Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


ASKEP GANGGUAN PERSYARAFAN: INFEKSI, (MENINGITIS,
ENCHEPALITIS), STROKE
Dosen Pembimbing: Pak Simon Sani Kleden, S.Kep., Ns., M.Kep

Kelompok 13

Kelas Tingkat 2 Reguler A

1. Fransina C. Hida Bunga (PO5303201220786)


2. Frit Pah (PO5303201220787)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDRAL TENAGA KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PRODI D-III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan
kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP GANGGUAN
PERSYARAFAN: INFEKSI, (MENINGITIS, ENCHEPALITIS), STROKE” dengan
tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I. Penulis berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan. Namun
penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan,
pemaparan materi maupun segi penyusunan. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan
kritik dan saran, agar mampu memperbaiki dan membangun makalah ini menjadi lebih baik
lagi. Semoga makalah ini bisa memberi informasi yang bermutu dan membantu bagi para
pembaca. Akhir dari pengantar ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu
Dosen yang telah memberikan tugas ini dan kepada semua pihak yang membantu dalam upaya
menyelesaikan makalah ini.

Kupang, 7 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................3


1.2 Tujuan ............................................................................................................................3
1.2.1 Tujuan Umum ..........................................................................................................3
1.2.2 Tujuan Khusus .........................................................................................................3

BAB 2 TINJAUN PUSTAKA ...........................................................................................4

2.1 Konsep Meningitis .........................................................................................................4

2.1.1 Definisi Meningitis .....................................................................................................4

2.1.2 Etiologi Meningitis .....................................................................................................4

2.1.3 Patofisiologi Meningitis ..............................................................................................4

2.1.4 Penularan Meningitis ..................................................................................................5

2.1.5 Tanda dan gejala Meningitis .......................................................................................5

2.1.6 Pencegahan Meningitis ...............................................................................................6

2.1.7 Asuhan Keperawatan Meningitis ................................................................................7

2.2 Konsep Enchepalitis.....................................................................................................18

2.2.1 Definisi Enchepalitis .................................................................................................18

2.2.2 Etiologi Enchepalitis .................................................................................................18

2.2.3 Patofisiologi Enchepalitis .........................................................................................19

2.2.4 Penularan Enchepalitis ..............................................................................................19

2.2.5 Tanda dan gejala Enchepalitis ..................................................................................20

2.2.6 Pencegahan Enchepalitis ...........................................................................................21

2.2.7 Asuhan Keperawata Enchepalitis .............................................................................21

iii
2.3 Konsep Stroke ..............................................................................................................31

2.3.1 Definisi Stroke ..........................................................................................................31

2.3.2 Klasifikasi Stroke ......................................................................................................31

2.3.3 Etiologi Stroke ..........................................................................................................32

2.3.4 Patofisiologi Stroke ...................................................................................................33

2.3.5 Faktor resiko pada Stroke .........................................................................................34

2.3.6 Tanda dan gejala Stroke ............................................................................................35

2.3.7 Pencegahan Stroke ....................................................................................................35

2.3.8 Asuhan Keperawatn Stroke.......................................................................................37

BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................52

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................52

3.2 Saran ............................................................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................53

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pusat saraf (SSP) memiliki kriteria yang sama dengan organ tubuh lainnya yaitu
kerjanya sangat bergantung pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan
sisa-sisa metabolismenya. Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama di negara- negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit infeksi
adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh seseorang.
Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur yang dapat terjadi di masyarakat
maupun di rumah sakit. Pasien yang sedang dalam perawatan di rumah sakit memiliki resiko
lebih besar untuk tertular infeksi dari pada di luar rumah sakit (Arif Mansjur, 2000).
Meningitis merupakan suatu penyakit yang cukup serius dan berbahaya. Di Indonesia
kasus meningitis terjadi cukup banyak dikarenakan penderita meningitis yang tidak
mengetahui bahwa dirinya terserang meningitis. Hal ini karena gejala awal penyakit
meningitis menyerupai sakit kepala biasa. Kurangnya informasi masyarakat tentang gejala
dan penyebab utamanya membuat proses penanganannya menjadi lambat sehingga dapat
menyebabkan dampak yang semakin parah.
Di USA Encephalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20% di USA,
persentase lebih tinggi dibandingakan negara-negara yang belum berkembang. Di Indonesia
Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV (Herpes Simplek
Vinus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS
( Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80%
setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalis menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat
pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan
prognosis buruk, demikian juga koma, pasien mengalami koma seringkali meninggal atau
sembuh sengan sisa yang berat (Arif Mansjur, 2000).
Setiap tahun 15 juta orang didunia terkena penyakit stroke, 5 juta dari yang terkena
meninggal dunia dan 5 juta lainnya mengalami kelumpuhan permanen (WHO, 2010). Di
negara maju, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke dan mengakibatkan
hampir 150.000 kematian (Goldszmidt, 2013). Stroke adalah penyakit fungsional otak fokal
maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang
sebelumnya tanpa peringatan; dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau bahkan
1
sampai berujung pada kematian; akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan
ataupun non perdarahan (Junaidi, 2005). Tanda-tanda klinis pada penyakit stroke berkembang
cepat dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (PERDOSSI, 2011).

2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep meningitis, konsep
enchepalitis, konsep stroke dan asuhan keperawatan gangguang infeksi, (meningitis,
enchepalitis), stroke.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui Konsep Meningitis
2. Untuk mengetahui Konsep Enchepalitis
3. Untuk mengetahui Konsep Stroke

3
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Konsep Meningitis
2.1.1 Definisi Meningitis
Meningitis adalah suatu penyakit infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial (Ratniasih,2017). Meningitis
merupakan masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara yang akurat dan efisien untuk
mendiagnosisnya. Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan aracnoid dan piameter
yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012). Meningitis adalah infeksi akut
yang mengenai selaput mengineal yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan.
ditandai adanya gejala spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang
meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial, & gejala defisit neurologi (Widagdo, 2011).

2.1.2 Etiologi Meningitis

1. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
2. Pada anak anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria meningitis dan
Diplococcus pneumonia. (Satyanegara, 2010).

2.1.3 Patofisiologi Meningitis

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan
di dalam tubuh lainnya. Virus atau bakteri yang menyebar secara hematogen sampai ke selaput
otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus tersebut dapat juga terjadi secara perkontinuitatum
dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis
media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran kuman bisa terjadi
akibat dari trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak (Lewis, 2008).

Invasi kuman-kuman ke dalam ruang sub arakhnoid yang menyebabkan reaksi radang
pada pia dan arakhnoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula
pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi dalam waktu yang sangat
singkat, lalu terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang sub arakhnoid
kemudian terbentuk eksudat, dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit

4
dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan yaitu bagian
luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin serta di lapisan dalam yang terdapat
makrofag. Proses radang selain pada arteri juga dapat terjadi pada vena-vena di korteks yang
dapat menyebabkan thrombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural dengan fibrino-purulen menyebabkan kelainan
kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih
dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri (Nur, et al, 2008).

2.1.4 Penularan Meningitis

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita dan droplet infection
yaitu percikan ludah, ingus, dahak, bersin, dan cairan tenggorokan penderita (Handayani, 2006).

2.1.5 Tanda dan Gejala Meningitis

Seseorang dicurigai menderita meningitis jika terdapat gejala-gejala klasik meningitis,


yakni demam, sakit kepala dan leher kaku. Dibawah ini merupakan gejala pasien dengan
meningitis:

a. Pada orang dewasa


1. Demam
2. Sakit kepala hebat
3. Leher kaku
4. Muntah
5. Takut cahaya ( fotofobia )
6. Kejang
7. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma
8. Kadang dijumpai infeksi saluran pernapasan bagian atas (misalnya, pilek, sakit
tenggorokan )
b. Pada bayi dan anak
1. Demam tinggi
2. Mual dan muntah
3. Sakit kepala
4. Kejang
5. Leher kaku
6. Nafsu makan dan minum berkurang
7. Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, bahkan koma.
5
8. Biasanya diawali dari gangguan saluran pernafasan bagian atas

2.1.6 Pencegahan Meningitis

Pencegahan meningitis ini terdiri dari tiga pencegahan yaitu Pencegahan primer,sekunder
dan tersier , sebagai berikut :

a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat
(Nofareni, 2003). Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis
pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti
Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7),
Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine
(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb OC
atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal
imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari
kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang
telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval
satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5
tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi
di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibody (Riswanto, 2008).
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan
penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan
seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara
meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan
setelah dari toilet.
b. Penegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera.
Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga
untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang
meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru (Lewis, 2008). Selain itu juga
dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan
6
anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini. Penderita juga
diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab
meningitis.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya
tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk
mencegah dan mengurangi cacat.

2.1.7 Asuhan Keperawatan Meningitis

A. Pengkajian
1. Biodata:
- Insiden tertinggi pada anak usia 2 bulan sampai 12 tahun.
- Laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
2. Keluhan Utama
- Kejang dan kesadaran menurun.
3. Riwayat Penyakit sekarang
a. Gejala infeksi akut :
keadaan umum lemah, nafsu makan menurun,muntah serta pada anak
sering mengeluh sakit kepala.
b. Gejala tekanan intra kranial :anak sering muntah, nyeri kepala(pada orang
dewasa), pada neonatus kesadaran menurun dari apatis sampai koma,
kejang umum.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Tuberkulosa, trauma kepala.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Dalam keluarga ada yang menderita penyakit tuberkulosis paru pada meningen
tuberkulosis.
6. ADL
a. Nutrisi : Menurunnya nafsu makan, mual, muntah dan klien mengalami
kesukaran/tidak dapat menelan, dampak dari penurunan kesadaran.
7
b. Aktivitas : Mengalami kelumpuhan dan kelemahan yang mengakibatkan
gerak serta ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan.
c. Tidur : Terdapat gangguan akibat nyeri kepala yang dialami.
d. Eliminasi : Terjadi obstipasi dan inkontinensia urin.
e. Hygiene : Sangat tergantung dalam hal perawatan diri karena penurunan
kesadaran.
7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
a) Suhu tubuh lebih dari 38 °C.
b) Nadi cepat, tapi jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial nadi
menjadi cepat.
c) Nafas lebih dari 24 x/menit
b. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala dan leher : Ubun-ubun besar dan menonjol, strabismus dan
nistagmus (gerakan bola mata capat tanpa disengaja, diluar
kemauan), pada wajah ptiachiae, lesi purpura, bibir kering,sianosis
serta kaku kuduk.
b) Thorak / dada : Bentuk simetris, pernafasan tachipnea, bila koma
pernafasan cheyne stokes, adanya tarikan otot-otot pernafasan,
jantung S1-S2.
c) Abdomen : Turgor kulit menurun, peristaltik usus menurun.
d) Ekstremitas : pada kulit ptiachiae, lesi purpura dan ekimosis, reflek
Bruzinsky dan tanda Kernig positif, tanda hemiparesis.
e) Genetalia : Inkontinensia uria pada stadium lanjut.
c. Pemeriksaan Penunjang - Pungsi lumbal. - Kultur darah. - CT-scan
B. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0130) Hipertemia b.d peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal tubuh d.d kejang,takikardi dan kulit merah.
2. (D.0136) Resiko cedera b.d bahaya atau kerusakan fisik yang
memyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik.
3. (D.0054) Gangguan mobilitas fisik d.d penurunan kendali otot b.d
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas,kekuatan otot menurun.

8
4. (D.0077) Nyeri akut b.d agen pencederah fisiologis d.d mengeluh
nyeri,frekuensi nadi meningkat.

9
C. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA SLKI SIKI


KEPERWATAN
(D.0130) Hiperte (L.14134) Setelah dilakukan Tindakan (I.15506) Manajemen
mia b.d keperawatanselama 1x24 jam hipertermia.
peningkatan suhu diharapkan termoregulasi membaik Tindakan
tubuh diatas dengan kriteria hasil: Observasi
rentang normal 1. Suhu tubuh (5) 1. Identifikasi penyebab
tubuh d.d 2. Suhu kulit (5) hipertermia
kejang, 3. Kadar glukosa darah (5) (mis.dehidrasi,terpap
takikardi dan 4. Kejang (2) ar lingkungan panas,
kulit merah penggunaan
inkubator)
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar
elektraliit
4. Monitor
keluar
haluaran
urine
5. Monitor
komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan
lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan
atau lepaskan
pakain
3. Basahi dan
kipasi
permukaan
10
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebihan)
6. Lakukan
pendinginan
eksternal
(mis,selimut
hipotermia,atau
kompres dingin pada
dahi,
leher,dada,abdomen,
ak sila)
7. Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

(D.0136)Resiko (L.14136) Setelah dilakukan Tindakan (I.14513) Manajemen

11
cedera b.d Keperawatan selama 1x24 keselamatan lingkungan
bahaya atau jam diharapkan tingkat Tindakan:
kerusakan fisik cedera menurun dengan Observas
yang kriteriahasil: 1. Identifikasi
memyebabkan 1. Kejadian cedera (5) kebutuhan
seseorang tidak 2. Ketengan otak(5) keselamatan(mis,
lagi sepenuhnya 3. Toleransi aktivitas (2) kondisi fisik,fungsi
sehat atau dalam kognitif dan riwayat
kondisi baik perilaku)
2. Monitor perubahan
status keselamatan
lingkungan
Terapeutik
1. Hilangkan bahaya
keselamatan
lingkungan
(mis,fisik,biologi,dan
kimia),jika
memungkinkan
2. Memodifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu
keamanan
lingkungan(mis,com
mode chair,dan
pegangan tangan)
4. Gunakan perangkat
pelindung(mis,penge
kanan fisik,rel
samping,pintu
terkunci,pagar)
5. Hubungi pihak
12
berwenang sesaui
masalah
komonitas(mis,
puskesmas,polisi,da
mker)
6. Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang
aman
7. Lakukan program
skrining bahaya
lingkungan(mis,timb
al)
Edukasi
1. Ajarkan individu,
keluarga dan
kelompok risiko
tinggi bahaya
lingkungan

(D.0054) (L.05042) Setelah dilakukan Tindakan (I.06171) Dukungan


Gangguan keperawatan selama 1x24 jam ambulasi
mobilitas fisik diharapkan mobilitas fisik meningkat Tindakan:
d.d penurunan dengankriteriahasil: Observasi
kendali otot b.d 1. Pergerakan ekstremitas(5) 1. Identifikasi adanya
mengeluh sulit 2. Kekuatan otot (5) nyeri atau keluhan
menggerakkan fisik lainnya
ekstremitas,keku 2. Identifikasi toleransi
atan otot fisik melakukan
menurun ambulasi
3. Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
13
darah sebelum
memulai ambulasi
4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
Terapuetik
1. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu( mis,tongkat,kr
uk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilitasi tisik,jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi ini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan(mis,berjala
n dan tempat tidur ke
kursi roda,berjalan
dari tempat tidur ke
kamar mandi,berjalan
susuai toleransi)

(D.0077) Nyeri (L.08066) Setelah dilakukan Tindakan (I.08238) Manajemen nyeri


14
akut b.d agen keperawatanselama 1x24 jam Tindakan:
pencederah diharapkantingkatnyerimenurundengan Observasi
fisiologis d.d kriteriahasil: 1. Identifikasi
mengeluh 1. Keluhan nyeri(5) lokasi,karakteristik,d
nyeri,frekuensi 2. Meringis (5) urasi,
nadi meningkat 3. Sikap prorektif (5) frekuensi,kualitas.int
4. Frekuensi nadi (2) ensitas nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmokologis
15
untuk mengurangi
rasa nyeri
(mis,TENS,hipnosis,
akupresur,terapi
musik,biofeedback,t
erapi
pijat,aromaterapi,tek
nik imajinasi
terbimbing,kompres
hangat/dingin,terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperat rasa
nyeri(mis,suhu,ruang
an,
Pencahayaan,kebisin
gan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredahkan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan,pengebab,pe
riode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
merdahkan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
16
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik,jika perlu

D. IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan adalah pelaksaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi
rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar
kebutuhan pasein terpenuhi secara optimal.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langka akhir dari proses keperawatan yaitu prose penilaian tujuan
dalam rencana perawatan , tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana
keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan
asuhan keperawatan pada bayi dengan post asfiksia sedang, disesuaikan dengan criteria
evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila
diagnosa keperawatan didapatkan hasil sesuai dengan criteria evaluasi.

17
2.2 Konsep Enchepalitis

2.2.1 Definisi Enchepalitis

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia, atau virus (Soemarmo,2010) Ensefalitis adalah infeksi yarjg
mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikrodrganisme lain yang
non purulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus, kemudian herpes simpleks,
arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, gondongan, dan adenovirus. Ensefalitis
biasa juga terjadi pada pasca iffeksi campak, inflvenza, varisella, dan pascavaksinasi Pertusis
(Muttagin, 2008). Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis
(disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis: malaria, atau
primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang
sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap
tengkorak dan menyebabkan kematian.

2.2.2 Etiologi Enchepalitis

1. Mikroorganisme: bakteri, protozoa, cacing,jamur, spirokaeta dan virus.


a. Infeksi virus yang bersifat epidermik:
• Golongan enterovirus poliomyelitis, virus coksackie, virus ECHO
• Golongan virus ARBO, western equire encephalitis, st.louis
enchepalitis, eastern equire encephalitis, japanese B.
encephalitis,Murray valley enchepalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies,herpes simplek,herpes
zoster,limfogranuloma,mumps,limphotic,choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca
vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever,campak,chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.

18
2.2.3 Patofisiologi Enchepalitis

virus atau agen penyebab lainnya masuk kesusunan saraf pusat melalui peredaran
darah,saraf perifer atau saraf kranial,menetap dan berkembang biak menimbulkan proses
peradangan. kerusakan pada nyelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi. Reaksi
peradangan juga mengakibatkan perdarahan,edema,nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi
peningkatan tekanan intracranial.kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan
peningkatan tekanan intracranial. (tarwoto wartonah,2007).

virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna.setelah masuk kedalam
tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara, yaitu:

a. lokal: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender perumukaan atau organ
tertentu
b. penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah,kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan
menyebar melalui system persarafan.

2.2.4 Penularan Enchepalitis

Penularan Enchepalitis tergantung pada penyebabnya, dan cara penularannya dapat


bervariasi. Berikut adalah beberapa cara umum penularan ensefalitis terjadi:

1. Penularan Virus: Sebagian besar ensefalitis disebabkan oleh virus, seperti virus herpes
simplex, virus West Nile, atau virus ensefalitis Jepang. Penularannya dapat terjadi
melalui gigitan nyamuk yang membawa virus tersebut atau melalui kontak langsung
dengan cairan tubuh penderita, seperti air liur atau lendir hidung. Beberapa virus
ensefalitis juga dapat menyebar melalui transfusi darah atau transplantasi organ.
2. Penularan Bakteri: Ensefalitis bakteri seperti ensefalitis tuberkulosis atau ensefalitis
listeria dapat menyebar melalui kontak dengan sekresi atau cairan tubuh penderita,
seperti air liur, lendir hidung, atau dahak.
3. Penularan melalui Tanda-Tanda Penularan”: Beberapa penyakit ensefalitis dapat
menular melalui batuk atau bersin penderita. Partikel-partikel virus atau bakteri dalam
droplet udara dapat terhirup oleh orang lain yang berada di dekatnya.

19
4. Penularan dari Hewan”: Beberapa jenis ensefalitis, seperti ensefalitis equina Timur dan
Barat, dapat menular dari gigitan nyamuk yang sebelumnya menggigit hewan yang
terinfeksi. Manusia biasanya tidak menularkan penyakit ini satu sama lain.
5. Penularan Vertikal: Pada beberapa kasus, ibu hamil yang terinfeksi ensefalitis dapat
menularkan infeksi ke bayi mereka selama kehamilan, persalinan, atau menyusui.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua jenis enchepalitis bersifat sangat menular, dan tingkat
penularan dapat bervariasi tergantung pada jenis penyebabnya.

2.2.5 Tanda dan Gejala Enchepalitis

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis enchepalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias
ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran
dan penglihatan. (Mansjoer,2000).

Adapun tanda dan gejala Enchepalitis sebagai berikut :

1. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia


2. Sakit kepala.
3. Kesadaran dengan cepat menurun
4. Muntah-muntah
5. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
6. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
7. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di
muka)
8. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997).

Inti dari sindrom enchepalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri
refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-
otot wajah.

20
2.2.6 Pencegahan Enchepalitis
1. Menjaga kebersihan, misalnya dengan sering mencuci tangan dan
membersihkan rumah secara teratur.
2. Jangan menggunakan alat makan yang sama dengan orang lain.
3. Menghindari gigitan nyamuk, kenakan pakaian tertutup saat tidur atau saat
keluar rumah pada malam hari, gunakan semprotan anti nyamuk, serta
gunakan lotion antinyamuk.
4. Vaksinasi, jenis vaksin rutin di Indonesia yang dapat membantu
menurunkan resiko terjangkit penyakit ini adalah vaksin MMR (measless,
mumps dan rubella). Selain itu, ada beberapa jenis vaksin yang disarankan
apabila akan bepergian ke daerah yang beresiko seperti vaksin Japanese
encephalitis, vaksin tick-borne encephalitis, serta vaksin rabies.

2.2.7 Asuhan keperawatan Enchepalitis

A. Pengkajian
Pengkajian meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga. pangkajian psikososial (pada anak perlu dikaji
dampak hospitalisasi).
1. Anamnesa
a) Biodata: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnose medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu
dengan yang lain. ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
b) Keluhan utama: hal yang sering dikeluhkan klien, panas badan
meningkat, kejang disertai penurunan kesadaran.
c) Riwayat penyakit sekarang: penting di ketahui untuk mengetahui jenis
kuman penyebab. Tanyakan dengan jelas gejala yang timbul, mulai
kapan serangan terjadi, sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan
biasanya berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan itu diantaranya sakit kepala dan demam meningkat kurang lebih
1-4 hari, yang merupakan gejala awal. Sakit kepala berhubungan dengan
ensefalitis yang selalu berat dan sebagai akibat dari iritasi selaput otak.
Demam biasanya tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan
kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih

21
mendalam, bagaimana sifat tibulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang.
d) Riwayat penyakit dahulu: pengkajian penyakit yang pernah dialami klien
yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang, meliputi pernahkan klien mengalami campak, cacar
air, herpes, dan bronkopneumonia.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga: Keluarga ada yang menderita penyakit
yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh :
Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E , Coli ,dll.
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai
dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis biasanya
didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39- 49°C. Keadaan ini
biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan
sebelum mengalami ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Biasanya pada penderita di dapati peningkatan suhu tubuh di atas normal 39-
41oc.
a) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas yang seringdi dapatkan
pada klien ensephalits disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan.
Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan kiri.Auskultasi bunyi

22
nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan ensefilitis karena
akumulasi secret dari penurunan kesadaran.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kadiovaskular didapatkan renjatan ( syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien ensefalitis yang telah
mengganggu autoregulasi dari system kardiovaskuler.
c) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengamami koma, penilaian GCS yang sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
memantau pemberian asuhan.
2. Pengkajian Fungsi Serebral
Status mental, observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah dan aktivitas motoric klien. Pada klien ensefalitis
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
3. Pengkajian saraf karnial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf 1 – XII.

• Saraf I
Biasanya pada klien ensefalitis tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
• Saraf II
Tes ketajaman penglihatan pada kondisi
normal.Pemeriksaan papilledema mungkin didapatkan
terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri
dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK.
• Saraf III, IV dan VI

23
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pda tahap lanjut ensefalitis yang telah
mengganggu kesadaran, tanda – tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an
yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.
• Saraf V
Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot
sehingga mengganggu proses mengunyah.
• Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris
karena adanya paralisis unilateral.
• Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
• Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik, sehingga
mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
• Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan
fleksi leher dan kaku kuduk.
• Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecap normal.
4. Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan
dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami
perubahan.
5. Pemeriksaan Refleks. Pemeriksaan reflex dada, pengetukan pada
tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons
normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis
dengan tingkat kesadaran koma.

24
6. Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan
distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan
TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
7. Sistem Sensorik. Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya
didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal,
perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal.
Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda
yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku
kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
4. B4(Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
5. B5(Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
6. B6(Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien
lebih banyak dibantu orang lain.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
3. Risiko pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

25
4. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental
dan penurunan tingkat kesadaran (Tarwoto, 2007).
5. Nyeri berhubungan dengan iritasi lapisan otak.
C. Intervensi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994).
1. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
1) Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
2) Kriteria hasil :
• suhu tubuh normal 36,5-37,5℃
• tanda vital normal
• turgor kulit baik
• pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas
normal
NO INTERVENSI RASIONAL

1 Ukur tanda vital setiap 4 jam Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
menimbulkan perubahan tanda vital seperti
penurunan darah atau peningkatan nadi
2 Monitor hasil pemeriksaan lab Mengetahui perbaikan atau
terutama elektrolit ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
3 Observasi tanda-tanda dehidrasi Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi

4 Catat intake dan output cairan Mengetahui keseimbangan cairan

5 Berikan minuman dalam porsi Mengurangi distensi gaster


kecil tapi sering
6 Pertahankan temperature tubuh dalam Peningkatan temperature mengakibatkan
batas normal pengeluaran cairan lewat kulit bertambah
7 Kolaborasi dalam pemberian Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV
cairan intervena akan mempercepat pemulihan dehidrasi

26
8 Pertahankan dan monitor Tekanan vena sentral untuk mengetahui
keseimbangan cairan
tekanan vena sentral

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual


muntah, anoreksia, kelemahan,intake yang tidak adekuat.
a) Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
b) Kriteria hasil :
• Nafsu makan baik, terjadi peningkatan BB secara bertahap.
• Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan.
• Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada.
• Hb dan albumin dalam batas normal
• Tanda- tanda vital normal

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kesukaan makanan pasien Meningkatkan selera makan pasien
2. Berikan makan dalam porsi Menghindari mual dan muntah
kecil tapi sering
3. Hindari berbaring kurang dari 1 Posisi berbaring saat makan dalam lambung
jam setelah makan penuh dapat mengakibatkan refluk dan tidak
nyaman

4. Timbang BB 3 hari sekali secara Penurunan BB berarti kebutuhan makanan


periodic berkurang
5. Berikan antiemetic 1 jam Menekan rasa mual dan muntah
sebelum makan
6. Kurangi minum sebelum makan Minum yang banyak sebelum makan
mengurangi intake makanan
7. Hindari keadaan Meningkatkan selera makan pasien
yang menggangu
selera makan:
lingkungan,kotor,bau,kebersihan
tempat makan
8. Sajikan makanan dalam keadaan Meningkat selera makan
hangat dan hygine, menarik
9. Lakukan perawat mulut Meningkatkan nafsu makan
10. Monitor kadar Hb dan albumin Mengetahui status nutrisi

27
3. Hipertensi berhubungan dengan infeksi
a) Tujuan : suhu badan dalam batas normal
b) Kriteria hasil :
• Suhu tubuh normal 36,5-37,5℃
• Tanda vital normal
• Turgor kulit baik
• Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal

NO INTERVENSI RASIONAL

1. Monitor suhu setiap 2 jam Mengetahui suhu tubuh


2. Monitor tanda vital efek dari peningkatan suhu adalah perubahan
nadi, pernafasan dan tekanan darah
3. Monitor tanda dehidrasi Tubuh dapat kehilangan cairan melalui kulit
dan penguapan Mengurangi suhu tubuh
4. Beri obat antipireksia Mengurangi suhu tubuh
5. Berikan minum cukup 2.000 Mencegah dehidrasi
CC/hari
6. Lakukan kompres hangat Mengurangi suhu tubuh
7. Monitor tanda-tanda kejang Suhu tubuh yang panas beresiko kejang

4. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum deficit


neurologic
a) Tujuan : tidak ada gangguan mobilitas fisik
b) Kriteria hasil :
• Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
• Integritas kulit utuh
• Tidak terjadi atrofi
• Tidak terjjadi kontraktur

NO INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji kemampuan mobilisasi Hemiparise mungkin dapat terjai


2. Alih posisi pasien setiap 2 jam Menghindari kerusakan kulit
3. Lakukan massage bagian tubuh Melancarkan aliran darah dan mencegah
yang tertekan decubitus
4. Lakukan ROM pasif Menghindari kontraktur dan atrofi

28
5. Monitor trombo emboli, Mencegah komplikasi imobilisasi
Konstipasi
6. Konsul pada ahli fisioterapi jika Perencanaan yang penting lebih lanjut
diperlukan

5. Resiko injury : jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan


kesadaran dan status mental.
a) Tujuan : tidak terjadi injury
b) Kriteria hasil:
• Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.
• Kejang tidak terjadi
• Injuri tidak terjadi

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status neurologi setiap 2jam Menentukan keadaan pasien dan resiko
kejang
2. Pertahankan keamanan pasien Mengurangi resiko injury dan mencegah
seperti penggunaan penghalang obstruksi pernafasan
tempat tidur, kesiapan
suction,spatel,oksigen
3. Catat aktivitas kejang dan tinggal Merencanakan intervensi lebih lanjut
bersama pasien selama kejang
4. Kaji status neurologi dan tanda vital Mengetahui respon pst kejang
setelah kejang.
5. Orientasikan pasien dan Setelah kejang memungkinkan pasien
disorientasi
Lingkungan
6 Kolaborasi dalam pemberian obat Mengurangi resiko kejang/menghentikan
anti kejang kejang

D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi,1995). Implementasi dilakukan sesuai
intervensi yang telah direncanakan.

29
E. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang Kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall
Capenito,1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan masalah ensefalitis adalah :
a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
c. Tidak mengalami kejang atau cedera lainnya.

30
2.3 Konsep Stroke

2.3.1 Definisi Stroke

Stroke merupakan penyakit tidak menular yang dikenal dengan sillent killer adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
Seringkali ini berlangsung 5 selama bertahun-tahun (Brunner & Suddarth, 2008). Stroke adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak yang terjadi akibat pembentukan
trombus disuatu arteri serebrum akibat emboli mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh atau
akibat perdarahan otak (Corwin, 2011). Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan
fungsi saraf lokal dan atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan
fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non traumatik. Gangguan
saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara
tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo, mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan,
dan lain-lain) (Riskesdas, 2013).

2.3.2 Klasifikasi Stroke

Menurut Tarwoto, Wartonah & Suryati (2007) stroke berdasarkan keadaan


patologisnya dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang, hal ini
disebabkan karena obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak. Hampir 80%
pasien stroke merupakan stroke iskemik. Penyebab stroke iskemik adalah trombosis,
emboli, dan hipoperfusi global.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena perdarahan subarachnoid,
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak tertentu. Biasanya terjadi pada saat
pasien melakukan 8 aktivitas atau saat aktif, namun juga pada kondisi istirahat.

2.3.3 Etiologi Stroke

Menurut Brunner & Suddarth (2008) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian, yakni:

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

31
2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain.
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak).
4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah penghentian suplai darah yang juga berkurangnya suplai oksigen ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, dan sensasi.

2.3.4 Patofisiologi Stroke

1. Patofisiologi Stroke Iskemik


Stroke iskemik merupakan kelainan yang kompleks dengan beberapa etiologi dan
manifestasi klinis yang tidak tetap. Sekitar 45% stroke iskemik disebabkan trombus
arteri besar maupun kecil, 20 disebabkan emboli dan sisanya terjadi karena sebab yang
tidak diketahui (Hinkle, 2007). Stroke iskemik dapat bermanifestasi dalam bentuk
stroke trombotik (tipe pembuluh darah besar atau kecil), stroke emboli (dengan atau
tanpa gangguan jantung atau gangguan kelainan arteri), hipoperfusi sistemik atau
thrombosis vena (Deb et al, 2010). Stroke iskemik paling sering disebabkan oleh
kurangnya aliran darah ke sebagian atau seluruh bagian otak yang mengkibatkan
hilangnya neuron dari glukosa dan oksigen yang menyebabkan kegagalan produksi
senyawa fosfat energi tinggi seperti adenine trifosfat (ATP). Hal ini berdampak pada
proses pembentukan energi yang penting untuk kelangsungan hidup sel jaringan. Jika
hal ini terus berlanjut dan bertambah parah dapat menyebabkan penurunan membran
sel saraf karena kematian sel akibat dari terganggunya proses sel normal. Iskemia juga
dapat disebabkan karena kekurangan oksigen saja (kerusakan hipoksiaiskemik yang
mungkin terjadi pada pasien yang mengalami serangan jantung, kolaps pernapasan
ataupun karena keduanya) atau kehilangan glukosa saja (yang mungkin terjadi karena
overdosis insulin pada pasien diabetes). Tekanan darah yang sangat rendah dapat
menghasilkan pola infark aliran yang berbeda, yang biasanya infark terjadi pada
jaringan arteri utama otak. Umumnya, stroke iskemik hanya melibatkan sebagian dari
otak akibat oklusi arteri besar atau kecil. Hal ini dapat berkembang dengan cepat di
beberapa bagian arteri dan menjadi emboli 12 atau embolus tunggal yang pecah dan
mengalir dalam aliran darah. Saat arteri tersumbat dan otak kekurangan aliran darah,
terjadi penghambatan pada hampir seluruh fungsi alami dari syaraf. Fungsi normal

32
syaraf akan terhenti dan akan terjadi gejala yang relevan dengan daerah otak yang
terlibat (kelemahan, mati rasa, kehilangan penglihatan,dll) (McElveen and Alway,
2009).
2. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Selama perdaraan intraserebral, terjadi akumulasi darah yang cepat dalam parenkim
otak yang menyebabkan gangguan anatomi normal dan peningkata tekanan lokal.
Tergantung pada dinamika ekspansi hematoma (pertumbuhan), kerusakan primer
terjadi dalam waktu beberapa menit hingga jam setelah onset pendarahan. Kerusakan
sekunder sebagian besar disebabkan karena adanya darah dalam parenkim dan juga
tergantung pada volume hematoma, usia dan valume ventricular. Hal ini dapat terjadi
melalui jalur sitotoksisitas darah, hipermetabolisme, eksitotoksisitas, depresi serta
stress oksidatif dan peradangan. Pada akhirnya pathogenesis ini menyebabkan
gangguan irreversibl komponen unit neurovascular dan diikuti oleh gangguan pada
blood brain barrier dan edema otak memetikan dengan kematian sel otak besar.
Sementara mediator inflamasi yang dihasilkan secara lokal untuk merespon kematian
otak atau cedera otak memiliki kapasitas untuk menambah kerusakan yang disebabkan
oleh cedera sekunder, keterlibatan sel-sel inflamasi (mikroglia/makrofag) sangat
penting untuk menghilangkan pecahan sel dari hematoma yang merupakan sumber
peradangan (Aronowski and Zhao, 2011).

2.3.5 Faktor resiko pada Stroke

Menurut Brunner & Suddarth (2008) faktor resiko untuk terjadinya stroke adalah:

1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Pengendalian hipertensi
adalah kunci untuk mencegah stroke.
2. Penyakit kardiovaskuler
Emboli serebral berasal dari jantung, seperti penyakit arteri koronaria, gagal jantung
kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama jantung (khususnya fibrilasi
atrium) serta penyakit jantung kongestif.
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral
6. Diabetes dikaitkan dengan aterogenensis terakselerasi

33
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, kadar estrogen
tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10. Konsumsi alkohol
11. Stress

2.3.6 Tanda dan gejala Stroke

Menurut Brunner & Suddarth (2008), tanda dan gejala stroke berdasarkan 4 penyebab
utama stroke, yakni:

1. Trombosis Serebral
Tanda dan gejala trombosis serebral bervariasi seperti sakit kepala, pusing, perubahan
kognitif, atau kejang. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parese pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme Serebral
Karakteristik tanda dan gejala emboli serebral adalah hemiparese atau hemiplegia
(kelemahan anggota gerak) tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan pemberat seperti penyakit jantung dan pulmonal.
3. Iskemia Serebral
Iskemia serebral terutama terjadi karena penyumbatan ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak. Tanda dan gejala yang biasanya muncul adalah kehilangan
penglihatan tanpa nyeri yang tiba-tiba pada salah satu mata atau penurunan lapang
penglihatan pada salah satu mata, vertigo, diplopia, gangguan kesadaran, kebas atau
kelemahan baik pada tangan atau kaki, dan mungkin ada kesulitan bicara atau
memahami bicara yang terjadi biasanya tidak lebih dari 24 jam.
4. Hemoragi Srebral
Tanda dan gejala dari hemoragi serebral biasanya adalah sakit kepala hebat, serta terjadi
defisit neurologik seperti penurunan kesadaran yang nyata (Stupor/ koma) dan
abnormalitas pada tanda-tanda vital.

2.3.7 Pencegahan Stroke

Menurut Muhammad Ridwan (2017), terdapat beberapa kiat untuk pencegahan stroke,
yakni:

34
1. Menghindari kebiasaan merokok
2. Memeriksakan tensi darah secara rutin
3. Mengendalikan penyakit jantung
4. Mengatasi stress dan depresi
5. Makanan yang sehat dan gizi seimbang
6. Mengurangi makanan bergaram
7. Memantau berat badan
8. Melakukan olahraga secara aktif
9. Menghindari konsumsi alkohol
10. Mencari informasi tentang penyakit stroke

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (2009) di Indonesia, upaya yang


dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke, yaitu:

1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang
bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat
menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik,
dan billboard.
2. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor resiko stroke bagi
individu yang mempunyai faktor resiko dengan cara melaksanakan gaya hidup
sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit Jantung (misalnya fibrilasi
atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit
vaskular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi makanan dengan gizi yang seimbang seperti:
makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna,

35
minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah
lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolahraga
secara teratur.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada
tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/ hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut,
kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1 x 75 mg merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor resiko stroke, misalnya mengkonsumsi
obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi
obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan
mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan
dan kurang gerak.
4. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan
pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan
tertier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial.
Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran
serta keluarga.

36
2.3.8 Asuhan Keperawatan Stroke
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan
data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto, 2013).
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian

37
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen), pasien
acuh tak acuh terhadap lingkungan (apati), mengantuk yang dalam
(sopor), spoor coma, hingga penrunn kesadaran (coma), dengan
GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos mentis dengan GCS 13-15.
2. Tanda-tanda Vital
• Tekanan darah. Biasanya pasien dengan stroke non
hemoragik memiliki riwata tekanan darah tinggi dengan
tekanan systole > 140 dan diastole > 80. Tekanan darah
akan meningkat dan menurun secara spontan. Perubahan
tekanan darah akibat stroke akan kembali stabil dalam 2-3
hari pertama.

38
• Nadi. Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
• Pernafasan. Biasanya pasien stroke non hemoragik
mengalami gangguan bersihan jalan napas.
• Suhu. Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan
stroke non hemoragik.
3. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non
hemoragik
4. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, pasien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada nervus
VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien
kesulitan untuk mengunyah.
5. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopakmata tidak oedema. Pada pemeriksaannervus II (optikus):
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien
bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen):
biasanya hasil yang di dapat pasien dapat mengikuti arah tangan perawat
ke kiri dan kanan.
6. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius):
kadang ada yang bisa menyebutkan bauyang diberikan perawat namun
ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan
kanan berbeda danpada nervus VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada

39
pasoien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan
keseimbangan gerak tangan – hidung.
7. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkanrasa manis dan
asin. Pada nervus IX (glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat
tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien
dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglosus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri
dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
8. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan
gesekan jari dariperawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan
pasien hanya dapat mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi
yang jelas.
9. Leher
Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non
hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku
kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).
10. Paru-paru
• Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
• Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
• Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
• Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
11. Jantung
• Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat
• Palpasi : biasanya iktus kordis teraba
• Perkusi : biasanya batas jantung normal
• Auskultasi : biasanya suara vesikuler
12. Abdomen

40
• Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
• Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
• Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
• Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar

Pada pemeriksaan reflek dinnding perut, pada saat perut pasien


digores, biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.

13. Ekstremitas
a. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra. Capillary
Refill Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada
pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanyapasien stroke non
hemoragik tidak dapat melawan tahananpada bahu yang
diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku
diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun
ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
Hoffman tromner biasanya jari tidak mengembang ketika di beri
reflek ( reflek Hoffman tromner (+)).
b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat
telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek
babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis digores biasanya jari kaki
juga tidak berespon ( reflek Caddok (+)). Pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi ( reflek openheim (+)) dan pada saat betis di remas
dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa- apa ( reflek
Gordon (+)). Pada saat dilakukan treflek patella biasanya femur
tidak bereaksi saat diketukkan (reflek patella (+)).
14. Aktivitas dan Istirahat
a. Gejala : merasa kesulitan untuk melakukann aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia),

41
merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri atau kejang
otot).
b. Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan
terjadikelemahan umum, gangguan pengelihatan, gangguan
tingkat kesadaran.
15. Sirkulasi
a. Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipertensi
postural.
b. Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya
embolisme atau malformasi vaskuuler, frekuensi nadi bervariasi
dan disritmia.
16. Integritas Ego
a. Gejala : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa.
b. Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih
dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
17. Eliminasi
a. Gejala : terjadi perubahan pola berkemih.
b. Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus
negatif.
18. Makanan atau Cairan
a. Gejala : nafsu makan hilang,mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah
b. Tanda : kesulitan menelan dan obesitas.
19. Neurosensori
a. Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya
rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas, pengelihatan
menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
b. Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi
koma pada tahap awal hemoragik, gangguan fungsi kongnitif,
pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran atau reaksi pupil tidak
sama, kekakuan, kejang.

42
20. Kenyamanan atau Nyeri
a. Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
b. Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot
21. Pernapasan
a. Gejala : merokok
b. Tanda : ketidakmampuan menelan atau batuk , hambatan jalan
napas, timbulnya pernapasan sulit dan suara nafas terdengar
ronki
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017). Diagnosa yang akan muncul pada kasus
stroke non hemoragik dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:
1. Penurunan Kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema cerebral
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan menghidu
dan melihat.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
7. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
8. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
9. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan
10. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
Serebral

43
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Penurunan kapasitas Setelah dilakukan Manajemen


adaptif intrakranial tindakan keperawatan Peningkatan tekanan
berhubungan dengan selama .... jam diharapkan intrakranial (I.06194)
edema serebri perfusi serebral (L.02014) 1.1 Identifikasi penyebab
(D.0066). dapat adekuat/meningkat peningkatan tekanan
dengan Kriteria hasil : intrakranial (TIK)
1) Tingkat kesadaran 1.2 Monitor tanda gejala
meningkat peningkatan
2) Tekanan Intra Kranial Tekanan
(TIK) intrakranial (TIK)
Menurun 1.3 Monitor status
3) Tidak ada tanda tanda pernafasan pasien
pasien gelisah. 1.4 Monitor intake dan
4) TTV membaik output cairan
1.5 Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
1.6 Berikan posisi semi
fowler
1.7 Pertahankan suhu
tubuh normal
1.8 Kolaborasi
pemberian obat
deuretik osmosis
2. Risiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen
Serebral Tidak tindakan keperawatan Peningkatan tekanan
Efektif dibuktikan selama .... jam diharapkan intrakranial (I.06194)
1.9 Identifikasi

44
dengan Embolisme perfusi serebral (L.02014)
(D.0017). dapat

adekuat/meningkat penyebab peningkatan


dengan Kriteria hasil : tekanan
5) Tingkat kesadaran intrakranial (TIK)
meningkat 1.10Monitor tanda gejala
6) Tekanan Intra peningkatan Tekanan
Kranial (TIK) intrakranial (TIK)
Menurun 1.11Monitor status
7) Tidak ada tanda pernafasan pasien
tanda pasien gelisah. 1.12Monitor intake dan
8) TTV output cairan
membaik 1.13Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
1.14Berikan posisi semi
fowler
1.15Pertahankan suhu
tubuh normal
1.16Kolaborasi pemberian
obat deuretik osmosis

45
3. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.08238)
agen pencedera selama … jam 2.1 Identifikasi lokasi ,
fisiologis (iskemia) diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
(D.0077). (L.08066) menurun frekuensi, kulaitas,
dengan Kriteria Hasil : intensitas nyeri
1) Keluhan nyeri 2.2 Identifikasi skala nyeri
menurun. 2.3 Identifikasi respon nyeri
2) Meringis menurun non verbal
3) Sikap protektif 2.4 Berikan posisi yang
menurun nyaman
4) Gelisah menurun. 2.5 Ajarkan teknik
TTV membaik nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (misalnya
relaksasi nafas dalam)
2.6 Kolaborasi pemberian
analgetik
4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan tindakan keperawatan (I.03119)
dengan selama … jam 3.1 Identifikasi status
ketidakmampuan diharapkan ststus nutrisi nutrisi
menelan makanan (L.03030) 3.2 Monitor asupan
(D.0019). adekuat/membaik makanan
dengan kriteria hasil: Berikan makanan
1) Porsi makan
dihabiskan/meningkat

46
2) Berat badan ketika masih hangat
membaik 3.4 Ajarkan diit sesuai yang
3) Frekuensi makan diprogramkan
membaik 3.3 Kolaborasi dengan
4) Nafsu makan ahli gizi dalam
membaik pemberian diit yang
5) Bising usus tepat
membaik
6) Membran mukosa
membaik
5. Gangguan Setelah dilakukan 4.1 Monitor fungsi sensori
persepsi sensori tindakan keperawatan dan persepsi:pengelihat
berhubungan selama … jam an, penghiduan,
dengan diharapkan persepsi pendengaran dan
ketidakmampuan sensori (L.09083) pengecapan
menghidu dan membaik dengan 4.2 Monitor tanda dan gejala
melihat (D.0085). kriteria hasil: penurunan neurologis
1) Menunjukkan tanda klien
dan gejala persepsi 4.3 Monitor tanda- tanda vital
dan sensori baik: klien
pengelihatan,
pendengaran, makan
dan minum baik.
2) Mampu
mengungkapkan
fungsi pesepsi dan
sensori dengan
tepat.

47
6. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan (I.05173)
berhubungan selama … jam 5.1 Identifikasi adanya
dengan gangguan diharapkan mobilitas keluhan nyeri atau fisik
neuromuskular fisik (L.05042) klien lainnya
(D.0054). meningkat dengan 5.2 Identifikasi kemampuan
kriteria hasil: dalam melakukan
1) Pergerakan pergerakkan
ekstremitas 5.3 Monitor keadaan
meningkat umum selama
2) Kekuatan otot melakukan mobilisasi
meningkat 5.4 Libatkan keluarga
3) Rentang gerak untuk membantu
(ROM) meningkat klien dalam
meningkatkan
Kelemahan fisik
pergerakan
menurun
5.5 Anjurkan untuk perlahan
5.6 Ajarkan
mobilisasi sederhana yg
bisa dilakukan seperti
duduk ditempat tidur,
miring kanan/kiri, dan
latihan rentang gerak
(ROM)

48
7. Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas
kulit/jaringan tindakan keperawatan kulit (I.11353)
berhubungan dengan selama … jam 6.1 Identifikasi
penurunan mobilitas diharapkan integritas penyebab gangguan
(D.0129). kulit/jaringan integritas kulit
(L.14125) meningkat 6.2 Ubah posisi tiap 2
dengan kriteria hasil : jam jika tirah
1) Perfusi jaringan baring
meningkat 6.3 Anjurkan
2) Tidak ada tanda menggunakan
tanda infeksi pelembab
3) Kerusakan jaringan 6.4 Anjurkan minum air
menurun yang cukup
4) Kerusakan lapisan 6.5 Anjurkan
kulit meningkatkan
5) Menunjukkan asupan nutrisi
terjadinya 6.6 Anjurkan mandi
proses dan menggunakan
penyembuhan sabun secukupnya.
luka

49
8. Risiko jatuh dibuktikan Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
dengan kekuatan otot tindakan keperawatan (I.14540)
menurun (D.0143). selama … jam 7.1 Identifikasi faktor
diharapkan tingkat resiko jatuh
jatuh (L.14138) 7.2 Identifikasi faktor
menurun dengan lingkungan yang
kriteria hasil: meningkatkan
1) Klien tidak terjatuh resiko jatuh
dari tempat tidur 7.3 Pastikan roda
2) Tidak terjatuh saat tempat tidur selalu
dipindahkan dalam keadaan
3) Tidak terjatuh saat terkunci
duduk 7.4 Pasang pagar
pengaman tempat
tidur
7.5 Anjurkan untuk
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
7.6 Anjurkan untuk
berkonsentrasi
menjaga
keseimbangan tubuh

50
9. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan Promosi komunikasi:
verbal berhubungan tindakan defisit bicara (13492)
dengan penurunan keperawatan selama 8.1 Monitor
sirkulasi serebral … jam diharapkan kecepatan,tekanan,
(D.0119). komunikasi verbal kuantitas,volume dan
(L.13118) meningkat diksi bicara
dengan kriteria hasil: 8.2 Identifikasi perilaku
1) Kemampuan emosional dan fisik
bicara meningkat sebagai bentuk
2) Kemampuan komunikasi
mendengar dan 8.3 Berikan dukungan
memahami psikologis kepada
kesesuaian klien
ekspresi wajah / 8.4 Gunakan metode
tubuh komunikasi
meningkat alternatif (mis.
3) Respon prilaku Menulis dan
pemahaman bahasa isyarat/
komunikasi gerakan tubuh)
membaik 8.5 Anjurka klien untuk
4) Pelo menurun bicara secara
perlahan

51
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Meningitis adalah suatu penyakit infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisia sedangkan Ensefalitis adalah
radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia,
atau virus, dan Stroke merupakan penyakit tidak menular yang dikenal dengan sillent killer
adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
Meningitis dan Ensefalitis di sebabkan oleh infeksi bakteri, cacing maupun jamur. Sedangkan
storke di sebabkan kaena kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak.

3.2 Saran

Saran dalam makalah ini adalah mahasiswa diharapkan dapat mengerti konsep dan
asuhan keperawatan dari penyakit Meningitis, Ensefalitis dan Stroke.

52
DAFTAR PUSTAKA

Kaunang, Rante. 2022. Mengenal radang selaput otak (Meningitis). Jakarta

Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 1. Jakarta:
EGC.

Arif, Mansur. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Doengoes, Marilynn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Dewanto dkk.( 2007).Diognosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf, Jakarta: EGC

Muttaqin Arif. (2008). Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Hadi, I. G.S. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Cerebrovascular Accident


Dengan Masalah Defisit Perawatan Diri di Rumah Sakit Panti Waluya

Sawahan Malang. (Online). http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/id/eprint/446. Diakses


tanggal 24 September 2021

Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit,
Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U.,

Tarwoto dan Wartonah . 2007. Keperawatan medical bedah gangguan pesyarafan. Jakarta :

sagung seto

LeMone, Priscillia dkk, 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : gangguan neurologi.

Jakarta : ECG. Ed.5.

American Heart Assosiation (AHA). (2015). Heart Disease and Stroke Statistics 2015

Update. American. https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000152.

53

Anda mungkin juga menyukai