INTUBASI FIBEROPTIK
AGUS TRIYANTO
1
INTUBASI FIBEROPTIK
A. PENDAHULUAN
Teknologi fiberoptik fleksibel memungkinkan dilakukan inspeksi dan intubasi
trakea, dan oleh karena pengenalan endoskopi dapat ditolerir dengan baik oleh
pasien, sehingga jalan napas trakeal dapat dipasang sebelum induksi anestesi
umum. Endoskopi yang mudah memerlukan :
1. rongga udara
2. sekresi minimal
3. persiapan pasien yang baik
4. pengalaman dan pengenalan terhadap anatomi jalan napas.
5. waktu
ARTRITIS RHEUMATOID
Pasien yang menderita penyakit reumatoid servikal sering kali sulit dilaringoskopi
2
direk. Keterlibatan glottis adalah hal yang sering (pasien sering bersuara parau
dan stridor) intubasi fiberoptik telah menunjukkan kemampuan mengurangi
insiden stridor post operatif pada pasien pasien ini.
D. ORIENTASI
Penyebab kesulitan tersering adalah ahli endoskopi kehilangan arah. Jika
sebuah sistem televisi digunakan maka penting untuk membuat tampilan
layarnya sesuai dengan pandangan mata. Akan sangat membantu jika
mengetahui mana yang bagian atas, bawah, dan samping dari jalan napas yang
3
didapatkan saat endoskopi maju, dimana identifikasi anatomi (khususnya
kelainan anatomi)sangat diperlukan. Hilangnya orientasi paling sering akibat
kegagalan mengidentifikasi palatum keras (pendekatan nasal) atau lidah
(pendekatan oral). Dengan pendekatan nasal, sangatlah berguna
mengidentifikasi palatum keras sebelum memasuki lubang hidung. Penting untuk
memeriksa kedua lubang hidung dan memilih yang lebih paten. Sekali palatum
diidentifikasi, maka mudah untuk mengikutinya dibawah palatum lunak
(tergantung posisi ahli endoskopi), masuki orofaring dan kenali struktur glottis.
Dengan pendekatan oral, laringoskopi fiberoptik ditahan pada posisi tengah
dengan lidah pada atas atau dasar dari lapangan penglihatan.
E. PENGLIHATAN
Penglihatan yang adekut tergantung pada ruang udara dan sekresi yang
minimal. Tambahan ruang udara dan minimalisasi sekresi merupakan hal yang
harus dicapai. Pasien sadar mempunyai jalan napas yang paling paten. Jalan
napas buatan seperti ovassapian atau COPA sangat berguna, sedang LMA
hampir selalu menyajikan penglihatan yang memuaskan. Pemberian agen
pengering tidak selalu diperlukan, tetapi penting jika anestesi topikal akan
dipakai. Sekret dapat “ditiup” dengan insuflasi oksigen melalui pipa pengisap,
tetapi pernah dilaporkan adanya ruptur lambung. Pada pasien sadar yang
diminta untuk bernapas dalam biasanya sangat membantu. LMA (atau ILMA)
secara khusus berguna jika terdapat sekret yang berlebihan, karena alat ini
membantu mengisolasi glottis dari sekret. Saluran pengisap pada laringoskop
direk tidak efektif; kateter pengisap normal jauh lebih baik.
F. VENTILASI
Kecemasan akan ventilasi pasien yang dibius akan mengganggu ahli endoskopi,
kurangnya pengalaman terhadap endoskopi (baik asisten maupun operator)
haruslah dianggap sebagai alasan untuk mempertimbangkan endoskopi sadar.
4
apneu sama halnya dengan yang diperlukan pada laringoskop direk.
2. sistem ventilasi:. Peralatan buatan pada ventilasi pasien yang dianestesi
meliputi masker wajah khusus, nasal airway, guedel airway yang dimodifikasi,
dan COPA. LMA dan ILMA menyediakan solusi yang paling memuaskan
terhadap masalah ventilasi selama endoskopi. Ventilasi paru paru pasien dapat
berlanjut sementara endoskop diinsersi melalui puncak kateter bronkoskopik.
Endoskopi dikeluarkan saat operator yakin telah masuk ke trakea. Kateter
kemudian dikeluarkan dan endoskop di insersi ulang.
Kanula kriko tiroid dapat menjadi alat ventilasi, dan ditempatkan sebelum induksi
anestesi. Sangat berguna jika penempatan intrakranial ditetapkan sebelum
insuflasi dengan tekanan jalan napas tinggi.
G. PENEKANAN REFLEKS
Batuk, henti napas dan laringospasme adalah semua masalah yang sering pada
endoskopi pasien yang teranestesi dengan transmisi neuromuskular yang
normal. Blokade neuromuskular mengatasi masalah ini, tetapi kemampuan
memventilasi paru-paru harus dipastikan sebelum agen diberikan. Penekanan
refleks glottis dengan agen anestesi lokal lebih mudah dilakukan pada kasus-
kasus elektif. Lidokain bekerja lebih baik (dan diabsorbsi lebih baik) jika
mukosanya kering. Agen pengering seperti glycopyrrolate mesti diberikan, paling
bagus 30 menit sebelum dimulai. Lidokain relatif bebas dari komplikasi racun
saat dipakai pada nasofaring dan glottis tetapi cukup iritant. Stridor ringan sering
terjadi dan pernah dilaporkan adanya obstruksi total jalan napas. Dosis sampai
10 mg/Kg masih dapat diterima, namun sering terlihat adanya hipotensi setelah
dilakukan intubasi. Pemakaian jalur oral pada pasien sadar dihambat oleh refleks
muntah yang timbul setelah perangsangan pangkal lidah. Blokade cabang lidah
dari saraf glossofaringeal dapat mengurangi refleks ini. Namun insersi jarum sulit
jika pasien tidak mampu membuka mulutnya secara adekuat seperti biasanya.
Semprotan lidokain topikal 10 % pada lekukan paraglossus distal lebih dapat
diterima dibanding blokade saraf dengan jarum. Penggunaan dental prop
dianjurkan jika jalur oral dipakai pada pasien sadar.
5
Jalur nasal menghindarkan refleks muntah dan memberikan sudut ambilan yang
lebih besar. Sebagai persiapan, jelly lidokain 2 %harus dimasukkan ke dalam
kavum nasal, diikuti semprotan lidokain 10 % ke dalam orofaring. Dapat juga
dipakai vasokonstriktor seperti Xylometazoline dan phenylephrine atau kokain
4%, selanjutnya endoskopi dapat langsung dimulai. Karena pelaluan endoskopi
tidak menyakitkan. Anestesi lokal pada glottis dapat dicapai oleh lidokain yang
sudah diberikan sebelumnya. Anestesi selanjutnya didapatkan dengan injeksi
kriko tiroid atau injeksi lidokain melalui endoskop. Keuntungan injeksi kriko tiroid
yakni ahli endoskopi dapat segera memasuki glottis begitu terlihat. Kerugiannya
bahwa batuk saat injeksi dilakukan kadang kala berwarna merah. Injeksi lidokain
melalui alat pengisap memerlukan asisten yang terlatih. Sangatlah bijaksana
melatih hal ini sebelumnya, atau gunakan kateter epidural (end cut off) yang
melalui saluran pengisap.sebagai penuntun. Injeksinya harus akurat sebanyak 5
ml lidokain4 % yang diarahkan ke glottis sudah cukup. Penglihatan kadang kala
hilang, tetapi akan kembali dengan meminta pasien mengambil napas dalam.
H. SEDASI
Sejumlah kecil pasien hendaknya diintubasi sadar, dan dalam pembicaraan
mengenai hal ini menyangkut ketakutan membuat pasien gugup. Pemberian
sedasi sangat membantu pada hampir seluruh kasus dan intubasi yang
sesungguhnya dapat disertai dengan induksi agen intravena. Penambahan
sejumlah kecil midazolam atau propofol cukup untuk memberikan sedasi sadar.
Sedasi haruslah minimal jika ada obstruksi jalan napas. Nasihat ini perlu
dikualifikasi, karena pada beberapa kasus sumbatan jalan napas yang serius
dimana laringoskopi direk pasti sulit dilakukan dan endoskopi juga akan sulit
karena adanya sekret dan bengkak. Ahli endoskopi hanya mempunyai satu
kesempatan melihat dan memasuki glottis. Dalam situasi seperti ini mungkin
lebih baik memberikan anestesi intravena dan suxametason begitu endoskop
berada pada trakea.
6
dimana ahli endoskopi tidak perlu membalikkan kepala untuk melihatnya. Posisi
ahli anestesi paling umum pada kepala pasien yang teranestesi dan disamping
pasien yang sadar. Pasien sadar merasa kurang terancam jika diperbolehkan
berdiri.
J. ROTASI
Stiles dkk pada tahun 1972 menerbitkan sejumlah 100 intubasi fiberoptik .
mereka menyimpulkan bahwa tube terbaik yang dipakai adalah yang fleksibel,
kuat, “berpelindung” dan penting untuk memutarnya sacara konstan. Begitu
dimasukkan. Nasihat ini masih benar seluruhnya. Sangat penting menggunakan
teknik “menggiling” ini saat berusaha memasukkan pipa kedalam hidung atau
LMA. Kegagalan memutar merupakan penyebab kesalahan yang paling sering.
Jika tidak ada pipa yang berpelindung, maka sangat berguna untuk melunakkan
pipa plastik dengan menghangatkannya dalam air steril. Sangatlah bodoh
berusaha memasukkan pipa yang lebih dari 7.00 mm kedalam laringoskop
fiberoptik dan sangat jarang dipakai pipa yang lebih dari 7.00 mm untuk
keperluan anestesi. Jelly pelicin pada endoskopi atau pipa hanya digunakan saat
pipa dimasukkan. Jelly pada jari akan menghambat kemampuan operator untuk
memanipulasi endoskop dan tube. Posisi tube harus diperiksa dengan baik
secara endoskopis dan auskulasi. Sangatlah mudah mengacaukan karina dan
cabang dari bronkus kanan.
7
L. MENGAJARKAN INTUBASI FIBEROPTIK
Sebuah sistem televisi dibutuhkan, dan sangat sulit menjalankan program
pelatihan tanpa kehadirannya.
Sangatlah penting untuk meyakinkan bahwa ventilasi paru-paru pasien tidak
terganggu saat trainee telah terbiasa dengan penampilan endoskop. Solusi yang
paling memuaskan adalah dengan memasang tube trakeal dengan laringoskop
direk pada pasien yang tidak sadar. Selanjutnya orang orang dapat melakukan
endoskopi tanpa harus terburu buru. LMA juga berguna dalam instruksi,
membolehkan inspeksi endoskopi dari glottis melalui masker, dan memfasilitasi
ventilasi saat nasendoskopi dilakukan. Topeng dapat dikeluarkan setelah
nasendoskopi guna mengizinkan ahli endoskopi melihat glottis
POIN UTAMA
• Kadangkala sulit untuk mengenali pasien yang membutuhkan intubasi fiberoptik
• Endoskopi sadar haruslah dikerjakan jika ada kecemasan terhadap ventilasi
selama prosedur berlangsung.
• Penekanan refleks batuk dan sedasi dianjurkan
• Sangat penting untuk memutar pipa trakea pada saat endoskop diinsersi