BLOK MEDIKOLEGAL
“TURIS POSITIF COVID-19 KECELAKAAN JATUH DARI GUNUNG”
DISUSUN OLEH :
Luh Made Sari Diantari (018.06.0076)
Kelompok 8
Tutor : dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-
AZHARMATARAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang penulis miliki, penyusunan makalah
SGD (Small Group Discussion) LBM 1 yang berjudul “Turis Positif Covid-19
Kecelakaan Jatuh Dari Gunung” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD yang meliputi seven jumps step
yang dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan
lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked sebagai dosen fasilitator kelompok
SGD 8 yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam
pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi penulis
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas dalam
penyusunan makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Permasalahan Skenario LBM 1 1
1.2. Pembahasan Permasalahan pada Skenario 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Triase, Prinsip, dan Langkah triase 4
2.2. Triase Bencana dan Triase Hospital ........................... 6
2.3. Klasifikasi Triase Pasien pada Skenario….......................................12
2.4. Tatalaksana Awal Pasien di Skenario… ............ 13
DAFTAR PUSTAKA 15
Pada saat terjadinya peristiwa di skenario, tuan R hanya seorang diri dan
ditemukan sudah dalam keadaan patah tulang oleh pendaki lain. Sampai di rumah
sakit, tuan R mengalami perburukan dan kemudian dinyatakan sudah meninggal.
Keluarga pasien meminta untuk dilakukan otopsi terhadap tuan R karena
penyebab pasti atau penyebab dasar kematian tuan R ini belum diketahui dengan
pasti. Otopsi dilakukan dengan tujuan dapat mengetahui mekanisme kematian,
dan cara kematian, serta menemukan tanda-tanda penyakit atau luka-luka yang
berkaitan dengan penyebab kematian. Jika dalam otopsi ternyata ditemukan luka-
luka yang diperkirakan sebagai penyebab kematian maka kematian tersebut
kemungkinan merupakan suatu kematian yang tidak wajar sehingga diperlukan
koordinasi dengan penyidik. Apabila diperlukan dapat pula dilakukan pemeriksan
otopsi forensic untuk tujuan memperoleh keadilan dari luka-luka yang dialami
oleh korban atau jenazah sitasiii
c. Autopsy forensik
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman merupakan autopsy yang
hanya dapat dilakukan apabila ada perintah dari pihak penyidik yang sedang
menangani suatu perkara pidana yang berhubungan dengan kematian
seseorang. Autopsi forensik ini dapat dikerjakan terhadap koban yang
meninggal secara tidak wajar seperti korban pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan, keracunan atau seseorang yang meninggal dunia secara tiba-tiba.
Autopsi tersebut paling sering dilaksanakan untuk kepentingan penegakkan
hukum atau pembuktian di pengadilan Melalui pemeriksaan dan hasil autopsi
forensik, diharapkan penegak hukum mendapatkan bukti atau jawaban
terhadap perkara yang sedang ditanganinya. Tujuan pembuktian melalui
autopsi forensik untuk menemukan “kebenaran materiil” sehingga dapat
2. Pemeriksaan tanatologi
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan setelah
kematian. Pemanfaatan ilmu ini selain untuk mengetahui kepastian kematian juga
dapat digunakan untuk memperkirakan waktu kematian. Pencatatan waktu
pemeriksaan menjadi hal yang sangat penting dalam memperkirakan waktu
kematian. Hal-hal yang berkaitan dengan tanatologi yaitu seperti lebam mayat,
kaku mayat, pembusukan, dan perubahan bola mata.
3.2. Kesimpulan
Jadi, otopsi merupakan suatu tindakan pemeriksaan dengan melakukan
pembedahan terhadap seseorang yang telah meninggal. Sebelum dilakukan
otopsi, harus terdapat suatu surat permintaan visum terlebih dahulu. Jika
belum terdapat surat permintaan visum, maka data-data identifikasi jenazah
yang dimasukkan ke dalam rekam medik. Surat permintaan visum ini penting
karena melalui surat ini, keterangan tertulis dari otopsi yang berupa visum et
repertum dapat dikeluarkan. Untuk otopsi anatomi dan otopsi klinik, harus
terdapat persetujuan keluarga, wali, atau sudah terdapat surat wasiat dari
seseorang yang telah meninggal. Untuk otopsi forensic, keluarga yang berhak
untuk diberitahu oleh pihak penyidik dan tidak mempunyai hak untuk
memberikan persetujuan dilakukannya otopsi. Sehingga, penting untuk
memahami prosedur otopsi terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan.
Buku Panduan Belajar Koas Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. 2017.
Program Studi Pendidikan Dokter ; Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Laksmi P.P, Alit I.B., Henky. 2020. Deskripsi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penolakan Otopsi pada Kasus Kematian yang Diduga Tidak Wajar
Harahap, I.L. 2020. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Jenazah COVID-
19. Jurnal Kedokteran 9(3):215-219
Drew C. & Adisasmita A.C. 2021. Gejala dan Komorbid yang Memengaruhi
Mortalitas Pasien Positif COVID-19 di Jakarta Timur. Jurnal Medical
Tarumanegara.
Surat Resmi Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. 2020. Protokol WNA
yang Sakit atau Meninggal dari Indonesia