Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS ANAK

Pembimbing:
dr. Dian Anggraeni, Sp.A., M.Kes

Oleh :
Fazilla Maulidia G1A219104

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN


ANAK
RUMAH SAKIT UMUM RADN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS ANAK

DISUSUN OLEH

Fazilla Maulidia G1A219104

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas

Bagian Ilmu Psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Jambi Program Studi Profesi Dokter

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, April 2020
PEMBIMBING

dr. Dian Anggraeni, Sp.A., M.Kes


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referT
ini dengan judul “Pemeriksaan Fisik Neurologis Anak”. Laporan ini merupakan
bagian dari tugas Bagian Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Raden
Mattaher Daerah Provinsi Jambi.
Terwujudnya referat ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Dian Anggtaeni, Sp.A., M.Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Sebagai penutup semoga kiranya referat ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya
dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan fisik ini dilakukan untuk mengevaluasi keadaan fisik pasien


secara umum dan juga menilai apakah ada indikasi kelainan neurologis.
Pengalaman dan keterampilan diperlukan dalam pengkajian dasar kemampuan
fungsional sampai pemeriksaan diagnostik canggih yang dapat menegakkan
diagnosis kelainan pada sistem persyarafan.

Pemeriksaan fisik pada anak terdiri dari:

1. Inspeksi
2. Penilaian tingkat kesadaran
3. Pemeriksaan kepala
4. Pemeriksaan saraf otak
5. Tanda rangsangan mengineal
6. Pemeriksaan motorik
7. Pemeriksaan sensibilitas
8. Pemeriksaan refleks
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inspeksi

Pada inspeksi, dilakukan pengamatan pada pasien dengan tidak memegang


atau memberikan rangsangan apapun. Bayi atau bayi baru lahir secara normal
akan berbaring dengan posisi lengan dan tungkai dalam keadaan fleksi
sedangkan tangannya menggenggam.
Posisi bayi baru lahir tanpa kelainan neurologis bila diletakkan pada meja
diperiksa dalam posisi telungkup (pronasi/prone position) maka kepalanya
masih akan menempel pada meja, kedua tangan dan tungkainya dalam
keadaan fleksi dan bokong ke atas. Dengan semakin bertambah usia, maka
kepalanya akan diangkat.
Posisi fleksi pada bayi normal akan semakin tampak kurang jelas dengan
semakin bertambah usia.

Gambar Posisi bayi normal


Beberapa posisi abnormal yang dapat dijumpai pada bayi atau bayi baru
lahir:
 FROG POSTURE
Yaitu bilamana kedua lengannya terbaring lemas di samping
tubuhnya, kedua tangan terbuka disertai abduksi dan eksternal
rotasi sendi panggul. Besar kemungkinan bayi tersebut adalah
“Floppy Infant”.
 HEMIPLEGI
Yaitu bilamana hanya ekstremitas satu sisi yang fleksi,
sedangkansisi lainnya ekstensi lemah. Bila hanya satu ekstremitas
yang lemah, kemungkinan suatu “Erb’s Paralyse”
 OPISTHOTONUS
Yaitu bilamana dijumpai opisthotonus yang disertai dengan
ekstensi spastik pada ke-empat ekstremitas kita curigai adanya
“Cerebral Palsy”
 HIPOTONI
Yaitu apabila bayi terbaring lurus tertelungkup dengan posisi
kedua lengan dan tungkainya diletakkan lurus di atas meja.
Biasanya bayi dengan posisi seperti ini memiliki kelainan pada
SSP.

B. Penilaian tingkat kesadaran

Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan


pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Keseluruhan dari impuls aferen
dapat disebut input susunan syafar pusat dan keseluruhan dari impuls eferen
dapat disebut output susunan syaraf pusat.

Pemeriksaan dilakukan dengan membangunkan pasien dengan meletakkan


ibu jari dan telunjuk di daerah dada dan menggoyangnya dengan lembut.
Pasien yang sadar akan bangun, membuka mata, mengerutkan muka,
menangis dan menggerakkan anggota geraknya.
Pada saat dilakukan observasi klinis, dapat sekaligus menilai tingkat
kesadaran bayi dan anak. Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:
Compos mentis yaitu kesadaran normal,sadar sepenuhnya, keadaan tanggap
terhadap lingkungan dan diri sendiri baik saat ada atau tidak ada rangsangan.
Apatis yaitu kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
Delirium yaitu gelisah,biasanya disertai disorientasi, membentak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (letargi) yaitu kesadaran menurun, pasien tampak mengantuk atau
tidur akan tetapi masih dapat dibangunkan dengan rangsangan suara atau
nyeri.
Stupor (sopor) yaitu keadaan seperti tertidur lelap, hanya dapat dibangunkan
dengan rangsangan nyeri yang kuat.
Coma yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun.

Penilaian tingkat kesadaran dilakukan dengan menggunakan Pediatri Glasgow


Coma Scales sebagai berikut :
Tabel Modifikasi GCS
Gcs (Modifikasi Untuk Anak) Gcs Untuk Bayi (Modifikasi Untuk Bayi)
Respon mata Respon mata
4=terbuka spontan 4= terbuka spontan
3=mata terbuka terhadap rangsangan 3=mata terbuka terhadap rangsangan verbal
2=mata terbuka terhadap rangsangan nyeri 2=mata terbuka terhadap rangsangan nyeri
1=mata tidak terbuka 1=mata tidak terbuka
Respon verbal Respon verbal
5=sesuai usia, terorientasi, mengikuti 5= babbling
objek, senyum social 4=irritable, menangis
4=kata-kata tidak sesuai 3=menangis dengan rangsangan nyeri
3=menangis 2=mengerang dengan rangsangan nyeri
2=suara yang tidak dimengerti, mengorok 1=tidak ada respon
1=tidak ada respon verbal
Respon motorik Respon motorik
6= gerak spontan dan bertujuan 6= gerak spontan
5=melokalisasi rangsangan nyeri 5=menarik dengan sentuhan
4=menghindari rangsangan nyeri dengan 4= menarik dengan rangsangan nyeri
cara fleksi 3=fleksi abnormal terhadap rangsangan nyeri
3=fleksi abnormal terhadap rangsangan (postur dekirtikasi)
nyeri (postur dekirtikasi) 2=ekstensi abnormal (postur descrebrasi)
2= ekstensi abnormal (postur deserebrasi) 1=tidak ada respon motorik
1= tidak ada respon motorik

Interpretasi:

≥13 = cedera kepala ringan

9-12= cedera kepala sedang


≤7= cedera kepala berat

C. Pemeriksaan kepala

Pemeriksaan meliputi perabaan ubun-ubun besar dan sutura secara


lembut. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang, dengan
menggunakan 1 atau 2 jari. Kemudian ditentukan ukuran dan
ketegangannya.
Pengukuran lingkar kepala ( Head Circumference ) merupakan bagian dari
pemeriksaan klinis yang murah , mudah dan sangat penting pada bayi dan
anak.

Pertumbuhan kepala sangat tergantung dari pertumbuhan isi kepala.


Apabila otak tidak berkembang secara maksimal maka kepala akan tetap
kecil dan hal ini merupakan tanda akan terjadinya perkembangan mental
yang subnormal. Selain itu, apabila didapatkan hambatan terhadap
jalannya cairan serebrospinal (CSS) akan menyebabkan terjadinya
peningkatan volume kepala sehingga kepala akan membesar. Penambahan
lingkar kepala yang cepat merupakan tanda pertama adanya kemungkinan
hidrosefalus.

Walaupun demikian, harus dipertimbangkan pula kecepatan


pertumbuhan dari berat badan dan lingkar dada, karena pada beberapa
kasus dimana pengukuran lingkar kepala menunjukkan pembesaran yang
cepat tetapi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan berat badan
ternyata masih dalam batas normal .

Oleh karena itu selain pengukuran lingkar kepala perlu diperhatikan


pula bentuk kepala penderita dan orang tuanya, ubun-ubun besar penderita,
sutura dan lain-lain.

Pengukuran lingkar kepala yang benar adalah mengukur lingkaran


kepala yang melewati titik suboksipito-bregmatikus.
Sampai dengan sekarang tabel yang dipergunakan sebagai referensi
pengukuran lingkar kepala pada bayi dan anak adalah Tabel NELLHAUS,
dimana lingkar kepala bertambah 12 cm dalam 12 bulan pertama dengan
distribusi yang tidak merata .

Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepala


menjadi tidak normal adalah sebagai berikut :

a . Lingkar Kepala Mengecil ( < - 2 SD )

• Bayi kecil

• Familial feature

• Mental subnormality

• Kraniostenosis

b . Lingkar Kepala Besar ( > + 2 SD )

• Bayi besar

• Familial feature

• Hidrosefalus

• Megaensefali

• Hidranensefali

• Tumor serebral

• Efusi subdural
D. Pemeriksaan saraf otak
Ada 12 buah saraf kranialis yang harus dievakuasi pada bayi dan
anak. Dengan melakukan pemeriksaan lengkap pada ke 12 buah saraf
kranialis tersebut kita dapat mengetahui ada tidaknya gangguan pada otak.
Pemeriksaan saraf otak pada bayi dan neonatus agak berbeda pada anak
besar dengan dewasa. Pemeriksaan tidak harus berurutan, tetapi mana
yang lebih dulu dapat diperiksa.
Tabel Saraf Kranialis Serta Fungsi
Pemeriksaan NVII
Dengan melihat pasien dalam keadaan bangun dapat dilihat kerutan muka
tangisan dan sudut mulutnya untuk menilai NVII (Nervus fasialis).
Interpretasinya adalah :
- Parese NVII (sentral) bila : Mulut mencong ke sisi yang sehat, lipatan
nasolabialis menghilang.

- Parese NVII (perifer) bila : kelopak mata tidak dapat menutup.


Pemeriksaan NIX dan NXII
Pada waktu bayi menangis dan mulut terbuka lebar, dapat dinilai lidah dan
langit-langit utnuk menilai keadaan NIX dan NXII. Interpretasinya adalah
:
- Parese NIX bila : Arcus faring tertinggal di sisi yang parese, uvula
mencong ke sisi yang parese

- Parese NXII bila : Lidah mencong ke sisi yang parese


Pemeriksaan NV, NVII, NXII : Pemeriksaan refleks rooting dan sucking
Pemeriksaan refleks rooting pada bayi dilakukan dengan menyentuhkan
ujung jari ke sudut mulut . Reaksi positif bila bayi tampak menengok e
arah rangsangan dan berusaha memasukkan ujung jari tersebut ke dalam
mulutnya. Pemeriksaan refleks sucking (isap) dilakukan dengan
memasukkan ujung jari ke mulut bayi sedalam 3 cm. Refleks isap positif
bila bayi tampak mengisap ujung jari tersebut. Refleks muncul sempurna
pada bayi dengan usia kehamilan 32 minggu atau lebih.
Pemeriksaa NIX dan NX : Pemeriksaan Refleks menelan

Pemeriksaan NIII,NIV, dan NVI dan : Dolls eye manuever dilakukan


dengan memutar kepala pasien ke kiri dan ke kanan untuk menilai gerakan
bola mata ke lateral. Reaksi positif bila terjadi deviasi mata ke sisi
berlawanan (kontralatera). Bisa juga digunakan untuk memeriksa NVIII
bagian vestibular.
Pemeriksaan NVIII bagian pendengaran
Pemeriksaan ini sukar dilakukan secara obyektif tetapi dapat dilakukan
dengan melihat apabila bayi tampak kaget, berkedip atau menghentikan
aktivitasnya bila mendengar suara yang keras, dapat dikatakan fungsi
pendengaran baik.

Pemeriksaan NIII : Reaksi pupil terhadap cahaya


Otot polos yang menyebabkan konstriksi (miosis) pupil (m. constrictor
pupilae) dipersarafi oleh bagian parasimpatis dari NIII, sedangkan otot
yang melebarkan pupil (m.dilator pupilae) dipersarafi oleh serabut
simpatis dari segmen thoracolumbal. Midriasis dapat merupakan gambaran
parese NIII, atau akibat obat-obat simpatomimetik seperti homatropin dan
extract belladona.

Pemeriksaan NI, NII dan NXI


Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada neonatus.
Pemeriksaan NI :
Pemeriksaan dilakukan setelah dipastikan bahwa di hidung tidak terdapat
sumbatan atau kelainan. Dengan menggunakan bahan-bahan yang
beraroma khas dan dikenal oleh pasien tetapi tidak merangsang mukosa
hidung. Misalnya : kopi,tembakau, teh, jeruk, dan lain-lain. Pasien diminta
menebak dengan mata tertutup, zat pengetes yang digunakan.
Pemeriksaan dilakukan pada satu per satu lubang hidung, dengan menutup
hidung sisi lainnya .
Pemeriksaan NII :
Pada bayi dapat dilakukan dengan tes dengan cahaya terang atau benda
berwarna mencolok yang diletakkan di depan pasien. Penglihatan normal
apabila bayi tampak berkedip atau menutup mata, dan bila cahaya
digerakkan ke suatu arah, maka bola mata akan bergerak ke arah cahaya.
Pada anak besar dan dewasa, pemeriksaan NII dilakukan dengan tes
lapang pandang dan tajam penglihatan.
Pemeriksaan NXI : NXI hanya mengandung serabut motorik. Intinya
hanya berhubungan dengan satu sisi kortex yaitu sisi kontralateral. NXI
mempersarafi m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius.
Menilai m.sternokleidomastoideus yaitu dengan cara pasien disusruh
menolehkan kepala, kemudian pemeriksa menahannya untuk menilai
tenaganya.
Menilai m. trapezius, pasien disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa
menahan untuk menilai tenaganya.
E. Tanda rangsangan mengineal

Dapat dilakukan dengan perasat antara lain kaku kuduk, BRudzinski I,


Brudzinski II, dan tanda Kernig . Kaku kuduk positif bila leher ditekuk
secara pasif dan timbul tahanan sehingga dagu tidak dapat menempel di
dada. Brudzinski I, positif bila pada pemeriksaan kaku kuduk ekstremitas
bawah fleksi. Brudzinski II, positif bilafleksi pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
 Kaku kuduk
Leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan.
- dagu tidak dapat menempel pada dada. Leher dibuat hiperektensi
- diputar
- digerakkan kesamping
 Tanda Brudzinski I (Brudzinki’s neck sign)
Stimulasi : kepala pasien difleksikan sampai dagu menyentuh dada.
Respon : fleksi bilateral di sendi dan lutut panggul.

Gambar pemeriksaan Tanda Brudzinski I


 Tanda Brudzinski II (Brudzinki’s contralateral leg sign)
Stimulasi: pengangkatan kaki secara lurus.
Respon: fleksi pada sendi lutut dan panggul pada kaki
kontralateral.

Gambar pemeriksaan Tanda Brudzinski II

 Tanda Brundzinski III


Stimulasi: penekanan pada kedua pipi atau tepat dibawah os
zigomatikus.
Respon: fleksi pada kedua tungkai pada sendi lutut dan tungkai.
 Tanda Brundzinski VI
Stimulasi: penekanan pada simphisis pubis.
Respon: fleksi pada kedua tungkai pada sendi lutut dan tungkai.
 Tanda Kernig
Stimulasi: memfleksikan salah satu tungkai di sendi panggul
kemudian tungkai.
Respon: fleksi di sendi panggul dan lutut pada tungkai
kontralateral.

Gambar pemeriksaan Tanda Kernig

F. Pemeriksaan motorik
Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara
formal dan biasanya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak
atas dan bawah. Uji kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang
sudah dapat mengerjakan instruksi pemeriksan dan kooperatif. Pada bayi
dan anak yang tidak kooperatif hanya dapat dinilai kesan keseluruhan saja.
a. Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum dapat duduk
maka dia terlebih dahulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi
otot-otot lehernya.
Sejak lahir sampai dengan usia 2 bulan, kepala anak akan
tertinggal bilamana kita mengangkat anak tersebut pada kedua
tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut
dengan “Head Leg”. Salah satu tes untuk mengetahui kontrol
terhadap otot-otot leher dan kepala ini adalah respon traksi.
Caranya: bayi ditidurkan dalam posisi supinasi simestris, kemudian
pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada pergelangan tangan,
secara perlahan anak ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian
dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan
kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada saat
bayi posisi duduk maka head leg-nya positif (masih ada), tapi
apabila bayi mampu mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk
maka head leg-nya negatif (menghilang).
Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bulan.
Head leg apabilah setelah usia 3 bulan masih didapatkan head leg
yang positif, maka harus dicurigai adanya kemungkinan hipotoni,
kelainan SSP atau prematuritas.

b. Suspensi ventral
Dengan melakukan tes suspensi ventral kita dapat mengetahui
kontrol kepala, curvatura thoraks dan kontrol tangan dan kaki
terhadap gravitasi.
Caranya: bayi ditidurkan dalam posisi pronasi, kemudian telapak
tangan pemeriksa menyanggah badan bayi pada daerah dada.
Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah
kurang lebih membentuk sudut 450 atau kurang dari posisi
horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada
siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada
sendi lutut.
Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan
semakin lurus (horizontal). Pada bayi hipotoni, leher dan kepala
bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan
berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Sedangkan pada bayi palsi
serebral tes suspensi ventral akan menunjukkan posisi
hiperekstensi.

Pada bayi hipotoni didapatkan kelemahan pada kedua pemeriksaan


tersebut, disertai posisi Frog-leg dimana kedua lengannya terbaring lemas di
samping tubuhnya, kedua lengan terbuka disertaiabduksi dan eksternal
rotasi sendi panggul. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
gangguan padahemisfer otak, serebelum, medula spinalis, kornu anterior,
saraf perifer, hubungan saraf otot, dan otot. pemeriksaan otot pada usia
3-4 tahun, cukup kooperatif. gerakan dari duduk dilantai sampai
berdiri gower sign' dapat menjelaskan kekuatan otot.
Gowers sign adalah suatu gerakantubuh saat pasien berusaha berdiri. pasien
memulai untuk berdiri dengan cara kedua lengan dankedua lutut menyangga
badan (  prone  position ), kemudian kedua lutut diluruskan (bear position),
selanjutnya tubuh ditegakkan dengan bantuan kedua lengan yang
berpegangan pada ke dua lututdan paha untuk kemudian berdiri tegak
(upright position). jika ada kelemahan otot maka akan tampak pada
pemeriksaan.
Pada anak, pemeriksaan tonus atau kekuatan otot dengan cara
menilai adanya kekuatan a t a u t o n u s o t o t d e n g a n m e n i l a i p a d a
bagian ekstermitas dengan cara memberi tahanan
a t a u menggerakan bagian otot yang akan dinilai dengan dengan ketentuan.
Spastisitas ditandai dengan adanya tahanan yang meningkat di
otot diikuti gerakan pasif, fenomena pisaulipat (clasp-knife) kekakuan
sendi pada saat fleksi dan ekstensi. Kekakuan yang berlebihan pada tubuh
menyebabkan postur opistotonus. Anak dengan spastis pada tungkai bawah
dapat berjalan secara tiptoe walking
Uji kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat
mengerjakan instruksi pemeriksan dan kooperatif. Dalam praktek sehari-
hari, kekuatan otot dinilai dengan menggunakan angka dari 0-5. Angka 0
berarti lumpuh sama sekali dan angka 5 = normal, dengan gradasi sebagai
berikut :
0 : tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total
1 : Terdapat sedikit gerakan otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian
2 : Didapatkan gerakan tetapi tidak mampu melawan gravitasi
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
4 : Dapat melawan gaya berat dan dapat menagtasi tahanan yang diberikan
5 : tak ada kelumpuhan (normal)
Contohnya : Skor kekuatan 2 bila penderita hanya mampu menggeser
tungkainya di tempat tidur tetapi tidak mampu mengangkatnya (melawan
gaya berat)
G. Pemeriksaan sensibilitas
Dalam hubungannya dengan dunia luar, manusia diberikan perangkat
yang disebut reseptor untuk mendeteksi setiap perubahan di lingkungan.
Reseptor eksteroseptif, berespon terhadap stimulus dari luar termasuk
visual, auditoar dan taktil, reseptor propioseptif, menerima informasi
tentang posisi bagian tubuh atau tubuh dalam ruangan sedangkan reseptor
interoseptif berespon untuk mendeteksi perubahan dalam kejadian internal,
misalnya perubahan tekanan darah.

Sistem sensorik somatik menerima inforasi primer dari reseptor


eksteroseptif dan propiosptif.
Terdapat 4 macam sensasi somatik yaitu sensasi nyeri, sensasi suhu,
sensasi sikap dan sensasi tekan. Gangguan sensibilitas dapat terjadi karena
gangguan pada reseptor, konduksi saraf, serabut saraf, traktus dan daya
persepsi.
Pada neonatus sulit dilakukan yang sering dinilai adalah respon
terhadap nyeri dan goresan. Dengan melihat refleks wthdrawal.

H. Pemeriksaan refleks

Pada pemeriksaan reflex yang diperiksa adalah :


Refleks superfisial yaitu refleks dinding abdomen dan refleks kremaster.
Refleks dinding abdomen dilakukan dengan menggores dinding abdomen
dengan goresan berbentuk belah ketupat dengan titik sudut di bawah
Xiphoid, di atas simpisis dan kiri-kanan umbilikus. Refleks positif bila
umbilicus bergerak ke arah goresan. Mulai muncul pada anak 1 tahun.
Refleks kremaster dilakukan dengan menggores kulit paha bagian dalam.
Normal testis akan naik ke kanalis inguinalis.
Refleks tendon dalam, biasanya yang diperiksa adalah tendon biseps, triseps,
patela dan achilles.

 Refleks tendon biceps

Caranya dengan mengetuk tendon biceps. Hasilnya terjadi fleksi sendi siku

 Refleks tendon patela

Caranya dengan mengetuk tendon biceps. Hasinya terjadi ekstensi sendi lutut.

Refleks akan meningkat pada : lesi upper motor neuron, hipertiroidsm,


hipokalsemia, tumor batang otak.

Refleks menurun pada : lesi lower motor neuron, sindroma down, malnutrisi.

Refleks patologis
Yang sering dilakukan adalah Refleks Babinski, Chaddock. Refleks
Babinski dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dari dekat
tumit sampai sisi lateral telapak menyilang ke medial. Positif apabila
terjadi akstensi jari kaki diikuti gerakan menyebar jari-jari lainnya. Reflex
Chaddock dilakukan dengan menggores bagian lateral dorsum pedis,
positif apabila terdapat reaksi seperti refleks babinski .
 Refleks Babinski
Dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dari dekat tumit
sampai sisi lateral telapak menyilang ke medial. Positif apabila terjadi
akstensi jari kaki diikuti gerakan menyebar jari-jari lainnya.
 Reflex Chaddock
Dilakukan dengan menggores bagian lateral dorsum pedis, positif apabila
terdapat reaksi seperti refleks babinski .

Gambar Pemeriksaan Reflex Chaddock

 Refleks oppenheim
Dilakukan dengan cara pengurutan dari proksimal ke distal secara kleras
dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan pada kulit di os tibia. Apabila
positif akan terjadi ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi) jari-
jari kaki.
Gambar Pemeriksaan Reflex oppeinhem

 Reflels gordon
Dilakukan dengan memencet betis secara keras. Apabila positif akan
terjadi ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi) jari-jari kaki.

Gambar Pemeriksaan Reflex Gordon

 Refleks shaeffer
Dilakukan dengan memencet tendon achilles secara keras. Apabila positif
terjadi ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi jari-jari kaki)
Gambar Pemeriksaan Reflex Schaeffer

 Refleks gonda
Dilakukan dengan cara penekukan (plantar fleksi) maksimal dari jari kaki
keempat. Apabila positif terjadi ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.

Refleks-refleks yang ditimbulkan pada bayi dan anak, sebagian besar


menunjukkan tahap perkembangan susunan somatomotorik sehingga
banyak sekali informasi yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan
tersebut.
Tabel usia mulai dan menghilangnya refleks pada bayi dan anak normal

Jenis refleks Usia mulai Usia menghilang


Refleks MORO Sejak lahir 6 bulan
Refleks memegang (GRASP)
 PALMAR Sejak lahir 6 bulan
 PLANTAR Sejak lahir 9-10 bulan
Refleks SNOUT
Refleks TONIC NECK Sejak lahir 3 bulan
Refleks berjalan ( STEPPING) Sejak lahir 5-6 bulan
Refleks Penempatan Taktil Sejak lahir 12 bulan
(PLANCING RESPONSE) 5 bulan -
Refleks Terjun
(PARACHUTE) 8-9 bulan Seterusnya ada
Refleks LANDAU
3 bulan 21 bulan
a. Refleks MORO
Refleks MORO timbul akibat dari rangsangan yang mendadak.
Caranya: bayi dibaringkan terlentang, kemudian diposisikan
setengah duduk dan disanggah oleh kedua telapak tangan
pemeriksa secara tiba-tiba tapi hati-hati kepala bayi dijatuhkan 30-
450 (merubah posisi badan anak secara mendadak).
Refleks MORO juga dapat ditimbulkan dengan menimbulkan suara
keras secara mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi
secara mendadak.
Refleks MORO dikatakan positif bila terjadi abduksi-ekstensi
keempat ekstremitas dan pengembangan jari-jari, kecuali pada
falangs distal jari telunjuk dan ibu jari yang dalam keadaan fleksi.
Gerakan itu segera diikuti pleh adduksi-fleksi keempat ekstremitas.
Refleks MORO asimetri menunjukkan adanya gangguans sistem
neuromuskular, antara lain pleksus brakhialis.
Apabila simetri terjadi pada tangan dan kaki kita harus mencurigai
adanya HEMIPARESIS. Selain itu juga perlu dipertimbangkan
bahwa nyeri yang hebat akibat fraktur klavikula atau humerus juga
dapat memberikan hasil refleks MORO asimetri.
Sedangkan refleks MORO menurun dapat ditemukan pada bayi
dengan fungsi SSP yang tertekan misalnya pada bayi yang
mengalami hipoksia , perdarahan intrakranial dan laserasi jaringan
otak akibat trauma persalinan , juga pada bayi hipotoni , hipertoni
dan prematur . Refleks MORO menghilang setelah bayi berusia
lebih dari 6 bulan .
b . Refleks PALMAR GRASP
Caranya : Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi , kepala
menghadap ke depan dan tangan dalam keadaan setengah fleksi
Dengan memakai jari telunjuk pemeriksa menyentuh sisi luar
tangan menuju bagian tengah telapak tangan secara cepat dan hati -
hati , sambil menekan permukaan telapak tangan . Refleks
PALMAR GRASP dikatakan positif apabila didapatkan fleksi
seluruh jari ( memegang tangan pemeriksa ) . Refleks PALMAR
GRASP asimetris menunjukkan adanya kelemahan otot - otot
fleksor jari tangan yang dapat disebabkan akibat adanya palsi
pleksus brakhialis inferior atau disebut " Klumpke ' s Paralyse " .
Refleks PALMAR GRASP ini dijumpai sejak lahir dan
menghilang setelah usia 6 bulan . Refleks PALMAR GRASP yang
menetap setelah usia 6 bulan khas dijumpai pada penderita cerebral
palsy .
c . Refleks PLANTAR GRASP
Caranya : Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi
kemudian ibu jari tangan pemeriksa menekan pangkal ibu jari bayi
atau anak di daerah plantar Refleks PLANTAR GRASP dikatakan
positif apabila didapatkan fleksi plantar seluruh jari kaki . Refleks
PLANTAR GRASP negatif dijumpai pada bayi atau anak dengan
kelainan pada medula spinalis bagian bawah . Refleks PLANTAR
GRASP ini dijumpai sejak lahir , mulai menghilang usia 9 bulan
dan pada usia 10 bulan sudah menghilang sama sekali .
d . Refleks SNOUT Caranya : Dilakukan perkusi pada daerah bibir
atas . Refleks SNOUT dikatakan positif apabila didapatkan respon
berupa bibir atas dan bawah menyengir atau kontraksi otot - otot di
sekitar bibir dan di bawah hidung . Refleks SNOUT ini dijumpai
sejak lahir dan menghilang setelah usia 3 bulan . Refleks SNOUT
yang menetap pada anak besar menunjukkan adanya regresi SSP .
e. Refleks TONIC NECK Caranya : Bayi atau anak ditidurkan
dalam posisi supinasi , kemudian kepalanya diarahkan menoleh ke
salah satu sisi . Refleks TONIC NECK dikatakan positif apabila
lengan dan tungkai yang dihadapi / sesisi menjadi hipertoni dan
ekstensi , sedangkan lengan dan tungkai sisi lainnya / dibelakangi
menjadi hipertoni dan fleksi Refleks TONIC NECK ini dijumpai
sejak lahir dan menghilang setelah usia 5 - 6 bulan . Refleks
TONIC NECK yang masih mantap pada bayi berusia 4 bulan harus
dicurigai abnormal . Dan apabila masih bisa dibangkitkan setelah
berusia 6 bulan atau lebih harus sudah dianggap patologik .
Gangguan yang terjadi biasanya pada ganglion basalis .
f. Refleks Berjalan ( STEPPING )
Caranya : Bayi dipegang pada daerah thoraks dengan kedua tangan
pemeriksa . Kemudian pemeriksa mendaratkan bayi dalam posisi
berdiri di atas tempat periksa . Pada bayi berusia kurang dari 3
bulan , salah satu kaki yang menyentuh alas tampat periksa akan
berjingkat sedangkan pada yang berusia lebih dari 3 bulan akan
menapakkan kakinya . Kemudian diikuti oleh kaki lainnya dan kaki
yang sudah menyentuh alas periksa akan berekstensi seolah - olah
melangkah untuk melakukan gerakan berjalan secara otomatis .
Refleks berjalan tidak dijumpai atau negatif pada penderita
cerebral palsy , mental retardasi , hipotoni , hipertoni dan keadaan
dimana fungsi SSP tertekan .
g . Reaksi Penempatan Taktil ( PLACING RESPONSE )
Caranya : Seperti pada refleks berjalan , kemudian bagian dorsal
kaki bayi disentuhkan pada tepi meja periksa . Respon dikatakan
positif bila bayi meletakkan kakinya pada meja periksa . Respon
yang negatif dijumpai pada bayi dengan paralise ekstremitas bawah
h . Refleks Terjun ( PARACHUTE ) Caranya : Bayi dipegang pada
daerah thorak dengan kedua tangan pemeriksa dan kemudian
diposisikan seolah - olah akan terjun menuju meja periksa dengan
posisi kepala lebih rendah dari kaki . Refleks terjun dikatakan
positif apabila kedua lengan bayi diluruskan dan jari - jari kedua
tangannya dikembangkan seolah - olah hendak mendarat di atas
meja periksa dengan kedua tangannya . Refleks terjun tidak
dipengaruhi oleh kemampuan visual , karena pada bayi buta
dengan fungsi motorik normal akan memberikan hasil yang
positif . Refleks terjun mulai tampak pada usia 8 - 9 bulan dan
menetap . Refleks terjun negatif dijumpai pada bayi tetraplegi atau
SSP yang tertekan.

BAB III
KESIMPULAN
Dalam menegakkan diagnosis kelainan neurologis dibutuhkan
anamnesis neurologis yang terarah. Pemeriksaan neurologis dapat
dilakukan dengan cara sederhana dan sistematis untuk melohat
kelainan yang ada. Pemeriksaan diawali dengan observasi yang
cermat mulai dari kepal, wajah, dan adanya gerakan involunter atau
cara berjalan yang khas. Diharapkan dalam setiap memeriksa anakl
selau ditanyakan perkembangan terakhir, sehingga penemuan
kasus akan menjadi sedini mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Balai Penerbit
2. Mangunatmaja I. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online]
2010. Avaible from:
http://www.scribd.com/doc24831198/04-Pemeriksaan-Neurologis-Bayi-Dan-
Anak.Dr-rawan.Koreksi//scribd
3. Ginting AP. Pemeriksaan neurologi pada anak dan bayi. Online 2011 . avaible
from:
http://www.scribd.com/doc/87533610/Pemeriksaan-Neurologi-Pada-Anak-Dan-
Bayi//scribd
4. Dewi R. Mangunatmadja I. Yuniar. Perbandingan full ourline of
unresponsiveness score dengan Glasgow coma scale dalam menentukan
prognostik pasien sakit kritis, Sari Pediatri-2011 Oct: 13 (3), h 215-20
5. FKUI. 2006. p 25 – 46 Soetomenggolo TS., Ismael S., Buku Ajar Neurologi
Anak, Jakarta : IDAI, 1999
6. Nasrullah Refleks Byi baru lahir, Malang: Conitive Perfomance Series;2012.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2009
8. Bickley. Lyn S. Bases Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan
Edisi 8. Jakarta : EGC;2009
9. Hills W. Pediatric and infant neurologic examination. [online] 2012. Avaible
from:http://www/ohsu.edu/xd/health/service/doembecher/research-
education/educations/med-education/upload/ped-neuro-exam-edit-05-08-13/pdf

Anda mungkin juga menyukai