Anda di halaman 1dari 21

Pemeriksaan Jenazah Perempuan pada Kasus Kematian Mendadak

Eggy Fherdyansa
102016148/B4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Eggyfherdyansa20@gmail.com

Abstrak
Ilmu kedokteran forensik, atau yang dikenal juga dengan legal medicine, adalah salah satu
cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran
untuk penegakkan hukum serta keadilan. Salah satunya adalah pentingnya mengetahui segala
aspek yang diduga mempengaruhi kematian perlu diidentifikasi dan dilakukan otopsi lebih
lanjut guna untuk mendapatkan informasi yang bermakna. Secara umum cara kematian dibagi
menjadi dua, yakni wajar dan tidak wajar. Kematian wajar disebabkan penyakit atau usia tua
(>80 tahun), sedangkan kematian tidak wajar disebabkan oleh bebagai jenis kekerasan
(pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan kerja ataupun lalu lintas), kematian akibat tindakan
medis, tenggelam, intoksikasi, dan kematian yang tidak jelas penyebabnya. The World Health
Organization (WHO) mendefinisikan dari kematian mendadak adalah kematian yang terjadi
dalam waktu 24 jam setelah onset dari gejala penyakit, tetapi dalam ilmu forensik
kebanyakan kematian mendadak dapat terjadi dalam hitungan menit atau detik setelah onset
gejala berlangsung. Salah satu penyebab dari kematian mendadak adalah penyakit pada
sistem kardiovaskluar.
Kata Kunci : Forensik, otopsi, Kematian Mendadak.
Abstract
Forensic medicine, also known as legal medicine, is one of the specialist branches of
medicine, which studies the use of medical science for law enforcement and justice. One of
them is the importance of knowing all aspects that are suspected of influencing death need to
be identified and further autopsy carried out in order to obtain meaningful information. In
general, the method of death is divided into two, namely natural and unnatural. Death is
reasonable due to illness or old age (> 80 years), while unnatural deaths are caused by
various types of violence (homicide, suicide, work or traffic accidents), deaths due to medical
action, drowning, intoxication, and deaths of unknown causes . The World Health
Organization (WHO) defines sudden death as death that occurs within 24 hours after the
onset of symptoms of the disease, but in forensic science most sudden deaths can occur within
minutes or seconds after the onset of symptoms takes place. One cause of sudden death is a
disease of the cardiovascular system.
Keywords: Forensics, Autopsy, Sudden Death.

1
Pendahuluan

Ilmu kedokteran forensik, atau yang dikenal juga dengan legal medicine, adalah salah
tastu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu
kedokteran untuk penegakkan hukum serta keadilan.1 Dalam menjalankan tugasnya sebagai
dokter yang diita untuk membantu dalam pemeriksaan kedoktern forensik oleh penyidik,
dokter tersebut dituntut oleh undang-undang untuk melakukannya sejujur-jujurnya serta
menggunakan pengetahuan sebaik-baiknya. Bantuan yang wajib diberikan oleh dokter
apabila diminta oleh penyidik antara lain adalah melakukan pemeriksaan kedokteran forensik
terhadap seseorang, baik pada korban hidup, korban mati maupun terhadap bagian tubuh atau
benda yang diduga berasal dari manusia.1

Pentingnya mengetahui segala aspek yang diduga mempengaruhi kematian perlu


diidentifikasi lebih lanjut guna untuk mendapatkan informasi yang bermakna. Berbagai
temuan yang dapat diidentifikasi seperti jenis luka yang terdapat pada korban, dan ciri – ciri
lain yang merupakan tanda tidak wajar, salah satunya dapat berguna untuk membantu
memperkirakan waktu kejadian.1
Jika terdapat kecurigaan menemukan seorang mayat, seperti pada kasus 3, wajib
dilaporkan kepada pihak yang berwajib, dibutuhkan juga ahli forensik untuk mengetahui
sebab dan mekanisme kematian. Tujuan dibuatnya penulisan ini adalah agar pembaca dapat
mengetahui langkah apa saja yang dilakukan seorang dokter dalam menangani jenazah yang
akan dilakukan penyelidikan serta aspek medicolegal dan hukum yang terkait.1

Kasus

Ditemukan mayat perempuan 60 tahun diruang tengah rumahnya. Di tempat kejadian


perkara di temukan rumah dalam keadaan terkunci, tidak ada barang yang hilang kondisi
rumah sepi, juga tidak terdapat kerusakan pada pintu ataupun jendela. Dari saksi diketahui
bahwa tidak ada orang lain yang masuk kedalam rumah tersebut, perempuan tersebut tinggal
sendiri dan tidak memiliki riwayat penyakit kronis. Pada pemeriksaan tidak ada tanda
kebusukan, terdapat kaku mayat seluruh tubuh, lebam mayat tidak hilang saat di tekan,
terdapat luka lecet pada bagian lengan bawah kiri, di telapak tangan kiri terdapat luka terbuka
tidak rata ukuran 4x3 cm, di dada kanan terdapat memar ukuran 3x2 cm. Pada Apex dan otot
jantung ditemukan resapan darah. Pada pembuluh coroner jantung ditemukan penebalan
(atherosclerosis) sebesar 80%. Organ2 lain dalam batas normal, tidak ditemukan resapan
darah pada otot2 dada, kepala dan perut.

2
Prosedur Medikolegal
Prosedur mediko-legal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai
aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar
prosedur mediko-legal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika
kedokteran.1,2
Lingkup prosedur medikolegal antara lain yakni pengadaan Visum et Repertum
(VeR), pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka, pemberian keterangan ahli pada masa
sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, penerbitan surat
keterangan kematian dan surat keterangan medic serta kompetensi pasien untuk menghadapi
pemeriksaan penyidik.2

Aspek Hukum
1. Kewajiban dokter membantu peradilan
Untuk melakukan pemeriksaan pada kasus pembunuhan maka penyidik harus mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya.
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.2
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayatdan atau pemeriksaan bedah mayat.2
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.2

Pejabat yang berwenang meminta Visum et Repertum

Pasal 133 KUHAP mengatakan yang berwenang adalah penyidik, dan menurut pasal 6
(1) kuhap, penyidik adalah
1. Pejabat polisi negara Republik Indonesia

3
2. Pejabat PNS tertentu yang diberikan wewenang
Tetapi, yang membutuhkan Visum et Repertum adalah kasus pidana umum, sehingga
penyidiknya adalah penyidik polisi dan penyidik pembantu. Jadi, penyidik PNS tidak
berwenang untuk meminta Visum et Repertum.2

PP NO 27 TAHUN 1983

Pasal 2 PP No 27 TAHUN 1983


(2) Penyidik adalah:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun Inspektur Dua).2

Pasal 3 PP No 27 TAHUN 1983


(2) Penyidik pembantu adalah:
a. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurangkurangnya berpangkat Sersan Dua
polisi.2
b. Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan
II/a) atau yang disamakan dengan itu.2

2. Permintaan sebagai saksi ahli


Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.2
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.2
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHP.Yang dimaksud dengan
penyidik disini adalah penyidik sesuai dengan dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu
penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi
pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia
Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang
berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil
tidak berwenang meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai

4
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-
masing (Pasal 7(2) KUHP).2

3. Alat bukti sah


Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.2
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:2
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

4. Keterangan ahli secara lisan


Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.2

5. Keterangan ahli secara tertulis


Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tesebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang
diminta secara resmi dari padanya.2

Pasal 180 KUHAP


(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.2
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.2

5
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).2
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.2

6. Sanksi bagi pelanggar kewajiban dokter


Pasal 216 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah.2
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatan umum.2
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya
dapat ditambah sepertiga.2

Pasal 222 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2

Pasal 224 KUHP


Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia
harus melakukannnya:2
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

6
Pasal 522 KUHP
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.2

Thanatologi

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan setelah kematian.


Pemanfaatan ilmu ini selain untuk mengetahui kepastian kematian juga dapat digunakan
untuk memperkirakan waktu kematian. Pencatatan waktu pemeriksaan menjadi hal yang
sangat penting dalam memperkirakan waktu kematian.1,3 Kematian adalah suatu proses yang
dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu berupa perubahan
yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini atau pada saat kematian
atau beberapa menit kemudian.1

Perubahan yang dapat timbul dini pada saat meninggal berupa kerja jantung dan
peredaran darah yang berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea
menghilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu akan timbul perubahan
pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti, tanda-tandanya
berupa :

1. Lebam Mayat (Livor Mortis)


Pada lebam mayat, setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat
terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak
warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang
tertekan alas keras.1
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam
mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat
diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau
perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis.1
Jika meninggal posisi terlentang maka lebam mayat akan ditemukan pada bagian leher,
punggung, bokong dan bagian flexor tungkai dan jika meninggal posisi telungkup maka
lebam mayat ada di bagian dahi, pipi dan dagu, dada, perut, dan bagian ekstensor tungkai.
Untuk membedakan lebam mayat dengan luka memar yaitu bila pada darah tersebut

7
dilakukan irisan kemudian disiram dengan air, maka warna merah akan hilang atau pudar
pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.1

2. Kaku Mayat (Rigor Mortis)

Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat


seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi.
Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka
serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi
tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.1
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-
kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam
(sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah
mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat urnumnya tidak disertai pemendekan otot,
tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku
mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.1
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan
tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian. Terdapat juga kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku
mayat seperti cadaveric spasm, heat stiffening, cold stiffening.1

1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap
sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesaat sebelum mati.1

2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga
serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan
dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.1

3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.1

8
3. Body temperature (suhu badan)

Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke
benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila
suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun
lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.1

4. Pembusukan (Decomposition)
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja
bakteri. autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan
hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri
normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan daerah yang terbaik
untuk bertumbuh. Pembusukan biasanya mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna
kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk
karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.1
Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah: air: udara adalah
1:2:8. Akibat dari pembusukan seperti rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata
melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada
udara terbuka suhu lingkungan yang hangat atau panas dan kelembaban tinggi.1
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Golongan yang cepat membusuk seperti jaringan otak, lambung, usus dan uterus yang hamil
atau post partum, lalu golongan yang lambat membusuk seperti jantung, paru dan ginjal dan
prostat dan uterus non - gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap
perubahan pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal
(26.5 derajat celcius hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup,
banyak bakteri pembusuk, gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis.1

5. Adiposera

Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak,
berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai
saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat diantara
lemak dan lilin. Adiposera terutama terdiri dari asam asam lemak tak jenuh yang terbentuk

9
oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh dan
asam lemak jenuh tersebut bereaksi dengan alkali membentuk sabun.1

6. Mummifikasi

Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk
karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila
suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu
yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.1

Autopsi

Autopsi berasal dari kata auto yaitu sendiri dan opsis yaitu melihat. Yang
dimaksudkan degan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cedera, melakukan inteprestasi atas penemuan-penemuan tesebut, menerangkan
penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang diteukan
dengan penyebab kematian.4 Secara umum otopsi dapat dilakukan dengan 2 alasan yakni
untuk peningkatan ilmu klinik dan tujuan mediko-legal. Autopsi untuk kepentingan klinik
dilakukan oleh dokter dengan izin dari keluarga atau kerabat dari pasien untuk dilakukan
pemeriksaan pada jenazah, untuk mengetahui penyebab kematian dari pasien tersebut.
Sedangkan untuk tujuan mediko-legal memilik tujuan yang lebih luas dari otopsi klinis
dimana untuk mengidentifikasi tubuh, memperkirakan waktu kematian, mengidentifikasi sifat
dan jumlah luka, menginterpretasikan penyebab dan efek dari cedera, mengidentifikasi
adanya penyakit yang dialami, lalu di interpetasikan efek dan makna penyakit tersebut
sehingga menyebabkan kematian, mengidentifikasi adanya racun di dalam tubuh jenazah, dan
mengidentifikasi efek dari pengobatan dan terapi pembedahan sebelumnya pada jenazah.4

Identifikasi Forensik

Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan
sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada
pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan bahwa orang itu apakah

10
sama denganorang yang  hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri
itu. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. 1Penentuan
identitas korban dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai berikut:4,5
Visual
Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan
memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan
memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk
lanjut.1
Dokumen
KTP, SIM, kartu pelajar, dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang
dapat dipakai untuk menetukan identitas. Dokumen yang ada di dalam saku seorang
laki-laki lebih bermakna bisa dibandingkan dengan dokumen yang berada dalam tas
seorang wanita, terutama pada kasus kecelakaan massal sehingga tas yang dipegang
dapat terlempat dan sampai ke dekat tubuh wanita lainnya. Hal mana tidak terjadi
pada laki-laki yang mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya.1
Pakaian dan Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui
merek atau nama pembuat, ukuran, inisal nama pemilik, badge, yang semuanya dapat
membantu mengidentifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah
tersebut.
Identifikasi Medis
Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai
tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical
record, ante-mortem record), yang baik. Metode ini menggunakan data umum dan
data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, perkiraan umur, berat badan, rambut,
mata, hidung, gigi, jenis kelamin, dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi
lalat, jaringan parut, cacat kongenital, bekas operasi, tumor dan sejenisnya.Metode ini
mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X)
sehingga ketepatan nya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih
dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui identifikasi medik diperoleh data
tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan
sebagainya.1

11
Gigi(odontologi)
Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam
prakteknya hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran
forensik khususnya patologi Forensik. 1
Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanan serta tidak ada kesamaan bentuk
gigi pada setiap manusia, pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/ rusak dan terutama bila ada ante-
mortem record. Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan
rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan
pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk,
susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari,
maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat
dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data
pembanding antemortem.1
Sidik jari
Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh
karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada
kasus saudara kembar satu telur. Menggunakan metode membandingkan gambaran
sidik jari jenazah dengan data sidik jadi antemortem. Keterbatasannya hanyalah cepat
rusak/ membusuknya tubuh. Penggunaan sidik jari untuk memnetukan identitas
seseorang tentunya baru dapat bila orang tersebut sebelumnya sudah diambil sidik
jarinya. Akan tetapi walaupun datanya tidak ada pengambilan sidik jari pada korban
tetap bermanfaat yaitu dengan membandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal
pada alat-alat yang di rumah korban (latent print).
Serologi
Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan
cairan tubuh lainnya. Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan
darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat
dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan
pemeriksaan sidik DNA yang akurasinya sangat tinggi.1
Metode Eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal, yang melibatkan sejumlah
orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal

12
laut, dan sebagainya. Bila sebagaian besar korban sudah dapat di identifikasi dengan
metode lain, untuk sisanya dapat digunakan metode dengan berdasarkan pada daftar
peunumpang

Pemeriksaan Luar

Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang telihat, tercium maupun teraba,
baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain juga
terhadap tubuh mayat itu sendiri. Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat
mungkin, pemeriksaan harus mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan.5
Pemeriksaan luar ini meliputi pemeriksaan : label mayat, tutup dan bungkus mayat,
pakaian korban, perhiasan, benda di samping mayat, tanda kematian, identifikasi umum (jenis
kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan,
disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut), identifikasi khusus (tatoo, jaringan
parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh, kalau perlu di foto),
pemeriksaan rambut, pemeriksaan mata, pemeriksaan daun telinga dan hidung, pemeriksaan
mulut dan rongga mulut, pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan, kemudian perlu
diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas
pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, dan pemeriksaan ada tidaknya
patah tulang, serta jenis/sifatnya.5

Pada pemeriksaan tidak ada tanda kebusukan, terdapat kaku mayat seluruh tubuh,
lebam mayat tidak hilang saat di tekan, terdapat luka lecet pada bagian lengan bawah kiri, di
telapak tangan kiri terdapat luka terbuka tidak rata ukuran 4x3 cm, di dada kanan terdapat
memar ukuran 3x2 cm.

Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi Y dan
insisi melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi I dimulai di bawah tulang
rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari
puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y pula merupakan
salah satu teknik khusus autopsi. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu
dengan hati-hati dan dicatat.2 Harus diperhatikan mengenai ukuran, bentuk, permukaan,
konsistensi, daya regang antar jaringan pada organ.

13
Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, kerongkongan, batang
tenggorok, paru, jantung, ginjal, hati, limpa, lambung dan seterusnya sampai meliputi seluruh
alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.6
Pada pemeriksaan dalam ditemukan pembuluh coroner jantung ditemukan penebalan
(atherosclerosis) sebesar 80%. Organ2 lain dalam batas normal, tidak ditemukan resapan
darah pada otot2 dada, kepala dan perut.

Kematian Mendadak

Secara umum cara kematian dibagi menjadi dua, yakni wajar dan tidak wajar.
Kematian wajar disebabkan penyakit atau usia tua (>80 tahun), sedangkan kematian tidak
wajar disebabkan oleh bebagai jenis kekerasan (pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan kerja
ataupun lalu lintas),kematian akibat tindakan medis, tenggelam, intoksikasi, dan kematian
yang tidak jelas penyebabnya. Berdasarkan pedoman WHO penyebab kematian dibagi
menjadi penyebab langsung, penyebab antara, dan penyebab dasar yang saling berkaitan satu
sama lain. Selain itu terdapat kondisi lain yang tidak bertanggung jawab secara langsung
terhadap kematian pasien/ korban atau sebagai penyulit. Penyebab langsung adalah
mekanisme kematian yaitu gangguan fisiologis dan biokimiawi yang ditimbulkan penyebab
dasar kematian. Sedangkan penyebab dasar merupakan penyebab kematian utama yang sarat
muatan medikolegalnya sehingga berhubungan langsung dengan cara kematian. Dengan
demikian, penyebab dasar adalah penyebab kematian yang perlu ditelaah secara seksama
untuk memperkirakan cara kematian.6

The World Health Organization (WHO) mendefinisikan dari kematian mendadak


adalah kematian yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah onset dari gejala penyakit, tetapi
dalam ilmu forensik kebanyakan kematian mendadak dapat terjadi dalam hitungan menit atau
detik setelah onset gejala berlangsung. Salah satu penyebab dari kematian mendadak adalah
penyakit pada sistem kardiovaskluar.

Penyakit Jantung Koroner

Penyempitan dari saluran arteri koroner yang disebabkan oleh artheromadapat


menyebabkan iskemia yaitu kekurangan suplai oksigen pada otot jantung yang disuplai oleh
arteri tersebut. jika miokardium (otot jantung) mengalami iskemia , dapat menyebabkan
gangguan kelistrikan jantung yang tidak stabil, sehingga menjadi predisposisi terjadinya
gangguan irama jantung atau aritmia. Perjalanannya adalah karena akibat permintaan suplai

14
oksigen yang dibawa oleh darah melalui pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan otot
jantung yang dialiri oleh pembuluh darah tersebut tidak dapat oksigen sehingga menjadi
iskemia. Jika iskemia berat terjadi pada daerah node pacemaker maka akan terjadi gangguan
kelistrikan sehingga terjadi aritmia yang dapat menyebabkan terjadinya kematian
mendadak.4,7

Selain itu akibat dari plak artheroma dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang dapat dilihat sebagai resapan darah pada
jantung di saat di otopsi.4Plak artheroma dapat menjadi tempat terbentuknya thrombus,
dimana akan semkin membuat saluran pembuluh darah menyempit. Thrombus pada arteri
koroner dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lain antara lain angina tidak stabil, infark

miokard akut, dan kematian jantung mendadak dan biasanya thrombus dapat di temukan pada
otopsi sekitar 13% dan 98%. (gambar 1)

Gambar 1. Gambar makroskopik dan mikroskopik adanya thrombus pada pembuluh darah
arteri korner.4

Selain itu akibat iskemia yang berat dapat menyebabkan kejadian lain berupa infark
pada miokardium, dimana pada tempat infark dapat menyebabkan kematian seluler pada
jantung, selain itu ada proses inflamasi dan terjadi nekrotik pada sediaan mikroskopik
(gambar 2).4

15
Gambar 2. Terdapat proses nekrosis dan terbentuknya jaringan fibroblas pada otot jantung.4

Cara Kematian, mekanisme dan penyebab kematian


Sebab kematian adalah penyakit atau luka cedera yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian. Pada kasus ini penyebab kematiannya adalah atherosclerosis dimana
terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung.
Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologis dana tau biokimiawi yang
ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus
hidup. Pada kasus ini mekanisme kematiannya akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah
di jantung menyebabkan terjadinya gangguan fungsi jantung menyebabkan terjadinya
gangguan irama jantung yang menyebabkan terjadinya kematian.
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Pada
kasus ini cara kematian korban adalah kematian mendadak yang dapat diartikan sebagai
kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu kurang
dari 48 jam sejak timbul dari gejala pertama.
Visum et Repertum
Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberikan
pengobatan dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan
pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup
maupun korban mati.1
Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah
pembuatan visum et repertum terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena
diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, maupun korban meninggal yang
pada pemeriksaan pertama polisi terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak
pidana.7
Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara bertulis. Jenazah
harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan
dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus
untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.7,8

16
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan
dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia
atau bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan
penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas
sumpah atau dikuatkan dengan sumpah untuk kepentingan peradilan.2
Visum et Repertum selaku keterangan dalam bentuk formil menyangkut hal-hal yang
dilihat dan ditemukan oleh dokter pada benda-benda atau temuan yang diperiksanya
sesungguhnya adalah pengganti barang bukti dalam hal pembuktian terhadap orang yang
menjadi obyek penganiayaan, pembunuhan atau kejahatan lainnya yang merupakan peristiwa
pidana.7,8
Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (pasal 184, pasal 187 butir c
KUHAP). Dikenal beberapa jenis dan bentuk visum et repertum, yaitu:7
a) Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)
b) Visum et repertum kejahatan susila
c) Visum et repertum jenazah
d) Visum et repertum psikiatrik
Jenis a, b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam
hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai
jiwa/mental tersangka atau terdakwa tindak pidana.7
Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:
1. Diketik diatas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
2. Bernomor, bertanggal dan di bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.
Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut:
1. Pro Justitia
Kata Pro Justitia diletakan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et
repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak
membutuhkan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan siding
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.2,7
2. Bagian Pendahuluan

17
Kata “Pendahuluan” sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum. Bagian ini berisi
uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu
dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor dan tanggal
surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di
dalam surat permintaan visum et repertum tersebut.
Di bagian ini dicantumkan ada tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk
dan bahan label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada “benda bukti”,
biasanya pada ibu jari kaki kanan mayat. 2,7
3. Bagian Pemberitaan atau Hasil Pemeriksaan
Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap “barang bukti” yang dituliskan
secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang
pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi atas 3 bagian,
yaitu:7
a. Pemeriksaan luar
b. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya
4. Bagian Kesimpulan
Dalam bagian ini dituliskan kesimpulam pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan
dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian
ini berisikan setidaknya jenis perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan, serta
sebab kematiannya. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk
penting tentang kekerasan ataupun pelakunya.7
5. Bagian Penutup
Bagian ini tanpa judul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini
saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat
sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.”7
Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik
pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahasia jabatan bagi dokter serta
ketentuan kearsipan.7

Kesimpulan

18
Pada kasus ini perempuan 60 ditemukan meninggal dengan tanda kematian pasti.
Pada kasus ini terjadi kematian mendadak sehingga perlu dilakukan otopsi lebih lanjut untuk
menentukan sebab kematian dari korban tersebut. Dari hasil otopsi didapatkan adanya
penyumbatan pada arteri koroner yang menjadi dasar sebab kematian pasien tersebut.

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

No. ..../TU.RS........../XV/20....

Lampiran : Satu sampul Tersegel

Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan atas Jenazah Mrs. X

PRO JUSTICIA

Visum Et Repertum

Yang bertandatangan di bawah ini, dr……., dokter pada Rumah Sakit UKRIDA, atas
permintaan dari Kepolisian Sektor Kebon Jeruk dengan suratnya nomor ......... Sek.......,
tertanggal ............., maka dengan ini menerangkan bahwa pada tangal ……….,
pukul ..................... Waktu Indonesia bagian ........., bertempat di RS .........., telah melakukan
pemeriksaan korban dengan nomor registrasi ......... yang menurut surat tersebut adalah :

Nama :
------------------------------------------------------------------------------------------------
Umur : 60
tahun------------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin :
perempuan------------------------------------------------------------------------------------
Bangsa :
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Agama :
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan :
-----------------------------------------------------------------------------------------------

19
Alamat :
------------------------------------------------------------------------------------------------

HASIL
PEMERIKSAAN--------------------------------------------------------------------------------------
1. Ditemukan luka lecet pada lengan bawah kanan dan kiri ---------------------------------
2. Pada telapak tangan kiri ditemukan luka terbuka tepi tidak rata berukuran 4x3
cm-----------------------------
3. Pada dada kanan ditemukan memar ukuran 3x2 cm--------------------------------------
4. Pada Apex dan otot jantung ditemukan resapan darah------------------------------------
5. Pada pembuluh coroner jantung ditemukan penebalan (atherosclerosis) sebesar
80%-----------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN
Pada jenazah perempuan ditemukan adanya luka lecet pada lengan bawah kanan dan kiri. Di
perkirakan disebabkan oleh akibat jatuh dan menggesek lantai. Pada telapak tangan kiri
ditemukan adanya luka terbuka tepi tidak rata ukuran 4x3 cm, kemungkinan disebabkan
trauma tumpul akibat terjatuh. Pada dada kanan didapatkan memar dengan ukuran 3x2 cm
yang kemungkinan disebabkan oleh karena terjatuh. Sebab mati korban adalah sumbatan
pada pembuluh darah jantung, mekanisme kematianya adalah gangguan irama jantung,
sedangkan cara kematian korban adalah kematian mendadak(sudden death)
--------------------------------------------------------------------------------------------------
...............................................................................................................

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan


keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
(KUHAP)---------------------------------------------------------------------------------------
Dokter Pemeriksa,

dr………..

Daftar Pustaka

20
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Idries AM, Sidhi et al. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.h.1-37.
2. Safitry O. Kompilasi peraturan perundang - undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2014.h.14-27.
3. Afandi D. Visum et repertum tata laksana dan teknik pembuatan edisi kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. Pekanbaru: FKUR; 2017.h.15-20
4. James JP, Jones R, Karch SB, Manlove J. Simpson’s forensic medicine. 13th Ed. London:
Hodder & Stoughton; 2011.p.31, 54-6.
5. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Penerbit Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.12-44.
6. Henky, Yulianti K, Alit IDB, Rustyadi D. Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
Denpasar: Udayana Univesity Press; 2017. h. 4-5.
7. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: FKUI; 2013.h.2-17
8. Barama M. Kedudukan visum et repertum dalam hukum pembuktian. Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Universitas Sam Ratulangi Fakultas Hukum.
Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2011.h.7-16.

21

Anda mungkin juga menyukai