MENINGITIS TUBERKULOSIS
disusun oleh :
Grace Erdiana (406162069)
Pembimbing
dr. Hesti Kartika Sari, Sp.A
Penulis
DAFTAR ISI
2
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ 4
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 5
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 5
1.2 Tujuan......................................................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8
2.1 Anatomi dan Fisiologi Meningen.............................................................. 8
2.2 Definisi Meningitis Tuberkulosis ............................................................... 9
2.3 Epidemiologi Meningitis Tuberkulosis....................................................... 9
2.4 Etiologi Meningitis Tuberkulosis................................................................ 10
2.5 Patogenesis Meningitis Tuberkulosis.......................................................... 10
2.6 Patofisiologi Meningitis Tuberculosis........................................................ 13
2.7 Manifestasi Klinis Meningitis Tuberkulosis............................................... 15
2.8 Pemeriksaan penunjang Meningitis Tuberkulosis...................................... 16
2.9 Pengobatan Meningitis Tuberkulosis.......................................................... 17
2.10 Efek Samping Obat................................................................................... 18
2.11 Evaluasi Hasil Pengobatan........................................................................ 19
2.12 Evaluasi Efek Samping Obat.................................................................... 19
2.13 Pencegahan............................................................................................... 20
2.14 Komplikasi................................................................................................ 21
2.15 Prognosis................................................................................................... 22
REKAM MEDIS............................................................................................... 23
ANALISIS KASUS.......................................................................................... 40
BAB III. PENUTUP........................................................................................ 48
KESIMPULAN................................................................................................. 48
SARAN............................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 50
DAFTAR GAMBAR
3
Gambar 3. Bagan patogenesis tuberkulosis ............................................... 12
Gambar 4. Perjalanan penyakit tuberkulosis berbagai organ....................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
4
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobakterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai sistem
organ, terutama paru-paru. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun
sebelum Masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit
TB baru terjadi dalam dua abad terakhir. Pada TB ekstra paru, gejala dan keluhan
tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB,
nyeri dada pada pleuritis TB, pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondylitis TB,
dan lain sebagainya.1
5
Treatment Shortcourse). World Health Organization (WHO) merekomendasikan 5
komponen strategi DOTS yakni :4
•Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO).
1.2 Tujuan
6
pencegahannya dan mengetahui tindak lanjut gejala sisa pada penyakit meningitis
tuberkulosis serta untuk memberi pengetahuan kepada penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1 Anatomi Meningen
1. Dura mater
Lapisan paling luar, kuat yang terdiri dari dua lapisan (dura artinya kuat). Lapisan-
lapisan ini melekat erat, tetapi dibeberapa tempat keduanya terpisah untuk
membentuk rongga berisi darah, sinus dural, dan sinus venosus. Darah vena yang
berasal dari otak mengalir ke sinus ini untuk dikembalikan ke jantung.
2. Arachnoid mater
Lapisan halus kaya pembuluh darah dengan penampakan “sarang laba-laba”
(arachnoid artinya seperti laba-laba). Ruang antara lapisan arachnoid dan pia
mater adalah ruang subarachnoid yang terisi oleh CSS. Penonjolan jaringan
arachnoid, yaitu vili arakhnoid, menembus celah-celah di dura di atasnya dan
menonjol ke dalam sinus dura. CSS direabsorpsi menembus permukaan vilus-
vilus ini untuk masuk ke sirkulasi darah di dalam sinus.
8
3. Pia mater
Lapisan meninges paling dalam, pia mater, adalah yang paling rapuh (pia artinya
lembut). Lapisan ini memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke
permukaan otak dan medula spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Di
daerah-daerah tertentu, lapisan ini masuk jauh ke dalam otak untuk membawa
pembuluh darah berkontak erat dengan sel-sel ependim yang melapisi ventrikel.
Hubungan ini penting dalam pembentukan CSS
Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah
peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis
merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang.
Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai
resiko tinggi untuk terkena meningitis.7
9
Meningitis tuberkulosis lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada orang
dewasa, terutama dalam 5 tahun pertama kehidupan. Faktanya, anak-anak berusia
0-5 tahun lebih sering terkena meningitis tuberkulosis daripada kelompok usia
lainnya.10
10
tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembang biak di dalam makrofag sehingga menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus
primer Ghon. Kemudian kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, sehingga menyebabkan limfangitis, limfadenitis.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks
primer. Waktu yang diperlukan dari masuknya kuman hingga terbentuk kompleks
primer disebut masa inkubasi. Saat masa inkubasi, dapat terjadi penyebaran
kuman secara limfogen (menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer) dan hematogen (masuk ke sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh).Penyebaran hematogen yang paling sering adala dalam bentuk
penyebaran hematogenic tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh,bersarang pada organ
dengan vaskularisasi baik seperti apeks paru, limpa, otak, hati, tulang, kelenjar
limfe superfisialis.4
11
Gambar 3. Bagan pathogenesis tuberculosis (sumber: buku ajar respiratologi IDAI)
12
dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi
tersebut adalah trauma kepala.4
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:9
1. Araknoiditis proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang
melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi
radang akut ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning
kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel
plasma dengan nekrosis perkijuan.2
Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin
mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan
mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI,
kemudian III, IV, VII sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Saraf
kranial VIII, II, X, XI, XII juga dapat terkena meskipun jarang. Bila mengenai
saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala
penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila
mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan
pendengaran.
2. Vaskulitis
Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark pembuluh
darah yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal
ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri.
Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.
Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis
13
interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi
quadriparesis.2
3. Hidrosefalus Komunikans
1. Fase prodromal
berlangsung 2-3 minggu, ditandai dengan malaise, sefalgia, demam tidak tinggi,
dan dapat dijumpai perubahan kepribadian. Tidak ditemukan kelainan neurologis.
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan
berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke
stadium II.
2. Fase meningitik
Pada fase ini terjadi rangsangan pada meningen, ditandai dengan tanda kelainan
neurologis yang nyata seperti adanya pemeriksaan positif pada rangsang
meningeal, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, kelainan pada nervus kranial.
Seiring berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar
otak menyebabkan gangguan otak / batang otak yang akan mengakibatkan
kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema
ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal,
saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan
karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau
edema otak yang berat.
14
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya,
sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar,
sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.
3. Fase paralitik
Merupakan fase percepatan penyakit, pada fase ini gangguan fungsi otak semakin
jelas. Penurunan kesadaran menjadi kebingungan yang dapat berlanjut ke stupor
lalu koma. Kemudian terjadi gangguan neurologis yang lebih berat seperti kejang,
hemiplegi, paraplegi, da gerakan involunter.
1. Uji tuberculin
Secara umum, hasil tubekulin dengan diameter indurasi ≥10 mm dinyatakan
positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar
disebabkan oleh infeksi TB alamiah. Apabila diameter 0-4 mm dinyatakan uji
tuberculin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan, uji tuberculin
dapat diulang 2 minggu kemudian dan penyuntikan dilakukan dilokasi yang lain,
minimal berjarak 2 cm. Pada orang imunokompromais dan anak yang mengalami
kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif disertai BTA positif, hasil positif yang
digunakan adalah ≥ 5 mm. 6
2. Biakan kuman M.tuberculosis
3. Pungsi lumbal (liquor cerebrospinal)9
-
Menunjukan warna yang jernih (Xantokrom)
-
Peningkatan protein (> 100 mg/dL)
-
Penurunan kadar glukosa (< 45 mg/dL atau < 40% dari kadar glukosa
darah)
-
Pleositosis (limfosit dalam cerebrospinal meningkat antara 100-500
sel/uL) dan didomiasi oleh sel polimorfonuklear (PMN)
4. Radiologi 4,9
-
Gambaran radiologis sugestif TB:
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakea dengan/tanpa
infiltrate
Konsolidasi segmental/lobar
Kalsifikasi dengan infiltrate
Kavitas
Efusi pleura
-
CT -Scan kepala:
15
Hidrosefalus
Enhancement di daerah basal
Edema otak
Tuberculoma
Obat utama TB (first line) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H),
pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). pengobatan TB dibagi
menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase
lanjutan ( 4 bulan atau lebih). Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid,
etambutol dan pirazinamid. Sedangkan, pada fase lanjutan diberikan rifampisin
dan isoniazid hingga 12 bulan. Kemudian, diberikan juga steroid berupa
prednisone dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari selama 4-6 minggu, setelah itu
dilakukan tapering off selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian
steroid.4
Terapi untuk meningitis terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus, yaitu:4,12
1. Terapi Umum
-
Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif
-
Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein.
-
Keseimbangan cairan tubuh
-
Mengatasi gejala demam, kejang.
2. Terapi Khusus
Regimen terapi : 2RHZE - 7RH
Untuk 2 bulan pertama.
INH : 5-10 mg/kgBB/hari, oral
Rifampisin : 10-20 mg/kgBBhari, oral
Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, oral
Etambutol : 15-20 mg/kgBB/hari, oral
Untuk 7-12 bulan selanjutnya.
INH : 5-10 mg/kgBB/hari, oral
Rifampisin : 10-20 mg/kgBB/hari, oral
Steroid (prednison) dosis 1-2 mg/kgBB/ hari diberikan untuk menurunkan
inflamasi dengan meningkatkan permeabilitas kapiler dan menekan
aktivitas sel PMN.
16
1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda neuritis perifer seperti kesemutan,
rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian
piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari. Efek samping yang lebih berat
berupa hepatotoksik, yang dapat mengakibatkan peningkatan kadar transaminase
darah yang tidak terlalu tinggi pada 2 bulan pertama, tetapi akan menurun sendiri
tanpa penghentian obat. Hepatotoksisitas akan meningkat apabila izonazid
diberikan Bersama dengan rifampisin dan pirazinamid
2. Rifampisin
Dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur Karena
metabolisme obat. Efek samping ringan yang dapat terjadi adalah gangguan
gastrointestinal seperti muntah, mual, tidak nafsu makan, dan kadang diare. Efek
lainnya adalah Hepatotoksik juga dapat terjadi ditandai dengan peningkatan kadar
transaminase serum dan trombositopenia.
3. Pirazinamid
Efek samping yang dapat terjadi adalah nyeri sendi, artritis, gout akibat
hiperurisemia. Efek lainnya adalah hepatotoksik, anoreksia, dan iritasi saluran
cerna.
4. Etambutol
Toksisitas utama adalah neuritis optic berupa, gangguan penglihatan, buta warna
merah-hijau, sehinggs pengunaannya dihindari pada anak yang belum dapat
diperiksa tajam penglihatannya. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.
17
dilakukan dengan berbagai cara yaitu, evaluasi klinis, evaluasi radiologis,
pemeriksaan LED. Namun evaluasi klinis adalah evaluasi terpenting. Pada fase
lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon
pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila
gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang. Setelah pengobtan 6-12 bulan dan terdapat
pebaikan klinis, pengobatan dapat dihentikan.12
Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin
adalah gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam dan gatal serta demam.
Salah satu yang pelu diperhatikan adalah hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas
ditandai dengan:12
1. Pengingkatan SGOT dan SGPT hingga ≥ 5 kali tanpa gejala, atau ≥ 3 kali
batas atas normal disertai gejala
2. Peningkatan bilirubin total lebih dari 1.5 mg/dL
3. Serta peningkatan SGOT/SGPT dengan nilai berapapun yang disertai
dengan icterus, anoreksia, nausea, muntah.
2.13 Pencegahan
18
Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya
defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi premature,
BCG ditunda hingga mencapai BB optimal.4,12
2. Skrining dan manajemen kontak
Adalah kegiatan investigasi yang dilakukan secara aktif dan intensif untuk
menemukan 2 hal yaitu
a. Anak yang mengalami paparan dari pasien TB BTA positif,
b. orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi anak yang
didiagnosis TB.
Untuk meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati temuan
kasus sakit TB.12
3. Kemoprofilaksis
Terdapat 2 macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan sekunder.
A. Kemoprofilaksis primer -> bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi TB.
Pada kemoprofilaksis primer diberikan :
-
Isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal
Diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA
sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberculin negative).
Obat diberikan selama 6 bulan. Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis,
dilakukan uji tuberculin ulang. Jika tetap negative, profilaksis dilanjutkan hingga
6 bulan, jika menjadi positif, evaluasi status TB pasien.6,12
B. Kemoprofilaksis sekunder -> sedangkan kemoprofilaksis sekunder
mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.
Diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji
tuberculin positif, sedangkan klinis dan radiologi normal. Anak dengan
imunokompromais yang punya risiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB
diberikan profilaksis sekunder. Lama pemberian kemoprofilaksis sekunder adalah
6-12 bulan.4,12
1. Hidrosefalus
Merupakan komplikasi yang cukup sering. Hidrosefalus komunikans terjadi
Karena adanya perluasan inflamasi pada sisterna basalis menyebabkan gangguan
penyerapan CSS, sedangkan hidrosefalus non komunikans dapat terjadi akibat
dari oklusi aquaduktus oleh eksudat yang mengelilingi batang otak.14
19
2. Kelumpuhan saraf otak
Reaksi hipersensitivitas terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel
ke dalam rongga subarakhnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat tebal
dalam rongga subarakhnoid yang bersifat difus, terutama berkumpul pada basis
cranii. Eksudat yang tebal ini juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah
pada basis cranii dan penjeratan saraf kranialis. Kelumpuhan saraf otak yang
tersering ialah N VI, diikuti dengan N III, N IV dan N VII, dan bahkan dapat
terjadi pada N VIII dan N II.14
3. Hiponatremi
Hiponatremi merupakan komplikasi sistemik yang paling sering pada meningitis
tuberculosis, disebabkan Karena peningkatan pelepasan ADH (anti diuretic
hormone) dari hipofisis posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk
melepaskan ADH.14
4. Sekuele
Komplikasi yang paling menonjol adalah gejala sisa (sekuele) neurologis. Sekuele
terbanyak adalah paresis, spastisitas, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori
ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia,
dan gangguan ringan pada koordinasi. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi
optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan biasanya
disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri.9,14
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis
dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya.
Pengobatan harus dimulai segera setelah dicurigai dan didiagnosa meningitis
tuberculosis. Keterlambatan dalam penanganan bisa memperburuk hasil. Resiko
kematian paling tinggi disebabkan karena adanya faktor kormobiditas, gangguan
neurologis yang berat, progresifitas penyakit yang cepat, dan terjadi pada usia tua
atau sangat muda. Gejala sisa neurologi (neurologic sequele) rata-rata terjadi pada
penderita meningitis tuberculosis yang selamat.15
20
REKAM MEDIS KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. Ahmad Julianto Nugroho
Tempat/Tanggal lahir : Pati, 13 Juli 2008
Alamat : Purwosari 2/3 Tlogowungu, Tlogowungu, Pati, Jawa
Tengah
Suku Bangsa : Jawa
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pendidikan : Kelas 4 SD
Agama : Islam
2. ANAMNESA
Dilakukan secara Alloanamnesa dengan ibu pasien di poli anak RSUD RAA
Soewondo Pati dan RM No. 152961
21
Kunjungan ke rumah pasien
Tanggal 30 Juli 2017 Jam: 14.30 WIB
Keluhan Utama
Kontrol meningitis tuberkulosis
3 bulan yang lalu pasien pernah datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati
dengan keluhan kejang. Kejang terjadi pada pagi hari. Selama kejang pasien tidak
sadar, tangan dan kaki pasien bergerak terus menerus, kejang berlangsung
sebentar selama 5 menit. Saat kejang, tidak ada demam. Setelah kejang, pasien
lalu sadar. Pasien juga merasa kepala bagian depan disekitar alis sakit. Sebelum
kejang, pasien sempat batuk-batuk kemudian muntah darah. Batuk baru hari itu
dirasakan. Muntah 1 kali, warna merah segar dan ada lendir. Leher pasien juga
terasa kaku dan sakit sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan bengkak pada tubuhnya. Bengkak terjadi sudah 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Bengkak muncul perlahan dari kelopak mata lalu
menyebar ke seluruh tubuh. Nyeri, gatal, kemerahan pada bengkak disangkal. Saat
pertama kali dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, tekanan darah pasien
mencapai 160/80 mmHg.Keluhan seperti ini merupakan yang pertama bagi
pasien.
22
Riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat trauma pada kepala, luka pada
tubuh, keganasan disangkal. Riwayat epilepsi dan kejang demam pada keluarga
tidak ada. Riwayat keluhan serupa dengan pasien disangkal. Di keluarga pasien
tidak ada yang pernah sakit batuk-batuk, namun tetangga sebelah rumah pasien
adalah penderita TB paru yang tidak pernah berobat.
Sehari-hari pasien makan 3 kali sehari. Pasien suka makan mie instant, sekali
makan bisa 2 bungkus. Pasien tidak suka makan sayur dan buah, terkadang makan
sayur bening jika dipaksa sang ibu. Nafsu makan pasien baik. Pasien minum air
putih sehari 3-4 gelas belimbing. Air minum yang digunakan adalah air yang
dimasak sendiri. Buang air besar dan kecil lancar tidak ada masalah.
Pasien dirawat di RSUD RAA Soewondo Pati selama 11 hari. 6 hari perawatan di
ICU dan 5 hari dibangsal Cempaka. Pasien dirawat di ICU karena kejang lagi
ketika dirawat di bangsal. Selama dirawat di ICU pasien tidak pernah kejang.
-
Riwayat keluhan serupa dengan pasien disangkal
-
Riwayat tekanan darah tinggi pada sang nenek
-
Riwayat TB paru disangkal
-
Riwayat asma disangkal
-
Riwayat gagal ginjal disangkal
Riwayat Perinatal
23
-
Pasien anak kedua dari dua bersaudara
-
Lahir normal dibantu dukun beranak, langsung menangis spontan
-
Berat badan lahir dan panjang badan lahir tidak diukur
-
Setelah lahir pasien dibawa ke puskesmas untuk diperiksakan
kesehatannya
Riwayat Imunisasi
-
Hepatitis B: dilakukan seminggu setalah lahir, lalu pada usia 2,3,dan 4
bulan
-
BCG : diberikan usia 2 bulan
-
Polio : diberikan usia 2,3,dan 4 bulan
-
DTP : diberikan usia 2,3,dan 4 bulan
-
Hib : diberikan pada usia 2,3,dan 4 bulan
-
Campak : diberikan pada usia 9 bulan, sudah dibooster pad akelas 1
SD
Kesan : imunisasi dasar lengkap
Riwayat Pertumbuhan
-
BB = 35 kg
-
TB = 128 cm
-
IMT =21.8 kg/m2
-
Kurva CDC
BB/U = 120.6% (gizi lebih)
TB/U = 96.2% (normal)
Riwayat Perkembangan
- Personal sosial : Pasien kelas 4 SD, pasien bersekolah di SD dekat
rumahnya, pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik
- Bahasa : Pasien dapat berbicara dengan lancar dan tidak ada
masalah dengan Bahasa
- Motorik halus : Pasien dapat menulis dengan baik
- Motorik kasar : Pasien dapat mengendarai sepeda
24
- Sebelum sakit pasien suka sekali makan mie instant. Sehari dapat makan 2
bungkus. Pasien tidak suka sayur dan buah. Terkadang makan sayur
bening jika disuruh sang ibu
- Setelah sembuh dari sakit, pasien tidak pernah makan mie instant lagi.
Pasien sekarang makan nasi dengan lauk ikan bandeng/lele dengan sayur
bening/daun singkong. Mulai suka makan buah seperti pisang, apel. Pasien
makan 3 kali sehari.
- Pasien minum 3-4 gelas belimbing per hari. Air minum merupakan air
yang dimasak sendiri.
Kesan: kuantitas cukup, kualitas kurang
25
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sehat, aktif, suka tertawa
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu tubuh : 36 °C
Data Antropometri :
26
1. BB saat pertama kali dirawat = 28 kg
2. BB saat kontrol pertama kali ( 4 Mei 2017) = 30 kg
3. BB saat control kedua kali (17 Mei 2017) = 31.5 kg
4. BB saat control ketiga kali ( 13 Juni 2017) = 33 kg
5. BB saat control keempat kali (5 Juli 2017) = 35 kg
6. TB = 128 cm
IMT = 21.8 kg/m2
Pemeriksaan Sistem
Kepala : mesosefal, wajah simetris, rambut hitam dengan distribusi merata,
tidak mudah lepas, tidak terdapat bekass luka dikepala.
Mata : bentuk normal, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+,
pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
Telinga: bentuk & ukuran normal, sekret (-), nyeri tekan & nyeri tarik (-),
gangguan pendengaran (-)
Mulut : bibir kering (-), mukosa merah muda, faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1
Leher : letak trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : dada simetris, pergerakan dada kanan & kiri simetris saat statis &
dinamis, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan & kiri sama kuat, nyeri tekan (-).
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak di MCL sinistra ICS V.
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS V.
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : tampak datar, jaringan parut (-), buncit (-).
Auskultasi : bising usus (+) normal, 10 x/menit.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), benjolan (-)
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas : akral hangat (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik,
Kulit : turgor kulit baik, kulit kering (-), sianosis (-) ikterik (-)
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Anus dan genitalia : tidak di lakukan
Pemeriksaan Neurologis
Penilaian fungsi luhur
• Penilaian orientasi : tidak ada disorientasi
27
• Penilaian kemampuan bicara dan bahasa : baik
• Penilaian daya ingat: baik
Nervus Kranialis
1. Nervus Olfaktorius (N.I)
Anosmia (-)
28
• Kedudukan lidah baik, terletak ditengah, atrofi papil lidah (-), tremor lidah (-),
fesikulasi (-), pergerakan lidah baik.
10. Motorik
•Inspeksi : gerakan involunter (-)
•Trofi lengan dan tungkai baik
•Tonus aktif dan pasif normal
• Kekuatan ( lengan atas lengan bawah,tangan, tungkai atas tungkai bawah, kaki)
555/555
__________________
555/555
11. Sensorik
•Sensasi nyeri, raba dan suhu normal
Reflek Fisiologis
•Reflek biseps (+)/(+)
•Reflek triseps (+)/(+)
•Reflek patella (+)/(+)
•Reflek achiles (+)/(+)
Reflek Patologis
•Reflek Babinski (-)/(-)
•Reflek chaddock (-)/(-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap
29
Netrofil 50.0 – 70.0 76,1
Limfosit 25.0 – 40.0 ↓ 17,8
Monosit 2.0 – 8.0 4,1
Eosinophil 2–4 ↓ 1,8
Basophil 0–1 0,2
KIMIA KLINIK
Glukosa ACC 70 – 160 79
Natrium darah 135 – 155 138,7
Kalsium darah 8,1-10,4 8,2
Kalium darah 3.6 – 5.5 3,95
Chloride darah 95 – 108 104,4
Ureum 10 – 50 23,9
Kreatinin 0.60 – 1.20 0,83
Urinalisa
30
Fisis
Warna Kuning muda Kuning tua Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih Agak keruh
Epitel Skuamous/LPK POS(++) POS(+)
Leukosit <5/LPB 7-8/LPB 0-2/LPB
Eritrosit <5/LPB 3-4/LPB 5-6/LPB
Kristal Negatif/LPK POS (1+) Negatif
amorf
Silinder Negatif/hyalin Negatif Negatif
Carik celup
Darah samar Negatif Positif
Urobilinogen Normal Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif Negatif
Protein urin Negatif Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif Negatif
pH 4,5-8 6 6,
Berat jenis 1,003-1,022 1,020 1,020
Leukosit Negatif Negatif Negatif
Serologi
31
Kesan: Gambaran meningitis
32
Kesan: Paru kongestif
5. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 9 tahun ke poli anak RSUD RAA
Soewondo Pati dengan keluhan ingin kontrol meningitis tuberkulosis. Ibu pasien
juga mengeluhkan, cara berjalan pasien yang tidak seimbang. Terkadang pasien
tiba-tiba terjatuh ketika berjalan atau mengendarai sepeda tanpa sebab yang jelas,
ketika berdiri pasien terkadang sering merasa tidak seimbang dan terjatuh.
Keluhan sakit kepala terkadang dialami pasien. Sakit kepala di kepala belakang,
rasanya berdenyut. 3 bulan yang lalu pasien pernah datang ke IGD RSUD RAA
Soewondo Pati dengan keluhan kejang. Kejang terjadi pada pagi hari. Selama
kejang pasien tidak sadar, tangan dan kaki pasien bergerak terus menerus, kejang
berlangsung sebentar selama 5 menit. Saat kejang, tidak ada demam. Setelah
kejang, pasien lalu sadar. Pasien juga merasa kepala bagian depan disekitar alis
sakit. Sebelum kejang, pasien sempat batuk-batuk kemudian muntah darah. Batuk
baru hari itu dirasakan. Muntah 1 kali, warna merah segar dan ada lendir. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan bengkak pada tubuhnya. Bengkak terjadi sudah 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak muncul perlahan dari kelopak mata
lalu menyebar ke seluruh tubuh. Nyeri, gatal, kemerahan pada bengkak disangkal.
Saat pertama kali dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, tekanan darah pasien
mencapai 160/80 mmHg.
Sehari-hari pasien makan 3 kali sehari. Pasien suka makan mie instant, sekali
makan bisa 2 bungkus. Pasien tidak suka makan sayur dan buah, terkadang makan
sayur bening jika dipaksa sang ibu. Nafsu makan pasien baik. Pasien minum air
33
putih sehari 3-4 gelas belimbing. Buang air besar dan kecil lancar tidak ada
masalah. Saat ini pasien sedang menjalankan pengobatan tuberculosis bulan ke 4.
Obat yang diberikan: Rifampisin, isoniazid, vitamin B6, furosemide. Selama
menjalani pengobatan tuberkulosis, pasien mengatakan bahwa pipis dan feses
pasien bewarna merah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak sehat, aktif. Tekanan
darah 100/60 mmHg. Pada pemeriksaan nervus kranial ke VIII didapatkan tes
Romberg yang dipertajam, pasien tidak dapat mempertahankan posisi.
Pada pemeriksaan penunjang, CT-Scan kepala gambaran meningitis, foto rontgen
thorax dengan kesan paru kongestif.
6. DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA
- Sequele meningitis tuberkulosis
- GNAPS (Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptococcus)
- Status gizi lebih perawakan normal
7. PENGKAJIAN
Clinical reasoning:
Sequele meningitis tuberkulosis
- Gangguan keseimbangan terutama ketika berjalan, berdiri dan
mengendarai sepeda tanpa sebab yang jelas. Dan sering mengeluhkan sakit
kepala
- 3 bulan yang lalu didiagnosa menderita meningitis tuberkulosis. Hasil CT-
Scan kepala dengan kontras: Sulkus dan fisura menyempit, ventrikel
menyempit, tampak penyangatan pada girus post pemberian kontras
(kesan: gambaran meningitis). Hasil foto thorax: Corakan bronkovaskuler
meningkat, tampak pembuluh darah yang melebar pada parahiler kanan
dan kiri (kesan: paru kongestif)
Diagnosa banding: -
Rencana Diagnostik
- Pemeriksaan SGOT, SGPT
34
Rencana Terapi Farmakologis
- Lanjutkan pengobatan Tuberkulosis 3-8 bulan kedepan. Obat yang
diberikan: Rifampicin 450 mg 1x1 tab
Isoniazid 300 mg 1x1 tab
- Pemberian Vitamin B6 1x1 tab
- Furosemide 20 mg tab 2x1/2 tab
Rencana Evaluasi
- Pemantauan kemajuan pengobatan
- Pemantauan kepatuhan minum obat
- Evaluasi efek samping obat
- Evaluasi gejala sisa meningitis
- Pemantauan pertumbuhan (berat badan dan tinggi badan)
Edukasi
- Edukasi tentang penyakit tuberkulosis paru, meningitis tuberculosis, faktor
penyebab dan komplikasi yang dapat terjadi bila tidak ditangani dengan
tepat.
- Motivasi pasien untuk rutin minum obat
- Motivasi keluarga untuk memberitahu jadwal minum obat
- Motivasi keluarga untuk kontrol penyakit serta gejala sisa
- Memberitahu keluarga pasien tentang pentingnya gizi seimbang dalam
pertumbuhan dan kaitannya dengan pengobatan tb
- Motivasi orang tua untuk mengatur pola makan anak. Hindari makanan
tinggi garam dan berlemak. Perbanyak makan sayur dan buah.
8. PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia
- Ad sanationam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia
35
ANALISIS KASUS
TEORI KASUS
Definisi
Meningitis tuberkulosis merupakan Pasien di diagnosis meningitis
peradangan pada selaput otak tuberculosis berdasarkan hasil CT-
(meningen) yang disebabkan oleh Scan dan foto thorax
bakteri Mycobacterium tuberkulosis
Epidemiologi
Kasus TB Anak dikelompokkan dalam Pasien berusia 9 tahun
kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14
tahun, dengan jumlah kasus pada
kelompok umur 5-14 tahun yang lebih
tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun.
Faktor risiko & Etiologi
Penyebab:Mycobacterium Mycobacterium tuberkulosis
tuberculosis
Data Anamnesis dan Pemeriksaan fisik saat di IGD (secara alloanamnesa kepada
36
ibu pasien saat kunjungan di Poli anak dan Rekam Medik)
1. Stadium I (stadium inisial / ANAMNESIS
stadium non spesifik / fase Kejang. Saat kejang pasien tidak
prodromal) sadar, tangan dan kaki pasien
2. Stadium II (stadium
bergerak terus menerus, kejang
transisional / fase meningitik)
berlangsung sebentar selama 5
3. Stadium III (koma / fase
menit. Saat kejang, tidak ada
paralitik)
demam.
Leher terasa kaku dan sakit 2 hari
SMRS
Sakit kepala
Batuk-batuk dan muntah darah 1
hari SMRS
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: gelisah
Kesadaran: compos mentis
TD: 130/90 mmHg
HR: 80x/m
RR: 21x/m
Suhu : 36,9 OC
Kepala : Mesosefal, wajah simetris
Leher : letak trakea ditengah,
deviasi (-), pembesaran KGB (-)
Mata : Konjungtiva anemis - / - ,
Sklera ikterik - / - , reflek cahaya
langsung +/+, reflek cahaya tidak
langsung + / +
Thorax : SDV +/+, Ronchi -/-,
wheezing -/-
Jantung : BJ I, II reguler,
murmur (-), gallop (-)
37
Abdomen : datar, tidak terdapat
benjolan, BU (+), timpani di ke 4
kuadran, supel, nyeri tekan (-)
Anus dan genitalisa: tidak di
periksa
Ekstremitas : akral hangat, edema
(-), sianosis (-), CRT < 2 dekit
Pemeriksaan neurologis
Kaku kuduk (+)
KESIMPULAN : Stadium II
(stadium transisional / fase
meningitik)
Sekuele dan komplikasi
Gangguan ringan pada Gangguan keseimbangan
keseimbangan
Gangguan pendengaran dan
keseimbangan biasanya disebabkan
oleh obat streptomisin atau oleh
penyakitnya sendiriParesis spastik
Paraplegia, dan gangguan sensori
ekstremitas.
Nistagmus
Ataksia
Spastisitas.
Komplikasi pada mata dapat berupa
atrofi optik dan kebutaan.
Hidrosefalus
Hiponatremi
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : LED meningkat LED meningkat
Rontgen Thorax Rontgen Thorax: Corakan
CT-Scan kepala bronkovaskuler meningkat
38
Tampak pembuluh darah yang
melebar pada parahiler kanan dan
kiri
CT-Scan kepala: Sulkus dan fisura
menyempit, Ventrikel menyempit
Tata Laksana
Regimen terapi : 2RHZE - 7RH Regimen terapi :
Steroid (prednison) dosis 1-2
-2RHZE
mg/kgBB/ hari
-RH (Sekarang pasien menjalani
- Rawat jalan.
- Makan –makanan gizi seimbang pengobatan bulan ke-4)
- Pada fase intensif, kontrol tiap 1 Prednisone dosis 1-2 mg/kgBB/
minggu. Pada fase lanjutan, hari > Tappering off. Sekarang
kontrol tiap bulan sudah tidak minum prednisone
Makanan gizi seimbang
Kontrol tiap 2 minggu
Efek samping obat
39
peningkatan nafsu makan
Mual, muntah, nyeri perut
Peningkatan kadar gula darah
Bengkak pada wajah,
ekstermitas
Sulit tidur
Prognosis
Prognosis pasien lurus Ad vitam: Dubia
berbanding
dengan tahapan klinis saat pasien Ad sanactionam: Dubia ad malam
Ad fungsionam: Dubia
didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut
tahapan klinisnya, semakin buruk
prognosisnya.
Adanya hidrosefalus disertai
enhancement di daerah basal pada
pemeriksaan CT-Scan menunjukan
tahap lanjut penyakit dengan prognosis
buruk.
40
Abdomen : datar, tidak terdapat benjolan, BU (+), timpani di ke 4
kuadran, supel, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan nervus VIII
-Tes Romberg= dapat melakukan, sedikit goyang
-Tes Romberg dipertajam= pasien tidak dapat mempertahankan posisi
41
ada gangguan dalam berjalan dan naik sepeda. Tremor dan kesemutan
disangkal. Ibu pasien hanya mengeluhkan pasien sulit jika diminta minum
obat. Nafsu makan pasien baik, pasien sudah tidak makan mie instant, dan
menghindari makanan yang mengandung penyedap rasa. Pasien tidak makan
daging sapi, ayam. Sehari-hari pasien makan nasi dengan lauk ikan
bandeng/lele dan sayur bening. Air seni dan feses pasien menjadi warna
merah karena obat TB. Badan dan ekstermitas pasien tidak bengkak.
O: Keadaan umum: tampak sehat, aktif
Kesadaran: compos mentis
TD:110/70 mmHg S: 36 o C
RR: 22x/m HR: 90x/m
BB: 35 Kg
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral -/-, reflek
cahaya langsung +/+
Leher: trakea ditengah, pembersaran KGB (-)
Thorax : SDV +/+, Ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, tidak terdapat benjolan, BU (+), timpani di ke 4
kuadran, supel, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan nervus VIII
-Tes Romberg= dapat mempertahankan posisi
-Tes Romberg dipertajam= pasien dapat mempertahankan posisi
Kondisi lingkungan:
1. Pencahayaan : Cukup
2. Ventilasi : ventilasi baik
3. Kepadatan hunian : rumah ditempati oleh 4 orang
4. Lingkungan tempat tinggal : sekeliling rumah banyak
perpohonan dan jarak antara satu rumah dengan rumah lain tidak
berdekatan
5. Kelembaban : Cukup
A: Meningitis TB
P: : Rifampisin 450 mg 1x1 tab
Isoniazid 300 mg 1x1 tab
42
Vitamin B6 1x1 tab
Furosemide 20 mg 2x1/2 tab
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen)
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Tuberkulosis yang menyerang SSP (sistem saraf pusat)
ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis
spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus
terbanyak adalah meningitis tuberkulosis.
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas
tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua
usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen.
Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di
otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi
primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi
keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya
basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma
atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid.
43
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi
yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan
intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis
ke arah meningitis tuberkulosis. Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis
tuberkulosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah
paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele
minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada
koordinasi, dan spastisitas.
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis
dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya.
3.2 Saran
Saran yang diberikan dalam makalah ini terkait dengan kasus adalah:
Pemberian pengobatan antituberkulosis dapat diberikan secara teratur dan
tanpa terputus untuk menghilangkan bakteri-bakteri penyebabnya.
Selalu memperhatikan adanya efek samping obat yang diberikan, dan
meminimalisir keadaan yang dapat memperparah kondisi efek samping
obat tersebut.
Pemberian steroid harus diperhitungkan pada anak-anak, dalam indikasi
tertentu yang diperbolehkan baru bisa diberikan.
Gejala sisa dari meningitis harus dapat diminimalisir dengan pemberian
terapi OAT yang adekuat.
44
DAFTAR PUSTAKA
4. Kartasasmita CB, Basir D. Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010. p.162–7
10. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed.
Philadephia: Elsevier Saunders. 2016. p.1445-60-6
45
11. Batra V. Pediatric Tuberculosis. Mediteranean Journal of Hematology and
Infectious Diseases. 2015 May
46
47