Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

ANGIOFIBROMA NASOFARING

Oleh:
Fazilla Maulidia
G1A219104

Pembimbing:
dr. Umi Rahayu, Sp.T.H.T.K.L

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN/SMF THT RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
Angiofibroma Nasofaring

Pendahuluan Prevalensi

Kasus angiofibroma
FARING
• Kantung fibromuskuler berbentuk kerucut,
corong

• Mulai dari dasar tengkorak  esofagus


setinggi vertebra servikal ke-6

• Unsur-unsur faring:

1. Mukosa

2. Palut Lendir (Mucous Blanket)

3. Otot
FARING
Faring menghubungkan kavum nasi dan kavum oris
ke laring dan esofagus

Pembagian: Nasofaring, Orofaring, Laringofaring

Vaskularisasi: berasal dari cabang a. karotis eksterna


(cabang faring asendens dan cabang fausial) serta
dari cabang a. maksila interna yakni cabang palatina
superior
FARING
 Persarafan: persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus
faring yang dibentuk oleh cabang faring dari n. vagus, cabang dari n. glosofaring
dan serabut motorik. Dari pleksus faring ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot
faring kecuali muskulus stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang nervus
glosofaring (n.IX)

 Fungsi:

1. Respirasi,

2. Menelan

3. Resonansi suara

4. Artikulasi
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Angiofibroma Nasofaring
 Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring
yang secara histologik jinak, secara klinis bersifat ganas

kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti


ke sinus paranasal, pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah
yang sulit dihentikan.
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Epidemiologi
Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya 1/5000-1/60.000 dari pasien
THT, diperkirakan hanya merupakan 0,05 % dari tumor leher dan kepala.
Tumor ini umumnya terjadi pada laki-laki antara 7-19 tahun.

Etiologi
,

•Teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat


Masih belum perlekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding
jelas
posterolateral atap rongga hidung.

•Faktor ketidakseimbangan hormonal


ANGIOFIBROMA NASOFARING
Patogenesis

Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah


posterior dan lateral koana di atap nasofaring→tumbuh besar
dan meluas di bawah mukosa, sepanjang atap nasofaring,
mencapai tepi posterior septum dan meluas ke arah bawah
membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung posterior →
megisi rongga hidung, mendorong septum ke sisi kontralateral
dan memipihkan konka → perluasan ke arah lateral, tumor
melebar ke arah foramen sfenopalatina, masuk ke fisura
pterigomaksila dan akan mendesak dinding posterior sinus
maksila → Bila meluas terus, akan masuk ke fosa intratemporal
yang akan menimbulkan benjolan di pipi, dan “rasa penuh” di
wajah.
ANGIOFIBROMA NASOFARING

Diagnosis
ANGIOFIBROMA NASOFARING

•Hidung tersumbat yang progresif dan epistaksis berulang yang


masif.
•Obstruksi hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret
•Gangguan penciuman.
•Otalgia
•Sefalgia hebat biasanya menunjukkan bahwa tumor sudah meluas
ke intrakranial.
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi posterior

•Pada dewasa → terlihat massa tumor yang konsistensinya


kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah
muda
•Pada usia muda → warnanya merah muda, pada usia yang
lebih tua warnanya kebiruan, karena lebih banyak
komponen fibromanya. Mukosanya mengalami
hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya
ulserasi .
ANGIOFIBROMA NASOFARING

 Pemeriksaan radiologi konvensional (foto kepala potongan antero-posterior,


lateral dan posisi Waters)
 → terlihat gambaran klasik yang disebut sebagai tanda “Holman Miller’’
 Pada pemeriksaan CT scan
 →tampak secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan
sekitarnya.
 Pemeriksaan MRI
 → menentukan batas tumor terutama yang telah meluas ke intrakranial.
 Pemeriksaan arteriografi
 Pemeriksaan kadar hormonal dan pemeriksaan immunohistokimia
ANGIOFIBROMA NASOFARING

CT Scan Angiofibroma Nasofaring Stadium I


CT Scan Angiofibroma Nasofaring
Stadium I

ANGIOFIBROMA NASOFARING

MRI (a dan b), Angiografi (c dan d)


ANGIOFIBROMA NASOFARING

Klasifikasi menurut Session sebagai berikut:

 Stadium IA : tumor terbatas di nares posterior dan atau nasofaringeal voul


 Stadium IB : tumor meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal voult
dengan meluas sedikitnya 1 sinus pranasal
 Stadium IIA : tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila
 Stadium IIB : tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanpa mengerosi
tulang orbita
 Stadium IIIA : tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan meluas sedikit
ke intrakranial
 Stadium IIIB : tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa
meluas ke sinus kavernosus
ANGIOFIBROMA NASOFARING

Klasifikasi menurut Fisch sebagai berikut:

 Stadium I : Tumor terbatas di rongga hidung,


nasofaring tanpa mendestruksi tulang
 Stadium II : Tumor menginvasi fossa pterigomaksila,
sinus paranasal dengan destruksi tulang
 Stadium III : Tumor menginvasi fossa infratemporal,
orbita dengan atau regio paraselar
 Stadium IV : Tumor menginvasi sinus kafernosus, regio
chiasma optik dan atau fossa pituitary.
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Diagnosis banding

polip nasal, polip antrokoanal, teratoma, encephalocele,


dermoids, inverting papilloma, rhabdomyosarcoma,
karsinoma sel skuamous
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Penatalaksaan

Tindakan operasi

melalui transpalatal, rinotomi lateral, rinotomi sublabial (sublabial


mid-facial degloving) atau kombinasi dengan kraniotomi frontoteporal
bila sudah meluas ke intrakranial.

Pengobatan hormonal

diberikan pada pasien dengan stadium I dan II dengan preparat


testosteron reseptor bloker (flutamid).

Pengobatan radioterapi

dapat dilakukan dengan stereotaktik radioterapi (Gama knife) atau jika


tumor meluas ke intrakranial dengan radioterapi normal 3 dimensi.
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Komplikasi
Komplikasi tidak dapat dipisahkan dengan perluasan
intrakranial, perdarahan yang tidak terkontrol, kematian,
iatrogenic injury terhadap struktur vital dan transformasi
maligna.

Prognosis
Rata-rata kesembuhan untuk pembedahan primer
mendekati 100% dengan reseksi lengkap dari
angiofibroma nasofaring ekstrakranial dan 70% dengan
tumor intrakranial. Angka rekurensi sekitar 6-24%
setelah operasi.
KESIMPULAN
•Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di
nasofaring yang secara histologik jinak, secara klinis bersifat ganas,
karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke
jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan
tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.
•Diperkirakan hanya merupakan 0,05 persen dari tumor leher dan
kepala...
•Gejala klinis yang paling sering ditemukan adalah hidung
tersumbat, epistaksis dan adanya massa di nasofaring. Tindakan
operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal,
radioterapi dan kemoterapi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai