Anda di halaman 1dari 47

REFERAT

MENINGITIS TUBERKULOSIS

disusun oleh :
Grace Erdiana (406162069)

Pembimbing
dr. Hesti Kartika Sari, Sp.A

Kepanitraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Juni – 19 Agustus 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jakarta
2017
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat–Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“MENINGITIS TUBERKULOSIS”. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo
Pati. Tujuan pembuatan referat ini juga untuk meningkatkan pengetahuan penulis
serta pembaca agar dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam penyusunan referat ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.


Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan referat ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Hesti Kartika Sari,
Sp.A sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan
membantu teman sejawat serta para pembaca pada umumnya dalam memahami
penyakit meningitis tuberkulosa.

Pati, Juli 2017

Penulis

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ 4
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 5
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 5
1.2 Tujuan......................................................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8
2.1 Anatomi dan Fisiologi Meningen.............................................................. 8
2.2 Definisi Meningitis Tuberkulosis ............................................................... 9
2.3 Epidemiologi Meningitis Tuberkulosis....................................................... 9
2.4 Etiologi Meningitis Tuberkulosis................................................................ 10
2.5 Patogenesis Meningitis Tuberkulosis.......................................................... 10
2.6 Patofisiologi Meningitis Tuberculosis........................................................ 13
2.7 Manifestasi Klinis Meningitis Tuberkulosis............................................... 15
2.8 Pemeriksaan penunjang Meningitis Tuberkulosis...................................... 16
2.9 Pengobatan Meningitis Tuberkulosis.......................................................... 17
2.10 Efek Samping Obat................................................................................... 18
2.11 Evaluasi Hasil Pengobatan........................................................................ 19
2.12 Evaluasi Efek Samping Obat.................................................................... 19
2.13 Pencegahan............................................................................................... 20
2.14 Komplikasi................................................................................................ 21
2.15 Prognosis................................................................................................... 22
REKAM MEDIS............................................................................................... 23
ANALISIS KASUS.......................................................................................... 40
BAB III. PENUTUP........................................................................................ 48
KESIMPULAN................................................................................................. 48
SARAN............................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 50

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi meningen .................................................................... 8


Gambar 2. Mycobacterium tuberculosis microscopic ............................... 10

3
Gambar 3. Bagan patogenesis tuberkulosis ............................................... 12
Gambar 4. Perjalanan penyakit tuberkulosis berbagai organ....................... 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

4
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobakterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai sistem
organ, terutama paru-paru. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun
sebelum Masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit
TB baru terjadi dalam dua abad terakhir. Pada TB ekstra paru, gejala dan keluhan
tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB,
nyeri dada pada pleuritis TB, pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondylitis TB,
dan lain sebagainya.1

TB merupakan ancaman bagi penduduk Indonesia, Laporan WHO tahun 2004


menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta penderita baru tuberkulosis pada tahun 2002
dan sekitar 140.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar penderita TB
adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun dan diperkirakan
jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5 – 6 % dari total kasus TB anak berusia <
15 tahun dan penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2

Data TB anak di Indonesia menunjukan proporsi kasus TB anak diantara semua


kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4% kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011
dan 8,2% pada tahun 2012. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok
umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14
tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun.3

Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan


mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB
terjadi setiap 300 TB primer yang tidak diobati. Insiden meningitis TB umumnya
bergantung pada status sosio-ekonomi,hygiene masyarakat, umur, status gizi, dan
faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Penyakit ini menyerang
semua umur, namun anak-anak-anak lebih sering disbanding orang dewasa,
terutama pada 5 tahun pertama kehidupan.4

Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan berbagai


upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly Observed

5
Treatment Shortcourse). World Health Organization (WHO) merekomendasikan 5
komponen strategi DOTS yakni :4

•Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk dukungan


dana).

•Diagnosis TB anak dengan pemeriksaan uji tuberkulin.

•Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO).

•Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

•Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan


evaluasi program penanggulangan TB.

Walaupun di Indonesia telah banyak kemajuan yang diperoleh dalam pencapaian


pengobatan TB, namun TB tetap belum dapat diberantas, bahkan diperkirakan
jumlah penderita TB terus meningkat. Peningkatan jumlah penderita TB
disebabkan oleh berbagai faktor, yakni kurangnya tingkat kepatuhan penderita
untuk berobat dan meminum obat, harga obat yang mahal, timbulnya resistensi
ganda, kurangnya daya tahan hospes terhadap mikobakteria, berkurangnya daya
bakterisid obat yang ada, meningkatnya kasus HIV/AIDS dan krisis ekonomi.
Keberhasilan penanggulangan TB sangat bergantung pada tingkat kesadaran dan
partisipasi masyarakat. Oleh karena itu perlu keterlibatan berbagai pihak dan
sektor dalam masyarakat, kalangan swasta, organisasi profesi dan organisasi sosial
serta LSM, Instalasi Farmasi Rumah Sakit maupun tempat lain yang melayani
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan obat TB.1,5

1.2 Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai penyakit


meningitis tuberkulosis, cara menegakkan diagnosisnya, penatalaksanaan,

6
pencegahannya dan mengetahui tindak lanjut gejala sisa pada penyakit meningitis
tuberkulosis serta untuk memberi pengetahuan kepada penulis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

7
2.1 Anatomi Meningen

Meningens adalah tiga membran yang membungkus susunan saraf pusat,


melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi
(cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran.Meningen terdiri
dari 3 lapisan, dari lapisan luar hingga lapisan terdalam: dura mater, arachnoid
mater, dan pia mater.6

Gambar 1. Anatomi meningens (sumber


http://www.apsubiology.org/anatomy/2010/2010_Exam_Reviews/Exam_4_Review/meni
nges.frontal.fig.12.20a.jpg)

1. Dura mater
Lapisan paling luar, kuat yang terdiri dari dua lapisan (dura artinya kuat). Lapisan-
lapisan ini melekat erat, tetapi dibeberapa tempat keduanya terpisah untuk
membentuk rongga berisi darah, sinus dural, dan sinus venosus. Darah vena yang
berasal dari otak mengalir ke sinus ini untuk dikembalikan ke jantung.

2. Arachnoid mater
Lapisan halus kaya pembuluh darah dengan penampakan “sarang laba-laba”
(arachnoid artinya seperti laba-laba). Ruang antara lapisan arachnoid dan pia
mater adalah ruang subarachnoid yang terisi oleh CSS. Penonjolan jaringan
arachnoid, yaitu vili arakhnoid, menembus celah-celah di dura di atasnya dan
menonjol ke dalam sinus dura. CSS direabsorpsi menembus permukaan vilus-
vilus ini untuk masuk ke sirkulasi darah di dalam sinus.

8
3. Pia mater
Lapisan meninges paling dalam, pia mater, adalah yang paling rapuh (pia artinya
lembut). Lapisan ini memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke
permukaan otak dan medula spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Di
daerah-daerah tertentu, lapisan ini masuk jauh ke dalam otak untuk membawa
pembuluh darah berkontak erat dengan sel-sel ependim yang melapisi ventrikel.
Hubungan ini penting dalam pembentukan CSS

2.2 Definisi Meningitis Tuberkulosis

Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah
peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis
merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang.
Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai
resiko tinggi untuk terkena meningitis.7

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen)


yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara
limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru-paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.8

2.3 Epidemiologi Meningitis Tuberkulosis

WHO memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia terinfeksi oleh


Mycobacterium tuberculosis. Publikasi WHO tahun 2003 menyatakan bahwa 8
juta kasus baru TB dilaporkan setiap tahun dan 2 juta kematian terjadi setiap
tahun.9 Data TB anak di Indonesia menunjukan proporsi kasus TB anak diantara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4% kemudian menjadi 8,5% pada
tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam
kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok
umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun.

9
Meningitis tuberkulosis lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada orang
dewasa, terutama dalam 5 tahun pertama kehidupan. Faktanya, anak-anak berusia
0-5 tahun lebih sering terkena meningitis tuberkulosis daripada kelompok usia
lainnya.10

2.4 Etiologi Meningitis Tuberkulosis

Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik


gram positif, berukuran 1- 5µm mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama
berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15
sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat
intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium
tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah
Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti, dan
Mycobacterium canetti.11

Gambar 2. Bakteri M. tuberculosis dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen (sumber:


https://aneskey.com/tuberculosis-5/)

2.5 Patogenesis Tuberkulosis

Transmisi kuman Tuberkulosis melalui percikan mukus yang terhirup, Karena


ukuran kuman yang sangat kecil, kuman tuberculosis yang terhirup dapat
mencapai alveolus. Sebagian besar, kuman TB dapat dihancurkan seluruhmya,
tetapi pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB sehingga sebagian besar dihancurkan. Akan

10
tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembang biak di dalam makrofag sehingga menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus
primer Ghon. Kemudian kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, sehingga menyebabkan limfangitis, limfadenitis.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks
primer. Waktu yang diperlukan dari masuknya kuman hingga terbentuk kompleks
primer disebut masa inkubasi. Saat masa inkubasi, dapat terjadi penyebaran
kuman secara limfogen (menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer) dan hematogen (masuk ke sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh).Penyebaran hematogen yang paling sering adala dalam bentuk
penyebaran hematogenic tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh,bersarang pada organ
dengan vaskularisasi baik seperti apeks paru, limpa, otak, hati, tulang, kelenjar
limfe superfisialis.4

11
Gambar 3. Bagan pathogenesis tuberculosis (sumber: buku ajar respiratologi IDAI)

Gambar 4. Perjalanan TB diberbagai organ (sumber: buku ajar respiratologi IDAI)

2.6 Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis


Kuman TB didistribusikan ke sistem saraf pusat secara hematogen dan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat dengan berbagai cara dan menyebabkan
meningitis tuberculosis, tuberculoma dan meningitis serosa.12 Meningitis
tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis primer. Dari
fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan
kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis
milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang.
Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak,
selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen
selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik
walaupun jarang. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka
akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan
meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi

12
dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi
tersebut adalah trauma kepala.4

Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.


Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang
reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi
radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang
menyeluruh akan berkembang.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:9

1. Araknoiditis proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang
melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi
radang akut ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning
kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel
plasma dengan nekrosis perkijuan.2

Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin
mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan
mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI,
kemudian III, IV, VII sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Saraf
kranial VIII, II, X, XI, XII juga dapat terkena meskipun jarang. Bila mengenai
saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala
penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila
mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan
pendengaran.

2. Vaskulitis

Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark pembuluh
darah yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal
ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri.
Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.
Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis

13
interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi
quadriparesis.2

3. Hidrosefalus Komunikans

Hidrosefalus komunikans terjadi akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis


yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.

2.7 Manifestasi Klinis Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis pada anak-anak berkembang paling sering dalam 3 bulan


setelah infeksi tuberkulosis primer

Anak-anak dengan meningitis tuberkulosis muncul dengan gejala demam, leher


kaku, kejang, dan gejala perut seperti mual dan muntah. Bergantung pada stadium
yang muncul, gejala neurologis berkisar dari letargi dan agitasi hingga koma.
Gejala dan tanda meningitis dapat dibagi menjadi 3 fase :9

1. Fase prodromal
berlangsung 2-3 minggu, ditandai dengan malaise, sefalgia, demam tidak tinggi,
dan dapat dijumpai perubahan kepribadian. Tidak ditemukan kelainan neurologis.
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan
berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke
stadium II.
2. Fase meningitik
Pada fase ini terjadi rangsangan pada meningen, ditandai dengan tanda kelainan
neurologis yang nyata seperti adanya pemeriksaan positif pada rangsang
meningeal, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, kelainan pada nervus kranial.
Seiring berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar
otak menyebabkan gangguan otak / batang otak yang akan mengakibatkan
kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema
ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal,
saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan
karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau
edema otak yang berat.

14
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya,
sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar,
sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.

3. Fase paralitik
Merupakan fase percepatan penyakit, pada fase ini gangguan fungsi otak semakin
jelas. Penurunan kesadaran menjadi kebingungan yang dapat berlanjut ke stupor
lalu koma. Kemudian terjadi gangguan neurologis yang lebih berat seperti kejang,
hemiplegi, paraplegi, da gerakan involunter.

2.8 Pemeriksaan penunjang meningitis Tuberkulosis

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. Uji tuberculin
Secara umum, hasil tubekulin dengan diameter indurasi ≥10 mm dinyatakan
positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar
disebabkan oleh infeksi TB alamiah. Apabila diameter 0-4 mm dinyatakan uji
tuberculin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan, uji tuberculin
dapat diulang 2 minggu kemudian dan penyuntikan dilakukan dilokasi yang lain,
minimal berjarak 2 cm. Pada orang imunokompromais dan anak yang mengalami
kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif disertai BTA positif, hasil positif yang
digunakan adalah ≥ 5 mm. 6
2. Biakan kuman M.tuberculosis
3. Pungsi lumbal (liquor cerebrospinal)9
-
Menunjukan warna yang jernih (Xantokrom)
-
Peningkatan protein (> 100 mg/dL)
-
Penurunan kadar glukosa (< 45 mg/dL atau < 40% dari kadar glukosa
darah)
-
Pleositosis (limfosit dalam cerebrospinal meningkat antara 100-500
sel/uL) dan didomiasi oleh sel polimorfonuklear (PMN)
4. Radiologi 4,9
-
Gambaran radiologis sugestif TB:
 Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakea dengan/tanpa
infiltrate
 Konsolidasi segmental/lobar
 Kalsifikasi dengan infiltrate
 Kavitas
 Efusi pleura
-
CT -Scan kepala:

15
 Hidrosefalus
 Enhancement di daerah basal
 Edema otak
 Tuberculoma

2.9 Pengobatan meningitis tuberculosis

Obat utama TB (first line) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H),
pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). pengobatan TB dibagi
menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase
lanjutan ( 4 bulan atau lebih). Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid,
etambutol dan pirazinamid. Sedangkan, pada fase lanjutan diberikan rifampisin
dan isoniazid hingga 12 bulan. Kemudian, diberikan juga steroid berupa
prednisone dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari selama 4-6 minggu, setelah itu
dilakukan tapering off selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian
steroid.4

Terapi untuk meningitis terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus, yaitu:4,12

1. Terapi Umum
-
Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif
-
Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein.
-
Keseimbangan cairan tubuh
-
Mengatasi gejala demam, kejang.
2. Terapi Khusus
 Regimen terapi : 2RHZE - 7RH
Untuk 2 bulan pertama.
 INH : 5-10 mg/kgBB/hari, oral
 Rifampisin : 10-20 mg/kgBBhari, oral
 Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, oral
 Etambutol : 15-20 mg/kgBB/hari, oral
 Untuk 7-12 bulan selanjutnya.
 INH : 5-10 mg/kgBB/hari, oral
 Rifampisin : 10-20 mg/kgBB/hari, oral
 Steroid (prednison) dosis 1-2 mg/kgBB/ hari diberikan untuk menurunkan
inflamasi dengan meningkatkan permeabilitas kapiler dan menekan
aktivitas sel PMN.

2.10 Efek samping OAT dan kortikosteroid


Efek samping OAT dapat ringan dan berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi oleh obat simptomatik, maka pemberian OAT dapa dilanjutkan.4

16
1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda neuritis perifer seperti kesemutan,
rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian
piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari. Efek samping yang lebih berat
berupa hepatotoksik, yang dapat mengakibatkan peningkatan kadar transaminase
darah yang tidak terlalu tinggi pada 2 bulan pertama, tetapi akan menurun sendiri
tanpa penghentian obat. Hepatotoksisitas akan meningkat apabila izonazid
diberikan Bersama dengan rifampisin dan pirazinamid
2. Rifampisin
Dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur Karena
metabolisme obat. Efek samping ringan yang dapat terjadi adalah gangguan
gastrointestinal seperti muntah, mual, tidak nafsu makan, dan kadang diare. Efek
lainnya adalah Hepatotoksik juga dapat terjadi ditandai dengan peningkatan kadar
transaminase serum dan trombositopenia.
3. Pirazinamid
Efek samping yang dapat terjadi adalah nyeri sendi, artritis, gout akibat
hiperurisemia. Efek lainnya adalah hepatotoksik, anoreksia, dan iritasi saluran
cerna.
4. Etambutol
Toksisitas utama adalah neuritis optic berupa, gangguan penglihatan, buta warna
merah-hijau, sehinggs pengunaannya dihindari pada anak yang belum dapat
diperiksa tajam penglihatannya. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.

Efek samping penggunaan kortikosteroid (prednisone) yang paling sering terjadi


pada anak-anak:13

 Perubahan mood: anak akan menjadi irritable, terjadi perubahan mood,


dan menjadi lebih pemarah. Efek ini biasanya terjadi sementara
 Kenaikan berat badan: Karena peningkatan nafsu makan
 Mual, muntah, nyeri perut
 Peningkatan kadar gula darah
 Bengkak pada wajah, ekstermitas
 Sulit tidur

2.11 Evaluasi hasil pengobatan


Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan,
toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Evaluasi pengobatan

17
dilakukan dengan berbagai cara yaitu, evaluasi klinis, evaluasi radiologis,
pemeriksaan LED. Namun evaluasi klinis adalah evaluasi terpenting. Pada fase
lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon
pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila
gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang. Setelah pengobtan 6-12 bulan dan terdapat
pebaikan klinis, pengobatan dapat dihentikan.12

2.12 Evaluasi efek samping pengobatan

Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin
adalah gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam dan gatal serta demam.
Salah satu yang pelu diperhatikan adalah hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas
ditandai dengan:12

1. Pengingkatan SGOT dan SGPT hingga ≥ 5 kali tanpa gejala, atau ≥ 3 kali
batas atas normal disertai gejala
2. Peningkatan bilirubin total lebih dari 1.5 mg/dL
3. Serta peningkatan SGOT/SGPT dengan nilai berapapun yang disertai
dengan icterus, anoreksia, nausea, muntah.

Pemantauan melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan pada anak dengan


penyakit yang berat seperti TB milier, meningitis TB, keadaan gizi buruk, serta
pasien yang memerlukan dosis isoniazid dan rifampisin lebih besar daripada dosis
yang seharusnya. Pada keadaan ini, hepatotoksisitas biasaya terjadi pada 2 bulan
pertama pengobatan. Oleh Karena itu diperlukan pemantauan yang cukup sering,
misalnya setiap 2 minggu selama 2 bulan pertama, dan selanjtnya dapat lebih
jarang.6

2.13 Pencegahan

1. Imunisasi BCG pada anak


Diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Pemberian imunisasi BCG pada bayi > 2
bulan harus didahului dengan tes tuberculin. Secara umum imunisasi BCG efektif
untuk mencegah terjadinya TB berat, seperti, TB milier, spondylitis TB, dan TB
meningitis yang sering didapatkan pada usia muda. Dosis untuk bayi sebesar 0.05
ml dan untuk anak 0.10 ml diberikan secara intrakutan di daerah deltoid kanan.

18
Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya
defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi premature,
BCG ditunda hingga mencapai BB optimal.4,12
2. Skrining dan manajemen kontak
Adalah kegiatan investigasi yang dilakukan secara aktif dan intensif untuk
menemukan 2 hal yaitu
a. Anak yang mengalami paparan dari pasien TB BTA positif,
b. orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi anak yang
didiagnosis TB.

Untuk meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati temuan
kasus sakit TB.12

3. Kemoprofilaksis
Terdapat 2 macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan sekunder.
A. Kemoprofilaksis primer -> bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi TB.
Pada kemoprofilaksis primer diberikan :
-
Isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal
Diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA
sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberculin negative).
Obat diberikan selama 6 bulan. Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis,
dilakukan uji tuberculin ulang. Jika tetap negative, profilaksis dilanjutkan hingga
6 bulan, jika menjadi positif, evaluasi status TB pasien.6,12
B. Kemoprofilaksis sekunder -> sedangkan kemoprofilaksis sekunder
mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.
Diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji
tuberculin positif, sedangkan klinis dan radiologi normal. Anak dengan
imunokompromais yang punya risiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB
diberikan profilaksis sekunder. Lama pemberian kemoprofilaksis sekunder adalah
6-12 bulan.4,12

2.14 Komplikasi meningitis tuberculosis

1. Hidrosefalus
Merupakan komplikasi yang cukup sering. Hidrosefalus komunikans terjadi
Karena adanya perluasan inflamasi pada sisterna basalis menyebabkan gangguan
penyerapan CSS, sedangkan hidrosefalus non komunikans dapat terjadi akibat
dari oklusi aquaduktus oleh eksudat yang mengelilingi batang otak.14

19
2. Kelumpuhan saraf otak
Reaksi hipersensitivitas terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel
ke dalam rongga subarakhnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat tebal
dalam rongga subarakhnoid yang bersifat difus, terutama berkumpul pada basis
cranii. Eksudat yang tebal ini juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah
pada basis cranii dan penjeratan saraf kranialis. Kelumpuhan saraf otak yang
tersering ialah N VI, diikuti dengan N III, N IV dan N VII, dan bahkan dapat
terjadi pada N VIII dan N II.14
3. Hiponatremi
Hiponatremi merupakan komplikasi sistemik yang paling sering pada meningitis
tuberculosis, disebabkan Karena peningkatan pelepasan ADH (anti diuretic
hormone) dari hipofisis posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk
melepaskan ADH.14
4. Sekuele
Komplikasi yang paling menonjol adalah gejala sisa (sekuele) neurologis. Sekuele
terbanyak adalah paresis, spastisitas, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori
ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia,
dan gangguan ringan pada koordinasi. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi
optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan biasanya
disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri.9,14

2.15 Prognosis meningitis tuberculosis

Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis
dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya.
Pengobatan harus dimulai segera setelah dicurigai dan didiagnosa meningitis
tuberculosis. Keterlambatan dalam penanganan bisa memperburuk hasil. Resiko
kematian paling tinggi disebabkan karena adanya faktor kormobiditas, gangguan
neurologis yang berat, progresifitas penyakit yang cepat, dan terjadi pada usia tua
atau sangat muda. Gejala sisa neurologi (neurologic sequele) rata-rata terjadi pada
penderita meningitis tuberculosis yang selamat.15

20
REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. Ahmad Julianto Nugroho
Tempat/Tanggal lahir : Pati, 13 Juli 2008
Alamat : Purwosari 2/3 Tlogowungu, Tlogowungu, Pati, Jawa
Tengah
Suku Bangsa : Jawa
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pendidikan : Kelas 4 SD
Agama : Islam

2. ANAMNESA
Dilakukan secara Alloanamnesa dengan ibu pasien di poli anak RSUD RAA
Soewondo Pati dan RM No. 152961

Tanggal 13 Juni 20017 Jam: 12.12 WIB


Tanggal 5 Juli 2017 Jam: 11.30 WIB

21
Kunjungan ke rumah pasien
Tanggal 30 Juli 2017 Jam: 14.30 WIB

Keluhan Utama
Kontrol meningitis tuberkulosis

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan ingin control post opname. Ibu pasien juga
mengeluhkan, cara berjalan pasien yang tidak seimbang. Terkadang pasien tiba-
tiba terjatuh ketika berjalan atau mengendarai sepeda tanpa sebab yang jelas,
ketika berdiri pasien terkadang sering merasa tidak seimbang dan terjatuh.
Keluhan sakit kepala terkadang dialami pasien. Sakit kepala di kepala belakang,
rasanya berdenyut. Pusing berputar, muntah menyembur, gangguan penglihatan
dan pendengaran, kelemahan pada anggota gerak, kaku pada leher disangkal.
Keluhan lain seperti demam, mual, batuk, pilek, sesak nafas, kejang juga
disangkal.

3 bulan yang lalu pasien pernah datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati
dengan keluhan kejang. Kejang terjadi pada pagi hari. Selama kejang pasien tidak
sadar, tangan dan kaki pasien bergerak terus menerus, kejang berlangsung
sebentar selama 5 menit. Saat kejang, tidak ada demam. Setelah kejang, pasien
lalu sadar. Pasien juga merasa kepala bagian depan disekitar alis sakit. Sebelum
kejang, pasien sempat batuk-batuk kemudian muntah darah. Batuk baru hari itu
dirasakan. Muntah 1 kali, warna merah segar dan ada lendir. Leher pasien juga
terasa kaku dan sakit sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan bengkak pada tubuhnya. Bengkak terjadi sudah 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Bengkak muncul perlahan dari kelopak mata lalu
menyebar ke seluruh tubuh. Nyeri, gatal, kemerahan pada bengkak disangkal. Saat
pertama kali dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, tekanan darah pasien
mencapai 160/80 mmHg.Keluhan seperti ini merupakan yang pertama bagi
pasien.

22
Riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat trauma pada kepala, luka pada
tubuh, keganasan disangkal. Riwayat epilepsi dan kejang demam pada keluarga
tidak ada. Riwayat keluhan serupa dengan pasien disangkal. Di keluarga pasien
tidak ada yang pernah sakit batuk-batuk, namun tetangga sebelah rumah pasien
adalah penderita TB paru yang tidak pernah berobat.

Sehari-hari pasien makan 3 kali sehari. Pasien suka makan mie instant, sekali
makan bisa 2 bungkus. Pasien tidak suka makan sayur dan buah, terkadang makan
sayur bening jika dipaksa sang ibu. Nafsu makan pasien baik. Pasien minum air
putih sehari 3-4 gelas belimbing. Air minum yang digunakan adalah air yang
dimasak sendiri. Buang air besar dan kecil lancar tidak ada masalah.

Pasien dirawat di RSUD RAA Soewondo Pati selama 11 hari. 6 hari perawatan di
ICU dan 5 hari dibangsal Cempaka. Pasien dirawat di ICU karena kejang lagi
ketika dirawat di bangsal. Selama dirawat di ICU pasien tidak pernah kejang.

Saat ini pasien sedang menjalankan pengobatan tuberculosis bulan ke 4. Obat


yang diberikan: Rifampisin, isoniazid, vitamin B6, furosemide. Selama menjalani
pengobatan tuberkulosis, pasien mengatakan bahwa pipis dan feses pasien jadi
bewarna merah.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat kejang demam disangkal


- Riwayat epilepsi disangkal
- Riwayat batuk-batuk lama disangkal
- Riwayat batuk berdarah disangkal
- Riwayat trauma disangkal
- Riwayat gagal ginjal disangkal
- Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Penyakit keluarga

-
Riwayat keluhan serupa dengan pasien disangkal
-
Riwayat tekanan darah tinggi pada sang nenek
-
Riwayat TB paru disangkal
-
Riwayat asma disangkal
-
Riwayat gagal ginjal disangkal

Riwayat Perinatal

23
-
Pasien anak kedua dari dua bersaudara
-
Lahir normal dibantu dukun beranak, langsung menangis spontan
-
Berat badan lahir dan panjang badan lahir tidak diukur
-
Setelah lahir pasien dibawa ke puskesmas untuk diperiksakan
kesehatannya

Riwayat Imunisasi

-
Hepatitis B: dilakukan seminggu setalah lahir, lalu pada usia 2,3,dan 4
bulan
-
BCG : diberikan usia 2 bulan
-
Polio : diberikan usia 2,3,dan 4 bulan
-
DTP : diberikan usia 2,3,dan 4 bulan
-
Hib : diberikan pada usia 2,3,dan 4 bulan
-
Campak : diberikan pada usia 9 bulan, sudah dibooster pad akelas 1
SD
Kesan : imunisasi dasar lengkap

Riwayat Pertumbuhan

-
BB = 35 kg
-
TB = 128 cm
-
IMT =21.8 kg/m2
-
Kurva CDC
 BB/U = 120.6% (gizi lebih)
 TB/U = 96.2% (normal)

Status gizi lebih perawakan normal

Riwayat Perkembangan
- Personal sosial : Pasien kelas 4 SD, pasien bersekolah di SD dekat
rumahnya, pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik
- Bahasa : Pasien dapat berbicara dengan lancar dan tidak ada
masalah dengan Bahasa
- Motorik halus : Pasien dapat menulis dengan baik
- Motorik kasar : Pasien dapat mengendarai sepeda

Riwayat Asupan Nutrisi


- Pasien mendapatkan ASI sampai usia 5 tahun

24
- Sebelum sakit pasien suka sekali makan mie instant. Sehari dapat makan 2
bungkus. Pasien tidak suka sayur dan buah. Terkadang makan sayur
bening jika disuruh sang ibu
- Setelah sembuh dari sakit, pasien tidak pernah makan mie instant lagi.
Pasien sekarang makan nasi dengan lauk ikan bandeng/lele dengan sayur
bening/daun singkong. Mulai suka makan buah seperti pisang, apel. Pasien
makan 3 kali sehari.
- Pasien minum 3-4 gelas belimbing per hari. Air minum merupakan air
yang dimasak sendiri.
Kesan: kuantitas cukup, kualitas kurang

Lingkungan Tempat Tinggal

- Pasien tinggal bersama ayah, ibu, kakak, dan nenek


- Pasien tinggal di dekat persawahan
- Rumah pasien cukup luas, terdapat 1 jendela besar di dalam rumah. Pada
siang hari, jendela dan pintu rumah dibuka sehingga udara masuk. Malam
hari, jendela dan pintu ditutup dan mengandalkan kipas angin.
- Tetangga sebelah rumah pasien adalah penderita TB paru yang tidak
pernah berobat.

25
3. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan di poli anak RSUD RAA Soewondo Pati.


Tanggal 13 Juni 20017 Jam: 12.12 WIB
Tanggal 5 Juli 2017 Jam: 11.30 WIB
Kunjungan ke rumah pasien
Tanggal 30 Juli 2017 Jam: 14.30 WIB

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sehat, aktif, suka tertawa
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)

Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu tubuh : 36 °C
Data Antropometri :

26
1. BB saat pertama kali dirawat = 28 kg
2. BB saat kontrol pertama kali ( 4 Mei 2017) = 30 kg
3. BB saat control kedua kali (17 Mei 2017) = 31.5 kg
4. BB saat control ketiga kali ( 13 Juni 2017) = 33 kg
5. BB saat control keempat kali (5 Juli 2017) = 35 kg
6. TB = 128 cm
IMT = 21.8 kg/m2

Pemeriksaan Sistem
Kepala : mesosefal, wajah simetris, rambut hitam dengan distribusi merata,
tidak mudah lepas, tidak terdapat bekass luka dikepala.
Mata : bentuk normal, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+,
pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
Telinga: bentuk & ukuran normal, sekret (-), nyeri tekan & nyeri tarik (-),
gangguan pendengaran (-)
Mulut : bibir kering (-), mukosa merah muda, faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1
Leher : letak trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : dada simetris, pergerakan dada kanan & kiri simetris saat statis &
dinamis, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan & kiri sama kuat, nyeri tekan (-).
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.

Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak di MCL sinistra ICS V.
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS V.
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :
Inspeksi : tampak datar, jaringan parut (-), buncit (-).
Auskultasi : bising usus (+) normal, 10 x/menit.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), benjolan (-)
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

Ekstremitas : akral hangat (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik,
Kulit : turgor kulit baik, kulit kering (-), sianosis (-) ikterik (-)
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Anus dan genitalia : tidak di lakukan

Pemeriksaan Neurologis
Penilaian fungsi luhur
• Penilaian orientasi : tidak ada disorientasi

27
• Penilaian kemampuan bicara dan bahasa : baik
• Penilaian daya ingat: baik

Tanda rangsang meningeal


1. Kaku kuduk (-)
2. Brudzinsky I (-)
3. Brudzinsky II (-)
4. Brudzinsky III (-)
5. Brudzinsky IV (-)
6. Kernig (-)
7. Laseque (-)

Nervus Kranialis
1. Nervus Olfaktorius (N.I)
Anosmia (-)

2. Nervus Optikus (N.II)


• Cahaya langsung (+) / (+)
• Cahaya tidak langsung (+) / (+)
3. Nervus Okulomotorius (N.III), Trochlearis (N.IV), Abducens (N.VI)
• Kedudukan bola mata simetris, ptosis (-), pupil isokor, ukuran ± 3 mm, tidak ada
gangguan pada lapang pandang, nystagmus (-)

4. Nervus Trigeminus (N.V )


• Sensorik ( cabang oftalmik, maksilaris, mandibularis: normal)
• Motorik (dapat membuka mulut, menggerakan rahang, menggigit)

5. Nervus Facialis ( N.VII)


• Raut wajah tidak ada kelainan, mengangkat alis (+), mengerutkan dahi (+),
memejemkan mata (+), lagophtalmus (+), Chvostek sign (-).

6. Nervus Vestibulo-Cochlearis (N. VIII)


• Tes Romberg= dapat mempertahankan posisi, sedikit goyah
Tes Romberg dipertajam= pasien tidak dapat mempertahankan posisi

7. Nervus Glossopharingeus ( N.IX) dan Nervus Vagus ( N.X)


• Kualitas suara baik, disartria (-), sengau (-), menelan tidak sulit
• Kedudukan palatum molle baik, uvula terletak ditengah, arkus faring kanan dan
kiri simetris

8. Nervus Accesorius ( N XI)


• Pada M. Sternocleidomastoideus dan M. Trapezius tidak ada atrofi, gerakan otot
baik

9. Nervus Hipoglossus ( N XII)

28
• Kedudukan lidah baik, terletak ditengah, atrofi papil lidah (-), tremor lidah (-),
fesikulasi (-), pergerakan lidah baik.

10. Motorik
•Inspeksi : gerakan involunter (-)
•Trofi lengan dan tungkai baik
•Tonus aktif dan pasif normal
• Kekuatan ( lengan atas lengan bawah,tangan, tungkai atas tungkai bawah, kaki)
555/555
__________________
555/555

11. Sensorik
•Sensasi nyeri, raba dan suhu normal

Reflek Fisiologis
•Reflek biseps (+)/(+)
•Reflek triseps (+)/(+)
•Reflek patella (+)/(+)
•Reflek achiles (+)/(+)

Reflek Patologis
•Reflek Babinski (-)/(-)
•Reflek chaddock (-)/(-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Darah lengkap

HEMATOLOGI Nilai Rujukan 07-04-2017


ANALYSER
Leukosit 4,5-14,5 10,9
Eritrosit 4,7 – 6,1 ↓ 4,57
Hemoglobin 11 – 15 11,8
Hematokrit 40 – 52 ↓ 32
MCV 82 – 92 70
MCH 27 – 31 ↓ 25,4
MCHC 32 – 36 36,3
Trombosit 150 – 400 347
RDW-CV 11,5 – 14,5 13
RDW-SD 35 – 47 ↓ 32,4
PDW 9.0 – 13.0 11,9
MPV 6.8 – 10.0 9,9
P-LCR 24,7
HITUNG JENIS

29
Netrofil 50.0 – 70.0 76,1
Limfosit 25.0 – 40.0 ↓ 17,8
Monosit 2.0 – 8.0 4,1
Eosinophil 2–4 ↓ 1,8
Basophil 0–1 0,2
KIMIA KLINIK
Glukosa ACC 70 – 160 79
Natrium darah 135 – 155 138,7
Kalsium darah 8,1-10,4 8,2
Kalium darah 3.6 – 5.5 3,95
Chloride darah 95 – 108 104,4
Ureum 10 – 50 23,9
Kreatinin 0.60 – 1.20 0,83

 Urinalisa

Urinalisa Nilai rujukan 10-4- 21-4-2017 04-5- 17-05-17


2017 2017
Fisis
Warna Kuning muda Kuning Kuning Kuning Kuning
muda
Kekeruhan Jernih Keruh Agak Agak Agak
keruh keruh keruh
Epitel Skuamous/LPK POS(+) POS(+) POS(+) Normal
Leukosit <5/LPB 1-3/LPB 3-4/LPB 4-5/LPB 0-1/LPB
Eritrosit <5/LPB 10- 50-60/LPB 5-6/LPB 5-6/LPB
15/LPB
Kristal Negatif/LPK Negatif +++ Negatif POS(1+)
Ca oxalat
Silinder Negatif/hyalin Negatif Negatif Positif Negatif
Carik celup
Darah samar POST 2 POS(+++) POS(+) POS(+)
Urobilinogen Normal Normal Normal Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Protein urin Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
pH 4,5-8 7 6,5 6 6
Berat jenis 1,003-1,022 1,020 1,020 1,010 1,020
Leukosit Negatif Negatif Negatif POS(1+) Negatif

Urinalisa Nilai rujukan 13-6-2017 05-7-2017

30
Fisis
Warna Kuning muda Kuning tua Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih Agak keruh
Epitel Skuamous/LPK POS(++) POS(+)
Leukosit <5/LPB 7-8/LPB 0-2/LPB
Eritrosit <5/LPB 3-4/LPB 5-6/LPB
Kristal Negatif/LPK POS (1+) Negatif
amorf
Silinder Negatif/hyalin Negatif Negatif
Carik celup
Darah samar Negatif Positif
Urobilinogen Normal Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif Negatif
Protein urin Negatif Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif Negatif
pH 4,5-8 6 6,
Berat jenis 1,003-1,022 1,020 1,020
Leukosit Negatif Negatif Negatif

 Serologi

Pemeriksan Nilai rujukan 11-4-2017


LED 1 Jam 0-10 20
LED 2 jam 0-10 53
ASTO <200 =negatif (+) 400
≥200 =positif

 CT-Scan kepala dengan kontras tanggal 7 April 2017


- Sulkus dan fisura menyempit
- Ventrikel menyempit
- Tak tampak lesi hipodens/hiperdens intra serebral
- Tampak penyangatan pada girus post pemberian kontras
- Tak tampak mid line shifting
- Serebelum dan batang otak baik

31
Kesan: Gambaran meningitis

 Foto rontgen thorax tanggal 7 April 2017


- Cor : tidak membesar
- Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat
Tampak pembuluh darah yang melebar pada parahiler kanan dan kiri
- Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan dan kiri normal

32
Kesan: Paru kongestif

5. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 9 tahun ke poli anak RSUD RAA
Soewondo Pati dengan keluhan ingin kontrol meningitis tuberkulosis. Ibu pasien
juga mengeluhkan, cara berjalan pasien yang tidak seimbang. Terkadang pasien
tiba-tiba terjatuh ketika berjalan atau mengendarai sepeda tanpa sebab yang jelas,
ketika berdiri pasien terkadang sering merasa tidak seimbang dan terjatuh.
Keluhan sakit kepala terkadang dialami pasien. Sakit kepala di kepala belakang,
rasanya berdenyut. 3 bulan yang lalu pasien pernah datang ke IGD RSUD RAA
Soewondo Pati dengan keluhan kejang. Kejang terjadi pada pagi hari. Selama
kejang pasien tidak sadar, tangan dan kaki pasien bergerak terus menerus, kejang
berlangsung sebentar selama 5 menit. Saat kejang, tidak ada demam. Setelah
kejang, pasien lalu sadar. Pasien juga merasa kepala bagian depan disekitar alis
sakit. Sebelum kejang, pasien sempat batuk-batuk kemudian muntah darah. Batuk
baru hari itu dirasakan. Muntah 1 kali, warna merah segar dan ada lendir. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan bengkak pada tubuhnya. Bengkak terjadi sudah 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak muncul perlahan dari kelopak mata
lalu menyebar ke seluruh tubuh. Nyeri, gatal, kemerahan pada bengkak disangkal.
Saat pertama kali dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, tekanan darah pasien
mencapai 160/80 mmHg.
Sehari-hari pasien makan 3 kali sehari. Pasien suka makan mie instant, sekali
makan bisa 2 bungkus. Pasien tidak suka makan sayur dan buah, terkadang makan
sayur bening jika dipaksa sang ibu. Nafsu makan pasien baik. Pasien minum air

33
putih sehari 3-4 gelas belimbing. Buang air besar dan kecil lancar tidak ada
masalah. Saat ini pasien sedang menjalankan pengobatan tuberculosis bulan ke 4.
Obat yang diberikan: Rifampisin, isoniazid, vitamin B6, furosemide. Selama
menjalani pengobatan tuberkulosis, pasien mengatakan bahwa pipis dan feses
pasien bewarna merah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak sehat, aktif. Tekanan
darah 100/60 mmHg. Pada pemeriksaan nervus kranial ke VIII didapatkan tes
Romberg yang dipertajam, pasien tidak dapat mempertahankan posisi.
Pada pemeriksaan penunjang, CT-Scan kepala gambaran meningitis, foto rontgen
thorax dengan kesan paru kongestif.

6. DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA
- Sequele meningitis tuberkulosis
- GNAPS (Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptococcus)
- Status gizi lebih perawakan normal

7. PENGKAJIAN
Clinical reasoning:
Sequele meningitis tuberkulosis
- Gangguan keseimbangan terutama ketika berjalan, berdiri dan
mengendarai sepeda tanpa sebab yang jelas. Dan sering mengeluhkan sakit
kepala
- 3 bulan yang lalu didiagnosa menderita meningitis tuberkulosis. Hasil CT-
Scan kepala dengan kontras: Sulkus dan fisura menyempit, ventrikel
menyempit, tampak penyangatan pada girus post pemberian kontras
(kesan: gambaran meningitis). Hasil foto thorax: Corakan bronkovaskuler
meningkat, tampak pembuluh darah yang melebar pada parahiler kanan
dan kiri (kesan: paru kongestif)

GNAPS (Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptococcus)


- Tekanan darah tinggi (160/80 mmHg)
- pasien mengeluhkan bengkak pada tubuhnya. Bengkak terjadi sudah 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, muncul perlahan dari kelopak mata
lalu menyebar ke seluruh tubuh
- Ditemukan eritrosit pada urninalisa, ASTO meningkat

Diagnosa banding: -

Rencana Diagnostik
- Pemeriksaan SGOT, SGPT

34
Rencana Terapi Farmakologis
- Lanjutkan pengobatan Tuberkulosis 3-8 bulan kedepan. Obat yang
diberikan: Rifampicin 450 mg 1x1 tab
Isoniazid 300 mg 1x1 tab
- Pemberian Vitamin B6 1x1 tab
- Furosemide 20 mg tab 2x1/2 tab

Terapi non farmakologis


- Fisioterapi untuk ganggguan keseimbangan yang dialami pasien
- Diet rendah garam dan lemak

Rencana Evaluasi
- Pemantauan kemajuan pengobatan
- Pemantauan kepatuhan minum obat
- Evaluasi efek samping obat
- Evaluasi gejala sisa meningitis
- Pemantauan pertumbuhan (berat badan dan tinggi badan)

Edukasi
- Edukasi tentang penyakit tuberkulosis paru, meningitis tuberculosis, faktor
penyebab dan komplikasi yang dapat terjadi bila tidak ditangani dengan
tepat.
- Motivasi pasien untuk rutin minum obat
- Motivasi keluarga untuk memberitahu jadwal minum obat
- Motivasi keluarga untuk kontrol penyakit serta gejala sisa
- Memberitahu keluarga pasien tentang pentingnya gizi seimbang dalam
pertumbuhan dan kaitannya dengan pengobatan tb
- Motivasi orang tua untuk mengatur pola makan anak. Hindari makanan
tinggi garam dan berlemak. Perbanyak makan sayur dan buah.

8. PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia
- Ad sanationam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia

35
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
Definisi
Meningitis tuberkulosis merupakan Pasien di diagnosis meningitis
peradangan pada selaput otak tuberculosis berdasarkan hasil CT-
(meningen) yang disebabkan oleh Scan dan foto thorax
bakteri Mycobacterium tuberkulosis

Epidemiologi
Kasus TB Anak dikelompokkan dalam Pasien berusia 9 tahun
kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14
tahun, dengan jumlah kasus pada
kelompok umur 5-14 tahun yang lebih
tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun.
Faktor risiko & Etiologi
 Penyebab:Mycobacterium  Mycobacterium tuberkulosis
tuberculosis

Data Anamnesis dan Pemeriksaan fisik saat di IGD (secara alloanamnesa kepada

36
ibu pasien saat kunjungan di Poli anak dan Rekam Medik)
1. Stadium I (stadium inisial / ANAMNESIS
stadium non spesifik / fase  Kejang. Saat kejang pasien tidak
prodromal) sadar, tangan dan kaki pasien
2. Stadium II (stadium
bergerak terus menerus, kejang
transisional / fase meningitik)
berlangsung sebentar selama 5
3. Stadium III (koma / fase
menit. Saat kejang, tidak ada
paralitik)
demam.
 Leher terasa kaku dan sakit 2 hari
SMRS
 Sakit kepala
 Batuk-batuk dan muntah darah 1
hari SMRS

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum: gelisah
 Kesadaran: compos mentis
 TD: 130/90 mmHg
 HR: 80x/m
 RR: 21x/m
 Suhu : 36,9 OC
 Kepala : Mesosefal, wajah simetris
 Leher : letak trakea ditengah,
deviasi (-), pembesaran KGB (-)
 Mata : Konjungtiva anemis - / - ,
Sklera ikterik - / - , reflek cahaya
langsung +/+, reflek cahaya tidak
langsung + / +
 Thorax : SDV +/+, Ronchi -/-,
wheezing -/-
 Jantung : BJ I, II reguler,
murmur (-), gallop (-)

37
 Abdomen : datar, tidak terdapat
benjolan, BU (+), timpani di ke 4
kuadran, supel, nyeri tekan (-)
 Anus dan genitalisa: tidak di
periksa
 Ekstremitas : akral hangat, edema
(-), sianosis (-), CRT < 2 dekit
 Pemeriksaan neurologis
 Kaku kuduk (+)
KESIMPULAN : Stadium II
(stadium transisional / fase
meningitik)
Sekuele dan komplikasi
 Gangguan ringan pada  Gangguan keseimbangan
keseimbangan
 Gangguan pendengaran dan
keseimbangan biasanya disebabkan
oleh obat streptomisin atau oleh
penyakitnya sendiriParesis spastik
 Paraplegia, dan gangguan sensori
ekstremitas.
 Nistagmus
 Ataksia
 Spastisitas.
 Komplikasi pada mata dapat berupa
atrofi optik dan kebutaan.
 Hidrosefalus
 Hiponatremi

Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium : LED meningkat  LED meningkat
 Rontgen Thorax  Rontgen Thorax: Corakan
 CT-Scan kepala bronkovaskuler meningkat

38
Tampak pembuluh darah yang
melebar pada parahiler kanan dan
kiri
 CT-Scan kepala: Sulkus dan fisura
menyempit, Ventrikel menyempit

Tata Laksana
 Regimen terapi : 2RHZE - 7RH  Regimen terapi :
 Steroid (prednison) dosis 1-2
-2RHZE
mg/kgBB/ hari
-RH (Sekarang pasien menjalani
- Rawat jalan.
- Makan –makanan gizi seimbang pengobatan bulan ke-4)
- Pada fase intensif, kontrol tiap 1  Prednisone dosis 1-2 mg/kgBB/
minggu. Pada fase lanjutan, hari > Tappering off. Sekarang
kontrol tiap bulan sudah tidak minum prednisone
 Makanan gizi seimbang
 Kontrol tiap 2 minggu
Efek samping obat

 Isoniazid  Air seni dan feses jadi warna


-neuritis perifer
merah
-hepatotoksik
 Rifampisin  Pasien jadi lebih emosian dan
-warna merah pada air seni, keringat, air
susah diatur
mata, air liur
-gastrointestinal seperti muntah, mual,
tidak nafsu makan, dan kadang diare
-hepatotoksik
 Pirazinamid
-nyeri sendi, artritis, gout akibat
hiperurisemia
-hepatotoksik
-anoreksia, dan iritasi saluran cerna.
 Etambutol
-neuritis optic berupa, gangguan
penglihatan, buta warna merah-hijau
 Prednisone
Perubahan mood
 Kenaikan berat badan: Karena

39
peningkatan nafsu makan
 Mual, muntah, nyeri perut
 Peningkatan kadar gula darah
 Bengkak pada wajah,
ekstermitas
 Sulit tidur

Prognosis
Prognosis pasien lurus Ad vitam: Dubia
berbanding
dengan tahapan klinis saat pasien Ad sanactionam: Dubia ad malam
Ad fungsionam: Dubia
didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut
tahapan klinisnya, semakin buruk
prognosisnya.
Adanya hidrosefalus disertai
enhancement di daerah basal pada
pemeriksaan CT-Scan menunjukan
tahap lanjut penyakit dengan prognosis
buruk.

Kontrol poli anak RSUD RAA Soewondo Pati

- Tanggal 13 Juni 2017


S: Pasien mengeluh keseimbangannya agak terganggu. Pasien terkadang
jatuh saat berdiri, berjalan
O:
Keadaan umum: tampak sehat, aktif
Kesadaran: compos mentis
TD:100/80 mmHg S: 36 o C
RR: 20x/m HR: 88x/m
BB: 33 Kg
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral -/-, reflek
cahaya langsung +/+
Leher: trakea ditengah, pembersaran KGB (-)
Thorax : SDV +/+, Ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)

40
Abdomen : datar, tidak terdapat benjolan, BU (+), timpani di ke 4
kuadran, supel, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan nervus VIII
-Tes Romberg= dapat melakukan, sedikit goyang
-Tes Romberg dipertajam= pasien tidak dapat mempertahankan posisi

A: Meningitis TB, GNAPS


P: Rifampisin 450 mg 1x1 tab
Isoniazid 300 mg 1x1 tab
Vitamin B6 1x1 tab
Furosemide 20 mg 2x1/2 tab
Fisioterapi

- Tanggal 5 Juli 2017


S: berjalan sudah seimbang, namun jika berdiri tegak terkadang masih goyah
O: TD:100/80 mmHg S: 36 o C
RR: 22x/m HR: 96x/m
BB: 35 Kg
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral -/-, reflek
cahaya langsung +/+
Leher: trakea ditengah, pembersaran KGB (-)
Thorax : SDV +/+, Ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, tidak terdapat benjolan, BU (+), timpani di ke 4
kuadran, supel, nyeri tekan (-)
A: Meningitis TB, GNAPS
P: Rifampisin 450 mg 1x1 tab
Isoniazid 300 mg 1x1 tab
Vitamin B6 1x1 tab
Furosemide 20 mg 2x1/2 tab
- Kunjungan Rumah Tanggal 30 Juli 2017
S: 3 hari yang lalu pasien merasa kepalanya sakit. Sakit di kepala belakang.
Sakit kepala membaik ketika sang ibu memberikan paracetamol. Sudah tidak

41
ada gangguan dalam berjalan dan naik sepeda. Tremor dan kesemutan
disangkal. Ibu pasien hanya mengeluhkan pasien sulit jika diminta minum
obat. Nafsu makan pasien baik, pasien sudah tidak makan mie instant, dan
menghindari makanan yang mengandung penyedap rasa. Pasien tidak makan
daging sapi, ayam. Sehari-hari pasien makan nasi dengan lauk ikan
bandeng/lele dan sayur bening. Air seni dan feses pasien menjadi warna
merah karena obat TB. Badan dan ekstermitas pasien tidak bengkak.
O: Keadaan umum: tampak sehat, aktif
Kesadaran: compos mentis
TD:110/70 mmHg S: 36 o C
RR: 22x/m HR: 90x/m
BB: 35 Kg
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral -/-, reflek
cahaya langsung +/+
Leher: trakea ditengah, pembersaran KGB (-)
Thorax : SDV +/+, Ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, tidak terdapat benjolan, BU (+), timpani di ke 4
kuadran, supel, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan nervus VIII
-Tes Romberg= dapat mempertahankan posisi
-Tes Romberg dipertajam= pasien dapat mempertahankan posisi

Kondisi lingkungan:
1. Pencahayaan : Cukup
2. Ventilasi : ventilasi baik
3. Kepadatan hunian : rumah ditempati oleh 4 orang
4. Lingkungan tempat tinggal : sekeliling rumah banyak
perpohonan dan jarak antara satu rumah dengan rumah lain tidak
berdekatan
5. Kelembaban : Cukup
A: Meningitis TB
P: : Rifampisin 450 mg 1x1 tab
Isoniazid 300 mg 1x1 tab

42
Vitamin B6 1x1 tab
Furosemide 20 mg 2x1/2 tab

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen)
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Tuberkulosis yang menyerang SSP (sistem saraf pusat)
ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis
spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus
terbanyak adalah meningitis tuberkulosis.
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas
tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua
usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen.
Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di
otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi
primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi
keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya
basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma
atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid.

43
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi
yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan
intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis
ke arah meningitis tuberkulosis. Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis
tuberkulosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah
paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele
minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada
koordinasi, dan spastisitas.
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis
dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya.

3.2 Saran
Saran yang diberikan dalam makalah ini terkait dengan kasus adalah:
 Pemberian pengobatan antituberkulosis dapat diberikan secara teratur dan
tanpa terputus untuk menghilangkan bakteri-bakteri penyebabnya.
 Selalu memperhatikan adanya efek samping obat yang diberikan, dan
meminimalisir keadaan yang dapat memperparah kondisi efek samping
obat tersebut.
 Pemberian steroid harus diperhitungkan pada anak-anak, dalam indikasi
tertentu yang diperbolehkan baru bisa diberikan.
 Gejala sisa dari meningitis harus dapat diminimalisir dengan pemberian
terapi OAT yang adekuat.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed.


Philadephia: Elsevier Saunders. 2011. p.1801-6

2.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Konsensus tuberkulosis. 2008. [citied


2017 June 13]: Available from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html

4. Kartasasmita CB, Basir D. Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010. p.162–7

5. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB. Pedoman nasional


tuberkulosis anak. Jakarta: IDAI P. 54-6

6. Sherwood L. Human physiology. 7th ed. USA: brooks/Cole; 2012. p 554-81

7. Azhali, MS, Garna, Herry, Chaerulfatah, Alex, Setiabudi, Djatnika. Pedoman


diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNPAD.2008. p. 221-9.

8. Pudjiadi A, Hegar B, handryastuti S, Idris N. Pedoman pelayanan medis. 1st ed.


Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. p.193-6

9. Ramachandran T. Tuberculous meningitis. Journal of neurology.2014 Dec. p.


235-40

10. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed.
Philadephia: Elsevier Saunders. 2016. p.1445-60-6

45
11. Batra V. Pediatric Tuberculosis. Mediteranean Journal of Hematology and
Infectious Diseases. 2015 May

12. Dinihari N, Dewi R, Rahajoe N, Setyanto D, Kaswandai N, Triasih R, et al.


Petunjuk teknis manajemen TB anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2013

13. Aljebab F, Choonara I, Conroy S. Systematic review of the toxicity of short-


course oral corticosteroids in children. British Medical Journal. 2016 Jan. p. 1-5

15. N Anderson, Somaratne J, Mason D, Holland D, Thomas M. Neurological and


systemic complications of tuberculous meningitis. Journal of Clinical
Neuroscience. 2010 Jan. p. 114-8

16. Hasbun R. Meningitis. Journal of Infections. 2017 May. p. 18-27

46
47

Anda mungkin juga menyukai