PEMBUNUHAN
Juni Sariyani
Fakultas Hukum Universitas Bung Karno
Abstrak
Ketentuan Pasal 183 KUHAP ini maka dapat disimpulkan bahwa KUHAP memakai
sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatif. Ini berarti bahwa dalam hat
pembuktian harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa cukup alasan yang didukung
oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh undang-undang (minimal dua alat bukti) dari
kalau ía cukup, maka baru dipersoalkan tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan
forensik dalam kasus pembunuhan menggunakan zat-zat berbahaya atau racun sama
Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Disamping peraturan yang
profesi kedokteran dan standar prosedur operasional yang semua dokter harus patuh
terhadap standar profesi kedokteran dan atau standar prosedur operasional tersebut. Dan
apabila seorang dokter tidak patuh atau melanggar standar profesi kedokteran dan atau
standar prosedur operasional tersebut dapat dikenakan sanski berupa dikeluarkan dalam
I. Latar Belakang
Seorang terdakwa yang terbukti melalui pembuktian hasil pembuktian dengan alat
bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP dapat dibuktikan maka terdakwa dinyatakan
1
sesuai undang –undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan
akan mengungkap semua dengan menghadirkan alat-alat bukti sah menurut undang-
undang yaitu Pasal 184 KUHAP sebagai berikut : 1). Keterangan saksi; 2). Keterangan
ahli; 3). Surat; 4). Petunjuk; 5). Keterangan terdakwa. Peran alat-alat bukti ini sangat
penting disebabkan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan. berkaitan dengan pembuktian maka saksi
adalah orang yang mengetahui tentang suatu peristiwa pidana berdasarkan apa yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu. 1
Keterangan saksi merupakan alat bukti di persidangan dan sangat berguna dalam
mengungkap duduk perkara suatu peristiwa pidana yang nantinya akan dijadikan salah
satu dasar pertimbangan hakim untuk menentukan terbukti atau tidaknya perbuatan
terdakwa serta kesalahan terdakwa.2 Dalam proses persidangan dikenal adanya beberapa
macam saksi, misalnya dilihat dari pihak yang mengajukan dikenal sebutan: “saksi a
charge” atau saksi yang memberatkan dan “saksi a decharge” atau saksi yang
meringankan, dan dilihat dari posisi dalam peristiwa tindak pidana dikenal sebutan :
“saksi korban” atau saksi yang mengalami, “saksi melihat” dan “saksi mendengar”. Jika
keterangan tersebut berupa pendapat diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
1
Berent J. Role of experts in forensic medicine in opinioning for court and insurance agencies.
Arch Med Sadowej Kriminol.
2
Kriangsak Kittichaisaree, International Criminal Law, Oxford University Press
2
kepentingan pemeriksaan, maka hal tersebut dimasukkan sebagai alat bukti “keterangan
ahli”.
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Dalam Pasal 179
ayat (1) KUHAP yang merumuskan bahwa setiap orang yang diminta pendapatnya
sebagai ahli kedokteran kehakiman, dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan
Peran ahli dalam mencari bukti-bukti yang bertujuan untuk membantu penyudik
peristiwa yang terjadi. Salah satu ahli yang diperlukan itu adalah ahli patologi forensik
atau dokter forensik yang dalam ilmu kedokteran didefinisikan sebagai seseorang yang
mempelajari kelainan pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh tindak kejahatan yang
pada tubuh korban kejahatan tersebut terdapat tanda-tanda yang dapat memberikan
petunjuk mengenai jenis tindak kejahatan bila tindak kriminal ini menyebabkan
kematian, sebab kematian dapat ditelusuri melalui pemeriksaan bedah mayat (outopsi).3
Tahun 2001 sebagaimana tersebut di atas, dapat diketahui mengenai jenis tindakan
autopsi atau bedah mayat, meliputi: bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan bedah
mayat forensik. Adanya perbedaan mengenai jenis bedah mayat berhubungan dengan
hakikat dan tujuan dilaksanakannya tindakan pembedahan itu sendiri. Bedah mayat yang
berhubungan dengan pembuktian perkara hukum disebut bedah mayat forensik atau
3
Sampurna Budi, Malpraktek Kedokteran Pemahaman Dari Segi Kedokteran dan Hukum,
3
autopsi forensik. 4 Terkait dengan tulisan ini, kajian mengenai bedah mayat difokuskan
pada tindakan bedah mayat forensik atau selanjutnya menggunakan istilah autopsi
forensik yang menduduki posisi penting dalam penegakan hukum, baik hukum pidana
Dari perspektif hukum pidana, tindak pidana kejahatan terhadap tubuh dan/atau
nyawa di dalam Kitap Undang – Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP)
diformulasikan sebagai tindak pidana materiil atau disebut juga delik materiil. Formulasi
tindak pidana secara materiil berkonsekuensi yuridis di dalam pembuktian perkara, yaitu
antara perbuatan terdakwa disyaratkan harus ada hubungan kausal dengan akibat yang
Khusus pada tindak pidana yang berakibat pada kematian sesorang yang tidak
forensik atas mayat.5 Hasil akhir proses pemeriksaan atas mayat seseorang yang
berhubungan dengan peristiwa pidana, dituangkan dalam bentuk surat, yaitu visum et
repertum atas mayat. Pemeriksaan atas mayat dalam pembuatan visum et repertum dapat
dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu pemeriksaan luar mayat dan pemeriksaan dalam
kematian seseorang, dan hanya melalui bedah mayat forensik penyebab pasti kematian
seseorang dapat diungkap dan diketemukan. Namun demikian, dalam penegakan hukum,
4
Waluyadi, 2007, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum
Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta
5
Bambang Poernomo, 1982, Seri Hukum Acara Pidana Pandangan Terhadap Azaz-azaz Umum
Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta,
4
bedah mayat forensik tidak selalu dilakukan dalam kasus kematian atau berhubungan
dengan peristiwa pidana. Tidak dilakukannya autopsi forensik tidak berakibat pada
bebasnya.
dengan penyelidikan perkara. Dengan bantuan ilmu kedokteran forensik suatu kejahatan
terhadap tubuh atau nyawa dapat ditentukan untuk dilanjutkan atau dihentikan.6
Kematian korban yang disebabkan karena tindakan kekerasan orang lain atau mati secara
alamiah (natural death), dapat diketahui dari bedah mayat forensik. 7 Posisi penting dan
strategis autopsi forensik tidak hanya semata-mata berhubungan dengan menguak misteri
penyebab kematian seseorang, namun demikian dari perspektif hukum pidana, eksistensi
hubungan kausal antara perbuatan terdakwa dengan akibat kematian korban itulah
pertanggungjawaban pidana
Dalam upaya pembuktian hukum bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan
dengan cara meracuni, maka dalam hal ini Ilmu Kedokteran Forensik sangat berperan
dalam melakukan pemeriksaan dan untuk memperoleh penjelasan atas peristiwa yang
terjadi secara medis. Dalam pemeriksaan kasus pembunuhan dengan racun dilakukan
oleh Polri selaku penyidik untuk mendapatkan barang bukti dan selanjutnya pemeriksaan
korban diserahkan oleh dokter forensik untuk memeriksa korban perkosaan yang sudah
meninggal sedangkan untuk korban perkosaan yang masih hidup diperiksa oleh Dokter
Y.A. Triana Ohoiwutun, ‘Urgensi Pemeriksaan Kedokteran Forensik pada Fase Penyelidikan dan
6
5
Spesialis Ahli Toksikologi dan Ahli Forensik dimana hasil pemeriksaannya dituangkan
dalam Visum et Repertum yang berguna untuk pembuktian pembunuhan dengan media
racun di persidangan sebagai alat bukti surat ataupun sebagai keterangan ahli apabila
Permasalahan yang dapat diteliti dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
adalah data sekunder dan undang-undang lain sebagai literatur. Penelitian normatif ini
pengadilan, teori hukum dan dapat berupa pendapat para sarjana. Metode yang digunakan
dalam menganalisis dan mengolah data ini adalah metode analisis kualitatif yaitu dengan
menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-
angka.
IV. Pembahasan
mengungkap duduk perkara suatu peristiwa pidana yang nantinya akan dijadikan salah
6
satu dasar pertimbangan hakim untuk menentukan terbukti atau tidaknya perbuatan
Dalam proses persidangan dikenal adanya beberapa macam saksi, misalnya dilihat
dari pihak yang mengajukan dikenal sebutan: “saksi a charge” atau saksi yang
memberatkan dan “saksi a decharge” atau saksi yang meringankan, dan dilihat dari
posisi dalam peristiwa tindak pidana dikenal sebutan : “saksi korban” atau saksi yang
mengalami, “saksi melihat” dan “saksi mendengar”. Jika keterangan tersebut berupa
pendapat diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan, maka hal
tersebut dimasukkan sebagai alat bukti “keterangan ahli”. Pasal 1 angka 28 KUHAP
menyatakan keterangan ahli menurut adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
Dalam Pasal 179 ayat (1) KUHAP yang merumuskan bahwa setiap orang yang
diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman, dokter ahli lainnya wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan. Peran ahli dalam mencari bukti-bukti yang
diperlukan guna mengetahui rangkaian peristiwa yang terjadi. Misalnya peran dokter
pidana dalam mengungkap bukti-bukti yang dapat berupa tubuh atau bagian dari manusia
9
Nasser,M, Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Mediasi, Makalah Seminar Nasional Tentang
Hubungan Pasien-Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan, Program MIH – UNSOED,Purwokerto,2009.
7
serta memberikan gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara korban dan
Visum et repertum berupa keterangan medis yang sah dan dapat dipertanggung
jawabkan mengenai keadaan korban , terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-
tanda kekerasan. Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis
dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis. Dasar hukum forensik terdapat dalam kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP) dan kitab undang-undang hukum acara pidana
(KUHAP) walaupun sebenarnya tidak ada yang menyebutkan tentang tentang forensik
dalam KUHP dan KUHAP yang diatur dalam KUHP adalah sehubungan dengan ahli
(dalam hal ini termasuk ahli forensik). Dalam KUHP disebutkan bahwa ahli yang
menolak memberi bantuan kepada polisi bisa terancam hukuman pidana sebagaimana
Barang siapa dipanggil sebagai saksi , ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dipenuhinya, diancam:
1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. pasal 522
“Barang siap menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru
bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.”10
Pengaturan dalam KUHAP juga tidak ada yang menyebutkan mengenai forensik.
Yang diatur dalam KUHAP adalah terkait ahli kedokteran merujuk pada macam-macam
forensik yang telah disebutkan diatas, ahli forensik dapat dikatakan sebagai ahli
10
Koeswadji, HukumKedokteran (studi tentang hubungan hukum dalam mana dokter sebagai
salah satu pihak), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998
8
kedokteran. Mengenai ahli kedokteran, pasal 133 ayat (1) KUHAP memberi wewenang
kehakiman jika penyidikan menyangkut korban luka, keracunan, atau mati. Permintaan
Dasar hukum forensik selain yang terdapat dalam KUHP dan KUHAP, hukum
forensik juga terdapat dalam peraturan kepala kepolisian negara republik indonesia
nomor 12 tahun 2011 tentang kedokteran kepolisian yang terdiri dari 4 bab dan 15 pasal.
Dilihat dari segi peranannya dalam penyelesaian kasus kejahatan , ilmu-ilmu forensik
Dalam hal ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana.
cabang yang sangat luas sekali antara ilmu senjata api dan amunisasi
bahwa ilmu tersebut dikeluarkan dari induk aslinya, yakni ilmu kimia
9
langsung dengan masalah kesehatan manusia yang merupakan lapangan
ilmu kedokteran.
/kasus-kasus kriminal lebih banyak pada penanganan kejahatan dari masalah teknis dan
forensik.
maupun mati , menatalaksana kasus sesuai dengan aspek sosio yuridis dan
11
Lamintang P.A.F, delik-delik Khusus, Bina Cipta,Bandung,1986.
10
4) Berperan aktif dalam tim kerja penanganan kasus forensik dan dalam tim
etikomedikolegal RS.
5) Berperan sebagai pengajar dan pembimbing dalam bidang forensik, etik dan
Mertokusumo158 disebut dalam arti yuridis yaitu memberi dasar-dasar yang cukup
kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian
Berdasarkan definisi para ahli hukum tersebut, membuktikan dapat dinyatakan sebagai
proses menjelaskan kedudukan hukum para pihak yang sebenarnya dan didasarkan pada
dalil-dalil yang dikemukakan para pihak, sehingga pada akhirnya hakim akan mengambil
menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap
12
Tjiptomartono Dries AM, Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses penyidikan,
Sagung Seto, Jakarta 2008
11
kebenaran peristiwa tersebut.161 Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu
peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga
harus mempertanggungjawabkannya.
hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum,
dan menilai suatu pembuktian.164 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak
pembuktian dalam Pasal 183 bahwa hakim tidal< boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya. dan jenis-jenis alat bukti yang sah menurut
hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu
1. keterangan saksi;
2. keterangan ah(i;
3. surat;
4. petunjuk; dan
5. keterangan terdakwa.
13
Hartanto dan Murofiqudin, 2001, Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia dengan
Undang-Undang Pelengkapnya, Surakarta, Muhamadiyah University Press
12
a) Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (Conviction
In Time).
harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah
cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya
meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat
dinyatakan bersalah. 14
Kelemahan pada sistem ini terletak pada terlalu banyak memberikan kepercayaan
pengawasan. Hal ini terjadi di praktik Peradilan Prancis yang membuat pertimbangan
berdasarkan metode ini, dan banyak mengakibatkan putusan bebas yang aneh.
b) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Log is
(Conviction In Raisone)
terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim
yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak
14
Waluyadi, 2007, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum
Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta
13
Meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim
mendapat penjelasan adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan
dengan alasan yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian convition in
raisone harus dilandasi oleh "reasoning" atau alasan-alasan dan alasan itu sendiri
harus 'reasonable" yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal dan
conviction in time, karena sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya
terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut undang-undang
yang dapat dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Teori positif wetteljik sangat
Jadi sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan terdakwa, akan
didukung alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus
dan alat bukti yang sah menurut undang-undang Maka terdakwa tersebut bisa
karena menurut cara-cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang-undang
14
kelemahannya terletak bahwa dalam sistem ini tidak memberikan kepercayaan
hukum acara pidana. Sistem pembuktian positif yang dicari adalah kebenaran format,
oleh karena itu sistem pembuktian ini digunakan dalam hukum acara perdata. Positief
Hukum Acara Pidana yang bersifat Inquisitor. Peraturan itu menganggap terdakwa
sebagai objek pemeriksaan belaka; dalam hal ini hakim hanya merupakan alat
perlengkapan saja.
wettelijk). Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit-
dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undang-undang itu ada, ditambah
dengan keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu. Dalam pasal
183 KUHAP menyatakan sebagai berikut : " hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah Ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
183 KUHAP ini, maka dapat disimpulkan bahwa KUHAP memakai sistem
Ini berarti bahwa dalam hal pembuktian harus dilakukan penelitian, apakah
terdakwa cukup alasan yang didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh
undang-undang (minimal dua alat bukti) dan kalau ia cukup, maka baru dipersoalkan
tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa. Teori
15
Yahya Harahap, 1993, Pembahasan dan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka
Kartini, Jakarta
15
pembuktian menurut undang-undang negative tersebut dapat disebut dengan negative
negative, maksudnya adalah bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup
V. Kesimpulan
Ketentuan Pasal 183 KUHAP ini maka dapat disimpulkan bahwa KUHAP
memakai sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatif. Ini berarti bahwa
dalam hat pembuktian harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa cukup alasan yang
didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh undang-undang (minimal dua alat
bukti) dari kalau ía cukup, maka baru dipersoalkan tentang ada atau tidaknya keyakinan
hakim akan kesalahan terdakwa. Akibat hukum terhadap penyimpangan didalam praktek
racun sama dengan penyimpangan dalam praktek kedokteran umum. Peraturan yang
juga standar profesi kedokteran dan standar prosedur operasional yang semua dokter
harus patuh terhadap standar profesi kedokteran dan atau standar prosedur operasional
tersebut. Dan apabila seorang dokter tidak patuh atau melanggar standar profesi
kedokteran dan atau standar prosedur operasional tersebut dapat dikenakan sanski berupa
dikeluarkan dalam Ikatan Dokter Indonesia dan atau dicabut izin praktek.
Peran dokter forensik dapat dilakukan pada tahap penyelidikan yakni saat
pemeriksaan di TKP dan analisis data yang ditemukan, selanjutnya tahap penyidikan
16
yakni pembuatan visum et repertum dan BAP saksi ahli dan hingga tahap persidangan di
ahli juga menjelaskan kaitan mengenai hubungan kausalitas antara korban dan pelaku
17
Daftar Pustaka
Berent J. Role of experts in forensic medicine in opinioning for court and insurance
agencies. Arch Med Sadowej Kriminol.
Kriangsak Kittichaisaree, International Criminal Law, Oxford University Press
Sampurna Budi, Malpraktek Kedokteran Pemahaman Dari Segi Kedokteran dan Hukum,
Waluyadi, 2007, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek
Hukum Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta
Bambang Poernomo, 1982, Seri Hukum Acara Pidana Pandangan Terhadap Azaz-azaz
Umum Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta,
Y.A. Triana Ohoiwutun, ‘Urgensi Pemeriksaan Kedokteran Forensik pada Fase
Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana’ (2014) 1 (2) Jurnal Cendekia
Waskita 109.
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Nyawa, PT. Rajawali Grafindo, Jakarta,2004.
Nasser,M, Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Mediasi, Makalah Seminar Nasional
Tentang Hubungan Pasien-Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan, Program MIH –
UNSOED,Purwokerto,2009.
Koeswadji, HukumKedokteran (studi tentang hubungan hukum dalam mana dokter
sebagai salah satu pihak), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998
Lamintang P.A.F, delik-delik Khusus, Bina Cipta,Bandung,1986.
Tjiptomartono Dries AM, Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses penyidikan,
Sagung Seto, Jakarta 2008
Hartanto dan Murofiqudin, 2001, Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia
dengan Undang-Undang Pelengkapnya, Surakarta, Muhamadiyah University
Press
Waluyadi, 2007, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek
Hukum Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta
Yahya Harahap, 1993, Pembahasan dan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka
Kartini, Jakarta
18