1. Sejarah
Ferdinand Cathelin melakukan anestesi epidural melalui teknik caudal sejak 1901.
mampu menangani nyeri sciatic berat dan mengatakan teknik ini dapat digunakan
19 tahun kemudian, seorang ahli bedah militer asal spanyol bernama Fidel
Pages Mirace, menjelaskan teknik epidural anestesi melalui daerah lumbar (Miller,
2015). Sayangnya beliau terbunuh dalam kecelakaan pada umur 37 tahun dan
karyanya terbengkalai selama beberapa tahun. Pada tahun 1931 seorang ahli bedah
yang berasal dari Italia, Archile Dogliotti, melakukan operasi abdomen dengan
belakang yang harus diblok dengan larutan anestesi untuk memberikan anestesi
yang memadai untuk teknik ini. Dia mengidentifikasi dengan tepat ruang epidural
kontinyu dengan menggunakan jarum spinal dengan ukuran 15G (Barker needle)
dan disambung dengan kateter urethra yang terbuat dari sutra, kateter ini tidak
dapat diarahkan untuk mendapatkan level yang diinginkan seperti kateter saat ini,
tahun 1947, dia melihat Edward Tuohy melakukan blok spinal kontinyu. Tuohy
mengganti jarum spinal yang tajam dengan desain ujung melengkung yang
menambahkan stilet untuk mengurangi risiko masuknya jaringan kulit saat insersi.
16G dengan penggunaan kateter uretra dari sutra 3.5F untuk memberikan anestesi
lalu hingga sekarang yang penggunaannya masih berjalan hingga saat ini. Kateter
epidural mengalami perubahan besar sejak kateter sutra 3.5F yang digunakan
Curbelo. Kateter sutra sulit untuk disterilkan dan rentan menyebabkan infeksi.
Polimer nilon, Teflon, polyurethrane, dan silikon digunakan oleh pabrik untuk
mendapatkan kateter yang tipis, resisten terhadap bakteri dan kekakuan yang sesuai
kanal vertebra (Fyneface-Ofan, 2010; Hadzic dkk, 2007). Pada periode ini,
Pada minggu ke 21, ikatan antara duramater dan ligamentum longitudinal posterior
Pada usia 39 minggu, jaringan lemak mulai berkembang dan mengisi ruang epidural
(Fyneface-Ofan, 2010)
3. Anatomi
Kolum vertebra terdiri dari 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbar dan 5 sakral yang
menyatu menjadi sacrum, serta 4 coccygeal (Gambar 1). Fungsi utama kolum
spinalis dan tempat perlekatan bagi otot yang bertanggung jawab atas pergerakan
kepala dan batang tubuh. Kolum vertebra tampak lurus bila dilihat dari bagian
dorsal atau ventral. Bila dilihat dari samping ada dua lengkungan cembung di
daerah servikal dan lumbar, hal yang membuat kolum vertebra terlihat seperti dua
huruf “C” (Fyneface-Ofan, 2010; Hadzic dkk, 2007; Longnecker, 2012; Miller,
2015).
Tiap vertebra terdiri dari vertebra body dan arkus vertebra. Arkus vertebra
terdiri dari dua pedikel di anterior dan dua lamina di posterior. Prosesus spinosus
memiliki derajat angulasi yang berbeda antara servikal, torakal dan lumbar.
Processus spinosus memiliki sudut yang hampir horizontal pada servikal, torakal
bawah dan daerah lumbar tetapi menjadi tajam sudutnya pada daerah midtorakal.
vertebra, hal yang membuat insersi jarum epidural teknik median menjadi sulit.
Bentuk dan ukuran vertebra berbeda mulai dari servikal hingga lumbar begitu juga
dengan fungsinya. Vertebra body lebih kecil pada daerah servikal dan makin
membesar di daerah lumbar dimana vertebra body akan menopang berat tubuh
Jarak ruang epidural dari kulit tergantung dari bentuk body habitus pasien,
dan 50% populasi memiliki ukuran 4 cm, 4 - 6 cm pada 80% populasi. Pada pasien
obese dikatakan jarak ruang epidural dari kulit dapat mencapai lebih dari 8 cm
C7-T1, 7,5 mm di torakal atas, 4,1 mm di T11-T12 dan 4,7 mm di daerah lumbar
(Nickalls & Kokri, 1986). Dikatakan ruang epidural memiliki lebar yang lebih besar
anestesi lokal untuk memblok segmen spinal di ruang epidural dibandingkan blok
subaraknoid yang hanya membutuhkan volume 0,3 ml untuk level blok yang sama
(Fyneface-Ofan, 2010).
2.2. Batas-batas ruang epidural
sisi kaudal, batas anterior ligamentum posterior longitudinal, lateral oleh pedikel
vertebra, dan ligamentum flavum serta lamina vertebra menjadi batas posterior dari
ruang epidural (Barash, 2013; Longnecker, 2012). Ruang epidural bukan ruang
intervertebral.
lebih luas di daerah posterior dibandingkan anterior atau lateral karena terbebas dari
dengan pedikel di lateral menyebabkan ruang epidural terputus pada daerah lateral.
Jadi ruang epidural adalah ruang yang bersepta-septa yang saling berhubungan bila
daerah yang sempit di atas dibuka dengan memberikan udara atau cairan di ruang
analgesia ataupun epidural anestesi dilakukan mulai dari palpasi prosesus spinosus
sebagai penentu garis tengah (Hadzic dkk, 2007; Morgan, 2013). Posisi prosesus
T9 memiliki posisi sudut prosesus yang tajam ke kaudal (gambar 2.4b). Oleh
karenanya ketika melakukan blok di daerah servikal ataupun lumbar pada pasien
dengan posisi fleksi maksimal, jarum epidural diarahkan dengan sudut yang lebih
daerah servikal prosesus spinosus yang pertama teraba adalah servikal 2 dan
Identifikasi prosesus spinosus torakal 7 melalui letaknya yang sejajar dengan sudut
inferior dari skapula (gambar 2.4a). Garis hayal antar ujung atas krista iliaka
5.
Servikal
Prosesus servikalis
Yang paling prominen
Sakral
Koksigeal
a b
Ruang epidural mengandung lemak, limfe, arteri, jaringan ikat, spinal nerve
roots, serta plekus vena. Ruang epidural menyelimuti semua isinya tersebut dan
terpisahkan oleh karena adanya duramater yang menempel pada dinding vertebra
vertebra tetapi tidak melekat membuat ruang epidural saling terpisah yang bisa
resusitasi, pasien telah terpasang akses intravena yang adekuat dan terpantau
dengan alat monitor seperti pulse oksimeter dan tekanan darah serta EKG. Sterilitas
merupakan hal penting karena kateter epidural terpasang untuk beberapa hari.
Persiapan jarum dengan ukuran 16G sampai dengan 18G dengan sudut tip
memudahkan arah kateter ke cephalad. Sisi jarum terdapat marka garis yang jarak
Kateter epidural memiliki karakter lentur, tahan lama, dengan dua tipe
lubang di ujungnya; single end hole dan multiple side orifices dekat ujung kateter.
Tehnik ini menggunakan semprit kaca atau plastik rendah resistensi yang
diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada
tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm . Kemudian udara atau
flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam
ruang epidural, dilakukan uji dosis (test dose). (Barash, 2013; Fyneface-Ofan, 2010;
Ligamen Interspinosum
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini
hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl
lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul terhisapnya
tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang
epidural dilakukan uji dosis (test dose). (Barash, 2013; Fyneface-Ofan, 2010;
3. Teknik Paramedian
Pendekatan ini dikatakan memiliki ruang akses menuju ruang epidural yang
lebih besar dibandingkan teknik median pada terutama pada daerah torakal ( Miller,
2015).
yang lebih rendah, dan teknik ini dihubungkan dengan penempatan tip yang lebih
baik karena hasil penelitian menunjukan penempatan kateter pada paramedian lebih
sudut 1200-1350 antara jarum epidural dan duramater menyebabkan kontak kateter
paramedian memiliki kelebihan seperti insersi kateter yang lebih cepat, efek
Insersi jarum 1 hingga 2 cm lateral dari tip prosesus spinosus inferior. Jarum
kemudian diarahkan horizontal hingga lamina dan diarahkan medial dan cephalad
Miller, 2015). Insersi jarum pada teknik ini tidak melalui ligamentum supraspinosus
dan interspinosus, dan hanya melalui otot paraspinosus sebelum mencapai
10 – 15 Derajat
Midline Paramedian
Gambar 2.10. Insersi jarum pada teknik paramedian dan median (Longnecker,
2012)
flavum adalah 4 cm dengan rata-rata (80%) 3.5 cm sampai dengan 6 cm, dan dapat
lebih panjang pada pasien obese, lebih pendek pada pasien kurus (Fyneface-Ofan,
2010).
Gambar 2.11. Potongan melintang region lumbar yang menggambarkan ruang
epidural dan struktur yang dilewati pada pendekatan teknik median.(Longnecker,
2012)
Insersi jarum epidural yang berisi stilet diarahkan melalui caudad prosesus
ligamentum interspinosus dan di tempat ini stilet dapat dilepas dan jarum lebih
supraspinosus dan stilet sudah dilepas, akan terjadi false loss of resistance karena
pemasangan kateter epidural median menunjukkan arah kateter yang tidak dapat
diprediksi karena kateter menabrak duramater ketika keluar dari jarum epidural dan
1989)
3.2. Posisi
epidural. Posisi pasien yang tidak adekuat menyulitkan identifikasi ruang epidural.
Posisi duduk dikatakan memiliki waktu pemasangan yang lebih cepat tetapi angka
- Pasien menolak
- Koagulopati
- Sepsis
- Gangguan neurologis
jarak antara ligamentum flavum dan duramater pada ketinggian ini adalah yang
terlebar.
masuk ke ruang epidural pada midline, sebagai ruang yang paling luas dan
mengurangi resiko pada tertusuknya vena epidural, arteri spinalis, atau akar
saraf spinalis.
6. Pemasangan kateter :
mengalami parestesi secara tiba-tiba yang bersifat sementara, bila keadaan ini
menetap maka kateter seharusnya dicabut dari jarum. Jika kateter harus
dicabut, kateter dan jarum harus dibuka bersama-sama. Jika kateter telah
anestesi lokal, pemasangan kateter diharapkan berada pada tempat yang benar.
Aspirasi dari spuit, jika ada darah atau CSS, kateter epidural ditarik kembali
dan diulang pemasangannya. Walaupun tidak ada darah atau CSS dalam
kateter, pemberian obat intravaskular dan intratekal tidak bisa diterima, jadi tes
dosis selalu diperlukan. Tes dosis untuk epidural dosis tunggal dilakukan
setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk kontinyu
melalui kateter. Hal ini terdiri dari 3 ml anestesi lokal yang mengandung 15
setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau kateter benar.
memahami fisiologi nerve conduction dan farmakologi anestesi lokal. Hal ini
berkaitan dengan pertimbangan potensi dan durasi kerja obat lokal anestesi pada
blok saraf sensorik dan motorik yang diimbangi dengan pemahaman keperluan blok
anestesi saat operasi maupun analgetik pasca operasi (Hadzic dkk, 2007).
Pergerakan ion natrium ke dalam membran sel tidak terjadi dan hal ini memblok
kemungkinan terjadinya potensial aksi. Resting potential membrane dipertahankan
Di dorsal horn anestesi lokal akan memblok channel natrium dan kalium
terjadi di daerah vetral horn dengan cara yang sama seperti kerja anestesi lokal di
dorsal horn. Selain channel natrium dan kalium, lokal anestesi juga akan
afferent nerve lebih resisten terhadap stimulasi elektrik dan memperkuat efek
dicegah pada proses transmisi dari terminal presinap dorsal root ganglion cells. Jadi
epidural blok adalah blok presinap dari voltage-gate calcium channel (Hadzic dkk,
2007).
kerja yakni, singkat; intermediate; lama. Contoh anestesi lokal dengan durasi kerja
mepivacain, prilokain, dan anestesi lokal dengan durasi kerja lama adalah
Durasi
dimana penyebaran obat dan eliminasi terjadi. Penyebaran obat anestesi di ruang
epidural dan kaitannya dengan ketinggian blok sangat bergantung banyak faktor
1 Obat
Volume dan total massa obat anestesi lokal yang dimasukkan adalah hal yang
paling utama berkaitan dengan ketinggian blok pada epidural blok. Dikatakan 1
memberikan efek onset kerja, kualitas blok, durasi kerja tetapi tidak akan
1. Pasien
Umur dikatakan dapat mempengaruhi sebaran blok epidural (Miller, 2015).
Hal ini terutama sangat jelas terlihat pada epidural blok di daerah torakal dimana
dikatakan pada pasien lansia terjadi penurunan kebutuhan volume 40% untuk
sebaran blok yang sama pada orang dewasa. Faktor-faktor ini diantaranya;
Berat badan dikatakan tidak memiliki pengaruh pada sebaran pada blok torakal
dan lumbar (Miller, 2015). Pada ibu hamil dan pasien dengan tekanan intraabdomen
meningkat juga akan meningkatkan sebaran anestesi lokal di ruang epidural karena
2. Prosedural
Level injeksi merupakan hal yang penting untuk menentukan ketinggian target
epidural blok. Pada blok epidural servikal sebaran anestesi lokal mendominasi ke
daerah kaudal, pada daerah torakal bawah dan lumbar sebaran cenderung mengarah
cephalad.
Posisi pasien dikatakan akan mempercepat onset kerja pada posisi dermatom
blok. Posisi head down ataupun head up tidak akan mempengaruhi sebaran,
Daftar pustaka
Andreucci, M., Solomon, R., & Tasanarong, A. 2014. Side Effects of Radiographic
Contrast Media : Pathogenesis , Risk Factors , and Prevention. NIH PA
Manuscript: 1-20
Arendt, K., & Segal, S. 2008. Why epidurals do not always work. Reviews in
obstetrics & gynecology, 1(2), 49–55.
Asato, F., & Goto, F. 1992. What caused the unilateral epidurogram and bilateral
epidural analgesia? Anesth Analg, 75(2), 310–311.
Asato, F., & Goto, F. 1996. Radiographic Findings of Unilateral Epidural Block,
31(10), 1364–1366.
Baheti, K. D., & Laheri, V. V. 2015. Understanding Anesthetic Equipment &
Procedures : A Practical Approach. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher. p 413-436
Barash, P. G. 2013. Clinical Anesthesia (seven). Philadelphia, PA 19103 USA:
Lippincott William &Wilkins.
BLOMBERG, R. G. 1988. Technical advantages of the paramedian approach for
lumbar epidural puncture and catheter introduction: A study using
epiduroscopy in autopsy subjects. Anaesthesia.
Blomberg, et. al. 1989. Advantages of the paramedian approach for lumbar
epidural analgesia with catheter technique: A clinical comparison between
midline and paramedian approaches. Anaesthesia, 44(9), 742–746.
Collier, C. . 2012. Epidural anaesthesia : images, problems and solutions. london:
Hodder Arnold.
Dimanti, A., & Hartono, A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31.
Frölich, M. A., & Caton, D. (2001). Pioneers in epidural needle design. Anesth
Analg, 93(1), 215–220.
Fyneface-Ofan, S. 2010. Epidural Analgesia-Current Views and Approaches.
Anatomy and Clinical Importance of the Epidural Space., p 1–13.
Gilroy, A., MacPherson, B., & Ross, L. 2012. Atlas of Anatomy (second edi). New
York: Thieme.
Guyton, A. C. 2016. The microcirculation and Lymphatic System: Capilary Fluid
Exchange, Intertitial Fluid and Lymph Flow. in Hall J.E (ed). Textbook of
Medical Physiology, Thirteenth Edition. Philadelphia: Elsivier Saunder. p189-
201.
Hadzic, A., Allen, M., Barczewska-Hillel, A., Barron, A., Beckman, J., & Benzon,
H. T. 2007. Epidural Block in Hadzic,A (ed). Textbook of Regional Anesthesia
and Acute PAin Management. New York: McGraw-Hill's. p253-302
Hermanides, J., Hollmann, M. W., Stevens, M. F., & Lirk, P. 2012. Failed epidural:
Causes and management. British Journal of Anaesthesia, 109(2), 144–154.
Hogan, Q. (1999). Epidural Catheter Tip Position and Distribution of Injectate
Evaluated by Computed Tomography. 90:964-70
Jiang, H., Shi, B., & Xu, S. 2015. An anatomical study of lumbar epidural
catheterization. BMC Anesthesiology, 15(1), 94.
Khan, T. H. 2009. REVIEW ARTICLE – Epidurography – Anaesthesia, Pain &
Intensive Care. Anaesthesia, Pain & Intensive Care.
Leeda, M., Stienstra, R., Arbous, M. S., Dahan, A., Th Veering, B., Burm, A. G.
L., & Van Kleef, J. W. (2005). Lumbar epidural catheter insertion: the midline
vs. the paramedian approach. European journal of anaesthesiology, 22(11),
839–42.
Longnecker, D. E. (2012). Neuraxial Anesthesia. in Longnecker,D. E(Ed)
Anesthesiology, Second edition. Philadelphia: Mc Graw Hill. p 786-807
Magides, A. D., Sprigg, A., & Richmond, M. N. 2006. Lumbar epidurography with
multi-orifice and single orifice epidural catheters. Anaesthesia, 51(8), 757–
763.
McMorland, G. H., Douglas, M. J., Axelson, J. E., Kim, J. H., Blair, I., Ross, P. L.,
Swenerton, J. E. 1988. The effect of pH adjustment of bupivacaine on onset
and duration of epidural anaesthesia for caesarean section. Canadian journal
of anaesthesia = Journal canadien d’anesthésie.35:5/p 457-61
Mehl, a. L. 1988. Interpretation of Traumatic Lumbar Puncture. Clinical
Pediatrics, 27(1), 53–54.
Miller, R. D. 2015. Spinal, Epidural, and Caudal Anesthesia. in Brul, R,
Macfarlane, A.J.R., Chan, V.W.S,(Ed). MILLER’S ANESTHESIA eight
edition. Philadelphia: Elsivier Saunder.p1684-1720
Morgan. 2013. Spinal, Epidural, and Caudal Block. in Butterworth,J.F., Mackey,
D. C, Wasnick, J.D.,(Ed).Clinical Anesthesiology,fifth edition.
Philadelphial.Mc Braw Hill.
Nagaro, T., Yorozuya, T., Kamei, M., Kii, N., Arai, T., & Abe, S. 2006.
Fluoroscopically Guided Epidural Block in the Thoracic and Lumbar Regions.
Regional Anesthesia and Pain Medicine, 31(5), 409–416.
Nickalls, R., & Kokri, M. 1986. The width of posterior epidural space in obstetric
patient. Vol 41 pp 432-433.
Richardson, J., & Groen, G. J. 2005. Applied epidural anatomy. Continuing
Education in Anaesthesia, Critical Care and Pain, 5(3), 98–100.
Ryu, H. G., Bahk, J. H., Lee, C. J., & Lim, Y. J. 2007. The coiling length of thoracic
epidural catheters: The influence of epidural approach angle. British Journal
of Anaesthesia.
Savolain, E. R. 1988. Anatomy of the Human Lumbar epidural Space: New Insight
Using CT-Epidurography.68:217-220
Toledano, R. ., & Tsen, L. 2017. Epidural Catheter Design, (1), 9–17.
Uchino, T., Miura, M., Oyama, Y., Matsumoto, S., Shingu, C., & Kitano, T. 2016.
Lateral deviation of four types of epidural catheters from the lumbar epidural
space into the intervertebral foramen. Journal of Anesthesia.
Wang, L. H., McKenzie-Brown, A. M., & Hord, A. H. 2006. HANDBOOK OF C-
ARM FLUOROSCOPY-GUIDED SPINAL INJECTIONS.pdf. Boca Raton:
Taylor & Francis Group.
Yeager, M. P., Bae, E. E., Parra, M. C., Barr, P. A., Bonham, A. K., & Sites, B. D.
2016. Fluoroscopy-assisted epidural catheter placement: An exploratory
analysis of 303 pre-operative epidurograms. Acta Anaesthesiologica
Scandinavica, 60(4), 513–519.
Yokoyama, M., Hanazaki, M., Fujii, H., Mizobuchi, S., Nakatsuka, H., Takahashi,
T.,Morita, K. 2004. Correlation between the distribution of contrast medium
and the extent of blockade during epidural anesthesia. Anesthesiology, 100(6),
1504–10.
Zarzur, E. (1984). Genesis of the “ true ” negative pressure in the lumbar epidural
space, 39.