PENDAHULUAN
Pada saat kasus korban pembunuhan, penyidik meminta dokter untuk melakukan
pemeriksaan luar dan otopsi, namun banyak dijumpai keluarga menolak untuk dilakukan
otopsi. Tentunya hal ini sangat merugikan dalam proses penegakkan hukum, karena alat
bukti yang didapatkan menjadi tidak maksimal dalam membuat terang suatu perkara
pidana. Sebenarnya secara hukum, jika ada keluarga yang menolak otopsi maka penyidik
bisa memaksa untuk tetap dilakukan otopsi. Namun terkadang penyidik belum menerapkan
sepenuhnya ketentuan hukum tersebut, sehingga pelaksanaan pemeriksaan jenasah hanya
dilakukan pemeriksaan luar. Banyak faktor yang mempengaruhi keluarga atau masyarakat
menolak otopsi, namun tentunya kita berharap penolakan otopsi tidak terjadi bila otopsi
sangat diperlukan untuk mendukung proses penegakkan hukum. Kita mengetahui bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan akan mempengaruhi kejadian penolakan pelaksanaan
otopsi, artinya kecenderungannya semakin rendah.
dalam
pembahasan-pembahasan
makalah
sederhana,
yaitu
dengan
menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber
data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh
informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang
didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang akan
dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.
Itulah sekilas tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Di Eropa abad keenam belas, praktisi medis ketentaraan dan universitas mulai
mengumpulkan informasi tentang sebab dan cara kematian. Ambroise Pare, seorang ahli
bedah tentara Prancis, mempelajari efek kematian karena kekerasan pada organ internal.
Dua ahli bedah Italia, Fortunato Fidelis dan Paolo Zacchia, membangun fondasi
munculnya patologi modern dengan mempelajari perubahan yang terjadi dalam struktur
tubuh akibat penyakit.Pada akhir 1700-an, tulisan-tulisan tentang topik ini mulai muncul.
Hal ini termasuk: A Treatise on Forensic Medicine and Public Health oleh Fodr, seorang
dokter Prancis. Dan The Complete System of Police Medicine oleh ahli medis Jerman
Johann Peter Franck.
Pada tahun 1776, kimiawan Swedia Carl Wilhelm Scheele menemukan cara untuk
mendeteksi oksida arsenous alias arsenik, di mayat meskipun hanya dalam kasus arsenik
yang berjumlah besar. Penyelidikan ini diperluas, pada tahun 1806, oleh kimiawan Jerman
Valentin Ross, yang mempelajari cara mendeteksi racun pada dinding perut korban, dan
oleh ahli kimia Inggris James Marsh, yang menggunakan proses kimia untuk
mengkonfirmasi penggunaan arsenik dalam suatu percobaan pembunuhan di tahun 1836.
Dua contoh awal penggunaan ilmu forensik Inggris dalam proses hukum menimbulkan
berkembangnya penggunaan logika dan prosedur logis dalam penyelidikan kriminal. Pada
1784, di Lancaster, John Toms diadili dan dihukum karena membunuh Edward Culshaw
dengan pistol. Ketika mayat Culshaw diperiksa, pistol wad (kertas dihancurkan yang
digunakan untuk menjaga bubuk dan bola di moncong) yang ditemukan di luka pada
kepalanya cocok dengan surat kabar robek yang ditemukan di saku Toms. Di Warwick
pada tahun 1816, seorang buruh tani diadili dan dihukum karena pembunuhan seorang
pembantu muda.Dia tenggelam di kolam dangkal dan menanggung tanda serangan
kekerasan. Polisi menemukan jejak kaki dan bekas cap dari kain corduroy bertambalan di
tanah lembab di dekat kolam renang. Selain itu juga tersebar butir gandum dan sekam.
Celana dari buruh tani yang tengah mengolah gandum di dekat situ diperiksa dan ternyata
cocok dengan bekas cap di tanah dekat kolam renang. Kemudian pada abad ke-20,
beberapa patologist Inggris, Bernard Spilsbury, Francis Camps, Sydney Smith dan Keith
Simpson merintis metode baru ilmu forensik di Britania. Pada 1909, Rodolphe Archibald
Reiss mendirikan sekolah ilmu forensik pertama di dunia, "Institut de polisi scientifique" di
University of Lausanne (UNIL).
Dua besar peneliti medis abad kesembilan belas Rudolf Virchow dan Carl von
Rokitansky telah menurunkan dua teknik otopsi yang berbeda yang masing-masing
dinamai sesuai dengan nama mereka. Demonstrasi mereka atas ketekaitan antara kondisi
6
patologis dalam tubuh yang telah mati dan gejala dan penyakit dalam hidup membuka
jalan bagi cara berpikir yang berbeda tentang penyakit dan pengobatannya.
2.3.2
Otopsi Klinik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit.
dirumah sakit. Demikian pula dokter dan rumah sakit belum berani menghadapi kenyataan
kemungkinan salah dalam menetapkan diagnosa klinis dan pengobatan.
Autopsi klinik dilakukan dengan persetujuan keluarga penderita. Dapat dilakukan tanpa
persetujuan keluarga apabila orang yang meninggal diduga menderita penyakit yang dapat
membahayakan orang ain atau masyarakat sekitarnya (penyakit menular). Autopsi klinik
dapat pula dilakukan apabila tidak ada keluarga terdekat datang kerumah sakit dalam
jangka waktu dua kali dua puluh empat jam. Dineggara maju autopsi klinik kadang-kadang
dilakukan atas permintaan keluarga yaitu untuk memastikan adanya penyakit turunan.
2.3.3
Otopsi Forensik/Medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan yang
berwenang, sehubung dengan adanya penyidikan dalam perkara pidana yang menyebabkan
korban meninggal. Biasanya dilakukan pada kematian yang tidak wajar seperti
pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, kecelakaan lalu lintas, keracunan, kematian
mendadak dan kematian yang tidak diketahui atau mencurigakan sebabnya.
Autopsi sejenis ini paling banyak dilkukan di Indonesia karena diperlukan untuk
membantu penegak hukum pemeriksaan jenazah ini merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan dokter bila diminta oleh penyidik. Namun kenyataannya kecuali di RS yang
dipakai untuk pendidikan, pemeriksaan autopsi jarang dilakukan. Ada beberapa alasan
yang dapat dikemukakan penyebabnya seperti hambatan dari keluarga, agama, dan lainlain. Tetapi hal ini bisa juga disebabkan adanya keengganan dari dokter untuk
melakukannya.
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab
yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi
ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu
perkara. Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan
adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban,
yang diperoleh dari pemeriksaan medis.
Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
10
menyebabkan
timbulnya
pembususkan
yang
dapat
mengaburkan bahkan menghilangkan tanda-tanda yang penting. Oleh karena itu tidak
salah bila dokter turut menjelaskan perlunya dilakukan bedah mayat kepada keluarga
korban sementara menunggu kepastian dapat dilakukan autopsi maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan luar pada mayat, meskipun pada malam hari yang dapat
dilanjutkan keesokan harinya. Dengan demikian bisa terdapat dua saat saat
pemeriksaan dalam Visum et Repertum yaitu : pemeriksaan luar dan pemeriksaan
dalam yang berlainan jam atau hari pemeriksaannya.
3. Pemeriksaan lengkap
Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya adalah membuat laporan sebagai
pengganti mayat (corpus delicti) yang mengandung kesimpulan hasil pemeriksaan
tentang apa yang terjadi pada mayat. Tujuan ini dapat dicapai bila dilakukan
pemeriksaan lengkap, yaitu pemeriksaan luar dan dalam tubuh mayat meliputi rongga
kepala, dada, perut dan panggul. Pemeriksaan yang tidak lengkap akan membuat nilai
visum menjadi kurang, hal ini harus dihindari dokter.
4. Dilakukan oleh dokter
Keterampilan bedah mayat berbeda dengan pembedahan pada orang hidup. Pada
orang hidup, pengetahuan dan keterampilan dan wewenang pembedahan hanya dimiliki
oleh ahli bedah. Pada bedah jenazah pengetahuan dan keterampilan ini telah diberikan
kepada setiap dokterdalam pendidikan. Tidak ada alasan bagi para dokter bahwa ia
kurang atau tidak sanggup. Yang diperlukan adalah kemauan untuk melakukannya.
5. Teliti
Sesuai dengan defenisi visum baahwa pemeriksaan harus dilakukan dengan
pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya maka diperlukan ketelitian dokter
dalam pemeriksaan dan segala catatan selama pemeriksaan dan bila perlu dengan
11
Pemeriksaan Luar
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar
adalah :
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol
kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat
warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk
identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di
bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar,
warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian
bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat.
7. Mencatat perubahan tanatologi :
a. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
b. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
c. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan
pada saat tersebut.
d. Pembusukan.
e. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna
kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada
dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
14
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala
harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai
ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini
disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh
darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak,
adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan
lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan
yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan
selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk
lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll.
Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi
luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui
tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting
susu, dan garis mendatar melalui pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang satu
letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua
sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang
lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat
sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di
bagian pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.
18. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.
15
2.7.2
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan dengan membuka semua rongga tubuh korban, yaitu
rongga kepala, dada, perut dan panggul. Secara ilmiah tidak boleh mengabaikan
pemeriksaan yang lengkap biarpun dokter telah mendapatkan kelainan dan penyebab
kematian. Pemeriksaan yang lengkap akan menghindari dokter dari kesalahan yang
mungkin terjadi. Sebab tidak teliti. Ini dapat dipakai pihak lain (misalnya pembela) untuk
menurunkan nilai dari laporan pemeriksaan dokter dalam VeR.
1. Pembukaan jaringan kulit dan otot
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang, bahu ditinggikan (dignjal) dengan
sepotong balok kecil, sehingga kepala akan bera dalam keadaan fleksi maksimal dan
bagian leher tampak dengan jelas. Dalam posisi ini autopsi akan lebih mudah dilakukan.
Untuk pembukaan rongga tubuh dikenal 2 metode, yaitu :
a. Insisi I
Dimulai dari bawah dagu digaris pertengahan tubuh sampai kesimfisis pubis,
dengan jalan membelokkan kearak kiri setentang pusat. Dengan insisi ini daerah
leher mudah diperiksa (seperti pada korban mati gantung dan mati dijerat/dicekik
tetapi dari segi kosmetik kurang menguntungkan karena terlihat bekas jahitan
dileher bila sebelum dikubur pasien diperhatikan kepada keluarga/masyarakat.
b. Insisi Y
Insisi ini dimulai dari pertengahan klavikula atau kira-kira 4 cm dibawah akromion
ke prosesus xhipoideus, kesimfisis pubis dengan cara membelokkan irisan kearah
kiri setentang pusat. Pada wanita insisi mulai dari axilla ke prosesus xhipoideus
secara meengkung melalui bawah garis mammae terus kebawah dan sekitar pusat
kesimfisis pubis. Secara kosmetik teknik ini lebih baik dan daerah axilla dapat
dipaksa dengan mudah, tetapi kerugiannya pengeluaran alat-alat leher lebih sulit.
Ada modifikasi insisi Y, yaitu insisi mulai dari bawah sudut rahang bawah kanan
dan kiri kearah pertengahan manubrium sterni, selanjutnya sama kebawah seperti
insisi I
2. Membuka Rongga Tubuh
Kulit dipotong mulai dari bawah dagu kearah bawah, dikuatkan kekiri dan kekanan
untuk melihat adanya kelainan pada jaringan otot, terutama pada kekerasan didaerah leher
seperti dicekik, dijerat dan mati gantung. Didaerah dada, bila tidak ada kecurigaan ada
16
trauma yang perlu diperiksa teliti, insisi dapat diteruskan sampai ketulang dada. Pisau
dalam posisi tegak, mengiris otot yang telah dikuakkan dengan ibu jari dibagian telunjuk
dan jari tengah tangan kiri dimasukkan kedalam rongga perut, pisau diletakkan diantara ibu
jari dan pisau ditegakkan memotong kebawah sampai ke simfisis. Sekarang dada telah
dibebaskan dari ototdan daerah perut sudah terbuka.
Memotong tulang iga sternoclaido, mulai dari iga 2 kearah bawah sedikit lateral. Pisau
dipegang dengan tangan kanan dan tangan kiri menekan pisau ditangan kanan dan
menariknya kebawah. Kecuali pada orang tua, biasanya pemotongan ini mudah dilakukan.
Bila tulang sudah keras dapat dipotong dengan gunting tulang. Sternum dibebaskan dari
perlekatannya dengan diafragma dan dinding mediastinum anterior. Kemudian iga
dipotong dari arah bawah dan miring kearah craniolateral guna menghindari bagian keras
tulang, kemudian pisau diarahkan kembali kearah medial mencari persendian costa 1
dengan sternum. Lalu dipotong persendian sternoclavicula dari bawah keatas mengikuti
lengkung persendian. Dengan cara ini dapat dihindari terpotongnya pembuluh darah
subclavicula dan memotong lebih mudah. Untuk memudahkan sternum diangkat kearah
kepala sehingga dengan demikian sambungan tersebut menjadi renggang dan bisa lepas
Rongga paru-paru kanan dan kiri diperiksa adanya perlekatan, cairan darah, pus, atau
cairan lain. Bila ada darah atau cairan maka dikeluarkan dengan sendok besar dan diukur
jumlahnya. Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persisten. Kantong (pericardium)
digunting seperti huruf Y terbalik. Diperiksa isi kantong jantung dan diukur jumlahnya.
Dalam keadaan normal akan didapati cairan jernih kekuningan sebanyak 50 ml. Lihat
kemungkinan adanya pericarditis atau kelainan lain. Apex jantung diangkat, dibuat insisi
diventrikel dan atrium kanan untuk melihat adanya embolus yang menutup arteri
pulmonalis. Kemudian dibuat insisi diventrikel dan atrium kiri. Sekarang jantung dapat
diangkat dengan memotong pembuluh darah besar dipangkal jantung.
Untuk membuka dan mengeluarkan organ dileh dan muut dilakukan insis dibagian
dalam rahang bawah dan membebaskan otot dibagian kiri dan kanan. Dengan cara ini,
lidah dan organ sekitarnya dapat ditarik keluar dari rongga mulut. Dengan tangan kiri
memegang kerongkongan dan tangan kanan kanan dipangkal lidah.
Pengeluaran Organ Dalam Tubuh
Pada autopsi ada beberapa cara mengeluarkan organ dalam, yaitu :
a. Teknik Virchow
17
Organ tubuh dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Teknik ini mudah
dan sering digunakan dokter. Kelemahannya hubungan tofografi antar beberapa
organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang. Untuk autopsi forensik
yang memerlukan ketelitian kurang baik digunaka, terutama pada kasus-kasus
penembakan, dan penusukan dimana perlu dilakukan penetuan saluran luka, arah
serta dalamnya penetrasi yang terjadi.
b. Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan insisi organ secara
insitu, baru kemudian semua organ tubuh dikeluarkan dalam kumpulan organ (en
block) untuk diperiksa satu persatu diluar tubuh.
c. Teknik Letulle
Setelah rongga tubuh dibuka, organ-organ leher dan dada diafragma dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse). Kemudian diletakkan diatas meja dengan
permukaan posterior menghadap keatas. Plexus coeliacus dan kelenjarkelenjar pada
aorta diperiksa. Aorta dibuka sampai arcus aorta, arteri renalis kanan dan kiri
dibuka serta diperiksa. Aorta diputus diatas muara a.renalis. rectum dipisahkan
disigmoid organ urogenital dipisahkan dari organ-organ lain. Bagian proksimal
jejenum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut
dan usus-usus dapat dilepaskan. Esofaghus dilepaskan dari trakea, tetapi
hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diatas
diafragma dan dengan demikian, organ-organ leher dan dada dapat dilepas dari
organ-organ perut.
d. Teknik Gohn
Setelah rongga tubuh dibuka, organ tubuh dikeluarkan dalam 3 kumpulan organ,
masing-masing :
1. Organ leher dan dada
2. Organ pencernaan bersama hati dan limpa
3. Organ urogenital
Dalam bedah mayat, tentu dipilih salah satu teknik yang dikemukakan diatas.
Teknik mana yang akan dipakai sangat tergantung pada kasus yang dihadapi. Seperti
terilihat diatas teknik Virchow adalah yang paling sederhana, yaitu mengeluarkan organ
demi organ. Ini sering dipakai karena kasus yang dihadapi umumnya tidak memerlukan
ketelitian dalam hubungan organ (seperti kecelakaaan lalu lintas). Tetapi bila kasus yang
diperiksa memerlukan ketelitian yang lebih baik (seperti mati tiba-tiba yang mencurigakan
sebabnya), maka teknik Letulle dan Ghon harus digunakan. Pilihan untuk teknik
mengeluarkan organ tubuh yang paling penting adalah kemampuan untuk melaksanakan
teknik tersebut dan bila perlu dapat mengkombinasikan.
18
19
Pemeriksaan dimulai dari epiglotis. Apakah ada perdarahan dan kelainan lain. Lihat
pita suara, tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (kartilago thyroidea), rawan
cincin (cartilago cricoidea)
f. Tulang lidah lebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan menggunakan
pinset dan gunting, perhatikan adanya patah tulang dan resapan darah. Tulang lidah
bisa patah pada kasus korban mati gantung atau pencekikan. Pada pemeriksaan
korban yang digali dari kuburan pemeriksaan ini dilakukan pada bagian awal
pemeriksaan kerena sering pembunuhan dilakukan dengan pencekikan
g. Arteri carotis interna
Terutama pada kekerasan didaerah leher, lihat adakah tanda0tanda kekerasan
diarteri ini, kerusakan pada tunika intima. Pada korban mati gantung, luka pada
tunika intima arteri ini khas, disebut redline, berupa garis melintang, setentang
tekanan tali.
h. Paru-paru
Volume atau pengembangan paru : biasa, emfisematous atau mengecil. Paerhatikan
adanya bintik perdarahan dipermukaan paru (tardeus spot) atau bercak akibat
aspirasi darah kedalam saluran paru dostal (alveolus), resapan darah, luka, bul dan
lain-lain. Lihat warna, permukaan (licin atau kasar). Pemijitan (consistensi) seperti
spons atau padat (pada penderita tuberculosis seperti kantong pasir). Pemotongan
saluran nafas dimulai dari apex kearah basal, dengan tangan kiri didaerah hilus.
Pada pemotongan bagaimana warnanya, adakah mengeluarkan darah, sifat darah
tersebut apakah encer, kental berbuih dan sebagainya.
i. Jantung
Jantung dilepas dan pembuluh darah besar yang keluar dan masuk kejantung
dengan jalan memegang apex jantung dan mengangkat serta menggunting
pembuluh darah tadi sejauh mungkin. Perhatikan besar jantung, bandingkan dengan
kepalan tinju kanan mayat dan adakah resapan darah, luka atau bintik perdarahan,
penebalan dinding jantung
j. Hati
Perhatikan warna, permukaannya (licin, kasar), tepinya (tajam atau tumpul) dan
konsistensinya. Lakukan pengirisan melintang mulai dari lobus kanan sampai lobus
kiri dan perhatikan penampang ptong, apakah banyak cairan darah, adakah
kelainan. Selanjutnya timbang beratnya. Berat hati norma pada dewasa muda pria
1600 gram, wanita 1400 gram
k. Kandung empedu
Carilah saluran empedu dan buka dengan gunting sampai kepapilla vateri
didupdenum dan lihat apakah adanya penyumbatan, perhatikan warna selaput
20
lendirnya, buka kandung empedu, periksa apakah warna cairan, selaput lendir,
danya batu atau tidak.
l. Limpa
Perhatikan warna, permukaannya
licin
atau
berkeriput.
Ukur
beratnya,
21
dugaan keracunan logam berat seperti Arsen, maka perlu dikirim rambut, kuku dan
tulang
3. Pemeriksaan bakteriologi
Bila ada dugaan kearah adanya sepsis, maka darah diambil dari jantung dan limpa
untuk pembiakan kuman. Darah diambil dengan spuit 10 ml melalui dinding kantong
jantung yang telah dibakar dengan spatel panas terlebih dahulu, lalu dipindahkan
kedalam tabung reagen yang steril. Jaringan limpa diambil dengan pinset dengan
gunting steril dengan cara pembakaran yang sama seperti diatas, lalu dimasukkan
dalam tabung steril
4. Pemeriksaan balistik
Pemeriksaan mayat yang diduga mati akibat penembakan seharusnya dimulai dengan
melakukan pemeriksaan rontgenologi pada seluruh tubuh untuk mendeteksi adanya
loga (peluru). Tetapi karena sarana ini tidak terdapat, bahkan dipusat pemeriksaan
kedokteran forensik sekalipun, maka usaha untuk mendapatkan adanya peluru terpaksa
dilakukan dengan menelusuri seluruh jaringan tubuh.
2.7.4
Pemeriksaan Penunjang
22
g. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan melalui
urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan narkotika, alkohol dan
stimulan.
h. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.
i. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot, lemak di
bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.
3. Pemeriksaan bakteriologi.
Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa untuk
pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel yang
dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung injeksi
yang steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar
dengan cara tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil
sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua tabung
dikirim ke laboratorium bakteriologi.
4. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati. Mungkin perlu dilakukan untuk
melihat parasit malaria.Sediaan hapus lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan
5.
6.
7.
8.
mukosa.
Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa biokimia.
Pemeriksaan urine dan feces.
Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.
Cairan uretra.
diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari
kaki atau bagian lain badan mayat.
2. Pasal 134 KUHAP:
a. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
b. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
c. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
3. Pasal 179 KUHAP:
a. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
b. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
2.9 Proses Pengawetan Mayat
Dalam prosesnya, pengawetan mayat akan dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
Arterial Embalming
Cavity Embalming
Hypodermic Embalming (jika dibutuhkan)
Surface Embalming (jika dibutuhkan)
Sebelum dilakukan pengawetan, seorang pengawet (embalmer) harus melakukan
proteksi diri dari mayat untuk menghindari penyakit yang dibawa mayat, bakteri dan
larvayang membusukkan mayat, dan dari cairan yang digunakan untuk pengawetan. Untuk
itu, seorang embalmer harus mensterilkan ruangan, memakai alat pelindung tubuh lengkap,
dan mensterilkan mayat yang akan diawetkan terlebih dahulu dengan cairan antiseptik.
(Ezugworie et al, 2009.)
Arterial embalming adalah permulaan dalam mengawetkan mayat. Pertama, arteri
karotis dekstra dipotong dan disambungkan kepada selang yang terhubung dengan pompa
mekanis untuk memasukkan cairan pengawet ke dalam tubuh. Darah dikeluarkan melalui
vena jugularis. Jika peredaran darah kurang baik, dapat menggunakan arteri besar lain
sebagai tempat masuknya cairan pengawet yaitu arteri iliaka, femoralis, subklavia atau
aksila. (Ezugworie et al, 2009.)
24
Setelah memasukkan cairan kedalam arteri, cairan yang berada di rongga dalam perut
dikeluarkan menggunakan aspirator atau trokar dan diganti dengan cairan pengawet.
Trokar atau aspirator dimasukkan pada bagian berongga, yaitu rongga dada dan rongga
perut. Setelah masuk, cairan akan dikeluarkan semua dan digantikan dengan cairan
pengawet. Ini disebut juga cavity embalming. (Ezugworie et al, 2009.)
Ada 2 cara tambahan dalam pengawetan mayat. Pada bagian-bagian yang tidak
memiliki perdarahan yang baik, dilakukan penyuntikan cairan pengawet langsung ke
dalam jaringan yang membutuhkan. Ini disebut juga dengan hypodermic embalming.
Surface Embalming sendiri hanya mengawetkan bagian kulit dan area superfisial lainnya
yang rusak. (Ezugworie et al 2009.)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Autopsi dimaksud sebagai pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan
pendidikan, hukum dan ilmu kesehatan. Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat,
yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan
menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau
penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :
a. Autopsi anatomik, dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran untuk
mengetahui susunan jaringan dan organ tubuh
b. Autopsi klinik untuk menentukan sebab kematian pasti dari pasien yang dirawat
dirumah sakit (RS)
c. Autopsi forensik (autopsi kehakiman) untuk membantu penegak hukum dalam
menentukan peristiwa kematian korban secara medis.
Ada 2 bagian besar pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan luar dan
pemeriksaan bagian dalam. Pemeriksaan harus dilakukan dengan secara cermat meliputi
segala sesuatu yang terlihat, tercium, dan teraba pada tubuh mayat. Dalam prosesnya,
pengawetan mayat akan dilakukan dengan proses arterial embalming, cavity embalming ,
hypodermic embalming, dan surface embalming.
25
Pemeriksaan autopsi diatur dengan jelas dalam ketentuan hukum. Dalam RIB
(reglemen Indonesia yang diperbaharui), hukum acara pidana sebelum KUHAP yang
berlaki sejak 31 Desember 1981, dinyatakan adanya wewenang pegawai penuntut umum
dan magistrat pembantu (ternasuk kepolisian) untuk meminta bantuan dokter melakukan
pemeriksaan jenazah. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan
dokter dalam membantu peradilan:
a. Pasal 133 KUHAP
b. Pasal 134 KUHAP
c. Pasal 179 KUHAP:
3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan
mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :
a. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.
b. Pembahsan yang lebih mendalam disertai data-data yang lebih akurat.
Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada pihak-pihak
yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun
serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususunya
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatra Utara semester VI/2014 dalam
penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan
26
DAFTAR PUSTAKA
Amir amri. 2011. Autopsi Medikolegal edisi kedua. Medan; ramadhan simp.
Kampus usu
Chadha, PV. Otopsi Mediko-Legal. Dalam: Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi
Kelima.
Idries, AM. Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997 : 354-61.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38686/4/Chapter%20II.pdf
27
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0CEwQFjAE
&url=http%3A%2F%2Fetd.ugm.ac.id%2Findex.php%3Fmod%3Ddownload
%26sub%3DDownloadFile%26act%3Dview%26typ%3Dhtml%26file
%3D280370.pdf%26ftyp%3Dpotongan%26tahun%3D2013%26potongan%3DS12013-280370-chapter1.pdf&ei=BaKRU7veBc8ugTuhICQAw&usg=AFQjCNHDfh8lfqv6ThuMBZThveqC2YCTSQ&sig2=fOiB
y6D43uisMQFIFLdK0w&bvm=bv.68445247,d.c2E
28