Anda di halaman 1dari 33

REVISI

BEDAH MAYAT DALAM PANDANGAN HUKUM FIKIH ISLAM

Makalah Ini dibuat Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Masail Fiqhiyyah

Dosen Pengampu:

Dr. Syarif Hidayatullah, S.S.I, MA

Disusun oleh:

Kelas IV C Kelompok 9

Alfat Afifah Rabiah (17311879)

Rika Rafika (17311893)

Rizka Nurul Fajar (17311894)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL- QUR`AN (IIQ) JAKARTA

T.A 2018/2019
‫الرحيم‬
ّ ‫الرمحن‬
ّ ‫بسم اللّو‬
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT. karena
atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah
menuntun umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman terang menderang seperti
saat ini.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Masail Fiqhiyyah,


penulis membuat makalah dengan judul “Bedah Mayat Dalam Pandangan
Hukum Fikih Islam”. Kemudian, dalam penulisan makalah ini penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan
maupun isinya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran


yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat memberikan sedikit ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan
dapat menambah pengetahuan kita yang sudah ada sebelumnya. Amiin.

Ciputat, 24 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………...……………...….. ..................i

DAFTAR ISI…..…………………………………………………......... ..................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………….……….. ..................1


B. Perumusan Masalah…….………………………………………. .................1
C. Tujuan Masalah…………….………………………………..….. .................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Bedah Mayat (Autopsi)…………………………….. ..................3


B. Tujuan dan Jenis Bedah Mayat (Autopsi) ……………………………….. ...3
C. Teknik Autopsi Pada Mayat…………………………….…...….. .................4
D. Perbedaan Pendapat tentang Hukum Bedah Mayat .......................................11
E. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Bedah Mayat ......................24

BAB III PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………........ ................26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………......... ..................29

Lampiran………. ........................................................................ ……………… ....30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bedah mayat (autopsi) adalah suatu hal yang sudah tidak asing
dalam ilmu kedokteran. Bedah mayat melakukan pemeriksaan secara
lengkap terhadap mayat baik dari luar maupun dalam tubuh manusia. Hal
ini biasa dilakukan terhadap mayat yang kematiannya diduga tidak wajar
atau masih belum diketahui sebab nya seperti meninggal karena kasus
pembunuhan, karena sifat obat yang menyebabkan kematian, kecelakaan
dan lain sebagainya.
Praktik bedah mayat dalam dunia kedokteran belum ada pada zaman
klasik Islam. Tidak ada dalil nash baik Al-Qur`an maupun Hadits yang
secara jelas memutuskan tentang hukum bedah mayat. Oleh karena itu,
bedah mayat termasuk kedalam wilayah ijtihad. Pemutusan hukumnya
dapat dilakukan dengan cara analogi atau melalui penalaran prinsip-prinsip
ajaran Islam dengan memperhatikan dan mempertimbangkan nilai-nilai
kemanusiaan. 1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bedah mayat (autopsi)?
2. Apa tujuan dan jenih bedah mayat (autopsi)?
3. Apa teknik autopsi pada mayat?
4. Apa perbedaan pendapat ulama tentang hukum bedah mayat ?
5. Apa Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang bedah mayat?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian bedah mayat.
2. Untuk mengetahui tujuan bedah mayat.
3. Untuk mengetahui teknik autopsi pada mayat.
4. Untuk mengetahui perbedaan pendapat tentang bedah mayat.

1
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Kencana), 2017, hlm.140.

1
5. Untuk mengetahui Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang
bedah mayat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bedah Mayat (Autopsi)


Autopsi menurut etimologi berarti pengobatan penyakit dengan jalan
memotong atau mengiris bagian tubuh manusia yang sakit. Dalam bahasa
Arab dikenal dengan istilah jirahah atau amaliyah bi al-jirahah yang berarti
melukai, mengiris atau operasi pembedahan.2
Dalam terminologi ilmu kedokteran autopsi atau bedah mayat berarti
suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau
organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah dilakukan pembedaan
dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan
ilmu kedokteran maupun menjawab misteri atau tindakan kriminal.3
B. Tujuan dan Jenis Bedah Mayat (Autopsi)
1. Autopsi Anatomis
Autopsi anatomis yaitu autopsi yang dilakukan mahasiswa
kedokteran atau dokter untuk mempelajari ilmu urai tubuh manusia (ilmu
anatomi).4
Autopsi anatomis bertujuan untuk mengetahui struktur tubuh
manusia dalam ilmu kedokteran dengan jalan praktik langsung terhadap
manusia.5 Hal ini diperlukan bagi mahasiswa fakultas kedokteran dalam
praktik studi anatomi tubuh secara riil untuk mengetahui seluk beluk
organ tubuh manusia agar dapat diketahui adanya penyakit pada organ
tubuh tertentu secara tepat.6

2
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi,Fiqih Kontemporer, (Gresik : Yayasan al-
Furqon al-Islami), 2014, hlm. 306.
3
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, (Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga), 2012, hlm.200.
4
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, Fiqih Kontemporer, hlm. 306.
5
Mahjuddin, Masail Al-Fiqh Kasus-Kasus Aktual dalam Hukum Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia), 2012, hlm. 132.
6
Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer (Buku 3), (PT Qaf Media Kreativa), 2017, hlm. 422.

3
2. Autopsi Klinis
Autopsi klinis yaitu autopsi yang dilakukan untuk mengetahui
berbagai hal yang terkait dengan jenis penyakit yang menyebabkan
terjadinya kematian.7 Autopsi ini bertujuan untuk :8
a. Menyelamatkan janin yang masih hidup dari perut ibu yang sudah
meninggal.
b. Mengambil barang berharga dari tubuh mayat.
c. Mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian mayat, dan lain
sebagainya.
3. Autopsi Forensik
Autopsi forensik yaitu autopsi yang dilakukan oleh penegak hukum
(kehakiman) terhadap korban pembunuhan atau kematian yang
mencurigakan. Autopsi forensik bertujuan untuk mencari kebenaran
hukum dari suatu peristiwa atau kasus yang terjadi misalnya,
pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan lain-lain.
Autopsi ini biasanya dilakukan atas permintaan pihak kepolisian
atau kehakiman, untuk memastikan sebab kematian seseorang yang akan
mempengaruhi keputusan dalam menentukan suatu perkara.9
C. Teknik Bedah Mayat (Autopsi)
Sebelum autopsi dilakukan, harus dimulai terlebih dahulu dengan
identifikasi mayat. Memeriksa kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan
autopsi yang akan dilakukan. Dalam hal ini perhatikan surat permintaan
sudah ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang untuk autopsi,
dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi seluruh organ tubuh. Pastikan
mayat yang akan diautopsi benar-benar mayat yang dimaksud dalam surat
permintaan. Mayat yang akan diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh
pihak yang berwenang berupa penyegelan dengan label polisi yang diikatkan
pada ibu jari kaki mayat. 10 Hal ini untuk menghindari penukaran mayat yang

7
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, Fiqih Kontemporer, hlm. 306.
8
Mahjuddin, Masail Al-Fiqh Kasus-Kasus Aktual dalam Hukum Islam, , hlm. 123-124.
9
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sadawi, Fiqih Kontemporer, hlm. 307.
10
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 211

4
mungkin dapat terjadi, bila mayat yang diperiksa lebih dari satu. Kumpulkan
data-data secara lengkap yang berhubungan dengan terjadinya kematian.
Periksa kelengkapan alat-alat yang diperlukan selama pemeriksaan autopsi
berlangsung.
1. Pemeriksaan luar harus dilakukan dengan baik yang diantaranya:
a. Identifikasi meliputi pemeriksaan:
1) Jenis kelamin
2) Panjang dan berat badan
3) Umur
4) Warna kulit, mata, dan rambut
5) Keadaan gigi
6) Penyakit
7) Sidik jari, sidik telapak tangan
8) Pakaian dan benda milik pribadi seperti perhiasan
b. Kaku mayat
Sebelum pakaian mayat dilepaskan terlebih dahulu dicatat
kaku mayat. Pemeriksaan harus dilakukan demikian, karena kaku
mayat yang sudah lengkap, bila kemudian dilenturkan tidak akan
kembali lagi. Hal ini dapat menghindarkan salah paham dari orang
yang awam misalnya, untuk melepaskan pakaian kaku mayat pada
pundak dan leher yang harus dilenturkan, bila pada mayat tidak
dilakukan autopsi tetapi diserahkan kembali kepada keluarga dan
waktu mayat dimandikan keluarga mendapatkan leher sangat
lemah, sehingga menimbulkan penafsiran yang kurang masuk akal
misalnya, dikira ruas tulang leher patah.
Setelah pakaian dilepas, semua isi saku dikeluarkan dan
diperiksa, kemudian dicatat untuk kepentingan identifikasi pakaian
seperti adanya noda darah, lumpur, robekan, bekas lubang anak
peluru dan sebagainya.11

11
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 211

5
c. Lebam mayat
Lebam mayat ditemukan pada dua tempat yang letaknya
berlawanan, ini berarti posisi mayat pernah dirubah. Warna lebam
mayat biasanya merah ungu, pada keracunan dengan karbon
monoxide pada kebakaran, keracunan gas masak, asam sianida, dan
warna merah terang. Lebam mayat ini juga menjadi merah terang
pada mayat yang disimpan dikamar dingin dengan suhu yang
rendah sekali.
d. Pembusukan
e. Panjang dan berat badan
f. Kepala
1) Luka: ada luka atau tidak
2) Bentuk: bilat, lonjong
3) Rambut, kumis, janggut, alis: warna, panjang, lurus, berombak,
keriting
4) Mata : selaput biji mata dan selaput kelopak mata (pucat, merah,
kuning, bintik-bintik perdarahan), selaput bening (bening,
keruh), selaput pelangi menik mata (sama lebar), lensa mata
(keruh, aphakia)
5) Hidung: mancung, pesek
6) Mulut : bentuk bibir, warna bibir, formula gigi, cairan yang
keluar (darah, buih).
7) Telinga: bentuk, cairan yang keluar missal, darah
g. Leher: luka bekas alur jerat, bekas cekikan
h. Dada: bentuk simetris, bentuk payudara, luka
i. Perut: warna daerah usus buntu, keadaan tali pusat
j. Alat kelamin laki-laki : rambut kemaluan, zakar (bentuk khitan),
kandungan buah pelir scrotum, parut luka. 12

12
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 212-
213.

6
k. Alat kelamin perempuan : rambut kemaluan, bibir besar kemaluan,
bibir kecil kemaluan, selaput dara.
l. Dubur (anus) : bawasir (haemorrohoid), apa yang keluar dan parut
luka.
m. Punggung : kekel depan (lordosis), kekel belakang (kyphosis),
kekel samping (scoliosis).
n. Bokong: luka bekas tusukan jarum
2. Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam perlu diperhatikan peralatan dan
kelengkapannya.
a. Pengirisan kulit : mengiris kulit merupakan hal pertama yang
dilakukan untuk pemerikaan dalam. Irisan tersebut berbentuk irisan
“I” maupun irisan “Y”.
1) Membentuk irisan bentuk “I”
Irisan bentuk “I” dilakukan pada peristiwa cekikan, dan
mati tergantung. Irisan pada kulit dimulai sedikit dibawah
tulang rawan gondok (cartilago thyroidea), tidak boleh lebih
tinggi, karena irisan harus tertutup bila mana mayat diberi
pakaian, kemudian irisan lurus kebawah sampai taju pedang
tulang dada (processus xiphoideus), kemudian 2 cm
paramedian kiri dari irisan tersebut. Irisan diteruskan lurus
kebawah sampai sela tulang kemaluan (symphysis). Dengan
irisan tersebut maka tidak perlu melingkari pusat disebelah
kirinya, dan ligamentum tereshepatis tidak terpotong. 13
2) Irisan bentuk “Y”
Pada mayat laki-laki irisan dibuat dari ujung tulang belikat
(acromion) kanan dan kiri lurus ke processus xiphoideus. Pada
mayat wanita irisan dimulai dari acromion kanan dan kiri lurus
ke bawah melingkari kedua payudara dan bertemu diprocessus
xiphoideus. Irisan di perut dilakukan seperti telah diuraikan di

13
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 215

7
irisan I. Irisan Y memberi kesukaran waktu mengeluarkan alat
leher, tetapi memberi kesempatan memeriksa kelenjar di ketiak
(axiller) dan secara kosmetik-estetik lebih baik dari irisan I.
Irisan di bawah processus xiphoideus diperdalam sampai
menembus selaput perut (peritoneum), kemudian jari telunjuk
dan jari tengah dimasukkan, pisau diletakkan diantara kedua
jari dan irisan diteruskan sampai symphysis dengan pimpinan
kedua jari tadi. Untuk memperlebar lengan operasi, otot perut
harus (musculus rectus abdominis) dipotong melintang lebih
kurang 7 cm diatas symphysis.14
b. Mengeluarkan tulang dada
Melepaskan kulit dari tulang dada dilakukan dengan cara
menarik kulit dengan keras kesamping dan memotong otot-otot
secara ringan dengan pisau tegak pada tulang dada. Tangan yang
harus banyak bekerja ialah tangan yang menarik kulit dan otot
dada. Selanjutnya otot perut dilepas sedekat-dekatnya dengan
lengkung tulang iga (arcus costa).
c. Rongga perut
Rongga perut perlu diperiksa terlebih dahulu sebelum rongga
dada dibuka:
a) Apakah ada cairan : volume, warna, sifat (keruh, fibrinous)
b) Poriteneum yang normal
c) Jala (omnetum) normal
d) Sekat rongga badan : letak tertinggi sekat rongga badan
diproyeksikan pada garis tengah tulang selangka dan disebut
dengan setinggi tulang iga (costa) sekian atau setinggi ruang
antar iga.

14
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 215

8
d. Kepala (untuk mengeluarkan otak)
Setelah kulit kepala diperiksa, maka dibuat irisan pada kulit
kepala mulai dari puting tulang karang (mastoid) kanan ke mastoid
kiri melalui puncak (vertex).
Irisan di mastoid dilakukan seperti biasa, kemudian mata
pisau dibalik dan irisan diteruskan ke mastoid sebelahnya dengan
gerakan seperti membuka kaleng, maksudnya ialah supaya tidak
terlalu banyak memotong rambut. Irisan di perdalam sampai
tulang, kemudian kulit kepala bersama selaput urat pembungkus
tengkorak (glea) yang sudah diiris dikelupas sejauh-jauhnya
kemuka dan kebelakang. Bila dikerjakan baik, maka tengkorak
bagian atas bersih dari glea.
Kemudian dibuat garis lingkaran dengan benang untuk
tanda yang akan digergaji. Lingkungan ini lebih kurang 1 ½ cm di
ataslekuk mata (orbita) dan di belakang kurang lebih setinggi
benjolan kepala belakang(protuberantia occipitalis).
Menggergaji tengkorak tidak boleh terlalu dalam sehingga
merusak selaput otak terlalu tebal dan jaringan otak.15
Bila memakai gergaji mesin maka membuka calvarium
tidak seperti disebutkan di atas yang merupakan lingkaran penuh,
tetapi merupakan dua setengah lingkaran yang membuat sudut
tampil di atas mastoid. Maksudnya juga untuk memberi fiksasi
yang lebih baik pada calvarium bila dikembalikan.
Setelah calvarium digergaji memutar, untuk melepaskannya
dipakai pahat kemudian diketok digaris gergaji di orbita.
Mengetoknya harus hati-hati supaya tidak membuat artefak fraktur
tulang postmortem.
Mengeluarkan otak dengan cara empat jari ditelakkan di
antara lobus frontanis dan tengkorak, dan otak ditarik ke dorsal.
sekarang terlihat saraf penciuman dan saraf penglihatan, keduanya

15
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 235

9
dipotong sedekat-dekatnya dengan dua meter basi cranli. Dengan
menarik otak maka terlihatlah infidibulum dan nadi kepala dalam.
Kemudian arteria tersebut dipotong. Tentorium kanan dan kiri
diiris sedekat-dekatnya dengan tengkorak, tangan kiri diletakkan di
belakang otak, sehingga saraf kembar tiga nampak dan kemudian
dipotong bersama-sama dengan nervi otak lainnya. Kemudia pisau
atau gunting dimasukan sedalam-dalamnya ke foramen magnum
untuk memotong saraf tengkuk, kemudian memotong sumsum
tulang belakang.
Tangan kiri masih di tempatnya dan tangan kanan
memegang otak kecil sedemikian rupa sehingga sumsum lanjutan
letaknya antara jari kedua dan ketiga, kemudian kedua tangan
bersama-sama menarik otakkeluar dari tengkorak.16

Selain penjelasan tersebut, terdapat juga teknik melukis luka pada


mayat. Luka dilukis dengan kata-kata dengan memperhatikan absis dan
ordinat.17

Untuk absis dipakai:

1. Garis mendatar melalui pusat


2. Garis mendatar melalui kedua puting susu
3. Garis mendatar melalui kedua ujung tulang belikat
4. Garis mendatar melalui umbilicus yang tegak lurus memotong garis
tengah

Untuk ordinat dipakai:

1. Garis tengah melalui tulang dada


2. Garis tengah melalui tulang punggung

16
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 236
17
M. Soekry Erfan Kusuma, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 213

10
Contoh melukiskan luka iris:

1. Letak ujung luar luka: Dua sentimeter diatas garis mendatar melalui
kedua puting susu dan sepuluh sentimeter sebelah kanan dari garis
tengah melalui tulang dada.
2. Letak ujung dalam luka: Enam sentimeter di atas garis mendatar
melalui kedua puting susu dan lima sentimeter sebelah kanan dari garis
tengah melalui tulang dada.

Alat yang dipergunakan untuk bedah mayat

1. Alat pengukur: timbangan besar sampai 500 kg, timbangan kecil


sampai 3 kg, pita pengukur, penggaris, alat pengukur cairan.
2. Alat untuk autopsi : Pisau belati yang tajam, gunting, pinset, gergaji
dengan gigi yang halus, jarum besar (jarum goni), benang yang kuat.
3. Bahan tambahan : Botol atau toples (untuk spesium pemeriksaan
toksikologi), alkohol 96% (untuk fiksasi pemeriksaan toksologi 5
liter), botol untuk spesium pemeriksaan histopatologi, kaca penutup
dan formaline 10% sebayak 1 liter.18

D. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Hukum Bedah Mayat (Autopsi)


1. Autopsi Anatomis
a. Ulama yang membolehkan
Syeikh Yusuf ad-Dajwi, Syeikh Hasanain Makhluf, Prof. Dr.
Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Syeikh Ibrahim al-Ya’qubi, Dr.
Mahmud Nadzim al-Nusaimi, Dr. Muhammad Ali al-Sarthawi.
Menurut ulama ini menjadikan jenazah sebagai objek penelitian
bagi mahasiwa fakultas kedokteran hukumnya boleh.19
Dengan dalil Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 173:

18
M. Soekry Erfan Kusuma, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, hlm. 213
19
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran, (Jakarta: DU Publishing, 2011),
hlm. 281

11
‫ضطَُّر َغْي َر بَ ٍاغ َّوََل َع ٍاد فَ ََل إِ ْْثَ َعلَْي ِو إِ َّن اْهللَ َغ ُف ْوٌر َّرِحْي ٌم‬
ْ ْ‫فَ َم ِن ا‬

Artinya: “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak


menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS.al-Baqarah: 173)20

Wajhul Istidlal: Ayat ini menjelaskan bahwa melakukan sesuatu


yang dilarang karena ada sebab darurat yaitu melakukan bedah
mayat sebagai objek penelitian bagi para mahasiswa fakultas
kedokteran agar tidak terjadinya malpraktik yang dimana jika terjadi
malpraktik akan merugikan banyak orang. Maka hukum bedah
mayat (autopsi) anatomis diperbolehkan.

b. Ulama yang mengharamkan


Syeikh Muhammad Bukhait al-Mithi’i, Taqiyuddin al-Nabhani, dan
Hasan Al-Saqaf. Beliau berpendapat bahwa bedah mayat untuk
penelitian autopsi anatomis yang dilakukan di fakultas kedokteran
hukumnya haram. 21
Dengan dalil Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 70:

ِ ‫ولََق ْد َكَّرمنَا ب ِِن ءادم و َمح ْلنَاىم ِِف الْب ِّر والْبح ِر ورزقْ نَاىم ِّمن الطَّيب‬
‫ات‬َّ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ
ِ ‫ض ْلنَاىم علَى َكثِ ٍْي ِِّّمَّن خلَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ضْي ًَل‬ َ ْ ْ َ ْ ُ َّ َ‫َوف‬

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,


Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri beri
mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka

20
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 26
21
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran…hlm. 281

12
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptaan.” (QS. al-Isra:70)22

Wajhul Istidlal: Ayat ini menunjukan bahwa jasad manusia itu


mulia. Kemulian itu berlaku ketika manusia itu hidup maupun sudah
mati. Sedangkan dalam melakukan pembedahan terjadi perlakuan
yang dianggap tidak memuliakan jasad manusia seperti memotong
daging, memotong tulang, dan lain-lain. Oleh karena itu pembedahan
mayat atau autopsi anatomis diharamkan.

Sabda Nabi Muhammad SAW:

ِ ِّ‫َكسر عظْ ِم الْمي‬


‫ت َك َك ْس ِرهِ َحيِّا‬ َ َ ُْ
Artinya: “Memecah atau merusak tulang orang yang telah
meninggal sama halnya seperti merusak atau memecahkannya
sewaktu masih hidup” (HR. Abu Dawud)23

Wajhul Istidlal: Hadits ini dapat menjelaskan bahwa menyakiti


jasad manusia yang telah meninggal dunia sama saja dengan
menyakiti sewaktu ia masih hidup. Oleh karena itu autopsi
anatomis hukumnya haram.24

c. Sebab Perbedaan Pendapat


1) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah autopsi
anatomis menyakiti mayat atau tidak.
2) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah autopsi
anatomis melanggar kehormatan mayat atau tidak.
3) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah autopsi
anatomis termasuk dalam keadaan darurat atau tidak.

22
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 289.
23
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, (Al-Mutaman Trading Est, Saudi Arabia), No. Hadits
3208, hlm. 362.
24
Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer…, hlm. 422

13
d. Tarjih
Setelah membandingkan pendapat-pendapat dan dalilnya masing-
masing tentang autopsi anatomis, maka dapat disimpulkan bahwa
pendapat yang rajih (paling kuat) adalah pendapat yang
membolehkan yaitu pendapat Syeikh Yusuf ad-Dajwi, Syeikh
Hasanain Makhluf, Prof. Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi,
Syeikh Ibrahim al-Ya’qubi, Dr. Mahmud Nadzim al-Nusaimi, Dr.
Muhammad Ali al-Sarthawi.
Hal ini karena :
1) Ayat yang digunakan lebih kuat dan wajhul istidal yang lebih
masuk akal karena melakukan pembedahan adalah suatu
kebutuhan yang sangat penting bagi mahasiswa kedokteran untuk
mengetahui urai tubuh manusia sebelum dilakukannya
pemeriksaan pada pasien. Hal ini juga sesuai dengan maqashid
as-syari’ah yaitu hifdz nafs.
2) Sesuai dengan kemaslahatan :
a) Agar para calon dokter dapat memahami ilmu kedokteran
dengan baik.
b) Untuk mencegah terjadinya malpraktik.
2. Autopsi Klinis
a. Pembedahan Mayat untuk Menyelamatkan Janin dari Perut Ibu
yang Sudah Meninggal
1) Ulama yang membolehkan
Abdullah bin Sulaiman, Ulama Hanafiyah,25 Ulama Syafi’iyah dan
sebagian Ulama Malikiyah seperti Imam Sahnun al-Maliki
mengatakan bahwa dalam keadaan dimana janin dinyatakan masih
hidup dalam perut mayat seorang ibu maka perut mayat ibu
tersebut boleh dibedah demi keselamatan janin dalam
kandungannya.26

25
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran......hlm:281
26
Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer (Buku 3), (PT Qaf Media Kreativa: 2017), hlm. 423.

14
Adapun dalil yang digunakan adalah:

َِ ‫ و من أَحيا ىا فَ َكأَََّّنَا أَحيا النَّاس‬...


)٢٣ : ‫ (املائدة‬... ‫َجْي ًعا‬ َ َْ َ َْ ْ َ َ

Artinya : “… Dan barang siapa yang memelihara kehidupan


seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya…” (Qs.al-Maaidah : 32)27

Wajhul Istidlal: Ayat ini menunjukan bahwa menyelamatkan bayi


dalam rahim seorang ibu yang sudah meninggal adalah suatu
perbuatan yang mulia karena menyelamatkan nyawa seseorang
sama saja seperti memelihara nyawa (kehidupan) semuanya. Oleh
karena itu bedah mayat untuk menyelamatkan janin yang masih
hidup dalam perut mayat seorang ibu itu dibolehkan.

2) Ulama yang mengharamkan


Ulama Hanabil, sebagian Ulama Malikiyah, Syeikh Muhammad
Bukhait al-Mithi’i, Taqiyuddin al-Nabhani dan Hasan Al-Saqaf
mengharamkan membedah perut wanita hamil meskipun janin di
dalamnya masih hidup. Para ulama ini menganggap bahwa janin
itu belum pasti hidup dan memang biasanya tidak bisa hidup,
maka tidak diperbolehkan melanggar suatu yang jelas
keharamannya demi sesuatu yang belum jelas.28 Hal ini didasarkan
sabda Rasulullah SAW. :

ِ ِّ‫َكسر عظْ ِم الْمي‬


‫ت َك َك ْس ِرهِ َحيِّا‬ َ َ ُْ

27
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 113.
28
Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer (Buku 3), (PT Qaf Media Kreativa: 2017), hlm. 423

15
Artinya : ” Memecahkan tulang mayat hukumnya seperti
memecahkan tulangnya ketika ia masih hidup”. (HR. Abu
Dawud)29

Wajhul Istidlal : Ayat ini menjelaskan bahwa membedah perut


mayat sama halnya seperti memecahkan tulang atau menyakiti saat
mayat masih hidup karena tentu terasa sekali sakitnya ketika
hendak dipecahkan tulang tanpa terlebih dahulu diberi obat bius.
Oleh karena itu bedah mayat untuk menyelamatkan bayi yang
masih hidup diharamkan.

3) Sebab Perbedaan Pendapat


a) Ulama berbeda pendapat dalam memandang, apakah membedah
mayat seorang ibu yang di dalam rahimnya terdapat janin
manyakiti mayat atau tidak.
b) Ulama berbeda pendapat dalam memandang, apakah dengan
membedah perut mayat seorang ibu hamil yang di dalam
rahimnya terdapat janin termasuk dalam keadaan darurat atau
tidak.
4) Tarjih
Setelah membandingkan pendapat-pendapat dan dalilnya masing-
masing tentang membedah mayat seorang ibu yang di dalam
rahimnya terdapat janin yang masih hidup, maka dapat
disimpulkan bahwa pendapat yang rajih (paling kuat) adalah
pendapat yang membolehkan yaitu pendapat Abdullah bin
Sulaiman, Ulama Hanafiyah, Ulama Syafi’iyah dan sebagian
Ulama Malikiyah seperti Imam Sahnun al-Maliki.
Hal ini karena :
a) Dalil yang digunakan lebih dan wajhul istidlalnya lebih
masuk akal karena menyelamatkan seseorang sama seperti

29
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, No. Hadits 3208, hlm. 362.

16
memelihara kehidupan manusia semuanya dan sesuai dengan
maqashid asy-syari’ah yaitu menjaga jiwa (hifzhu nafs).
b) Pendapat ini lebih sesuai dengan kemaslahatan :
(1) Menjaga keselamatan nyawa bayi agar tetap hidup.
(2) Ketika anaknya sudah dewasa agar dapat mendoakan
ibunya yang sudah meninggal karena doa anak yang sholeh
yang akan menyelamatkan orang tuanya di akhirat.
b. Pembedahan Mayat untuk Mengeluarkan Barang Berharga
dalam Perutnya
1) Ulama yang membolehkan
Ulama Hanafiyah, Ulama Malikiyah dan Ulama Syafi’iyah
membolehkan autopsi klinis untuk mengeluarkan barang berharga
dalam perut mayat.30
Dalil yang digunakan :
ِ ِ
َ ْ َ‫إِ َّن اللَّوَ يَأْ ُم ُرُك ْم أَ ْن تُ َؤُّدوا ْاْل ََمانَات إِ َ َٰل أ َْىل َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْم ب‬
ِ ‫ْي الن‬
‫َّاس أَ ْن‬
ِ ‫ََْت ُكموا بِالْع ْد ِل إِ َّن اللَّو نِعِ َّما يعِظُ ُكم بِِو إِ َّن اللَّو َكا َن ََِسيعا ب‬
‫ص ًْيا‬ َ ً َ ْ َ َ َ ُ
) : ‫(النساء‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(Qs. an-Nisaa:
58)31
Wajhul Istidlal : Ayat ini menunjukan bahwa kewajiban
seseorang untuk menyampaikan amanat yang diinginkan dari

30
Ahmad Munif Suratmaputra, Hukum Islam Problematika dan Solusinya, (Jakarta:
Pustaka Firdaus), 2017, hlm. 169.
31
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 87.

17
suatu pihak. Apabila satu pihak menginginkan barang berharga
yang ditelan oleh mayat itu harus dikembalikan. Maka haruslah
mayat itu dibedah dan diambil harta milik orang tersebut. Oleh
karena itu bedah mayat untuk mengeluarkann harta itu
dibolehkan.
2) Ulama yang mengharamkan
Taqiyuddin An-Nabhani, Bukhait Al-Muthi’i dan Hasan As-Saqaf
mengharamkan dilakukannya bedah mayat. 32
Dalil yang digunakan :
ِ ِّ‫َكسر عظْ ِم الْمي‬
‫ت َك َك ْس ِرهِ َحيِّا‬ َ َ ُْ
Artinya : ” Memecahkan tulang mayat hukumnya seperti
memecahkan tulangnya ketika ia masih hidup”. (HR Abu
Dawud)33

Wajhul Istidlal : Ayat ini menunjukan bahwa bedah mayat


adalah suatu hal yang tidak wajar karena dianggap seperti
memotong atau mencincang tubuh manusia. Oleh karena itu
bedah mayat diharamkan.
3) Sebab perbedaan pendapat
Ulama berbeda pendapat dalam memandang :
a) Apakah membedah mayat untuk mengeluarkan barang
berharga termasuk keadaan darurat atau tidak.
b) Apakah membedah mayat untuk mengeluarkan barang
berharga menyakiti mayat atau tidak.
4) Tarjih
Setelah membandingkan pendapat-pendapat dan dalilnya masing-
masing tentang membedah mayat untuk mengeluarkan barang
berharga dapat disimpulkan bahwa pendapat yang rajih (paling

32
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran…hlm. 281
33
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, No. Hadits 3208, hlm. 362.

18
kuat) adalah pendapat yang membolehkan yaitu pendapat dari
Ulama Hanafiyah, Ulama Malikiyah dan Ulama Syafi’iyah.
Hal ini karena :
a) Dalil yang digunakan lebih kuat karena banyak ayat Al-Qur`an
yang menyeru kepada kita untuk menegakan keadilan dan
sesuai dengan maqashid asy-syari’ah yaitu menjaga harta
(hifdz al-mal).
b) Pendapat ini sesuai kemaslahatan yaitu menciptakan keadilan
antara kedua belah pihak atas barang berharga yang telah
ditelan oleh mayat dan terpenuhinya hak-hak setiap orang atas
kepemilikanya.
c. Pembedahan untuk Mengetahui Penyakit yang Menyebabkan
Kematian Mayat
1) Ulama yang membolehkan
Syeikh Hasanain Makhluf dan Abdul Majid membolehkan autopsi
klinis untuk mengetahui penyakit yang menjadi penyebab
kematian.34
Dalil yang digunakan :

ِ َّ ِ َ ‫الص َّم الد‬


َ ‫ُّعاءَ إ َذا َول ْوا ُم ْدب ِر‬
‫ين‬ ُّ ‫َّك ََل تُ ْس ِم ُع الْ َم ْوتَ ٰى َوََل تُ ْس ِم ُع‬
َ ‫إِن‬
Artinya : “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-
orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-
orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah
berpaling membelakang.”(QS. an-Naml: 80)35
Wajhul Istidal : Ayat ini menjelaskan bahwa melakukan autopsi
untuk mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian itu
dianjurkan karena ketika pembedahan mayat tidak akan
merasakan sakit. Bahwa orang yang sudah meninggal itu seperti
sedang tidur nyenyak dan dibangunkan ketika datangnya hari
34
Aam Amiruddin, Bedah Masalah Kontemporer, (Bandung: Khazanah Intelektual),
2014, hlm. 173
35
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 384.

19
kiamat.36 Pembedahan juga dilakukan karena hal darurat agar
tidak terjadi lagi penyakit atau kelainan yang menjadi penyebab
kematian. Oleh karena itu autopsi klinis ini dibolehkan.
2) Ulama yang mengharamkan
Syeikh Muhammad Bukhait al-Mithi’i, Taqiyuddin al-Nabhani,
dan Hasan Al-Saqaf.37 Beliau berpendapat bahwa bedah mayat
untuk penelitian autopsi klinis untuk mengetahui penyakit yang
menyebabkan kematian itu haram.
Dengan dalil Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 70:

ِ ‫ولََق ْد َكَّرمنَا ب ِِن ءادم و َمح ْلنَاىم ِِف الْب ِّر والْبح ِر ورزقْ نَاىم ِّمن الطَّيب‬
‫ات‬َّ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ
ِ ‫ض ْلنَاىم علَى َكثِ ٍْي ِِّّمَّن خلَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ضْي ًَل‬ َ ْ ْ َ ْ ُ َّ َ‫َوف‬

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak


Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptaan.” (QS. al-Isra:70)38

Wajhul Istidlal: Ayat ini menunjukan bahwa membedah mayat itu


seperti memotong daging dan hal ini dianggap tidak memuliakan
atau menghormati jasad manusia yang sudah meninggal. Oleh
karena itu autopsi klinis ini diharamkan.

3) Sebab Perbedaan Pendapat


a) Ulama berbeda pendapat dalam memandang hukum
melakukan autopsi klinis untuk mengetahui penyakit yang
menyebabkan terjadinya kematian akan menyakiti mayat atau
tidak.

36
Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Kencana), 2017, hlm. 140.
37
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran…hlm. 281
38
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 289.

20
b) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah
melakukan autopsi klinis untuk mengetahui penyakit yang
menyebabkan terjadinya kematian termasuk keadaan darurat
atau tidak.
c) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah
melakukan autopsi klinis untuk mengetahui penyakit yang
menyebabkan terjadinya kematian termasuk melanggar
kehormatan mayat atau tidak.
4) Tarjih
Setelah membandingkan pendapat-pendapat dan dalilnya masing-
masing tentang autopsi klinis untuk mengetahui penyakit yang
menyebabkan kematian disimpulkan bahwa pendapat yang rajih
(paling kuat) adalah pendapat yang membolehkan yaitu
pendapat Syeikh Hasanain Makhluf dan Abdul Majid.
Hal ini karena :
1) Dalil yang digunakan lebih kuat dan wajhul istidlalnya lebih
masuk akal karena surah an-Naml ayat 80 menerangkan bahwa
membedah mayat itu tidak menyakiti mayat, hal ini juga
dilakukan karena dalam kedaan darurat dan sesuai dengan
maqashid asy-syari’ah yaitu hifdz nafs.
2) Sesuai dengan kemaslahatan yaitu mencegah tersebar luasnya
penyakit yang mengakibatkan kematian dan dapat ditemukan
faktor-faktor penyebab penyakit tersebut agar orang lain dapat
mencegah sebelum terlambat.
3. Autopsi Forensik
a. Ulama yang membolehkan
Semua Imam Mazhab (Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam
Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Malik), Syeikh Muhammad Said

21
Ramadhan Al-Buthi, Syeikh Ibrahim Al-Yaqubi membolehkan
autopsi forensik. 39
Dalil yang digunakan:
ِ ِ
َ ْ َ‫إِ َّن اللَّوَ يَأْ ُم ُرُك ْم أَ ْن تُ َؤُّدوا ْاْل ََمانَات إِ َ َٰل أ َْىل َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْم ب‬
ِ ‫ْي الن‬
‫َّاس أَ ْن‬

ِ ‫ََْت ُكموا بِالْع ْد ِل إِ َّن اللَّو نِعِ َّما يعِظُ ُكم بِِو إِ َّن اللَّو َكا َن ََِسيعا ب‬
‫ص ًْيا‬ َ ً َ ْ َ َ َ ُ
) : ‫(النساء‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS.an-Nisa: 58)40
Wajhul Istidlal : Ayat ini menunjukan bahwa seseorang yang
diberikan amanat untuk menyelesaikan suatu perkara atas dasar
keadilan dan obyektif. Maka Allah SWT. memerintahkan mereka
untuk memutuskan perkara tersebut dengan sebaik-baiknya sekalipun
bedah mayat menjadi jalan utamanya. Oleh karena itu autopsi forensik
dibolehkan.
b. Ulama yang mengharamkan
Taqiyuddin An-Nabhani, Bukhait Al-Muthi’i, dan Hasan As-Saqaf
mengharamkan dilakukannya bedah mayat. 41
Dalil yang digunakan :

ُّ ‫َح ِسنُوا إِ َّن اللَّوَ ُُِي‬ ِ ِ ِ ِ


‫ب‬ ْ ‫َوأَنْف ُقوا ِِف َسبِ ِيل اللَّو َوََل تُلْ ُقوا بِأَيْدي ُك ْم إِ ََل الت َّْهلُ َكة َوأ‬
) : ‫ْي(البقرة‬ِِ
َ ‫الْ ُم ْحسن‬
39
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran, (Jakarta: DU Publishing, 2011),
hlm. 281
40
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 87.
41
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran…hlm. 281.

22
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berbuat baik”. (Qs. al-Baqarah: 195) 42
Wajhul Istidlal : Ayat ini menunjukan bahwa melakukan bedah
mayat adalah suatu hal yang tidak baik dan tidak berlaku adil karena
tidak menghormati jasad mayat. Karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik. Oleh karena itu bedah
mayat ataupun autopsi forensik ini diharamkan.
c. Sebab perbedaan pendapat
1) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah melakukan
autopsi forensik termasuk keadaan darurat atau tidak.
2) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah melakukan
autopsi forensik akan menyakiti mayat atau tidak.
3) Ulama berbeda pendapat dalam memandang apakah melakukan
autopsi forensik melanggar kehormatan mayat atau tidak.
d. Tarjih
Setelah membandingkan pendapat-pendapat dan dalilnya masing-
masing tentang autopsi forensik disimpulkan bahwa pendapat yang
rajih (paling kuat) adalah pendapat yang membolehkan yaitu
pendapat semua Imam Mazhab (Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah,
Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Malik), Syeikh Muhammad
Said Ramadhan Al-Buthi, Syeikh Ibrahim Al-Yaqubi.
Hal ini karena :
1) Dalil yang digunakan lebih kuat karena wajhul istidlalnya lebih
masuk akal yaitu mengetahui kebenaran hukum atas kematian
mayat tersebut adalah hal yang sangat penting dalam menegakan
keadilan dan sesuai dengan maqashid asy-syari’ah yaitu hifdz nafs
dan berpegang tegung pada kaidah fikih :

42
Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), 2006, hlm. 30.

23
ً‫اصة‬ ْ َ‫اجةُ تَ ْن ِزَل َمْن ِز لَةَ الض َُّرْوَرةِ َعا َّمةً َكان‬
َّ ‫ت أ َْو َخ‬ َ َ‫اْحل‬
Artinya : ”Hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat (yang
bersifat) umum maupun hajat khusus (perorangan)”.
2) Pendapat ini sesuai kemaslahatan :
a) Memutuskan perkara yang belum terungkap atas dasar
keadilan dan obyektif.
b) Membantu keluarga mayat dalam menyelesaikan perkara atau
masalah dengan bukti-bukti yang konkrit (misalnya peluru
yang tembus kedalam tubuh mayat yang harus diambil untuk
dijadikan bukti).

E. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Bedah Mayat


Fatwa MUI Nomor 6 tahun 2009
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwanya Nomor 6 tahun
2009, pada sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
berlangsung pada 12 Jumadil Akhir 1430 H atau 6 Juni 2009 M, yang
membahas tentang Autopsi Jenazah telah mengambil keputusan sebagai
berikut43:
1. Pada dasarnya setiap jenazah harus dipenuhi hak-haknya, dihormati
keberadaannya dan tidak boleh dirusak.
2. Autopsi jenazah dibolehkan jika ada kebutuhan yang ditetapkan oleh
pihak yang memiliki kewenangan untuk itu.
3. Autopsi jenazah sebagaimana dimaksud angka 2 harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Autopsi jenazah didasarkan kepada kebutuhan yang dibenarkan secara
syar’i (seperti mengetahui penyebab kematian untuk penyelidikan
hukum, penelitian kedokteran, atau pendidikan kedokteran),

43
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1957, (Jakarta, Erlangga,
2011), hlm. 541.

24
ditetapkan oleh orang atau lembaga yang berwenang dan dilakukan
oleh ahlinya.
b. Autopsi merupakan jalan keluar satu-satunya dalam memenuhi tujuan
sebagaimana dimaksud pada point a.
c. Jenazah yang diautopsi harus segera dipenuhi hak-haknya, seperti
dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan.
d. Jenazah yang akan dijadikan obyek autopsi harus memperoleh izin
dari dirinya sewaktu hidup melalui wasiat, izin dari ahli waris, dan
atau izin dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan.44

44
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1957, (Jakarta, Erlangga,
2011), hlm. 541.

25
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
A. Bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat,
termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam
setelah dilakukan pembedaan dengan tujuan menentukan sebab kematian
seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab
misteri atau tindakan kriminal.
B. Tujuan bedah mayat :
1. Autopsi anatomis yaitu autopsi yang dilakukan mahasiswa kedokteran atau
dokter untuk mempelajari ilmu urai tubuh manusia (ilmu anatomi) yang
bertujuan untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu kedokteran dengan
jalan praktik langsung terhadap manusia.
2. Autopsi klinis yaitu autopsi yang dilakukan untuk mengetahui berbagai hal
yang terkait dengan jenis penyakit yang menyebabkan terjadinya
kematian. Autopsi ini bertujuan untuk : menyelamatkan janin yang masih
hidup dari perut ibu yang sudah meninggal, mengambil barang berharga
dari tubuh mayat,dan mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian
mayat.
3. Autopsi forensik yaitu autopsi yang dilakukan oleh penegak hukum
(kehakiman) terhadap korban pembunuhan atau kematian yang
mencurigakan. Autopsi forensik bertujuan untuk mencari kebenaran
hukum dari suatu peristiwa atau kasus yang terjadi misalnya, pembunuhan,
bunuh diri, kecelakaan.
C. Sebelum autopsi dilakukan, harus dimulai terlebih dahulu dengan identifikasi
mayat. Memeriksa kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan autopsi
yang akan dilakukan. Dalam hal ini perhatikan surat permintaan sudah
ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang untuk autopsi, dilakukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi seluruh organ tubuh. Pastikan mayat yang
akan diautopsi benar-benar mayat yang dimaksud dalam surat permintaan.

26
Periksa kelengkapan alat-alat yang diperlukan selama pemeriksaan otopsi
berlangsung. Pemeriksaan ini meliputi:
Pemeriksaan luar :
Identifikasi, kaku mayat, lebam mayat, pembusukan mayat, panjang dan berat
badan, kepala, mulut, mata, hidung, dan sebagainya.
Pemeriksaan dalam :
Pengirisan kulit : mengiris kulit merupakan hal pertama yang dilakukan untuk
pemerikaan dalam. Irisan tersebut berbentuk irisan “I”maupun irisan “T”,
mengeluarkan tulang dada, membuka rongga perut dan sebagainya.
D. Hukum bedah mayat:
1. Disimpulkan bahwa pendapat yang rajih (paling kuat) adalah pendapat
yang membolehkan yaitu pendapat Syeikh Yusuf ad-Dajwi, Syeikh
Hasanain Makhluf, Prof. Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Syeikh
Ibrahim al-Ya’qubi, Dr. Mahmud Nadzim al-Nusaimi, Dr. Muhammad Ali
al-Sarthawi.
2. Disimpulkan bahwa pendapat yang rajih (paling kuat) mengenai
pembedahan mayat seorang ibu yang di dalam rahimnya terdapat
janin yang masih hidup adalah pendapat yang membolehkan yaitu
pendapat Abdullah bin Sulaiman, Ulama Hanafiyah, Ulama Syafi’iyah dan
sebagian Ulama Malikiyah seperti Imam Sahnun al-Maliki.
3. Disimpulkan bahwa pendapat yang rajih (paling kuat) mengenai
membedah mayat untuk mengeluarkan barang berharga adalah
pendapat yang membolehkan yaitu pendapat dari Ulama Hanafiyah,
Ulama Malikiyah dan Ulama Syafi’iyah.
4. Dapat disimpulkan bahwa pendapat yang rajih (paling kuat) mengenai
penyakit yang menyebabkan kematian adalah pendapat yang
membolehkan yaitu pendapat Syeikh Hasanain Makhluf dan Abdul
Majid.
5. Disimpulkan bahwa pendapat yang rajih (paling kuat) mengenai
autopsi forensik yang membolehkan yaitu pendapat semua Imam
Mazhab (Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal,

27
Imam Ibnu Malik), Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, Syeikh
Ibrahim Al-Yaqubi.
E. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Bedah Mayat ada pada Fatwa MUI
Nomor 6 tahun 2009.

28
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka)


Ahmad Zahro. Fiqih Kontemporer (Buku 3). (PT Qaf Media Kreativa). 2017.
Amiruddin.Aam. Bedah Masalah Kontemporer, (Bandung: Khazanah Intelektual).
2014.
Dawud Abu, Sunan Abu Dawud, (Al-Mutaman Trading Est, Saudi Arabia), No.
Hadits 3208.
Erfan Kusuma. M. Soekry. dkk, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
(Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga). 2012.
Mahjuddin. Masail Al-Fiqh Kasus-Kasus Aktual dalam Hukum Islam. (Jakarta:
Kalam Mulia). 2012.
Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa MUI Sejak 1957. (Jakarta, Erlangga).
2011.
Sarwat. Ahmad. Seri Fiqih Kehidupan Kedokteran, (Jakarta: DU
Publishing). 2011
Shidiq. Sapiudin. Fikih Kontemporer. (Jakarta: Kencana). 2017
Suratmaputra. Ahmad Munif. Hukum Islam Problematika dan Solusiny. (Jakarta:
Pustaka Firdaus). 2017.
Yusuf. Abu Ubaidah bin Mukhtar as-Sidawi. Fiqih Kontemporer. (Gresik :
Yayasan al-Furqon al-Islami). 2014.

29
Lampiran

Pertanyaan
Chairunnisa : Donor dari mayat termasuk dari autopsi bukan?

30

Anda mungkin juga menyukai