Anda di halaman 1dari 55

Kombinasi General

Anestesi dan Caudal


Anestesi Pada
Tindakan Anoplasty
Atas Indikasi
Atresia Ani
Pembimbing : dr. Panal Hendric Dolok Saribu, Sp. An

Oleh
Fazilla Maulidia
Latar Belakang Sindrom Down (juga disebut trisomi 21)
adalah gangguan genetik yang terjadi
pada 1 dari 800 kelahiran hidup. Ini
Atresia ani atau anus imperforata adalah penyebab utama kerusakan
kognitif. Sindrom Down terkait dengan
atau malformasi anorektal adalah
ketidakmampuan belajar ringan sampai
suatu kelainan kongenital tanpa sedang, perkembangan terhambat, ciri
anus atau anus tidak sempurna, wajah dan otot rendah nada awal masa
termasuk didalamnya agenesis ani, bayi.
agenesis rekti dan atresia rekti.
Anestesiologi adalah cabang ilmu
kedokteran yang mendasari berbagai
Terapi definitif atresia ani tindakan meliputi pemberian anestesi,
adalah pembedahan. operasi pemberian bantuan hidup dasar,
untuk membuat anus baru pengobatan intensif pasien gawat
disebut anoplasty.
Identitas Pasien
● Nama : An. F
● Jenis kelamin : Laki-laki
● Umur : 1 Tahun 6 Bulan
● Alamat : Muaro Bulian
● Diagnosis : Post kolostomy atas indikasi atresia ani + syndroma down
● Tindakan : Anoplasty
● Masuk RS :28 Februari 2021
Riwayat
Perjalanan
Pasien datang ke RS untuk melakukan tindakan
anoplasty atasPenyakit
indikas atresia ani 1 tahun SMRS.
Pada umur 5 hari pasien dirujuk ke RSUD Raden
Mattaher dengan keluhan pasien tidak pernah BAB
dan didapatkan perutnya kembung dan pasien
tidak memiliki lubang anus. Riwayat muntah (-),
sesak (-), demam (-), BAK dalam batas normal.
Selain itu pasien juga memiliki bentuk wajah
seperti mongoloid. Pasien dirujuk ke RSUD Raden
Mattaher dengan diagnosis atresia ani dan
sindrom down. Dan dilakukan kolostomy pada
Keluhan Utama umur 7 hari.
Pasien datang untuk melakukan tindakan Pasien lahir di sebuah RS di Bulian dengan SC.
pasien merupakan anak ketiga. saat mengandung
anoplasty atas indikas atresia ani 1 tahun SMRS.
ibu pasie berusia 39 tahun. Usia kehamilan cukup
bulan 38 minggu, air ketuban jernih. Bayi dilahirkan
dengan berat badan 2,5 dan tinggi badan 48 cm.
Pada saat hamil ibu pasien tidak pernah sakit dan
riwayat ANC lengkap.
Riwayat Penyakit

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Penyakit Dahulu

● Riwayat Operasi : operasi kolostomy atas indikasi


Tidak ada anggota keluarga yang
atresia ani1 tahun SMRS. mengalami keluhan yang sama
● Riwayat Sakit jantung : (-)
● Riwayat Penyakit lain : syndrom down

Riwayat kelahiran Riwayat imunisasi

● Pasien lahir cukup bulan, anak lahir


● Imunisasi lengkap.
dibantu dokter dengan SC, dengan
berat badan 2,5 kg dan tinggi
badan 48 cm.

5
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
GCS : Compos Mentis (E4M6V5)

RR Sp02
Suhu Nadi TD

36,6 C 80 x/mnt - 24x/menit 99 %


PEMERIKSAAN FISIK Kulit
Sawo matang, pigmentasi (-), ruam (-)
Mata
Conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-),
pupil isokor Kepala
Normocephal, mongoloid
face (+)
Hidung
Deviasi septum (-),
epistaksis (-) Telinga
Perdarahan(-), mallampati I
Leher
Pembesaran KGB (-) Mulut
Faring Bibir kering (-), atrofi papil(-),
gusi berdarah(-), gigi insisi
Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
atas dan gigi insisi bawah.

Paru
Inspeksi: Jantung
Distensi abdomen (-), skar (-), stoma I: Iktus kordis tak terlihat
(+) P :Iktus kordis teraba di
Palpasi:nyeri tekan (-) ICS V linea midclavicula
Perkusi: sonor sinistra
Auskultasi: vesikuler (+/+) Rhonki (-/-) P :tidak diperiksa
Wh (-/-) A : BJ I/II reguler, murmur
Ekstremitas sup
Abdomen Akral hangat, CRT <2
Inspeksi : Distensi abdomen (-), skar (-), detik.
stoma (+)
Auskultasi : BU (+) 20x/i
Palpasi :Nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani (+)

Ekstremitas inf

Akral hangat, CRT < 2


detik.

PEMERIKSAAN FISIK

Identifikasi Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Post kolostomy atas indikasi
atresia ani + syndrom down
PRA ANESTESI

Penentuan Status Fisik ASA: 1 / 2 / 3 / 4 / 5 / E


Mallampati: Grade 1

Persiapan Pra
Persiapan Pra Anestesi:
Anestesi:

•• IVFD
IVFD dipasang
dipasang dari
dari IGD
IGD dengan
dengan abocath
abocath no.
no.
22
22
•• Siapkan
Siapkan Informed
Informed Consent
Consent dan
dan SIO
SIO
•• Puasa
Puasa 66 jam
jam sebelum
sebelum operasi
operasi
Anestesi Umum

Posisi: Prone Terapi cairan Jadwal


Premedikasi
Pemberian
Dexametason 2,5 mg (IV)
Cairan
Asam traneksamat 120 mg Maintenance
(IV) Puasa: 6 jam = 4 ml/KgBB/jam
= 26cc/jam Jam I= ½ PP + SO + M=
Medikasi Durasi operasi: Pengganti puasa 78+ 26+ 26= 130 cc
Analgetik : Fentanyl 10 mg 1 jam = puasa x M Total cairan  130 cc
Induksi : Inhalasi = 156 cc
sevopluron 3% Stress operasi
Relaksan : Atracurium 10 = 4 ml/KgBB/jam
mg = 26 cc/jam
EBV : 85 x 6,5
552,5 cc
ABL
Caudal Anestesi = EBV x (Hi-Hf) :
Hi
= 552,5 x (42,0 %
Bupivacain 3 ml+ - 30 %) : 42,0 =
morphine 0,1 cc+aquades 157,85 cc
Persiapan Alat
STATICS
STATICS

Scope
Scope :: Stetoskop
Stetoskop dan
dan Laringoskop
Laringoskop
Tube
Tube :: Single
Single lumen
lumen ETT
ETT nono 3,5
3,5
Airway
Airway :: Goodle
Goodle NoNo 00
Tape
Tape :: Plaster
Plaster Panjang
Panjang dan
dan pendek
pendek 22
Intorducer
Intorducer :: Mandrain
Mandrain
Connector
Connector :: Penyambung
Penyambung Pipa Pipa
Suction
Suction :: Suction
Suction
Intubasi
Intubasi :: Insersi
Insersi ETT
ETT no.3,5
no.3,5
Maintenance
Maintenance :: Sevoflurans
Sevoflurans ++ N N­2­2O
O :: O
O­2­2­­­­
Monitoring
KEADAAN INTRA ANESTESI

- Letak penderita : pronasi


- Airway : Single lumen ETT ukuran 3,5 dgn balon

• Lama anestesi : 1 jam 15 menit


- Lama operasi : 1 jam

Total keluaran cairan


Total asupan cairan :
- Pedarahan : ± 50 cc
- Kristaloid : ± 500 cc
- Diuresis : ± 50 cc
- Koloid :-
- Darah
- Cairan lain : -
:-
- Komponen darah :- - Perubahan teknik anestesi selama operasi : -

15
KEADAAN PASCA ANESTESI DIRUANG PEMULIHAN

Masuk jam : 10.50 WIB


Scoring steward:
Kesadaran : Masih dalam keadaan
pergerakan: 1
teranestesi
Pernafasan: 2
GCS : E4V5M6 Kesadaran : 1
Jumlah :4
Vital sign :
Nadi : 141x/menit
Jam pindah ruangan bangsal : 12.00 WIB
RR : 71x/menit
SpO2 : 100 %

16
Instruksi Pots Op

1. Monitoring tanda vital dan


perdarahan tiap 15 menit
2. Tirah baring tanpa menggunakan
bantal
3. Diit bila sadar penuh
4. Instruksi lain sesuai dr. Willy, Sp.BA
Anestesi umum
Definisi
Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible.

Trias Anestesi
1. Hipnosi
2. Analgesia
3. Relaxant
Keuntungan Kerugian

Mengurangi kesadaran pasien intraoperatif Sangat mempengaruhi fisiologi. Hampir semua


regulasi tubuh menjadi tumpul dibawah anestesia
umum
Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan
waktu yang lama rumit.

Memfasilitasi kontrol saluran napas, pernapasan, dan Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar
sirkulasi

Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf
pusat
Dapat menyesuaikan untuk prosedur operasi dengan Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama
durasi tak terduga
PROSEDUR ANESTESI UMUM
Persiapan pra anestesi umum
a.Kunjungan Pra Anestesi
Tujuan kunjungan pra anestesi:
- Mempersiapkan mental dan fisik pasien
- Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat
anestesi yang sesuai
- Menentukan klasifikasi ASA
(American Society of Anesthesiology)

b. Persiapan pasien (Anamnesis, Pemeriksaan fisik,


Pemeriksaan laboratorium, Masukan oral)
Klasifikasi ASA
PREMEDIKASI

• Meredakan kecemasan dan ketakutan


• Memperlancar induksi anesthesia
• Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
• Meminimalkan jumlah obat anestetik
• Mengurangi mual muntah pasca bedah
• Menciptakan amnesia
• Mengurangi isi cairan lambung
• Mengurangi refleks yang membahayakan
PERSIAPAN INDUKSI PRA ANESTESI

S Scope

T Tube

A Airway

T Tape

I Introducer

C Connector

S Suction
MEDIKASI
Anestesi Inhalasi
Suatu anestesi yang menggunakan inhalan berupa gas. Obat anestesi inhalasi yang
Sering digunakan saat ini adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran,sevofluran

Mekanisme kerja obat inhalasi ditentukan oleh ambilan paru, difusi gas dari paru ke
darah dan distribusi ke organ. Sedangkan konsentrasi uap obat anestetik dalam alveoli
ditentukan oleh konsentrasi inspirasi, ventilasi alveolar, koefisien gas darah, jantung, dan
perfusi
MEDIKASI

Anestesi Intravena Propofol


• Barbiturate Mekanisme kerja diduga menghasilkan
• Propofol efek sedatif hipnotik melalui interaksi dengan GABA
• Ketamin (gamma-aminobutyric acid), neurotransmitter inhibitori
utama pada SSP
• Opioid
• Benzodiazepin Efek : propofol menyebabkan penurunan resistensi
vaskuler sistemik dan juga tekanan darah.
Relaksasi otot polos disebabkan oleh inhibisi
simpatik.
Efek negative inotropik disebabkan inhibisi uptake
kalsium intraseluler.
MEDIKASI

Analgesia
Penghilang nyeri, biasanya digunakan golongan opioid

Golongan Opiod :
Morfin
Petidin
Fentanil
Sufentanil
Alfentanil
Keseimbangan Cairan
Perioperative
Intubasi

Indikasi Kontraindikasi
• Menjaga patensi jalan napas Trauma servikal yang
• Mempermudah ventilasi positif memerlukan keadaan
dan oksigenasi imobilisasi tulang vertebra
• Pencegahan terhadap aspirasi
servical
dan regurgitasi

PENYULIT
Leher pendek dan berotot, mandibula menonjol, maksila/gigi
depan menonjol, uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4),
gerak sendi temporo-mandibular terbatas, gerak verteba
servikal terbatas
28
Komplikasi

Selama Intubasi Selama Ekstubasi


• Trauma gigi geligi • Spasme laring
• Laserasi bibir, gusi , laring • Aspirasi
• Merangsang saraf simpatis • Gangguan fonasi
• Intubasi bronkus • Edema glotis-subglotis
• Intubasi esophagus • Infeksi laring, faring, dan trakea
• Aspirasi
• Spasme bronkus
EKSTUBASI
• Ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika : Intubasi kembali
menimbulkan kesulitan, adanya resiko aspirasi
• Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesia sudah ringan
dengan catatan tidak terjadi spasme laring
• Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring, dari sekret
dan cairan lainnya.
29
Cauda anestesi
Caudal epidural analgesia adalah salah satu regional anestesi yang
paling umum digunakan pada pasien pediatri.

Ruangan caudal adalah bagian sakral dari ruangan epidural.


Analgesia kaudal memerlukan penetrasi jarum dan atau kateter
melalui ligament sacrococcygeal yang menutupi hiatus sacralis.
Pada anak-anak, anestesi kaudal sering dikombinasi dengan anestesi
umum untuk suplemen intraoperatif dan analgesia pascabedah.

Teknik ini umumny digunakan untuk  prosedur dibawah diapraghma,


termasuk operasi urogenital, rektal, inguinal, dan ekstrimitas bawah.

Blok kaudal pada pediatrik paling sering dilakukan setelah induksi


anestesi umum.

Dapat digunakan bupivacain atau ropivacain 0,125%-0,25% dengan atau


tanpa epinefrin dengan dosis sebanyak 0,5-1 ml/kg. Dapat ditambahkan
opioid (misalnya 50-70 ug/kg morfin), walaupun tidak dianjurkan untuk
pasien bedah rawat jalan disebabkan resiko depresi nafas yang terjadi
lambat.

Efek analgesi memanjang sampai periode  pascabedah.


Atresia ani

Atresia Ani adalah suatu kelainan


congenital dimana menetapnya
membrane anus sehingga anus
tertutup
Etiologi
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.

3. Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan
pasien dengan trisomi 21 ( Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan
bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan
atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik
Patofisiologi
• Kelainan atresia ani terjadi akibat kegagalan pembentukan septum urorectal
secara komplit.
• Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas.
• Anus dan rektum diketahui berasal dari bagian dorsal hindgut atau rongga
cloacal ketika pertumbuhan lateral bagian mesenchyme, kloaka akan
membentuk sekat di tengah yang disebut septum urorectal.
• Septum urogenital membagi kloaka (bagian caudal hindgut) menjadi rektum
dan sinus urogenital, urogenital sinus terutama akan membentuk kandung
kecing dan uretra.
• Penurunan perkembangan dari septum urorectal dipercaya menutup saluran
ini ketika usia 7 minggu kehamilan.
Pada laki  –   laki
• Golongan I dibagi menjadi 5 kelainan → kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum
datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit.

Klasifikasi
• Golongan II pada laki –   laki dibagi 5 kelainan → kelainan fistel perineum, membran anal,
stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.
Pada perempuan
• Golongan I dibagi menjadi 6 kelainan → kelainan kloaka, fistel vagina, fistel
rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari
kulit.
• Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan → kelainan fistel perineum, stenosis anus,
fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. 8\
Tatalaksana

●Pada anak laki jika ada fistel urin, tampak mekonium


keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat
fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria praktis
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter
urin., Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita
memerlukan kolostomi segera
●Golongan II. Fistel perineum sama dengan pada wanita ;
lubangnya terdapat anterior dari letak anusnormal. Pada
membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di
bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definit secepat mungkin.
Sindrom down

Sindrom Down merupakan kelainan


genetik yang dikenal sebagai
trisomi, karena individu yang
mendapat sindrom down memiliki
kelebihan satu kromosom
Epidemiologi

Sindrom Down merupakan kelainan


kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia.
Kejadian sindroma down
diperkirakan satu per 800 sampai
satu per 1000 kelahiran
Etiologi
Penyebab kelainan kromosom adalah terjadinya pemecahan
kromosom dan pecahnya hilang/melekat pada kromosom lain.

Apabila terjadi ketidakseimbangan maka terjadi kelebihan


atau kekurangan materi genetik dalam barisan sel-sel
tersebut. Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan
perubahan dalam fenotif klinis.
Klasifikasi

1. Trisomi 21 reguler
→ 90 % dari semua kasus.

2. Translokasi
→ kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom
yang lain.

3. Mosaik
→ hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai kelebihan
kromosom 21
Patofisiologi
Pada meiosis pada waktu pembentukan gamet, mitosis awal
dalam perkembangan zigot

Oosit primer yang terhenti perkembangannya saat profase


pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi
ovulasi

Diantara waktu tersebut, oosit mungkin mengalami


disposisi. non-disjunction

Dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung


dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh
spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka
terbentuk zigot trisomi 21. 
Manifestasi
klinis
Berat badan lahir yang kurang dari normal, Sutura sagitalis yang terpisah,
fisura palpebralis yang oblique, jarak yang lebar antara jari kaki i dan ii,
“plantar crease” jari kaki i dan ii, hiperfleksibilitas, peningkatan jaringan
sekitar leher, bentuk palatum yang abnormal, tulang hidung hipoplasia,
kelemahan otot, hipotonia (kaplan), bercak brushfield pada mata (prof suci,
baby down syd), mulut terbuka, lidah terjulur, lekukan epikantus, “single
palmar crease” pada tangan kiri, ”single palmar crease” pada tangan kanan,
“brachyclinodactily” tangan kiri, “brachyclinodactily” tangan kanan, jarak
pupil yang lebar, tangan yang pendek dan lebar, oksiput yang datar.
Diagnosa
Tidak ada kritera diagnosis khusus untuk sindroma Down.
Namun, retardasi mental merupakan gambaran yang
menumpang tindih dengan sindroma Down. Sebagian besar
orang dengan sindroma ini mengalami retardasi mental
sedang atau berat.

DSM-IV

1. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-


rata
2. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam
fungsi adaptif sekarang
3. Onset sebelum usia 18 tahun
Diagnosa
Pemeriksaan fisik berbagai bagian tubuh mungkin
memiliki karakteristik tertentu yang
sering ditemukan pada orang dengan
retardasi mental seperti sindroma
Down

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Skrining


Amniocentesis
Chorionic villus sampling (CVS)
Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)
Pemeriksaan sitogenik
Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)
Ekokardiografi
Skeletal Radiografi
Tatalaksana
Medikamentosa
● Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk
mengoreksi adanya defek pada jantung
● Adanya leukemia akut pemberian terapi pencegah infeksi
yang adekuat.

Non Medikamentosa
Fisio Terapi.
Terapi Bicara
Terapi Okupasi
Terapi Remedial
Terapi Sensori Integrasi
Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy
Terapi alternatif
Analis
a
Kasus
Pasien datang ke RS untuk melakukan tindakan anoplasty atas
indikas atresia ani 1 tahun SMRS. Pada umur 5 hari pasien
dirujuk ke RSUD Raden Mattaher dengan keluhan pasien tidak
pernah BAB dan didapatkan perutnya kembung dan pasien
tidak memiliki lubang anus. Riwayat muntah (-), sesak (-),
demam (-), BAK dalam batas normal. Selain itu pasien juga
memiliki bentuk wajah seperti mongoloid. Pasien dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher dengan diagnosis atresia ani dan
sindrom down. Dan dilakukan kolostomy pada umur 7 hari.
Berdasarkan The American Society of
Anesthesiologists (ASA), keadaan pasien An. F
tergolong ke ASA II, Pasien dengan penyakit
sistemik ringan-sedang.
Premedikasi
● Pada pasien diberikan premedikasi 15
menit sebelum tindakan anestesi

● Obat premedikasi: Dexametason 2,5


mg, asam traneksamat 120 mg.

Pemberian: 1-2 jam sebelum tindakan anestesi

Tujuan: mengurangi kecemasan, ketakutan, memperlancar anestesi,


mengurangi seksresi ludah, mengurangi isi cairan lambung, mual,
muntah
Medikasi

Fentanil 10 mg Atracurium 10 mg
Disamping berperan Merupakan obat pelumpuh
sebagai analgetik obat ini otot nondepolarisasi berikatan
juga berperan dengan reseptor nikotinik-
menurunkan nadi karena kolinergik
hiperstimulasi vagal
sehingga menyebabkan
bradikardi
Analisa Kasus

Penggunaan sevofluran disini dipilih


karena sevofluran mempunyai efek
induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibanding dengan gas lain, dan baunya
pun lebih harum dan tidak merangsang
jalan napas sehingga digemari untuk
induksi anestesi dibanding gas lain
(halotan)
Analisa Kasus
Pada pasien ini juga dilakukan caudal
anestesi. Caudal epidural analgesia adalah
salah satu regional anestesi yang paling
umum digunakan pada pasien pediatri.
Teknik ini umumny digunakan untuk
 prosedur dibawah diapraghma, termasuk
operasi urogenital, rektal, inguinal, dan
ekstrimitas bawah. Blok kaudal pada
pediatrik paling sering dilakukan setelah
induksi anestesi umum.
Total cairan yang diberikan pada pasien ini
sejumlah 500 cc Ringer Laktat,.
Perdarahan pada operasi ini kurang lebih
50 cc perdarahan. Pada pukul 10.35 WIB,
pembedahan selesai dilakukan, dengan
pemantauan akhir; Nadi x/menit, dan SpO2
100%. Pembedahan dilakukan selama 1
jam dengan perdarahan ± 50 cc.
Pemeriksaan pra anestesi

Kesimpulan memegang peranan penting pada


setiap operasi yang melibatkan
anestesi. Pemeriksaan yang teliti
memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan
masalah yang mungkin timbul
sehingga dapat mengantisipasinya.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai