terjadinya
hemodilusi atau hemokonsentrasi, tergantung pada tekanan osmotik cairan tempat
tenggelam. Dapat juga dilakukan pemeriksaan diatome melalui pemeriksaan getah paru.
Pada mayat dapat ditemukan kedua paru mengembang berisi air, juga lambung
dan benda asing yang tertelan. Selain itu, terdapat gambaran cutis anserina akibat
kontraksi mm.erector pilli. Bila mayat terendam cukup lama, bisa ditemukan kulit
telapak tangan dan kaki yang keriput (washer woman hand). Bila ada cadaveric spasm
bisa ditemukan benda atau tumbuhan air yang tergenggam.

Autopsi Pada Kasus Kematian Akibat Racun


Pada dugaan mati akibat racun, pertama kali harus dicium bau yang keluar dari
tubuh mayat karena hidung pemeriksa dapat beradaptasi jika berlama-lama bersama
mayat. Setelah itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium toksikologi untuk
pemastian racun penyebab.
- Kematian Akibat Keracunan Insektisida
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan luka bakar warna coklat agak cekung di
kulit sekitar mulut, juga ada bendungan serta warna lebammayat yang biru gelap dan
ujung jari serta kuku yang kebiruan.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

80

Pada bedah mayat ditemukan tanda bendungan alat dalam, dua lapis cairan di
lambung yaitu asam lambung dan larutan insektisida. Untuk toksikologi dapat diambil
isi lambung, darah dan jaringan hati.
- Kematian akibat gas CO
Pada pemeriksaan luar ditemukan lebammayat yang berwarna merah terang.
Pemastian sebab kematian dengan penemuan kadar CO-Hb yang tinggi dalam darah.
Pada bedah mayat terdapat bintik perdarahan pada substansi putih otak atau gambaran
infark yang simetrik. Hal ini disebabkan terjadinya anoksi otak.
- Kematian akibat sianida
Pada pemeriksaan mayat sering tercium bau sianida (bau amandel) dan lebam
mayat merah terang. Pemeriksaan selanjutnya tidak memberikan gambaran yang khas.
Diagnosis pasti dengan periksa toksikologi terhadap isi lambung dan darah.
- Kematian Akibat Keracunan Barbiturat
Sering terjadi akibat bunuh diri atau kecelakaan karena over dosis. Terjadi
depresi nafas yang menjadikan hipoksia sehingga lebam mayat berwarna gelap.
Terdapat juga vesikel atau bula simetrik pada kulit.
Pada bedah mayat ditemukan bendungan alat dalam, paru yang edem dengan
busa halus dalam saluran nafas, bintik darah pada substansi putih otak. Pemastian
dengan ditemukan barbiturat dalam darah dan urine juga toksikologi isi lambung.
- Kematian Akibat Narkotika
Lebih sering terjadi akibat kecelakaan. Perlu diperhatikan adanya bekas suntikan
yang baru atau lama, pembesaran kelenjar limfe regional. Kadang ada tato di tempat
yang tidak wajar (cth. di lipatan siku, tempat biasa menyuntik).
Mati akibat narkoba sering karena depresi nafas. Pada bedah mayat ditemukan
kelainan paru berupa bendungan dan edema hebat pada paru, narcotic lung atau
gambaran pneumonia lobaris. Toksikologi dilakukan pada darah, urine, cairan empedu
serta tempat masuk suntikan. Dpat juga ditemukan vesikel/ bula seperti pada keracunan
CO atau barbiturat.
- Kematian Akibat Keracunan Arsenikum
Ada 2 jenis, yaitu keracunan akut dan kronis. Pada akut, pemeriksaan luar
mayat menunjukkan tanda dehidrasi hebat pada tubuh. Terdapat perdarahan sub
mukosa, erosi dan ulserasi sepanjang saluran cerna. Ada bubuk putih dan arsen trioksida
pula pada daerah itu. Pada kronis, ada kelainan pigmentasi kulit, garis putih pada kuku
serta tubuh yang kahektis. Terdapat kelainan histologik degeneratif pada hati dan ginjal.
Toksikologi pada isi lambung, darah dan urine.
Autopsi Pada Kasus Kematian Mendadak
Mati mendadak adalah kematian yang terjadi dalam waktu relatif singkat pada
orang yang sebelumnya tampak sehat, dan kematian yang tidak/belum jelas sebabnya.
Untuk penyebabnya harus selalu diingat kemungkinan terjadinya keracunan yang
memerlukan pemeriksaan toksikologi.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

81

Penyebab mati mendadak biasanya menyangkut sistem kardiovaskular (SKV),


pernafasan dan susunan saraf pusat (SSP). Pada SKV meliputi infark miokard, penyakit
jantung iskemik, sumbatan mendadak pembuluh koroner, pecahnya aneurisma aorta
atau miokarditis akibat virus. Pada sistem nafas biasanya berupa kelainan paru akibat
perdarahan kavernae atau peradangan. Sedangkan pada SSP umumnya perdarahan
akibat pecahnya a.lentikulostriata, akibat ruptur aneurisma pada Circulus willisi,
kelainan degeneratif atau malaria serebri. Diagnosis pasti seringkali memerlukan
pemeriksaan Histo PA berbagai organ tubuh.
Autopsi Pada Kematian Akibat Tindak Abortus
Biasa terjadi pada wanita yang mengalami abortus tersebut. Terjadi perdarahan
karena ruptur uteri akibat kekerasan yang ditimbulkan oleh pengurutan dengan tangan
atau alat yang membuat perforasi uterus. Selain perdarahan, kematian juga dapat akibat
emboli udara saat pembuluh darah atau sinus marginalis terbuka. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dengan menemukan udara dalam bilik jantung kanan atau vena cava
inferior.

RANGKUMAN FILM OTOPSI


I. Persiapan Melakukan Otopsi :
- Pembedah memakai baju tugas dokter di ruang otopsi berwarna putih
- Memakai apron
- Memakai sepatu karet tinggi
- Memakai sarung tangan rangkap agar tidak tertular bahan-bahan dari jenazah.
- Pembedah berdiri pada sebelah kanan jenazah
- Jenazah pada posisi terlentang, ganjal pada bagian leher dan bahu sehingga leher
bagian depan terbuka atau terpapar seluruhnya.
II. Prosedur Melakukan Otopsi :
- Irisan dimulai dari dagu lurus ke bawah sampai suprapubik. Pada daerah pusat
(umbilikus) potongan sedikit melingkar ke kiri.
- Potongan harus tegas, tidak berulang-ulang dan dalam. Lakukan satu kali dan
cukup dalam agar tidak merusak kulit. Irisan pada dinding dada dan perut harus
lebih dalam daripada leher. Umumnya potongan akan lebih dalam pada bagian
dada dan perut.
- Pada bagian perut : bagian epigastrium ditembus, kemudian kedua jari (telunjuk
dan tengah) masuk kedalam dan mengangkat otot dari dinding perut.
- Pada bagian dada : otot-otot dilepaskan dari tulang iga dengan ibu jari tangan kiri
terletak didalam dan 4 jari lainnya berada di luar. Pastikan bahwa otot tidak
banyak tertinggal di iga.
- Pada bagian leher : hanya melepaskan kulitnya saja. Otot-otot dibiarkan melekat
pada alat-alat leher dibawahnya.
- setelah bagian leher, dada, dan perut terbuka PERIKSA :
a. Ketinggian diafragma? Jika menurun mungkin terjadi
hematothoraks/pneumothoraks dan periksa cairan di dalamnya. Jika ada
penurunan maka akan dilakukan test khusus.
b. Pada rongga perut:
Adakah cairan, darah dan pus?
Bagaimana keadaan dinding perut?
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

82

Apakah selaput peritoneum bagus (licin, putih dan tidak ada fibrin-fibrin)?
Apakah ada resapan darah pada otot?
Berapa ketebalan lemak dan kulit?

III.Pembukaan Rongga Dada :


- Dimulai dari tulang iga 2 ke bawah, potong tulang rawan iga 1 cm medial dari
persambungan tulang rawan iga dan iga dengan cara pisau miring dengan tekanan
tangan kiri kemudian lepaskan dengan tajam agar sternum mudah dilepaskan.
- Sekarang kita lepaskan rawan iga dan tulang dada dari bawahnya dengan cara
melepaskan secara tajam.
- Usahakan pisau tadi menghadapnya keatas sehingga tidak memotong organ-organ
dibawahnya tetapi betul-betul hanya melepaskan jaringan dan otot-otot, jaringan
ikat dari tulang sternum.
- Kemudian pemeriksa akan berdiri diarah kepala.
- Kemudian kita akan melepaskan daerah clavicula yaitu dengan cara memotong,
tadi sudah dipotong sampai iga kedua, kemudian iga satu akan dipotong dengan
sedikit kearah lateral.
- Kemudian akan masuk kemedial, masuk kedalam sendi sternoclavicula,
dipisahkan pas pada sendinya sehingga akan nanti terlepas sternum dan rawan iga
ini dari claviculanya.
- Ini akan dipertunjukkan, ini gambar, benang ini adalah gambar potongan yang
akan kita lakukan. Anda lihat sendiri sekarang.
- Untuk memudahkan, sternum didorong kearah yang berlawanan, pada saat
memotong clavicula kanan, sternum didorong kearah kiri.
- Kemudian anda melakukan pemeriksaan berapa lebar mediastinum terutama
dikaitkan dengan paru-paru, diantara kedua paru-paru berapa lebarnya, setelah itu
dicatat.
- Selanjutnya diperiksa juga apa yang terdapat didalam rongga dada, misalnya
rongga dada kiri, kemudian mengambil atau menarik paru-paru dan dada kiri.
Sekarang kita melihat kedalam rongga dada apakah ada cairan dan darah.
- Kemudian kantung jantung kita buka dengan memotongnya berbentuk huruf Y
terbalik, benang putih itu memperlihatkan bagaimana kita memotong dari atas
atau mungkin dari tengah terlebih dahulu, kemudian dipotong berikutnya
berbentuk huruf Y. Akan diperlihatkan bagaimana cara melakukannya.
- Setelah terbuka periksalah dari rongga kantung jantung tadi apakah ada cairan
atau darah dan lain-lain. Kalau ada maka dikeluarkan dan diperiksa diukur
seberapa banyak.
- Cairan yang normal adalah berwarna kuning jernih, ukurannya sangat bervariasi
10-20 ml.
IV. Mengeluarkan Alat-Alat Rongga Leher
-

Kemudian kita akan mengeluarkan alat-alat rongga leher dengan melakukan


tusukan didaerah anda perhatikan dulu didaerah dagu, diberi hak untuk menarik
atau membuat sedemikian rupa sehingga daerah leher tadi terbuka.
Kemudian akan dilakukan potongan seperti pada yang ditunjukkan oleh benang
tadi yaitu melingkari bagian dalam dari tulang rahang bawah.
Lakukan tusukan pada dagu tepat dibelakang tulang rahang bawah sampai masuk
kedalam rongga mulut. Artinya dasar mulut atau otot dasar mulut harus terputus
seluruhnya.
Kalau sudah terpotong otot-otot dasar mulutnya maka terlihat bahwa lidah bisa
dipegang oleh tangan.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

83

Daerah langit-langit pada palatum mole dipotong dengan menggunakan dasar


adalah tulang leher, dipotong ke bawah sampai tulang leher, lepas seluruhnya
hingga pharynx, larynx dan esofagus terangkat seluruhnya. Potongan pada leher
kira-kira sebelah medial arteri carotis.
Setelah terlepas, kemudian dilepaskan dari pembuluh-pembuluh dan organ-organ
subclavicula dengan cara: tangan kiri memegang bagian tengah kemudian
dilakukan pemotongan dengan menggunakan dasar tulang leher, semua alat-alat
subclavicula dipotong, sehingga alat leher dan dada dapat dikeluarkan.
Cara melepaskan alat leher dan dada adalah dengan memasukkan tangan kiri,
kemudian jari telunjuk dan jari tengah menjepit alat leher. Kemudian tarik dengan
tangan kiri sehingga seluruh alat leher dan dada terangkat.
Kemudian cari esofagus disebelah kiri aorta, pisahkan secara tumpul dengan jari
kemudian ikat dengan benang agar isi lambung tidak keluar melalui esofagus.
Setelahdiikat, dipotong di proximal ikatan.
Setelah itu lepaskan semua alat-alat leher dan dada dengan memotong jaringan
yang berada disekitarnya dengan menggunakan dinding dada sebagai alas.

V. Mengeluarkan Alat-Alat Rongga Perut


-

Usus besar dan usus halus akan dikeluarkan .


Cari pangkal usus halus yang masuk kedalam daerah retroperitoneal yaitu
duodenum.
Kemudian lakukan ikatan 2 buah, lalu potong diantaranya.
Cara melepaskan usus halus adalah dengan menarik usus halus ke atas kemudian
potong pada omentumnya. Cara memotong seperti ini dapat sekaligus untuk
memeriksa usus halus.
Sampai di caecum kemudian periksa appendix secara makroskopis. Lalu lepaskan
caecum sampai seluruh usus besar terlepas.Sampai ke rectum usus di urut supaya
kotoran naik keatas , setelah bersih kemudian ikat.
Pada rectum, usus diurut keatas dengan tujuan untuk membersihkan kotorannya.
Setelah yakin bersih, ikat pada pangkalnya kemudian ikat lagi agak keatas dan
dipotong diantara kedua ikatan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan diafragma yang dimulai dari dinding
dinding dada sebelah kanan yang kemudian diangkat kesebelah kiri dengan
bantuan tangan kiri untuk melindungi organ organ yang ada dibawahnya.
Demikian juga dengan diafragma pada bagian yang sebelah kiri caranya sama
dengan yang sebelah kanan dengan cara memotong diafragma menyusuri dinding
dada, kemudian setelah terlepas alat alat rongga perut akan keluar semua dengan
penarikan.
Kemudian dilakukan pemisahan alat-alat rongga panggul dengan jaringan
sekitarnya. Buli-buli atau kandung kencing dilepaskan dari sekitarnya dengan
cara memasukkan tangan kira-kira subperitoneum, kemudian melepaskan
jaringan sekitarnya sehingga seluruh jaringan terlepas, agar alat alat seperti
uretra,rectum dan pada wanita yaitu vagina terlepas dari jaringan sekitarnya dan
kemudian dipotong. Pada laki laki setinggi prostat dan pada wanita setinggi
sepertiga proksimal dari vagina. Kemudian dilakukan juga pemotongan
pembuluh-pembuluh iliaca sehingga seluruhnya terlepas.

VI. Membuka Kepala


-

Pada daerah kepala diikatkan melingkar benang putih, sebagai tanda posisi kulit
kepala yang akan dipotong, yaitu mulai belakang telinga kanan sampai telinga
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

84

kiri. Kulit kepala dikelupas, mula-mula dengan pisau tumpul, dibantu secara
tajam dari permukaan, sampai kearah depan hingga ke supra orbita dan bagian
belakang sampai kearah oksipital yang paling tengah.
Kepala dibuka dengan cara membuat irisan pada kulit kepala dimulai dari
processus mastoideus melingkari kepala kea rah puncak kepala (vertex) dan
berakhir pada processus mastoideus sisi lainnya. Kulit kepala kemudian dikupas
kea rah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas margo supraorbitalis dan
ke arah belakang sampau sejauh protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan
catat kelainan yang didapatkan, baik pada permukaan dalam kulit kepala maupun
pada luar tengkorak. Untuk membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian
tulang tengkorak melingkar di daerah frontal kurang lebih 2 cm di atas margo
supraorbitalis kea rah temporal 2 cm di atas daun telinga. Penggergajian harus
hati-hati dan dihentikan setelah tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap
tengkorak selanjutnya dilepas dengan pahat T dengan mencongkel garis
penggergajian.
Setelah atap tengkorak dilepaskan diperhartikan adanya kelainan pada permukaan
dalam atap tengkorak maupun pada duramater yang tampak. Duramater kemudian
digunting mengikuti garis penggergajian dan daerah subduraldiperiksa apakah
ada perdarahan, pengumpulan darah.
Otak dikeluarkan dengan memasukkan 2 jari tangan kiri di garis pertengahan
daerah frontal antara baga otak dan tulang tengkorak. Dengan sedikit menekan
baga frontal akan tampak falk serebri yang dapat dipotong atau digunting sampai
dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri tersebut kemudian mengangkat baga
frontal dan memperlihatkan nn. Olfaktorius, nn optikus yang kemudian dipotong
sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dilakukan pada
aa. Carotis interna yang memasuki otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada
dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat ke salah satu sisi serta jari-jari
tangan kiri sedikit menarik/mengangkat baga pelipis sisi yang lain, tentorium
cerebelli akan jelas tampak dan mudah dipotong dimulai dari foramen magnum
ke arah lateral menyusuri tepi belakang karang tengkorak (os petrosum).
Kepala kemudian dikembalikan pada posisi semula dan batang otak dapat
dipotong melintang dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam foramen
magnum.
Dengan tangan kiri menyanggah daerah bagian occipital, dua jari tangan kanan
dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri batang otak yang telah terpotong
kemudian menarik bagian bawah otak ini dengan gerakan meluksir hingga keluar
dari rongga tengkorak.
Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus
dilepaskan dari dasarnya agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar
tengkorak.
Timbang otak. Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang
ditemukan. Pada daerah ventral perhatikan keadaan sirkulus willisi. Perhatikan
bentuk cerrbellum. Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan
pemotongan pada pedenculus cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian
dipisahkan llagi dari batang otak dengan melakukan pemotongan pada
pedunculus cerebella. Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap
pemeriksa. Lakukan pemotongan otak besar secara melintang, perhatikan
penampang irisan. Perhatikan dan catat setiap kelainan yang dapat ditemukan.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat irisan melintang catat
kelainan yang ditemukan.
Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medulla oblongata samapai ke
bagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan dan catat setiap kelainan.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

85

Kalau kita mencurigai daerah yang berwarna agak gelap, maka daerah tersebut
kita sayat sedikit dan kita lihat apakah ada perdarahan pada massa
kelabunya(substansia grisea),kalau tidak ada berarti bukan. Selanjutnya kita
lakukan pemeriksaan dengan pemotongan otak kita lihat penampangnya.
Kemudian timbang untuk mengetahui beratnya.

VII. Pemeriksaan Alat Rongga Leher Dan Dada


-

Kemudian kita akan melakukan pemeriksaan alat-alat rongga leher dan dada.
Letakkan bagian depannya ke bawah sehingga bagian belakangnya terlihat dari
esofagus pada bagian teratas. Dari kerongkongan sampai esofagus dibelah dan
dibuka untuk melihat apakah ada isinya dan bagaimana keadaan selaput
lendirnya. Kemudian esofagus dipisahkan dari trakea. Singkirkan agak ke
samping kemudian kita membuka trakea dengan gunting sampai percabangannya
sampai ke paru-paru. Hal yang sama kita menilai apakah ada isinya dan
bagaimana keadaan selaput lendirnya.
Selanjutnya kita memeriksa tulang hyaoid (tulang lidah), tulang rawan gondok,
dan tulang cincin apakah ada kelainan dan patah tulang.
Kemudian dibalik dan kita melakukan pemeriksaan pada leher bagian depan.
Pada daerah ini kita memeriksa lapis demi lapis jadi jaringan lunak mulai dari
jaringan ikat kita lepaskan sampai dengan otot kita lepaskan sambil memeriksa
apakah ada perdarahan di antara otot. Pemeriksaan otot-otot leher ini berguna
untuk mengetahui adakah kekerasan pada leher yang sifatnya agak lunak
sehingga perdarahan akan terlihat di otot-otot tapi tidak terlihat di subkutis.
Dengan terkelupasnya otot-otot maka kita dapat melihat kelenjar gondok.
Kelenjar gondok ini kemudian kita pisahkan. Inilah kelenjar thyroid yang sudah
lepas, dan dinilai bagaimana warna, konsistensinya, apakah ada kelainan atau
resapan darah.
Jantung kita pegang dan kita tarik ke atas sehingga ada diatas dan kita lepaskan
dari jaringan sekitarnya pada sejauh mungkin dari jantung.
Inilah kelenjar gondok. Inilah kelenjar tiroid yang sudah terlepas. Dinilai
bagaimana warnanya, konsistensinya, dan adakah kelainan di dalamnya, atau
resapan darah.
Jantung kita pegang ditarik ke atas sehingga kita lihat dia di atas, dan kita
lepaskan dari jaringan sekitarnya.
Paru-paru di periksa dengan cara: pertama inspeksi, dilihat apakah ada daerahdaerah perdarahan, daerah-daerah aspirasi darah, atau cidera, atau luka-luka,
infeksi sebelumnya, atau perlekatan dan sebagainya. Umumnya pau-paru yang
normal berwarna merah kelabu agak ungu. Kemudian kita melakukan perabaan.
Paru yang normal akan teraba seperti busa atau spons, atau teraba derik udaranya.
Sesudah kita periksa seluruhnya baru kita melakukan pemotongan. Kita pisahkan
dulu dari jaringan sekitarnya, kemudian paru akan dibelah untuk melihat
penampangnya. Pada penampang kita lihat apakah mengalir cukup darah dari
potongan, dan cairan atau busa. Adanya darah dan busa yang berlebihan
menunjukkan adanya oedema paru dan perbendungan. Paru-paru ditimbang. Paru
paru yang normal memiliki berat kurang lebih antaa 225 300 gram. Pada paruparu ini terlihat lebih dari 400, mungkin sedikit oedema.
jantung diperiksa dengan, mulai dari bagian anterior. Jadi anterior terletak di
atas, tentu saja berarti daerah yang tipis dindingnya, yaitu daerah kanan.
Kemudian kita nilai permukaannya adakah bercak-bercak perdarahan, bercakbercak sikatriks, atau titik-titik perdarahan. Kemudian kita periksa pembuluh nadi
koroner bagian depan. Arteri koroner kita nilai dengan cara memotong daerah
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

86

tersebut sehingga melihat penampangnya. Ini yang dipotong adalah pada daerah
arteri -- ramus desendens arteri carotis sinistra. Yang terlihat ini adalah pembuluh
nadi yang masih tidak menebal dindingnya dan masih kolaps artinya dia tidak
mengalami asklerotik.
Dan dibuka lebih dahulu, dengan cara pertama-tama kita buka dahulu pada
daerah atrium. Hubungkan terlebih dahulu antara lubang atau muara dari vena
cava superior dengan vena cava inferior, sehingga akan telihat satu lubang yang
besar pada daerah jantung, atau atrium kanan. Kemudian tusukkan pisau hingga
ke ventrikel sampai mendekati apeks dan dipotong ke arah lateral, sehingga
terbuka baik atrium maupun ventrikel kanan. Kita periksa kemudian adakah
kelainan, lepaskan beberapa jaringan yang masih mengikat. Kemudian anda
periksa katup serambi-bilik kanan. Jadi diperiksa adakah kelainan dan kemudian
diukur. Ukuran ini adalah ukuran lingkaran katub serambi bilik kanan
Kemudian potong dengan gunting dari ujung bawah atau apeks ke atas mendekati
lebih kurang 1 cm dari sisi septum dan keluar di arteri pulmonalis. Ditemukan
katup pulmonalis, kemudian diperiksa ada kelainan atau tidak, lalu diukur.
Lanjutkan pemeriksaan pada jantung sisi kiri, jantung sebelah kiri ototnya lebih
tebal, ukur aorta. Lakukan pemeriksaan penampang sekat ventrikel dengan cara
meletakkan di atas meja dan memotong dengan arah mendatar, maka terlihat
penampang otot-otot sekat ventrikel, yang diperiksa adalah apakah ada bercakbercak perdarahan atau bercak-bercak sikratik.
Tebal otot jantung ventrikel kanan kiri dan sekat ventrikel diukur dengan cara
membuat potongan tegak lurus, kemudian diukur ototnya pada potongan
penampang tadi.
Demikian halnya dengan dinding sebelah kiri lebih tebal, ototnya tanpa lemak. Ini
arteri koronaria jantung,diperiksa apakah ada sumbatan pada bagian muara atau
apakah ada pengapuran atau ketebalan.
Kemudian kita lakukan pemeriksaan ke alat-alat rongga perut. Limpa dilepaskan
dari jaringan sekitarnya.
Kemudian diperiksa permukaannya, warnanya, adakah kelainan, kemudian
dipotong untuk melihat penampangnya. Dilakukan pengikisan, pada limpa yang
normal tidak banyak terjadi fibrosis. maka pada pengikisan jaringan akan banyak
yang ikut terbawa. Kemudian limfa di timbang. Saat menimbang bagian belakang
atau posterior terletak diatas. Kemudian rapikan daerah urogenitalnya, kemudian
kita akan mencari kelenjar supra renal, kiri maupun kanan, diafragma diangkat,
sehingga disana terlihat jaringan yang terletak di sub diafragma, disana akan
ditemukan kelenjar supra renal.
Ini adalah kelenjar anak ginjal sebelah kanan. Kelenjar supra renal dilepaskan,
kemudian dilepaskan dari jaringan sekitarnya, kelenjar supra renal ini bentuknya
biasanya tidak beraturan, trapezium, segitika dan seterusnya. Kalau kita potong
penampangnya akan terlihat daerah kuning (kortexnya kuning), daerah tengahnya
atau medullanya berwarna coklat. Dengan cara yang sama dicari juga, dilepaskan
kelenjar supra renal yang sebelah kiri, dilepaskan dan dipisahkan, kemudian
traktus urinarius dipisahkan dari yang lain, yaitu ginjal, ureter dan buli-buli,
berikut rectum yang melekat pada daerah sekitar buli-buli. Aorta dibuka dari atas
kebawah, kemudian diteliti adakah kelainan, dilaporkan , kemudian pada
percabangannya ke arteri renalis dibuka untuk menuju kearah ginjal dan melihat
apakah ada kelainan atau tidak.
Ini adalah jaringan traktus urinarius, ginjal, ureter dan buli-buli , jadi kemudian
nanti diperiksa dengan membelah ginjal, periksa ginjalnya, penampangnya dan
kemudian membelah mengikuti ureter sampai ke buli-buli. Kemudian membuka
ginjal dengan memotong jaringan ikat ginjal, dibuka dengan menggunakan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

87

pingset. Pada perinsipnya pada waktu kita memotong ginjal, sedikit saja untuk
memotong simpai ginjal. Dan simpai ginjal ini dikupas dilepaskan dari jaringan
ginjalnya secara tumpul. Baru kemudian kita periksa permukaan luar ginjal, dan
setelah itu kita membelah ginjal. Penampang ginjal diperhatikan, dinilai, Ginjal
yang baik korteksnya kira kira menempati 1/3 dari total ginjal. Kita bisa lihat
daerah korteks dan medulla dibedakan, kemudian kita periksa kaliksesnya, lalu
radiks, kandung kencing.
Pankreas dicari, dipisahkan dari sekitarnya dan kemudian kita nilai deskripsinya.
Setelah kita deskripsi dilakukan pemotongan untuk melihat penampangnya dan
kemudian ditimbang. Diperiksa, lepaskan jaringan diafragma dari hati. Hati
diperiksa permukaannya, permukaan hati yang baik biasanya berwarna merah
coklat, permukaan licin, tepi tajam dan permukaan rata dan kemudian pada waktu
pemotongan melihat penampang, maka penampangnya memperlihatkan
gambaran kelenjar hati yang jelas.
Lambung dibuka berisi sisa makanan diantaranya terlihat nasi dan selaput lendir.
Selaput lendirnya berwarna putih kemerahan.
Rongga tengkorak kosong kemudian otak masuk dalam rongga tengkorak
Setelah itu tulang tengkorak ditutup kembali
Dijahit dimulai dari ujung sebelah kanan
Ini bekas-bekas jahitan padat dan tidak longgar
Persiapan jahitan tubuh
Tulang dada di jahit kembali, didekatkan iga-iganya
Bekas irisan kurang lebih tiga jari, masukkan kembali organ ke dalam perut
Dijahit mulai dari tepi atas tulang kemaluan sesuai dengan bekas potongan terus
ke atas, mulai lagi didekatkan dan dijahit rapi dengan benang nilon
Jenazah dicuci dari kumpulan-kumpulan darah
Kemudian jenazah diangkat untuk disimpan diletakkan di dalam kulkas.

OTOPSI

Persiapan Melakukan otopsi

Pembukaan rongga dada


Prosedur melakukan otopsi
Mengeluarkan alat2 rongga leher
Mengeluarkan alat2 rongga perut

Ed. 31th by : XXII D & XXIII H


MembukaRomans
kepala

88

Skema. Langkah Melakukan Otopsi

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

89

BAB VI
CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN
Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan
Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap
timbulnya kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik :
- tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik :
- suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi :
- asam
- basa
- intoksikasi
Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian :
1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme
KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ?
Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan merupakan permasalahan yang harus
dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik, karena
baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda,
baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun proses peradilan.
1. Kematian karena kecelakaan
Kematian karena kecelakaan (accidental death) masih merupakan kasus yang
masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering
dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak
ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah akan adanya unsur-unsur
kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam pengertian
kecelakaan disini adalah :
Kematian yang terjadi sewaktu seseorang penderita kelainan didalam kehidupan
seksualnya, dan melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan
cara-cara yang tidak wajar pula. Kematian disini dikenal dengan autoerotic death.
Kematian karena tergantung atau accidental hanging death, biasa terjadi pada anakanak; dimana anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

90

mempunyai jaruji, atau tersangkut lehernya pada percabangan pohon yang


berbentuk V.
Kematian karena tersumbatnya jalan udara pernafasan oleh sesuatu benda
(Chocking death). Hal ini sering terjadi pada orang-orang jompo, dimana gigi
palsunya tertelan atau gumpalan daging yang menyumbat jalan udara pernafasan
secara tidak langsung.
Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat hebat (Crushing death),
sehingga dinding dada tidak dapat berkembang dengan demikian berarti pernafasan
akan terhenti.
Kematian karena arus listrik atau electrical shock deaths sering terjadi pada waktu
musim hujan dan orang menutupi kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi
dengan tidak disadari terpegang kabel beraliran listrik yang isolatornya tidak baik,
atau korban memegang atap seng yang bersentuhan dengan kabel listrik tadi.
Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama dimusim hujan yang
menyebabkan banjir. Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat
kecelakaan, non-kriminal sehingga pembedahan mayat pada kasus tenggelam sering
tidak diperlukan. Namun kemungkinan adanya unsur kriminal tetap harus difikirkan
terutama jika ada petunjuk-petunjuk kearah itu.
Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang diuraikan, Penyidik,
dokter atau bahkan orang awam dengan mudah dapat melihat dan menemukan tandatanda kekerasan yang dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar
karena arus listrik, tanda-tanda tergantung yang jelas dan tanda-tanda mati lemas.
Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik ternyata tidak
ada unsur kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu penyidik dihadapkan pada
permasalahan apakah korban perlu dilakukan bedah mayat atau cukup hanya
pemeriksaan luar saja.
Perlu tidaknya suatu tindakan atau langkah yang harus diambil tergantung
sepenuhnya pada Penyidik sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik
memang tidak ada unsur kriminal maka pemeriksaan luar saja cukup dan dapat
dipertanggung jawabkan serta tidak bertentangan dengan peraturan (H.A.P.) yang
berlaku. Akan tetapi bila penyidik berkesimpulan akan adanya unsur memerintahkan
dokter untuk melakukan pembedahan mayat demi kelengkapan alat bukti di
persidangan.
2. Bunuh diri atau pembunuhan ?
Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan di TKP,
pemeriksaan mayat, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para saksi dan
lain sebagainya.
Pemeriksaan di TKP
Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi, pintu dikunci dari dalam,
keadaan ruangan tenang dan teratur rapih, alat yang sering dipakai biasanya alat yang
ada di dalam ruangan itu sendiri, alat tersebut biasanya masih ada, sering didapatkan
surat-surat peninggalan yang isinya berkisar pada keputus-asaan atau merasa bersalah;
korban berpakaian rapih dan dalam keadaan baik.Keadaan bercak darah, berkumpul
pada satu tempat/tergenang, bercak yang terdapat pada pakaian distribusinya teratur
mencari tempat yang terendah tergantung dari tempat luka yang mengeluarkan darah.
Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan ruang kacau balau dan
sering ada barang yang hilang, alat yang dipakai biasanya alat yang
dibawa/dipersiapkan oleh pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak ditemukan di
tempat kejadian, pakaian korban tidak beraturan dan sering terdapat robekan dan
mungkin pula dapat ditemukan surat yang bernada ancaman. Bercak atau genangan
darah tidak beraturan menunjukkan arah pergerakan dari korban sewaktu korban
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

91

berusaha menghindar, dapat tampak bercak darah yang menunjukkan bahwa korban
diseret, bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika korban
tersudut pada dinding.
Pemeriksaan mayat
Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam
Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut bagian atas
atau pergelangan tangan, sering ditemukan luka-luka percobaan yang berjalan sejajar
baik disekitar luka yang fatal maupun pada bagian tubuh lain. Pada pembunuhan tidak
ada tempat khusus, jumlah luka sering lebih dari satu, adanya luka pada bagian
belakang merupakan ciri khas pembunuh, pada lengan dan telapak tangan sering
didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa kasus kadang-kadang korban selain
ditusuk juga dihantam dengan bagian tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat
benda tajam didapatkan luka akibat benda tumpul.
Pada kasus mutilasi
Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal
dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal
dengan sebutan mutilasi. Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi
mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian
penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan untuk
menghilangkan jejak si pembunuh.
Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang harus diperoleh
kejelasannya baik bagi dokter yang membuat Visum et Repertum dan khususnya bagi
penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga proses
penyidikan dan peradilan dapat berjalan dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah :
1. Apakah bagian-bagian tubuh itu memang berasal dari tubuh manusia ?
2. Jika bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal
dari orang yang sama/satu individu ?
3. Identitasnya ?
4. Apa yang menyebabkan kematian ?
Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila
tubuh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan
pemeriksaan visual sukar dipastikan, maka perlu di lakukan pemeriksaan secara
serologis, yaitu test precipitin.
Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tubuh korban
tidak terlalu banyak dipotong-potong, yaitu dengan melakukan pemeriksaan yang teliti
dari tepi/pinggir potongan tubuh dan dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan tubuh
lainya, apakah cocok atau tidak, bila memang berasal dari satu orang maka didalam
melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai.
Penentuan identitas tidak sulit bila tubuh korban dalam keadaan cukup baik,
didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta pemeriksaan perhiasan
sangat bermanfaat bila dilakukan denga cermat, tepat dan teliti.
Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keadaan tubuh yang terpotongpotong tersebut masih lengkap dan dalam penentuan penyebab kematian ini
pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan.
Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi
Ke-tujuh potong bagian-bagian tubuh yang diperiksa ternyata merupakan satu
kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka terbuka dan patah tulang pada
kepala disebabkan karena kekerasan benda tajam dan tumpul. Adapun kekerasan tajam
lainnya yang menjadikan tubuh korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah
korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul
pada kepala.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

92

Melihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya pemotongan


dilakukan dengan gergaji dan penggergajian dilakukan pada posisi tubuh korban
terlentang.
Dari kesimpulan Visum et Repertum seperti di atas telah tercakup empat
masalah pokok yang harus dapat diperoleh kejelasannya didalam melakukan
pemeriksaan kasus mutilasi, dengan demikian proses penyidikan (termasuk interogasi
dan rekonstruksi), serta proses peradilan dapat berjalan dengan lancar.
Tabel. 6.1 Cara Kematian Akibat Senjata Tajam
Faktor

Pembunuhan

Bunuh diri

TKP

Lokasi
Kondisi
Pakaian
Senjata
Surat peninggalan

Variabel
Tidak teratur
Tertembus
Tidak ada
Tidak ada

Tersembunyi
Teratur
Terbuka, luka tampak jelas
Ada
Ada (seringkali)

Luka

Titik anatomis
Jumlah (fatal)
Luka percobaan
Luka tangkis
Tanda pergulatan
Mutilasi*
Arah irisan

Variabel
Satu atau lebih
Tidak ada
Ada (biasanya)
Ada (biasanya)
Ada (dapat)
Variabel

Tertentu
Biasanya Satu
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sejajar

*) Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan
setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan
memudahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban.
Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul
Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan
hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri
dengan benda tumpul sangat jarang, karena biasanya akan mendatangkan rasa nyeri
yang hebat dan perlu waktu yang lama.
Pada kasus dengan menggunakan senjata api
Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi,
mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban,
kidal atau tidak.
Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya
luka tembak masuk yang terdapat pada bagian belakang menunjukkan kasus
pembunuhan. Pada kasus kecelakaan tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di
TKP serta informasi para saksi penting.
Bila didalam tubuh korban ditemukan anak peluru maka anak peluru tersebut
perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal ukuran panjang, garis tengah/kaliber,
warna logam, jumlah dan arah galangan serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada.
Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat,
hal mana untuk memudahkan untuk mengingat kembali dipersidangan dan untuk
menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut.
Apakah korban seorang kidal ?

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

93

Untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atau tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana, pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut :
Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan
korban, misalnya titik-titik tersebut letaknya 10 sentimeter dari siku. Kemudian dengan
alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri
dan kanan pada ketinggian sesuai dengan titik yang sudah ditentukan.
Jika ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini
berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Bila
lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari lingkaran lengan kanan, ini berarti korban
adalah seorang yang kidal.
Pada kasus dengan menggunakan alat penjerat
Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat
pada leher berjalan dengan letak simpul pada sebelah atas, jumlah lilitan sekali atau
sering berulang kali, simpulnya simpul hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan
luka lecet tekan berwarna merah coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya
sesuai dengan letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jerat dapat ditemukan
gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh darah yang merupakan tanda intra
vital.
Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata, muka
dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam mayat pada ujungujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak sembab, lebih gelap, mata
dapat menonjol keluar demikian pula halnya dengan lidah.
Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan
simpul mati dan letak alat penjerat umumnya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah
dan kelenjar gondok, pada daerah leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas pencekikan
yang berbentuk luka lecet seperti bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang
demikian tulang lidah korban dapat patah.
Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh
karena hal lain/mekanisme kematian lain, seperti reflek vagal yang menyebabkan
terhentinya denyut jantung, otak tidak mendapat oksigen cukup oleh karena jeratannya
sangat kuat menekan semua pembuluh darah yang menuju ke otak atau karena
terjadinya patah atau diskolasi ruas tulang leher yang berakibat putusnya sumsum
tulang belakang.
Penjeratan dengan tangan (manual strangulation)
Penjeratan dengan mempergunakan tangan sendiri adalah hal yang tidak
mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya
kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti.
Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu merupakan kasus
pembunuhan.
Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanya jejas kuku (luka lecet
tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan adanya memar di
daerah tersebut. Jika pencekikan dilakukan dengan mempergunakan satu tangan yaitu
tangan kanan maka jejas kuku ataupun memar akan tampak lebih banyak pada daerah
leher sebelah kiri (akibat tekanan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya
sedikit (akibat tekanan dari ibu jari).
Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khususnya pada orang-orang tua
dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam
akan tampak adanya pendarahan pada jaringan dibawah kulit dan otot yang sesuai
dengan jejas kuku; patahnya tulang lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kasus
pencekikan.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

94

Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera dapat


ditangkap, maka pemeriksaan kuku dari si tersangka tersebut (dengan mengerok kuku
bagian dalam), harus dikerjakan dengan tujuan mencari jaringan kulit atau darah dari
korban yang terbawa pada kuku si tersangka pelaku pencekikan tersebut; demikian pula
pemeriksaan zakar untuk mencari sel-sel epitel dinding vagina bila motif seksual
merupakan alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut.
Tabel.6.2 Cara Kematian Pada Penggantungan
TKP

Faktor

Pembunuhan

Bunuh diri

Lokasi
Kondisi
Pakaian
Alat

Variabel
Tidak teratur
Variabel
Berasal dari si
pembunuh

Tersembunyi
Teratur
Rapih dan baik
Berasal dari alat yang
tersedia di tempat

Tidak ada
Variabel, bila
terkunci dikunci
dari luar

Ada (seringkali)
Terkunci dari dalam

Mati (biasanya)
Hanya sekali

Hidup
Sekali tapi sering
berulang kali
Serong keatas

Surat/catatan
peninggalan
Kamar

Alat penjerat

Simpul
Lilitan

Arah
Mendatar
Jarak
simpul
dengan tumpuan
Lebih dekat
Korban

Jejas jerat

Jejas berjalan
mendatar

Perlawanan
Luka-luka lain
Jarak
lantai

Ada (biasanya)
Ada (sering
didaerah leher)
dengan Jauh

Jauh
Jejas, merah coklat
seperti perkamen;
serong
Tidak ada
Tidak ada (biasanya)
Luka percobaan
Dekat, seringkali
masih menempel

* dijerat kemudian digantung


Pada kasus dengan menggunakan racun
Jika racun yang dipakai itu mempunyai bau atau mempunyai sifat korosif seperti
halnya asam sulfat pekat, maka pada umumnya kasusnya adalah kasus bunuh diri; hal
ini akan lebih ditunjang bila racun yang bersifat korosif tadi menyebabkan luka bakar
yang teratur mulai dari mulut, mengalir kedagu, leher bagian depan dan dada pada
bagian tengah.
Pada kasus keracunan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis untuk
mendapatkan racun pada tubuh korban mutlak harus dilakukan, oleh karena dari hasil
pemeriksaan tersebut akan dapat diketahui apakah sebab matinya korban karena
keracunan atau karena hal lain misalnya di bekap dan racunnya dituangkan kemulut
korban setelah korban mati.
Pembunuhan dengan racun biasanya memerlukan persiapan yang teliti dengan
dibekali pengetahuan yang memadai pula. Jika yang dipakai adalah racun yang bersifat
korosif pembunuhan dapat dengan mudah diketahui, oleh karena pelaku kejahatan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

95

biasanya menyiram korbannya, dengan demikian bercak luka bakar pada korban
sangat tidak beraturan.
Pada keracunan morfin kematian pada umumnya bersifat kecelakaan, oleh karena
korban tidak mengetahui dengan tepat berapa dosis morfin yang masuk kedalam
tubuhnya. Pembunuhan dengan menyuntik morfin dapat pula terjadi, yang biasanya
dilakukan oleh para pengedar morfin yang takut korban membuka cara operasi
pengedaran morfin.
3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam
Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah satu bentuk dari mati
lemas/asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam
seluruhnya atau sebagian terbenam didalam benda cair.
Penyidikan pada kasus-kasus tersebut perlu dilakukan dengan baik. Penyidikan
ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu
terbenam ataukah sudah menjadi mayat sewaktu dibenamkan, juga untuk penentuan
apakah kasus terbenam itu kasus kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Tanda-tanda pada pemeriksaan luar
- Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penurunan suhu
mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu
rata-rata 5F per jam dan biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu
lingkungan salam waktu sekitar 5-6 jam.
- Lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan
gas CO, lebam mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan
dada.
- Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih, ini merupakan
petunjuk bahwa korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia
pada umumnya. Busa tersebut lama-lama akan berwarna kemerahan dan
bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi khususnya bila dada korban
ditekan.
- Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
- Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda
pasir, dahan atau rumput (ingat cadaveric spasm), bila keadaan ini
didapatkan pada kasus hal tersebut merupakan petunjuk kuat bahwa
kematian korban karena terbenam atau menunjukkan intravitalitas.
Tanda-tanda pada pemeriksaan dalam/bedah mayat
- Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air (pasir, tumbuhan
dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan
cabang-cabangnya. Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan
dalam paru-paru dan organ tubuh lainnya.
- Pada terbenam di air tawar (fres water drowning), paru-paru sangat
mengembang, pucat, berat dan bila ditekan akan mencekung, keadaan
mana dikenal dengan nama emphysema aquasum, teraba krepitasi dan
paru-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkan dari rongga dada,
dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan bentuknya,
pada pemijitan keluar sedikit busa dan sedikit cairan.
- Pada kasus yang terbenam dalam air seni (salt waterdrowning), paru-paru
berat, penuh berisi air, perabaan memberi kesan seperti meraba jelly dan
bila dikeluarkan dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan
sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar.
Jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan
di atas hal ini masih mungkin, dimana kematian bukan karena mati lemas akan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

96

tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang
yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang, hal ini akan
menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen
sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan
kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru
akan menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorok dan
terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghambatan jantung oleh karena
stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian, didalam hal ini masuknya
air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal tenggorok (naso
faring dan laring).
- Dalam lambung dan organ-organ dalam tubuh serta sumsum tulang dapat
ditemukan pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti
Lumpur, tumbuhan dan secara mikroskopis dapat dilihat adanya ganggang.
Pada setiap kasus terbenam bedah mayat perlu dilakukan terutama bila
penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang
bersangkutan.
Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan terutama
bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebut, yaitu: tangan
menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran
pernapasan/pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung,
gambaran paru-paru yang khas serta ditemukannya diatomae didalam alat-alat
dalam tubuh dan sumsum tulang.
4. Penyidikan pada kasus penembakan
Dalam menghadapi kasus penembakan khususnya yang berakibat fatal,
penyidikan harus dapat memperoleh kejelasan dari permasalahan sebagai berikut :
- Apakah luka yang diperiksa memang benar luka tembak,
- Apakah luka tembak tersebut luka tembak masuk atau luka tembak keluar,
- Termasuk jenis apa senjata yang menyebabkan luka,
- Pada jarak berapa penembakan dilakukan,
- Dari arah mana penembakan dilakukan,
- Bagaimana posisi korban dan posisi penembak,
- Apakah penembakan tersebut yang menyebabkan kematian, dan
- Berapa kali korban terkena tembakan
Untuk dapat memperoleh kejelasan tersebut perlu diketahui :
Luka masuk, sebab akibat yang ditimbulkan.
a. Akibat api (flame effect) : Luka bakar, dimana kulit yang terbakar tampak
kering, hangus dan kaku pada perabaan.
b. Akibat asap (smoke effect) : Jelaga, dimana kelim jelaga akan tampak
sebagai suatu lapisan berwarna kelabu kehitaman disekitar lubang luka
mudah dihilangkan dengan cara dihapus.
c. Akibat butir-butir mesiu (gun powder effect): tatto/stippling, dimana
kelim tatto akan tampak sebagai bintik-bintik hitam yang bercampur
dengan luka lecet dan pendarahan, dan tidak dapat dihilangkan bila
dihapus oleh karena butir-butir mesiu tersebut masuk kedalam kulit.
d. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka yang dikelilingi oleh
kelim lecet; dan bila senjata yang dipakai itu sering dibersihkan maka pada
dinding luka dan kelim lecet akan didapatkan pula kelim kesat/kelim
lemak.
e. Akibat partikel logam (metal effect): fouling, yang tampak sebagai
luka-luka lecet atau luka-luka robek kecil-kecil disekitar lubang luka; hal
ini disebabkan oleh partikel-partikel logam yang terbentuk akibat goresan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

97

antara anak peluru dengan laras yang beralur, partikel logam tersebut dapat
masuk kedalam kulit atau menempel pada pakaian.
f. Akibat moncong senjata (muzzle effect): Jejas laras, hal ini dapat terjadi
pada kasus luka tembak temple dan tampak sebagai suatu luka lecet tekan
atau memar yang bentuknya sesuai dengan moncong senjata.
g. Kelainan pada tulang, yang akan tampak jelas pada tulang yang
berbentuk pipih misalnya tengkorak, dimana kerusakan pada permukaan
tulang bagian luar (tabula externa) akan lebih kecil bila dibandingkan
dengan kerusakan pada bagian dalam (tabula interna), ini akan
memberikan gambaran lubang yang berbentuk corong. Pada luka tembak
keluar terjadi keadaan yang sebaliknya.
Luka tembak keluar, dimana dapat memberikan informasi dalam beberapa hal,
yaitu:
- Arah tembakan,
- Sikap dari korban pada saat penembakan, dan
- Jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban.
Pada umumnya luka tembak masuk dan luka tembak keluar tidak mempunyai
kelim lecet. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya perbedaan
besarnya luka tembak keluar tersebut antara lain ;
- Velocity (kecepatan) dari anak peluru sewaktu keluar,
- Luasnya permukaan anak peluru pada tempat keluar,
- Yawing & tumbling of the bullet (pergerakan anak peluru yang tidak
beraturan dalam tubuh dan pergerakan berputar menurut poros memanjang
(end to end))
- Ada tidaknya fragmen-fragmen tulang yang ikut keluar,
- Ada tidaknya tulang dibawah kulit tempat luka tembak keluar, dan
- Ada tidaknya benda yang menekan kulit pada tempat keluarnya anak
peluru.
Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance Shotgun
Wound); akan tampak kelainan yang disebabkan oleh komponen-komponen
yang keluar sewaktu penembakan, yaitu : mesiu, api, asap, pellet dan sumbat
peluru (wad).
Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat membantu didalam
menentukan arah tembakan dan sikap korban sewaktu penembakan, yang pada
umumnya akan memberikan gambaran yang variabel akan tetapi pada
umumnya lukanya berbentuk bundar atau oval dengan tepi yang terangkat
keluar (everted margins).
Pemeriksaan mikroskopis dari luka tembak masuk.
Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, kelainan yang
didapatkan pada dasarnya merupakan akibat dari trauma mekanis dan thermis.
Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan tampaknya perdarahan serta butirbutir mesiu, nekrosis koagulatip dan sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel
basal, demikian pula menjadi piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan
H.E> akan lebih banyak mengambil warna biru (basophilic staining), adalah
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk
Prinsipnya adalah dapat dideteksinya unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu,
misalnya: pada smokeless goundpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulosa
nitrate; sedangkan pada black powder black gunpowder yang dapat dideteksi
adalah karbon, nitrit, sulfid, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat; sedangkan
pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimon dan merkuri.
Pemeriksaan secara radiologis
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

98

Pemeriksaan dengan sinar-X ini dapat banyak membantu didalam hal mencari
anak peluru dan partikel logam dalam tubuh korban, menentukan apakah
korban merupakan korban penembakan dengan senjata api yang tidak beralur
dan pada kasus khusus, yaitu dimana jumlah anak peluru lebih banyak dari
jumlah luka tembak pada penembakan dengan senjata api yang beralur
(tandem bullet injury).
Internal ricochet
Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk
dapat menembus dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru
mengenai kepala. Dengan demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak
peluru didalam kepala yang perlu diketahui, yaitu : Single- ricochet, doublericochet, inner tangential at contralateral side, inner tangential at contra lateral
side and ricochet dan inner tangential at entrance side.
5. Penyidikan pada kasus kematian karena terbakar
Didalam melakukan pemeriksaan korban yang terbakar, dokter harus dapat
memberikan kejelasan kepada penyidik dalam hal:
- Apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi?
- Penyebab kematian.
- Identitas korban.
- Perlukaan yang diakibatkan secara langsung oleh api.
- Adanya racun, obat-obatan dan alkohol didalam tubuh korban.
- Cara kematian, kecelakaan atau pembunuhan.
Untuk dapat menentukan apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu
kebakaran itu mulai terjadi mutlak harus dilakukan pembedahan mayat dan
pemeriksaan toksikologis.
Pada korban yang masih hidup sewaktu kebakaran itu mulai berlangsung, pada
pembedahan mayat akan ditemukan adanya pengumpulan dari jelaga didalam
saluran pernafasan serta adanya pembengkakan pada daerah tersebut
khususnya katup pangkal tenggorok (epiglotis), serta pita suara dan daerah
sekitarnya.
Pada pemeriksaan toksikologis akan dapat diketahui bahwa didalam darah
korban mengandung gas karbon-monoksida (CO), dalam bentuk COHb
dengan saturasi diatas 10%.
Bila didalam peristiwa kebakaran itu banyak terbentuk asap yang mengandung
gas CO, maka kematian dapat disebabkan karena keracunan gas tersebut; dan
ini dapat diketahui antara lain dari lebam mayat yang berwarna merah bata
(cherry red), serta alat-alat dalam tubuh yang juga berwarna merah bata,
warna tersebut disebabkan oleh karboksihemoglobin (COHb).
Pada tubuh korban juga dapat ditemukan gelembung-gelembung (skin
blisters), dimana gelembung pada orang yang mati terbakar akan tampak
kemerahan pada dasarnya, cairannya banyak mengandung protein dan pada
pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya reaksi vital, yaitu sel-sel
radang; dimana semua keadaan tadi tidak akan dijumpai pada orang yang
sudah mati pada saat kebakaran itu mulai berlangsung.
Penyebab kematian pada kasus kebakaran dapat dikarenakan oleh pelbagai hal,
diantaranya :
- Panas yang tinggi sekali yang dapat berakhir dengan serangan jantung
yang fatal.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

99

Keracunan gas CO, dimana dalam darah korban akan didapatkan saturasi
COHb diatas 60%.
- Shock sebagai akibat dari luka-luka yang diderita serta akibat uap gas yang
panas.
- Luka-luka yang fatal akibat tertimpa dinding atau atap yang roboh.
- Pembengkakan paru-paru (pulmonary edema), akibat panas yang
mengiritasi paru-paru.
- Pembengkakan saluran pernafasan bagian atas yang mengakibatkan
obstruksi saluran pernafasan sehingga korban tidak dapat bernafas.
Penentuan identitas pada kasus yang mati terbakar amat penting, khususnya bila
kasus yang dihadapi merupakan kasus pembunuhan. Bila tubuh korban
terbakar dengan sempurna maka penentuan identitas tidak mungkin. Akan
tetapi pada kebanyakan kasus pembakaran tersebut tidak sempurna, didalam
kasus seperti ini maka penentuan identitas dapat dilakukan, terutama
penentuan identitas dari gigi, perhiasan logam dan kelainan didalam tubuh
korban seperti adanya tumor pada rahim, adanya pen besi penyambung tulang,
sebagian pakaian dan lain sebagainya yang sukar hancur bila dibakar.
Pada tubuh yang terbakar (mayat atau orang hidup), kulit akan dapat pecah
berbentuk celah hingga dapat disangka sebagai akibat dari benda tajam,
demikian pula dengan pecahnya tulang-tulang yang kesemuanya itu dapat
diketahui dan dibedakan dengan luka-luka atau kelainan yang didapat sewaktu
korban masih hidup, diantaranya dengan ada tidaknya perdarahan serta reaksi
intra vital lainnya.
Pemeriksaan toksikologis pada korban harus dilakukan dalam hubungannya untuk
mencari kejelasan dan pengarahan penyidikan.
Para pecandu alkohol, narkotika obat tidur serta obat bius lainnya oleh karena
kesadarannya terganggu seringkali mati terbakar oleh karena mereka lupa
mematikan rokok, kompor, lampu dan lain sebagainya. Jika dari hasil
penyidikan dapat diketahui bahwa mereka itu memang para pecandu dan
menyalah gunakan obat (drug abuser), maka kematian korban bersifat
kecelakaan; akan tetapi bila penyidikan tersebut tidak memberi hasil seperti
tersebut diatas maka kemungkinan kasus pembunuhan haruslah dipikirkan.
Pada umumnya kematian karena terbakar bersifat kecelakaan, akan tetapi bila pada
pemeriksaan mayat dan dari hasil penyidikan didapatkan keadaan-keadaan
yang menentangkan kecurigaan seperti yang telah disinggung pada 5.1.; 5.2.;
5.3.; 5.4.; dan 5.5., maka pembunuhan sebagai perbuatan orang lain haruslah
dijadikan pedoman utama didalam penyidikan sampai didapat hasil yang baik.
6. Anggapan yang tidak tepat dalam penyidikan kasus pembunuhan
Dalam zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang masih tetap hidup
dikalangan masyarakat termasuk dalam kalangan penyidik sendiri anggapan-anggapan
yang keliru dan tidak tepat mengenai kasus pembunuhan. Anggapan-anggapan tersebut
terdapat di negara-negara yang sudah maju. Berikut ini tertera beberapa anggapan yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu :
Pembunuhan akan selalu dapat segera diketahui.
Si-pembunuh akan selalu kembali ke tempat dimana kejahatan itu dilakukan.
Arah mata dari korban atau posisi lengan korban merupakan petunjuk ke arah mana
si-pembunuh melarikan diri.
Ekspresi wajah korban, terkejut atau ketakutan akan selalu menetap tidak berubah.
Tubuh yang telah tidak bernyawa tidak dapat memberikan keterangan apa-apa.
Rambut dan kuku akan terus tumbuh walaupun korban telah tewas.

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

100

7. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit


Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit (Unexpected Death due to
Natural Disease), pada seseorang terutama bila kematian tersebut terjadi di tempat
umum, seperti di hotel dan khususnya bila terjadi pada seorang tersangka pelaku
kejahatan atau seorang tahanan; merupakan peristiwa yang sensitif sehingga perlu
diselesaikan secara tuntas dan cepat.
Adapun penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak
adalah :
Penyakit pada susunan saraf pusat, yang sering adalah perdarahan spontan yang
disebabkan karena korban menderita penyakit darah tinggi, atau perdarahan
karena penyakit pengerasan pembuluh darah (arteriosklerosis). Perdarahan
spontan yang diakibatkan kedua keadaan tersebut terjadi didalam otak/intra
selebral.
Kematian dapat juga disebabkan karena terjadinya perdarahan di bawah
selaput lunak otak (perdarahan sub-arachnoid), secara spontan, oleh karena
pembuluh nadi menggembung setempat dan dapat pecah sewaktu-waktu,
khususnya bila korban melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Penyakit ini
biasanya menyerang anak muda, merupakan penyakit bawaan dan dikenal
dengan nama aneurysma berry.
Penyakit pada sistem kardio-vaskuler, merupakan penyebab kematian mendadak
yang tersering, khususnya penyakit pada pembuluh darah koroner, baik hanya
berupa penyempitan maupun penyumbatan.
Penyakit jantung yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak adalah :
peradangan, penyakit pada katup serta pecahnya batang nadi tubuh (aorta)
dimana pecahnya aorta sering dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh
nadi jantung (miocard infark).
Penyakit pada sistem pernafasan, yang tersering di Indonesia adalah perdarahan
akibat penyakit tuberkulosa/TBC, dimana darah tersebut menyumbat saluran
pernafasan. Oleh karena adanya perdarahan tersebut sering terjadi kesalahan
penafsiran, yaitu dikaitkan dengan adanya kekerasan.
Penyakit paru-paru lainnya yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak
antara lain ialah : infeksi (pneumonia) asma bronkhiale, bronkhiektasis serta
penyakit diphteria.
Penyakit pada sistim gastrointestinal dan sistim uro-genitalis, penyakit pada
sistim gastrointestinal atau sistim pencernaan yang tersering menyebabkan
kematian mendadak adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana
manifestasinya adalah muntah darah. Penyakit hati yang kronis (sirosis
hepatis) juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung oleh karena terjadi
perbendungan pembuluh balik, dan kemudian pecah ke dalam lambung dan
akhirnya dimuntahkan.
Yang perlu diingat oleh dokter, dalam menghadapi kasus kematian mendadak,
terutama bila dokter tidak pernah merawat korban, maka sebaiknya dokter
jangan membuatkan surat keterangan kematian; kecuali jika ia yakin bahwa
kematian korban menurut pengetahuannya tidak disebabkan oleh tindakan
kekerasan. Pada kasus kecelakaan, yang berarti merupakan kematian yang
tidak wajar dan mungkin akan ada penuntutan, dokter jangan membuat surat
keterangan kematian. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan tubuh
mayat dengan teliti sekali. Jika ada kecurigaan setelah ia melakukan
pemeriksaan, maka pihak keluarga dianjurkan melapor kepada polisi dan
kemudian dibuatkan visum et repertumnya.
Sikap penyidik dalam kasus mati mendadak, penyidik harus melakukan tindakan:
1. Jangan mengajukan pertanyaan yang mendatangkan syok.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

101

2. Tentukan keadaan sekitar korban dan memperkenalkan diri dng keluarga.


3. Berusaha untuk mendapatkan informasi baik di dalam hal penyakit atau
perlukaan dari korban sebelum korban meninggal dunia.
4. Perhatikan tubuh korban :
- Adakah tanda-tanda kekerasan atau perlawanan.
- Adakah tanda-tanda keracunan.
- Adakah tanda-tanda bahwa korban pernah mendapatkan perawatan
atau pengobatan.

BAB VII
TANATOLOGI
VII.1.PENGERTIAN
o Thanatos
: yang berhubungan dengan kematian
o Logos
: ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam arti lain berarti ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan
perubahan postmortem dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.
Dalam arti luas kadang-kadang juga mengenai ilmu yang mempelajari problem-problem
medis dan psikologis yang berhubungan dengan persoalan kematian penderita dan
keluarga yang ditinggalkan.
VII.2. FUNGSI TANATOLOGI :
o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

102

VII.3. PENENTUAN MATI


Dicetuskan DECLARATION OF SYDNEY pada tahun 1968
o Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkan atas pemeriksaan klinis,
dan bila perlu dibantu denganpemeriksaan laboratoris.
o Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan, makapenentuan bahwa seseorang
telah meninggal harusdilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini
bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi nanti

Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang telah meninggal dunia adalah:


terhentinya denyut jantung, terhentinya pergerakan pernapasan, kulit tampak pucat,
melemasnya otot-otot tubuh serta terhentinya aktifitas otak.
Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati
ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi
sementara memungkinkan untuk transplantasi. Secara klinis tidak ditemukan
refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar,
tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar pada auskultasi.
Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt.
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian
somatis ( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati
klinis, kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf
pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang
(listrik) sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4
jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan
sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau
fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih
dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan
subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup
beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah
masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
Mati suri
: Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu
keadaan yang dikenal dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi
karena proses vital dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan,
sehingga secara klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah
terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana.
Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem
tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur
(barbiturat), tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam,
mengalami

Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H

103

Anda mungkin juga menyukai