Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION (SGD)


LBM 1 BLOK MEDIKOLEGAL
“TURIS POSITIF COVID-19 KECELAKAAN JATUH DARI GUNUNG”

Disusun oleh :
Kelompok 8

Dewa Ayu Kade Veren Pramesti (018.06.0080)

Tutor : dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 1 yang berjudul “Turis Positif Covid-19
Kecelakaan Jatuh Dari Gunung” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa
(LBM) 1 yang berjudul “Turis Positif Covid-19 Kecelakaan Jatuh Dari Gunung”
meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan
makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka
dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked Sebagai dosen fasilitator kelompok
SGD 8 yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam
pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk menyusun
makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 10 November 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
1.1 Skenario ................................................................................................................... 4
1.2 Deskripsi Masalah ................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
2.1. Definisi Otopsi ................................................................................................... 6
2.2. Jenis-Jenis dan Tujuan Otopsi......................................................................... 6
2.3. Dasar Hukum Otopsi di Indonesia .................................................................. 7
2.4. Prosedur Otopsi dan Kondisi yang Memperbolehkan .................................. 9
2.5. Deskripsi Luka dan Temuan di Skenario ..................................................... 10
2.6. Prosedur Autopsi pada Jenazah Covid-19 dan Temuan Hasil Autopsi ..... 12
2.7. Penanganan Jenazah WNA dengan Covid-19 .............................................. 15
2.8. Prosedur Asuransi WNA di Indonesia .......................................................... 16
BAB III............................................................................................................................. 19
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Tuan R merupakan seorang turis Jerman yang datang berwisata ke lombok
khusus untuk mendaki gunung rinjani. Tuan R lebih menyukai mendaki gunung
seorang diri tanpa bantuan guide atau porter, karena merasa sudah sangat
berpengalaman dalam pendakian dan lebih suka melewati jalur yang cukup sulit.
Pada saat pendakian sebelum mencapai pos 3, Tuan R tibat-tiba terjatuh dari bukit
dan mengalami patah tulang paha kanan, untungnya ada pendaki yang melihat
kejadian tersebut kemudian membawa Tuan R ke rumah sakit provinsi NTB. Pada
saat di rawat, kondisinya semakin memburuk kemudian meninggal dunia dan
hasil swab post mortem (PM) positif covid-19. Selama dirumah sakit semua
pembiayaan ditanggung oleh asuransi pasien.
Keluarga Tuan R yang dihubungi oleh pihak rumah sakit, meminta agar
dilakukan otopsi pada jenazah Tuan R dan jenazah dikirimkan kembali ke negara
asalnya, karena akan dimakamkan disamping makam orang tuanya.
Berikut gambar patah tulang paha kanan pada pasien:

4
1.2 Deskripsi Masalah
1.2.1. Mengapa Swab Post Mortem perlu dilakukan untuk pasien?
Post moterm merupakan data-data fisik yang diperoleh dari pasien
kecelakaan. Perlunya dilakukan swab post moterm karena pada saat ini
merupakan dari masa pandemi yang mana maraknya kasus mengenai
covid-19. Untuk mengetahui seseorang terinfeksi covid atau tidak maka
perlu dilakukan tes amplifikasi asam nukleat (NAAT), seperti real time
reverse-transcription polymerase chain reaction (rRT-PCR). Salah satu
metode pengambilan sampel untuk tes PCR adalah dengan tes usap atau
swab test. Pada setiap rumah sakit juga memberlakukan test swab baik itu
antigen maupun PCR, baik itu pasien sakit atau meninggal dikarenakan
untuk mencegah penyebaran dari virus Covid-19 tersebut (WHO, 2020).
1.2.2. Hubungan Swab Positif dengan Perburukan hingga Pasien
Meninggal
Covid-19 merupakan virus jenis baru yang ditularkan antara hewan
dan manusia. Coronavirus atau Covid-19 termasuk dalam genus
betacoronaviru yang menunjukkan adanya kemiripan dengan SARS. Faktor
virus dengan respon imun menentukan keparahan dari infeksi Covid-19 ini.
Efek sitopatik virus dan kemampuannya dalam mengalahkan respon imun
merupakan faktor keparahan infeksi virus. Sistem imun yang tidak adekuat
dalam merespon infeksi juga menentukan tingkat keparahan, di sisi lain
respon imun yang berlebihan juga ikut andil dalam kerusakan jaringan (Levani
et al., 2021).
1.2.3. Kenapa Keluarga Pasien Meminta untuk Otopsi
Tuan R merupakan warga negara asing yang sedang melakukan perjalanan
ke negara lain dan meninggal akibat jatuh saat melakukan kegiatan wisata.
Keluarga meminta untuk dilakukannya otopsi karena kematian Tuan R amat
sangat mendadak, sebelumnya tidak ada riwayat penyakit pada Tuan R.
Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab dan cara Tuan R meninggal
(Kastubi, 2017).

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi Otopsi
Otopsi adalah Otopsi, auto (=sendiri) dan opsis (=melihat), pemeriksaan
terhadap tubuh jenazah, pemeriksaan luar dan dalam, dengan tujuan menemukan
proses penyakit atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan
tersebut, serta menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat
antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian (Hatta,
2019).
Otopsi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan
menyeluruh pada tubuh orang yang telah meninggal. Prosedur ini biasanya
dilakukan untuk mengetahui penyebab dan cara orang tersebut meninggal
(Kastubi, 2017).
2.2.Jenis-Jenis dan Tujuan Otopsi
a. Autopsi Klinik
Jenis Autopsi ini dilakukan di rumah sakit dengan persetujuan keluarga
terdekat jenazah. Tujuanya tidak hanya untuk menemukan kelainan-kelainan,
penyebab kelainan, hubunganya dengan gejala-gejala klinik maupun sebab
kematian dari jenazah, tetapi juga untuk menentukan kebenaran- kebenaran
maupun kesalahan-kesalahan dokter dalam mendiagnosa penyakit maupun
dalam memberikan pengobatan. Jenis autopsi ini dilakukan oleh dokter ahli
ilmu urai dalam sakit (Patologi Anatomi) yang mempunyai keahlian khusus
untuk hal tersebut. Biasanya yang meminta jenis autopsi ini adalah pihak
keluarga dari jenazah untuk mengetahui sebab kematian dari jenazah
(Kastubi, 2017).
b. Autopsi Anatomis
Jenis autopsi ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa kedokteran untuk
mempelajari susunan alat-alat dan jaringan tubuh manusia dalam keadaan
sehat. Jenis autopsi ini dilakukan dalam bangsal anatomi di bawah
pengawasan dari dokter ahli anatomi (Kastubi, 2017).

6
c. Autopsi Kehakiman
Autopsi ini adalah autopsi atas permintaan dari pihak yang berwajib
(Kepolisian/Penyidik). Penyidik akan meminta dilakukanya autopsi dengan
terlebih dahulu memberikan suatu permintaan yang disebut surat permintaan
Visum et Repertum (V.e.R) atas jenazah. Kepentingan dilakukanya autopsi
kehakiman ini adalah (Kastubi, 2017):
1) Menentukan sebab kematian dari korban secara pasti. Hal ini dikarenakan
tanpa dilakukan autopsi kehakiman, maka sebab kematian pasti tidak
dapat ditentukan. Hasil pemeriksaan yang dilakukan kemudian dituangkan
dalam surat yang disebut Visum et Repertum (V.e.R) jenazah (Kastubi,
2017).
2) Membantu penyidik dalam mengungkap suatu perkara pidana, misalnya
pengakuan dari tersangka, korban dibunuh dengan senjata tajam,
sedangkan barang bukti yang disita dari pelaku adalah benda tumpul.
Sehingga dari hasil dilakukanya autopsi ini dapat diperkirakan senjata
mana yang dipakai oleh pelaku untuk menghabisi korbannya (Kastubi,
2017).
3) Membantu memperkirakan saat kematian dari korban. Pada korban
pembunuhan, perkiraan saat kematian adalah sangat penting karena
dipergunakan untuk mencocokkan dengan pengakuan tersangka (Kastubi,
2017).
2.3.Dasar Hukum Otopsi di Indonesia
Pelaksanaan autopsi forensik telah diatur dalam beberapa ketentuan
perundang-undangan. Dalam Pasal 133 KUHAP menentukan bahwa (Hatta,
2019):
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya;

7
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat;
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan
diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.
Pasal 133 menjadi dasar bagi penyidik utuk mendapatkan keterangan ahli dari
dokter untuk menangani perkara pidana yang berhubungan dengan tubuh korban
misalnya peristiwa kecelakaan lalu-lintas, tindak pidana penganiayaan dan
pembunuhan (Hatta, 2019).
Dalam Pasal 134 KUHAP menentukan bahwa (Hatta, 2019):
1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian autopsi
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban;
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya
pembedahan tersebut;
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu diketemukan, penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)
undang-undang ini.
Ketentuan di atas disebutkan bahwa untuk keperluan pembuktian, tindakkan
autopsi tidak mungkin dapat dihindari. Ketentun ini menunjukkan adanya urgensi
yang mendesak untuk melaksanakan tindakan autopsi terhadap mayat korban
yang diduga akibat daripada kejahatan (Hatta, 2019).
Setelah dilakukannya autopsi, dokter mempunyai kewajiban memberikan
keterangan sesuai dengan temuan pada si mayat di pengadilan. Pasal 179 KUHAP
menentukan bahwa (Hatta, 2019):

8
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan;
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan bidang
keahliannya.
Melakukan autopsi untuk kepentingan penegakkan hukum juga diatur dalam
Pasal 122 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan
ini mengatur tentang (Hatta, 2019):
1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan autopsi forensik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Autopsi forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
dokter ahli forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli
forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak
dimungkinkan;
3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab atas tersedianya
pelayanan autopsi forensik di wilayahnya;
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan autopsi forensik diatur
dengan peraturan menteri.
Undang-undang ini membolehkan dilakukannya tindakkan autopsi dengan
syarat-syarat tertentu, misalnya tindakan autopsi yang dikerjakan oleh dokter
harus sesuai dengan norma agama, kesusilaan, dan kode etik kedokteran Indonesia
(Hatta, 2019).
2.4.Prosedur Otopsi dan Kondisi yang Memperbolehkan
Prosedur Otopsi
Sebelum dilakukannya otopsi dilakukan persiapan terlebih dahilu, pada
persiapan, dilakukan pemeriksaan awal yaitu kelengkapan surat-surat yang
berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, identifikasi jenazah agar pasti
bahwa yang akan diotopsi benar-benar adalah jenazah yang dimaksudkan

9
dalam surat-surat yang bersangkutan, mengumpulkan keterangan keterangan
yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin,
memeriksa apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia (Rustyadi et al.,
2018).
Peralatan yang dibutuhkan dan dipersiapkan diantaranya adalah pisau dan
scalpel, gunting bengkok besar, gunting kecil, pinset bergigi, dua retraktor,
klem, probes dan sebuah forcep, talenan, gergaji, alat timbang besar , alat
timbang kecil, gelas ukur, botol kecil yang terisi formalin 10% atau alkohol
70-80%, botol yang lebih besar yang berisi bahan pengawet yang sesuai, alat
tulis/alat rekam, papan tulis kecil, kamera foto kertas atau formulir- formulir
isian/status, jarum jahit kulit serta benang kasar (Rustyadi et al., 2018).
Kamar operasi harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu ruangan dapat
mencakup agar dokter yang melakukan pemeriksaan jenazah dapat melakukan
tugasnya dengan tenang, terdapat penerangan yang cukup (Rustyadi et al.,
2018).
Kondisi yang Memperbolehkan dilakukannya Otopsi
 Kematian terkait masalah hukum.
 Kematian terjadi selama proses pengobatan eksperimental atau
penelitian.
 Kematian terjadi tiba-tiba selama prosedur medis seperti prosedur
pengobatan gigi, bedah, atau proses pengobatan.
 Kematian terjadi bukan akibat kondisi medis yang tidak diketahui.
 Kematian mendadak pada bayi.
 Kematian tidak wajar yang diduga akibat kekerasan, bunuh diri, atau
overdosis obat-obatan.
 Kematian akibat kecelakaan (Henderson, R 2014; Web MD 2015).
2.5.Deskripsi Luka dan Temuan di Skenario
Deskripsi luka adalah cara dalam membahasakan gambaran luka pada
tubuh manusia, baik hidup maupun mati. Deskripsi dituangkan dalam bagian
pemberitaan dan disusun menjadi kesimpulan pada visum et repertum (VeR).

10
Deskripsi luka hendaknya mengikuti urutan-urutan sebagai berikut (Afandi,
2017):
1) Regio
 Menunjukkan bagian tubuh mana yang terkena luka (dada,
leher,kepala).
 Lebih baik jika menggunakan bagian spesifik mana dari bagian
tubuh tersebut yang terdampak luka (misal : dada bagian atas, leher
sebelah kiri, lengan bagian dalam, tungkai bawah bagian luar).
2) Koordinat
 Menggunakan patokan titik-titik tertentu dari tubuh, diikuti ukuran
jarak. Disarankan seluruhnya menggunakan sentimeter (tidak boleh
menggunakan dua atau lebih satuan, seperti sentimeter dan milimeter
dalam satu dokumen VeR).
 Menentukan letak luka berdasar jarak berdasar sumbu x (horizontal)
dan y (vertikal).
 Untuk anggota gerak/ekstremitas, sumbu x digantikan dengan bagian
depan/belakang/luar/dalam. Contohnya: pada lengan atas bagian
luar, lima sentimeter dari bahu.
3) Jenis luka
 Tuliskan jenis luka yang ditemukan.
 Pada luka robek dan iris, jika ragu maka ditulis luka terbuka.
Penulisan ciri-ciri luka akan membantu menentukan jenis luka pada
kesimpulan.
4) Kondisi (warna, bentuk, dasar luka, kotor/bersih, arah)
 Warna : kemerahan, coklat, pucat,dll
 Bentuk : bulat, lonjong, tidak beraturan,dll.
 Dasar luka : kulit, jaringan bawah kulit, otot, atau tulang
 Kotor jika terdapat kontaminasi luka
 Bersih jika luka terlihat tidak terkontaminasi dan/atau rapi.
 Arah luka

11
5) Ukuran/Dimensi
 Dengan satuan yang konsisten, sebaiknya seluruh ukuran dengan
sentimeter.
 Panjang luka adalah jarak dua titik terpanjang pada tepi luka.
 Lebar luka adalah jarak dua titik yang kurang dari titik terpanjang
pada tepi luka.
 Untuk luka multipel/sekumpulan maka diambil jarak dua titik
terpanjang.
Deskripsi Luka pada skenario:
Terdapat 1 luka terbuka pada daerah anterior dari paha kanan, merupakan
luka terbuka dengan gambaran fraktur terbuka tulang femur pada tungkai kanan.
Batas atas luka berada 20 cm dari lipatan paha, batas bawah luka berada 10 cm di
atas lutut, batas kiri luka berada sekitar 13 cm dari linea sagital medial paha, batas
kanan luka berada sekita 13 cm dari linea sagital medial paha. Ukuran luka
dengan panjang 20 cm dan lebar 13 cm dan kedalaman 7 cm, warna luka
kemerahan, dengan dasar luka tulang femur, luka kotor (Afandi, 2017) (Kusuma &
Yudianto, 2010).

2.6.Prosedur Autopsi pada Jenazah Covid-19 dan Temuan Hasil Autopsi


Pemeriksaan post-mortem, bila terindikasi, pada jenazah terduga atau
kemungkinan terinfeksi COVID-19 harus dilakukan di rumah sakit di mana
jenazah itu berada. Untuk kasus-kasus yang meninggal di UGD atau bangsal,
dokter yang bertugas harus memohon persetujuan dari kerabat terdekat untuk
melakukan autopsi. Untuk kasus BID (B) dengan surat keterangan post-mortem
dari polisi, pemeriksaan harus dilakukan oleh ahli patologi forensik.
Staf harus mengenakan perlengkapan pelindung pribadi untuk post-mortem
yang sangat menular saat menangani jenazah. Pemeriksaan post-mortem harus
benar-benar dilakukan sesuatu dengan prosedur dan langkah-langkah pencegahan
mengenai penggunaan perlengkapan pelindung pribadi yang disarankan
(perlindungan primer) dan ruang autopsi yang memenuhi standar keamanan bio
level (BSL) 2 (perlindungan sekunder (anoname, 2020).

12
Tiga atau empat personil terlatih melakukan pemeriksaan post-mortem.
Personil-personil ini harus terdiri dari seorang ahli patologis
forensik/histopatologi, seorang petugas medis, seorang asisten forensik medis,
dan seorang petugas forensik. Tugas-tugas spesifik dan fungsi setiap anggota
tim harus didefinisikan dengan jelas, siapa yang menjadi pembedah/prosector,
siapa yang membantu pemeriksaan post-mortem, dan siapa yang mengambil
spesimen. Spesimen dari jalur pernafasan untuk COVID-19 uji PCR dan
spesimen darah untuk uji serologi harus diambil sesegera mungkin dan
dikirimkan ke Departemen Patologi (rujuk panduan COVID-19 untuk
Indonesia). Di saat melakukan pemeriksaan post-mortem, prosedur berikut
harus benar-benar ditaati (anoname, 2020):
1) Hanya satu orang yang melakukan pembedahan sepanjang pemeriksaan.
Pencegahan luka pada kulit: Termasuk jangan pernah menutup kembali,
membengkokkan dan memotong jarum dan memastikan wadah untuk alat-
alat tajam tersedia.
2) Kebersihan mutlak dijaga, menumpahkan cairan ke lantai dan mengotori
celemek dan semacamnya, harus dihindari. Bila sesuatu tertumpah ke
lantai, secepatnya dicuci dan dibersihkan dengan desinfektan atau 1:10
natrium hipoklorit.
3) Sangat penting untuk mentaati aturan dan teknik-teknik autopsi yang aman
secara ketat.
4) Spesimen harus dikumpulkan sesuai prosedur lokai annex 5b. Spesimen
yang sudah dikumpulkan harus ditata kelola sesuai prosedur lokal annex
5c.
5) Saat menjahit kembali jenazah, pastikan staf menggunakan pemegang
jarum. Setelah melakukan jahitan pada jenazah, pastikan staf
menggunakan pemegang jarum. Setelah tutup jahitan, jenazah dibersihkan
dengan air dan 0.5% natrium hipoklorit atau disinfectant yang
disarankan/sesuai.
6) Penanganan jenazah meliputi;
a. Lapis pertama: Jenazah dibungkus dengan kain katun linen putih.

13
b. Lapis kedua: Letakkan jenazah ke dalam kantung mayat (body bag).
c. Lapis ketiga: Letakkan jenazah ke dalam kantung mayat kedua, lalu
usap dengan larutan desinfektan/0.5% natrium hipoklorit.
7) Jenazah akan disemayamkan dalam kompartemen jenazah sebelum
pembuangan. Seluruh ruang otopsi harus dibersihkan dan dipel. Seluruh
sampah yang terinfeksi misalnya, pakaian jenazah yang terkontaminasi,
linen dan benda-benda yang dapat dibuang harus dimasukkan ke dalam
dua lapis kantong plastik kuning. Seluruh perangkat dicuci bersih dengan
cermat dan direndam dalam 0.5% natrium hipoklorit. Meja otopsi, meja
kerja, lantai, dan dinding harus dibersihkan dengan cermat dan
didesinfektan dengan larutan 0.5% natrium hipoklorit yang sama.
8) Personil otopsi harus menyemprotkan desinfektan pada tubuh mereka
sebelum melepaskan perlengkapan pelindung pribadi mereka. Semua
pakaian yang dapat dibuang, termasuk penutup kepala, pakaian penutup,
sarung tangan, dan celemek harus dimasukkan ke dalam dua lapis kantong
plastik kuning untuk dimusnahkan dengan incinerator. Respirator, blower
dan selang harus disemprot dan dilap dengan desinfektan setelah
dilepaskan dan dijemur hingga kering di penyimpanan atau di ruang ganti.
Pada temuan hasil otopsi jenazah yang terkena covid -19 menurut para ahli
menyebutkan bahwa dilakukannya swab post mortem dan didapatkan hasil
swab positif. Dilakukannya biopsi pada bagian tubuh pasien dan didapatkan
adanya trombosis yaitu penggumpalan di multipel organ (kususnya jantung
dan paru paru), hipertropi (DAD) pada bagian jantung dan paru paru, serta
fibrosis pada jantung (Hooper et al., 2021).

14
2.7.Penanganan Jenazah WNA dengan Covid-19
Dalam melakukan penatalaksanaan terhadap Jenazah pasien COVID-19
perlu dipastikan bahwa petugas kesehatan, kamar jenazah dan tim pemakaman
harus menerapkan standar kewaspadaan (Haharap, 2020).
a. Pengurusan jenazah
 Pengurusan jenazah pasien COVID-19 dilakukan oleh petugas kesehatan
pihak Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
(Haharap, 2020).
 Jenazah dimandikan oleh petugas kesehatan dengan menggunakan APD
agar tidak tertular virus dari jenazah. Jenazah boleh dimandikan dengan
menuangkan air ke badan jenazah saja tanpa digosok. Bila tidak bisa
dilakukan, maka boleh tidak dimandikan dan diganti dengan
ditayamumkan. Dalam kondisi darurat,jenazah boleh tanpa dimandikan
atau ditayamumkan (Haharap, 2020).
 Jenazah pasien COVID-19 ditutup dengan kantong jenazah yang tidak
mudah tembus dan tidak ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari
bagian luar kantong jenazah.
 Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi, kecuali untuk
autopsi dan hanya dapat dilakukan oleh petugas dengan APD lengkap.
 Keluarga pasien diizinkan untuk melihat jenazah dengan menggunakan
APD sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah.
 Petugas harus memberikan penjelasan kepada pihak keluarga terkait
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular.
 Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
b. Shalat jenazah
 Shalat jenazah dilakukan di Rumah Sakit Rujukan atau di masjid yang
sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan
melakukan desinfektasi setelah shalat jenazah.
 Shalat jenazah dilakukan segera mungkin yaitu tidak lebih dari 4 jam,
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

15
 Shalat jenazah dapat dilakukan sekalipun oleh satu orang
c. Penguburan jenazah
 Lokasi penguburan jenazah harus berjarak setidaknya 50 meter dari
sumber air tanah yang digunakan untuk minum dan berjarak setidaknya
500 meter dari permukiman terdekat.
 Kedalaman penguburan jenazah yaitu 1,5 meter, lalu ditutup dengan
tanah setinggi 1 meter.
 Pihak keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah setelah semua
prosedur jenazah dilaksanakan dengan baik.
Protokol pemulangan jenazah WNA positif Covid-19 :
1) Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam regulasi kekarantinaan
kesehatan di Indonesia, jenazah WNA yang meninggal disebabkan
oleh penyakit karantina/penyakit yang ditetapkan sebagai PHEIC,
tidak dapat dipulangkan ke negara asalnya.
2) Pemulasaran jenazah dilakukan di Rumah Sakit rujukan yang merawat
sesuai Protap dan di masukan ke dalam peti mati yang sudak
diperkenankan untuk dibuka lagi (Kementian Luar Negeri Republik
Indonesia, 2020).
2.8.Prosedur Asuransi WNA di Indonesia
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk (Ririn Arifah, 2014):
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana (Ririn Arifah, 2014).

16
Setiap perusahaan asuransi mempunyai cara klaim yang berbeda dan juga
disesuaikan berdasarkan jenis proteksinya. Di dalam asuransi jiwa, klaim asuransi
meninggal dunia diberikan dalam bentuk santunan tunai. Ini artinya, jika terjadi
risiko meninggal dunia, maka akan diberikan santunan sesuai dengan perjanjian
polis via transfer bank. Berikut langkah-langkah pengajuan klaim asuransi jiwa
yang bisa diikuti (Mentri Kesehatan Republik Indonesia, 2019):
1. Pertama laporkan kepada penyedia atau tenaga pemasar asuransi bahwa
tertanggung meninggal dunia. Ingat pada asuransi jiwa batas waktu
pengajuan klaim ialah 30 hari hingga 60 hari setelah hari kematian
tertanggung, tapi hal ini tergantung sama ketentuan yang ada di polis ya
2. Kemudian jangan lupa mengisi serta mengirimkan dokumen-dokumen
terkait yang diperlukan yaitu:
a. Polis Asli
b. Formulir Klaim Meninggal Dunia Diisi Oleh Penerima Manfaat
c. Formulir Klaim Meninggal Dunia Diisi Oleh Dokter
d. Formulir Surat Kuasa Pemaparan Isi Rekam Medik - diisi dan tanda
tangan di atas materai oleh Ahli Waris
e. Surat Keterangan Meninggal dari Instansi Pemerintahan yang
berwenang (Kutipan Akte Kematian) yang dilegalisir
f. Bila Meninggal karena kecelakaan, lampirkan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dari Kepolisian
g. Bila meninggal di rumah tanpa perawatan Dokter, buat kronologis
kematian dan di tandatangani oleh Ahli Waris
h. Copy hasil pemeriksaan medis yang telah dilakukan Tertanggung
i. Formulir Pemberitahuan No. Rekening dan Fotocopy Buku Rekening
j. Fotocopy Identitas diri Tertanggung
k. Fotocopy Identitas diri Ahli waris
l. Fotocopy Kartu Keluarga
m. Dokumen lain bila diperlukan
n. Informasi mengenai dokumen yang diperlukan juga tersedia di website
perusahaan asuransi Anda, sehingga mudah untuk diakses.

17
3. Setelah menerima berkas, perusahaan asuransi akan memverifikasi
kebenaran data dan mencocokkannya dengan ketentuan polis. Untuk hal ini
biasanya waktu yang diperlukan adalah 14 hari kerja terhitung dari tanggal
berkas diterima dengan lengkap. Tapi kembali lagi, ini semua tergantung
dari masing-masing perusahaan asuransi jiwa.
Jika dokumen sudah sesuai ketentuan, maka selanjutnya pihak asuransi akan
mencairkan uang pertanggungan ke rekening ahli waris (Mentri Kesehatan
Republik Indonesia, 2019).

18
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kematian Turis pada skenario dapat disebabkan oleh kondisi luka yang
mengakibatkan perdarahan serta infeksi simultan dari COVID-19 yang
mengakibatkan ARDS. Proses medikolegal yang dapat dijalankan berupa
mengindentifikasi jenazah serta melakukan permintaan visum kemudian
melakukan pemeriksaan yang sesuai (pemeriksaan luar dan/atau autopsi),
membuat surat keterangan kematian dan menyusun visum et repertum agar dapat
melakukan prosedur asuransi dan sebagai keterangan tertulis yang dibuat dokter
atas permintaan tertulis (resmi) penyidik.
Jenazah Turis dengan hasil pemeriksaan swab post mortem positif
COVID-19 tidak dapat di pulangkan ke negara asalnya sesuai dengan Protokol
Pemulangan Jenazah WNA Positif COVID-19. Jenazah dengan positif COVID-19
harus segera dimakamkan tidak kurang dari 24 jam dan proses pemakaman
dilakukan oleh tenaga medis dengan protokol kesehatan yang sesuai.

19
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, D. (2017). Tata Laksana dan Teknik Pembuatan Visum et Repertum. In


University of Riau Press (Vol. 2).
anoname. (2020). Panduan Penanganan Jenazah Terduga / Kemungkinan /
Terkonfirmasi COVID-19. 2020.
https://kawalcovid19.id/content/715/panduan-penanganan-jenazah-terduga-
kemungkinan-terkonfirmasi-covid-19
Haharap, I. L. (2020). Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Pada Jenazah Pasien
Covid-19. Jurnal Kedokteran, 9(3), 215–219.
Hatta, M. (2019). Bedah mayat (autopsi) ditinjau dari perspekif hukum positif
Indonesia dan hukum Islam. Ijtihad : Jurnal Wacana Hukum Islam Dan
Kemanusiaan, 19(1), 27–52. https://doi.org/10.18326/ijtihad.v1i1.27-52
Henderson, R. 2014. Autopsy. Net Doctor
Hooper, J. E., Padera, R. F., Dolhnikoff, M., Ferraz da Silva, L. F., Duarte-Neto,
A. N., Kapp, M. E., Matthew Lacy, J., Mauad, T., Saldiva, P. H. N.,
Rapkiewicz, A. V., Wolf, D. A., Felix, J. C., Benson, P., Shanes, E.,
Gawelek, K. L., Marshall, D. A., McDonald, M. M., Muller, W., Priemer, D.
S., … Williamson, A. K. (2021). A postmortem portrait of the coronavirus
disease 2019 (COVID-19) pandemic: A large multi-institutional autopsy
survey study. Archives of Pathology and Laboratory Medicine, 145(5), 529–
535. https://doi.org/10.5858/arpa.2020-0786-SA
Kastubi. (2017). Fungsi Bedah Mayat Forensik (Autopsi) Untuk Mencari
Kebenaran Materiil Dalam Suatu Tindak Pidana. 14(1), 44–70.
Kementian Luar Negeri Republik Indonesia. (2020). Protokol Evakuasi WNA
yang Sakit atau Meninggal dari Indonesia.pdf.
Kusuma, S. E., & Yudianto, A. (2010). Deskripsi luka. Ilmu Kedokteran Forensik
Dan Medikolegal, 425–427.
Levani, Prastya, & Mawaddatunnadila. (2021). Coronavirus Disease 2019
(COVID-19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, 17(1), 44–57.

20
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/6340
Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Petunjuk Teknis Klaim
Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019
(Covid-19). 4(3), 1–21.
Ririn Arifah. (2014). Perasuransian. 634.
https://hsgm.saglik.gov.tr/depo/birimler/saglikli-beslenme-hareketli-hayat-
db/Yayinlar/kitaplar/diger-kitaplar/TBSA-Beslenme-Yayini.pdf
Rustyadi, D., Suartha, I. D. M., & Keneng, I. K. (2018). Implementasi Otopsi
Forensik di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.
Web MD. 2015. Autopsy Post Mortem Examination, Necropsy. Stoppler, M.
Medicine Net.
WHO. (2020). Tes Diagnostik untuk SARS-CoV-2: Panduan interim. World
Health Organization, September, 1–19.

21

Anda mungkin juga menyukai