Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ISMAIL ARIF NASUTION

NIM :B10017162

UTS KEDOKTERAN KEHAKIMAN

1. Uraikan secara singkat sejarah perkembangan Ilmu Kedokteran Kehakiman di Indonesia


serta pentingnnya Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam proses peradilan pidana.
Jawab :
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik atau Ilmu Kedokteran Kehakiman ataupun
Kedokteran di Indonesia, pada awalnya hanya diterapkan oleh ahli medis dari
Belanda.Hal ini dikarenakan belum adanya pendidikan formal dalam bidang kesehatan
untuk penduduk pribumi yang ada di nusantara. Kemudian, pada pertengahan abad ke-19,
terjadi wabah cacar di Indonesia. Sehingga, kejadian ini mendorong pemerintahan
Kolonial Belanda untuk membuka pendidikan dokter pertama di Indonesia.
Pendidikan dokter pertama di Indonesia disebut Sekolah Dokter Jawa, yang resmi
dimulai pada tanggal 1 Januari 1851. Sekolah ini memberikan materi tentang ilmu
kedokteran kehakiman, patologi, anatomi patologi dan bedah membedah mayat. Sehingga
ilmu kedokteran forensik atau ilmu kedokteran kehakiman mulai terlihat eksis di
Indonesia. Pada tahun 1898 sekolah dokter jawa diubah namanya menjadi School tot
Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) dengan diikuti dengan pembaharuan
kurikulum yang ada. Pada tahun 1920, perkembangan Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik (Ilmu Kedokteran Kehakiman) dan Medikolegal semakin eksis. Hal ini
dikarenakan jasa dari dokter H. J. F. Roll, yang merupakan ahli patologi pada saat itu,
sekaligus merupakan pemimpin di STOVIA, yang menerbitkan buku dengan judul
“leerbok der Gerechtlik Geneskuden”.
Pada tanggal 16 Agustus 1927 dibuka Geneeskundige Hoogeschool (GHS) untuk
menggantikan STOVIA yang setara dengan sekolah serupa di negeri Belanda yang
merupakan cikal bakal dari Universitas Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya, tercatat
seorang pribumi bernama Professor Sutomo Tjokronegoro, yang juga berkarya di bagian
Patologi, melanjutkan pekerjaan di bagian Kedokteran Kehakiman. Pada tahun yang
sama dengan terbentuknya STOVIA, Sekolah dokter kedua didirikan di Surabaya, dengan
nama Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). Dimana, prinsipprinsip dasar
kedokteran forensik telah dipelajari dari awal terbentuknya NIAS ini. Prinsip-prinsip
kedokteran forensik tersebut awalnya bernama Gerechtelzjk Gene “Handleiding bij
opsporen en onderzoeken van strafbarefeiten in Indie” yang berarti memberi panduan
dalam hal penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di Indonesia.
Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, ilmu kedokteran di Indonesia sempat
mengalami kemunduran (1942- 1945). Hal ini terjadi karena ditutupnya Nederlandsch
Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya, sehingga hanya tersisa satu sekolah
kedokteran di Indonesia yaitu: Geneeskundige Hoogeschool (GHS), yang otomatis akan
mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran forensik atau ilmu kedokteran kehakiman
di Indonesia. Lambat laun, Geneeskundige Hoogeschool (GHS) berubah nama menjadi
Djakarta Ika Daigaku. Perkembangan ilmu kedokteran forensik atau ilmu kedokteran
kehakiman di Indonesia, selanjutnya dapat dilihat dari bagaimana departemen ini
memisahkan dirinya dari sistem organisasi patologi anatomi yang terjadi pada tahun
1960. Kemudian, pada tahun 1990, Ahli Kedokteran Forensik membentuk Perhimpunan
Dokter Forensik Indonesia (PDFI). Hingga tahun 2008, organisasi ini tercatat
beranggotakan sekitar 160 orang dokter spesialis forensik.

2. Objek dari kedokteran kehakiman sangat luas termasuk masalah aborsi dan kejahatan
seksual yang merupakan 2 kasus disamping kasus-kasus lainnya. Jelaskan peran dari ilmu
kedokteran kehakiman berkaitan dengan 2 kasus tersebut.
Jawab :
a. Kasus aborsi
Di Indonesia, aborsi legal diatur di dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan Pasal 75. Pada ayat (2) pasal tersebut memberikan ruang untuk
dilakukannya tindakan aborsi bagi korban perkosaan. Pasal tersebut menyatakan
bahwa kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan dapat dilakukan aborsi. Pasal tersebut tidak memberikan batasan
apakah perkosaan tersebut merupakan perkosaan incest atau bukan, yang perlu
diperhatikan, pasal tersebut memberikan batasan bahwa perkosaan tersebut dapat
menyebabkan suatu trauma psikologis bagi korban perkosaan.Jika perkosaan tersebut
tidak menimbulkan trauma psikologis bagi korban maka aborsi tidak boleh
dilakukan.Untuk menjawab bagaimana cara menentukan bahwa perkosaan tersebut
mempunyai dampak trauma psikologis bagi korban atau tidak maka harus
menggunakan bantuan ilmu kedokteran, ilmu hukum tidak mampu untuk menjawab
hal tersebut.
b. Kasus kejahatan seksual
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap tubuh korban, penyidik maupun dokter
harus melakukan pemeriksaan terhadap baju korban, perlu diperhatikan apakah ada
yang hilang, ada robekan-robekan, ada kancing yang hilang, ada bekas-bekas tanah,
pasir, lumpur, ada noda darah, ada sperma, atau bahan lainnya.Kemudian, barulah
dapat dilakukan pemeriksaan terhadap tubuh korban, diantaranya sebagai berikut:
1) Pemeriksaan terhadap perubahan-perubahan alat kelamin korban
2) Pemeriksaan tanda-tanda persetubuhan
3) Pemeriksaan tanda-tanda kekerasan
4) Pemeriksaan Laboratorium

3. Dokter ahli forensic dapat memberikan bantuan dalam hubungannya dengan proses
peradilan dalam hal seperti pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan
terhadap korban luka, pemeriksaan mayat dan pemeriksaan barang bukti. Jelaskan
masinng-masing pemeriksaan tersebut dalam hal kaitannya dengan ilmu kedokteran
kehakiman.
Jawab :
a. Pemeriksaan ditempat kejadian perkara (TKP)
Dokter ahli forensic diperlukan dalam pemeriksaan ditempat kejadian perkara (TKP)
untuk meneliti lebih lanjut agar mempermudah penegak hukum dalam tugasnya. Hal-
hal yang bisa dilakukan dokter forensic dalam pemeriksaat TKP seperti penyelusuran
sidik jadi dan tanda-tanda akan kejahatan yang dilakukan.
b. Pemeriksaan terhadap korban luka
Pemeriksaan terhadap korban luka yang dilakukan dokter ahli forensic dilakukan
untuk mengetahui penyebab luka tersebut, ini penting untuk kasus-kasus yang
memerlukan pemeriksaan korban luka. Contoh korban pemerkosaan, dokter ahli
forensic akan memeriksa apakah ada luka yang mendukung untuk dikatakan bahwa
ini termasuk tindak pidana pemerkosaan
c. Pemeriksaan mayat
Ilmu kedokteran kehakiman mengajarkan tentang pemeriksaan mayat (autopsi).
Autopsy dilakukan oleh dokter ahli forensic,guna mengetahui penyebab mayat
tersebut meninggal serta membantu penegak hukum untuk mencari penyebab dan
pelaku tindak pidana.
d. Pemeriksaan barang bukti
Pemeriksaan barang bukti dilakukan oleh dokter ahli forensic untuk membuktikan
bahwa barang bukti tersebut ahli atau yang sudah dipalsukan, ilmu kedokteran
kehakiman mengajarkan kita tata cara pemeriksaan barang bukti untuk penegakan
hukum, terutama hukum pidana yang menyangkut kejahatan kriminal.

4. Jelaskan pengaturan keterangan ahli bagi proses peradilan pidana sesuai KUHAP serta
sanksi yang diberikan jika ahli tidak memenuhi kewajibannya guna kepentingan
penegakan hukum pidana.
Jawab :
Definisi keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Dalam perkara pidana, keterangan ahli diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah
dalam pengadilan pidana salah satunya adalah keterangan ahli. Lebih lanjut Pasal 186
KUHAP yang mengatakan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di
sidang pengadilan.
Mengenai peran ahli dalam memberikan keterangannya dalam pemeriksaan di
persidangan terdapat dalam sejumlah peraturan dalam KUHAP, antara lain:
a. Pasal 132 ayat (1) KUHAP
Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan
atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik
dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari orang ahli;
b. Pasal 133 ayat (1) KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

Pasal 179 ayat (1) KUHAP


Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilanMenolak
panggilan sebagai saksi dikategorikan sebagai tindak pidana menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana ("KUHP"). Adapun ancaman hukuman bagi orang yang
menolak panggilan sebagai saksi diatur dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP yang
berbunyi: Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut
undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-
undang yang harus dipenuhinya, diancam:dalam perkara pidana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan;dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling
lama enam bulan.

Anda mungkin juga menyukai