Anda di halaman 1dari 18

1

Kekerasan Benda Tajam


Verawaty
102010051
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana,
Jalan Arjuna Utara 6 Jakarta Barat,
E-mail: vera.waty93@yahoo.com


Pendahuluan
Ilmu Kedokteran Forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah satu
cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran
untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Forensik biasanya selalu dikaitkan
dengan tindak pidana. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti
fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam
penyidikan tersebut. Dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak hanya
berhadapan dengan mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan orang hidup.
Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi:
a) melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan mengenai sebab-sebab kematian,
apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari
peristiwa apa sebenarnya yang telah terjadi
b) identifikasi mayat
c) meneliti waktu kapan kematian itu berlangsung time of death
d) penyidikan pada tidak kekerasan seperti kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak
dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga
e) pelayanan penelusuran keturunan
f) di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya pada bidang
kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan driving under drugs influence.
Bidang ini di Jerman dikenal dengan Verkehrsmedizin

2

Skenario 1
Seorang laki laki ditemukan disebuah sungai kering yang penuh batu- batuan dalam keadaan
mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong )dan celana panjang yang di bagian
bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju ( yang
kemudian diketahui sebagai baju milik nya sendiri ) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke
sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher
memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih
dijumpai adanya satu luka terbuka didaerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah
ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah sekitar 2 km. TKP adalah suatu
daerah perbukitan yang berhutan cukup berat.

I. Identifikasi istilah
pohon perdu adalah suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan pohon
karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah, biasanya kurang dari 5-6
meter. Banyak tumbuhan dapat berupa pohon atau perdu tergantung kondisi
pertumbuhannya.


II. Rumusan masalah
Seorang laki laki ditemukan mati tertelungkup di sungai kering, penuh batu dan telah
membusuk
Lehernya terikat lengan baju miliknya dan ujung lengan baju lainya terikat ke dahan
pohon perdu setinggi 60 cm
Luka terbuka di ketiak kiri dan tungkai bawah kanan dan kiri yang sesuai dengan
akibat kekerasan benda tajam

3

III. Hipotesis
Seorang laki-laki ditemukan ditepi sungai mati terlungkup diduga mati akibat luka tusuk
lalu dijerat

PEMBAHASAN
Aspek hukum prosedur medikolegal
Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek
yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan
pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.
1
Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian
keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam
persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran, penerbitan surat kematian
dan surat keterangan medik, pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik),
dan kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.
1

Dasar Pengadaan Visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
4

diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
2

Sanksi hukum bila menolak
Pasal 216 KUHP
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak
pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara selama
empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan Ribu Rupiah.
2
Pemeriksaan mayat untuk peradilan
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling lama Sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah.
2
Permintaan sebagai saksi ahli
Pasal 179 KUHAP
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya,
diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan Bulan.
2
5

Keterangan ahli

Pasal 1 Butir 28 KUHAP
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli saecara umum) .
2
Hak menolak menjadi saksi/ahli
Pasal 120 KUHAP
1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
2. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia
akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia
menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
2

Keterangan ahli diberikan secara lisan
Pasal 186: keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 186
Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat
sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).
2
Keterangan ahli diberikan secara tertulis
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat bedasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya.
2


6

Alat bukti sah
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 KUHAP
Alat bukti yang sah adalah: (a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) Surat, (d) petunjuk,
(e) keterangan terdakwa.
2
Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka ( VeR Psikiatris)
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Pasal 53 UU Kesehatan
(3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis
terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
2

Tanatologi
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu:


Mati somatis (mati klinis)
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan
saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan) yang menetap. Secara
7

klinis tidak ditemukan reflex-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara napas tidak terdengar
pada auskultasi.


Mati suri (suspended animation / apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan nila dideteksi dengan alat kedokteran sederhana. Namun bila dengan alat
kedokteran canggih, masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih
berdungsi.


Mati seluler (mati molekuler)
Kematian organ atau jaringan yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.
Pengetahuan ini penting untuk transplantasi organ. Daya tahan setian jaringan dan
organ berbeda-beda.

Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih
berfungsi dengan bantuan alat.


Mati otak (mati batang otak)
Bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak, maka dapat
dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga
alat bantu dapat dihentikan.
3

Tanda kematian:
1. Lebam mayat (Livor mortis)
Setelah kematian klinis, maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah
ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan
alas keras. Biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Selain untuk tanda
pasti kematian, lebam mayat juga dapat digunakan untuk memperkirakan sebab
kematian, mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya
lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang
8

belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang
dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.
2. Kaku mayat (Rigor Mortis)
Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena
pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan
myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis
akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal
pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang
sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam
postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin
tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan
cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
3
Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:
a. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan
atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
b. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas
sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat
yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.
c. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai
otot.
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke
benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan
konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh
dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka
suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan
9

suhu lingkungan. Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu
jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung
rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut.
4. Pembusukan (Decomposition, putrefaction)
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan
kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari
daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk
gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan.
Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata
melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah
terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi.
Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung
lebih cepat.
3

Proses-proses spesifik pada jenazah karena kondisi khusus
1. Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi
dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah
menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.
2. Adiposera
Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan
berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim
bakteri. Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan
suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai
beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.
3


10

Perkiraan saat kematian
1. Perubahan pada mata. Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang
terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan
yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air.
Kekeruhan yang menetap ini terjadi kira-kira 6 jam pasca kematian.
baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira
10-12 jam pasca mati dan beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Perubahan
pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30
menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus.
Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula labih pucat dan tepinya tidak tajam lagi.
Selama 2 jam pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning.
Warna kuning juga tampak disekitar makula ang menjadi lebih gelap. Pada saat itu
pola vaskular koroid yang tampak sebagai berak-bercak dengan latar belakang merah
dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi
kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca
mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami
segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu.
Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan
sangat kabur. pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan aanya
konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati
tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja
yang tampak berwarna coklat gelap
2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi.
Adanya makanan tertentu dapat menyimpulkan korban memakan makanan tersebut
beberapa jam sebelum mati.
3. Perubahan rambut. Kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4mm/hari, panjang rambut
kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian.
4. Pertumbuhan kuku. Pertumbuhan kuku sekitar 0,1mm per hari dapat digunakan untuk
memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan
memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari
14mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein
11

kurang dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari
5mg% dan 10mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 dan
30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pascamati.
7. Perubahan semua kadar komponen darah setelah kematian.
8. Reaksi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.
Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik
masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan
mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan
trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.
2

Contoh Pembuatan Visum Et Repertum
4

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Telephone : (021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205 Fax: (021) 563-1731
Jakarta,4 Desember 2013
PROJUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
Nomor:..165./

Yang bertanda tangan dibawah ini, Samuel, dokter umum bagian ilmu forensik falkutas
kedokteran ukrida, menerangkan bahwa atas perminbtaan tertulis oleh kepolisian resort
tertanggal empat desember tahun dua ribu tiga belas pukul delapan pagi waktu indonesia
12

bagian barat telah melakukan pemeriksaan atas jenasah menurut surat permintaan tersebut
adalah:--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama : X-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : Laki-Laki----------------------------------------------------------------------------------
Kebangsaan : Indonesia------------------------------------------------------------------------------------
Agama : (-)--------------------------------------------------------------------------------------------------
Perkerjaan : (-)---------------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : (-)--------------------------------------------------------------------------------------------------
Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak
merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.

Hasil Pemeriksaan
1. Pemeriksaan luar
2. Pemeriksaan dalam

Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ini ditemukan memar pada leher akibat jeratan kain lengan tangan
panjang baju dan terdapat luka terbuka pada pembuluh darah lengan atas kiri dan terdapat
luka pada kedua tungkai bawah yang sesuai dengan gambaran akibat kekerasan tajam---------
Sebab mati orang ini adalah kekrassan tajam pada pembuluh darah lengan atas yang
menyebabkan terjadinya pendarahan. -------------------------------------------------------------------
Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarmnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-
baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP--------------------------------------------------

13

Hasil pemeriksaan
I. Pemeriksaan luar
1. mayat tidak terbungkus
2. mayat berpakaian sebagai berikut:
a. kaos dalam (kaos oblong)
b. celana panjang yang dibagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawah
c. leher terikat lengan baju dan ujung lengan bajulainnya terikat kesebuah dahan
pohon perdu setnggi 60cm. Posisi tubuh relatif mendatar
d. tubuh mayat telah membusuk
e. pada ketiak kiri dijumpai satu luka terbuka, serta pembuluh darah putus
f. pada tungkai kanan dan kiri ditemukan beberapa luka terbuka
II. Pemeriksaan dalam
pemeriksaan dalam tidak dapat diidentifikasi karena keterabatasan informasi dalam
skenario

Sebab kematian, cara kematian dan mekanisme kematian
Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggungjawab atas terjadinya
kematian. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.
Bila kematian terjadi sebagai akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah
wajar (natural death). Kematian tidak wajar (unnatural death) dapat terjadi sebagai akibat
kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu penyidikan, penyidik
masih belum dapat menentukan cara kematian dari yang bersangkutan, maka dalam hal ini
kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara yang tidak ditentukan. Mekanisme
kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab
kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup.
5
14

Berdasarkan skenario diatas sebab kematian adalah karena luka akibat kekerasan tajam,
mekanisme kematiannya adalah karena pendarahan yag terjadi didaerah axilla sedangkan cara
kematiannya adalah tidak wajar.
5

1. Luka akibat kekerasan tajam
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda
yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang berariasi dari alat-
alat seperti pisau, golok dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu
bahkan tepi kertas atau rumput. Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi
dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar
luka berbentuk garis atau titik.
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan
luka bacok. Selain gambaran umum luka tersebut diatas, lura iris atau sayat dan luka
bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka.
Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat
pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak
memutar, maka dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis.
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukan perkiraan benda penyebabnya, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila saalah satu sudut luka lancip dan yang
lain tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua
sudut luka bermata lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata
dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut
lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut
luka dibentik oleh ujung dan sisi tajamnya. Kulit disekitar luka akibat kekerasan benda
tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar, kecuali bila
bagian gagang turut membentur. Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak
mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka
biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh
faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.
3
Umumya luka akobat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan memiliki ciri-ciri berikut:
15

Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarangan Terpilih Terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai
perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal
dan dapat tunggal. Yang dimaksud dengna kecelakaan pada tabel diatas adalah
kekerasan tajam yang terjadi tanpa unsur kesengajaan misalnya kecelakaan industri,
kecelakaan pada kegiatan sehari-hari; sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang
terjadi bukan akibat benda tajamnya penyebab, misalnya luka yang terjadi akibat
terjatuh.
2. Mati gantung (hanging)
Mekanisme kematian pada kasusu gantung:
a. Kerusakan pada batang otak dan medulla spinalis
b. Asfiksia
c. Iskemik otak
d. Refleks vagal.
Posisi korban pada kasus gantung diri:
a. Kedua kaki tidak menyentuh lantai
b. Duduk berlutut
c. Berbaring
16

Diketahui terdapat beberapa jenis gantung diri:
a. Typical hangng, terjadi bila titik gantung terletak diatas daerah oksiput dan tekanan
pada arteri karotis paling besar.
b. Atypical hanging, bila titik penggantungan terdapat disamping sehingga leher
dalam posisi sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada
arteri karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhamabt, korban segera tidak sadar
c. Kasus dengan letak titik gantung didepan atau dagu.
Pada pemeriksaan jenazah, kelainan pada autopsi tergantung pada apakah arteri padaleher
tertutup atau tidak. Bila jerat kecil dan keras maka terjadi hambatan total arteri sehingga
muka akan tampak pucat dan tidak terdapat petekie [ada kulit maupun konjungtiva. Bila
terjerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernapasan dan pada
aliran vena dari kepala ke leher, sehingga akan tampak perbendungan pada daerah sebelah
atas ikatan. Kadang-kadang perbendungan akan dialirkan melalui pleksus vena vetebralis
yang tidak begitu mudah tertekan seperti sistem vena jugularis, meskipun pengikatan tetap
atau tidak berubah.
3
Jejas jerat relatif terletak lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar, melainakan lebih
meninggi dibagian simpul. Kulit mencekung ke dalam sesuai dengan bahan penjeratnya,
berwarna coklat, perabaan kaku dan akibat gesekan dengan kulit leher, maka pada tepi jejas
dapat ditemukn luka lecet. Kadang-kadang pada tepi jejas jerat akan terdapat sedikit
perdarahan, sedangkan pada jaringan bawah kulit dan otot-otot sebelh dalam terdapat memar
jaringan. Namun ini tidak selalu terjadi, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik
untuk melihat reaksi vital pada jaringan di bawah jejas untuk menentukan apakah jejas terjadi
pada waktu orang masih hidup atau setelah meninggal.
Distribusi lebam mayat pada kasus gantung , mengarah kebawah yaitu pada kaki, tangn dan
genitalia eksterna, bila korban tergantung cukup lama. Pada korban wanita, labium mmebesar
dan terdapat lebam, sedangkan pada korban laki-laki hal ini terjadi pada skrotum. Penis
dapat tampak seolah mengalami ereksi akibat kumpulan darah, sendangkan semen keluar
karena relaksasi otot sfingter post mortal.
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase.
Fase dispnea, fase konvulsi, fase apnea dan fase akhir.
17

Kelainan yang umum ditemukan pada pmebedahan jenasah korban mati akibat asfiksia
adalah:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer
2. Busa halus didalam saluran nafas
3. Perbendungan sirkulasi
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halur, epikardium pada bagian belakang
jantung daerah aurikulo ventrikular, subpleura viseralis paru terutama dilobus bawa pars
diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot
temporal, mukosa epiglotis dan daerah subglotis.
5. Edema paru.
3


Intepretasi hasil temuan
Dari hasil temuan jenasah dapat disimpulkan sebab kematin disebabkan oleh putusnya
pembuluh darah besar pada lengan tangan kiri atas yang menyebabkan kehilangan 1/10
volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah
dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah
dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan
yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan
yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi
perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar
berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat
dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari
dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu
perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari
vena. Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi
perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan
perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan
gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu
18

alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga
cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang
diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari
penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi
perdarahan.
Kematian dengan perdarahan masif akibat luka kekerasan benda tajam adalah kematian yang
tidak wajar. Dalam kasus ini, korban meninggal akibat kekerasan benda tajam, sehingga
dalam proses penyidikan, penyidik dapat menggunakan hasil pemeriksaan medis untuk
menemukan identitas korban dan perlu mencari barang bukti senjata pembunuh. Pemeriksaan
luar, pemeriksaan dalam dan laboratorium yang teliti dapat memberikan kejelasan yang baik
mengenai sebab kematian.Proses penyidikan kasus ini dapat berjalan lancar apabila ada
kerjasama yang baik antara penyidik dan dokter yang dapat saling berbagai informasi yang
berkenaan dengan kondisi jenazah korban.

Daftar Pustaka
1. Suryadi,Taufik. Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Buku Penuntun
Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Banda Aceh: FK
Unsyiah/RSUDZA,2009
2. Tim Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi ke-1.
Jakarta:Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1994. H.11-6
3. Tim Forensik FKUI. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FKUI,1997.h.25-36,61-2
4. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik FKUI, 2013.h.6-13
5. Tim Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik. Cetakan ke-4. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik FKUI, 2000.h.7

Anda mungkin juga menyukai