Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

TERAPI CAIRAN PEDIATRIK

Oleh :
Banatidika Ikrarida D G99181013

Pembimbing :
Bara Adithya, dr., Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan bagian
yang cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang lain.
Sedangkan bagian yang cair berupa cairan intraselular dan ekstraselular. Pada anak,
jaringan lemak yang dimiliki lebih sedikit dan organ visera yang dimiliki lebih
besar.Dengan demikian, persentase air dalam tubuh anak relatif lebih besar dibanding
orang dewasa. Kebutuhan air pada anak untuk setiap kilogram berat badannya pun
lebih banyak dibanding orang dewasa. Ada beberapa aspek yang menyebabkan hal
tersebut, di antaranya; luas permukaan tubuh anak relatif lebih besar sehingga
kehilangan air melalui kulit lebih banyak, fungsi konsentrasi air kemih oleh ginjal
yang belum sempurna, dan frekuensi nafas yang lebih cepat.Air juga sangat
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan.

Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang sangat
dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh agar dapat menjaga dan mempertahankan
fungsinya. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur sedemikian
rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan. Apabila terjadi
gangguan keseimbangan, baik cairan atau elektrolit, maka akan memberikan
pengaruh pada yang lainnya. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh dapat terjadi pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi,
ekskresi keringat yang berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak bias
(insesible water loss) secara berlebihan oleh paru-paru, perdarahan, berkurangnya
kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume
cairan tubuh yang hilang, dengan segera dapat digantikan.
Terapi cairan merupakan terapi yang sangat mempengaruhi keberhasilan penanganan
pasien kritis. Selain dapat mengganti cairan yang hilang, terapi cairan dapat dilakukan
untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, mencukupi kebutuhan
per hari, mengatasi syok, dan mengatasi kelainan akibat terapi lain. Administrasi
terapi cairan melalui intravena adalah salah satu rute terapi yang paling umum dan
penting dalam pengobatan pasien bedah, medis dan sakit kritis. Pemilihan pemberian
terapi cairan untuk perbaikan dan perawatan stabilitas hemodinamik pada tubuh
cukup sulit, karena pemilihannya tergantung pada jenis dan komposisi elektrolit dari
cairan yang hilang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cairan Tubuh

Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh

Komponen terbesar dari tubuh adalah air. Air merupakan pelarut bagi semua yang
terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah persentase dari berat air
dibagi dengan berat badan total, yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan
kandungan lemak yang ada di dalam tubuh. Kandungan air dalam tubuh sampai
sekitar 60 persen pada laki laki dewasa. Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung
50 persen dari total berat badan. Pada neonatus dan anak-anak, presentase ini relatif
lebih besar dibandingkan orang dewasa. Pada fetus, ekstraseluler lebih banyak dari
intraseluler, dan ekstraseluler menurun seiring pertambahan usia.Cairan ekstraseluler
menurun tajam setelah lahir sebagian besar karena postnatal diuresis, disamping
karena peningkatan pertumbuhan sel dan penurunan relatif rata-rata pertumbuhan
kolagen terhadap otot selama awal kehidupan
Gambar 1. Proporsi berat badan dan cairan dalam tubuh

TBW dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan
ekstra seluler (CES)
Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology 23 (2009) 145–157
Gambar 2. Persentase total body weight (TBW)

Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Komposisi CIS dan kandungan airnya
bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak memiliki
jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan tubuh lainnya. Komposisi dari CIS
bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat perbedaan umum antara CIS dan
cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang lebih rendah
dibanding CES dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein yang
merupakan komponen utama intra seluler.

Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan stabil
namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme pasif
seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi sebagaimana
transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu seluruh
cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari cairan ekstrasluler adalah cairan
interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma, yaitu
seperempat cairan ekstraseluler. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus
menerus berhubungan dengan cairan interstisiel melalui celah-celah membran kapiler.
Celah ini bersifat sangat permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan
ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraseluler terus bercampur,
sehingga plasma dan interstisiel mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk
protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.

Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah dari
plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu berarti dalam
keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan dimana terjadi
pengeluaran jumlah cairan transeluler secara berlebihan maka akan tetap
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk
cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal, cairan dalam kelenjar limfe, cairan
intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan pleura, peritoneal, dan
perikardial.

Natrium merupakan kation utama ekstraseluler dan aktif secara osmotik menjaga
volume intravaskuler dan interstisial. Kalium merupakan kation utama intraseluler,
sehingga ber-peranan menjaga osmolalitas intrasel dan memelihara volume sel.
Kalium penting untuk membangkitkan sel-sel saraf dan otot, bertanggung jawab
terhadap kontraktilitas otot (bercorak maupun polos) terutama otot jantung.
Tabel 1. Komposisi cairan tubuh dalam plasma, interstitial dan intraseluler
Kebutuhan Air dan Elektrolit

Bayi dan anak:

Kebutuhan rumatan = IWL + urin + cairan tinja.

Kebutuhan cairan perhari bisa diperkirakan berdasarkan energy expenditure:

1 kcal = 1 ml H2O.

Berdasarkan perhitungan energy expenditure rata-rata pada pasien yang dirawat di


rumah sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut:

−Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari.

−Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari.

−Bayi > 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari.


Tabel 2. Formula Holliday-Segar

Contoh penerapan formula tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bila berat badan anak adalah 8 kg, maka kebutuhan air dalam 24 jam adalah 800
mL

2. Bila berat badan anak adalah 15 kg, maka kebutuhan air dalam 24 jam adalah 1250
mL

3. Bila berat badan anak adalah 30 kg, maka kebutuhan air dalam 24 jam adalah 1700
mL

Kebutuhan elektrolit perhari

Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan metabolisme, atau


dengan kebutuhan cairan perhari:

Natrium : 2 – 4 mEq/100mlH2O/hari.

Kalium : 1 – 2 mEq/100mlH2O/hari.

Klorida : 2 – 4 mEq/100mlH2O/hari.

Orang dewasa:

Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :

 Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari

 Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari


 Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan

Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan harian


diantaranya :

 Demam ( kebutuhan meningkat 12% setiap 10 C, jika suhu > 370 C )

 Hiperventilasi

 Suhu lingkungan yang tinggi

 Aktivitas yang ekstrim / berlebihan

 Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria

Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya


yaitu :

 Hipotermi ( kebutuhannya menurun 12% setiap 10 C, jika suhu <37C )

 Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi

 Oliguria atau anuria

 Hampir tidak ada aktivitas

 Retensi cairan misal gagal jantung

Anak-anak memerlukan cairan dan elektrolit lebih banyak dari pada dewasa, karena
itu mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal ini karena:

-Metabolic rate yang tinggi.

-Insensible loss yang tinggi (minute ventilation tinggi, rasio surface area : volume
tinggi, epidermis immature pada bayi preterm).

-Kemampuan konsentrasi urin rendah.


Tetapi kemampuan bayi-bayi mengekskresi air juga rendah karena immaturitas ginjal
(usia < 1 tahun) dan mempunyai kecenderungan ADHnya tinggi. Kesalahan tersering
adalah terjadinya water overload yang mengakibatkan hiponatremi simtomatik.

Regulasi distribusi cairan dan elektrolit di dalam tubuh

Cairan tubuh terdiri dari air, elektrolit dan non elektrolit. Air sebagai pelarut,
elektrolit dan non elektrolit sebagai terlarut. Distribusi antar kompartemen ditentukan
oleh permeabilitas membran dan osmolal gradient. Walaupun demikian
keseimbangan-nya menganut hukum iso-osmolaritas, neutralitas elektron dan
keseimbangan asam basa.

Osmolalitas antar kompartemen dipertahankan seimbang meskipun kadar zat ter-


larutnya berubah-ubah. Jumlah cairan intraseluler dipengaruhi oleh kadar larutan
ekstraseluler. Cairan intraseluler dipertahankan konstan oleh tekanan osmotik di luar
sel yang dibatasi membran yang permeabel terhadap air. Peningkatan osmolalitas
cairan ekstraseluler menyebabkan pengurangan air intrasel, atau sebaliknya.Phosphat
anorganik dan protein (90% anion intraseluler) tidak bebas melewati membran sel,
sehingga berperan mempertahankan osmolalitas intraseluler. Kalium dan magnesium
merupakan kation utama intraseluler dapat dengan bebas keluar masuk sel, tetapi
karena anion intraseluler relatif konstan dan harus menganut hukum netralitas
elektron maka kehilangan kation intrasel akan diganti dengan kation ekstrasel. Untuk
menghindari edema intraseluler maka tranport aktif melalui aktifitas Na+-K+-ATPase
akan memompa natrium keluar sel melawan chemical gradient dan electrical gradient.
Dikatakan juga bahwa perubahan nilai strong ion difference (selisih konsentrasi
kation kuat dan anion kuat) akan menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa,
begitu juga sebaliknya.

Osmolalitas cairan ekstrasel dapat bervariasi dengan mempengaruhi konsentrasi solut


atau kandungan air melalui regulasi ginjal. Pemeliharaan cairan ekstraseluler terjadi
karena keseimbangan pemasukan cairan, regulasi ginjal dan tekanan onkotik (colloid
osmotic) kapiler. Tekanan onkotik merupakan sebagian kecil dari tekanan osmotik,
dipengaruhi molekul-molekul besar seperti albumin yang tak mudah melintasi pori
kapiler.

Selain permeabilitas kapiler dan colloid osmotic pressure, jumlah cairan interstitial
dipengaruhi tekanan hidrostatik kapiler (hukum Starling). Air dari ruang interstitial
dibawa oleh saluran lymphe melalui duktus thorasikus ke vena cava. Tidak ada
hubungan antara osmolalitas dengan volume cairan ekstraseluler. Hipo atau
hiperosmolar dapat berhubungan dengan volume yang kurang, normal, atau berlebih.

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak membutuhkan energi
sedangkan mekanisme transport aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis
adalah mekanisme transport pasif. Sedangkan mekanisme transport aktif berhubungan
dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara :

a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel


(permeabel selektif dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat
dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 ± 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,96%, Dekstrosa 5%, Ringer-laktat),
lebih rendah disebut hipotonik (akuades) dan lebih tinggi disebut hipertonik.

b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi
difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

c. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transport yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar
ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan
hiperosmolar di dalam sel.

Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau diperlukan
proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi elektrolit di dalam
dan di luar sel berbeda. Cairan intraselular banyak mengandung ion K, ion Mg dan
ion fosfat, sedangkan ekstraselular banyak mengandung ion Na dan ion Cl.

Tekanan osmotik suatu larutan dinyatakan dengan osmol atau miliosmol/liter.


Tekanan osmotik suatu larutan ditentukan oleh banyaknya partikel yang larut dalam
suatu larutan. Dengan kata lain, makin banyak partikel yang larut maka makin tinggi
tekanan osmotik yang ditimbulkannya. Jadi, tekanan osmotik ditentukan oleh
banyaknya pertikel yang larut bukan tergantung pada besar molekul yang terlarut.
Perbedaan komposisi ion antara cairan intraseluler dan ekstraseluler dipertahankan
oleh dinding yang bersifat semipermeabel.

Perubahan Cairan Tubuh

Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yakni perubahan :
1. Volume,

2. Konsentrasi,

3. Komposisi.

Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang
lainnya sehingga dapat terjadi bersamaan. Namun demikian, dapat juga terjadi secara
terpisah atau sendiri yang dapat member gejala-gejala tersendiri pula. Yang paling
sering dijumpai dalam klinik adalah gangguan volume.

1. Perubahan Volume

Defisit Volume

Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan
pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat, lebih
dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraseluler yang berat.

Dehidrasi

Penelitian menunjukkan bahwa penurunan 1% massa tubuh akibat kehilangan cairan


dapat menyebabkan dehidrasi, sedangkan kehilangan 8 - 10% cairan tubuh dapat
mengancam jiwa. Dehidrasi ringan dapat menurunkan konsentrasi dan performa anak.
Dehidrasi rentan terjadi pada anak karena anak membutuhkan air lebih banyak
dibanding dewasa. Namun kebutuhan tersebut dapat tidak tercukupi disebabkan
beberapa hal, di antaranya karena anak belum dapat mengungkapkan rasa haus dan
mengenali tanda awal rasa haus terutama saat sedang bermain atau berolahraga
sehingga asupan air anak bergantung pada pengasuh anak. Oleh sebab itu, penting
untuk mengenali tanda dan gejala dehidrasi padaanak :
Tabel 3. Tanda dan gejala dehidrasi pada anak

Cara rehidrasi sesuai dengan derajat dehidasi anak, apakah dehidrasi


ringan/sedang/berat, dan dilakukan sesuai pedoman IDAI untuk penatalaksanaan
dehidrasi pada anak.

2. Perubahan Konsentrasi

Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau hiponatremia


maupun hiperkalemia atau hipokalemia.

Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :

 Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum sekarang) x
0,6 x BB (kg)

 Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K serum


yang diukur) x 0,25 x BB (kg)

 Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl serum
yang diukur) x 0,45 x BB (kg)

3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi osmolaritas cairan
ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K dalam darah dari 4
mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi
sudah cukup mengganggu otot jantung. Demikian pula halnya dengan gangguan ion
kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca kurang dari 8 mEq, sudah akan
timbul kelainan klinik tetapi belum banyak menimbulkan perubahan osmolaritas.

Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit

Gangguan keseimbangan air dan elektrolit dapat terjadi karena:

 Gastroenteritis, demam tinggi ( DHF, difteri, tifoid )

 Kasus pembedahan ( appendektomi, splenektomi, section cesarea,


histerektomi )

 Penyakit lain yang menyebabkan pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang


(kehilangan cairan melalui muntah )

B. Terapi Cairan

Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;

 Resusitasi cairan

Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga seringkali


dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansicepat dari cairan
intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan.

 Terapi rumatan

Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi yang diperlukan
oleh tubuh
Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :

Gambar 3. Penatalaksanaan terapi cairan

Jenis Cairan dan Indikasinya

Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan
koloid.

a. Cairan Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida). Kristaloid
tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam ruang
intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit.
Prinsip cairan kristaloid adalah to expand the interstitiel fluid volume. Beberapa
peneliti merekomendasikan untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter kristaloid
isotonik. Kristaloid murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun.
Larutan kristaloid adalah larutan primer yang digunakan untuk terapi intravena
prehospital. Tonisitas kristaloid menggambarkan konsentrasi elektrolit yang
dilarutkan dalam air, dibandingkan dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3 jenis
tonisitas kritaloid, diantaranya:
- Isotonis.
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia memiliki
konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik,
konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid isotonis, tidak terjadi perpindahan yang
signifikan antara cairan di dalam intravascular dan sel. Dengan demikian, hampir
tidak ada atau minimal osmosis. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah murah,
mudah didapat, mudah penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera dipakai untuk
mengatasi defisit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan dapat
digunakan sebagai fluid challenge test. Efek samping yang perlu diperhatikan
adalah terjadinya edema perifer dan edema paru pada jumlah pemberian yang
besar. Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl
0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS

- Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih terkonsentrasi dan
disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik, konsentrasi). Administrasi dari
kristaloid hipertonik menyebabkan cairan tersebut akan menarik cairan dari sel ke
ruang intravascular. Efek larutan garam hipertonik lain adalah meningkatkan curah
jantung bukan hanya karena perbaikan preload, tetapi peningkatan curah jantung
tersebut mungkin sekunder karena efek inotropik positif pada miokard dan
penurunan afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Kedua
keadaan ini dapat memperbaiki aliran darah ke organ-organ vital. Efek samping
dari pemberian larutan garam hipertonik adalah hipernatremia dan hiperkloremia.
Contoh larutan kristaloid hipertonis: Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline,
Dextrose 5% dalam Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam
RL.
- Hipotonis

Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma dan kurang
terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi).
Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan berpindah dari
intravascular ke sel. Contoh larutan kristaloid hipotonis: Dextrose 5% dalam air, ½
Normal Saline.

b. Cairan Koloid

Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
dalam ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien
dengan defisit cairan berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum
diberikan transfusi darah, pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid
merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki
sifat yaitu plasma expander yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang
digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka
baker, operasi, Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal dan
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan
gangguan pada cross match. Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid
terdiri dari:

1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5% dan
25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat
dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik
 Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah yang besar.
Dextrans diproduksi untuk mengganti cairan karena peningkatan berat
molekulnya, sehingga memiliki durasi tindakan yang lebih lama di dalam
ruang intravaskular. Namun, obat ini jarang digunakan karena efek samping
terkait yang meliputi gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam
tubulus ginjal, gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada
cross-matching darah. Tersedia dalam bentuk Dextran 40 (Rheomacrodex)
dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat
molekul 60.000-70.000.

 Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)


Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian 500 ml
larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul besar, sebesar 64%
dalam waktu 8 hari. Hetastarch nonantigenik dan jarang dilaporkan adanya
reaksi anafilaktoid. Low molecular weight Hydroxylethyl starch (Penta-
Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga
1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan jumlah besar.
 Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin, biasanya
berasal dari collagen bovine serta dapat memberikan reaksi. Larutan gelatin
adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked dari kolagen sapi.
Berat molekul gelatin relatif rendah, 30,35 kDa, jika dibandingkan dengan
koloid lain. Pengangkut berisi NaCl 110 mmol/l. Efek ekspansi plasma
segera dari gelatin adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan dibawah
kondisi hemodilusi normovolemik. Efek ekspansi plasma akan bertahan 1-2
jam. Tidak ada batasan dosis maksimum untuk gelatin. Gelatin dapat
memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES.
Meskipun produk mentahnya bersumer dari sapi, gelatin dipercaya bebas
dari resiko penyebaran infeksi. Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui
ginjal, dan tidak ada akumulasi jaringan.

Tabel 4. Perbandingan Kristaloid dan Koloid.

Sifat Kristaloid Koloid

Berat molekul Lebih kecil Lebih besar

Distribusi Lebih cepat: 20-30 menit Lebih lama dalam sirkulasi

Faal hemostasis Tidak ada pengaruh Mengganggu

Penggunaan Dehidrasi Perdarahan masif

Koreksi perdarahan Diberikan 2-3x jumlah Sesuai jumlah perdarahan

Resiko edema jaringan besar Tidak ada

Resiko anafilaktik Tidak ada ada

Harga Murah Mahal

Tabel 5. Komposisi beberapa cairan


Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi empat
kelompok, yaitu:

1. Cairan Pemeliharaan

Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada penyediaan IV


cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka
dengan rute enteral, namun sebaliknya baik dalam hal keseimbangan cairan dan
elektrolit dan penanganan (yaitu mereka yang pada dasarnya euvolemik tanpa
signifikan defisit elektrolit, kerugian yang abnormal yang sedang berlangsung atau
masalah redistribusi internal yang kompleks). Tujuan saat memberikan cairan
perawatan rutin adalah untuk menyediakan cukup cairan dan elektrolit untuk
memenuhi insensible losses (500-1000 ml), mempertahankan status normal tubuh
kompartemen cairan dan memungkinkan ekskresi ginjal dari produk-produk
limbah (500-1500 ml.). Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah : NaCl
0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, ringer laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk
rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari saluran cerna ataupun ginjal, glukosa
5% atau glukosa salin.

Jumlah kehilangan air tubuh berbeda sesuai dengan umur, yaitu

Dewasa 1,5-2 ml/kg/jam


Anak-anak 2-4 ml/kg/jam
Bayi 4-6 ml/kg/jam
Neonatus 3 ml/kg/jam
2. Cairan Pengganti

Banyak pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki kebutuhan spesifik


untuk menutupi penggantian dari deficit cairan atau kehilangan cairan atau
elektrolit serta permasalahan redistribusi cairan internal yang sedang berlangsung,
sehingga harus dihitung untuk pemilihan cairan intravena yang optimal. Cairan dan
elektrolit intravena pengganti dibutuhkan untuk menangani deficit yang ada atau
kehilangan yang tidak normal yang sedang berlangsung, biasanya dari saluran
pencernaan (contoh: ileostomy, fistula, drainase nasogastrium, dan drainase bedah)
atau saluran kencing (contoh: saat pemulihan dari gagal ginjal akut). Secara umum,
terapi cairan intravena untuk penggantian harus bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit seperti kebutuhan pemeliharaan,
sehingga homeostasis dapat kembali dan terjaga.

Lakukan penilaian cairan dan elektrolit pasien dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
monitor klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Cari defisit, kehilangan yang sedang
berlangsung, distribusi yang tidak normal atau permasalahan kompleks lainnya.
Periksa kehilangan yang sedang berlangsung dan perkirakan jumlahnya dengan
mengecek untuk muntah dan kehilangan NG tube, diare, kehilangan darah yang
berlangsung. Periksa redistribusi dan masalah kompleks lainnya dengan memeriksa
pembengkakan, sepsis berat, dan lainnya. Berikan tambahan cairan dari kebutuhan
pemeliharaan rutin, mengatur sumber-sumber cairan dan elektrolit yang lain. Monitor
dan periksa ulang pasien setelah meresepkan.

3. Cairan untuk Tujuan Khusus

Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium
bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi khusus terhadap
gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Cairan Nutrisi

Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang tidaak
mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral. Jenis cairan nutrisi
parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi baik untuk parenteral
parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian
nutrisi parenteral yaitu berupa:

 Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia


intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
 Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status
preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri
mesenterika, diare berulang.
 Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-
obstruksi dan skleroderma.
 Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan
makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis
gravidarum.
Terapi Cairan Perioperatif

Terapi cairan perioperatif mencakup penggantian kehilangan cairan atau defisiensi


cairan yang ada sebelumnya, dan kehilangan darah pada tindakan bedah seperti
pada sebelum tindakan pembedahan, selama, dan pasca pembedahan.

Menurut National Confidential Enquiry into Patient Outcome and Death menyatakan
bahwa pasien dengan hipovolemik yang mendapatkan terapi cairan perioperative
dengan jumlah tidak adekuat mengalami peningkatan angka mortalitas 20,5%
dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi cairan dengan jumlah yang
adekuat.

1. Terapi Cairan Prabedah


Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti cairan dan kalori yang
dialami pasien prabedah akibat puasa. Cairan yang digunakan adalah:

a. Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan. Pada bayi atau anak,
untuk dosis cairan pemeliharaan biasanya diberikan 4 ml/kg/BB/jam untuk 10 kg
BBI, 2 ml/kgBB/jam untuk 10 kgBB II dan 1 ml/kgBB/jam untuk seterusnya.
Selain itu jika berdasar berat badan, maka bisa digunakan sesuai rumus Holliday
and Segar.
b. Untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi diberikan cairan kristaloid
c. Perdarahan akut diberikan cairan kristaloid dan koloid atau transfusi

2. Terapi Cairan selama Operasi


Pemberian cairan selama durante operatif mutlak dilakukan pada neonates.
Pemberian cairan di kamar operasi bertujuan untuk :

1. Memberikan cairan pemeliharaan

2. Mengganti cairan dan elektrolit karena penyakit dan puasa

3. Mengganti cairan yang hilang dari proses evaporasi, insensible water loss dan
perdarahan operasi.

4. Untuk mengkompensasi perubahan akut dari fungsi otonom karena pengaruh


obat anestesi.

Kehilangan cairan selama pembedahan jumlahnya bervariasi, pada dewasa operasi


dengan trauma minimal dapat kehilangan 4ml/kgBB/ jam, operasi dengan trauma
sedang dapat kehilangan 6ml/kgBB/jam, operasi dengan trauma besar dapat
kehilangan 8ml/kgBB/jam. Kehilangan cairan tersebut dapat digantikan dengan RL
D5%, Ringer Laktat, maupun NaCl 0.9. Sedangkan pada anak, kehilangan cairan
pada prosedur operasi ringan sekitar 2 ml/kgBB/jam, operasi sedang
4ml/kgBB/jam, operasi besar 6ml/kgBB/jam. Kehilangan cairan pada anak tersebut
dapat digantikan dengan infus cairan RL, Dextrose 5%, ataupun NaCl 0.225.

Idealnya, perdarahan seharusnya diatasi dengan penggantian cairan dengan


kristaloid atau koloid untuk menjaga volum intravascular (normovolemia)
sehingga resiko terjadinya anemia dapat diatasi. Namun jika terjadi anemia berat
pada pasien dapat diatasi dengan pemberian transfusi darah. Untuk menentukan
jumlah transfusi yang akan diberikan dapat ditentukan dari hematokrit dan dengan
menghitung estimated blood volume.

Hal yang terpenting juga berdasarkan dari kondisi klinis pasien dan prosedur
operasi yang akan pasien jalani. Jumlah kehilangan darah dapat dihitung dengan
beberapa cara diantaranya:

1. Menghitung Estimated Blood Volume = pada neonatus prematur 95 ml/kg BB,


fullterm 85 ml/kg BB, bayi 80 ml/kg BB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kg
BB, perempuan tidak hamil 65 ml/kg BB, perempuan hamil 95 ml/kgBB
2. Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit preoperatif (RBCV
preop)
3. Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit 30% (RBCV 30%)
4. Hitung jumlah kehilangan volume sel darah merah (RBCV lost); RBCV lost =
RBCV preop – RBCV 30% .
5. Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3 . Transfusi dilakukan jika
perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3

Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan


akibat berat-ringannya perdarahan adalah sebagai berikut:
• Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 – 15%, cukup diganti
dengan cairan elektrolit.
• Perdarahan sedang, perdarahan 10 – 20% EBV, 15 – 30%, dapat diganti dengan
cairan kristaloid dan koloid.
• Perdarahan berat, perdarahan 20 – 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah
Untuk mengetahui status cairan durante operatif dapat melaui indikator : denyut
jantung (takikardi tidak spesifik dan tidak sensitif), tekanan darah, Central Venous
Pressure, urin output, dan oksigenasi arteri dan PH

Jumlah perdarahan selama operasi dihitung berdasarkan:

 Jumlah darah yang tertampung di dalam botol penampung atau tabung suction
 Tambahan berat kasa yang digunakan ( 1 gram = 1 ml darah )
 Ditambah dengan factor koreksi sebesar 25% kali jumlah yang terukur ditambah
terhitung (jumlah darah yang tercecer dan melekat pada kain penutup lapangan
operasi).

3. Terapi Cairan Pasca Bedah


Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung dengan masalah yang dijumpai,
bisa mempergunakan cairan pemeliharaan, cairan pengganti atau cairan nutrisi. Prinsip
dari pemberian cairan pasca bedah adalah:

a. Dewasa:
 Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, diberikan cairan
pemeliharaan
 Apabila pasien puasa dan diperkirakan < 3 hari diberikan cairan nutrisi dasar yang
mengandung air, eletrolit, karbohidrat, dan asam amino esensial. Sedangkan
apabila diperkirakan puasa > 3 hari bisa diberikan cairan nutrisi yang sama dan
pada hari ke lima ditambahkan dengan emulsi lemak
 Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedah yang buruk segera
diberikan nutrisi parenteral total
b. Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang sama, hanya komposisinya
berbeda, misalnya dari kandungan elektrolitnya, jumlah karbohidrat dan lain – lain.
c. Pada keadaan tertentu misalnya pada penderita syok atau anemia, penatalaksanaanya
disesuaikan dengan etiologinya.
Satu atau lebih komplikasi yang terjadi pasca operasi memberikan dampak buruk dalam
jangka waktu pendek atau panjang. Pencegahan angka morbiditas pada pasca operasi
adalah kunci untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas
BAB III
KESIMPULAN

Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentase cairan


tubuh tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang.
Seluruh cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2
kompartemen, yaitu intraselular dan ekstraselular. Apabila terjadi deficit atau
kekurangan cairan pada tubuh maka perlu segera diberikan penanganan atau
pencegahan untuk mencegah terjadinya masalah kekurangan cairan.

Terapi cairan secara garis besar dibagi menjadi kristaloid dan koloid.
Kristaloid merupakan larutan berbasis air yang mengandung elektrolit atau gula
yang paling sering dan paling pertama digunakan sebagai cairan resusitasi.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, sedangkan koloid
mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam
ruang intravaskuler dan baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit
cairan berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik. Berdasarkan
penggunaannya dibagi menjadi cairan pemeliharaan, pengganti, nutrisi, dan
untuk tujuan khusus.

Jalur pemberian cairan dapat melalu kanulasi vena sentral dan perifer
dimana masing memiliki indikasi tersendiri. Pemberian cairan perioperative juga
diperlukan pada saat sebelum, selama, dan setelah atau pasca operasi.
Pemantauan kehilangan darah pada pasien perioperative juga menentukan jenis
terapi cairan yang akan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Kisara, A., Satoto, H., and Arifin, J., 2010. Pengelolaan Cairan Pediatrik. JAI
(Jurnal Anestesiologi Indonesia), Volume 2(2).

Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2016. Konsensus Air pada Anak Sehat. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Murat Isabelle.,2007. Perioperative fluid therapy in pediatrics, in Perioperatif


Fluid Therapy. Informa Healthcare USA. pp: 423 – 430

Sari, D., Widyastuti, Y. and Handayani, S., 2016. Penatalaksanaan Cairan


Perioperatif Pada Gastroschisis. UGM. Jurnal Komplikasi Anastesi : 3:3

Kushartono, H., 2006. Terapi Cairan dan Elektrolit Pada Anak. Divisi Pediatri
Gawat Darurat Ilmu Kesehatan Anak, FK UNAIR. Surabaya

Hall, J. E., 2006. Guyton's Textbook of Medical Physiology. 11 ed. Philadelpia:


Elsevier. Chow JL, B. K. a. B. L., 2004. Critical Care Handbook of the
Massachusetts General Hospital. 3rd ed. US: Lippincott Williams & Wilkins.

Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and


Electrolytes. Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic
rd
Practice 3 ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49.

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid
and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical
th
Anesthesiology 5 ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.

Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia. 2010.


Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. PP IDSAI, 108-142.

Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the


Perioperative Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1

31
Niemi TT, Miyasitha R, Yamakage M. Colloid solutions: a clinical update.
Japanese Society of Anesthesiologist. 2010.

Floss K, Borthwick M, Clark C. 2011. Intravenous fluids principles of


treatment. Clinical Pharmacist Vol.3..

Agro FE, Fries D, Vennari M. 2013. Body Fluid Management From


Physiology to Therapy. Verlag Italia: Springer.

Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 – 230.

Gaol, H. L., Tanto, C. & Pryambodho, 2014. Terapi Cairan. In: C. Tando, F.
Liwang, S. Hanifati & E. A. Pradipta, eds. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius, pp. 561-564.

Brugnolli, A, RN, MSN, Canzan F, RN, MSN, PhD. 2017. Fluid Therapy
Management in Hospitalized Patients: Results From a Cross-sectional Study

Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Journal


of Intensive Care. 2016; 4 : h.27 – 39.

32

Anda mungkin juga menyukai