Anda di halaman 1dari 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI

Mata Kuliah : Ilmu Kedokteran Kehakiman


Kelas :C
Dosen : HARYADI, S.H., M.H
TRI IMAM MUNANDAR, S.H., M.H
AGA ANUM PRAYUDI, S.H., M.Kn

SOAL UAS SEMESTER

1. Bedakan ilmu forensik dengan ilmu kedokteran forensik, Dan Sebutkan Contoh Ilmu Forensik lainnya.

2. jelaskan peran dari ilmu kedokteran kehakiman dalam Penegakan Hukum Pidana

3. Jelaskan Apa Yang Dimaksud Dengan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Surat.

4. Jelaskan Apa Yang dimaksud Dengan Autopsi

5. Jelaskan Penanganan Tempat Kejadian Perkara dalam Penegakan Hukum Pidana


khususnya Pengelolaan Barang Bukti

6. Apa Yang dimaksud dengan Aborsi Dan Sebutkan Pengaturan Hukumnya.


NAMA : ISMAIL ARIF NASUTION
NIM : B10017162
JAWAB :
1. Ilmu forensik yaitu Forensik (berasal dari bahasa Latin forensis yang berarti "dari luar", dan serumpun
dengan kata forum yang berarti "tempat umum") adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Sedangkan ilmu
kedokteran forensik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari dan menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk kepentingan hukum dan peradilan.
Contoh ilmu forensik lainnya yaitu patalogi forensik, odontologi forensik, pemeriksaan bidang fisika
forensik, pemeriksaaan bidang kimia biologi forensik, antropologi forensik, farmasi foresik,dll.

2. Ilmu Kedokteran Kehakiman didalam proses peradilan pidana merupakan subbagian dari kriminalistik
dan bagian dari ilmu-ilmu forensik yang kedudukannya merupakan salah satu dari ilmu-ilmu
pengetahuan pembantu (hulp wettenschappen) bagi hukum pidana, hukum acara pidana didalam
mencapai tujuannya. Berbicara mengenai proses penyelesaian perkara pidana maka secara otomatis akan
membicarakan eksistensi dan luas lingkup dari Hukum Acara Pidana sebagai acuan proses peradilan
pidana yang tujuan utamanya adalah untuk menciptakan kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum
Acara Pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan melakukan pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah
orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
3. Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam
ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik
terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan
keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.
Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai keadaan
terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan
oleh dokter setelah memeriksa (korban).
Bukti visum et repertum ("visum") dikategorikan sebagai alat bukti surat. Hal ini didasarkan pada
ketentuan Pasal 187 KUHAP yang menyatakan:
“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat
oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau suatu keadaan yagn diminta secara resmi dari padanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian
yang lain.”
Dari sini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa visum merupakan surat yang dibuat oleh pejabat
dan dibuat atas sumpah jabatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu, visum masuk dalam kategori alat bukti surat. Dengan demikian visum memiliki nilai
pembuktian di persidangan.

4. Otopsi atau Autopsi (juga dikenal pemeriksaan kematian atau nekropsi) adalah investigasi medis


jenazah untuk memeriksa sebab kematian. Kata "autopsi" berasal dari bahasa Yunani yang berarti
"lihat dengan mata sendiri". "Nekropsi" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "melihat
mayat".Ada 2 jenis otopsi:
a. forensik: Ini dilakukan untuk tujuan medis legal dan yang banyak dilihat
dalam televisi atau berita.
b. Klinikal: Cara ini biasanya dilakukan di rumah sakit untuk menentukan penyebab kematian
untuk tujuan riset dan pelajaran.
5. Adapun kegiatan-kegiatan dalam pengolahan TKP meliputi (Pasal 24 huruf a Perkapolri 14/2012):
mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan saksi/korban
untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya; mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan
barang bukti; dan memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi;
Ketentuan lain yang mengatur tentang Pengolahan TKP adalah Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (“Perkapolri 6/2010”) yang kami akses dari laman resmi Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN). Dari peraturan ini diketahui bahwa pihak yang berwenang melakukan pengolahan TKP bukan
hanya Polri melainkan juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Pengelolaan Barang Bukti adalah tata cara atau proses penerimaan, penyimpanan, pengamanan,
perawatan, pengeluaran dan pemusnahan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan
barang bukti.
Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan mempunyai tugas melakukan pengelolaan barang
bukti dan barang rampasan yang berasal dari tindak pidana umum dan pidana khusus. 
Dalam melaksanakan tugas, Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan menyelenggarakan
fungsi:
a. penyiapan bahan penyusunan rencana dan program kerja;
b. analisis dan penyiapan pertimbangan hukum pengelolaan barang bukti dan barang rampasan;
c. pengelolaan barang bukti dan barang rampasan meliputi pencatatan, penelitian barang bukti,
penyimpanan dan pengklasifikasian barang bukti, penitipan, pemeliharaan, pengamanan, penyediaan
dan pengembalian barang bukti sebelum dan setelah sidang serta penyelesaian barang rampasan;
d. penyiapan pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dalam pengelolaan barang buki dan barang
rampasan;
e. pengelolaan dan penyajian data dan informasi; dan
f. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pengelolaan barang bukti dan barang
rampasan

6. Istilah aborsi berasal dari kata “abortus” yang artinya kelahiran sebelum waktunya. Sinonim dengan itu,
kita mengenal istilah “kelahiran prematur” yang dalam bahasa Belanda disebut “miskraam”, dan atau
disebut pula dengan keguguran.
Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan menghentikan kehamilan atau
mematikan janin sebelum waktu kelahiran tanpa melihat usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan,
apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau mati. Yang dianggap penting
adalah bahwa sewaktu pengguguran kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih hidup. Sedangkan
secara medis, pengertian abortus ialah gugur kandungan atau keguguran dan keguguran itu sendiri berarti
berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan.
Di Indonesia, aborsi ini legal diatur di dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 75. Pada ayat (2) pasal tersebut memberikan ruang untuk dilakukannya tindakan aborsi bagi korban
perkosaan. Pasal tersebut menyatakan bahwa kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan dapat dilakukan aborsi.

Anda mungkin juga menyukai