Anda di halaman 1dari 69

“PERITONITIS DIFUSE ET CAUSA TRAUMA TUMPUL

ABDOMEN”

Pembimbing : dr. Dennison, Sp.B


Oleh
Fazilla Maulidia
G1A219104

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN KEDOKTERAN BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
Pendahuluan
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen
karena adanya rupture pada organ.

Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi


rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis
Trauma tumpul abdomen yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi, atau sabuk pengaman

Sebanyak 75% kasus trauma tumpul abdomen adalah sebagai akibat dari
kecelakaan lalu lintas, baik itu kendaraan dengan kendaraan maupun
kendaraan dengan pejalan kaki
●Laporan Kasus
Identitas Pasien

• Nama : Tn. E
• Umur : 52 Tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Pekerjaan : Supir travel
• Alamat :RT 38 kelurahan bagan pete,
simpang rimbo.
• Agama : Islam
• Bangsa : Indonesia
• Masuk RS : 29 Desember 2020

Keluhan Utama :
nyeri di seluruh bagian perut.
Riwayat Penyakit Sekarang

• Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh bagian


perut beberapa saat setelah kejadian kecelakaan yang
terjadi sejak ± 3 jam SMRS.

• Kecelakaan yang terjadi tabrakan dari belakang antara


mobil travel dan mobil truk batu bara sehingga
menyebabkan perut pasien terhimpit kemudi mobil.
• Pasien mengatakan pada saat itu sedang tidak memakai
sabuk pengaman dan merasakan sakit dibagian perut
beberapa jam setelah kejadian itu dan terus berlangsung
sampai dibawa ke RS. Pasien tidak mengalami penurunan
kesadaran.
Riwayat Penyakit Sekarang

• Saat di IGD pasien mengatakan nyeri perut, nyeri


dirasakan di seluruh perut.
• Nyeri dirasakan semakin berat dan terus-menerus nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, perut terlihat
kembung dan keras. Nyeri bertambah sakit saat
bergerak dan menghilang saat diberi obat di IGD
• Demam (-), Mual (+), muntah (+), lemas (+), BAB tidak ada,
kentut tidak ada, kejang (-).
Riwayat Penyakit Sekarang

Pada saat dibangsal pasien mengeluhkan rasa sakit pada


bekas operasi, terlihat tidak ada rembesan disekitar luka
operasi, dan pada pasien terpasang kateter, drainase. Mual
(-), muntah (-), demam (-).
Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit
Dahulu Keluarga
Riwayat keluhan seperti ini(-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat sakit jantung (-) Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai supir travel
Tinggal bersama istri dan anaknya
Pemeriksaan Fisik
29 Desember 2020
Di IGD (berdasarkan RM pasien)
TANDA VITAL
Keadaan umum : Tampak sakit DBN
berat
Kesadaran :Compos mentis Paru :
Tekanan darah : 130/90 mmHg I : Simetris
Nadi : 86 x/menit P : Fremitus taktil Kanan = Kiri
RR : 20 x/menit P= Sonor
Suhu : 36ºC A : Vesikuler )(+/+), Wheezing (-),
Ronki (-)

DBN Abdomen :
I: Cembung, distensi abdomen (+),
sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)
A: Bising usus (+) menurun
• Superior : Akral hangat, edema Pal: Nyeri tekan seluruh lapangan
(-), CRT <2 detik abdomen (+), nyeri lepas (+), defans
muscular (+)
• Inferior : Akral hangat, edema Per:Hipertimpani (+), nyeri ketuk (+) di
(-), CRT < 2detik seluruh lapangan abdomen
Status Lokalis

Nyeri di seluruh lapang abdomen


Pemeriksaan Fisik
31/01/2020
Di Bangsal
TANDA VITAL
Keadaan umum
SEDANG
: Tampak sakit DBN
Kesadaran :Compos mentis Paru :
Tekanan darah :130/80 mmHg I : Simetris
Nadi : 96 x/menit
P : Fremitus taktil Kanan = Kiri
RR : 24 x/menit
P= Sonor
Suhu : 36,5ºC
Spo2 : 98%
A : Vesikuler )(+/+), Wheezing (-),
Ronki (-)

DBN Abdomen :
I: Cembung, distensi abdomen (-),
sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (+)
A: Bising usus (+)
• Superior : Akral hangat, edema Pal: Nyeri tekan abdomen (+)
(-), CRT <2 detik Per: nyeri ketuk (-)

• Inferior : Akral hangat, edema


(-), CRT < 2detik
Status Lokalis

Bekas operasi (laparatomy ekplorasi+reseksi ileum+anastomosis ileoileal)


Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (30-12-2020) Elektrolit (29-12-2021)
Natrium : 140,0 mmol/L(136-146)
WBC : 20,1 109/H (4-10) Kalium : 3,80 mmol/L(3,34-5,10)
RBC : 5,02 1012/L (3,50- 5,50) Chlorida : 3,5 mmol/L (98-106)
HGB : 15,0 g/dl (13-18)
HCT : 44,5 % (40-48)
PLT : 163 10 /H
9
(100-300) Masa Perdarahan : 4 menit
MCV : 88,7 fL (80-100) Masa Pembekuan : 4,5 menit
MCH: 29,9 pg (26-34) Rapid test : Non reactive
MCHC : 33,7 g/dl (320-360)

Faal Ginjal (29-12-2020)


Ureum : 31 mg/dl (15-39)
Kreatinin : 0,89 mg/dl L (0,9-1,3),
P (0,6-1,1)
Diagnosa pre operasi
Peritonitis diffuse ec trauma tumpul abdomen

Diagnosa post operasi

Perforasi illeum ec trauma


Diagnosa Banding

• Ruptur limpa
• Trauma duodenum
• Trauma pankreas
• Perforasi colon
Tatalaksana
Pre op (IGD)

Kateter
NGT
Oksigen
IVFD RL 30 tpm
Inj keterolac 3x1 amp
Inj ondansetron 2x1 amp
Inj omeprazole 1x1 vial
Inj ceftriaxone 1x2 gr
Tatalaksana
Post op (dibangsal)

Post Operasi Laparatomy


IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
Inj. omeprazole 1 x 1 vial
Inj. Keterolac 3x1 amp
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad santionam : dubia ad bonam
Nama ahli bedah: dr. Anton, Sp.B
Diagnosa pre operatif: peritonitis diffuse ec trauma tumpul abdomen
Diagnosa post operatif: perforasi illeum ec trauma
Nama macam operasi: LE+ reseksi+ anastomosis illeum
Tanggal operasi: 29/12/2020
Jam operasi: 16.45-18.15 WIB
Jenis operasi: Cito

• Ditemukan cairan peritoneum +-1500 cc


• Ditemukan multiplelecoveni di mesenterial
• Ditemukan perdarahan aktif di mesenterial
• Ditemukan perforasi illeum -+ 2,5 cm, tepi nekrotik, ditemukan
hematom di ileocekal

• Dilakukan reseksi illeum


• Dilakukan anastomosi end to end illeoiliaca
• Kelola perdarahan, dijahit dipasang drain.
FOLLOW UP 01/01/21
S O A P

Nyeri perut (+), TD= 130/80 Post laparatomy IVFD RL 20


BAB (-), lemas mmhg ekplorasi+resek tpm
N= 81 x/menit si+anastomose
RR= 23x/menit ileum atas Inj. Ceftriaxon1
T= 36,4 C indikasi x 2gr
SPO2= 99% peritonitis difus Inj. omeprazole
Kateter= ec perforasi 1 x 1 amp
(+)1600 ml dari ileum
Inj keterolac 3x1
jam 16.00
(warna kuning)
drain= (+) 3 cc
dari jam 03.00
warna coklat
kemerahan
FOLLOW UP 02/01/21
S O A P

Batuk, nyeri TD= 130/90 Post laparatomy IVFD RL 20


perut (-) mmhg ekplorasi+resek tpm
N= 81 x/menit si+anastomose
RR= 20x/menit ileum atas Inj. Ceftriaxon1
T= 36,4 C indikasi x 2gr
SPO2= 99% peritonitis difus Inj. omeprazole
Kateter= ec perforasi 1 x 1 amp
(+)1000 ml dari ileum
Inj keterolac 3x1
jam 16.00
(warna kuning)
drain= (+) 5 cc
dari jam 03.00
warna coklat
kemerahan
FOLLOW UP 03/01/21
S O A P

Nyeri perut (+), TD= 140/70 Post laparatomy IVFD RL 20


lemas (+), BAB mmhg ekplorasi+resek tpm
(-), flatus (+) N= 81 x/menit si+anastomose
RR= 24x/menit ileum atas Inj. Ceftriaxon1
T= 36,2 C indikasi x 2gr
SPO2= 99% peritonitis difus Inj. omeprazole
Kateter= ec perforasi 1 x 1 amp
(+)1300 ml dari ileum
Inj keterolac 3x1
jam 14.00
(warna kuning)
drain= (+) 1 cc
dari jam 03.00
warna coklat
kemerahan
FOLLOW UP 04/01/21
S O A P

Batuk, nyeri TD= 130/90 Post laparatomy IVFD RL 20


perut (-), BAB mmhg ekplorasi+resek tpm
(-), flatus (+) N= 85 x/menit si+anastomose
RR= 20x/menit ileum atas Inj. Ceftriaxon1
T= 36,7 C indikasi x 2gr
SPO2= 97% peritonitis difus Inj. omeprazole
Kateter= ec perforasi 1 x 1 amp
(+)1000 ml dari ileum
Inj keterolac 3x1
jam 16.00
(warna kuning)
drain= (+) 2 cc
dari jam 05.00
warna coklat
kemerahan
FOLLOW UP 05/01/21
S O A P

Batuk, nyeri TD= 130/90 Post laparatomy IVFD RL 20


bekas operasi mmhg ekplorasi+resek tpm
(+), BAB (-), N= 76 x/menit si+anastomose
flatus (+) RR= 18 x/menit ileum atas Inj. Ceftriaxon1
T= 36 C indikasi x 2gr
SPO2= 98 % peritonitis difus Inj. omeprazole
Kateter (-) ec perforasi 1 x 1 amp
Drain (-) ileum
Inj keterolac 3x1
●Tinjauan Pustaka
ANATOMI ABDOMEN

Anatomi dalam dari abdomen


meliputi 3 regio:
•Rongga Peritoneal
•Rongga Pelvis
•Rongga Retroperitoneal
ANATOMI ABDOMEN
Hipokondrium Kanan Epigastrium Hipokonrium Kiri
Lobus Kanan Dari Hepar, Pilorus Gaster, Lambung, Limpa,
Kantung Empedu, Duodenum, Pankreas, Fleksura Lienalis Dari
Sebagian Dari Sebagian Dari Hepar Kolon, Kutub Atas Ginjal,
Duodenum, Fleksura Kelenjar Suprarenal Kiri
Hepatika Kolon,
Sebagian Ginjal Kanan,
Kelenjar Suprarenal
Kanan.
Lumbal Kanan Umbilikal Lumbal Kiri
Kolon Asendens, Bagian Omentum, Mesenterium, Kolon Desendens, Bagian
Bawah Dari Ginjal Bagian Bawah Duodenum, Bawah Dari Ginjal Kiri,
Kanan, Sebagian Dari Jejenum Dan Ileum Sebagian Jejunum Dan
Duodenum Ileum
Dan Jejenum
Inguinal Kanan Hipogastrium Inguinal Kiri
Sekum, Apendiks, Bagian Ileum, Kandung Kemih, Kolon Sigmoid, Ureter
Akhir Dari Ileum, Uterus (Pada Kehamilan) Kiri, Ovarium Kiri
Ureter Kanan
ANATOMI ABDOMEN
Cavum Abdominalis

Cavum abdominalis adalah rongga


batang tubuh yang terdapat diantara
diaphragma dan apertura pelvis
superior.
Kranial : diaphragma
Ventrolateral : otot dinding perut
dan m. Illiacus
Dorsal : columna vertebralis
Kaudal : apertura pelvis superior
mencakup pelvis major
ANATOMI ABDOMEN

Lapisan Dinding Abdomen


Stratum superficialis (lapisan dangkal)
• Cutis
• Subcutis (fascia abdominalis
superficialis)
Stratum intermedius (lapisan tengah)
• Fascia abdominalis
• Otot – otot dinding perut
• Aponeurosis otot dinding perut
Stratum profunda (lapisan dalam)
• Fascia transversalis
• Panniculus adiposus preperitonealis
• Peritoneum parietale
ANATOMI PERITONIUM
Peritoneum merupakan membran
serosa transparan yang terbesar
di dalam tubuh manusia dan
terdiri dari 2 lapisan yang
berkesinambungan.
Peritoneum dibagi atas :
 Peritoneum parietal
 Peritoneum viseral
 Hub peritoneum-organ:
 Intraperitoneal
 retroperitoneal
●Peritonitis
Definisi

Peritonitis adalah peradangan


peritoneum (membran serosa
yang melapisi rongga abdomen
dan menutupi visera abdomen)
merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis
Klasifikasi

Peritonitis sekunder
Peritonitis primer akibat hilangnya
peradangan pada integritas dari peritonitis
peritoneum yang traktus persisten rekuren
penyebabnya gastrointestinal setelah
yang umumnya
berasal dari disebabkan penanganan yang
ekstraperitoneal perforasi traktus adekuat terhadap
dan umumnya dari gastrointestinal peritonitis primer
hematogenous karena organ intra- atau sekunder
dissemination abdomen yang
terinfeksi.
Etiologi

Peritonitis primer
peritonitis tidak
Peritonitis sekunder
berasal dari traktus
gastrointestinal ditemukan adanya
(infeksi yang nantinya kerusakan integritas
terjadi tidak traktus (perforasi)
berhubungan langsung tersebut baik akibat
dengan gangguan strangulasi maupun
organ akibat infeksi.
gastrointestinal),
Manifestasi klinis
● Pada manifestasi lokal ditemukan adanya nyeri perut hebat, nyeri tekan
seluruh lapang abdomen (pada peritonitis umum), nyeri tersebut konstan
dan intens, dan diperburuk dengan gerakan.
● Anoreksia, mual, dan muntah adalah gejala yang sering. Namun demikian,
tergantung pada etiologi peritonitis dan waktu evolusi mereka, gejalanya
dapat bervariasi.
Patofisiologi
Penegakan Diagnosis

◦ Anamnesis

◦ Pemeriksaan Fisik

◦ Pemeriksaan
Penunjang
Anamnesis
◦ riwayat penyakit sekarang (riwayat dyspepsia kronis mengarahkan ke
perforasi ulkus peptikum, riwayat inflammatory bowel disease atau
divertikulum mengarahkan perforasi kolon karena divertikulitis
◦ riwayat demam lebih dari 1 minggu disertai pola demam dan tanda-
tanda klinis khas untuk tifoid mengarahkan ke perforasi tifoid
◦ riwayat hernia daerah inguinal (inguinalis atau femoralis) harus
disuspek kemungkinan adanya strangulasi,
◦ nyeri mendadak tanpa disertai adanya riwayat penyakit apapun
mengarahkan ke appendisitis perforasi), riwayat operasi abdomen
sebelumnya
Pemeriksaan fisik

◦ Inspeksi ◦ Auskultasi ◦ Palpasi ◦ Perkusi

Suara usus 1. Nyeri tekan 1. Nyeri ketok


1. Pasien tampak difus
dalam keadaan berkurang 2. Hipertimpani
mimik menderita sampai 2. Nyeri tekan
2. Pernafasan lepas
menghilang
abdominal tidak 3. Defans
tampak muskuler
3. Perut distensi
Pemeriksaan dubur : jam-jam pertama iritasi
peritoneum, rasa sakitnya mungkin hebat
Pemeriksaan penunjang

Laboratorium
◦Darah lengkap :leukositosis
>11.000sel/ml, leukopenia
◦Kimia darah mungkin normal, tetapi pada
kasus yang serius dapat menunjukkan
dehidrasi parah
◦Urinalisis
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi
◦pemeriksaan radiologis seperti x-ray
dapat berguna (free air under diaphragm
yang terlihat pada posisi upright pada
perforasi ulkus peptikum.
◦Pemeriksaan CT-scan umumnya tidak
diperlukan
◦Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

Pneumoperitoneum (free air


under diaphragm)
Penatalaksanaan

• Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan


elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena,
pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran
cerna dengan pemasangan nasogastriktube (NGT) dan
intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau
penyebab radang lainnya.

• peritonitis sekunder: koreksi etiologi (source control


terutama dengan tindakan pembedahan), pemberian
antibiotik sistemik, dan terapi suportif (resusitasi).
• peritonitis primer: tindakan non-pembedahan.
(antibakteri)
TINDAK PEMBEDAHAN
LAPARATOMI EKSPLORATIF

• Tujuan utama tindakan pembedahan adalah eliminasi penyebab dari


kontaminasi (koreksi etiologi), mengurangi atau eliminasi inokulum
bakteri, dan mencegah sepsis.
• Pendekatan bedah dilakukan dengan insisi midline dengan tujuan agar
eksplorasi rongga abdomen yang adekuat dan komplit tercapai.
• Pembilasan (peritoneal lavage) menggunakan cairan normal saline (>3L)
hangat dilakukan hingga cairan bilasan jernih dengan tujuan
mengurangi bacterial load dan mengeluarkan pus (mencegah sepsis dan
re-akumulasi dari pus).
Komplikasi

● Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi


komplikasi lokal dan sistemik.
● Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal,
pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama
postoperasi.
● Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan distensi
abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi
abdomen residual.
● Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang
multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun.
Prognosis
Tingkat mortalitas peritonitis umum berdasarkan etiologi

Faktor yang mempengaruhi


tingkat mortalitias yang
tinggi adalah etiologi
penyebab peritonitis dan
durasi penyakitnya, adanya
kegagalan organ sebelum
penanganan, usia pasien,
dan keadaan umum pasien.
●Trauma tumpul abdomen
Definisi
Trauma tumpul abdomen
adalah cedera atauperlukaan
pada abdomen tanpa
penetrasi ke dalam rongga
peritoneum, dapat
diakibatkan oleh pukulan,
benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi
Epidemiologi
Pada tigaperempat kasus
trauma tumpul abdomen,
kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab
tersering dan sering
ditemukan pada pasien
politrauma.
Mekanisme trauma tumpul abdomen
◦ Benturan langsung terhadap organ intraabdomen diantara dinding
abdomen anterior dan posterior
◦ Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan
dengan kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian.
◦ Terjadinya closed bowel loop pada disertai dengan peningkatan
tekanan intraluminal yang dapat menyebabkan rupture organ
berongga
◦ Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang
(fraktur pelvis, fraktur costa)
◦ Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat
menyebabkan ruptur diafragma bahkan ruptur kardiak.
Patofisiologi
◦ Trauma kompresi
◦ Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan.
◦ Trauma sabuk pengaman (seat belt)
◦ . Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas, usus
halus, diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman dan
tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi.
◦ Cedera akselerasi / deselerasi.
◦ Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang
distabilisasi tetap bergerak.
Patofisiologi
◦ Trauma kompresi
◦ Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan.
◦ Trauma sabuk pengaman (seat belt)
◦ . Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas, usus
halus, diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman dan
tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi.
◦ Cedera akselerasi / deselerasi.
◦ Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang
distabilisasi tetap bergerak.
Penegakan Diagnosis
◦ Anamnesis

Sistem MIST, yaitu :


◦ Mekanisme cedera
◦ Injury (cedera yang didapat)
◦ Signs (tanda atau gejala yang
dialami)
◦ Treatment (penanganan yang telah
diberikan)
Penegakan Diagnosis
◦ Pemeriksaan Fisik

Tanda dan gejala yang sering


ditemukan pada pasien yang sadar
baik yaitu :
◦ Nyeri perut
◦ Nyeri tekan pada abdomen
◦ Perdarahan gastrointestinal
◦ Hipovolemik
◦ Tanda-tanda peritonitis
Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
◦ Computed Tomography abdomen
merupakan baku emas untuk diagnostik
cedera organ intra- abdomen dengan
hemodinamik stabil
◦ Focused Assessment Sonography for
Trauma (FAST) pemeriksaan yang
mendeteksi ada tidaknya cairan
intraperitoeneal
◦ Diagnostic Peritoneal Lavage adalah suatu
pemeriksaan yang digunakan untuk menilai
adanya darah di dalam abdomen
Laparotomi eksplorasi
Laparotomi eksplorasi merupakan modalitas diagnostik paling akhir.
Penggunaan Skor Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS)
pada Pasien Trauma Tumpul Abdomen
● Nyeri abdomen nilai skor 2
● Nyeri tekan abdomen, nilai skor 3
● Jejas pada dinding dada, nilai skor 1
● Fraktur pelvis, nilai skor 5
● Focus Assesment Sonography for Trauma , nilai skor 8
● Tekanan darah sistolik <100 mmHg, nilai skor 4
● Denyut Nadi >100 kali/menit, nilai skor 1

resiko rendah yaitu jika jumlah skor BATSS kurang dari 8, resiko
sedang jumlah skor BATSS 8-12, resiko tinggi jumlah skor BATSS
lebih dari 12.
Sistem skoring yang ada saat ini yaitu Clinical Abdominal Scoring System
(CASS) sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan perlunya
tindakan laparotomi segera, dan juga meminimalisir penggunaan
pemeriksaan lanjutan pada pasien trauma tumpul abdomen.
Algoritma Prosedur Pemeriksaan pada Trauma Tumpul Abdomen
Penatalaksanaan
Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil
◦ Pemeriksaan difokuskan pada USG abdomen atau DPL untuk membuat
keputusan.
◦ FAST dilakukan secepatnya setelah primary survey, atau ketika kliknisi
bekerja secara paralel, biasanya dilakukana bersamaan dengan primary
survey, sebagai bagian dari C (Circulation) pada ABC.
◦ X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon karena
dapat menunjukkan adanya perdarah pada cavum thorax.
◦ Radiography antero-posterior pelvis bisa menunjukkan adanya fraktur pelvis
yang membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan dilakukan
angiography untuk mengkontrol perdarahan.
◦ Pasien dengan hemodinamik yang stabil
◦ USG dan CT sering digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma tumpul abdomen yang
stabil.
◦ Jika pada USG awal tidak terdetekdi adanya perdarahan intraperitoneal, maka perlu
dilakukan pemeriksaan fisik, USG, dan CT secara serial.
◦ Jika USG awal mendeteksi adanya darah di intraperitoneal, maka kemudian dilakukan
CT scan untuk memperoleh gambaran cedera intraabdominal dan menaksir jumlah
hemoperitoneum.
◦ Keputusan apakah diperlukan laparotomy segera atau hanya terapi non operatif
tergantung pada cedera yang terdetaksi dan status klinis pasien.
Komplikasi
● Komplikasi segera yang dapat terjadi pada pasien dengan trauma abdomen
adalah hemoragi, syok, dan cedera. Sedangkan komplikasi jangka
panjangnya adalah infeksi.
● Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen
karena adanya rupture pada organ.
Prognosis
● Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi. Tanpa data
statistic yang menggambarkan jumlah kematian di luar rumah sakit, dan
jumlah pasien total dengan trauma abdomen, gambaran spesifik prognosis
untuk pasien trauma intra abdomen sulit.
● Angka kematian untuk pasien rawat inap berkisar antara 5-10%
ANALISIS KASUS IGD

Pada anamnesis, saat pasien datangn ke IGD pasien mengatakan nyeri perut,
beberapa saat setelah terjadinya kecelaakaan yang menyebabkan perut
pasien terhimpit kemudi mobil. nyeri dirasakan di seluruh perut. Nyeri
dirasakan semakin berat dan terus-menerus nyeri dirasakan seperti tertusuk-
tusuk, perut terlihat kembung dan keras. Nyeri bertambah sakit saat
bergerak dan menghilang saat diberi obat di IGD. Demam (-), Mual (+),
muntah (+), lemas (+), BAB tidak ada, flatus tidak ada, kejang (-).

Pasien dengan peritonitis umumnya mengeluh nyeri abdomen yang difus. Nyeri
pada peritonitis bersifat konstan dan akan bertambah berat saat menarik
nafas dalam, batuk, maupun bergerak, sehingga pasien memilih posisi
berbaring. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah
ANALISIS KASUS IGD

Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio abdomen terlihat distensi


abdomen, ketika di palpasi terdapat nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (+) pada
seluruh bagian perut, defans muscular (+), pada aukustasi bunyi bising usus
menurun, saat di perkusi terdapat suara hipertimpani di bagian perut, nyeri
ketuk (+).

Perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan
oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended

Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses


inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyerisomatik).
ANALISIS KASUS
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum,
adanyaudara bebas atau cairan bebas, pada pasien dengan
peritonitis,pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen
hipertimpani karena adanyaudara bebas tadi

Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau


menghilangsama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang
lumpuh sehinggamenyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus
paralitik).
ANALISIS KASUS

Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan WBC 20,1


109/H. Leukositosis hal yang biasa terjadi pada infeksi intraabdomen.
ANALISIS KASUS
Pada tatalaksana pada pasien ini saat di IGD pasien pasangkan kateter, NGT,
oksigen dan diberikan IVFD RL 30 tpm, inj keterolac 3x1 amp inj
ondensartan 2x1 amp, inj omeprazole 1x1 vial.
Pada pasien ini dilakukan laparotomi eksplorasi reseksi + anastomosis ileum.
Setelah dilakukan operasi pasien ditransfer ke Intensive Care Unit.
Dan pada tanggal 31 desember pasien dipindahkan ke ruang bangsal bedah.
Di bangsal bedah pasien diberikan IVFD RL 30 tpm, inj. ceftriaxon1 x 2gr,
inj. omeprazole 1 x 1 vial, inj keterolac 3x1 amp.
KESIMPULAN
•Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi
rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit
berbahayayang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.

◦ Trauma tumpul abdomen adalah cedera atauperlukaan pada abdomen tanpa


penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi

◦ Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama trauma tumpul adalah
cedera yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera iatrogenik, intra
abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture spleenyang
muncul kemudian. Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul
abdomen karena adanya rupture pada organ.
Thanks
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, and infographics & images by
Freepik.

Anda mungkin juga menyukai