Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM 1

BLOK MEDIKOLEGAL
“TURIS POSITIF COVID-19 KECELAKAAN JATUH DARI GUNUNG”

DISUSUN OLEH :
Luh Made Sari Diantari (018.06.0076)

Kelompok 8
Tutor : dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-
AZHARMATARAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang penulis miliki, penyusunan makalah
SGD (Small Group Discussion) LBM 1 yang berjudul “Turis Positif Covid-19
Kecelakaan Jatuh Dari Gunung” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD yang meliputi seven jumps step
yang dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan
lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked sebagai dosen fasilitator kelompok
SGD 8 yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam
pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi penulis
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas dalam
penyusunan makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 11 November 2021

Penulis

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ ii


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Permasalahan Skenario LBM 1 1
1.2. Pembahasan Permasalahan pada Skenario 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Triase, Prinsip, dan Langkah triase 4
2.2. Triase Bencana dan Triase Hospital ........................... 6
2.3. Klasifikasi Triase Pasien pada Skenario….......................................12
2.4. Tatalaksana Awal Pasien di Skenario… ............ 13

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA 15

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ iii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 1


Tuan R merupakan seorang turis jerman yang datang berwisata ke
Lombok khusus untuk mendaki gunung rinjani. Tuan R lebih menyukai
mendaki gunung seorang diri tapa bantuan guide atau porter, karena merasa
sudah sangat berpengalaman dalam pendakian dan lebih suka melewati jalur
yang cukup sulit. Pada sat pendakian sebelum mencapai pos 3, Tuan R tiba-
tiba terjatuh dari bukit dan mengalami patah tulang paha kanan, untungnya
ada pendaki yang melihat kejadian tersebut kemudian membawa Tuan R ke
rumah sakit provinsi NTB. Pada saat di rawat, kondisinya semakin memburuk
kemudian - meninggal dunia dan hasil swab post mortem (PM) positif Covid-
19. Selama di Rumah Sakit semua pembiayaan ditanggung oleh asuransi
pasien. Keluarga Tuan R yang dihubungi oleh pihak Rumah Sakit, meminta
agar dilakukan otopsi pada jenazah Tuan R dan jenazah dikirimkan kembali ke
negara asalnya, karena akan dimakamkan di samping makam orang tuanya.
Berikut adalah gambar patah tulang paha kanan pada pasien

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 1


1.2 Deskripsi Masalah
1.2.1 Deskripsi Masalah Berdasarkan Skenario
Berdasarkan skenario yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa
masalah yang akan dibahas. Permasalahan tersebut diantaranya adalah alasan
dilakukannya swab post mortem, hubungan swab positif dengan perburukan
hingga pasien meninggal, dan alasan keluarga pasien meminta otopsi.

Swab post-mortem merupakan pemeriksaan swab yang dilakukan kepada


seseorang yang telah meninggal. Pada masa pandemi COVID-19 seperti saat ini,
penting untuk dilakukan swab post-mortem kepada jenazah yang suspek atau
probable yang meninggal dan belum terdapat pemeriksaan COVID-19 dan juga
kepada jenazah lain yang dicurigai suspect COVID-19. Swab post-mortem ini
dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya transmisi atau penularan penyakit
dari jenazah ke petugas pemulasaran, mencegah terjadinya penularan penyakit
dari jenazah ke individu, keluarga, lingkungan, dan masyarakat. Pelaksanaan swab
post mortem ini juga merupakan panduan untuk petugas dalam melakukan
penanganan pemulasaran jenazah yang meninggal di rumah sakit dan lingkungan
masyarakat (RSUD Sukoharjo, 2020).

Seseorang yang terinfeksi COVID-19 dapat mengalami perburukan jika


terdapat faktor-faktor pemicu yang berkaitan. Beberapa faktor risiko yang
meningkatkan mortalitas pasien positif COVID-19 adalah pasien dengan jenis
kelamin laki-laki, usia diatas 60 tahun, memiliki penyakit komorbid seperti
hipertensi dan gangguan ginjal kronis (Drew & Adisasmita, 2021). Pada skenario,
usia maupun komorbid tuan R tidak dijelaskan. Sehingga penyebab kondisi tuan R
memburuk dapat diduga karena adanya gagal nafas. Selain karena tuan R sudah
terinfeksi COVID-19 yang merupakan penyakit saluran pernapasan, gangguan
pernapasa dapat diperberat oleh keadaan tekanan oksigen yang berbeda di
pegunungan. Selain itu, skenario juga menjelaskan bahwa tuan R mengalami
patah tulang terbuka di regio paha kanan atas yang merupakan tempat pembuluh
darah besar. Sehingga, cedera yang terjadi pada bagian tersebut dapat
menyebabkan

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 2


kehilangan banyak darah sehingga terjadi gangguan perfusi dan mengakibatkan
kondisi tuan R semakin memburuk sampai mengalami kematian.

Pada saat terjadinya peristiwa di skenario, tuan R hanya seorang diri dan
ditemukan sudah dalam keadaan patah tulang oleh pendaki lain. Sampai di rumah
sakit, tuan R mengalami perburukan dan kemudian dinyatakan sudah meninggal.
Keluarga pasien meminta untuk dilakukan otopsi terhadap tuan R karena
penyebab pasti atau penyebab dasar kematian tuan R ini belum diketahui dengan
pasti. Otopsi dilakukan dengan tujuan dapat mengetahui mekanisme kematian,
dan cara kematian, serta menemukan tanda-tanda penyakit atau luka-luka yang
berkaitan dengan penyebab kematian. Jika dalam otopsi ternyata ditemukan luka-
luka yang diperkirakan sebagai penyebab kematian maka kematian tersebut
kemungkinan merupakan suatu kematian yang tidak wajar sehingga diperlukan
koordinasi dengan penyidik. Apabila diperlukan dapat pula dilakukan pemeriksan
otopsi forensic untuk tujuan memperoleh keadilan dari luka-luka yang dialami
oleh korban atau jenazah sitasiii

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 3


BAB II
PEMBAHASA
N

2.1. Definisi, jenis, dan tujuan otopsi


Autopsi berasal dari bahasa latin autopsia yang artinya pembedahan mayat.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah autopsy yang berarti pemeriksaan
terhadap jasad orang yang telah mati untuk mencari penyebab kematian. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia, autopsy diartikan sebagai pemeriksaan tubuh manusia yang
tidak bernyawa melalui pembedahan untuk mengetahui penyebab kematiannya.
Kemudian, menurut terminologi ilmu kedokteran, autopsi ialah suatu penyelidikan
atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunannya
pada bagian dalam setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan
mengetahui penyebab kematian seseorang, baik untuk keperluan ilmu kedokteran
maupun keperluan penegak hukum sebagai pengungkap misteri suatu tindak pidana
(Hatta dkk, 2019).
Autopsy terdiri dari tiga jenis berdasarkan tujuan dilakukannya otopsi, berikut
penjelasannya :
a. Auotopsi anatomi
Autopsi anatomi merupakan autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa dibawah
bimbingan langsung pakar dokter anatomi di laboratorium fakultas kedokteran
dengan tujuan untuk mengetahui berbagai jaringan dan susunan tubuh manusia.
Awalnya, tubuh manusia yang digunakan untuk melakukan autopsi adalah jasad yang
tidak bernyawa yang berasal dari korban kecelakaan dan jasad dari koban kejahatan.
Untuk mendukung proses pembelajaran dibidang ilmu anatomi, fakultas kedokteran
di Indonesia banyak menggunakan jasad yang sudah diawetkan. Dalam hal ini yang
digunakan adalah jasad yang tidak diketahui ahli warisnya atau seseorang yang sejak
semula telah memberikan persetujuan supaya kelak ketika ia meninggal dunia maka
tubuhnya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu kesehatan dengan
membuat surat persetujuan secara tertulis. Autopsi anatomi dapat dilakukan di rumah
sakit pendidikan, dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahliannya dan mayat harus
diawetkan terlebih dahulu (Hatta dkk, 2019).

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 4


b. Autopsy klinik
Autopsi klinis merupakan auopsi yang dilakukan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan pelayanan kesehatan. Tujuan autopsi klinis adalah untuk
melakukan diagnosis sehingga dapat menyimpulkan penyebab kematian seseorang.
Autopsi klinis dikerjakan terhadap pasien yang sudah meninggal dunia setelah
dirawat di suatu Rumah Sakit atau pusat-pusat kesehatan lainnya. Tujuan melakukan
autopsi klinis adalah:
1. Untuk menemukan kerusakan atau proses patologis yang terjadi pada tubuh pasien
2. Untuk menemukan penyebab kematian seseorang
3. Untuk menemukan kesesuaian antara diagnosa klinis dengan hasil pemeriksaan
post-mortem
4. Untuk menentukan obat-obat yang dimasukkan kedalam ubuh pasien
5. Untuk melihat penyakit yang ada dalam tubuh korban
6. Untuk menemukan obat atau terapi bagi menyembuhkan penyakit yang serupa
7. Untuk mengetahui kelainan pada organ dan jaringan tubuh akibat dari suatu
penyakit (Hatta dkk, 2019).
Dalam proses autopsi klinis, dilakukan pula pemeriksaan secara lengkap seperti
pemeriksaan bakteriologi, histopatologi, serologi, mikrobiologi, toksikologi, dan
pemeriksaan lainnya (Hatta dkk, 2019).

c. Autopsy forensik
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman merupakan autopsy yang
hanya dapat dilakukan apabila ada perintah dari pihak penyidik yang sedang
menangani suatu perkara pidana yang berhubungan dengan kematian
seseorang. Autopsi forensik ini dapat dikerjakan terhadap koban yang
meninggal secara tidak wajar seperti korban pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan, keracunan atau seseorang yang meninggal dunia secara tiba-tiba.
Autopsi tersebut paling sering dilaksanakan untuk kepentingan penegakkan
hukum atau pembuktian di pengadilan Melalui pemeriksaan dan hasil autopsi
forensik, diharapkan penegak hukum mendapatkan bukti atau jawaban
terhadap perkara yang sedang ditanganinya. Tujuan pembuktian melalui
autopsi forensik untuk menemukan “kebenaran materiil” sehingga dapat

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 5


mewujudkan kebenaran dan keadailan bagi para pihak yang berperkara (Hatta
dkk, 2019).

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 6


2.2.Prosedur Medicolegal Otopsi dan Kondisi yang Memperbolehkan
Dilakukan Otopsi
2.2.1 Prosedur medikolegal otopsi

Gambar 1. Algoritme medicolegal otopsi


Cara kematian terdiri dari dua jenis, yaitu kematian wajar dan tidak wajar.
Kematian wajar disebabkan oleh penyakit atau usia tua > 80 tahun sedangkan
kematian tidak wajar disebabkan berbagai jenis kekerasan seperti pembunuhan,
bunuh diri, dan kecelakaan kerja serta kecelakaan lalu lintas, kematian akibat
tindakan medis, tenggelam, intoksikasi, dan kematian yang tidak jelas
penyebabnya. Surat keterangan penyebab kematian yang diterbitkan dokter dapat
digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk memperkirakan cara kematian
korban. Sebelum dilakukan pemeriksaan luar jenazah, otopsi verbal dapat
dilakukan terlebih dahulu dengan cara untuk melakukan wawancara berupa
heteroanamnesis terhadap pihak yang mengetahui riwayat Kesehatan
almarhumah sehari-

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 7


hari,meliputi. Pertanyaan yang diberikan sesuai dengan susunan pertanyaan pasa
sacred seven dan fundamental four. Selain itu, ringkasan rekam medis, hasil
pemeriksaan laboratorium dan radiologi serta hal- hal lain yang dapat membantu
penegakkan diagnosis penyebab kematian perlu dimintakan kepada keluarga
almarhum/ah.
Sebelum melakukan pemeriksaan luar jenazah, pengambilan sampel, dan
foto, penjelasan mengenai prosedur, tujuan, dan manfaat tindakan-tindakan
tersebut harus dijelaskan kepada keluarga terdekat almarhum/ah. Ppenyampaian
ucapan duka cita secara empatik juga perlu dilakukan mengingat bahwa keluarga
tersebut sedang berduka. Apabila keluarga terdekat tidak memiliki kapasitas untuk
menerima penjelasan, informasi dapat diberikan kepada pihak lain yang
bertanggung jawab. Apabila terdapat penolakan, pihak penyidik wajib
menjelaskan akibat-akibat hukum seperti yang tercantum pada surat pernyataan
penolakan yang harus ditanggung oleh pihak yang menandatangani surat
pernyataan penolakan tersebut. Selain memberikan penjelasan tersebut, penyidik
juga meminta fotokopi identitas almarhum/ah, fotokopi identitas pihak yang
menandatangani pernyataan beserta nomor kontaknya, fotokopi identitas saksi,
serta fotokopi hubungan kekerabatan seperti kartu keluarga, akta nikah, akta lahir
dan hal lainnya.

Sebelum pemeriksaan luar dilakukan dilakukan persiapan sebagai berikut:


a. Periksa apakah terdapat Surat Permintaan Visum (SPV) dari kepolisian.
Bila ada, periksa keabsahan SPV dan pemeriksaan yang diminta
b. Lakukan otopsi verbal pada keluarga atau pihak yang mengantar.
c. Lakukan informed consent pada keluarga bila ada keluarga.
d. Siapkan label pemeriksaan berisi skala pengukuran, nomer register
jenazah dan tanggal pemeriksaan, kamera, dan senter.
e. Siapkan laporan obduksi, alat tulis, papan alas untuk menulis, 2 buah
spuit 10 cc, plastik bening, dan stiker label.
f. Cuci tangan dan siapkan alat pelindung diri, minimal
menggunakan handschoen, apron, dan masker.
g. Siapkan meteran, spons, air untuk membersihkan, serta pinset bila diperlukan

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 8


h. Foto secara keseluruhan kondisi jenazah saat baru diterima.
i. Dicatat dalam laporan obduksi.

Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan menyeluruh pada tubuh


dengan cermat meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, teraba serta benda-
benda yang menyertai jenazah. Tujuan pemeriksaan luar jenazah adalah untuk
memastikan kematian, memperkirakan waktu kematian, mekanisme kematian, dan
cara kematian, identifikasi, serta menemukan tanda-tanda penyakit atau luka-luka
yang berkaitan dengan penyebab kematian sebagai dasar penerbitan surat
keterangan kematian. Bila ditemukan luka-luka yang diperkirakan sebagai
penyebab kematian maka kematian ini sangat mungkin sebagai suatu kematian
yang tidak wajar sehingga diperlukan koordinasi dengan penyidik, dan apabila
diperlukan dilakukan pemeriksan otopsi forensik.
Pemeriksaan luar jenazah terdiri dari tiga kelompok besar pemeriksaan,
yaitu pemeriksaan identifikasi, pemeriksaan perubahan-perubahan setelah
kematian (tanatologi) serta pemeriksaan tanda-tandak ekerasan. Berikut
penjelasannya :
1. Identifikasi
Pemeriksaan identifikasi bertujuan untuk mengumpulkan data-data identifikasi
postmortem yang akan dicocokan dengan data antemortem. Untuk jenazah yang
tidak diketahui identitasnya, pemeriksaan identifikasi merupakan pemeriksaan
yang utama, karena penyidik tidak dapat memulai melakukan penyidikan bila
korban tidak diketahui identitasnya. Untuk jenazah yang dikenal, pemeriksaan
identifikasi merupakan konfirmasi atas data antemortem. Berdasarkan panduan
INTERPOL dengan menggunakan standar Disaster Victim Identification, pada
pemeriksaan luar jenazah dikumpulkan identifier sekunder berupa medical
identifier dan proprty yang terdiri dari:
a. Label jenazah dari kepolisian
b. Pembungkus/penutup jenazah
c. Pakaian
d. Perhiasan

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │ 9


e. Benda di samping jenazah
f. Identifikasi umum seperti panjang badan, BB, warna kulit, warna dan mode
rambut, bentuk telinga dll
g. Identiikasi khusus seperti adanya tato atau tahi lalat
h. Semua property jenazah seperti pembungkus, pakaian, dan benda di
samping jenazah
i. Semua property seperti perhiasan, pembungkus, dan pakaian diacatat ulang di
buku serang terima barang bukti

2. Pemeriksaan tanatologi
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan setelah
kematian. Pemanfaatan ilmu ini selain untuk mengetahui kepastian kematian juga
dapat digunakan untuk memperkirakan waktu kematian. Pencatatan waktu
pemeriksaan menjadi hal yang sangat penting dalam memperkirakan waktu
kematian. Hal-hal yang berkaitan dengan tanatologi yaitu seperti lebam mayat,
kaku mayat, pembusukan, dan perubahan bola mata.

3. Pemeriksaan fisik secara umum


Setelah dilakukan pemeriksaan identifikasi dan pemeriksaan tanatologi,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik secara umum berupa pemeriksaan dari
kepala sampai kaki untuk mengetahui perubahan-perubahan atau tanda apa saja
yang dapat ditemukan.

2.2.2 Kondisi yang memperbolehkan dilakukan otopsi


Sebelumnya telah dibahas mengenai cara kematian yang terdiri dari
kematian secara wajar dan tidak wajar. Kondisi yang memperbolehkan
dilakukannya otopsi atau wajib untuk dilakukan otopsi ketika terdapat suatu
kematian yang tidak wajar seperti pembunuhan, kecelakaan, bunuh diri, atau
kekerasan. Di Indonesia, terjadinya kematian menyebabkan timbulnya
rangkaian pengurusan terhadap jenazah oleh penyidik dan atau penyelidik
terkait untuk membantu mencari penyebab kematian. Dalam hal ini, pihak

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


berwenang terkait dapat meminta bantuan oleh ahli yang dalam hal ini salah
satunya merupakan dokter forensik untuk melakukan pemeriksaan pada
jenazah. Baik hanya pemeriksaan fisik (luar) maupun hingga pembedahan atau
otopsi sebagaimana yang dituliskan pada pasal 133 ayat (1) dan (2) KUHAP.
Salah satu contoh ketika otopsi harus dilakukan yakni pada kasus
pembunuhan. Pada kasus tersebut, pemeriksaan dilakukan unuk mencari metode
pembunuhan dengan melihat adanya tanda-tanda luka fisik; baik yang
disebabkan oleh senjata api, senjata tajam, bekas jeratan, adanya jejak racun
maupun zat kimia, maupun memar akibat hantaman oleh benda tumpul

Dilaksanakannya tindakan otopsi medikolegal apabila dalam suatu kasus


terdapat kematian yang tergolong;
1. Akibat dari suatu tindak kekerasan;
2. Mendadak atau tidak terprediksi;
3. Memicu kecurigaan publik;
4. Kondisi tubuh yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan hanya pemeriksaan fisik;
5. Jenazah yang akan dikremasi;
6. Merupakan ancaman kesehatan masyarakat.
Otopsi dilakukan apabila dalam kasus kematian yang dianggap tidak wajar
dan bersifat mendadak tersebut penyebabnya masih dirasa ganjil sehingga pihak
berwenang merasa diperlukanadanya pemeriksaan lebih lanjut. Adapun
sebelum dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap jenazah, penyidik
diwajibkan untuk menjelaskan kepadapihak keluarga perihal maksud dan tujuan
diadakannya pemeriksaan bedah jenazah sebagaimana yang tertulis dalam
pasal 134 KUHAP (Laksmi dkk, 2020).

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


2.3. Deskripsi Gambar di Skenario
Luka-luka yang ditemukan harus dideskripsikan dengan jelas, lengkap,
dan baik untuk mengetahui jenis kekerasan yang telah dialami oleh korban.
Jika perlu, dimasukkan dalam berkas rekam medis. Deskripsikan luka secara
sistematis dengan urutan sebagai berikut :
Regio – koordinat – jenis luka – bentuk luka – tepi luka – dasar luka –
keadaan sekitar luka – ukuran luka – jembatan jaringan – benda asing dan lain
sebagainya (Afandi, 2017).
Sehingga, berdasarkan gambar pada skenrio, deskripsi luka yang dapat
dijabarkan adalah sebagai berikut :
Luka berada di regio paha kanan bagian depan – koordinat y sekitar 10 cm
di atas lutu – berupa patah tulang terbuka – tepi luka tidak rata – dasar luka
tidak beraturan dan terlihat tulang yang patah ke arah luar – ukuran luka
seperti panjang, lebar, dan kedalaman tidak dijelaskan pada skenario – tidak
ada jembatan jaringan – tidak ada benda asing

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


2.4. Prosedur Otopsi COVID-19 dan Temuan Hasil Otopsi
Prosedur otopsi pada masa pandemic COVID-19 untuk pasien
terkonfirmasi COVID-19 tidak jauh berbeda dengan prosedur otopsi pada
umumnya. Hanya saja, pada masa pandemic ini keamanan harus lebih
ditingkatkan supaya pemeriksa tidak tertular penyakit yang dialami oleh
korban atau jenazah (Haharap, 2020).
Prosedur keselamatan untuk pasien COVID-19 yang meninggal harus
dengan prosedur yang digunakan untuk otopsi orang yang meninggal karena
penyakit pernapasan akut. Jika seseorang meninggal selama periode infeksi
COVID-19, paru-paru dan organ lain mungkin masih mengandung virus
hidup, dan perlindungan pernapasan tambahan diperlukan selama prosedur
yang menghasilkan aerosol (misalnya prosedur yang menghasilkan aerosol
partikel kecil, seperti penggunaan gergaji listrik atau pencucian usus). Jika
tubuh yang dicurigai atau dikonfirmasi COVID-19 dipilih untuk diotopsi,
fasilitas perawatan kesehatan harus memastikan bahwa langkah-langkah
keamanan tersedia untuk melindungi selama melakukan otopsi (Haharap,
2020).
 Otopsi dilakukan di ruangan dengan setidaknya ventilasi alami dengan
aliran udara minimal 160L/dtk/pasien atau ruang tekanan negatif
dengan setidaknya 12 pergantian udara per jam dan arah aliran udara
terkontrol saat menggunakan ventilasi mekanis.
 APD yang sesuai harus tersedia, termasuk baju scrub, gaun lengan
panjang pelindung tahan cairan, sarung tangan (baik dua pasang atau
satu pasang sarung tangan otopsi), dan pelindung wajah atau kacamata,
dan sepatu bot.
 Respirator partikulat (masker N95 atau FFP2 atau FFP3 atau yang
setara) harus digunakan dalam kasus prosedur yang menimbulkan
aerosol (Haharap, 2020).

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


Selain itu, pembersihan dan pengendalian kamar jenazah juga harus
diperhatikan, berikut penjelasannya :
1. Kamar jenazah harus selalu bersih, memiliki ventilasi yang baik, dan
pencahayaan yang memadai. Permukaan dan instrumen harus terbuat dari
bahan yang dapat dengan mudah didesinfeksi dan dipelihara di antara
otopsi
2. Semua peralatan yang digunakan selama otopsi harus dibersihkan dan
didesinfeksi segera setelah otopsi
3. Permukaan tempat jenazah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan
sabun dan air, atau larutan deterjen yang dibuat secara komersial;
4. Setelah dibersihkan, disinfektan dengan konsentrasi minimal 0,1% (1000
ppm) natrium hipoklorit (pemutih), atau etanol 70% yang ditempatkan di
permukaan selama minimal 1 menit
5. Pemeriksa harus menggunakan APD yang sesuai, termasuk pelindung
pernapasan dan mata, saat menyiapkan dan menggunakan larutan
desinfektan
6. Barang yang diklasifikasikan sebagai limbah klinis harus ditangani dan
dibuang dengan benar (Haharap, 2020).
2.5. Dasar Hukum Yang Mengatur Otopsi di Indonesia
Dasar hukum yang mengatur Tindakan otopsi di Indonesia yaitu Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana KUHAP yang mengatur pelaksanaan
permintaan. Berikut penjelasannya :

a. Pasal 133 KUHAP


1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat
diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat (Herena Tarigan, 2020).

b. Pasal 134 KUHAP


1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
133 ayat
(3) undang-undang ini (Herena Tarigan, 2020).

c. Pasal 120 KUHAP


1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang
ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
2. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka
penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya
yang sebaikbaiknya kecuali bila disebabkan karena harkat dan
martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan
rahasia dan menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Setiap orang yang diminta pendapatnya untuk memberikan
keterangannya secara lisan di persidangan, berdasarkan fungsi dan
tugas serta kewenangan

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


yang dimiliki masing-masing ahli itu, disebabkan alasan karena
keahliannya itu, dapat meliputi:
a. Ahli kedokteran forensic (pengertian khusus) atau
b. Dokter, bukan ahli kedokteran forensic
c. Ahli lainnya (pengertian umum) yaitu keterangan yang diberikan
setiap orang yang memenuhi syarat-syarat atau kriteria pasal 1
butir 28 KUHP
d. Saksi ahli (getuige diskundige) (Herena Tarigan, 2020)

d. Pasal 179 KUHAP:


1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi
mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan
bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan
keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya. Setiap saksi atau ahli yang
dipanggil secara sah untuk menghadap ke persidangan, maka ia
wajib untuk hadir. Saksi yang tidak hadir meskipun telah dipanggil
dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan
untuk menyangka, bahwa saksi itu tidak mau hadir, maka hakim
ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut
dihadapkan ke persidangan dengan sebuah penetapan dan berlaku
pula bagi orang ahli. Keterangan ahli itu harus dinyatakan atau
diberikan di siding pengadilan. Ada dua kelompok ahli, kalau
ditinjau dari sudut pandang alat bukti da pembuktian, yaitu:
a. Ahli Kedokteran Kehakiman yang memiliki keahlian khusus
dalam kedokteran kehakiman sehubungan dengan pemeriksaan
korban penganiayaan, keracunan, atau pembunuhan.

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


b. Ahli pada umumnya, yakni orang yang memiliki keahlian
khusus dalam bidang tertentu (Herena Tarigan, 2020).

d. Pasal 180 ayat (1) KUHAP


“Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli
dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”.
Pemeriksaan ulang atau penelitian ulang dapat diperlukan/diperintahkan oleh
hakim kepada saksi ahli apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli tersebut.
Majelis hakim menganggap perlu untuk menentukan keaslian suatu intan yang
menjadi pokok perkaranya, maka majelis hakim dapat meminta keterangan
dari seseorang yang khusus (ahli) intan. Terdakwa atau penasihat hukumnya
berkeberatan dengan hasil keterangan ahli tersebut, maka majelis hakim dapat
memerintahkan agar dilakukan penelitian ulang (Herena Tarigan, 2020).

e. Pasal 222 KUHP


Pasal ini berbunyi sebagai berikut : “Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik diancam
dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah” (Herena Tarigan, 2020).

f. Pasal 224 KUHP


Pasal ini berbunyi sebagai berikut : “Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli
atau juru bahasa menurut undangundang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam
dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan Bulan” (Herena
Tarigan, 2020).

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


2.6.Prosedur Penanganan Jenazah WNA dengan COVID-19
Berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh kementrian luar negeri pada tahun
2020, berikut merupakan prosedur pemulasaran jenazah dengan COVID-19 :
1. Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam regulasi kekarantinaaan
kesehatandi Indonesia, Jenazah WNA yang menignggal disebabkan oleh
penyakit PHEIC tidak dapat dipulangkan ke Negara asalnya.
2. Kemudian pemulasaran jenazah dilakukan di rumah sakit rujukan yang
merawat sesuai protap dan dimasukkan dalam peti mati yang sudah tidak
dapat diperkenankan untuk dibuka lagi.
3. Jenazah WNA positif COvid-19 perlu segera di semayamkan dan dikubur
(Kemenlu, 2020).

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


2.7. Mekanisme Pembayaran Asuransi WNA
Berdasarkan ketentuan Pasal 32 Perpres No. 96 Tahun 2018 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Pendudukan dan Pencatatan Sipil,
pelayanan pencatatan Sipil (Capil) kepada orang asing meliputi orang asing
pemegang izin kunjungan, pemegang izin tinggal terbatas (ITAS) dan pemegang
izin tinggal tetap (ITAP). Ketiga izin tersebut, diterbitkan oleh Kantor Imigrasi,
Kementerian Hukum dan HAM. Untuk orang asing pemegang ITAS dan orang
asing pemegang ITAP, pelayanan Capilnya dilakukan di Dinas Dukcapil
kabupaten/kota tempat domisili sesuai yang tertera pada ITAS/SKTT atau sesuai
ITAP/KTP-el WNA tersebut (Dukcapil KEMENDAGRI, 2021).
Jika orang asing atau WNA tersebut mengalami kematian atau meninggal
dunia, maka yang bersangkutan bisa mengurus akta kematian dengan membawa
persyaratan surat keterangan kematian dan dokumen perjalanan atau paspor. Hal
tersebut diatur dalam Pasal 45 Perpres 96/2018. Akta kematian merupakan bukti
hukum keperdataan yang otentik mengenai peristiwa kematian seseorang. Dalam
kaitannya dengan asuransi, akta kematian dapat digunakan untuk memenuhi
persyaratan pembayaran asuransi. Selain itu, akta kematian juga dapat digunakan
untuk pembagian warisan dan persyaratan untuk dapat dicatatkan perkawinannya
untuk seorang janda atau duda. Jadi, jika terdapat warna negara asing (WNA)
yang meninggal di negara lain, maka harus mengurus akta kematiannya terlebih
dahulu sebagai syarat untuk pembayaran asuransi (Dukcapil KEMENDAGRI,
2021).

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │
BAB III
PENUTUP

3.2. Kesimpulan
Jadi, otopsi merupakan suatu tindakan pemeriksaan dengan melakukan
pembedahan terhadap seseorang yang telah meninggal. Sebelum dilakukan
otopsi, harus terdapat suatu surat permintaan visum terlebih dahulu. Jika
belum terdapat surat permintaan visum, maka data-data identifikasi jenazah
yang dimasukkan ke dalam rekam medik. Surat permintaan visum ini penting
karena melalui surat ini, keterangan tertulis dari otopsi yang berupa visum et
repertum dapat dikeluarkan. Untuk otopsi anatomi dan otopsi klinik, harus
terdapat persetujuan keluarga, wali, atau sudah terdapat surat wasiat dari
seseorang yang telah meninggal. Untuk otopsi forensic, keluarga yang berhak
untuk diberitahu oleh pihak penyidik dan tidak mempunyai hak untuk
memberikan persetujuan dilakukannya otopsi. Sehingga, penting untuk
memahami prosedur otopsi terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan.

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


DAFTAR PUSTAKA
Hatta, dkk. 2019. Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan
Hukum Islam. Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan volume 19 no.1

Buku Panduan Belajar Koas Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. 2017.
Program Studi Pendidikan Dokter ; Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Laksmi P.P, Alit I.B., Henky. 2020. Deskripsi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penolakan Otopsi pada Kasus Kematian yang Diduga Tidak Wajar

Afandi D. 2017. Buku Visum et Repertum : Tatalaksana dan Teknik Pembuatan.


Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

Tarigan, L.C. 2020. Peranan Autopsi Dalam Mengungkapkan Tindak Pidana


Pembunuhan. Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara Medan

RSUD Sukoharjo, 2020. SOP Pelayanan dan Pemulasaran Jenazah Pasien


Suspek/Probable/Konfirmasi COVID-19.

Harahap, I.L. 2020. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Jenazah COVID-
19. Jurnal Kedokteran 9(3):215-219

Drew C. & Adisasmita A.C. 2021. Gejala dan Komorbid yang Memengaruhi
Mortalitas Pasien Positif COVID-19 di Jakarta Timur. Jurnal Medical
Tarumanegara.

Surat Resmi Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. 2020. Protokol WNA
yang Sakit atau Meninggal dari Indonesia

Website Resmi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil


Kementrian dalam Negeri Republik Indonesia. 2021. Penerbitan Akta Kematian
bagi Orang Asing. Dapat diakses melalui :
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/853/penerbitan-akta-kematian-bagi-
orang-asing
[Telah diakses pada tanggal 11 November 2021 pukul 10.00 WITA]

“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │


“Turis Positif COVID-19 Kecelakaan Jatuh dari Gunung” │

Anda mungkin juga menyukai