Preseptor:
ISLAM
TAS BA
SI
R
ND
VE
UN G
UN I
N
FAK
RA
UL E
TA T
S K EDOK
Disusun oleh:
BANDUNG
2019
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat selalu saja terdapat perselisihan,
penganiayaan, pembunuhan, pencurian, perkosaan, peracunan, dan lain-lain perkara
yangmengganggu ketentraman dan kepentingan pribadi. Untuk menyelesaikan
perkarademikian diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan ganjaran dan
hukumanyang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan yang serupa tidak
terulanglagi dan sebaliknya yang tidak bersalah terbebas dari tuntutan dan hukuman.
Pada masa sekarang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
orangmendapatkan pembuktian secara ilmiah yang disebut saksi diam (silent
witness). Disini diperlukan peran ahli untuk memeriksa barang bukti (corpus delicti)
secarailmiah, sehingga barang bukti tersebut “dapat bercerita” tentang apa yang
telahterjadi. Barang bukti dapat berupa orang hidup, mayat, darah, semen, rambut,
sidik jari, peluru, larva lalat, nyamuk, surat tulisan tangan, suara, dan lain-lain.
Kumpulan pengetahuan yang memeriksa barang bukti untuk kepentingan peradilan
dikenaldengan nama forensic sciences. Dalam bidang kesehatan antara lain:
kedokteranforensik (forensic medicine), odontologi forensik, psikiatri forensik,
patologi forensik dan antropologi forensik.
Ilmu kedokteran selalu berkembang selaras dengan perkembangan
masyarakatdan norma yang menatanya. Perkembangan ilmu kedokteran berkat
ketekunan kerja para ahlinya dalam mengenali penyakit dan pengobatannya,
berjalan bersamakeingintahuan masyarakat tentang penyakit yang menimpanya.
Pelaksanaan praktek ilmu kedokteran dan kepentingan masyarakat yang terkait
dengannya, mendorong berkembangnya aturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban keduanya saat berinteraksi, yang salah satunya adalah aturan hukum
mengenai autopsi (bedah mayat)klinis.
B. TUJUAN
3
Menjelaskan pengertian autopsi, jenis-jenis autopsi, dasar hukum autopsi
forensik,faktor penghambat autopsi, persiapan dan petunjuk autopsi, cara melakukan
autopsi,serta membahas tentang pemeriksaan tambahan dan pemriksaan khusus yang
dilakukan pada autopsi (bedah mayat).
BAB II
PEMBAHASAN
4
A. PENGERTIAN AUTOPSI
Autopsi berasal dari kata auto : sendiri, dan opsi : lihat.Autopsi adalah pemeriksaan
terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam,
dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi atas penemuan- penemuantersebut, menerangkan penyebab kematian serta
mencari hubungan sebab akibatantara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan
penyebab kematian.
Kata-kata otopsi, nekropsi, dan pemeriksaan post-mortem adalah identik, meskipun
pemeriksaan post-mortem dapat memiliki makna yang lebih luas yang mencakup
pemeriksaan yang dilakukan setelah kematian, termasuk pemeriksaan eksternal
sederhana. Secara umum, otopsi dapat dilakukan karena dua alasan: kepentingan klinis
dan tujuan medico-legal. 1
Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan pendidikan,hukum dan
ilmu kesehatan.
B. JENIS AUTOPSI
Berdasarkan tujuannya autopsi dapat dibagi atas 3 jenis :
1. Autopsi Anatomi
Yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran di
bawah bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi laboratorium anatomi fakultas
kedokteran.
Tujuannya adalah untuk mempelajari susunan jaringan dan organ
tubuhdalam keadaan normal.
Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah
disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahliwaris
yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan
sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikumanatomi.
Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggung jawabkan sebab warisanyang tak ada
yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun(KUHPerdata pasal
1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada
fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.
5
KUHPerdata pasal 935 :
Dengan surat di bawah tangan, yang ditulis seluruhnya di tanggali dan di
tandatangani oleh si pewaris, maka dengan tiada syarat tertib lain, diperbo;ehlan
seorang mengambil ketetapan untuk dilaksanakannya setelah meninggalnya, akan
tetapi hanya dan semata-mata untuk pengangkatan para pelaksana, penyelenggaraan
penguburan, untuk mengibah-wasiatkan pakaian, van lijfstoebehoren, perhiasan
badan tertentu dan mebel istimewa.
2. Autopsi klinik
Autupsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi
akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti,
menganalisa antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem (diagnosis setelah
autopsi), pathogenesis penyakit, dan sebagainya.
Autopsi klinik dilakukan pada penderita yang meninggal setelah dirawat di
rumah sakit bertujuan untuk :
a) Menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh korban
b) Menentukan penyebab kematian yang pasti
c) Menentukan apakah diagnosis klinis yang dibuat selama perawatan sesuai
dengan hasil pemeriksaan post mortem.
d) Menentukan efektifitas pengobatan yang telah diberikan
e) Mempelajari perjalanan lazim suatu penyakit
f) Bermanfaat sebagai pencegahan dalam menghadapi penyakit yang serupa
dikemudian hari
g) Untuk mengetahui kelainan organ dan jaringan tubuh akibat dari suatu
penyakit
Untuk mendapatkan sebab kematian pasti dan tujuan lainnya, autopsi
klinis selalu disertai dengan pemeriksaan yang lengkap seperti pemeriksaan
bakteriologi, histopatologi, serologi, mikrobiologi, toksikologi dan lain-lain.
Autopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada
kalanya ahli waris sendiri yang memintanya.
6
3. Autopsi forensik/medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan
yang berwenang, sehubungan dengan adanya penyidikan dalam perkara pidana yang
menyebabkan korban meninggal. Biasanya dilakukan pada kematian yang tidak
wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, kecelakaan lalu lintas,
keracunan, kematian mendadak dan kematian yang tidak diketahui atau
mencurigakan sebabnya.
Autopsi jenis ini paling banyak dilakukan di indonesia karena diperlukan
untuk membantu penegak hukum. Pemeriksaan jenazah ini merupakan kewajiban
yang harus dilaksanakan dokter bila diminta oleh penyidik.
Sebelum melakukan autopsi, pemeriksaan harus menyadari tujuan
dilakukannya pelayanan untuk kepentingan hukum ini, yaitu :
a) Menentukan sebab kematian yang pasti
b) Mengetahui mekanisme kematian
c) Mengetahui cara kematian
d) Menentukan lama kematian (postmortem interval)
e) Pada korban tak dikenal dilakukan pemeriksaan identifikasi
f) Menegnal jenis senjata maupun racun yang dgunakan
g) Apakah ada penyakit penyerta dderita oleh korban
h) Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari koerban yang berhubungan dengan
kematiannya, seperti pada kasus perkosaan
i) Mengetahui apakah posisi korban telah diubah setelah ia mati
j) Mengumpulkan serta mengenal benda-benda bukti yang berguna untuk
penentuan identitas pelaku kejahatan
k) Pada bayi baru lahir untuk menentukan viabilitas, apakah bayi lahir hidup
atau lahir mati
l) Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum.
7
b) Autopsi harus segera dilakukan begitu mendapatkan surat permintaan untuk
autopsi
c) Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan
dahulu sebelum memulai autopsi. Tetapi harus berdasarkan temuan-temuan
dari pemeriksaan fisik.
d) Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan autospi.
e) Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada
laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda
identifikasi, foto, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.
f) Ektika dilakukan autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak
berwenang
g) Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan oleh asisten
h) Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian yang di hapus
i) Jenazah yang sudah membusuk juga bisa di autopsi.
8
Jadi perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang mempunyai tujuan untuk
merintangi penegak hukum dalam pemeriksaan atas suatu kejahatan dalam hal
mana pemeriksaan mayat, pada umumnya dilakukannya pembedahan mayat itu
terhadap tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk bahwa kematian seseorang adalah
sebagai akibat dari perbuatan/tindakan kekerasan. Ketentuan ini tidak hanya
diperlukan terhadap mayat yang belum dikubur yang digali kembali untuk
pemeriksaan.
9
islam dapat dipedomani fatwa majelis pertimbangan keksehatan dan syara
no. 4 tahun 1955 bahwa bedah mayat hukumnya mubah.
d) Keterangan yang mendukung pemeriksaan
Keterangan yang didapat oleh penidik atau keluarga korban sangat
menolong dalam pemeriksaan dan akan dilakukan, terutama pada korban
mati tiba-tiba, keracunan, luka listrik, dan lain-lain. Demikian pula
pemeriksaan ditempat kejadian perkara (TKP) bila dihadiri dokter akan
membantu dalam pemeriksaan dan mengambil kesimpulan pemeriksaan.
10
s. Baskom dan ember
11
Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya adalah membuat
laporan sebagai pengganti mayat (corpus delicti) yang mengandung
kesimpulan hasil pemeriksaan tentang apa yang terjadi pada mayat.
Tujuan ini dapat dicapai bila dilakukan pemeriksaan yang lengkap,
yaitu pemeriksaan luar dan dalam tubuh mayat meliputi rongga
kepala, dada, perut dan panggul. Pemeriksaan yang tidak lengkap
akan membuat nilai visum menjadi kurang, hal ini harus dihindari
dokter.
d. Dilakukan oleh dokter
Pada bedah jenazah pengetahuan dan keterampilan ini telah
diberikan kepada setiap dokter dalam pendidikan. Tidak ada alasan
bagi para dokter bahwa ia kurang atau tidak sanggup. Yang
diperlukan adalah kemauan untuk melakukannya.
e. Teliti
Sesuai dengan definisi visum bahwa pemeriksaan harus
dilakukan dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-
baiknya maka diperlukan ketelitian dokter dalam pemeriksaan dan
segala catatan selama pemeriksaan dan bila perlu dengan
menggunakan sarana fotografi. Dokter harus menyadari tidak
mungkin melakukan pemeriksaan ulang bila mayat telah dikubur,
apalagi dikremasi. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, lebih
baik mengambil bahan pemeriksaan lebih dari yang diperlukan, dari
pada sebaliknya
f. Hasil pemeriksaan segera disampaikan kepada penyidik
Karena visum et repertum akan digunakan penyidik sebagai
petunjuk dalam melakukan penyidikan, maka sebaiknya hasil
pemeriksaan segera disampaikan oleh penyidik. Dalam hal
pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan tambahan atas
12
petunjuk jaksa maka ini akan berkaitan dengan masa penahanan
tersangka yang waktunya terbatas (dua minggu).
13
Pakaian korban diperiksa dan direkam satu persatu dan tentukan warna dan
corak serta terbuat dari bahan apa, merek pabrik pembuatnya, penjahit jenis
pakaian (misalnya piyama, pakaian olahraga), cap ukuran, dan lain-lain.
Apakah pakaian kotor, berlumuran darah, psir, lumpur, minyak, dan
sebagainya. Catat robekan yang dijumpai, lokalisasi, lama atau baru, bentuk
dan tepinya. Periksa kantong dan isinay, misalnya surat, benda-benda dan
lain sebagainya untuk identifikasi.
4) Perhiasan
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merk, bentuk serta
ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
5) Mencatat benda disamping mayat
6) Mencatat perubahan tanatologi/tanda-tanda kematian :
a. Lebam mayat
Catat letak, distribusi, dan warna lebam mayat, perhatikan lebam mayat
apakah hilang pada penekanan. Pemeriksaan ini penting untuk
menentukan posisi korban waktu meninggal dan lama kematian.
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat, serta derajat kekakuannya pada rahang,
leher, sendi lengan atas, siku, pinggang, pangkal paha, dan lutut, apakah
mudah atau sukar dilawan. Apabila ditemukan adanya cadaveric spasme
(kejang mayat) dicatat melibatkan otot-otot mana, dan bila di dapati
ditangan perhatikan apakah ada menggenggam sesuatu.
c. Suhu tubuh mayat
Dipakai termometer panjang (OCC-5CT C) yang diperiksa per rektal atau
dibawah hepar melalui insisi perut. Termometer harus berada di anus
korban sedalam 10 cm dan di baca sesudah 3-5 menit, bersamaan dicatat
pula temperatur ruangan.
d. Pembusukan
Tanad pembusukan pertama, terlihat perut sebelah kanan bawah
berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang dengan kulit ari yang mudah
terkelupas. Terdapat gambaran pembuluh darah superficial dan melebar
14
dan berwarna biru hitam ataupun tubuh yang telah mengalami
pembengkakan akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain : misalnya mumifikasi atau adiposera
7) Identifikasi umum
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur,
warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae
albicantes pada dinding perut.
8) Identifikasi khusus
Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas
khusus, meliputi raja/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelaian kulit, anomali
dan catat pada tubuh.
9) Pemeriksaan lokal
a. Kepala
Perhatikan bentuk dan adanya luka atau tanda patah tulang
b. Rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.
Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara
memotong dan mecabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi
kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam
kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
10) Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran
pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara
menyeluruh.
11) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan
bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita
dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang
sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka,
benda asing, darah dan lain-lain.
12) Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus,
sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada
tubuh.
15
13) Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka
pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka,
lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua
tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan,
antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang
belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar
melalui pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang
satu letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang
dada dan dua sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu.
Sedangkan ujung yang lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah
melalui tulang dada dan empat sentimeter di atas garis mendatar melalui
kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian pemeriksaan dalam, ditulis
organ apa saja yang tertusuk.
b. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :
1) Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai
prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai
simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat.
2) Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan
kemudian.
3) Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-
hati dan dicatat :
a) Ukuran :
16
Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur.
Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior
organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
b) Bentuk.
c) Permukaan :
d) Konsistensi:
e) Kohesi:
Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat
ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang
rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.
1. Dada :
Seksi Jantung :
17
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke
vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau
dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian
ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta
dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum
inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa
katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum
interventrikulorum.
Paru-paru :
18
2. Perut
Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit.
Esofagus diikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati
dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak
ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih
dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke
duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat
kematian. Kandung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol
kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian
dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa
dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke
pankreas. Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong
transversal.
19
Urogenital Perempuan :
3. Leher :
4. Kepala
20
besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema,
kontusio, laserasi serebri.
5. Tengkorak Neonatus :
c. Pemeriksaan Khusus
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam
tindakan otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher,
tes emboli udara, tes apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes
alphanaphthylamine.
1) Insisi ”Y”
a) Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada
tubuh pria.
1. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan
sejajar dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga
bertemu pada bagian tengah (incisura jugularis).
21
Insisi ”Y”, dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik,
sehingga jenazah yang sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan
adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat. Ada dua macam insisi
”Y”, yaitu :
Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah,
sehingga kelainan yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus
pencekikan, penjeratan, dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini
adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.
22
h. bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan
dengan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir
pada jantung,
i. semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli
pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak
perbedaannya adalah : pada tes emboli sistemik tidak dilakukan
penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria
sinistra ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan
pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang
keluar,
j. dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan
untuk emboli sistemik hanya beberapa ml.
23
h. Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung
udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup.
i. Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan
partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup.
24
d. keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain
yang akan diperiksa, kertas yang mengandung alpha-naphthylamine
dan kertas saring yang basah,
e. test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour),
pada kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine; bintik-
bintik merah jambu tadi sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu
pada pakaian. (5)
Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan toksikologi.
a. Lambung dan isinya.
b. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan
pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
c. Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari
perifer (v,jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50
25
ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain
tidak diberi bahan pengawet.
d. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
e. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat
khususnya atau bila urine tidak tersedia.
f. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan
sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang
mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah
mengalami pembususkan.
g. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan
diekskresikan melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk
keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.
h. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.
i. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan
otot, lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan
otak.
3. Pemeriksaan bakteriologi.
Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan
limpa untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan
menempelkan spatel yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah
jantung diambil dengan tabung injeksi yang steril dan dipindah dalam
tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan cara tersebut
di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa
dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua tabung dikirim
ke laboratorium bakteriologi.
4. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati. Mungkin perlu
dilakukan untuk melihat parasit malaria.Sediaan hapus lainnya adalah dari
tukak sifilis atau cairan mukosa.
26
5. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa
biokimia.
6. Pemeriksaan urine dan feces.
7. Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.
8. Cairan uretra.
DAFTAR PUSTAKA
27