Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

Lokasi Penyebab Kematian dengan Kekerasan Tajam Pada Pasien di Rumah


Sakit Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto
Tahun 2018

Dokter Pembimbing :
dr. Arif Wahyono, Sp.F

Disusun Oleh :
Humaerah (1102014122)
Ranny Ayu Farisah (1102014221)
Muthi’ah Nabillah (1102014175)

KEPANITERAAN KLINIK FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RS BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO


2019
1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

Latar Belakang................................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................3

Definisi Luka...................................................................................................................3

Proses Penyembuhan Luka..............................................................................................3

Deskripsi Luka.................................................................................................................3

Klasifiksi Luka................................................................................................................4

Luka Akibat Kekerasan Tajam........................................................................................5

Data Kekerasan Tajam Pada Tahun 2017…...................................................................6

BAB III.......................................................................................................................................8

Identifikasi Forensik………………………………………............................................8

Pemeriksaan Forensik......................................................................................................10

Cara Sebab Kematian......................................................................................................18

BAB IV.......................................................................................................................................21

Kesimpulan......................................................................................................................21

Daftar Pustaka

Lampiran

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan referat untuk tugas Kepaniteraan Klinik Forensik.

Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
telah membimbing kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Arif Wahyono, Sp.F,selaku dosen pendamping,
yang telah mendukung dan membimbing kami sehingga referat dapat diselesaikan. Terima kasih
kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI Jakarta yang selalu memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan referat ini.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam menyelesaikan referat ini. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat ini dapat menjadi
lebih baik lagi. Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat memberikan manfaat demi
kemashlahatan umat dan memberikan sumbangsih bagi perkembangan dunia kedokteran. Amin ya
robbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta, Februari 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan merupakan perlakuan menyimpang yang mengakibatkan luka dan menyakiti
orang lain. Menurut definisinya, tindak kekerasan sama dengan penganiayaan, yaitu perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain.
Kekerasan adalah kontributor utama terhadap kematian, penyakit, dan disabilitas di seluruh
dunia.2 Ini menyumbangkan sekitar 5 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia dan
menyebabkan jutaan lebih kecacatan.3 Menurut data World Health Organization tentang
laporan kekerasan fatal dan non-fatal, pola dan konsekuensi dari kekerasan yang terjadi,
disribusinya tidak sama rata menurut negara, daerah, jenis kelamin, dan umur. Menurut
insidensinya, laki-laki lebih banyak menjadi korban kematian akibat kekerasan fisik di bagian
emergensi, sedangkan wanita dan anak-anak lebih sering menjadi korban kekerasan seksual
dan psikologis, di seluruh dunia.Kekerasan yang paling banyak terjadi disebabkan oleh
pembunuhan dan bunuh diri.Pada tahun 2012, diperkirakan 475.000 orang di seluruh dunia
adalah korban pembunuhan, dengan rasio 6.7 per 100.000 populasi. Di Asia Tenggara, jumlah
korban pembunuhan pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 78.331 dengan rasio 4.3 per
100.000 populasi. Di Indonesia, dengan bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan tindak
kekerasan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh perdapatan ratarata penduduk yang
terbilang rendah bersamaan dengan persaingan hidup yang terus meningkat.
Kekerasan yang diakibatkan oleh benda yang memiliki sisi yang tajam atau runcing dapat
dikategorikan sebagai luka akibat kekerasan tajam.Ciri-ciri dari luka akibat kekerasan tajam
dideskripsikan sebagai pemisahan jaringan yang mengalami cedera yang relatif jelas dan
terjadi saat bagian runcing atau sisi yang tajam dari benda tersebut menyentuh kulit atau
jaringan pengikat dibawah kulitsecara langsung.Kekerasan tajam dikenal dalam tiga bentuk
luka yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka
bacok (vulnus caesum).secara langsung.

4
Kekerasan tajam dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus
scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).secara
langsung.Kekerasan tajam dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu luka iris atau luka sayat
(vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Korban tindak kekerasan yang datang ke rumah sakit memiliki “dualisme biomedik” yaitu
sebagai pasien yang membutuhkan pertolongan dan korban yang membutuhkan
perlindungan.Sehingga pasien membutuhkan penanganan medis untuk mengurangi rasa sakit,
merawat luka atau mengobati penyakitnya dan memerlukan penanganan secara klinis dalam
hal pencatatan segala sesuatu, terutama luka-luka yang dideritanya, untuk menjadi barang bukti
yang dihubungkan dengan tindak pidananya. Hasil dari pemeriksaan luka dan kekerasan pada
korban tersebut akan ditulis dalam bentuk rekam medis atau Visum et Repertum (VeR).
Dari uraian diatas, sangat penting untuk dilakukan penelitian tentang gambaran lokasi
perlukaan akibat kekerasan tajam.Di RS.Bhayangkaea TK.I R.Said Sukanto belum ada data
pasti mengenai gambaran pola perlukaan yang disebabkan oleh kekerasan tajam pada tahun
2017.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka


Luka adalah rusaknya atau hilangnya kontuinitas jaringan yang dapat diakibatkan oleh
faktor internal seperti obat-obatan, perubahan sirkulasi, perubahan proses metabolisme,
infeksi, kegagalan transport oksigen dan juga oleh faktor eksternal seperti suhu yang ekstrim,
injury, alergen, radiasi, zat-zat kimia. Pembagian luka yang dihubungkan dengan waktu
penyembuhan terbagi menjadi 2, yaitu: 2.1.1 Luka akut yaitu luka yang proses
penyembuhannya sesuai dengan waktu pada konsep penyembuhan luka. 2.1.2 Luka kronik
yaitu luka yang proses penyembuhannya gagal dan tidak sesuai dengan waktu pada konsep
penyembuhan luka 1
2.2 roses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka adalah sebuah proses yang kompleks dan dinamis yang
menghasilkan perbaikan kontuinitas anatomi dan fisiologi. Untuk mengembalikan fungsi
tubuh yang maksimal setelah terjadinya luka, maka tubuh sesaat setelah terjadinya luka akan
memulai proses metabolisme untuk membangun kembali jaringan yang rusak.2
2.3 Deskripsi Luka
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran,
dan sifat luka.Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam
pendeskripsian luka.Untuk penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak harus
urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.
Deskripsi luka meliputi:3
1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari tubuh
c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio yang
luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan

6
garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal
mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan
garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu
diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk
kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan
lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat
kanan dan kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x
lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat-sifat luka, meliputi :
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :
- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
d. Lecet (ada atau tidak)
e. Tatoase (ada atau tidak)
2.4 Klasifikasi Luka
Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut
penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam, luka tembak, Jenis luka akibat
suhu / temperature, dan luka akibat trauma listrik. Pembagian jenis luka dibagi berdasarkan
jenis benda yang menyebabkan kekerasan4

7
1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury), yaitu:
a. Luka lecet (abrassion): tekan, geser, dan regang :
b. Luka memar (contusion)
c. Luka robek (laceration)
2. Jenis luka akibat benda tajam, y aitu:
a. Luka iris / luka sayat (incised wound)
b. Luka tusuk (stab wound)
c. Luka bacok (chop wound).
2.5 Luka Akibat Kekerasan Tajam

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah
benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-
alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca.

Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata,
berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka
bacok.

Selain gambaran umum luka di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai
kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip
dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik
atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang
tidak selalu segaris.

Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul
berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip,
luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat
menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda
saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.

8
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya
luka lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.

Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda
tajam tersebut. Hali ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.4

2.6 Data Kekerasan Tajam Pada Tahun 2017 di Rumah Sakit Bhayangkarata Tk. I r.
Said Sukanto

Dari hasil penelitian terhadap rekam medis bagian Ilmu Kedokteran Forensik Rumah
Sakit Bhayangkara Tk.I R.Said Sukanto pada tahun 2017 diketehaui bahwa selama periode
antara bulan Januari 2017- Desember 2017 didapatkan 60 kasus kekerasan tajam dengan
pemeriksaan luar dan dalam.

Tabel. 1 Gambaran Distribusi Karakteristik Korban Berdasarkan Jenis Kelamin

Variable Jumlah Persentasi (%)

Jenis kelamin

Perempuan 2 4

Laki- laki 48 96

Jumlah 50 100

Dari keseluruhan jumlah kasus kekerasan tajam di bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I R.Said Sukanto pada tahun 2018 di dapatkan 50 kasus dilakukan
pemeriksaan luar dan dalam.

9
Tabel. 2 Gambaran Distribusi Pemeriksaan Luar dan Dalam Berdasarkan Jenis Kelamin

Perempuan Laki-Laki Jumlah

PL 2 48 50

PD 2 48 50

Jumlah 9 51 60

Pada pemeriksaan dalam didapatkan bahwa lokasi penyebab kematian terbanyak pada laki-
laki adalah bagian kepala dan pada perempuan lokasi penyebab kematian terbanyak adalah bagian
Dada.

Tabel 3. Gambaran Distribusi Lokasi Penyebab Kematian Berdasarkan Jenis Kelamin

Lokasi Penyebab Kematian Perempuan Laki-laki

Kepala 0 4

Leher 1 11

Dada 0 21

Abdomen 0 2

Punggung 1 6

Extremitas 0 3

Jumlah 2

10
BAB III

3.1 Identifikasi Forensik

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personel merupakan suatu masalah dalam
kasus pidana atau perdata. Menentukan identitas personel dengan tepat amat penting dalam
penyelidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan masal, bencana alam
atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka. Selain itu juga forensik berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak,
bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya. Penentuan identitas personel dapat menggunakan
beberapa metode dan identifikasi seseorang dipastikan apabila paling sedikit dua metode yang
digunakan memberikan hasil positif. Metode-metodenya adalah :

1. Pemeriksaan dokumen
Apabila dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor dll) yang kebetulan ditemukan
dalam saku pakaian yang dikenakan atau berdekatan dengan TKP sangat membantu mengenali
korban tersebut.
2. Identifikasi medik
Pemeriksaan ini dilakukan di TKP atau ruang autopsi semasa pemeriksaan luar.Identifikasi
medik ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan cara/modifikasi sehingga ketepatan cukup tinggi. Metode ini terbahagi kepada
dua :
a) Identifikasi umum
Pada pemeriksaan luar, identifikasi umum dilakukan dengan mencatat identitas korban
seperti; jenis kelamin, bangsa dan ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi, berat badan,
rambut mayat baik dari segi warna, distribusi, keadaan tumbuh serta sifatnya; kasar atau
halus, lurus atau ikal, keadaan zakar yang disirkumsisi atau tidak.
11
b) Identifikasi khusus
Ini terdiri daripada sesuatu yang khusus yang dapat dijumpai pada korban yang dapat
membantu identifikasi korban. Ini terdiri dari :

1) Rajah / tattoo
Tentukan letak, warna serta tulisan/lukisan tattoo yang ditemukan. Bila perlu bt
dokumentasi foto.
2) Jaringan parut
Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan baik yang timbul akibat
penyembuhan luka maupun yang terjadi akibat tindakan bedah.
3) Kelainan kulit
Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopogmentasi, eksema dan kelainan lain
sering kali dapat membantu dalam penentuan identitas.
4) Anomali dan cacat pada tubuh
Kelainan anatomis berupa anomaly atau deformitas akibat penyakit atau kekerasan
perlu dicatat dengan seksama. Tidak tercatanya ciri-ciri yang disebut di atas dapat
sangat merugikan karena dapat menyebabkan diragukannya hasil pemeriksaan
terhadap mayat secara keseluruhan.
3. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui merek atau nama
pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya membantu identifikasi
walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.
4. Metode visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk sehingga masih mungkin mengenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari
satu orang.Hal ini perlu perhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
5. Pemeriksaan sidik jari

12
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan sidik jari ante mortem. Sampai
saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya
untuk menentukan identitas seseorang.Dengan demikian harus dilakukan penanganan sebaik-
baiknya jari tangan untuk pemeriksaan sidik jari misalnya melakukan pembungkusan kedua
tangan jenazah dengan kantung plastik.

6. Pemeriksaan gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-x dan pencetakan gigi serta
rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan
sebagainya.Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas. Dengan demikian dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan
dengan data pembanding ante mortem.
7. Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.Penentuan
golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dengan memeriksa rambut, kuku dan
tulang.

3.2 Pemeriksaan Forensik

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta
mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.

Autopsi Medikolegal
Autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat
suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri.

13
autopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu
perkara. Tujuan dari autopsi medikolegal adalah :
Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.
Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian.
 Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab
dan pelaku kejahatan.
 Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.
Autopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya
penyidikan suatu perkara.Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh
dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada autopsi medikolegal :
1. Tempat untuk melakukan autopsi adalah pada kamar jenazah.
2. Autopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk autopsi oleh pihak yang berwenang.
3. Autopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk autopsi.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum
memulai autopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan autopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus
jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus
diperoleh.
7. Ketika dilakukan autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diautopsi.
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan autopsi forensik/medikolegal adalah :
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan, termasuk surat
izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin
untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan.

14
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk autopsi tidak diperlukan
alat-alat khusus dan mahal, cukup :
 Timbangan besar untuk menimbang mayat.
 Timbangan kecil untuk menimbang organ.
 Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
 Guntung, berujung runcing dan tumpul.
 Pinset anatomi dan bedah.
 Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
 Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
 Gelas takar 1 liter.
 Pahat.
 Palu.
 Meteran.
 Jarum dan benang.
 Sarung tangan
 Baskom dan ember
 Air yang mengalir
5. Mempersiapkan format autopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan laporan
autopsi.
a. Pemeriksaan Luar
Bagian pertama dari teknik autopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar
adalah
1) Label mayat
Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki
mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan.Catat warna,
bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di
kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2) Penutup mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
penutup mayat.
15
3) Bungkus mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
bungkus mayat.Catat tali pengikatnya bila ada.
4) Pakaian
Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial,
dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya
bercak/pengotoran atau robekan.Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5) Perhiasan
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6) Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan.
7) Mencatat perubahan thanatologi :
a) Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
b) Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
c) Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada
saat tersebut.
d) Pembusukan
e) Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
8) Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.
9) Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
10) Pemeriksaan rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus
diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke

16
akarnya, paling sedikit dari enam lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini
disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11) Pemeriksaan mata
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan.Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah
yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan.Kornea jernih/tidak, adanya
kelainan fisiologik atau patologik.Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa
mata.Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12) Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13) Pemeriksaan mulut dan rongga mulut
Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi.Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.
14) Pemeriksaan leher
Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah.Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.

15) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan.


Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-
lain
16) Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
17) Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam
luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis
dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis

17
tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis
mendatar melalui pusat.
18) Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.
b. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:
1. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus
kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu
melingkari pusat.
2. Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi.
3. Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal ini
dibuat sayatan melingkari bagian leher.
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :
1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara
tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
2. Bentuk
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat
dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang
kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut. Kohesi:
Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya dengan
memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah
teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah
menunjukkan kohesi yang kuat.
5. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang
organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini
juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan,
infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna
yang pucat merupakan tanda anemia.

18
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit.Pemeriksaan khusus juga
bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian.
Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :
1. Dada :
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya dengan
cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan pada
tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan
dimulai dari tulang rawan iga no. 2.Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan
dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya
perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur. Kemudian pisau dengan tangan
kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang
rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau
diarahkan ke sendi sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan.
Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.Mediastinum anterior diperiksa adanya timus
persistens. Perikardium dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal
sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi
di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri
pulmonalis.Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri.Jantung dilepaskan dengan
memotong pembuluh besar dekat perikardium.
a) Seksi Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai
keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup
trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong.Ujung pisau lalu
dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan
septum interventrikulorum.Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke
vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong.Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral
keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong.Ujung pisau kemudian dimasukkan
melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum
inetrventrikulorum.Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda
tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum. Arteri koronaria diiris dengan pisau

19
yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris
di pertengahan sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum
interventrikulorum.
b) Paru-paru :
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah di
hilus, setelah perkardium diambil.Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian
bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis.Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.
2. Perut :
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rektum
diikat ganda kemudian dipotong.Limpa pula dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan
parenkim, folikel, dan septa.
a) Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit.Esofagus diikat ganda dan
dipotong.Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat
diangkat.Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan
terlebih dahulu.Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum.Perhatikan
isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu
empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian
dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya
batu.Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pancreas.Pankreas
dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.Pada hati perhatikan tepi hati,
permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal.Usus halus dan usus besar
dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.
b) Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi lateral dapat
diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian ureter
dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara
memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul membuat
jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya.
Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat

20
bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari
sakrum.Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.Anak ginjal
dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter
dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan perhatikan
permukaannya.Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine melalui
uretra dari muka.Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika
seminalis.Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.Testis dikeluarkan
melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya, konsistensi,
infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang.
3. Leher :
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu
unit.Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil.Pada kasus pencekikan
tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
4. Kepala :
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau
menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak.Kulit kepala kemudian
dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan
menggergajinya.Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan
tempurung lepas dan dapat dipisahkan.Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata
gergaji.Falx serebri digunting dibagian muka.Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah
dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata.Tentorium serebri diinsisi di
belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat.Selaput tebal otak ditarik lepas
dengan cunam.Otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula
oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala
perhatikan adanya edema, kontusio, laserasi serebri.

3.3 Cara dan Sebab Kematian


a. Menentukan kematian atau memperkirakan cara kematian korban

Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.


Menentukan atau memperkirakan cara kematian korban pada umumnya baru dapat dilakukan
21
dengan hasil yang baik bila dokter diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP, yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal tersebut tidak
dimungkinkan maka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat masih dapat memperkirakan
atau menentukan cara kematian jika para penyidik memberikan keterangan yang jelas
mengenai berbagai hal yang dilihat dan ditemukan pada waktu penyidik melakukan
pemeriksaan di TKP.

Dalam ilmu kedokteran forensic dikenal 3 cara kematian, yang tidak boleh selalu
diartikandengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku.

Cara kematian tersebut adalah :


1. Wajar (natural death), dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit bukan
karena kekerasan atau rudapakasa; misalnya kematian karena penyakit jantung, karena
perdarahan otak dank arena tuberkulosa.
2. Tidak wajar (un-natural death), yang dapat dibagi menjadi :

a) Kecelakaan
b) Bunuh diri
c) Pembunuh

3. Tidak dapat ditentukan (un-determined), hal ini disebabkan keadaan mayat telah
sedemikan rusak atau busuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat dilihat
dan ditemukan lagi.

b. Memperkirakan saat kematian

Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan kematian secara pasti
sampai saat ini masih belum memungkinkan. Perkiraan saat kematian diketahui dari:
1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi adalah manusia dengan segala
keterbatasannya.
2. Petunjuk-petunjuk yang terdapat di TKP, seperti jam atau arloji yang pecah, tanggal yang
tercantum pada surat kabar, surat, nyala lampu, keadaan tepat tidur, debu pada lantai dan
alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya; yang semuanya ini dapat dilakukan baik oleh
penyidik.
22
3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini ialah:
a) Penurunan suhu mayat (algor mortis). Pada seseorang yang mati, suhu tubuh akan
menurun sampai sesuai dengan suhu disekitarnya. Secara kasar dikatakan bahwa tubuh
akan kehilangan panasnya sebesar 1 C/jam. Semakin besar perbedaan antara suhu
tubuh dengan lingkungan ( udara atau air), maka semakin cepat pula tubuh akan
kehilangan panasnya. Penurunan suhu tubuh juga dipengaruhi oleh intensitas dan
kuantitas dari aliran atau pergerakan udara. Kematian karena perdarahan otak,
kerusakan jaringan otak, perjeratan dan infeksi akan selalu didahului oleh peningkatan
suhu. Lemak tubuh, tebalnya otot serta tebalnya pakaian yang dikenankan pada saat
kematian pula mempengaruhi kecepatan penurunan suhu tubuh. Selain pengurun suhu
rectal, dokter dapat melakukan pengukuran suhu dari alat-alat dalam tubuh seperti hati
atau otak yang tentunya dapat dilakukan saat pembedahan mayat.
b) Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian, intensitas maksimal
tercapai pada 8-12 jam post mortal.
c) Kaku mayat terdapat sekitar 2 jam post mortal dan maksimal 10-12 jam post mortal
dan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam mulai menghilang kembali sesuai urutan
terdapatnya kaku mayat.
d) Pembusukan, kecepatan pembusukan pada mayat berbeda-beda tergantung berbagai
faktor, diantaranya factor lingkungan. Pembusukan mayat dimulai 48 jam setelah
kematian, dengan diawali oleh timbulnya warna hijau kemerah-merahan pada dinding
perut bagian bawah.
c. Menentukan sebab kematian
Untuk dapat menentukan sebab kematian secara pasti mutlak harus dilakukan pembedahan
mayat (autopsy, otopsi), dengan atau tanpa pemeriksaan tambahn seperti pemeriksaan
mikroskopis, pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan bakteriologis dan lain sebaginya
tergantung kasus yang dihadapi.
Tanpa pembedahan mayat tidak mungkin dapat ditentukan sebab kematian secara pasti.
Perkiraan sebab kematian dapat dimungkinkan dari pengamatan yang teliti kelainan-kelainan
yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan luar.

23
Jadi tanpa pembedahan mayat perkiraan sebab kematian dapat diketahui dengan menilai sifat
luka, lokasi serta derajat berat ringannya kerusakan korban. Misalnya ada luka tembak dikepala
korban sedang pada bagian tubuh lainnya hanya ditemukan luka lecet kecil-kecil, perkiraan
sebab kematian dalam hal ini adalah karena tembakan senjata api.
Contoh sebab kematian :

a) Karena tusukan benda tajam


b) Karena tembakan senjata api
c) Karena pencekikan
d) Karena keracunan morfin
e) Karena tenggelam
f) Karena terbakar
g) Karena kekerasan benda tumpul

Sebab kematian jangan dikacaukan atau disalahartikan dengan mekanisme kematian.


Sebab kematian ditekankan pada alat atau sarana yang dipakai untuk mematikan korban,
sedangkan mekanisme kematian menunjukkan bagaimana korban itu mati setelah umpamanya
tertembak atau tenggelam. Mekanisme kematian, misalnya : karena perdarahan, hancurnya
jaringan otak atau karena refleks vagal.

24
BAB IV

KESIMPULAN

Kematian dengan perdarahan masif akibat luka kekerasan benda tajam adalah kematian
yang tidak wajar. Dalam kasus ini, korban meninggal akibat kekerasan benda tajam, sehingga
dalam proses penyidikan, penyidik dapat menggunakan hasil pemeriksaan medis untuk
menemukan identitas korban dan perlu mencari barang bukti senjata pembunuh. Pemeriksaan luar,
pemeriksaan dalam dan laboratorium yang teliti dapat memberikan kejelasan yang baik mengenai
sebab kematian.

25
LAMPIRAN

No Nama Usia JK No. Registrasi No. SPV PL/PD Sebab Mati


JANUARI
1 Firman Adhie 55 tahun L 055/I/18/ML B/4/I/2018/SEKPANMAS PLPD Leher
2 Yudi Saputra 7 tahun L 035/I/2018/ML A.901/02/I/2018/RESKRIM PLPD Leher
3 Anton Nugroho 44 tahun L 271/I/2018/ML 04/VER/I/2018/SEKPR PLPD Dada
FEBRUARI
4 Rosidi 39 tahun L 311/II/2018/ml 43/VER/II/2018/RES.JT PLPD Leher
Imtiyaz
5 Kurniawan 21 tahun L 368/II/18/ML B/06/VER/II/2018/SEKTAMBUN PLPD Perut
Mochammad
6 Raflli 13 tahun L 134/II/2018/MD 022/VER/II/2018/SEK.CR PLPD Dada
7 Dede Kurniawan 14 tahun L 136/II/2018/ML 021/VER/II/2018/SEK.CR PLPD Punggung
MARET
8 Muh Lutviansyah 15 tahun L 210/III/2018/ML 034/VER/III/2018/SEK.TAMBORA PLPD Dada
9 Karnadi 50 tahun L 294/III/18/ML 042/VER/III/2018/SEK.CILINCING PLPD Dada
10 Sesa Rihanto 28 tahun L 358/III/18/ML 453/VER/IV/2018/RSBHYTK1 PLPD Dada
11 Nuroni 35 tahun L 081/III/18/ML 016/VER/III/2018/SKJ PLPD Dada
APRIL
M. Ridwan Ogi.
12 A. 17 tahun L 265/IV/2018/ML VER/03/IV/2018/RESKRIM PLPD Dada
13 Ali Rahman 34 tahun L 246/IV/2018/ML B/42/VER/IV/2018/SEK.KJ PLPD Dada
14 Hunaedi 83 tahun L 091/IV/2018/ML R/491/VER/IV/2018/RSBHY.TK.I PLPD Dada
15 Ahmad Ardian 21 tahun L 403/IV/2018/ML 43/VER/IV/2018/CILEDUG PLPD Dada
MEI
16 Anggi 27 tahun P 021/V/2018/ML R/677/VER/V/2018/RS.BHY.TKI PLPD Punggung
17 Eko Maryono 49 tahun L 427/v/2018/ML A/901/09/V/2018/RESKRIM PLPD Dada
18 Saiful Bahri 19 tahun L 056/V/2018/ML R/709/VER/VI/2-18/RS.BHY.TKI PLPD Leher
20 Imam Sumantri 79 tahun L 194/V/2018/ML 77/VER/V/2018/S.PENJ PLPD Dada
JUNI
muhammad
21 suryanto 26 tahun L 099/VI/2018/ML 41/VER/VI/2018/PMJ/RES JU/S/GD PLPD Punggung
22 Ahmad Rajamin 19 tahun L 030/VI/2018/ML 8/34/VI/2018/RESKRIM PLPD Leher
219/VER/VI/2018/SPKT
23 Riyanto 32 tahun L 102/VI/2018/ML CENGKARENG PLPD Dada
24 Tio Ramadhana 20 tahun L 117/VI/2018/ML B/29/VER/VI/2018/SEK.PANCORAN PLPD Kepala
JULI
25 Bayi x L 219/VII/2018/ML 219/SK.B/VII/2018/IKF PLPD Leher
Yohanes
26 Agustinus n 16 tahun L 277/VII/2018/ML 277/SK.B/VII/2018/IKF PLPD Punggung

26
27 Harwalis 21 tahun L 393/VII/2018/ R/1107/VER/X/2018/RS.BHY.TKI PLPD Dada
28 Yondra 50 tahun L 406/VII/2018/ML 274/VER/VII/2018/SC PLPD Dada
AGUSTUS
Antok Suryo 009/VIII/2018/M Punggung,
29 Widodo 35 tahun L L B/10/VER/VIII/2018/RESKRIM PLPD Perut
258/VIII/2018/M 106/VER/RES.1.4/VIII/2018/SEKTOR
30 Antonius Yusra 26 Tahun L L KADER PLPD Dada
045/VIII/2018/M
31 William 16 tahun L L 072/VER/VIII/2018/SEK.CR PLPD Punggung
098/VIII/2018/M
32 Bonar 28 Tahun L L B/102/VER/VIII/2018/SEK.KJ PLPD Dada
369/VIII/2018/M
33 Dendi Dwiyanto 26 tahun L L B/08/VIII/2018/RESKRIM PLPD Dada
Tungkai atas
34 Fahturosi 18 tahun L 181/VII/2018/ML R/1095/VER/VIII/RS.BHY.TKI PLPD kiri
R/194/VIII/2018/
35 Budi Akbar 20 tahun L ML B/28/VER/VIII/2018/SEK.MAKASAR PLPD Kepala
210/VIII/2018/M
36 Danu Ramadhan L L B/63/VER/VIII/2018 PLPD Paha
SEPTEMBER
37 Stive Pany 14 tahun L 69/IX/2018/ML D/43/IX/2018/RESKRIM PLPD Dada
OKTOBER
38 Andika Saputra 20 tahun L 315/X/2018/ML 70/VER/X/2018/SEK.CIMANGGIS PLPD Panggul
39 Ali Akbar 14 tahun L 093/X/2018/ML 37/VER/X/2018/SEK.SAWANGAN PLPD Leher
Asy Syam Al-
40 izzah 16 tahun L 103/X/2018/ML B/926/X/2018/RESKRIM PLPD Kepala
NOVEMBER
41 Abdullah Fithri S 43 tahun L 451/XI/2018/ML B/143/XI/2018/SEKTOR PLPD Leher
Daperum B/91/VER/XI/2018/SEK. METRO
42 Nainggolan 32 tahun L 363/XI/2018/ML PONDOK GEDE PLPD Leher
B/92/VER/XI/2018/SEK. METRO
43 Maya Sofya A 35 tahun P 364/XI/2018/ML PONDOK GEDE PLPD Leher
44 Edi Mulyono 26 tahun L 412/XI/2018/ML B/24/VER/XI/2018/SEK.SKT PLPD Perut
DESEMBER
Muhammad Deli
45 A 14 tahun L 310/XII/2018/ML 144/VER/XII/2018/SEK.DSW PLPD Kepala
46 Yusuf 21 tahun L 362/XII/2018/ML 28/VER/XII/2018/SEK.SKT PLPD Punggung
47 Maulana 23 tahun L 237/XII/2018/ML 091/VER/XII/2018/SEL.CR PL Leher
48 Ari Saputra 19 tahun L 277/XII/2018/ML B/40/XII/2018/SEK.BABELAN PLPD Dada
Sulaiman 451/VER/XII/2018/SPKT
49 Ibrahim 22 tahun L 307/XII/2018/ML CENGKARENG PLPD Punggung
50 Ade Irfan 18 tahun L 079/XII/2018/ML A.903/27/XII/2018/RESKRIM PLPD Dada

27
Daftar Pustaka

1. Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma,


Chapter 8, pp. 405-518
2. Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada Korban
Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal. 133-
143. Jakarta: Sagung Seto
3. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Teknik autopsi
forensik. Jakarta. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004.
4. Dahlan, Sofyan. Ilmu kedokteran forensik, pedoman bagi dokter dan penegak hukum. Semarang: Badan
penerbit Universitas Dipenegoro. 2008
5. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008.
6. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik Autopsi Foresik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
Universitas Indonesia; 2000.
7. Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed I. Jakarta : Bina Rupa Aksara; 1997.

28

Anda mungkin juga menyukai