37th
EDITED By XXVII-L
BANJARMASIN
DAFTAR ISI
HALAMAN
COVER 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENGANTAR DAN PRINSIP PEMERIKSAAN
KEDOKTERAN FORENSIK 3
BAB II VISUM ET REPERTUM 12
BAB III ASPEK MEDIKOLEGAL PELAYANAN MEDIS
DAN MALPRAKTIK MEDIS 32
BAB IV INFORMED CONSENT 62
BAB V PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (AUTOPSI) 67
BAB VI CARA, SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN 103
BAB VII TANATOLOGI 119
BAB VIII TRAUMATOLOGI 146
BAB IX CARA PENULISAN LUKA PADA VISUM ET
REPERTUM 244
BAB X ASFIKSIA 251
BAB XI TOKSIKOLOGI FORENSIK 277
BAB XII KEJAHATAN SEKSUAL 304
BAB XIII ABORSI 308
BAB XIV INFANTICIDE 327
BAB XV KEMATIAN MENDADAK 333
BAB XVI IDENTIFIKASI FORENSIK 339
BAB XVII DISASTER VICTIM IDENTIFICATION 348
BAB XVIII TEMPAT KEJADIAN PERKARA 358
BAB XIX TATACARA PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK 363
BAB XX PSIKIATRI FORENSIK 373
BAB XXI SURAT KEMATIAN 375
MINI ATLAS 377
Peran dokter :
1. Attending physician
Terdiri dua kata yaitu attending yang artinya hadir atau merawat dan physician artinya
dokter. Dapat disimpulkan bahwa attending physician adalah fungsi seorang dokter dengan
menjalankan promotif, preventif, kuratuf, dan rehabilitatif, seperti merawat pasien yang
sedang sakit sampai dengan pulih dengan langkah-langkah seperti anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tata laksana, hingga paripurna.
2. Assessing physician
Terdiri dari kata assessing yang artinya menilai dan physician yang artinya dokter. Dapat
disimpulkan bahwa assessing physician adalah fungsi dokter dalam menilai keadaan
seorang korban hidup maupun mati dalam bidang kedokteran sebagai ahli yang hasilnya
dituliskan dalam sebuah keterangan yang dapat dijadikan bukti hukum dan berfungsi
dalam penegakkan hukum. Seperti dokter spesialis forensik yang melakukan otopsi atas
permintaan penyidik untuk kepentingan pengadilan, dokter spesialis obstetri dan
ginekologi yang melakukan pemeriksaan terhadap korban pemerkosaan atas permintaan
penyidik demi kepentingan hukum
Kewajiban dokter :
Kontrak terapeutik terjadi karena :
- Perjanjian/kontak : pasien datang ke praktek/RS
- Undang-Undang : pd situasi gawat darurat
Fungsi Penyidikan
Merupakan fungsi teknis reverse Kepolisian yang mempunyai tujuan membuat
suatu perkara menjadi jelas yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil
yang selelngkap-lengkapnya tentang suatu perubahan/tindak pidana yang telah terjadi.
Kerahasiaan
Kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
Tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli
dan penyidik.
Kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan
sesudah perkara selesai
Ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia
Informed concent
Prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
Penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk,
menentukan macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
Penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL,
autopsi)
Jadi Informed Consent :
- Dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan
V et R.
Roman’s Ed. 36th . Edited by XXVII-J 8
- Dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan
keluarga korban berupa surat persetujuan keluarga
- Dari keluarga korban – untuk :
o pangruti jenazah (agama)
o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)
Rekam Medis
Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam
pemeriksaan medis serta hasilnya
V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari
data RM dan pertanggungjawabnya
RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun
1966 dan Pasal 170 KUHAP).
Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP),
bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.
Empat Kaidah Dasar Etika Kedokteran atau Bioetika ( Menurut Konsil Kedokteran
Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat)
Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan
kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik
bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan
kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada
hal yang buruk.
Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan suatu keburukannya
Saksi mahkota didefinisikan sebagai Saksi yang berasal atau diambil dari salah
seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan
perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada Saksi tersebut diberikan mahkota.
Adapun mahkota yang diberikan kepada Saksi yang berstatus Terdakwa tersebut adalah
dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu
tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan atau
dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan.
PENGERTIAN
Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
Repertum (melaporkan).
Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1973: Suatu laporan medik
forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti
medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-
biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk
peradilan.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat-surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
KLASIFIKASI VISUM
Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban.
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1 3 bulan.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu.
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1 :2 tahun 8 bulan
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 2 5 tahun.
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut
(semua luka tembus yang menyebabkan perdarahan pada kepala, dada atau perut
dianggap membawa bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu
Syarat pembuat:
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar
korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik
selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas
persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum
Fotografi forensik
3. Jenis luka:
Tertutup (tidak menembus seluruh permukaan kulit):
o Luka memar.
TIM LABORAN:
VISUM et REPERTUM
N0. VER/279/IPJ/XI/2005
KETERANGAN
URAIAN PENDAHULUAN VISUM ET REPERTUM
1) Pada pendahuluan Visum et Repertum pada prinsipnya adalah obyektif
administrasi. Jadi tergantung apa yang tertulis dalam surat permintaan Visum
et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya persis baik kata/
kalimat dan angka
2) Secara umum isi pada pendahuluan Visum et Repertum adalah:
Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan, kepolisian mana
Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor/Resort atau Polda, cap
dan kop surat
Identitas korban/ barang bukti ialah nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal,
agama, pendidikan, alamat tempat tinggal
Identitas peristiwa: macam (KLL, KN, KL, Misteri), KLL antara apa dan apa,
pakai helm/ tidak, kalau kriminal: pembunuhan, penganiayaan, tembakan,
tusukan, dan lain-lain
Identitas tempat/saat peristiwa: dimana, kapan, hari, tanggal, jam, lokasi
peristiwa
Macam pemeriksaan: pemeriksaan luar atau luar dalam, identifikasi
Barang bukti lain terlampir: ada atau tidak
Identitas pemeriksa ialah oleh Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan
dokter siapa, dibantu siapa saja
Selanjutnya tempat dan saat periksa di Ruang otopsi RSUD Ulin Banjarmasin,
pada hari, tanggal, jam berapa. Dalam hal ini saat pemeriksaan ditulis dengan
huruf untuk menghindari penggantian, perubahan atau penambahan
Bila ada barang bukti lain terlampir supaya disebutkan dan mungkin perlu
mendapat pemeriksaan apa, barang bukti/ jenazah berlabel atau tidak, dan
dengan sendirinya korban/barang bukti diantar oleh penyidik
3) Jadi isi pendahuluan ini, formulirnya sudah jelas, supaya diisi selengkapnya
sesuai yang tertulis dalam surat permintaan penyidik, sehingga pada awal
membaca Visum et Repertum sudah jelas kasus, peristiwa, kapan, dimana,
7. Kepala
a. Rambut: warna hitam, tidak beruban, panjang 2,9 cm. Sukar dicabut dalam
keadaan basah
Kiri
Paha: tidak ada kelainan
Tungkai bawah: tidak ada kelainan
KETERANGAN
URAIAN PEMBERITAAN VISUM ET REPERTUM
1) Laporan utama yang disebut Visum et Repertum adalah bagian isi/ pemberitaan,
karena isinya betul-betul obyektif medis, dari hasil pemeriksaan medis. Jadi apa
yang dilihat dan diketemukan pada pemeriksaan kasus/korban/ barang bukti itu
yang dilaporkan tertulis
2) Laporan ini dapat meliputi pemeriksaan medis dari:
a. Hasil pemeriksaan TKP
b. Hasil pemeriksaan luar bagian tubuh jenazah
c. Hasil pemeriksaan dalam bagian tubuh/alat-alat dalam jenazah
KETERANGAN
URAIAN KESIMPULAN VISUM ET REPERTUM
1) Dari hasil berbagai pemeriksaan medis, dapat dilakukan inventarisasi masalah
pokok sesuai dengan arah tujuan pemeriksaan kasus/korban/ barang bukti.
Persentuhan berarti saat tubuh mengenai atau menyentuh suatu benda contoh
benda tumpul adalah bumper mobil. Kasus yang terjadi misal kasus seseorang
ditabrak oleh sebuah mobil dari arah depan dengan kecepatan yang tinggi.
Kekerasan tumpul
BAB III
ASPEK MEDIKOLEGAL PELAYANAN MEDIS DAN MALPRAKTIK MEDIS
Dalam profesi kedokteran ada norma-norma yang berlaku yang disebut sebagai
norma profesi. Ada 3 macam norma yang mengikat dokter dalam pelaksanaan profesi
kedokteran yaitu :
Roman’s Ed. 36th . Edited by XXVII-J 28
1. Norma disiplin (disciplinary norm)
2. Norma etika (ethical norm)
3. Norma hukum (legal norm)
Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran.
Keduanya membentuk hubungan medik dan hubungan hukum.
Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan
antara keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
harmonisasi dalam pelaksanaannya
Dokter Pasien
Aktif
Superior ? Pasif
Kepercayaan
Pola Hubungan Dokter Pasien berdasarkanKeadaan Sosial Budaya dan Penyakit Pasien
Activity-Passivity
Pola hubungan klasik, disini dokter “seolah-olah” dapat melaksanakan ilmunya tanpa
campur tangan pasiennya, dengan motivasi altruistis
Dalam keadan: pasien tidak sadar atau gawat darurat atau gangguan mental berat
Guidance-Cooperation
Membimbing dan kerjasama. Walaupun dokter mengetahui banyak, ia tidak semata-
mata menjalankan kekuasaan, namun mengaharapkan kerjasama pasien yang
diwujudkan dengan menuruti anjuran dan nasihat dokter
Dalam keadaan penyakit pasien yang tidak terlalu berat.
Penyakit baru.
Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan
hak yang sama. Pasien berperan secara aktif dalam pengobatan dirinya.
Dalam keadaan pasien cukup intelek, penyakit kronis atau ingin memelihara
kesehatannya
Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak yaitu dokter dan pasien diyakini
mempunyai kebebasan dan kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan
suatu perikatan/perjanjian dimana masing-masing pihak harus melaksanakan peran atau
fungsi terhadap yang lain. Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban .
Secara materil, suatu tindakan medik tidak bertentangan dengan hukum bila:
1. Mempunyai indikasi medis guna mencapai suatu tujuan yang konkrit
2. Sesuai dengan standar yang berlaku dalam ilmu kedokteran
3. Terlebih dahulu mendapat persetuan dari pasien
Hubungan Dokter-Pasien
Pada awalnya hubungan dokter-pasien bersifat vertikal (hubungan atas-bawah).
Hubungan dokter-pasien pada masa itu dipengaruhi oleh doktrin medical
paternalism (doctor knows his patient’s best interest).
Doktrin medical paternalism adalah perwujudan dari asas beneficence.
Hubungan semacam ini dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat paternalistik,
sebagaimana hubungan antara bapak dengan anak.
Hukum Perikatan
Sebagai sebuah perikatan, maka hubungan dokter dan pasien tunduk pada hukum
perikatan.
Hukum perikatan adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang
perikatan
Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang perikatan terdapat dalam Buku ke 3
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).
Buku ke 3 BW antara lain menerangkan tentang sumber-sumber perikatan dan
syarat sahnya perjanjian.
Sumber Perikatan
Perikatan bisa terjadi karena 2 macam sebab:
1. Karena Undang-undang
Pada poin 1 dan 2 termasuk syarat subjektif, dimana jika tidak terpenuhi maka dapat
dibatalkan (misalnya: kurang dewasa). Pada poin 3 dan 4, termasuk syarat objektif,
dimana syarat tersebut dapat batal demi hokum (contoh: abortus).
Perikatan Dokter-Pasien
Perikatan dokter-pasien bisa terjadi baik karena undang-undang maupun
karena perjanjian. Ketika dokter memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat
yang berada dalam keadaan tidak sadar, terjadilah sebuah perikatan antara si dokter dan
si pasien.
Jenis Perikatan
Perikatan antara dokter dan pasien bisa berbentuk resultaats verbintenis ataupun
berbentuk inspanning verbintenis
Resultaat verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada hasil kerja (outcome)
tertentu.
Inspanning verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada usaha yang sungguh-
sungguh.
Resultaats Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila
hasil kerja (outcome) yang dijanjikan kepada si pasien telah dipenuhi
Inspanning Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila ia
telah berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengobati si pasien.
Obyek perikatan adalah berupa ‘usaha sungguh-sungguh untuk kesembuhan pasien’
dan bukan kesembuhan itu sendiri.
Hubungan perikatan semacam ini sering dinamakan pula dengan istilah transaksi
terapetik.
Prestasi
Memenuhi perikatan sama dengan memenuhi kewajiban dalam perikatan
Obyek perikatan dalam ilmu hukum disebut dengan istilah prestasi. Seseorang yang
telah memenuhi kewajibannya dengan sempurna di dalam suatu perikatan dikatakan
telah memberikan prestasi atau telah berprestasi
Prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak
melakukan sesuatu.
Wan-Prestasi
Kegagalan dalam memenuhi perikatan atau dalam memenuhi kewajiban disebut
dengan istilah wan-prestasi.
Dalam suatu perikatan yang lahir karena perjanjian, wan-prestasi sama maknanya
dengan ingkar janji.
Seseorang dikatakan telah melakukan wan-prestasi apabila ia:
Tidak berprestasi sama sekali
Berprestasi tetapi tidak sesuai
Berprestasi tetapi terlambat
Hak-hak pasien
Kewajiban pasien
1. Memberikan informasi secara lengkap dan jujur tentang kesehatannya
2. Mematuhi nasehat & petunjuk dokter
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku
4. Memberikan imbalan jasa
Kewajiban dokter
1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP
2. Merujuk pasien bila tidak mampu
Hak dokter
1. Memperoleh perlindungan hukum
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi & standar prosedur
operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap & jujur dari pasien atau keluarganya
4. Menerima imbalan jasa
Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang
Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat/mengisi rekam medis atas perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter
dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit
tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga
kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun
antar profesi). Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan
norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-masing. Oleh karena itu dalam
praktik harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara
B. Prosedur Medikolegal
Tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan
dengan pelayanan untuk kepentingan hukum.
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda
dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa
isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang
khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan
gawat darurat.
Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:
1. Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat
2. Perubahan klinis yang mendadak
3. Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki
risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di
gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi
kematian. Situasi emosional dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan
tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien
dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan.
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi
hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan Pelayanan gawat
darurat. Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege
tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat.
Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah.
An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever
assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-enquires immediate
medical attention. This condition continues until a determination has been made by a
health care professional that the patient’s life or well-being is not threatened.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat
walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan
antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adaiah:
A true emergency is any condition clinically determined to require immediate
medical care. Such conditions range from those requiring extensive immediate
care and admission to the hospital to those that are diagnostic
probmelakukanlems and may or may not require admission after work-up and
observation.
Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang
dihadapi pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang
Pada prinsipnya, setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD
(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon
digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak terduga (sudden
unexpected death), apapun penyebabnya, harus dilaporkan dan ditangani oleh Coroner
atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan tindakan iebih lanjut apakah
jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan
MALPRAKTIK MEDIS
Istilah malpraktik adalah istilah yang umum tentang kesalahan yang dilakukan
oleh professional dalam menjalankan profesinya dan merupakan terjemahan dari
malpractice. Istilah malpraktik berasal dari kata mala, artinya tidak baik, dan praktik
yang artinya pelaksanaan pekerjaan. Dalam bidang kesehatan, malpraktik medis
merupakan pelaksanaan pekerjaan dokter secara tidak baik. Jadi, malpraktek adalah
praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar
prosedur operasional.
Pengertian malpraktik secara umum adalah adanya kesembronoan (professional
misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of
skill) yang diukur denggan ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan sesuai
dengan derajat ilmiah yanng lazim dipraktikkan pada setiap situai dan kondisi di dalam
komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata.
Untuk malpraktek dokter dapat dikenai hukum kriminal dan hukum sipil.
Malpraktek kedokteran terdiri dari 4 hal yaitu tanggung jawab kriminal, malpraktik
secara etik, tanggung jawab sipil, dan tanggung jawab public.
Menurut Prof.Dr.dr.Daldiyono, seorang dokter dinilai baik apabila:
1. Dokter meletakkan kepentingan pasien lebih tinggi daripada kepentingan dokter
dalam memperoleh pembayaran.
2. Pasien dapat merasakan apakah dokter bekerja demi diri pasien atau demi uang.
3. Dokter bekerja sesuai dengan kompetensinya kecuali dalam keadaan darurat
pertolongan atau penyelamatan nyawa.
4. Dokter bekerja dengan melaksanakan standar pelayanan medis yang telah
ditentukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Jenis Malpraktik
Dalam ilmu hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan pidana apabila
memenuhi unsur yang telah ditentukan secara limitative dalam suatu peraturan
perundang-undangan pudanan pasal (1) KUHP menyatakan suatu perbuatan yang dapat
dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah
ada, sebelum perbuatan itu dilakukan, atas asas legalitas. Perbuatan pidana dapat
bersifat kesengajaan (delik culpa) maupun kealpaan (delik alpa). Berdasarkan doktrin
ilmu hhukum pidana inilah malpraktik medis juga harus dpat dibedakan apakah masuk
dalam ”delik culpa atau delik alpa”
Malpraktik medis dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau tidak dengan
kesengajaan. Perbedaannya trletak pada motif tindakan yang dilakukannya. Apabila
dilakukan secara sadar dan tujuannya diarahkan kepada akibat atau mengetahui bahwa
tindakan itu bertentangan dengan hukum, maka tindakan ini disebut malpraktik
(malpraktik kriminal). Apabila tindakan tersebut tidak didasari dengan motif untuk
menimbulkan akibat buruk, maka tindakan tersebut adalah tindakan kelalaian. Akibat
yang ditimbulka dari suatu kelalaian sebenarnya terjadi di luar kehendak yang
melakukannya. Apabila disimak dari berbagai kasus malpraktik medis yang terjadi
Malpraktik medis selain dapat dituntut secar piana juga dapat dituntut secara
perdata dalam bentuk pembayaran ganti rugi. Dasar hukum malpraktik perdata/sipil
adalah transaksi atau kontrak teraupetik antara dokter dengan pasien yaitu hubungan
dokter dengan passien, dimana dokter bersedia memberikan pengobatan atau perawatan
medis kepada pasien dan pasien bersedia membayar sejumlah honorium/imbalan
kepada dokter. Ketentuan yang terkait denagn KUHP perdata adalah : Pasal 1366
KUHP perdata, ”setiap orang bertanggungjawab bukan hanya kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga kerugian yanng disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-
hati”
Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang
berkompetensi dan mendapatkan izin dari institusi yang berwenang dan bekerja sesuai
dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.
Untuk memastikan bahwa para dokter yang berpraktik adalah benar telah
memiliki kompetensi dan kewenangan medis dan yang sesuai dengan standar medis
dan etika profesi maka perlu adanya UU Praktik Kedokteran. UU Praktik Kedokteran
dimaksudkan untuk mencapai akuntabilitas profesi dan layanan kedokteran.
Ilustrasi Kasus
1. Seorang ibu membawa anaknya yang menderita penyakit gondong/bengok
(parotitis), kepada dokter. Oleh dokter anak tersebut diberi injeksi Penisilin, anak
tersebut ternyata tidak tahan dan kemudian segera meninggal.
Dokter dalam kasus ini telah melakukan penyimpangan yaitu di dalam hal
pemberian injeksi Penisilin oleh karena penyebab penyakit gondong adalah virus,
sedangkan virus tidak dapat dimatikan oleh Penisilin.
2. Seorang dokter memberikan injeksi Penisilin kepada pasien penderita penyakit
kencing nanah, si pasien ternyata meninggal tidak lama setelah penyuntikan.
Kesalahan dokter di dalam kasus ini ialah : ia tidak melakukan anamnesa,
menanyakan apakah pasien tersebut tahan terhadap Penisilin, apakah ia tidak punya
penyakit alergi dan tidak dilakukan skin test terlebih dahulu.
3. Seorang dokter ahli ilmu ural dalam sakit (patologanatom) melakukan kekeliruan di
dalam diagnosa dari jaringan yang diperoleh dari ahli kandungan, akibat dari
kekeliruan tersebut ahli kandungan melakukan operasi pengangkatan rahim
(histerektomi), yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
4. Seorang penderita kanker payudara diberi pengobatan dengan penyinaran, yang
menyebabkan hangusnya kulit penderita tersebut. Dalam kasus ini dokter bersalah
oleh karena, ia tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu akan komplikasi yang
dapat terjadi bila seseorang mendapat penyinaran.
5. Seorang wanita meninggal dunia beberapa saat setelah dilakukan tindakan
pengguguran kandungan. Di dalam pemeriksaan ternyata rahim wanita robek
sehingga terjadi pendarahan yang berakibat fatal. Dokter yang melakukan tindakan
tersebut ternyata kurang berhati-hati di dalam melakukan pengguguran tersebut
sehingga terjadi robekan pada rahim.
Di dalam menghadapi kasus-kasus seperti tersebut di atas yaitu terjadinya luka-luka
atau kematian pada seseorang sehubungan dengan tindakan kedokteran, maka penyidik
memerlukan visum et repertum (VER), di mana di dalam VER tersebut harus memuat
kejelasan di dalam hal :
a. Bagaimana keadaan korban/pasien yang sebenarnya dalam kaitan dengan upaya
pembuktian apakah diagnosa yang dibuat dokter tersebut tepat, ini untuk dapat
menjelaskan tepat tidaknya tindakan/pengobatan yang dilakukan oleh tersebut
dengan kata lain apakah indikasinya tepat.
b. Apakah terdapat hubungan sebab akibat antara tindakan dokter dengan kematian
atau perlukaan pada tubuh korban. Dengan perkataan lain apakah penyebab
kematian korban disebabkan tindakan yang dilakukan oleh dokter, apakah luka-luka
yang terdapat pada tubuh korban memang disebabkan oleh tindakan dokter.
Selain mendapatkan kejelasan seperti yang dimaksud di atas, maka di dalam
menghadapi kasus penyimpangan di dalam praktek kedokteran, penyidik perlu
mengadakan konsultasi/meminta keterangan dari organisasi profesi yang bersangkutan
Pasal 32
4. Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
saranakesehatan tertentu.
Pasal 35
1. Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
Pasal 36
1. Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
Pasal 37
Pasal 53
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien.
Pasal 70
1. Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat
untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga
kesehatan.
2. Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku
dalammasyarakat.
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Pasal 41
2. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib
memasang papan nama praktik kedokteran.
Pasal 45
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
Pasal 48
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional.
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
d. Menerima imbalan jasa.
Pasal 52
Pasien dalammenerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3.
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhanmedis.
d. Menolak tindakan medis.
e. Mendapatkan isi rekammedis.
Pasal 53
Pasien dalammenerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalahkesehatannya.
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Sanksi Pidana
KUHP 359
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
KUHP 360
1. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selam-
lamanya satu tahun.
2. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa
sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya
atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman
denda setinggi-tingginya Rp.4500,-
KUHP 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan sesuatu
jabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan sepertiganya dan
sitersalah dapat dipecat dari pekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan itu dilakukan
dan hakim dapat memerintahkan supaya keputusannya itu diumumkan.
Pasal 81
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat 1.
b. Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.
c. Melakukan bedah plastik dan rekonstruksisebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat 1.Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan atau pidana
denda paling banyakRp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).
Pasal 82
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat 4.
b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1.
c. Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.
d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1.
e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2.Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah)
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat 1.
b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat 1.
c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
huruf a,huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Sanksi Administratif
UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 66
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Identitas pengadu
b. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan.
c. Alasan pengaduan.
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
Pasal 69
1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.
2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapatberupa dinyatakan tidak bersalah
atau pemberian sanksi disiplin.
3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan diinstitusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
PERMENKES RI No.1419/MENKES/PER/X/2005
Pasal 24
1. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,Pemerintah Daerah, dan organisasi
profesimelakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai
dengan fungsi,tugas dan wewenang masing-masing.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diarahkan pada
pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi.
Pasal 25
1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat
mengambil tindakan administratip terhadap pelanggaran peraturan ini.
2. Sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan,
tertulis sampai pencabutan SIP.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam memberikan sanksi administratip
sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan
organisasi profesi.
Pasal 26
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi:
1. Atas dasar keputusan MKDKI
2. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Melakukan tindak pidana.
Pasal 27
1. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas KesehatanKabupaten / Kota wajib
disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan
ditetapkan.
2. Dalam hal keputusan dimaksud pada ayat 1 tidak dapat diterima, yang bersangkutan
dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk
diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
keputusan diterima.
Pasal 28
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter
dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas
Kesehatan Provinsi, serta tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi
setempat.
Kematian akibat
tindakan medis
Sengaja Lalai
Risiko
Lalai
Pendahuluan
Definisi
Informed consent terdiri dari dua kata, yaitu ”Informed” yang berarti suatu
pemberitahuan dan ”Consent” yang berarti suatu persetujuan.
Sedangkan consent diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
2. Express (tersurat), dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
- Secara tertulis
Sebagian besar terdapat pada kasus – kasus yang memiliki resiko yang tinggi,
contohnya pada pembedahan, anestesi, sirkumsisi, dan lain – lainnya.
- Secara tidak tertulis (lisan)
Sebagian besar yang dilakukan dalam praktek sehari-hari adalah consent secara
tidak tertulis atau secara lisan
3. Implite (tersirat)
- Pasien tidak menyatakan secara langsung apakah ia setuju atau tidak setuju
- Biasanya dengan gerakan tubuh
Consent secara tertulis (ada bukti hitam di atas putih), namun sebelumnya dokter
tidak memberikan ”informed” kepada pasien, maka masih bisa digugat secara hukum
oleh pihak pasien.Consent merupakan hak prerogatif dari setiap pasien.
1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih
ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap).
Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis.
Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinum,
dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh.
Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu
(keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman).
Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada
tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga
pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat
dari 3 standar, yaitu :
o Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi
ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak
sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna”
(menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi
sosial pasien.
o Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.
o Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.
3. Consent elements
Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan
syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent
tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik
buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent
adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst.Proxy consent hanya boleh
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Pengertian Autopsi
Berdasarkan tujuannya ada 2 jenis autopsi, autopsi klinik dan autopsi forensik/
autopsi mediko-legal yang dijelaskan sebagai berikut :
Autopsi klinik diakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, di
rawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal.
Tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah:
a. Menentukan sebab kematian yang pasti
b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai
dengan diagnosis postmortem
c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik
dan gejala-gejala klinik
d. Menentukan efektifitas pengobatan
e. Mempelajari pelajaran lazim suatu proses penyakit
f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Untuk autopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil maksimal, yang terbaik adalah
malakukan autopsi klinik yang lengkap meliputi pembukaan rongga tengkorak,
dada, perut/panggul, serta pemeriksaan seluruh organ-organ dalam. Jika keluarga
menolak dapat dilakukan autopsi klinik parsial, pada satu atau dua rongga
tertentu. Jika keluarga masih menolak, kiranya dapat diusahakan suatu needle
necropsy terhadap organ tubuh tertentu, kemudian dilakukan pemeriksaan
histopatologik.
Autopsi forensik/autopsi mediko-legal
Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang
berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menetukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara dan saat kematian
c. Mengumpulkan dan mengenali benda-benda bukti untuk penetuan identitas
benda peyebab serta identitas pelaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan
identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik, diperlukan surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, yakni pihak
penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan. Dalam melakukan autopsi forensik,
mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap. Autopsi forensik harus dilakukan
oleh dokter. Dalam autopsi klinik dan forensik, kelainan sekecil apapun harus
dicatat dan pemeriksaan harus dilakukan sedini mungkin.
Tehnik Autopsi
- Tehnik Virchow :
- Tehnik Rokitansky :
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan-kumpulan organ (en bloc). Tekhnik ini jarang dipakai, karena tidak
menujukkan keunggulan yang nyata. Tekhnik ini pun tidak baik digunakan autopsi
forensik.
- Tehnik Letulle:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse), Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaan
posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar paraaorta diperiksa. Aorta
dibuka sampai arcus aorta dan Aa. Renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara a. renalis. Rektum dipisahkan dari sigmoid. Organ
urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat
dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus
dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava
- Tehnik Ghon:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama
hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc).
Pemeriksaan Luar
Pembedahan Mayat
Dimulai dari lidah, esophagus, trachea, dst sampai seluruh alat tubuh. Otak
biasanya diperiksa terakhir.
1. Lidah
Diperhatikan permukaan lidah, adakah bekas gigitan, baik baru maupun lama.
Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas
gigitan dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak
sampai teriris putus agar setelah otopsi mayat masih tampak berlidah utuh.
Roman’s Ed. 36th . Edited by XXVII-J 69
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran
infeksi, nanah, dsb. Ditemukan tonsilektomi kadang membantu dalam identifikasi.
3. Kelenjar gondok
Otot-otot leher harus dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan
pinset bergigi pada tangan kiri, ujung bawah otot-otot leher dijepit dan sedikit
diangkat, dengan gunting pada tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian
posterior. Setelah otot leher di angkat, kelenjar gondok tampak jelas dan dapat
dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trakea. Perhatikan ukuran
dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah
perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada
kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (esophagus)
Dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya
benda-benda asing, keadaan selaput lendir, dll (misalnya striktur, varices).
5. Batang tenggorok (Trakhea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai dari epiglotis.
Perhatikan adakah edema, perdarahan, benda asing, dll. Perhatikan pula pita suara
dan kotak suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan pengguntingan
dinding belakang sampai cabang bronkus kiri dan kanan. Perhatikan adanya benda
asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin
(cartilago cricoidea)
Tulang lidah kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan. Tulang
lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan pinset dan gunting.
Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin
seringkali juga menunjukkan resapan darah pada kasus dengan kekerasan pada
daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteri carotis interna
Arteri carotis communis dan interna biasanya tertinggal melekat pada permukaan
dekat ruas tulang leher. Perhartikan tanda kekerasan sekitar arteri ini. Buka arteri
dengan menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila
kekerasan pada daerah leher mengenai arteri ini, kadang dapat ditemukan
kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah.
8. Kelenjar kacangan (thymus)
Biasanya telah menjadi Thymic fat body pada orang dewasa, namun kadang masih
dapat ditemukan pada status thymicolymphaticus. Kelenjar thymus terletak melekat
di sebelah atas kandung jantung. Pada permukaanya perhatikan adanya perdarahan
berbintik serta kemungkinannya adanya kelainan lain.
9. Paru-paru
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru. Pada
paru yang mengalami emphysema dapat ditemukan cekungan bekas penekanan iga.
Perhatikan warnanya, serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi
darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna
merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla, dsb.
- Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
- Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak
dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.
- Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka
rongga dada.
- Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah
dagu sampai ke daerah simfisis.
Roman’s Ed. 36th . Edited by XXVII-J 75
- Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan
menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
- Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada
pihak keluarga.
Pada kekerasan yang mengenai daerah dada, dapat terjadi patah tulang iga yang
mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya menimbulkan pnemotoraks. Dalam hal
demikian, pembuktian dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka
rongga dada di bawah permukaan air untuk melihat keluarnya gelembung udara.
Kulit daerah dada yang telah dilepaskan dan dinding dada dipegang pada tepi
bebasnya sedemikian rupa sehingga membentuk semacam kantong dengan dasar
dinding dada. Ke dalam kantong ini kemudian diisi air. Dengan sebuah skapel, dinding
dada diiris di bawah permukaan air sampai menembus ke rongga dada. Pengumpulan
udara dalam rongga dada pada pnemotoraks akan menyebabkan ke luar gelembung
udara dari lubang.
Pemeriksaan pnemotoraks dapat pula dilakukan dengan menggunakan semperit
gelas yang besar (ukuran 25 sentimeter kubik) dan jarum trokar. Semperit diisi setengah
penuh, lalu dengan jarum trokat, sela iga ditusuk. Adanya pengumpulan udara dalam
rongga dada akan menyebabkan keluar gelembung udara ke dalam air dalam semperit.
Kematian akibat emboli lemak dapat terjadi pada kasus trauma tumpul terhadap
jaringan lemak atau patah tulang panjang pada orang dewasa. Butir lemak yang berasal
dari jaringan lemak atau sumsum tulang dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke
eluruh tubuh. Pada otak, butir lemak ini dapat menyumbat pembuluh otak yang kecil
dan mengakibatkan kematian.
Diagnosa emboli lemak dapat ditegakkan bila dalam pembuluh darah dapat
ditemukan butir lemak ini ( fat globule). Untuk melihat ini, dilakukan pemeriksaan
histopatologik dengan pewarnaan khusus untuk lemak, misalnya SUDAN III. Butir
lemak akan diwarnai menjadi berwarna merah-jingga. Pada pengerjaan/ processing
jaringan untuk pembuatan preparat histopatologik, hendaknya dihindari proses rutin
yang dalam perjalanannya akan melarutkan butir lemak yang terdapat dalam pembuluh
darah tersebut.
Untuk dapat melihat kelainan pada leher dengan lebih baik, perlu diusahakan
agar daerah leher bersih dari kemungkinan terdapatnya ”genangan” darah. Untuk itu
dilakukan usaha agar darah yang terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan
ke tempat lain.
Pemotongan kulit dimulai dari incisura jugularis ke arah simfisis pubis.
Pembukaan rongga dada dan perut dilakukan seperti pada autopsi rutin. Pengeluaran
alat leher ditangguhkan untuk sementara.
Lakukanlah pemotongan kulit kepala, penggergajian tengkorak serta
pengeluaran otak. Pindahkan ganjal yang semula terdapat pada daerah tengkuk
sedemikian rupa sehingga daerah leher terletak paling tinggi. Dengan mengeluarkan
otak dan alat dada dengan jalan memotong trachea setinggi incisura jugularis (atau
dapat pula hanya jantung saja yang dikeluarkan) maka darah yang terdapat dalam
pembuluh darah leher dapat dialirkan ke arah kepala dan dada, dan lapangan leher
menjadi bersih. Dengan demikian, kelainan berupa resapan darah yang kecil pun dapat
terlihat jelas.
Setelah pemeriksaan daerah leher selesai, maka pengeluaran/pengangkatan alat
leher dapat dilakukan seperti pada autopsi rutin.
Pada kasus mati tenggelam, harus dibuktikan masuknya air ke dalam paru
bagian distal. Caranya dengan memeriksa kadar elektrolit darah dari jantung kiri
dibandingkan jantung kanan, karena tenggelam akan menimbulkan terjadinya
hemodilusi atau hemokonsentrasi, tergantung pada tekanan osmotik cairan tempat
tenggelam. Dapat juga dilakukan pemeriksaan diatome melalui pemeriksaan getah paru.
Pada mayat dapat ditemukan kedua paru mengembang berisi air, juga lambung
dan benda asing yang tertelan. Selain itu, terdapat gambaran cutis anserina akibat
kontraksi mm.erector pilli. Bila mayat terendam cukup lama, bisa ditemukan kulit
telapak tangan dan kaki yang keriput (washer woman hand). Bila ada cadaveric spasm
bisa ditemukan benda atau tumbuhan air yang tergenggam.
Pada dugaan mati akibat racun, pertama kali harus dicium bau yang keluar dari
tubuh mayat karena hidung pemeriksa dapat beradaptasi jika berlama-lama bersama
mayat. Setelah itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium toksikologi untuk
pemastian racun penyebab.
Pada pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat yang berwarna merah terang.
Pemastian sebab kematian dengan penemuan kadar CO-Hb yang tinggi dalam darah.
Pada bedah mayat terdapat bintik perdarahan pada substansi putih otak atau gambaran
infark yang simetrik. Hal ini disebabkan terjadinya anoksi otak.
Pada pemeriksaan mayat sering tercium bau sianida (bau amandel) dan lebam
mayat merah terang. Pemeriksaan selanjutnya tidak memberikan gambaran yang khas.
Diagnosis pasti dengan periksa toksikologi terhadap isi lambung dan darah.
Sering terjadi akibat bunuh diri atau kecelakaan karena over dosis. Terjadi
depresi nafas yang menjadikan hipoksia sehingga lebam mayat berwarna gelap.
Terdapat juga vesikel atau bula simetrik pada kulit.
Pada bedah mayat ditemukan bendungan alat dalam, paru yang edem dengan
busa halus dalam saluran nafas, bintik darah pada substansi putih otak. Pemastian
dengan ditemukan barbiturat dalam darah dan urine juga toksikologi isi lambung.
Lebih sering terjadi akibat kecelakaan. Perlu diperhatikan adanya bekas suntikan
yang baru atau lama, pembesaran kelenjar limfe regional. Kadang ada tato di tempat
yang tidak wajar (cth. di lipatan siku, tempat biasa menyuntik).
Mati akibat narkoba sering karena depresi nafas. Pada bedah mayat ditemukan
kelainan paru berupa bendungan dan edema hebat pada paru, narcotic lung atau
gambaran pneumonia lobaris. Toksikologi dilakukan pada darah, urine, cairan empedu
serta tempat masuk suntikan. Dpat juga ditemukan vesikel/ bula seperti pada keracunan
CO atau barbiturat.
Ada 2 jenis, yaitu keracunan akut dan kronis. Pada akut, pemeriksaan luar
mayat menunjukkan tanda dehidrasi hebat pada tubuh. Terdapat perdarahan sub
mukosa, erosi dan ulserasi sepanjang saluran cerna. Ada bubuk putih dan arsen trioksida
pula pada daerah itu. Pada kronis, ada kelainan pigmentasi kulit, garis putih pada kuku
serta tubuh yang kahektis. Terdapat kelainan histologik degeneratif pada hati dan ginjal.
Toksikologi pada isi lambung, darah dan urine.
Mati mendadak adalah kematian yang terjadi dalam waktu relatif singkat pada
orang yang sebelumnya tampak sehat, dan kematian yang tidak/belum jelas sebabnya.
Untuk penyebabnya harus selalu diingat kemungkinan terjadinya keracunan yang
memerlukan pemeriksaan toksikologi.
Penyebab mati mendadak biasanya menyangkut sistem kardiovaskular (SKV),
pernafasan dan susunan saraf pusat (SSP). Pada SKV meliputi infark miokard, penyakit
Biasa terjadi pada wanita yang mengalami abortus tersebut. Terjadi perdarahan
karena ruptur uteri akibat kekerasan yang ditimbulkan oleh pengurutan dengan tangan
atau alat yang membuat perforasi uterus. Selain perdarahan, kematian juga dapat akibat
emboli udara saat pembuluh darah atau sinus marginalis terbuka. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dengan menemukan udara dalam bilik jantung kanan atau vena cava
inferior.
- Pada daerah kepala diikatkan melingkar benang putih, sebagai tanda posisi kulit
kepala yang akan dipotong, yaitu mulai belakang telinga kanan sampai telinga
kiri. Kulit kepala dikelupas, mula-mula dengan pisau tumpul, dibantu secara
tajam dari permukaan, sampai kearah depan hingga ke supra orbita dan bagian
belakang sampai kearah oksipital yang paling tengah.
- Kepala dibuka dengan cara membuat irisan pada kulit kepala dimulai dari
processus mastoideus melingkari kepala kea rah puncak kepala (vertex) dan
berakhir pada processus mastoideus sisi lainnya. Kulit kepala kemudian dikupas
kea rah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas margo supraorbitalis dan
ke arah belakang sampau sejauh protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan
catat kelainan yang didapatkan, baik pada permukaan dalam kulit kepala maupun
pada luar tengkorak. Untuk membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian
tulang tengkorak melingkar di daerah frontal kurang lebih 2 cm di atas margo
supraorbitalis kea rah temporal 2 cm di atas daun telinga. Penggergajian harus
hati-hati dan dihentikan setelah tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap
tengkorak selanjutnya dilepas dengan pahat T dengan mencongkel garis
penggergajian.
- Kemudian kita akan melakukan pemeriksaan alat-alat rongga leher dan dada.
- Letakkan bagian depannya ke bawah sehingga bagian belakangnya terlihat dari
esofagus pada bagian teratas. Dari kerongkongan sampai esofagus dibelah dan
dibuka untuk melihat apakah ada isinya dan bagaimana keadaan selaput
lendirnya. Kemudian esofagus dipisahkan dari trakea. Singkirkan agak ke
samping kemudian kita membuka trakea dengan gunting sampai percabangannya
OTOPSI
Membuka kepala
Seseorang dapat dihukum karena “cara kematian”, yang mana cara ini ditentukan oleh
penegak hukum di pengadilan.
1. Penyelidikan
2. Penyidikan
3. Pendakwaan
4. Persidangan
5. Hasil banding, kasasi
Internal ricochet
Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk
dapat menembus dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru
mengenai kepala. Dengan demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak
peluru didalam kepala yang perlu diketahui, yaitu : Single- ricochet, double-
ricochet, inner tangential at contralateral side, inner tangential at contra lateral
side and ricochet dan inner tangential at entrance side.
VII.1.PENGERTIAN
o Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
o Logos : ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam arti lain berarti ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan
perubahan postmortem dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.
Dalam arti luas kadang-kadang juga mengenai ilmu yang mempelajari problem-problem
medis dan psikologis yang berhubungan dengan persoalan kematian penderita dan
keluarga yang ditinggalkan.
Definisi Mati
Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem saraf pusat,
yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.
Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati
ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi
sementara memungkinkan untuk transplantasi. Secara klinis tidak ditemukan
refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar,
tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar pada auskultasi.
Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt.
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian
somatis ( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati
klinis, kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf
pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang
(listrik) sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4
jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan
Diagnosis mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang
Ada 3 sistem yang berperan dalam siklus oksigen dan membantu kira mendeteksi
hidup matinya seseorang:
1. Sistem saraf, terutama medulla oblongata sebagai pusat vital
2. Sistem kardiovaskular, yaitu jantung sebagai pemompa darah dan denyut nadi
sebagai transpor oksigen
3. Sistem pernapasan, terutama paru-paru sebagai tempat pertukaran oksigen
Mati klinis absennya denyut nadi dan pernapasan, dan merupakan proses yang
reversible dan dapat kembali, misalnya dengan bantuan CPR (cardiac pulmonary
resuscitation). Dahulu mati klinis: absennya tanda-tanda vital (pernapasan, denyut
nadi, tekanan darah). Sekarang pernyataan kematian secara medik dan hukum
(medikolegal) memakai definisi mati serebral: "kematian terjadi ketika semua fungsi
serebral berhenti dan ireversibel tidakdapat kembali lagi.
Keruhnya kornea mata akibat adanya lapisan tipis yang menutupi kornea mata.
Lapisan tipis itu merupakan sekret mata yang telah mengering akibat penguapan cairan.
Apabila lapisan itu hilang setelah kita meneteskan cairan pada kornea mata maka lama
kematian korban dapat kita perkirakan yaitu kurang 6 jam.
Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh
Glaister dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5
Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik
vena gagal mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler
akibatnya butir sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar
dialirkan di tempat lain (fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi menyebabkan darah
yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah.
Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya
perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat
tertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 – 12 jam tidak akan
menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi
indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Atas dasar keadaan
Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang
disebabkan hipotermi atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu, seperti
tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat menentukan penyebab kematian,
tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar udara dingin setelah
mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan
lebam dari merah padam menjadi merah muda.
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Yang paling sering adalah
merah terang (cherry-pink), oleh karena karboksihemoglobin (CO-Hb) terletak pada
seluruh jaringan, warna ini khas dan sering merupakan indikasi pertama adanya
Kepentingan mediko-legal
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari
warna lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini
terlalu besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan saat mati.
Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi
manipulasi posisi pada mayat.
Livor mortis terjadi karena adanya kelenturan otot setelah mati karena adanya
metabolisme tingkat selular masih berjalan berupa pemecahan cadangan
Rigor mortis mulai terjadi saat ATP sudah menurun sebanyak 85% dari nilai normal.
Dan saat sudah menuruh hingga 15% maka sudah terjadi kaku maksimal.
Pada Rigor mortis terjadi tiga fase yang pertama yaitu primary relaxation/flaccidity,
terjadi nya rigor motis atau rigiditas dan secondary flaccidity.
2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
o Pada saat autopsi, otot mungkin akan terasa layu dan kering. Pada
permukaan otot mungkin akan tampak daerah yang terkarbonisasi, kemudian
di bawahnya akan tampak daerah “brownish pink” yaitu gambaran seperti
daging merah yang dimasak, dan di bawahnya lagi apabila panas lingkungan
belum dapat mempengaruhi daerah tersebut, maka akan tampak otot yang
berwarna merah normal.
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku,
paha dan lutut,membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati
terbakar. Hal ini dikarenakan massa dari otot-otot fleksor bersatu dengan
otot-otot ekstensor yang mana anggota gerak menjadi fleksi dan tulang
belakang menjadi terlihat seperti posisi opistotonus. Perubahan ini jelas
merupakan tanda post-mortem dan tidak ada hubungannya dengan dibakar
saat masih hidup, sebagaimana distorsi pada saat kremasi.
3. Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan
lemak subkutan dan otot
3.Pembusukan :
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi atau putrefection.
Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat
autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama clostridium welchii. Bakteri ini
menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S, HCN, dan AA.
H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang berwarna
hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya
mikroorganisme dan enzim proteolitik. Proses pembusukan telah terjadi setelah
kematian seluler dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian.
Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah
perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh
perut dan dada dengan disertai bau busuk.
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi
sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme. Autolisis adalah
perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui
proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-
organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis lebih
cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian
pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu
pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis
ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang
terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel
akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan
mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada
suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan
sehingga proses ini akan terhambat pula. Pembusukan adalah proses
penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri
anaerob yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan
Clostridium Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang
lain seperti Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus,jamur dan enzim-enzim
seluler juga memberikan kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan
pada fase akhir dari pembusukan.
Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru
bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran
marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah
dan paha. Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka
sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan
dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas
sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat
dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut
banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil
dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat
dilihat pertama kali pada hati .
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan
yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan
cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar,
bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung.
Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai
kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non
gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan
karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan
fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain
sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan
identifikasi jenis kelamin. Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ
dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau ‘ milliary plaques’
yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan
serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum,
pericardium dan endocardium. ‘Milliary plaques’ ini pertama kali ditemukan
oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat,
sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal
sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan. Pada orang yang
obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium dapat
mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan
diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan dan juga
tidak menyenangkan.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa
tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda
pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan
dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga
sudah mengalami pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang
terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat.
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang
terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi
paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Bau busuk dari tubuh mayat tidak hanya mengganggu, namun juga
membahayakan. Pembusukan dimulai dengan pemutusan ikatan protein-protein
besar pada jaringan tubuh oleh bakteri fermentasi menggunakan enzim protease.
Kumpulan hasil pemutusan ikatan protein yang disebut asam amino ini dicerna
berbagai jenis bakteri, misalnya bakteri acetogen. Bakteri ini mereaksikan asam
amino dengan oksigen dalam tubuhnya untuk menghasilkan asam asetat,
hidrogen, nitrogen, serta gas karbon dioksida. Produk asam asetat ini
menimbulkan bau
Variasi-variasi pembusukan:
a. Mummifikasi
o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban turun → dehidrasi viceral
sehingga kuman-kuman tidak berkembang → tidak terjadi pembusukan →
mayat mengecil, bersatu berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi masih
lengkap sampai bertahun-tahun.
o Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan
o Syarat terjadinya mummifikasi :
Suhu relatif tinggi
Kelembaban udara rendah
Aliran udara baik
Waktu yang lama (12-14 minggu)
o Yang terlihat pada mummifikasi adalah penyusutan bentuk tubuh, kulit padat
hitam seperti kertas perkamen
b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat, asam
stearat, asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh yang relatif
padat .
o Suhu tinggi → kelembaban tinggi → lemak → asam lemak → pH turun →
kuman tidak bisa berkembang → asam lemak → dehigrogenase →
penyabunan → mayat menjadi kebalikannya mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
Suhu rendah, kelembaban tinggi
Lemak cukup
Aliran udara rendah
Waktu yang lama
Pakar ilmu forensik entomologi dari AS, William Rodriguez mengatakan, terdapat
pola khas dari pembusukan mayat. Pola khas ini jika dikaitkan dengan fase
perkembangan serangga yang juga khas pada mayat, akan mampu menunjukan saat
kematian. Misalnya saja lalat yang biasa berkerumun di tempat sampah,
memerlukan waktu metamorfosa sekitar 500 jam untuk menjadi lalat sempurna.
Itupun dalam kondisi ideal, yakni suhu rata-rata 23 derajat Celsius dan kelembaban
cukup. Pada tahap awal, telur menetas menjadi larva berupa belatung yang kerjanya
hanya makan. Sekitar 30 jam kemudian, belatung mamasuki tahapan kedua dan
mulai menyiapkan diri untuk menjadi kepompong. Belatung tahapan kedua ini
umurnya sekitar 52 jam, setelah itu memasuki tahapan ketiga, dengan kesiapan
menjadi kepompong bertambah matang. tahapan ketiga ini umurnya sekitar 85 jam.
Tahapan selanjutnya belatung menjadi kepompong. Pada tahapan ini diperlukan
waktu sekitar 280 jam untuk menetas menjadi lalat. Seekor lalat dewasa di sekitar
mayat korban pembunuhan, dipastikan sudah berumur sekitar 500 jam. Jadi jika
dalam penelitian ditemukan belatung pada fase akhir tahap ketiga misalnya, berarti
korban sudah meninggal sekitar 160 jam atau sekitar seminggu.
Larva Musca domestica mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah menjadi
kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva Sarcophaga
cranaria mencapai panjang 20 mm pada hari ke-9, menjadi kepompong pada hari
ke-10 dan menjadi lalat pada hari ke-18. Necrophagus species akan memakan
jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga
Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh
maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah
1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva
dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.
Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati, mengakibatkan
sekresi kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati, trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati
Dari semula sudah dikemukakan bahwa tujuan pengetahuan tanatologi adalah untuk
kepentingan medikolegal, terutama berkaitan dengan post-mortem interval.
Pengetahuan ini harus selalu diterapkan dalam pemeriksaan mayat. Bila saat kematian
korban tidak diketahui, maka beberapa petunjuk di bawah ini dapat dipakai.
Jam pertama kematian. Tubuh masih hangat (dengan thermometer panjang
didapati suhu 370 C), otot-otot masih lemas selurunya (periode relaksasi
primer), kornea mata bening, belum tampak atau belum jelas adanya lebam
mayat.
4-6 jam. Telah mulai dingin (suhu rektal 34-350 C), kaku mayat di rahang telah
di telah ada, begitu juga di beberapa persendian, lebam mayat masih hilang pada
penekanan.
10-12 jam. Mayat mulai dingin (suhu sekitar 29-300 C), kaku mayat lengkap di
seluruh tubuh seperti papan, bila diangkat kaki, panggul dan punggung juga
terangkat, lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang pada penekanan.
16-18 jam. Mayat dingin (sama dengan suhu ruang 28-290 C), kaku mayat di
beberapa persendian telah hilang, mulai tampak tandatanda pembusukan
terutama di perut bagian kanan bawah tampak biru kehijauan, lebam mayat luas
di bagian terendah dari tubuh.
20-24 jam. Dingin, kaku mayat sudah menghilang (relaksasi sekunder), tanda
pembusukan makin jelas, perut mulai tegang, bau pembusukan, darah
pembusukan keluar dari hidung dan mulut.
30-36 jam. Mayat menggembung, maka bengkak, mata tertutup,bibir menebal,
keluar gas dan air pembusukan keluar dari hidung dan mulut, tampak garis
pembuluh darah di permukaan tubuh (marble appearance).
40-48 jam. Gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum bengkak, lidah
bengkak dan menonjol keluar. Sebagian gelembung pecah, kulit muda
terkelupas.
3 hari. Pembusukan lanjut, uterus bisa prolaps. Demikian juga anus, mata
menonjol keluar, muka sangat bengkak kehitaman rambut dan kuku mudah
dicabut.
4-5 hari. Perut mengempes kembali karena gas keluar dan celah jaringan yang
rusak/hancur, satura kepala merenggang, otak mengalami perlunakan menjadi
seperti bubur.
6-10 hari. Jaringan lunak tubuh melembek dan lama-lama menjadi hancur,
rongga dada dan perut bisa terlihat karena sebagian otot sudah hancur dan
seluruhnya hingga tinggal tulang belulang.
Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik , atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh
yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan
jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.
Deskripsi luka :
1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau aksis pada tubuh. Garis yang
melalui tulang dada dan tulang belakang dipakai sebagai ordinat.)
2. Ukuran, ditentukan :
Ditentukan panjang luka
Jumlah luka
Sifat luka
Ada atau tidaknya benda asing pada luka
Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati
Menyebabkan kematian atau tidak
Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan
3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka
Luka akibat kekerasan mekanis:
Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api
Luka akibat kekerasan fisis:
Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi atau
rendah
Luka akibat kekerasan auditorik
Luka akibat kekerasan oleh arus listrik dan
petir
Patofisiologi Trauma
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh
darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem
organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh
tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian
seseorang.
Mekanisme Luka
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau
kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang
terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata
ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu bata yang sama
dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan.
Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan
dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil
menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi
kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan
energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan
tidak menimbulkan memar.
Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi
tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya.
Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan mungkin hanya sedikit perlukaan pada
otot namun dapat menyebabkan ruptur paru atau intestinal, sementara pada torsi
mungkin tidaka memberikan efek pada jaringan adiposa namun menyebabkan fraktur
spiral pada femur.
Klasifikasi luka
Abrasi
Kontusi
Laserasi
Luka insisi
th 133
Roman’s Ed. 36 . Edited by XXVII-J
1. Abrasi
Merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus lapisan
epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat
pada dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya
akan menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat
jaringan. Ketika kematian terjadi sesudahnya, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan
seperti kertas berwarna kecoklatan. Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna
kekuningan jernih dan tidak ada perubahan warna.
Abrasi Crushing
Ketika penekanan vertikal pada permukaan kulit, tidak ada goresan yang terjadi namun
epidermis hancur dan obyek yang menghantam tercetak. Jika hantaman tersebut kuat
dan daerah permukaan kontak kecil akan terjadi luka berlubang kecil dan abrasi
hantaman terjadi. Kerusakan yang terjadi berupa penekanan hingga depresi ringan dari
permukaan atau paling tidak memar atau tonjolan oedem lokal. Abrasi ini salah satu dari
abrasi yang menunjukkan cetakan dari obyek yang membuat luka.
Abrasi berpola
Abrasi yang terjadi mengikuti pola obyek tidak hanya epidermis yang rusak, kulit dapat
tertekan mengikuti pola obyek, sehingga dapat terjadi memar intradermal. Contohnya
ketika ban motor melewati kulit, meninggalkan pola pada kulit dimana kulit juga
tertekan mengikuti alur ban tersebut.
Memar Intradermal
Memar yang biasa terjadi akibat penekanan berada pada subkutanea, sering pada
jaringan adiposa. Jika dilihat, memar terjadi pada perbatasan dermis dan epidermis.
Namun kadang samara. Ketika memar terjadi akibat penekanan dengan obyek berpola,
perdarahan yang terjadi lebih dapat dilihat, jika berada di lapisan subepidermal. Jumlah
darahnya sedkiti namun karena posisinya yang superfisial dan lapisan tipis di atasnya
yang jernih sehingga polanya dapat dibedakan. Memar ini terjadi ketika obyek yang
menekan memiliki pinggiran dan alur, sehingga kulit dipaksa mengikuti alur dan
bentuknya.
Namun pada memar akibat ‘gigitan asmara’ (cupang) akan menghilang dala waktu
beberapa hari, ini dikemukakan oleh nRoberts yang mengadakan penelitian.
Beberapa faktor yang berpengaruh antara lain:
Besarnya ekstravasasi
Umur korban
Idosinkrasi seseorang
Beberapa observasi yang ditemukan:
Jika ditemukan memar yang nampak baru tanpa disertai perubahan warna,
diperkirakan terjadi 2 hari sebelum kematian
Jika memar terdapat perubahan warna kehijauan, diperkirakan terjadi tidak lebih
dari 18 jam sebelum kematian
Jika ada beberapa memar dengan beberapa warna yang berbeda, berarti tidak
terjadi pada saat yang sama. Penting pada kasus penyiksaan anak.
Laserasi terpola
Laserasi tidak menciptakan kembali bentuk dari alat yang melukai, tendangan
dapat menyebabkan laserasi khususnya jika menggunakan sepatu boot yang besar
dengan ujung kakinya yang keras. Pukulan yang sangat keras dapat menyebabkan
laserasi linier atau stellate.
7. Luka Insisi
Luka Iris
Adalah luka yang disebabkan oleh objek yang tajam, biasanya mencakup
seluruh luka akibat benda-benda seperti pisau, pedang, silet, kaca, kampak tajam dll.
Ciri yang paling penting dari luka iris adalah adanya pemisahan yang rapih dari kulit
dan jaringan dibawahnya, maka sudut bagian luar biasanya bisa dikatakan bersih dari
kerusakan apapun.
Luka potong
Adalah luka iris yang kedalamannya lebih panjang. Luka potong tidak lebih
berbahaya dibandingkan tikaman, sebagaimana ketidakdalaman luka tidak akan terlalu
mempengaruhi organ vital, khususnya target utama nya adalah tangan dan muka.
Pada kasus kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat
mengungkapkan berbagai hal tersebut di bawah ini.
1. Penyebab luka
Gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang
mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat
panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage.
Luka lecet tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
2. Arah kekerasan
Pada luka lecet geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini
sangat membantu dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
3. Cara terjadinya luka
a. Luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka.
Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu
1. Penyebab Langsung
a. Perdarahan
Trauma dapat menyebabkan luka, perdarahan dan/atau skar atau hambatan
dalam fungsi organ yang dapat berakhir kepada kematian. Kehilangan volume darah
dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Perdarahan
ini bisa terjadi akibat cederanya pembuluh darah besar. Perdarahan dapat bersifat
eksternal atau internal. Lamanya selang waktu antara saat cedera dengan kematian
Brachialis 500 ml
Antebrachii 250 ml
Thorakal 2000-3000 ml
Abdomen 2000-3000 ml
Pelvis 1500-2000 ml
Femoralis 1500-2000ml
Cruris 1000 ml
b. Syok
Pengertian
Syok adalah suatu keadaan menurunnya perfusi jaringan ke seluruh
tubuh sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
tubuh. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya
aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi)
atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir dengan kegagalan beberapa
organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada
perfusi yang tidak adekuat.
Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai
akibatnya menurunkan aliran balik vena akibatnya curah jantung menurun
dibawah normal dan terjadilah syok. Salah satu penyebab syok sirkulasi yang
paling sering adalah trauma pada tubuh. Seringkali syok ditimbulkan oleh
perdarahan karena trauma, tetapi juga dapat timbul tanpa perdarahan karena
kontusio tubuh dapat merusak kapiler sehingga terjadi kehilangan plasma yang
berlebihan ke dalam jaringan. Hal ini menimbulkan pengurangan volume plasma
yang sangat besar sehingga terjadi syok hipovolemik.
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intravaskuler karena perdarahan. Menurunnya
volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada
akhir diastol sehingga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac
output). Keadaan ini menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari
pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi oleh katekolamin sehingga perfusi
makin memburuk. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat,
kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume,
kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh
akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung
dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit.
Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan
masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular
sehingga terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi
interstitial.
Pada Syok neurogenik dapat menyebabkan pasien pingsan akibat reflex
perangsangan jantung melalui nervus vagus, tanpa adanya tanda-tanda cedera
eksternal. Syok juga dapat terjadi karena luka akibat trauma, dimana terjadi
penekanan terhadap organ vital tubuh.
Trauma Mekanik
Trauma tumpul :
Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk mengiris
a. Luka memar diskontinuitas pembuluh darah & jaringan dibawah kulit tanpa
rusaknya jaringan kulit
Teraba menonjol pengumpulan darah di jaringan sekitar pembuluh darah rusak
Bentuk luka Menyerupai benda yang mengenai
b. Luka Lecet terjadi pd epidermis – gesekan dgn benda yang permukaannya kasar
Luka Lecet Tekan arah kekerasan tegak lurus pd permukaan tubuh, epidermis
yang tertekan melesak kedalam
Luka Lecet Geser arah kekerasan miring/membentuk sudut epidermis
terdorong & terkumpul pd tmpt akhir gerak benda tersebut
Luka Lecet Regang diskontinuitas epidermis akibat peregangan yang letaknya
sesuai dengan garis kulit
d. Patah tulang
o Bentuk : bergantung pada sifat benda penyebab
o Perubahan berdasarkan waktu
o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi, kerusakan jaringan sekitar, emboli
lemak dan sumsum tulang
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup yang disebabkan oleh
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena dan contre coup terjadi pada
sisi yang berlawanan dengan arah benturan.
Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis.
Beberapa cara untuk membuktikan adanya rhinorea yaitu :
Perdarahan intrakranial :
Konsep utama : volume intrakranial selalu konstan (rongga kranium tidak mungkin
mekar). Tekanan Intrakranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak ada lesi massa
intakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai penderita
mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional.
Trauma tajam :
Benda tajam: benda yg permukaannya mampu mengiris shg kontinuitas jaringan hilang
- Luka iris dalam luka < panjang irisan luka
arah trauma sejajar permukaan kulit
- Luka tusuk dalam luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus permukaan kulit
- Luka bacok dalam ± = panjang luka
arah trauma ± 45° dari permukaan kulit dan tergantung beratnya
benda yang di pakai.
Ciri-ciri luka karena benda tajam :
Tepinya rata
Sudut luka tajam
Tidak ada jembatan jaringan
Sekitar luka bersih tidak ada memar
Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa :
1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam)
2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
bentuk luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya
menjadi tidak khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas
d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar
pada bagian superfisial
e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini tergantung dua faktor yaitu :
a. Jenis senjata biasanya senjata yang digunakan sedikit tajam/ tajam dan relatif
berat seperti kapak atau parang.
b. Tenaga yang digunakan biasanya lebih besar dari luka tusuk atau luka iris.
Luka Tusuk
Luka dengan kedalaman luka yang melebihi panjang luka akibat alat yang
berujung runcing dan bermata tajam atau bermata tumpul yang terjadi
Roman’s Ed. 36 th
. EditedXE
by XXVII-J 145
dengan suatu tekanan "tekanan" tegak lurus atau serong pada
permukaan tubuh.
Contoh alat yang digunakan pada luka tusuk (stab wound), yaitu :
Belati, bayonet, clurit, keris, pedang, pecahan kaca.
Benda yang berujung runcing dengan penampang bulat atau segitiga atau
segiempat sepertikikir, tanduk, dan lain-lain.
Benda yang berujung tumpul seperti ruji payung, ruji sepeda, potongan paku,
dan lain-lain.
Bentuk luka tusuk (stab wound) tergantung dari lokasi luka dan bentuk penampang alat
yangdigunakan, yaitu :
Organ parenkim dan tulang.
Kulit dan otot.
Bentuk luka tusuk (stab wound) pada organ parenkim dan tulang sesuai dengan alat
penyebab luka.
Bentuk luka tusuk (stab wound) pada kulit dan otot, yaitu :
Alat pisau dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk celah,
menganga, atau
asimetris.
Ganco / lembing dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk
celah atau bulat.
Alat penampang segitiga atau segiempat dapat menimbulkan luka tusuk (stab
wound) yang
berbentuk bintang berkaki tiga atau empat.
Bentuk celah oleh pisau terjadi jika arah datangnya pisau sejajar dengan serat
elastis atau otot. Bentukmenganga jika arah datangnya pisau tegak lurus dengan serat
elastis atau otot. Bentuk asimetris jikaarah datangnya pisau miring terhadap serat elastis
atau otot.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya
adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat
menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada
saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian
ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak
sesuai dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada
jaringan yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah
satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada
permukaan kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain,
sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas
dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik
terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan
terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar
senjata yang digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka
berbentuk ireguler dan besar.
Ada 4 sebab kematian pada kasus luka tusuk (stab wound), yaitu :
1. Perdarahan
2. Kerusakan organ vital
3. Emboli udara
4. Infeksi dan sepsis
Ada 3 cara kematian pada kasus luka tusuk (stab wound), yaitu :
1. Pembunuhan (tersering)
2. Bunuh diri
3. Kecelakaan
Luka tusuk (stab wound) yang mengenai arteri dan vena besar pada daerah dada :
Kematian karena perdarahan dalam toraks.
Tabel. 8.5 Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul
Pembeda Tajam Tumpul
bentuk luka Teratur tidak
Tepi Rata tidak rata
jembatan jar tidak ada ada/tidak
folikel rambut terpotong ya/tidak tidak
dasar luka garis/titik tidak teratur
sekitar luka Bersih Bisa lecet/memar
LUKA TEMBAK
Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan
mesiu, dapat melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi
melalui larasnya.
Proyektil yang dilepaskan dari suatu tembdapat tunggal, dapat pula tunggal
berurutan secara otomatis maupun dalam jumlah tertentu bersama – sama. 1 Senjata api
dapat dikelompokan menjadi:
1. Laras pendek.
Revolver, Mempunyai metal drum (tempat penyimpanan 6 peluru) yang berputar
(revolver) setiap kali trigger ditarik dan menempatkan peluru baru pada posisi
siap untuk di tembakkan.
Pistol, peluru disimpan dalam sebuah silinder yang diputar dengan menarik
picunya.
2. Laras panjang
Senjata ini berkekuatan tinggi dengan daya tembak sampai 3000 m, mempergunakan
peluru yang lebih panjang. Dibagi menjadi dua yaitu:
Senapan tabur : Senapan tabur dirancang untuk dapat memuntahkan butir-butir
tabur ganda lewat larasnya, sedangkan senapan dirancang untuk memuntahkan
peluru tunggal lewat larasnya, moncong senapan halus dan tidak terdapat rifling.
Senapan untuk menyerang: Senapan ini mengisi pelurunya sendiri, mampu
melakukan tembakan otomatis sepenuhnya, mempunyai kapasitas magasin yang
besar dan dilengkapi ruang ledak untuk peluru senapan dengan kekuatan sedang
(peluru dengan kekuatan sedang antara peluru senapan standard dan peluru
pistol).
IV. AMUNISI
A. Amunisi senjata dengan putaran rotasi peluru dibagi dalam dua kategori yaitu
centerfire atau rimfire - tergantung lokasi primernya.
1. Pada peluru rimfire, komposisi primernya terletak pada bibir
kelongsong peluru dengan mesiu yang berhubungan dengan yang primer.
a. Pada saat penembakan, pemantiknya menghancurkan bibir
kelongsong peluru, meledakkan komposisi primernya,
menyulut bubuknya.
b. Saat ini amunisi rimfire hanya terbagi dalam tiga kaliber - 22
Short, 22Long Rifle dan 22 Magnum.
c. Amunisi rimfire bisa digunakan baik pada pistol maupun senapan.
2. Umumnya amunisi adalah pusat ledakannya (centerfire). Pada pusat
peledakan kelongsong, kesulitan pokok terletak pada bagian tengah dasar
kelongsong. Ketika ditembakkan, pemantiknya menghantam tengah-tengah
dasar primer yang memantik komposisi primer yang selanjutnya memantik
mesiunya.
B. Kelongsong peluru biasanya terbuat dari kuningan, meskipun ada yang terbuat
dari aluminium dan baja.
1. Ketika diledakkan, kelongsong peluru mengandung gas dari hasil pemantikan
mesiu.
2. Kebanyakan peluru pistol bentuknya lurus sedang peluru senapan berbentuk
leher botol (bottle neck)
3. Pada amunisi komersial, kaliber dan nama pabrik pembuatnya dicap pada dasar
peluru.
4. Pada amunisi militer, nama pabrik dan tahun pembuatan amunisinya
(baik berbentuk tulisan maupun kode) dicap pada dasar peluru.
C. Mesiu yang digunakan dalam kelongsong peluru adalah mesiu tidak mengandung
asap, campuran dari nitrocellulose, dimana nitroglycerin bisa ditambahkan ataupun
tidak ditambahkan. Ujud mesiu di Amerika Serikat umumnya adalah:
1. disk (flake atau serpihan) atau bola dalam pistol dan senapan tabor
2. silindrikal atau mesiu bola pada senapan laras panjang
D. Pelor merupakan bagian dari peluru yang lepas dari moncongnya ketika senjata
ditembakkan
1. Oleh karena velositasnya yang tinggi, pusat penembak pelor senjata
harus terbungkus metal baik secara penuh ataupun sebagian.
a. Pada umumnya pembungkusnya terbuat dari tembaga atau copper
alloy tetapi bisa juga dari baja
b. Matanya terbuat dari timah tetapi untuk peluru-peluru militer bisa
dari leburan baja atau gabungan keduanya.
Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka minyak yang
melekat pada anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka. Bila penembakan
dilakukan dengan posisi moncong senjata menempel dengan erat pada tubuh korban,
maka akan terdapat jejas laras. Selain itu bila senjata yang dipakai termasuk senjata
(A) (B)
C C
A B A B
D D
D
D
(C) Aα
Keterangan Gambar
1. (A) anak peluru yang masuk sesara tegak lurus dapat diketahui dari perkiraan
diameter anak peluru adalah AB-CD.
(B) Anak peluru masuk dengan pembentukan sudut, besarnya sudut tersebut (sinus),
adalah CD/AB. Arah anak peluru diketahui dari kelim lecet yang tersebar.
(C) Bila AB adalah jarak antara tumit/lantai dengan luka tembak masuk diketahui
demikian pula besarnya sudut masuknya, dengan demikian jarak BC dan panjangnya
AC dapat di hitung, sisi miring pada segitiga ABC tidak lain adalah merupakan lintasan
anak peluru.
B kaliber
b
a
Sin α = b/a
Keterangan gambar :
(A) Besarnya sudut masuk anak peluru dan kaliber diameter dari anak peluru seperti
yang dimaksud dalam gambar di atas besarnya sudut masuk (sinus) b/a sedangkan
kaliber dari anak peluru adalah b.
(B) Cara melakukan pengukuran di dalam memeriksa kasus penembakan, diukur
dengan mengambil patokan tumit dan garis tengah tubuh melalui tulang punggung
untuk memperrkirakan arah tembakan dari luar depan atau belakang atau samping dan
sudutnya.
PENDAHULUAN
Seorang dokter tidaklah harus perlu menguasai secara mendetail ilmu balistik,
yang sangat kompleks sehingga memerlukan keahlian khusus, tetapi setidak-tidaknya
dasar-dasar ilmu ini harus dikuasai sehingga apabila suatu ketika dijumpai kasus luka
tembak, dapat melakukan pemeriksaan dan membuat interpretasi secara benar.
Apabila kita memeriksa korban luka tembak beberapa hal harus dikerjakan a.l:
- Pengamanan dan pengumpulan barang bukti
- Mengenali apakah itu suatu luka tembak
- Jumlah dan lokasi luka pada pakaian/tubuh
- Memperkirakan jarak dan arah/sudut tembakan
- Jumlah tembakan yang dilepaskanmenentukan ada tidaknya tanda-tanda khas
pada korban bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan
- Menentukan luka yang menjadi penyebab kematian
- Mencari anak peluru/gotri dan benda-benda asing lainya dari tubuh korban
- Pemeriksaan khusus a.l : sidik jari, golongan darah, histo patologi, dll
- Membuat laporan otopsi – visum et repertum
Dokter juga diminta untuk menyatakan apakah suatu senjata itu dapat menjadi
penyebab terjadinya luka tersebut. Untuk itu dokter perlu tahu beberapa hal dasar
tentang elemen balistik
ELEMEN BALISTIK
Macam senjata api
Biasanya hanya senjata ringan atau kecil yang dipakai tindak pidana atau
kekerasan. Macam senjata dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Smooth bored
Bore atau bagian dalam dari larasnya, sama sekali licin dari ujung ke ujungnya.
Diameter dari borednya dapat mengecil atau “choked” kearah moncongnya,
SHOTGUN
Senjata “smooth bored” juga disebut “shotgun” suatu term yang terbatas
digunakan untuk senjata api yang menembakkan gotri-gotri “shot”, yang sekarang
hampir semua berbalas panjang.
Pada umumnya berlaras ganda disusun berdampingan, yang kanan merupakan
silinder penuh, yang kiri “ckoked” menyempit.
Senjata ini dapat “dipatahkan” atau “dibuka” pada engsel pada “breech”
sehingga selongsong kosong dapat dikeluarkan.
Amunisi shotgun :
Peluru shotgun terdiri dari selongsong yang bervariasi. Ada yang terbuat dari
logam, karton, atau plastik. Bagian dasarnya berpinggiran rimmed, berfungsi supaya
selongsong itu tidak bergerak ke depan masuk ke dalam laran dan menyumbat senjata
itu. Tutup pada bagian dasarnya berisi sedikit mesiu disebut “primer cup” atau “central
firing cup” yang akan meledak apabila diketuk oleh “triger hammer”. Bagian dalam
selongsong berisi mesiu, wad dan gotri-gotri. Umumnya mesiu yang dipakai adalah
“smokeless powder”. Bila mesiu dalam central cap terbakar maka selongsong juga ikut
terbakar dan tekanan yang timbul menyebabkan terdorongnya wad dan gotri-gotri
disertai nyala api, asap mesiu yang setengah/ tidak terbakar.
Anak peluru penabur-shotgun ini ada dua macam:
- Anak peluru penabur besar-buck shot, loper
- Anak peluru penabur kecil-bird shot, hagel
Gotri-gotri dari shotgun mempunyai ukuran dan berat tertentu, tetapi setelah dtembakan
karena bentuknya berubah, maka sukar untuk mengukurnya. Yang dapat dikerjakan
menimbangnya dan dari beratnya dapat ditentukan tipe dari shotgun tersebut.
Kaliber shotgun:
Pada umumnya kaliber suatu senjata diukur dari ukuran diameter bagian dalam
dari laras dinyatakan dalam decimal dari inchi (diinggris). Contoh: .22, .33, .45 inch.
Sekarang digunakan metrik system. Contoh 6.35. 8.0, 9.3 mm.
Pada “smooth bored” shotgun cara pengukuran kaliber seperti diatas ini hanya
sampai maksimal 5 inch (1.27 cm). Lubang laras yang lebih besar dari ini dinyatakan
dengan pengukuran yang lebih kuno yaitu:
“jumlah bola-bola padat dari timah murni, masing-masing tepat sesuai dengan bagian
dalam laras, yang berbobot satu pound”.
Jadi apabila 12 timah berbobt 1 pound itu masing-masing dapat tepat masuk dalam laras
suatu senjata , maka senjata itu dikatakan berkaliber 12 bore.
Senjata lebih kecil tentu jumlah gotri yang dapat dibuat dari 1 pound timah akan lebih
banyak, sampai memcapai 20 disebut berkaliber 20 bore. Suatu senjata shotgun yang
besar “elephant” berkaliber 6 atau 8 bore.
Seperti telah diterangkan diatas senjata type ini mempunyai “land” dan
“grooves” pada bagian dalam larasnya, ini dinamakan rifling, diukur jarak antara dua
dataran land yang berhadapan dinyatakan dalam per seratus inch. Senjata beralur ini
umumnya berkaliber .22, .25, .32, .38, dan .45.
PROSES TEMBAKAN
Pada Sebagian besar senjata api kecil siklus tembakan dikerjakan secara
manual.Pada sebagian senjata ada yang menggunakan sebagian tenaga yang dihasilkan
dari letusan untuk menjalankan siklus berikutnya.
Suatu senjata dikatakan “fully automatic” atau senjata otomatis apabila terus menerus
menembak secara berkala selama trigger picunya ditekan,sedang apabila masih
diperlukan penarik picu pada setiap siklus maka senjata itu disebut “semi automatic”
atau “autoloader”.
Urutan proses suatu tembakan
1. Feeding
2. Chambering
3. Locking
4. Firing
5. Obturation
6. Unlocking
7. Extraction
8. Ejection
9. Cocking
Proses diatas akan menimbulkan cacat/goresan pada selongsong yang sifatnya khas
untuk suatu senjata.
Untuk memahami suatu luka tembak baiklah kita tinjau efek dari komponen
komponen tersebut pada tubuh korban:
a. Efek nyala api luka bakar
Jarak tempuh nyala api adalah sekitar 15cm, pada pistol dan revolver kadang-kadang
hanya mencapai 7,5 cm. jadi kalau orang di tempak pada jarak kurang dari 15 cm,
maka dapat ditemukan efek dari nyala api berupa: luka bakar pada kulit, rambut
mongering terbakar.
b. Efek asap noda-noda kotor
Pembakaran mesiu menimbulkan gas-gas seperti CO2, N, CO, H2S, H2 dan sedikit
methane dan oksigen. Pada smokeless powder gas-gas yang ditimbulkan jauh lebih
sedikit dari pada blackpowder. Jarak tempuh asap tidaklah sejauh mesiu, dan hanya
menempelkan pada permukaan sehingga dapat dihapus dengan menggosok atau
mencuci. Efek asap ini masih dapat erlihat pada jarak tembakan sampai 30 cm.
Pada badan anak peluru. Ini menimbulkan gerakan gyroscopic yang membuat peluru
tetap lurus sampai sekitar 1 km.
Amunisi Shotgun
Peluru shotgun terdiri dari selongsong yang bervariasi. Ada yang terbuat dari
logam, karton, atau plastic. Bagian dasarnya berpinggiran rimmed, berfungsi supaya
selongsong itu tidak bergerak ke depan masuk ke dalam laran dan menyumbat senjata
itu. Tutup pada bagian dasarnya berisi sedikit mesiu disebut “primer cup” atau “central
firing cap” yang akan meledak apabila diketuk oleh “trigger hammer”. Bagian dalam
selongsong berisi mesiu, wad, dan gotri-gotri. Umumnya mesiu yang dipakai adalah
“smokeless powder”. Bila mesiu dalam central cap terbakar maka selongsong juga ikut
terbakar dan tekanan yang timbul menyebabkan terdorongnya wad dan gotri-gotri anak
peluru penabur- shotgun ini ada dua macam:
- Anak peluru penabur besar – Buck shot, loper
- Anak peluru penabur kecil – bird shot, hagel
Gotri-gotri dari shotgun mempunyai ukuran dan berat tertentu, tetapi setelah
ditembakkan karena bentuknya berubah, maka sukar untuk mengukurnya. Yang dapat
dikerjakan adalah menimbangnya dan dari beratnya dapat ditentukan type dari shotgun
tersebut.
Kaliber shotgun:
Pada umumnya caliber suatu senjata diukur dari ukuran diameter bagian dalam
dari laras dinyatakan dalam decimal dari inchi (di Inggris). Contoh: .22, .33, .45 inch.
Sekarang digunakan metric system. Contoh 6.35, 8.0, 9.3 mm.
Pada “smooth bored” shotgun cara pengukuran caliber seperti di atas ini hanya
sampai maksimum 5 inch (1.27 cm). lubang laras yang lebih besar dari ini dinyatakan
dengan pengukuran yang lebih kuno yaitu:
“jumlah bola-bola padat dari timah murni, masing-masing tepat sesuai dengan bagian
dalam laras, yang bebrobot satu pound”.
Jadi apabila 12 timah berbobot 1 pound itu masing-masing dapat tepat masuk dalam
laras suatu senjata, maka senjata itu dikatakan berkaliber 12 bore.
Senjata yang lebih kecil tentu jumlah gotri yang dapat dibuat dari 1 pound timah
akan lebih banyak, sampai mencapai 20 disebut berkaliber 20 bore. Suatu senjata
shotgun yang besar “elephant” berkaliber 6 atau 8 bore.
Rumus tentu hanya perkiraan sebab tergantung beberapa factor a.1 : bentuk laras apakah
silinder atau choked, panjang laaras, dll. Perkiraan jarak menembak paling baik adalah
dengan melakukan “firing test’’ tembakan percobaan.
Jarak tembak lebih dari 4 yard
Dengan bertambahnya jarak tembak, gotri-gotri akan menyebar lebih luas dan
pada jarak tembak lebih dari 10 yard (9 m) luka tembak masuk akan berupa lubang-
lubang kecil berdiri sendiri. Luka sedemikian tentu hanya mematikan bila mengenai,
umpamanya menembus pembuluh arteri besar seperti a. carotis.
Jangan memperkirakn jarak tembak dengan melihat penyebaran gotri di dalam
tubuh korban. Apabila tembakan dilepaskan dari jarak dekat atau kontak dan gotri-gotri
itu mengenai tubuh en masse, akan terjadi dispersi di dalam tubuh, disebabkan karena
Pemeriksaan radiologi
X-foto selain untuk mempermudah dan menyingkat waktu bagi pemeriksa
dalam melokalisir dan menemukan anak peluru, juga berguna untuk menentukan jumlah
anak peluru dalam tubuh, evaluasi dari arah dan sudut tembakan, menentukan jarak
tembakan, menilai dalam dari luka dan menentukan type dari senjata. Kadang-kadang
X-ray menemukan keterangan yang tak terduga seperti adanya dua jenis anak peluru
dalam satu tubuh (gotri dan anak peluru tunggal) kemungkinan adanya emboli anak
peluru.
Kegunaan lain dari pembuatan X-foto ialah sebagai dokumentasi yang mungkin
berguna di siding pengadilan.
“Parafin test”
Ini digunakan untuk deteksi dari nitrat dan nitrit dari mesiu yang mungkin
tertinggal pada tangan korban/orang yang melepaskan tembakan, pada pakaian dan luka
sekitar luka tembak masuk.
Cara: cairan paraffin (550 C) dituangkan di atas kulit yang akan diperiksa
(disbanding dengan karton) atau mencelupkan selembar kain kasa dalam parafin
cair dan sementara masi mencair kasa tadi dibalutkan pada kulit yang akan diperiksa.
Sesudah parafin membeku kasa diangkat dan ditetesi dengan reagen diphenylamine atau
diphenylbenzidine. Bila ada nitrat, nitrit atau bahan oxidizing lain akan terjadi
perubahan warna menjadi biru. Pada akhir-akhir ini tes perubahan warna menjadi biru.
Pada akhir-akhir ini tes ini jarang digunakan karena mempunyai nilai yang terbatas.
Syarat mutlak untuk identifikasi sanjata api ialah harus ditemukan anak peluru
dan/atau selongsong identifikasi anak peluru; tahap pertama ialah mencocoki
senjata api ialah dicurigai dengan anak peluru bukti mengenai :
- kaliber
- jumlah alur
- arah alur
Pemeriksaan anak peluru meliputi :
1. pemeriksaan visual
2. pencatatan dair berat dan diameternya
3. penentuan kaliber
4. pemeriksaan cacat-cacat/ goresan
5. firing test
Untuk pemeriksaan visual anak peluru dibersihkan dengan alkohol untuk
menghilangkan benda-benda asing seperti
darah,jaringan,fiber,lumpur,jelaga,rambut dan partikel dari kayu, gelas dll.
Semua benda asing itu harus disimpan guna pemeriksaan bila perlu.
Dalam beberapa keadaan pemeriksaan visual dapat membantu
menetapkan kaliber anak peluru, terutama apabila tidak rusak/hancur. Setiap
anak peluru harus ditimbang beserta fragmen-fragmennya, dari beratnya dapat
menolong menetukan kalibernya.
TES FIRING
Beberapa kegunaan dari test firing adalah:
1. Diakukan oleh pabrik pembuat senjata untuk meneliti cara kerja dan keamanan
suatu senjata
2. Penentuan jarak tembakan
3. Identifikasi senjata api
Untuk menentukan kembali anak peluru hasil test firing dapat dilakukan dengan cara:
a. Tembakan dilakukan ke dalam tabung besi diameter 60 cm, panjang 360 cm,
berisi air.
b. Tembakan ke dalam peti yang bersekat dan berisi kapas
Identifikasi dengan selongsong
Seperti anak peluru pada selongsog juga didapatkan goresan yang dapat membantu
identifikasi senjata.
Pemeriksaan pendahuluan pada selongsong meliputi:
- Keadaan umum selongsong seperti: bentuk, caliber, komposisi (tembaga, nikel,
brass, karton dll)
- Pabrik pembuatnya, biasanya tertera pada pangkal selongsong
Pemeriksaan berikutnya dilakukan dengan stereo mikroskop atau dengan comparison
microscope disertai pemotretan.
Goresan-goresan yang terdapat pada selongsong ditimbulkan karena:
a. Bekas pukulan pasak pemalu pada primer
b. Bekas cetakan pengancing (breeclock mark)
c. Magazine mark
d. Bekas penarik selongsong pada rim/ groove
e. Bekas pembuang selongsong ejector pada bagian belakang
Mengirim dan mengamankan barang bukti anak peluru atau selogsong
1. Buat inskripsi pada anak peluru/selongsong berupa: nomor, tanggal, initial. Pilih
lokasi sedemikian rupa hingga tidak merusak goresan yang perlu untuk
diidentifikasi
2. Bungkus dengan kapas
3. Masukkan dalam kotak karton dan bungkus rapi
4. Ikat kotak, beri label dan segel
5. Buat berita acara pembungkusan, serta dengan contoh segel
Perbedaan Luka tembak tempel, luka tembak jarak dekat dan luka tembak jarak jauh
Pembeda Luka Tembak Luka Tembak Dekat Luka Tembak Jarak
Tempel Jauh
Posisi senjata Moncong senjata Jarak antara Jarak antara moncong
ditekan pada tubuh moncong senjata senjata dengan tubuh
korban dan dengan tubuh korban diluar jangkauan
ditembakan masih dalam
jangkauan
Bentuk luka Bundar dikelilingi Luka berbentuk Luka berbentuk
kelim lecet yang bundar atau oval bundar atau oval
sama lebarnya tergantung sudut dengan disertai kelim
pada setiap bagian masuknya peluru lecet
Daerah Daerah berwarna Daerah berwarna
disekelilling luka merah atau merah merah atau hangus
coklat yang terbakar
menggambarkan
moncong senjata
yang disebut jejas
laras
Kelim yang Kelim lecet Kelim tattoo Kelim lecet
terbentuk menunjukan Kelim minyak
jarak antara Menunjukan
moncong senjata pengotoran
dengan korban berwarna hitam
sekitar 60 cm berminyak
kelim jelaga
Menunjukan
jarak sekitar 30
cm
Kelim api
Menunjukan
jarak 15
TRAUMA FISIK
Ada 3 hal yg dapat ditemukan pd autopsi sebagai tanda adanya reaksi heat exhaustion :
1. Arteriosklerosis arteri coronaria.
2. Darah berwarna gelap di jantung.
3. Organ dalam mengalami kongesti.
Heat cramp dapat terjadi pada individu yang bekerja dalam ruangan yang bersuhu
tinggi. Kita dapat melakukan terapi terhadap reaksi heat cramp dengan menggunakan
campuran air & garam atau larutan PZ IV bila korban mengalami konvulsi.
Ada 5 gejala umum dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu :
Nyeri yang sangat hebat shock dan kematian.
Pugillistic attitude / coitus attitude berupa ekstremitas fleksi, kulit menjadi arang &
mengelupas. Ekstremitas fleksi akibat koagulasi protein. Ekstremitas fleksi tidak
sampai menimbulkan rigor mortis.
Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jari-jari mencengkeram.
Bukan tanda intravital.
Fraktur tengkorak pseudoepidural hematom (bedakan dengan epidural hematom).
Pseudoepidural Hematom: Warna bekuan darah coklat. Konsistensi rapuh. Bentuk otak
mengkerut seluruhnya. Garis patah tidak menentu.
Epidural Hematom: Warna bekuan darah hitam. Konsistensi kenyal. Bentuk otak
cekung sesuai dengan bekuan darah. Garis patah melewati sulcus arteria meningea.
Penyebab kematian pada kasus dry heat ada 3 kategori, yaitu :
Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia
Sedang : shock dehidrasi
Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure, infeksi & sepsis, ulcus curling,
autointoksikasi, dan pneumonia hipostatik.
Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita tentukan dengan menggunakan RULE
OF NINE, yaitu :
9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung; perut; pinggang; ekstremitas atas
kanan; ekstremitas atas kiri.
18% : permukaan ekstremitas bawah kanan; ekstremitas bawah kiri.
1% : permukaan alat kelamin.
Cara Kematian
Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi karena pembunuhan atau bunuh diri.
Oleh karena itu pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat penting.
Patofisiologi
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera dengan atau
kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama elektrik pada
jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun eksternal
melalui panas dan pembentukan pori di membran sel. Arus yang melalui otak, baik
voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena
depolarisasi saraf otak. Arus AC dapat menghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya
melalui dada. Aliran listrik yang lama membuat kerusakan iskemik otak terutama yang
diikuti gangguan nafas. Seluruh aliran dapat mengakibatkan mionekrosis,
Sebab Kematian
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai trauma
mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari ketinggian,
dalam hal ini sukar untuk mencari sebab kematian yang segera.
2. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal karena
asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih tetap berdenyut
sampai timbul kematian. Terjadi bila arua listrik yang memasuki tubuh korban di
atas nilai ambang yang membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat
menimbulkan ventrikel fibrilasi. Menurut KOEPPEN, spasme otot-otot pernafasan
terjadi pada arus 25-80 mA,sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pd arus 80-100 mA.
3. Paralisis pusat nafas
Jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga oleh
trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek
hipertermia. Bila aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada, jantung
pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan pernafasan buatan korban
masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan jalur arus
listrik.
Pemeriksaan Korban
1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya kena
listrik, kadang-kadang ada busa pada mulut.Yang perlu dilakukan pertama kali adalah
mematikan arus listrik atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu
kemudian korban diperiksa apakah hidup atau sudah meninggal dunia. Bilamana belum
ada lebam mayat, maka mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi
pertolongan segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau perlu segera
dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar
masih merupakan pengobatan utama untuk korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini
dilakukan sampai korban menunjukkan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian
pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan
pada kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik
atau current mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Current mark
adalah tanda luka akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran listrik.
Tanda-tanda listrik tersebut antara lain :
Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan
Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada current mark.
Walaupun pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda kekerasan oleh listrik
tetapi sangat menolong untuk menegakkan bahwa korban telah mengalami
trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat sebagai berikut :
Petir (Lightning)
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir termasuk arus searah
(DC) dengan tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu ampere.
Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir :
1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.
TRAUMA KIMIAWI
LUKA RINGAN:
Luka ringan adalah :
• Luka yang tidak mengakibatkan sakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan
• Misalnya memar atau lecet:
– Yang berdasarkan lokasi dan luasnya dianggap tidak mengakibatkan
gangguan fungsi
Ps 352 kuhp: maksimal 3 bulan
Luka sedang :
Luka sedang adalah :
Luka/cedera diantara luka berat dan luka ringan
Misalnya :
– Vulnus laceratum
– Vulnus scissum
– Fracture
yang tidak mengancam nyawa namun membutuhkan perawatan lebih lanjut dan
menghalangi pekerjaan untuk sementara waktu
Pasal 351 (2) KUHP: Maks 2 Tahun 8 Bulan
Pasal 353 (1) KUHP: Maks 4 Tahun
LUKA BERAT:
Menurut Pasal 90 KUHP Luka berat adalah :
Bentuk luka:
- Celah : // arah serat elastis/otot
- Menganga : arah serat elastis/otot
- Asimetris : miring thdap serat elastis/otot
Ciri-ciri:
1. tepi dan permukaan luka rata
2. sudut luka lancip
3. ≠ jembatan jaringan
Roman’s Ed. 36th . Edited by XXVII-J 189
4. rambut terpotong
5. luka memar/lecet (-)
6. tidak mengenai tulang
7. panjang luka > dalam luka
Sebab kematian pada luka iris:
1. Langsung : perdarahan, emboli udara, aspirasi darah
2. Tidak langsung : infeksi atau sepsis
CIRI LUKA IRIS PADA BUNUH DIRI
Lokasi luka pada daerah tubuh mematikan atau dapat dijangkau (leher,
pergelangan tangan, lekuk siku, lekuk lutut, lipat paha)
Luka percobaan
Tidak ditemukan luka tangkisan di bagian tubuh lain
Pakaian disingkirkan pada daerah luka
LUKA TUSUK
Bentuk luka :
1. pada parenkim dan tulang : sesuai penampang alat penyebabnya
2. pada kulit/otot :
- alat pisau
// serat elastis otot : spt celah, serat elastis otot :
menganga, miring thd serat elastis otot : asimetris
- alat ganco/lembing
celah bila luka di daerah pertemuan serat elastis/otot
bulat : sesuai penampang alat
- alat penampang segitiga atau segiempat
bintang berkaki tiga atau empat
- Dijumpai pada :
Serangan manusia (ditinju, dipukul kayu dsb)
Serangan binatang (disepak kuda)
Tubrukan atau jatuh
b. Generalized
- Mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
- Cara kejadian :
Terlempar (kecelakaan lalu lintas, terjadi dari tempat tinggi
Tergilas/tertindih (tertimpa bangunan runtuh)
Terkoyak kecelakaan lalu lintas
Menurut jaringan atau organ yang terkena dan mengalami kerusakan
Kulit
- Luka lecet (abrasion)
- Luka memar (contusion)
- Luka retak, robek, koyak (laceration)
Kepala
- Mengenai tengkorak
- Jaringan intrakranial
Leher dan tulang belakang
Dada
- Mengenai tulang-tulang
- Mengenai organ dalam
Perut
- Mengenai organ parenkim
- Mengenai organ berongga
Anggota gerak
- Mengenai tulang dan sendi
- Mengenai jaringan lunak
LUKA RETAK
Luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat di bawah kulit tersebut
(Misal : kepala dan tulang kering)
Akibat dari kekerasan benda tumpul yang mempunyai pinggiran (tepi meja, tepi
pintu dll)
CEDERA KEPALA
I. FISIOLOGI KEPALA
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh plexus khoroideus sebanyak 20 ml/jam.
CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoidea yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.
Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan
dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu
4–10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK
lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep
ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah
otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak
cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3
hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal
sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.
Doktrin Monro-Kellie
CBF = CPP/CVR
CPP = MAP-TIK
Keterangan:
CBF = Cerebral Blood Flow
CPP = Cerebral Perfusion Pressure
CVR = Cerebral Vascular Resistance
MAP = Mean Arterial Pressure
TIK = Tekanan Intrakranial
III. PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat
menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan
otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian
korban dapat meninggal.Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan
glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa,
yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru
atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.
Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera
kepala ringan.Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai
cedera kepala berat.Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada
saat pasien tiba di Rumah Sakit.
VII. DIAGNOSA
Berdasarkan :Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang.
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri
kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam
kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri
kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi,
pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya
tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda sudah terjadi
herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
Interval lucid
Peningkatan TIK
Gejala lateralisasi → hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subgaleal.
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar.
Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan
traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks
patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan
laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Pada Dada:
1.Mengenai tulang :
o a.tulang iga (transverse/obliq #)
†: syok hematothoraks, pneumothoraks
o b.sternum: (costae 2-4)=> robekan pericardium/jantung
o c.skapula (jarang)
o d.klavikula :tdk menyebabkan kematian
2.Mengenai organ dalam dada : dpt trjadi lepas dr fiksasi,
crushed/contused,robek,pecah, laserasi krn #costae
o a.pericardium:robekan krn #costae/ sternum
o b.jantung & paru: lepas dr fiksasi, contusi,robek,pecah, laserasi
o c.Diafragma: kiri sring robek, krn kanan trlindung hepar
Pada Perut
Umumnya trjadi: contusi, laserasi ,ruptur, lepas dr fiksasi
1.Organ parenkim
o a.hepar :kontusi, laserasi
o komplikasi ruptur : syok segera,internal bleeding, infeksi
o b.lien: ruptur bntuk Y,H / L
o keluhan: nyeri perut kiri atas,pucat,haus,nadi cpt,dyspne
o komplikasi: internal bleeding
o c.ginjal: retroperitoneal bleeding, luka rongga dlm:hematuri
o d.pankreas: tjd ruptur vertikal, † krn syok & perdarahan
o e.adrenal: kanan mdh trluka, umumnya luka brsama organ lain
2.Organ berongga
o a.lambung: trauma lokal hipokondria kiri=>kontusi,ruptur dinding
lambung.
o b.usus/duodenum: sering luka stinggi L2, bs ruptur jika penuh cairan
o c.kandung seni: jika penuh mudah ruptur
Pelvis
Trauma=> Becken #
Misal: - jatuh dr ketinggian
- tergilas roda=> luksasi sakroiliaka,simpisiolisis, # Rr.os pubis/sacrum
bisa disertai robekan perineum, scrotum,uretra,vagina & anus
TRAUMA THERMIK
Trauma thermik
1. Hyperthermis
2. Hypothermis
Kematian karena luka bakar :
- Biasanya karena kecelakaan
- Sering pada orang tua dan anak-anak
- Dapat terjadi pada kasus pembunuhan dan bunuh diri
Klasifikasi luka bakar :
1. Luka bakar thermis : Adalah kelainan akibat kontak permukaan luar dan
dalam dari tubuh dengan panas fisik
Penyebabnya :
- Luka bakar oleh panas kering (burns/dry heat), misal : sinar matahari,
panas api, benda padat yang panas
- Luka bakar oleh panas basah (scalds/moist heat)
2. Luka bakar kimia
3. Luka bakar listrik
Hyperthermis
Korban dengan luka bakar akan mengalami beberapa kemungkinan :
1. Sembuh tanpa bekas : bila luka bakarnya hanya berupa erythema /vesikel yang
tanpa disertai kerusakan jaringan bawah kulit
Sedang
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II (10-15%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
b. Dewasa : - luka bakar Tk II (15-30%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
Ringan
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II < 10%
- luka bakar Tk III <2%
b. Dewasa : - luka bakar Tk II < 15%
- luka bakar Tk III <2%
IDENTIFIKASI KORBAN
- Dilaksanakan pada pemeriksaan TKP maupun pada waktu pemeriksaan jenazah
- Data korban : tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, warna
mata dan rambut
- Tanda pengenal khusus pada tubuh : jaringan parut, tatto
- Simpan potongan kain yang tidak terbakar
- Catat dan simpan barang pribadi milik korban
- Kumpulkan sampel rambut yang tidak terbakar
- Buat pemeriksaan gigi dan bila mungkin buat sidik jarinya
- Buat pemeriksaan radiologik
- Tentukan golongan darah
RESUME
Patologis forensik juga disebut penentu cara kematian. Cara kematian diartikan
sebagai gaya dalam terjadinya sebab kematian. 4 cara kematian yaitu alamiah,
kecelakaan, bunuh diri/suicide dan homicide.
Sebab kematian adalah penyakit atau cedera atau luka yang dimulai serangkaian
kejadian yang bertanggung jawab dalam menyebabkan kematian
Mekanisme kematian adalah gangguan atau kelainan fisiologik dan atau
biokimia yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian.
Trauma penyebab kematian dikelompokkan jadi trauma mekanik, kimiawi,
suhu/fisik, listrik.. Trauma mekanik dibagi kategori tajam dan tumpul. Trauma tumpul
dibagi senjata api dan bukan senjata api. Trauma senjata api dapat dibagi kecepatan
rendah dan kecepatan tinggi. Trauma bedah dibagi trauma penetrasi atau bukan
penetrasi. Trauma penetrasi mencakup luka tembak dan luka tusuk. Trauma bukan
penetrasi primer kecelakaan motor atau terjatuh.
Trauma kimia
Kematian dari trauma ini meliputi kematian yang dihasilkan dari penggunaan
obat dan racun. Obat yang umum ditemukan dalam praktisi forensik jarang membunuh
secara langsung, namun berperan dalam sebagai 5% faktor kontribusi dalam trauma
kematian. Obat itu adalah etil alkohol, yang juga disebut ethanol. Ethanol merupakan
bahan aktif dalam bir, anggur, dan minuman yang diawetkan. Ethanol mungkin obat
dengan sejarah penyalahgunaan obat terlama, dan merupakan jenis obat yang sering
disalahgunakan pada zaman sekarang. Alkohol merupakan bahan yang diharamkan oleh
agama Islam dan beberapa kepercayaan Kristiani, tapi pelarangan tidak cukup kuat
untuk menghilangkan alkohol sebagai agen penyebab pada kebanyakan luka trauma.
Alkohol juga dapat membunuh secara langsung. Obat ini merupakan salah satu
pendepresi sistem saraf pusat; bekerja dengan memperlambat reaksi dan komunikasi
dari otak menuju neuron batang otak. Pada kadar rendah intoksikasi, kurang dari 0,03
gram persen dari kadar alkohol darah, seimbang dengan 330 mililiter bir dengan
kandungan ethanol 5 %, kebanyakan orang akan menyadari akan adanya peningkatan
dari waktu reaksi, mungkin dikarenakan perlambatan dari neuron inhibisi. Pada kadar
konsentrasi alkohol darah lebih dari 0,03 gram persen, menunjukkan adanya penurunan
fungsi otak dan perlambatan waktu reaksi. Pada kadar 0,25 gram persen, seseorang
yang belum pernah terekspos dengan ethanol sebelumnya akan menuju status koma jika
tidak dirangsang. Rangsangan akan memicu kembalinya sejumlah kesadaran. Pada
kadar alkohol darah sekitar 0,30 gram persen, orang tersebut akan masuk dalam koma
yang dalam. Dia tidak akan bisa diintervensi dan akan bernafas cukup pendek untuk
kemudian akan meninggal. Kematian akibat kurangnya oksigen bisa dihasilkan oleh
overdosis alkohol. Kematian semacam ini jarang terjadi, dikarenakan sesorang yang
tidak pernah terekspos alkohol akan mulai muntah saat kadar alkhohol darahnya sekitar
0,10 gram persen dan absorpsi lebih lanjut akan terhenti. Kematian karena overdosis
alkohol umumnya didapat pada suatu kontes di mana peserta harus meminum minuman
keras sebanyak banyak nya. Dengan jumlah besar alkohol, reflek muntah dapat ditekan
sebelum terinisiasi, memicu pada kematian.
Trauma suhu
Kontak dengan panas yang berlebihan ataupun dingin dapat menghasilkan
kematian. Hipotermia merupakan suhu\dingin yang berlebihan;hipertermia adalah panas
yang berlebihan. Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian melalui
kerusakan pada mekanisme normal yang menjaga suhu tubuh sekitar 37 derajat celcius.
Dalam kedua jenis kematian, beberapa tanda-tanda nyata dapat ditemukan pada autopsi
untuk memberikan diagnosis pasti yang menyebabkan kematian. Ketidaadaan
permintaan diagnosis pada penyebab lain kematian pasangan dengan riwayat terpapar
pada lingkungan baik hipertemia maupun pada hipotermia diharapkan.
Kematian akibat hipotermia umumnya terjadi pada individu yang mabuk alkohol
dan terkena suhu dingin. Suhu udara hanya 5 derajat celcius (41 derajat Fahrenheit)
telah dilaporkan menyebabkan kematian akibat hipotermia. Keracunan alkohol
mengurangi respon terhadap dingin dengan meningkatkan hilangnya panas tubuh
karena dilatasi pembuluh darah di permukaan tubuh.
Kematian akibat hipertermia umumnya terjadi pada orang tua di kota-kota utara
dan pada bayi tertinggal di parkir mobil akibat gelombang panas. Kemampuan untuk
mempertahankan homeostasis menurun pada usia lanjut. Pemanasan dilakukan pada
hipotermia dan kematian sering tidak terlihat di populasi orang usia lanjut, meskipun
TRAUMA ELEKTRIK
Aliran listrik melalui seseorang dapat menghasilkan kematian oleh sejumlah
mekanisme yang berbeda. Jika rangkaian arus bolak balik (AC) pada tegangan rendah
(di bawah 1000 volt) melintasi jantung, maka akan mengalami fibrilasi ventrikel,
bergetar secara nonpropulsive kemudian tidak dapat diresusitasi dalam beberapa menit.
Fibrilasi jantung karena AC bertindak sebagai alat pacu jantung. AC di Amerika
alternatif dari positif ke negatif 3.600 kali per menit (2500 kali per menit di Eropa).
Fibrilasi ventrikel menghasilkan sekitar 300 quivers per menit,. tegangan rendah
mungkin atau tidak menghasilkan listrikTerbakar, tergantung lamanya paparan dengan
sirkuit. Paparan dalam waktu yang lama diperlukan untuk menghasilkan suatu luka
bakar.
ASFIKSIA
Klasifikasi trauma mekanik terbatas pada kematian karena asfiksia tumpang
tindih dengan sebab lain, kematian karena asfiksia disebabkan gangguan oksigenasi di
otak. Asfiksia ini dapat terjadi dari sebab mekanik (strangulasi), sebab kimiawi (racun
sianida), sebab listrik (listrik tegangan rendah)
Tenggelam adalah kematian akibat sesak napas dari perendaman di dalam air
atau cairan lain. Beberapa kematian akibat terendam terjadi bukan akibat asfiksia
namun karena hipotermi. Paparan pada seseorang dengan suhu air di bawah 20 derajat
celcius (68 derajat Fahrenheit) akan mengakibatkan kematian akibat hipotermia setelah
paparan berjam-jam. Paparan terhadap suhu air mendekati 0 derajat Celcius (32 derajat
Fahrenheit) akan menghasilkan kematian dalam hitungan beberapa menit. Korban
tenggelam meninggal sebagai akibat dari asfiksia, suatu gangguan oksigenasi pada
otak. Seseorang biasanya berusaha untuk menjaga kepalanya di atas air sehingga ia
dapat terus menghirup udara. Ketika hal ini menjadi sulit, ia akan berjuang untuk
mempertahankan jalan napas, dan hal ini meningkatkan kebutuhan oksigen. Menghirup
air akan meningkatkan kepanikan. Air yang masuk ke bagian belakang tenggorokan
secara refleks akan tertelan. Hai ini akan mentransmisikan suatu tekanan negatif yang
berkaitan dengan terhirupnya air ke telinga bagian tengah melalui tabung Eustachius
yang terbuka saat menelan. Air yang tertelan akan masuk kedalam perut. Upaya lebih
lanjut untuk bernapas menyebabkan air masuk ke saluran napas atas, memicu batuk dan
inhalasi refleks tambahan. Ketika air memasuki saluran udara kecil, dinding-dinding
otot napas akan kejang, sehingga melindungi alveoli atau kantung-kantung udara kecil
dari apapun yang masuk kecuali udara. kejang yang terjadi setara dengan serangan akut
asma yang parah dengan terperangkapnya udara di paru-paru. Kehilangan kesadaran
umumnya terjadi dalam 1 sampai 2 menit awal perjuangan untuk bernapas, meskipun
mungkin kesadaran dapat terjadi lebih lama jika udara segar dapat diperoleh.
STUDI KASUS
Kasus 1
Seorang polisi dipanggil oleh seorang pria yang mengatakan bahwa ia
menembak tetangganya. Dia menceritakan pada polisi bahwa tetangganya menyerang
dia dengan sebilah pisau saat ia sedang menggendong anak bayinya. Dia mengatakan
bahwa dia merasa diri dan anaknya terancam, sehingga ia mengambil senjata apinya,
dan menembak tetangganya hingga meninggal. Pegawai toko di seberang jalan tempat
kejadian yang mendengar percekcokan keduanya juga menyatakan hal yang sama
dengan cerita si penembak. Kakak laki-laki si penembak yang datang ke tempat
kejadian sesaat setelah percekcokan terjadi juga menyatakan hal yang sama.
Keluarga korban meminta saya untuk menilik kembali kasus tersebut untuk
menentukan apa yang terjadi. Keluarga korban tidak senang dengan jaksa yang tidak
menuntut si penembak. Saya meninjau foto-foto tempat kejadian, foto autopsy, dan
laporan autopsy, dan setelah itu pergi ke tempat kejadian. Disana, ditemukan lobang
peluru, namun tidak terdapat darah. Gambar 4.19 dan 4.20 menunjukkan lubang peluru
di lorong beberapa bulan setelah penembakan. Gambar 4.21 menunjukkan tubuh korban
yang terbaring ketika polisi datang.
Hal lain yang dapat ditentukan ialah arah peluru yang mengenai tubuh
dan organ dalam. Satu tembakan mengenai sisi samping abdomen. Hal tersebut tidak
mengenai arteri utama dan keluar dari tubuh pada sisi yang lain. Peluru mengenai
dinding dan merupakan tembakan jarak jauh. Tembakan jarak dekat mengenai belakang
kepala. Pelurunya menyebabkan pergeseran otak dari depan ke belakang dan sedikit ke
atas.
Hal lain yang penting diketahui dari luka tembak ialah lama waktu antara luka
dan pingsannya korban. Luka tembak abdomen yang tidak mengenai pembuluh utama
dapat memberikan efek dalam hitungan jam, hari atau bahkan lebih. Luka tembak di
belakang kepala yang menyebabkan pergeseran otak akan mengakibatkan koma dalam
waktu singkat.
Pada kasus ini, bukti fisik menyangkal pengakuan dari si penembak. Tembakan
di abdomen merupakan tembakan pertama. Si penembak dalam posisi berdiri ketika
BAB IX
CARA PENULISAN LUKA PADA VISUM ET REPERTUM
(x2,y2)
3. Jenis luka
a. Luka tertutup = memar, luka lecet geser.
b. Luka terbuka = jelaskan tepi luka, sudut luka, tebing luka, ada atau tidaknya
jembatan jaringan, dan dasar luka.
4. Ukuran luka
a. Panjang
b. Lebar
c. Dalam bila luka terbuka
- Bila luka terdapat pada daerah berongga (dada atau perut) kedalaman tidak
usah diukur, cukup dijelaskan apakah luka menembus rongga (dada atau
perut) atau tidak.
- Bila luka terdapat pada daerah yang tidak berongga, sondase kedalaman
luka.
d. Diameter bila luka berbentuk lingkaran atau batas yang tidak jelas (memar).
5. Keterangan lain-lain
a. Jumlah luka
b. Batas luka
c. Tepi luka
d. Tebing luka
e. Sudut luka salah 1 sudut luka tajam, kedua sudut luka tajam
- Satu koordinat:
- dua koordinat:
- Keterangan gambar:
= jarak luka
Ujung luka pertama 5 cm di sebelah kiri garis tengah tubuh bagian depan dan 15
cm di atas garis setinggi pusar. Ujung luka kedua 10 cm di sebelah kiri garis tengah
tubuh bagian depan dan 10 cm di atas garis sejajar pusar.
Ujung luka pertama 2 cm di sebelah kanan garis tengah tubuh bagian depan dan 10
cm di atas garis setinggi pusar. Ujung luka kedua 5 cm di sebelah kiri garis tengah
tubuh bagian depan dan 10 cm di atas garis setinggi pusar.
Pada kasus luka akibat senjata tajam, yang dijadikan ujung luka pertama adalah
bagian tubuh yang paling pertama terkena senjata atau yang paling dalam.
Contoh: Luka Tusuk luka terbuka, tepi rata, salah satu sudut
tajam, menembus rongga dada, berukuran panjang lima
sentimeter dan lebar empat sentimeter.
b. Luka iris, Luka bacok, Luka robek 2 kordinat
VER PLPD
1. Telah diperiksa seorang laki-laki berumur dua puluh tahun, panjang badan seratus
enam puluh sentimeter, dan berat badan lima puluh kilogram.----------
2. Terdapat luka:----------------------------------------------------------------------------
2.1. Luka tusuk pada dada kiri, paha kanan, punggung kiri akibat persetubuhan
dengan senjata tajam.----------------------------------------------
2.2. Luka memar pada lengan atas kanan akibat kekerasan tumpul.--------------
2.3. Luka lecet geser pada dahi kanan akibat persetubuhan dengan senjata
tumpul.-------------------------------------------------------------------------------
3. Sebab kematian akibat luka tusuk pada dada kiri yang menembus rongga dada dan
mengenai jantung akibat persetubuhan dengan senjata tajam.---------
VER PL
Versi 1 TIDAK ADA LUKA TETAPI DITEMUKAN
GEJALA/SIMPTOM (SEPERTI TANDA FRAKTUR BASIS CRANII,
TANDA ASFIKSIA)
1. Telah diperiksa seorang laki-laki berumur dua puluh tahun, panjang badan seratus
enam puluh sentimeter, dan berat badan lima puluh kilogram.----------
2. Terdapat tanda-tanda mati lemas.-----------------------------------------------------
3. Adanya kelainan pada poin dua berhubungan dengan sebab kematian. Sebab
kematian korban tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan
dalam.-------------------------------------------------------------------------------------
4. Saat kematian korban diperkirakan dua sampai enam jam sebelum pemeriksaan
dilakukan.-----------------------------------------------------------------
X.1.TERMINOLOGI
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”, dan
“sphinx” yang artinya “nadi”. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak ada
nadi” atau “tidak berdenyut”. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya.
Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia
lainnya
Definisi :
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke jaringan berkurang
X.2.PENYEBAB
Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab
asfiksia wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale,
pneumotoraks, pneumonia, COPD, reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia
tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat), dan adanya halangan udara masuk
ke saluran pernapasan secara paksa.
Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.
Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya
aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Kasus gantung hampir sama dengan
penjeratan. Perbedaannya terdapat pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk
memperkecil lingkararan jerat. Kematian karena penggantungan pada umumnya
bunuh diri.
Accidental Hanging
Penggantungan yang tidak disengaja ini dapat dibagi dalam dua kelompok : yang
terjadi sewaktu bermain atau bekerja dan sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang
menyimpang ( Auto – erotic Hanging )
Homicidial Hanging
Pembunuhan dengan metode menggantung korbannya relatif jarang dijumpai, cara
ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak – anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah, baik lemah oleh karena menderita penyakit, di bawah pengaruh
obat bius, alkohol atau korban yang sedang tidur. Pembunuhandengan cara
penggantungan sulit untuk dilakukan oleh seorang pelaku.
Mekanisme
Saluran udara tertutup karena pangkal lidah terdorong ke atas belakang, kearah
dinding posterior pharynk. Pallatum molle dan uvula terdorong ke atas, menekan
epiglotis sehingga menutup lubang larynk.
Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi darah otak karena tertekannya vena jugularis dan atau
arteri carotis sehingga terjadi serebral anoxia
3. Vagal reflex (Shock)
4. Kerusakan batang otak atau sumsum tulang belakang
Cara Kematian
1. Bunuh diri (paling sering)
2. Kecelakaan
Alat penggantung :
1. alat penggantung dengan permukaan yang luas (co: sarung) menyebabkan
tekanan hanya pada permukaan saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena
jugularis) sehingga muka bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata menonjol
karena bendungan
2. alat penggantung dengan permukaan yang kecil (co: tali jemuran)
menyebab tekanan besar ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit wajah
pucat , mata tidak menonjol
Adanya air liur yang keluar dari mulut
Lidah menonjol jika gantungan di bawah gld tiroid
Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter
Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah kecoklatan, pada palpasi keras
seperti kertas perkamen, arahnya miring ke arah simpul.
Ada resapan darah di bawah kulit di bawah otot pada m. sternokleidomastoideus,
m. supra/infrahyoid, m. hyoglosus.
Fraktur os hyoid
Edema pada plika vokalis
Posisi Gantung Diri
Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam – macam, kemungkinan
tersering :
1) Kedua kaki tidak menyentuh lantai (complete hanging)
2) Duduk berlutut ( biasanya menggantung pada daun pintu )
Untuk posisi ini ada yang menyebutkan dengan istilah penggantungan parsial.
Istilah ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidaksepenuhnya menjadi
kekuatan daya jerat tali. Pada kasus tersebut beratbadan tubuh tidak seluruhnya
menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsialBahan yang digunakan
biasanya tali, ikat pinggang, kain, dll.Pada kebanyakan kasus korbannya
meninggal. Gejalanya yang penting sehubungan dengan penggantungan adalah:
a. Kehilangan tenaga dan perasaan subyektif
b. Perasaan melihat kilatan cahaya
c. Kehilangan kesadaran, bisa disertai dengan kejang-kejang
d. Keadaan tersebut disertai dengan berhentinya fungsi jantung dan pernafasan
3) Berbaring ( biasanya di bawah tempat tidur )
Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka lakukan:
1. Periksa TKP
Ada persiapan gantung diri atau tidak
Jika 1 meter tidak mungkin gantung diri
Bunuh diri tidak terlalu jauh jaraknya, dan TKP tenang tidak morat marit
2. Simpul yang digunakan
Simpul hidup bunuh diri
Simpul mati dibunuh
Bunuh diri ikatan membentuk sudut, tidak ada tanda perlawanan, tidak
ada luka lecet atau memar, simpul tali bisa dikeluarkan dari kepala
3. Jika tanda tanda diatas tidak ada kecelakaan
Bunuh Diri
Bunuh diri (suicide) dapat di definisikan sebagai: perbuatan merusak diri sendiri
yang berhasil. Sedangkan perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan dengan
keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu – ragu ( sering disebut sebagai
sikap bunuh diri ) merupakan defibisi dari percobaan bunuh diri ( parasuicide )
Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang cara kematian pada kasus
penggantungan (hanging), yaitu :
1. Mata melotot.
2. Lidah terjulur.
3. Keluar mani, urin, darah, atau feses.
4. Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati).
Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat kejadian, yaitu :
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
4. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.
Gambar.Tardieu spot
Aspek Medikolegal
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian
pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain.
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan ? Pertanyaan ini sering
diajukan kepada dokter pemeriksa dalam persidangan.
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan? Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan.
(a). Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan
lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara ini.
Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun melakukan bunuh
diri dengan penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang
terjadi kecuali pada anak-anak di bawah usia 12 tahun
(b). Cara terjadinya penggantungan
(c). Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian
(d). Tanda berupa jejas penjeratan
(e). Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan
METODE PENGGANTUNGAN
PENYEBAB KEMATIAN
Penyebab kematian paling sering dari penggantungan adalah obstruksi aliran
darah servikal. Hal ini mungkin berefek pada vena jugularis, arteri carotid dan arteri
vertebra. pada abad 19 diketahui bahwa bunuh diri dengan cara menggantung dapat
menyebabkan tidak masuknya udara dari kanula trakea ke daerah bronkus. Studi
eksperimen menyebutkan seseorang meninggal karena gantung diri.Berat kepala
manusia itu sendiri sekitar 4,5kg, berat ini sendiri mengalokasi dari tekanan konstriksi
itu sendiri.Hal penting lainnya dari penyebab kematian mungkin dari stimulasi nervus
vagus dan lebih khusus lagi, bertanggung jawab pada refleks dari nervus karotis.
Tekanan pada nervus vagus telah digunakan untuk tujuan terapeutik pada akhir abad ini.
Pada kasus disritmia kardi, refleks henti jantung atau takikardi bisa di stimulasi oleh
tekanaan jari atau pemijatan pada sinu karotid dari satu atau dua sisi secara umum,
kontraksi jantung mulai lagi tapi pada beberapa kasus yang komplit, hasilnya henti
jantung tetap terjadi.
Hubungan antara nervus laringel superior dan nervus vagus dapat menimbulkan
stimulasi yang intens pada awalnya, kemudian menjadi stimulasi yang simultan pada
akhirnya, hasilnya menyebabkan perlambatan yang fatal pada refleks jantung. Hal ini
juga bertahan khususnya pada kasus-kasus trauma laringeal.Fraktur pada tulang rusuk
dan pada dasar tengkorak biasanya jarang terobservasi pada kasus kematian dengan
menggatung diri dan jikapun ada, umumnya hanya kasus jath dari ketinggian tertentu
sebagai penggantungan yudisial.
Definisi
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat
badan korban.
Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas akibat larynk yang tertekan kebelakang kearah dinding
pharynk sehingga lumen tertutup oleh karena mendapat tekanan dari samping dan dari
depan. Tekanan dari depan akan menutup jalan nafas, sedangkan dari samping akan
menutup pembuluh darah disamping leher, biasanya hanya vena yang tertutup.
Karena tekanan tidak sekeras hanging sehingga muka tidak sianotik. Tekanan
pada vena jugularis dan tekanan tidak komplit pada arteri carotis menyebabkan
perdarah kecil-kecil pada wajah, konjungtiva, scalp, dan fascia m.temporalis.
kemungkinan dapat terjadi pula vagal refleks.
Alat yang biasanya dipakai: sapu tangan, handuk, tali, kaos kaki, dasi, stagen,
selendang, ikat pinggang, kabel listrik dan lain-lain.
Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi otak
3. Vagal refleks
Cara kematian
1. Pembunuhan (paling sering)
2. Bunuh diri
3. Kecelakaan
Ciri-ciri
kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada gantung kekuatan karena berat
badan
jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan di atas dan dibawah
tanda asfiksia
kausa mati menyerupai gantung diri
pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri hanya bedanya pada penjeratan,
jejeas bersifat horisontal
Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada
kejadian infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan
hukuman mati (zaman dahulu).
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada
bayi yang terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal
reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan
cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya
ditarik. Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar
tongkat tersebut.
Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan (strangulation by ligature) kita lakukan
secara rutin sebagaimana pada kasus yang lain. Kita hendaknya memperhatikan jeratan
pada leher korban dan cara melepaskan jeratan dari leher korban.
Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.
pakai tangan 1 atau 2
bersifat pembunuhan
status lokalis
o luka memer bulat panjang
o luka lecet bentuk bulan sabit jika pakai tangan kiri jempoknya di
kiri
diagnosis menyerupai gantung diri
sebab kematian menyerupai gantung diri
Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas dengan satu atau dua tangan menekan leher sehingga menekan
sisi-sisi larynx dan menutup glotis. Bila tangan ditekan pada bagian depan larynx akan
menutup lumen dengan menyempitkan diameter anteropostrior. Bila juga pangkal lidah
terdorong kebelakang atas (seperti pada hanging) dan glotis tertutup. Pada pemeriksaan
rekonstruksi sukar dilakukan karena tekanan pada leher sebentar dan juga karena
elastisitas jaringan leher.
Sebab Kematian
Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu :
1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal reflex
Cara Kematian
Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu :
1. Pembunuhan (hampir selalu).
2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.
Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan luar dari autopsi kasus
pencekikan (manual strangulasi), antara lain :
1. Tanda asfiksia.
2. Tanda kekerasan pada leher (penting).
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar autopsi yang dapat kita temukan antara lain
adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat
akan terlihat gelap.
Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu :
1. Bekas kuku.
2. Bantalan jari.
3.
Gambar. Pencekikan dengan bekas kuku dan goresan pada sisi leher
Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet yang
berbentuk semilunar/bulan sabit. Kadang-kadang kita dapat menemukan sidik jari
pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right
handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku
(susunan bekas kuku) juga tak luput dari perhatian kita. Tanda kekerasan pada tempat
lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi
petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.
Ada 4 hal yang penting kita cari pada pemeriksaan dalam autopsi bagian leher
korban pada kasus pencekikan (manual strangulasi), yaitu :
1. Perdarahan atau resapan darah.
2. Fraktur.
3. Memar atau robekan membran hipotiroidea.
4.SUFFOCATION
Definisi
Obstruksi jalan nafas sehingga menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru yang
mengakibatkan terjadinya asfiksia
Terbagi atas pembekapan (smothering), Chocking, gagging.
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan
(smothering).
3). GAGGING
Pada perampokan ada kalanya korban setelah diikat agar tidak mudah berteriak mulut
disumbat dengan kain yang diikat dari mulut ke belakang kepala (gagging). Dalam hal
ini palatum molle tertekan pada pharynk.
5.ASFIKSIA TRAUMATIK
Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk
masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan
adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban.
penekanan rongga dada, rongga perut, diafragma
penekanan dari luar
co: desak desakan O2 kurang asfiksia
6.TENGGELAM
Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air /
cairan sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru.
Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk
ke dalam air, seperti bagian kepala mayat.
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke
dalam air.
Pada orang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah posisi,
umumnya korban akan tiga kali tenggelam, ini dapat dijelaskan sebagai berikut:5
Pada waktu pertama kali orang ”terjun” ke air oleh karena gravitasi ia akan terbenam
untuk pertama kalinya.
Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil dari berat jenis air, korban akan timbul, dan
berusaha untuk bernafas mengambil udara, akan tetapi oleh karena tidak bisa
berenang, air akan masuk tertelan dan terinhalasi, sehingga berat jenis badan
sekarang menjadi lebih besar dari berat jenis air, dengan demikian ia akan tenggelam
untuk kedua kalinya.
Sewaktu berada pada dasar sungai, laut atau danau, proses pembusukan akan
berlangsung dan terbentuk gas pembusukan.
Waktu yang dibutuhkan agar pembentukan gas pembusukan dapat mengapungkan
tubuh korban adalah sekitar 7-14 hari.
Pada waktu tubuh mengapung oleh karena terbentuknya gas pembusukan, tubuh
dapat pecah terkena benda-benda disekitarnya, digigit binatang atau oleh karena
pembusukan itu sendiri, dengan demikian gas pembusukan akan keluar, tubuh
korban terbenam untuk ketiga kalinya dan yang terakhir
Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita
jumpai, yaitu :
1. Kapal tenggelam.
2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.
Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita
ketahui cara kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air.
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus
mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban.
2. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan sebelum korban
ditenggelamkan.
Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus
mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.
2. Kita dapat temukan suicide note.
3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban.
4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat.
Pada pemeriksaan luar autopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada
7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada
pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau
rumput air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.
Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning) mulai membusuk
pada hari ke-2 sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu. Pembusukan
tersebut ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya merata, tubuh mayat
akan mengapung di permukaan air. Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya terjadi
pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Volume gas pembusukan dapat terjadi 2 kali lipat dari
berat tubuh. Apabila berat badan korban 40 kg maka gas pembusukan terbentuk 80 kg
sehingga resultan gaya tekan gas pembusukan ke atas terhadap air yaitu 80-40 jadi 40.
Sehingga badan akan terapung. Saat gas pembusukan pada saluran nafas dan organ lain
menghilang oleh karena perut jenazah yang biasanya akan pecah, jenazah kemudian
akan kembali tenggelam.
Air segar yang diaspirasi dengan cepat melewati septum alveolar dan dinding
kapiler dan meninggalkan paru-paru dalam bentuk darah yang kini telah diencerkan. Air
laut secara osmotik bersifat hipertonik, 3-4 kali lebih kuat dari plasma (sekitar 3.5%
garam terlarut), sehingga ditarik keluar cairan dari darah kedalam ruang alveolar.
Walaupun penjelasan tersebut mungkin terkesan sederhana, hal tersebut dimaksudkan
untuk menjelaskan penimbunan cairan di dalam jaringan paru setelah inhalasi air laut.
Fenomena yang mirip dapat terjadi dengan inhalasi air segar. Pada hal ini mekanisme
yang terjadi berhubungan dengan kemampuan yang lebih besar dari air segar untuk
mendenaturasi surfaktan paru. Perubahan yang diakibatkaan pada tegangan permukaan
di paru lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat. Hal ini yang menerangkan mengapa
kematian terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik perdarahan di
sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot.
Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu
menghisap gas:
1. CO
2. CO2
3. H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO 2 banyak pada sumur tua dan gudang
bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
BAB XI
TOKSIKOLOGI FORENSIK
Racun zat/bahan yang dalam jumlah tertentu bila terjadi kontak atau masuk kedalam
tubuh akan menyebabkan penyakit dan/atau kematian.
Pembagian Racun
Berdasarkan sumbernya racun dapat dibedakan atas beberapa macam yakni :
Racun rumah tangga
Berupa desinfektan, detergen, insektisida
Racun pertanian
Berupa pestisida dan herbisida
Racun kedokteran
Berupa hipnotika, sedatif, analgetika, obat penenang, antidepresan, antibiotika
Racun industri
Berupa asam dan basa kuat, logam berat
Racun bebas
Berupa opium, ganja, sianida, racun pada jamur
Berdasarkan cara masuk ke dalam tubuh dibedakan melalui :
Toksisitas Racun
Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi atau
fakta-fakta yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif
yang melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus dibuktikan
adanya perbuatan yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang melatarbelakangi
tindakan tersebut (men rhea). Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur men
rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness), kealpaan (negligence) atau
kesengajaan (intentional).
Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe)
berdasarkan korban keracunan, yaitu:
1. Tipe S (spesific target)
Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara
pelaku dan korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi,
antara lain: uang, membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam.
Keracunan tipe S berdasarkan terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:
a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan dan
direncanakan oleh pelaku.
b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara mendadak
dan tanpa perencanaan sebelumnya.
Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian lebih
sebab kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering
membuat kasus tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus pembunuhan yang
sempurna (the perfect murder). Pembunuhan yang sempurna adalah kematian
korban yang sesungguhnya akibat tindaan pidana tetapi dokter menyatakan sebagai
kematian wajar karena faktor penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi
bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat kegagalan dokter mengenali
tanda-tanda keracunan pada korban.
Pemeriksaan TKP
Pemeriksaan TKP penting untuk proses penyidikan selanjutnya. Dari
pemeriksaan di TKP diharapkan dapat memberi tujuan sebagai berikut :
Menentukan korban hidup/ meninggal
Mengumpulkan barang bukti
Memperkirakan cara kematian
Menentukan saat kematian
Pemeriksaan Laboratorium
Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa muntahan,
sekret mulut dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis isi lambung harus
- Perforasi
Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat. Perforasi
juga bisa terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini
biasannya lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar dan lambung
menunjukkan tanda-tanda perlekatan dengan jaringan sekitar.
2. Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ tubuh
merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa
ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa dan
ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara lain :
- Urin dan feses
- Darah
- Lambung dan isinya
- Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum)
- Hati
- Setengah bagian dari masing-masing ginjal
- Otak dan medulla spinalis, terutama pada keracunan striknin
- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada
kecurigaan abortus kriminalis
- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform
- Tulang, rambut, gigi dan kuku
- Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.
3. Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian
Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang
harus dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis.
Hal yang dibuktikan antara lain :
1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan
(adminissible) sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehingga
penatalaksanaan terhadap bukti-bukti pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi
pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar pembuktian dengan tingkat
kepercayaan yang lebih tinggi yaitu sampai tidak ada keraguan yang beralasan.
2. Pembuktian motif keracunan
3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, toko
obat atau toko yang menyediakan substansi yang digunakan.
4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi
kesehatan, dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.
5. Bukti kesengajaan (intentional)
6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun
dengan menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.
7. Bukti peracunan adalah homicide.
Sianida adalah racun yang digunakan baik untuk bunuh diri, kecelakaan atau
pembunuhan. Meskipun diagnosis autopsi tentang keracunan sianida sangat jarang
diragukan, analisis toksikologi mungkin sulit untuk interpretasi akibat destruksi maupun
produk sianida dalam tubuh yang sudah mati dan bahkan pada sampel darah yang
disimpan untuk menunggu diperiksa.
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik. Sianida dapat masuk ke
dalam tubuh dengan cara :
- Inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, fumigasi
kapal)
- Oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan
baja, serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel.
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau
NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30
menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.
Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat
menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit.
Dalam interval yang pendek antara menelan racun sampai kematian, korban mengeluh
merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit
kepala, vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat pula
ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah, napas
cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan berbau
amandel. Menjelang kematian sianosis nyata dan timbul kedutan otot-otot berlanjut
dengan kejang dengan inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi menimbulkan
palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi
mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan
meninggal.
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda
patognomonik untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan
bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang. Pemeriksaan
selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat
dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin
(karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya
cyanmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang
berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada
daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksihemoglobin.
Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui
bahwa banyak orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya
berhubungan dengan genetik (bukan berdasarkan pengalaman). Ini penting diketahui
oleh ahli patologi dan pegawai kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa
resiko. Para petugas terkait menjadi sakit dan untuk sementara mengalami gangguan
fungsi setelah mengautopsi mayat bunuh diri yang telah menelan sejumlah besar kalium
sianida. Diasumsikan mungkin akibat menghirup hidrogen sianida dari isi perut mayat
ketika melakukan pemeriksaan organ dalam.
Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun
pendarahan dinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit
kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan mungkin
beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga sianida tersebut menjadi kristal /
bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond.
Analisis Toksikologi
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak merangsang selaput lendir. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak
sempurna motor yang menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap melalui paru,
sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-245 kali afinitas O 2. Bila korban
dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan
setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan
dengan kadar COHb dalam darah
Jenis-Jenis Insektisida
Penatalaksanaan:
1. Hindari makanan mengandung minyak dan lemak
2. Fenobarbital dapat digunakan untuk mengendalikan tremor
Gejala-gejala
Penatalaksanaan
Pemeriksaan Autopsi
As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan
senyawa yang sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan. As 2O3
ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus dengan sedikit rasa (lemah) bahkan
dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak berbau. Mudah larut dalam asam
lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih. Senyawa arsenik ini banyak
ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri (sebagai pengotoran dari zat
warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan (sedian-sedian yang mengandung
arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun organik). Bentuk lain dari
arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas.
Dosis Arsen
Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun adalah dalam bentuk
garam. Arsen mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan menghalangi respirasi.
Jumlah yang sangat sedikit sudah dapat membunuh seseorang (30-300 mg).
Gejala Klinis Arsen
2. Gastrointestinal Type
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada
lambung, usus maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul
muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
- Rasa sakit dan cramp pada perut
- Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
- Mulut terasa kering
- Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
- Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.
Gejala klinis diatas sangat individual, dimana satu penderita condong menunjukkan
gejala profuse diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong menunjukkan
gejala muntah atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya.Bila
kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan dan cemas,
kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium, albuminuria, retensi
urin, serta dehidrasi akibat hilangnya cairan tubuh. Kematian terjadi dalam beberapa
jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat melewati serangan pertama,
masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.
3. Subacute Type
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali dalam
interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak segera
menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan
(slow excretion).
Gejalanya:
- Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi
acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat.
- Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
- Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea
berkepanjangan
- Cramp dan dehidrasi
- Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria
- Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita
mengalami keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban
makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.
4. Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-
gejala:
- Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis
disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan
ke arah sentral.
- Anaesthesia
- Rambut dan kuku rontok
Jenis-Jenis Alkohol
Alkohol ada 2 jenis:
Etil alkohol / Etanol (C2H5OH)
Metil alkohol / Metanol (CH3OH)
Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan yang bening, mudah
menguap dan mempunyai aroma yang khas.
Alkohol terdapat pada berbagai jenis minuman, misalnya:
Alkohol absolut : 99,9%
Rectified spirit (alkohol yang dimurnikan) : 90%
Methylated spirit (alkohol denaturasi) : 95%
Rum dan minuman keras lainnya : 50-60%
Whisky, Gin dan Brandy : 40-45%
Port, Sherry : 20%
Anggur (wines) : 10-15%
Bir : 4-8%
Berbagai jenis minuman keras daerah : 5-10%
Metabolisme Alkohol
Absorpsi terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%). Konsentrasi
alkohol dalam darah sudah bias ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah meminum
alkohol. Kadar puncak dalam darah adalah 30 menit setelah meminum alkohol.
Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol dalam darah ini bisa
menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya seperti gastritis dan
anemia.
Dosis Fatal
Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum, tetapi juga
bergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut
sebanyak 5 oz dapat berakibat fatal. Untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun,
alkohol absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat berakibat fatal.
Pada buku lain juga mengatakan takaran alkohol untuk menimbulkan keracunan
bervariasi tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik perorangan.
Umumnya 35 gram alkohol menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak
dan kecepatan serta menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gr akan
menimbulkan keracunan akut dan 250-500 gram alkohol takaran fatal. Kadar alkohol
darah dari konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus:
A= C x P x R
A : jumlah alkohol yang diminum
C : kadar alkool darah(mg%)
P : berat badan(kg)
R : konstanta (0,0007)
Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL alkohol absolut sudah dianggap
bisa berakibat fatal.
Periode Fatal
Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak
mempunyai kebiasaan minum alkohol bisa menyebabkan kematian dalam beberapa
menit. Periode fatal bisanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang
yaitu antara 5-6 hari
Penatalaksanaan
Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk dalam
tahap koma, yaitu ketika refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami konstriksi
dan tidak bereaksi terhadap cahaya, maka kemungkinan besar dapat sembuh.
Gambaran Post-Mortem
1. Pemeriksaan luar
Kaku mayat dan pembusukan lebih lambat terjadi. Mayat penderita bisa
bertahan lebih lama.
Kongesti pada konjungtiva sangat jelas
2. Pemeriksaan dalam
Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya
Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna coklat
Organ tubuh lainnya mengalami kongesti
Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara gyrus otak yang semakin
sempit
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:
Darah
Paru-paru
Otak
Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan pemeriksaan
dilakukan sesegera mungkin.
Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama.
Korban biasanya adalah penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol digunakan
sebagai pelarian dari kenyataan hidup.
Penatalaksanaan
Keadaan ini bisasanya adalah masalah psikiatri karena berbagai masalah yang
melatarbelakangi kebiasaan minum alkohol tersebut
Kebiasaan minum alkohol harus dikurangi dengan memberikan tablet antabuse
(Tetra erthylthiuram disulphide) dengan dosis 0,25 sampai 0,75 gram per hari.
Tablet antabuse hanya diberikan dengan persetujuan pasien karena keadaan pasien
akan sangat memburuk jika setelah mendapat tablet Antabuse pasien kembali
meminum alkohol. Untuk tujuan yang sama bisa juga diberikan tablet Temposil
(Citrated calcium carbimide) dengan dosis 50 mg per hari.
Makanan dengan gizi yang seimbang
Pemberian multivitamin untuk mengatasi adanya defisiensi. Pemberian vitamin ini
harus tetap diberikan untuk jangka waktu yang cukup lama
Mekanisme kematian terutama akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus
akibat hipertensi portal. Pada autopsi bisa ditemukan memar pada cortex cerebri,
hematom sub-dural akut dan kronis. Depresi pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak
lebih besar dari 450 mg%. pada 500-600 mg% dalam darah, penderita biasanya
meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam.
1. Pada orang yang masih hidup dapat diidentifikasi dari bau alkohol yang keluar dari
udara pernafasan.
2. Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik pemeriksaan udara pernafasan atau urin atau
dari darah vena
3. Kelainan pada orang yang sudah meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan gejala
yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan,
darah lebih encer, berwarna merah gelap.
4. Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-
kadang juga tak tampak kelainan.
5. Otak dan darah berbau alkohol.
6. Pada pemeriksan histologis dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah
dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh, pada bagian parenkim organ inflamasi
mukosa saluran cerna.
7. Pada jantung, gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema
dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Laboratorium
Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau
cairan tubuh seperti cairan serebrospinal. Penentuan kadar alkohol dalam daram
lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan orang
tersebut telah minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke
jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung sehingga bisa diambil darah dari
pemeriksaan darah vena perifer seperti di daerah cubiti dan femoralis.
Metode sederhana untuk menentukan kadar alkohol dalam darah disebut teknik
modifikasi mikrodifusi (CONWAY) yaitu
1. Masukkan 2 mL reagen Anti ke dalam ruang tengah. Reagen anti dibuat dengan
melarutkan 7,7 mg kalium dikromat ke dalam 150 mL air + 280 mL asam sulfat dan
terus diaduk. Encerkan dengan 500 mL aquadest.
2. Sebarkan 1 mL darah/urin dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 mL kalium
karbonat dalam ruang yang berlawanan.
3. Tutup sel mikrodifusi dan goyangkan dengan hati-hati. Biarkan terjadi difusi
selama 1 jam pada suhu ruang. Angkat tutup dan amati perubahan warna pada
reagen
4. Apabila reagen berwarna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Tetapi apabila
warna kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan
warna kekuningan sekitar 300 mg%.
Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan spesimen yang sesuai
Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli toksikologi
harus membatasi sejumlah material yang dianalisis. Sebelum memulai analisis,
penting sekali dilakukan pengumpulan informasi yang mungkin berkaitan dengan
fakta keracunan. Ahli toksikologi harus memperhatikan usia, jenis kelamin, berat
badan, riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban, pemberian terapi sebelum
meninggal, temuan pada autopsi, obat yang terdapat pada korban, dan interval
waktu antara onset gejala dan kematian.
Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan saat
dilakukan autopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan organ penting untuk
mengambarkan afinitas obat dan racun terhadap jaringan tubuh. Spesimen harus
dikumpulkan sebelum jenazah diawetkan, dimana proses ini dapat merusak atau
melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi tidak memungkinkan. Contohnya
CN dirusak oleh proses pembalseman.
2. Analisis toksikologi
Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi harus mempertimbangkan
beberapa faktor yaitu: jumlah spesimen yang tersedia, sifat dasar temuan racun dan
biotransformasi racun. Pada kasus keracunan dengan racun yang masuk per oral, isi
saluran cerna harus dianalisi pertama kali, ketika sejumlah residu racun yang tak
terabsorbsi masih ditemukan. Selanjutnya urin dapat dianalisis, karena ginjal
merupakan organ ekskresi utama untuk kebanyakan racun dan racun dalam
konsentrasi tinggi sering ditemukan pada urin. Setelah absorbsi pada saluran cerna,
obat atau racun pertama-tama dibawa ke hepar sebelum memasuki sirkulasi
sistemik, oleh karena itu, analisis pertama dari organ dalam dilakukan pada hepar.
Jika racun tertentu diduga atau diketahui terlibat pada kasus kematian, ahli
toksikologi memilih menganalisis pertama-tama jaringan dan cairan dimana racun
terkonsentrasi.
3. Interpretasi terhadap hasil analisis
Setelah mengumpulkan keterangan-keterangan tentang riwayat kasus
keracunan, mengumpulkan laporan hasil analisis berdasarkan toksisitas, distribusi,
dan biotransformasi dan membandingkan hasil analisis dengan kasus serupa yang
1. Pengertian
Kejahatan seksual (sexual offences) adalah salah satu bentuk dari kejahatan tubuh yang
merugikan kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam
fungsi penyelidikan, yaitu untuk:
i. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
ii. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
iii. Memperkirakan umur
iv. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin
Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang
dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi
kekerasan seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk
lain kekerasan seksual seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual di depan umum,
dan pelecehan seksual.
2. Pembagian
Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
pelecehan seksual
gurauan porno,
siulan, ejekan dan julukan
tulisan/gambar
ekspresi wajah,
gerakan tubuh
perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
3. Fungsi Penyelidikan
3. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun pemeriksaannya
memerlukan berbagai sarana seperti alat rontgen untuk memeriksa pertumbuhan
tulang dan gigi. Perkiraan umur digunakan untuk menentukan apakah seseorang
tersebut sudah dewasa (> 21 tahun) khususnya pada homoseksual/lesbian serta pada
kasus pelaku kejahatan. Sedangkan pada kasus korban perkosaan perkiraan umur
tidak diperlukan.
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin
Secara biologis jika persetubuhan bertujuan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas/tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban telah siap
4. Pemeriksaan Medis
Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
- Identitas (Nama, umur, TTL, status perkawinan)
- Spesifik (Siklus haid, penyakit kelamin, peny. kandungan, peny. lain, pernah
bersetubuh, persetubuhan yang terakhir, penggunaan kondom)
Anamnesis khusus memuat waktu kejadian
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat:
- Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda bekas
kehilangan kesadaran / obat bius / needle marks.
- Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint,
tanda perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri
Pemeriksaan fisik khusus memuat:
- Pembuktian persetubuhan :
ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus / oral
ejakulat / air mani pada vagina / anus
- Bukti Penetrasi :
Robekan hymen, laserasi (mencakup perkiraan waktu)
Variasi : - korban 3 hari yang lalu / lebih
- hymen elastis
- penetrasi tidak lengkap
Bukti Ejakulat/air mani (mencakup perkiraan waktu)
Perlekatan rambut kemaluan
Ejakulat di liang vagina
Tambahan dr mursyad
1. Pemeriksaan introitus vagina
2. Robekan hymen terbanyak arah jam 5
dan 7, dilihat apakah robek pada dasar dan apakah disertai darah
3. Gesekan pada vagina (luka gesek/lecet karna belum ada lubrikasi )
4. Perporasi fornix posterior
5. Luka ringan di daerah mulut, leher, di bawah payudara, dan paha bagian dalam
Pemeriksaan Pakaian
- rapi / tidak,
- robekan? lama/baru, melintang? pada jahitan? kancing putus?
- bercak darah
- air mani
- lumpur / kotoran lain di TKP ?
Pemeriksaan Laboratorium
- cairan dan sel mani dalam lendir vagina
- pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
- pemeriksaan kehamilan
- toksikologik darah dan urin
Pembuktian Adanya Kekerasan
Perkiraan Umur
Umur berkaitan dengan KUHP
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang
Alat kelamin:
- Bagian luar: Tampak warna kemerahan pada bibir vagina luar ,tampak
pembengkakan di bibir vagina bagian luar kanan, tidak ada luka, nyeri
pada perabaan-----------------------------------------------------------------------
- Bagian Dalam : Tampak warna kemerahan disertai luka lecet berukuran
0,5 sentimeter pada bibir vagina bagian dalam kanan, nampak ada
pembengkakan dan nyeri pada
perabaan----------------------------------------
Contoh Kesimpulan:
DEFINISI
Dalam KUHP hanya dikenal istilah pengguguran kandungan. Istilah “aborsi” yang
berasal dari kata abortus bahasa latin, artinya “kelahiran sebelum waktunya”.
Sinonim dengan kata itu mengenal istilah “kelahiran yang premature” atau
miskraam (Belanda), keguguran.
Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sesuai hukum stop kehamilan atau
mematikan janin sebelum waktu kelahiranAnak baru mungkin hidup di luar kandungan
kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang
mengambil batas abortus bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur
kehamilan 22 minggu. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia /
berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan
suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau usia kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 = 22 minggu).
Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah
pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadia perkembangannya sebelum masa
kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah
abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan
menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.
KLASIFIKASI
Umumnya setiap negara ada undang-undang yang melarang abortus buatan, tetapi
larangan ini tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang,
melakukan abortus buatan dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus buatan sebagai
tindakan pengobatan, apabila itu satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan
ibu serta sunguh-sungguh dapat dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan biasanya
tidak dituntut. Indikasi medis akan berubah-ubah menurut perkembangan ilmu
kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan beberapa negara lainnya, membenarkan
indikasi yang bersifat sosial medis, humaniter, dan egenetis, bukan semata-mata untuk
menolong ibu, tetapi juga dengan pertimbangan keselamatan anak, jasmani, dan rohani.
Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang kemungkinan perluasan indikasi
medik, namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik
adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan abortus atas
indikasi :
o Ekonomi : takut miskin atau kekurangan
o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat hubungan diluar nikah.
o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu
mengambil tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultasi pada
seorang ahli kandungan yang berpengalaman dengan syarat:
(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan)
sesuai dengan tanggung jawab profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
(3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga / peralatan yang memadai,
yang ditunjuk pemerintah.
(5) Prosedur tidak dirahasiakan.
(6) Dokumen medik harus lengkap.
Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin dari rahim ibu oleh
orang lain secara paksa, yaitu, jika tidak ada indikasi terapeutik untuk operasi.
Kejahatan ini dinyatakan sebagai tindak pidana jika aborsi yang dilakukan berakibat
fatal. Jika wanita tersebut meninggal akibat prosedur yang dilakukan oleh aborsionis
dan orang lain yang berkaitan dengan kejahatan tersebut, seperti ahli anestetik atau
perawat, akan dituntut dengan pasal pembunuhan. Bahkan saudara atau teman yang
menemaninya ke aborsionis dinyatakan bersalah sebagai rekan kejahatan, jika dapat
dibuktikan bahwa orang tersebut mengetahui tujuan kunjungannya. Hukum
menekankan pada maksud-maksud ilegal di balik tindakan dan tentang semua hal yang
berhubungan dengan kejahatan sebagai prinsip-prinsip kesalahan. Yang termasuk dalam
kategori ini adalah individu yang memberi anjuran dan meresepkan obat-obatan, atau
berusaha menggugurkan kandungan dengan cara lain; jika terjadi kematian akibat
tindakannya, mereka dinyatakan bersalah oleh hukum.
Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada awal kehamilan atau pada
akhir masa kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi,
fetus pada awal kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan yang
sama dengan fetus pada akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa
kehamilan sama bersalahnya dengan yang dilakukan pada akhir masa kehamilan.
CARA-CARA ABORTUS
Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi cervix uterus
- Injeksi 10 unit oxytocin intra-uterin
2. Abdominal : Sectio Caesarea
Cara-cara melakukan abortus criminalis :
1. Mengunakan obat-obatan yang diminum
2. Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal)
3. Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau
bidan.
Obat-obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali
diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil
tersebut.Patut diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu
menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita
yang meminumnya. Karena itulah seorang “abortir profesional” tidak mau membuang-
buang waktu/mengambil resiko melakukan abortus dengan menggunakan obat-obatan.
Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan
abortus harus diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).
2. Obat-obat yang menimbulkan kontraksi GIT.
o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.
o Castrol oil; magnesium sulfate / sodium sulfate
3. Obat yang bersifat racun sistemik
o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih
mentah, madar juice, Buah Daucus carota).
Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda,
mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti
adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia
interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina
- serviks membuka, bisa terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin
Korban mati
Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu
cairan, terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada :
- arteri coronaria
- ventrikel kanan
- arteri pulmonalis
- arteri dan vena di permukaan otak
- vena-vena pelvis
o Vagina dan uterus di-insisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas,
kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi
uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama
24 jam, kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk
melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada cervix uteri
(abrasi, laserasi).
o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.
o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah
Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang dokter dengan seorang yang
hendak menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya
menyebabkan pihak lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya termasuk aparat
hukum, maka perlu disikapi oleh kita semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut
berdimensi pidana, petugas aparat hukum dimungkinkan untuk menentukan langkah-
langkahnya. Atau dengan kata lain pihak kepolisian boleh melakukan penyidikan dan
juga tindakan lain yang diwenangkan oleh hukum.
Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk
melakukan penyidikannya pada tempat-tempat yang telah, sedang atau akan terjadinya
tindak pidana, termasuk tempat yang patut diduga didalamnya akan dilakukan tindak
pidana. Demikian juga tempat praktek dokter yang disinyalir di dalamnya ada praktik
aborsi yang illegal.
Chrisdiono M. Achadiat dalam artikelnya yang berjudul “Aborsi dalam Perspektif Etika,
Moral dan Hukum”, memberikan catatan sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan Pasal 10 KODEKI disebutkan antara lain, “Ia (baca;
Dokter Indonesia) harus berusaha mempertahankan hidup mahluk insani.
Berarti bahwa menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut
Etika kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan :
(a) Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak
mungkin akan sembuh (euthanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki tersebut ditegaskan antara
lain bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan,
apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya
maut (abortus provocatus thetapeuticus) (dikutip dari buku Kode Etik
Kedokteran Indonesia terbitan 1986, halaman 33).
Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin
praktek kedoktarannya di negara bagian tersebut akan dicabut secara otomatis.
Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan hasil
konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana,
apapun alasannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara dimana legalisasi
abortus provocatus masih bersifat terbatas, seakan-akan timbul suatu revolusi dalam
sikap masyarakat dan pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan,
sehingga terjadi perubahan-perubahan hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul
hukum-hukum abortus dengan pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.
Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai
berikut:
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda dan Indonesia
(sebelum ada UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan).
2. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada,
Thailand, dan Swiss.
3. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu),
seperti di Prancis dan Pakistan.
Meskipun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat satupun
pasal yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik,
sekalipun untuk menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang
melakukannya tidak dihukum, bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan
tersebut diterima hakim. Abortus atas indikasi medik ini kini diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 229
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang
turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-
pihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap
wanita tersebut, sehingga dapat gugur kandungannya.
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat
gugur kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya kandungan seseorang wanita.
(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter,
bidan, juru obat, serta pihak lain yang berhubungan dengan medis.
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan
kode etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekwendilakukan
pengurangan kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan dapatdikurangi.
Pandangan Pro-Choice
Pro-choice merupakan pandangan politik dan etik dimana seorang wanita
memiliki kuasa penuh atas kesuburan dan kehamilannya. Hal ini menyangkut hak
Definisi secara hukum : memang pembunuhan, membunuh bayi saat baru dilahirkan
karena takut diketahui
Motif Infanticide :
Anak yang tidak sah
Warisan
Orang tua yang terlalu miskin
Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang berarti
Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran anak
Dead born :
bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD)
Pemeriksaan :
1. Dada :
mengembang
diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
tepi paru menumpul
beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin padatnya vaskularisasi
paru
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian kandung jantung
Berwarna merah muda tidak merata
Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah
terisi udara
Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara dan darah
Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35 kali berat badan) karena
berfungsinya sirkulasi darah jantung paru
Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif
3. Saluran Cerna
Adanya udara dalam saluran cerna
Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan amnion
menunjukkan bahwa bayi telah melakukan usaha pernafasan & pada saat
inspirasi menelan cairan tersebut
Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu
lamanya
Viable
Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan
umur kehamilan > 28 minggu
PB (kepala-tumit) > 35 cm
PB (kepala-tunggging) > 23 cm
BB > 1000 garam
lingkar kepala > 32 cm
tidak ada cacat bawaan yang fatal
DEFINISI
Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24
jam sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus kasus forensik, sebagian besar
kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul.
Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan kematian yang tak diduga tidak
selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus.
Menurut Cobb, mati mendadak adalah kematian terjadi tanpa diperkirakan
sebelumnya, tanpa gejala yang nyata sebelumnya atau gejalanya hanya dalam waktu
yang singkat (menit atau jam), nontraumatis, tidak mengandung unsur
kesengajaan.Arjono (1989) dalam makalahnya “Risiko Managemen Sudden Death”
menulis dua alternatif definisi, yaitu:1
1) Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis, non self
inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset gejala.
2) Definisi yang lebih tegas adalah kematian yang terjadi dalam satu jam sejak
timbulnya gejala.
Moerdowo (1984) mengatakan bahwa mati mendadak adalah kematian yang tidak
disangka dalam waktu kurang dari satu jam (verysudden death) atau dalam waktu dua
puluh empat jam (sudden death). Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit,
sehingga tidak ada yang menyaksikan atau tidak sempat mendapat pertolongan sama
sekali. Kejadian ini dapat terjadi di lapangan olah raga, kantor, pasar, atau di jalan.
CARA KEMATIAN
Pada umumnya kasus kematian mendadak bervariasi antara 50–80 tahun, dan yang
terbanyak adalah pihak laki-laki mengingat motivasi kerja dan bepergian. Berbagai
penyakit dapat menimbulkan kematian mendadak antara lain penyakit jantung,
hipertensi (cardio vascular), dan penyakit-penyakit metabolisme antara lain diabetes
melitus dan hyperlipidemi (kolesterol, triglycerid) dan metabolisme protein antara lain
asam urat dan urium. Maka pada usia tersebut di atas pada berbagai instansi dilakukan
check up terutama pada menjelang purna tugas.
Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui oleh dokter berhubungan
dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu:5
1. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan
yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian ?
2. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah pada
keracunan ?
3. Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung koroner) yang
rutin datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di rumah sakit ?
KEMATIAN
MENDADAK
Lesi yang dapat menyebabkan kematian alamiah yang mendadak secara garis besar
terdiri dari 3 golongan :2
1. Grup terbesar adalah lesi yang diakibatkan oleh proses penyakit yang berjalan
perlahan atau insidental berulang yang merusak organ vital tanpa menimbulkan
suatu gejala renjatan akut sampai terjadi suatu penghentian fungsi organ vital yang
tiba-tiba. Salah satu contoh yang paling baik untuk golongan ini adalah kematian
mendadak akibat penyakit jantung koroner.
2. Terjadinya ruptur pembuluh darah yang mendadak dan tak terduga, yang diikuti
dengan perdarahan yang berakibat fatal. Contoh golongan ini adalah pecahnya
aneurisma aorta dengan perdarahan ke dalam pericardial sac atau pecahnya
aneurisma pada sirkulus Willisi yang menyebabkan perdarahan subdural.
3. Golongan ketiga mencakup infeksi latent atau infeksi hebat yang perjalanan
penyakitnya berkembang tanpa menunjukkan gejala yang nyata atau bermakna
sampai terjadi kematian. Contohnya adalah endokarditis bakterial atau obstruksi
mendadak usus karena volvulus.
Tindakan:
1. Dengan penyidik, melakukan pemeriksaan di TKP
2. Anamnesa keluarga mengenai RPD, riwayat meminum obat, riwayat kunjungan ke
dokter / RS
3. Pemeriksaan luar secara lengkap dan teliti, termasuk barang-barang
“Tanda dari sudden death”:
- Sianosis
- Pembuluh darah tampak jelas khususnya di leher
- Sisa muntahan
- Pembengkakan kaki
- Postur tubuh (obesitas)
- Cairan semen (karena ejakulasi)
4. Dilakukan otopsi
5. Pemeriksaan Penunjang PA + Toksikologi
6. Menyusun laporan hasil
Analisis:
1. Bila hanya pemeriksaan luar dan situasi badan masih bagus causa kematian tidak
dapat ditentukan
2. Racun harus pemeriksaan lab (untuk memastikan apakah masuk ke dalam tubuh
atau tidak, kadarnya berapa, mempengaruhi organ apa saja, matinya karena mekanisme
apa)
3. Bila dalam pemeriksaan dalam + PA dilihat kelainan yang terdapat di sana
kaitkan dengan penyakit tertentu kaitkan dengan sudden death
4. Refleks vagal (tidak ditemukan pada otopsi dan PA)
Definisi :
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
Identifikasi adalah suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui
sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat
ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang
diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.
Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Identifikasi berguna sebagai kunci masuk perkara pidana, dan juga untuk penentuan
hak waris.
Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
- semua kasus medikolegal
- penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
- orang yang didakwa pelaku pembunuhan
- orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
- identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
- anak hilang
- orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
- tuntutan hak milik
- untuk kepentingan asuransi
- tuntutan hak pensiun
2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;
- kasus peledakan
- kasus kebakaran
- kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
- banjir
- kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum
Tulang panggul
Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana
mereka bertemu pada acetabulum
Tengkorak Glabela bony Glabela datar
Margin supraorbita melingkar Margin supraorbita tajam
Luas perluasan processus Luas perluasan processus
mastoideus lebih besar mastoideus lebih kecil
Platum besar, membentuk Palatum kecil, membentuk parabola
huruf U
Occipital condylus besar Occipital condylus kecil
Dibedakan atas ciri-ciri: tonjolan di atas orbita (supra orbita ridges),
processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang
bawah. Ciri tersebut tamapk jelas pada usia 14-16 tahun
Tulang Panjang lebih panjang, lebih berat, lebih pendek, lebih ringan, lebih
lebih kasar, dan impressio-nya halus, dan impressio-nya lebih
lebih banyak sedikit
Tulang Dada manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni
PENENTUAN UMUR
Disaster Victim Investigation (DVI) adalah suatu prosedur standar yang dikembangkan
oleh Interpol (International Criminal Police Organization) untuk mengidentifikasi
korban yang meninggal akibat bencana massal.
Kegiatan:
Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m.
Memberi tanda setiap sektor.
Memberikan label pandang dan label oranye pada jenazah dan potongan
jenazah diikat pada tubuh/ibu jari kaki korban.
Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer.
Membuat sketsa dan foto tiap sektor
Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :
- Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik
dan diberi label sesuai nomor jenazah.
- Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan
diberi label sesuai nomor jenazah.
- Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan
dibuat berita acara penyerahan kolektif.
Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada tiga
langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah
kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah
documentation atau pelabelan.
Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus mengambil
langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. Langkah – langkah
tersebut antara lain adalah :
Pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando DVI harus mengumpulkan
korban – korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait dengan korban yang
mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban.
Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan
label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi.
Data – data hasil pemeriksaan kemudian digolongkan ke dalam data primer dan data
sekunder sebagai berikut :
PRIMER : SIDIK JARI, PROFIL GIGI, DNA.
SECONDARY : VISUAL, FOTOGRAFI, PROPERTI JENAZAH, MEDIK-
ANTROPOLOGI (TINGGI BADAN, RAS, DLL).
Selain mengumpulkan data paska kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan
tindakan untuk mencegah perubahan – perubahan paska kematian pada jenazah,
misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat
pembusukan.
Fase I Fase II
TKP Post Mortem
Fase IV Fase V
pembanding evalusasi
Fase III
Ante mortem
2. RAS
Dikenal 3 macam ras didunia yaitu :
1. Ras Caucasoid.
Gigi Premolar 2 bawah (P2) : mesio-distal memanjang.
2. Ras Mongoloid.
Gigi incicivusnya berbentuk sekop.
3. Ras Negroid.
Gigi Premolar 2 bawah mempunyai 3 cups
3. JENIS KELAMIN
Penentuan jenis kelamin dari pemeriksaan gigi dapat dilakukan dengan memakai
metode “Fluoresensi chromosom Y”.
4. GOLONGAN DARAH
Penentuan gol. Darah dari pemeriksaan gigi yaitu dengan memakai metode
“Absorption Ellusion Test”. Pemeriksaan ini dapat dipakai pada sistem golongan
darah ABO.
5. KEBIASAAN TERTENTU
Dari pemeriksaan bentuk serta kondisi gigi geligi, dapat menentukan / memberi
gambaran ciri-ciri khusus seseorang, antara lain :
Perokok
Pemakan sirih
Penjahit
Hair dresser
Penghisap pipa
6. CIRI-CIRI KHUSUS.
o Ciri-ciri tertentu yang diketahui mengenai korban, ada yang langsung dapat
dilihat, misalnya gigi depan yang dibungkus dengan logam kuning. Hal ini khas
dan mudahdilihat.
o Hal-hal lain yang penting untuk identifikasi seperti yang menyangkut antara lain :
- Occlusi
- Diastema
- Malposisi
Setiap orang yang dilahirkan ke dunia tentu memiliki keunikan, tak ada yang
sama antara satu dan yang lain. Setiap orang memiliki ciri atau atribut yang unik. Meski
terlahir kembar, mereka tetap memiliki perbedaan. Berdasar kenyataan itu, dibangunlah
suatu sistem yang menggunakan ciri atau sifat identik manusia, yakni sistem
biometrika. Jadi tubuh seseorang juga merupakan password bagi orang tersebut.
Biometrik terdiri dari metode unik untuk mengenali manusia berdasarkan satu atau
lebih ciri-ciri fisik atau perilaku intrinsik. Dalam ilmu komputer, pada khususnya,
biometrics digunakan sebagai bentuk manajemen identitas akses dan kontrol akses. Hal
ini juga digunakan untuk mengidentifikasi individu-individu dalam kelompok yang
berada di bawah pengawasan.
Sistem itu meliputi sebuah perangkat keras pemindai (scanner) dan perangkat
lunak. Peranti itu merekam karakteristik sidik jari yang spesifik, menyimpan
data setiap pengguna ke sebuah template. Ketika pengguna mencoba lagi
menguatkan akses, perangkat lunak membandingkan data yang tersimpan di
template dan pembacaan sidik jari dari pemindai. Sistem sidik jari sangat akurat,
tetapi dapat dipengaruhi perubahan pada sidik jari. Misalnya, terbakar, bekas
luka, kotoran.
2. Pengenalan Wajah
Pengenalan bentuk dan posisi dari ciri wajah seseorang adalah tugas yang
kompleks. Mula-mula sebuah kamera menangkap gambar sebuah wajah,
kemudian peranti lunak memilah-milah pola informasi dan selanjutnya
membandingkan dengan template wajah user.
3. Pengenalan Retina atau Iris
Mungkin dari semua itu yang paling aman adalah retina dan lapisan-lapisan
pembuluh di belakang mata. Gambar retina sulit ditangkap dan selama
pendataan, pengguna harus memusatkan pandangan ke sebuah titik serta
mempertahankannya. Jadi kamera dapat menangkap gambar dengan baik.
Penentuan pada pola pembuluh darah. Pola itu unik pada setiap orang, sehingga
identifikasi menjadi lebih akurat. Sistem yang berdasar dua bagian mata, yakni
iris dan retina, dipertimbangkan untuk menawarkan tingkat keamanan terbaik.
4. Geometri Lengan
Dengan sistem itu, pengguna meluruskan lengan menurut petunjuk tanda pada
perangkat keras pembaca lengan (reader), menangkap gambar tiga dimensi dari
SIDIK JARI merupakan identitas pribadi yang tak mungkin ada yang
menyamainya. Jika di dunia ini hidup 6 miliar orang, maka ada 6 miliar pola sidik jari
yang ada dan belum ditemukan seseorang yang memiliki sidik jari yang sama dengan
lainnya.
Karena keunikannya tersebut, sidik jari digunakan delam berbagai sistem seperti
oleh kepolisian dalam penyidikan sebuah kasus kejahatan (forensik) pada saat terjadi
sebuah kejahatan, dan tempat perkara kejadian akan diclear up dan dilarang bagi siapa
saja untuk masuk karena dikhawatirkan akan merusak sidik jari penjahat yang mungkin
tertinggal di barang bukti yang ada di TKP. Atau penggunaan sidik jari lainya seperti
yang digunakan untuk teknologi pembuatan SIM, KTP, Paspor, absensi, akses kontrol,
pendeteksi bakat anak-anak dan masih banyak lagi.
Sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh sidik jari adalah parennial nature
yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada manusia seumur hidup,
immutability yang berarti bahwa sidik jari seseorang tak akan pernah berubah kecuali
sebuah kondisi yaitu terjadi kecelakaan yang serius sehingga mengubah pola sidik jari
yang ada dan individuality yang berarti keunikan sidik jari merupakan originalitas
pemiliknya yang tak mungkin sama dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun pada
seorang yang kembar identik.
Ilmu yang mempelajari sidik jari adalah Daktiloskopi yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu dactylos yang artinya jari jemari atau garis jemari dan scopein yang
artinya mengamati. Sidik jari merupakan struktur genetika dalam bentuk rangka yang
sangat detail dan tanda yang melekat pada diri manusia yang tidak dapat dihapus atau
dirubah. Sidik jari ibarat barcode diri manusia yang menandakan tidak ada pribadi yang
sama.
Penelitian sidik jari sudah dilakukan sejak masa lampau. Penelitian ini
berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu yang disebut dengan dermatoglysphics, yakni
ilmu yang mempelajari pola guratan kulit (sidik jari) pada telapak, tangan dan kaki.
Dermatoglysphics berasal dari kata “derm” berarti kulit, dan “glyph” berarti ukuaran.
Ketertarikan para ilmuwan melakukan penelitian terhadap sidik jari disebabkan pola
sidik jari manusia memiliki keunikan karakteristik sebagai berikut. Dari hasil penelitian
tersebut maka sidik jari mempunyai beberapa keungggulan yang dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Sidik jari bersifat spesifik untuk setiap orang. Tidak ada pola sidik jari yang
sama antara satu individu dan individu lainnya, bahkan pada anak kembar
identik. Kemungkinan pola sidik jari sama adalah 1:64.000.000.000, jadi
tentunaya hampir mustahil ditemukan pola sidik jari sama antara dua orang. Pola
sidik jari di setiap tangan seseorang juga akan berbeda-beda. Pola sidik jari di
ibu jari akan berbeda dengan pola sidik jari di telunjuk, jari tengah, jari manis,
dan kelinking.
2. Sidik jari bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat. Sejak lahir,
dewasa, hingga akhir hayat, pola sidik jari seseaorang bersifat tetap. Hal ini
VI.1. DEFINISI
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana
atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.
Tugas Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti
KUHP pasal 20 minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau sanksi KUHP pasal 24
Vertikal
60-120 cm Bercak bundar dengan tepi
terdapat tonjolan-
tonjolan seperti
jarum
Vertikal
Diatas 120 cm
Bercak bundar dengan
tepi bergerigi seperti roda
pedati
Miring
Bervariasi dengan Bentuk lonjong seperti
kecepatan jatuhnya tanda seru atau seperti
bowling
6. identifikasi lanjutan
ada sperma atau tidak
pengambilan darah : jika di dinding kering dikerok, jika pada pakaian
digunting
darah basah/segar masukan termos es kirim ke lab kriminologi
7. identifikasi lanjutan
rambut
sperma kering atau tidak secara visual sinar UV
air ludah, bekas gigitan bisa ditentukan golongan darah
8. membuat kesimpulan di TKP
mati wajar atau tidak
Tugas dokter di TKP untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP
atau tidak.
Kesimpulan
Kesimpulan pada visum TKP harus berisi:
1. Perkiraan saat kematian
Ditentukan berdasarkan :
a. Lebam mayat (livor mortis)
b. Kaku mayat (rigor mortis)
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
d. Pembusukan (decomposition)
e. Umur larva lalat yang ditemukan dalam jenazah.
2. Sebab akibat luka
Dari pemeriksaan luka dapat disimpulkan benda yang mengakibatkan luka:
Karena persentuhan benda tumpul
Karena persentuhan benda tajam
Karena tembakan
Ledakan granat dsb
Sebab kematian (cause of death) hanya dapat ditentukan secara pasti dengan
pemeriksaan luar dan dalam, jadi tubuh mayat mutlak harus diotopsi.
3. Cara Kematian (manner of death)
Hubungan Antara Dokter & Pasien Dalam Kaitannya Dengan Sengketa Medik
Ada dua jenis hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelayanan
kesehatan, yaitu hubungan karena terjadinya kontrak terapeutik dan hubungan karena
adanya peraturan-perundangan.
a. Dalam hubungan karena terjadinya kontrak terpeutik, diawali dengan perjanjian
(tidak tertulis) sehingga kehendak kedua belah pihak diasumsikan terakomodasi
pada saat kesepakatan tercapai. Kesepakatan yang dicapai antara lain berupa
persetujuan tindakan medis atau malah penolakan pada sebuah rencana tindakan
medis. Bagaian yang sangat esensial dalam hubungan kontrak terapeutik adalah
komunikasi.
2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan;
Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Kesehatan
Pasal 188 yang menegaskan sebagaimana berikut :
(1) Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
Tanggung gugat dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW
(Burgerlijk Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan
kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau
keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW atau
dikenal dengan konsep perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad), yang
mengatur sebagai berikut:
“ Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang
lain,mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.”
Adapun unsur-unsur dalam Pasal 1365 BW tersebut adalah sebagai berikut :
1. Ada Suatu Perbuatan
Unsur perbuatan melanggar hukum dalam Pasal 1365 BW tersebut, menurut para ahli
hukum diuraikan sebagai berikut :
a. Perbuatan melanggar undang-undang
Dari segi hukum pidana, seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal
359 jo 361 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut
dikenakan kepada seseorang dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian yang
karena kealpaannya atau kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain
(pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia, diancam dengan pidana penjara
selama lima tahun dan pidana tersebut dapat ditambah sepertiga dan dapat dicabut
- Konflik muncul apabila terjadi pertentangan kehendak dan dapat muncul kapan saja.
- Konflik tidak akan muncul apabil kedua pihak tidak mempermasalahkan suatu hal.
Tidak semua konflik berakhir dengan serius, konflik dapat menjadi tidak
berkembang apabila kedua pihak menerima apa yang telah terjadi.
Sengketa Medik:
- Melibatkan tenaga medis dalam sengketa, salah satu pihaknya yaitu dokter.
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 67
Pasal 68
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan
tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia
syarat surat :
- Rekomendasi walikota/ gubernur/ kepala daerah
- Hasil otopsi singkat
- Surat lanjutan jenazah
- Formulir internasional (diketik dalam Bahasa inggris)
Gambar 4. Pembusukan
(Decomposition)
Pembusukan dapat diawali dengan kulit
yang berubah menjadi hijau dan tampak
perut mengembung karena ada nya
penumpukan gas-gas yang dibentuk oleh
bakteri
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
Gambar 5. Pembusukan
(Decomposition)
Adanya peningkatan tekanan organ
dalam mengakibatkan keluarnya dara
dari lubang hidung dan mulut, sehingga
harus dibedakan dengan adanya
trauma.
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
Gambar 7. Mummifikasi
Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan.
Pada mummifikasi tidak terjadi pembusukan, mayatmengecil,
kulit padat hitam seperti kertas perkamen, struktur anatomi
masih lengkap sampai bertahun-tahun
Gambar 9. Pendarahan
Adanya gambaran resapan darah
yangberasal dari pendarahan multipel
dari bawah kulit kepala
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology