Laporan Kasus
Disusun Oleh:
Yanuar Seso Adhe Widodo
P1337430215036
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan radiodiagnostik merupakan salah satu pemeriksaan
penunjang di bidang kedokteran dalam membantu menegakkan diagnosa
suatu penyakit. Salah satu pemeriksaan radiodiagnostik adalah
pemeriksaan dengan menggunakan modalitas imejing berupa Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI menghasilkan gambaran
potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa
menggunakan sinar X. Pemeriksaan dengan menggunakan MRI mampu
menghasilkan citra yang lebih baik dan mempunyai beberapa kelebihan
diantaranya dapat memberikan gambaran dengan spasial resolusi yang
baik, kontras antar jaringan baik, tanpa radiasi pengion dan dapat
menghasilkan gambaran dengan berbagai potongan (multi planar) yaitu
potongan axial, coronal serta sagital tanpa dilakukan rekonstruksi gambar
terlebih dahulu (Rasad, 2011).
Pemeriksaan MRI vertebra merupakan pemeriksaan yang sering
dijumpai dilapangan, Salah satunya pada pemeriksaan MRI Cervical.
Vertebra cervical merupakan organ yang ukuran terkecil dibanding dengan
vertebra thoracal dan lumbal (Snell, 2006).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah teknik pemeriksaan MRI Vertebra Cervical dengan
kasus HNP di Instalasi Radiologi RS Bethesda Yogyakarta?
2. Bagaimana pengaruh perubahan phase encoding direction terhadap
hasil scanning?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui teknik
pemeriksaan MRI vertebra cervicl di Instalasi Radiologi RS Bethesda
Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan Laporan Kasus ini adalah untuk memenuhi tugas
Praktik Kerja Lapangan (PKL) V
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan dan ilmu tetang teknik pemeriksaan MRI
Cervical terutama bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa, khususnya
mahasiswa jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang dalam melakukan
pemeriksaan MRI vertebra cervical.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Cervical 1
2. Spinosus Proces
3. Spinosus Proces
4. Spinosus proces
5. Transversus Proces
6. Vertebrae Body
7. Cervical 2
8. Cervical 3
9. Cervical 4
10. Cervical 5
11. Cervical 6
12. Cervical 7
13. Thoracal 1
Gambar 2.1. Vertebrae Cervical dari arah oblique (Snell, 2006)
a. Atlas
Atlas terdapat pada bagian superior cervical, tidak mempunyai body
vertebra, tetapi berbentuk seperti cincin oval yang memiliki permukaan
halus pada bagian superior dari articulation dengan condylus pada tulang
oksipital. Pada C1 bagian inferior berhubungan dengan C2.
b. Axis
Cervical II (C2) disebut Axis. Pada bagian superior tersebut dinamakan
Dens atau prosessus odontoid. Dens terletak dalam foramen vertebra pada
atlas untuk membentuk lingkaran dibagian atlas dan untuk rotasi kepala.
c. Discus Intervertebral
Struktur yang paling penting pada bagian vertebra untuk membentuk
columna adalah discus intervertebral. Setiap discus terdiri dari
fibrocartilaginous diluar lingkaran disebut annulus fibrosus dan bagian
dalam disebut nucleus pulposus dapat keluar tidak pada tempatnya atau
didalam annulus fibrosus.
d. Medulla Spinalis (Spinal Cord)
Medulla spinalis (Spinal Cord) merupakan stuktur berbentuk slinder,
berwarna putih keabu-abuan, yang bertempat setinggi formaen magnum
sebagai lanjutan dari medula oblongata. Pada organ dewasa medulla
spinalis berakhir pada L1, sedangkan pada anak-anak lebh panjang dan
berakhir L3. Medulla spinalis seperti hanya cerebrum yang dilapisi oleh 3
meningen yaitu durameter, aracnoid dan piameter.
KETERANGAN :
1. Retromandibular vein 19. Vertebral artery
2. Mandibule 20. Cruciate ligament of atlas
3. Digastric muscle 21. Longissimus capitis
4. Internal jugular vein muscle
5. Internal carotid muscle 22. Strenocleidomastoid
6. Longulus capitis muscle muscle
7. Median atlantoaxial joint 23. Splenius capitis muscle
8. Atlas (anterior arch) 24. Deep cervical vein
9. Hypoglossal nerve (XII) 25. Obliquus capitis superior
10. Pterygoid venous plexus muscle
11. Vagus nerve (X) 26. Spinal cord
12. Stylohyoid muscle 27. Atlas
13. Maxillary artery 28. Semispilis capitis muscle
14. Parotid gland 29. Rectus capitis posterior
15. Alar ligaments major muscle
16. Rectrus capitis lateralis muscle 30. Rectus capitis posterior
17. Lateral mass of atlas mainor muscle
18. Dens of axis 31. Trapezius muscle
32. Nuchal ligament
tipe-1 MRI.
metastasis.
Keterangan gambar :
1. Struktur Atom
Semua benda terbuat dari atom, termasuk tubuh manusia.
Atom berukuran sangat kecil dan atom diatur didalam molekul.
Atom yang paling banyak terdapat pada tubuh kita adalah
hidrogen. Atom hidrogen paling sering ditemukan didalam molekul
air (H2O) dan lemak (dimana atom hidrogen diatur dengan atom
karbon dan oksigen dengan Jumlah masing-masing tergantung dari
jenis lemaknya). Atom terdiri dari nukleus dan elektron. Nucleus
sangat kecil, sepersejuta dari total volume sebuah atom, tapi
mengandung semua massa atom. Massa atom ini terutama berasal
dari partikel yang disebut nukleon, yang terbagi menjadi proton
dan neutron.
Atom dicirikan dengan dua cara, yaitu nomor atom dan nomor
massa. Nomor atom adalah jumlah proton di nukleus, jumlah ini
memberi atom identifikasi kimianya. Dan nomor massa adalah
jumlah proton dan neutron di nukleus. Jumlah neutron dan proton
dalam nukleus biasanya seimbang sehingga nomor massanya
genap. Di beberapa atom, ada neutron yang sedikit lebih atau
sedikit kurang dari proton. Atom dalam elemen dengan jumlah
proton yang sama tapi jumlah neutron yang berbeda disebut isotop.
Elektron adalah bagian yang berputar mengelilingi di sekitar
nukleus, seperti contohnya planet yang mengelilingi matahari.
Jumlah elektron biasanya sama dengan jumlah proton di dalam
nukleus. Proton memiliki muatan listrik positif, neutron tidak
memiliki muatan bersih dan elektronnya memiliki muatan negatif.
Jadi atom stabil secara elektrik jika jumlah elektron bermuatan
negative Sama dengan jumlah proton yang bermuatan positif.
Keseimbangan ini kadang bisa berubah dengan cara pemberian
energi eksternal untuk menghilangkan elektron dari atom. Hal ini
menyebabkan jumlah elektron berkurang dibandingkan dengan
proton dan menyebabkan ketidakstabilan yang biasa disebut
ionisasi. (Westbrook, 2011)
Gambar 2.5 Atom (Westbrook, 2011)
2. Pergerakan Atom
Tiga jenis pergerakan di dalam atom, yaitu:
a. elektron berputar pada porosnya
b. electron mengorbit pada nukleus
c. nukleus berputar sendiri pada porosnya
Prinsip-prinsip MRI mengandalkan pergerakan putaran dari
spesifik nuklei yang ada didalam jaringan biologis. Perputaran ini
berasal dari putaran individu proton dan neutron di dalam nukleus.
Pasang dari partikel subatomik secara otomatis berputar
berlawanan, namun pada tingkat yang sama dengan pasangannya.
Dalam inti yang memiliki jumlah massa genap, yaitu jumlah proton
sama dengan jumlah neutron, separuh berputar dalam satu arah dan
separuh berlawanan arah. nukleus itu sendiri tidak memiliki
putaran bersih. Namun, di nukleus dengan jumlah massa ganjil,
yaitu di mana jumlah neutron sedikit lebih banyak atau kurang dari
jumlah proton, arah putaran tidak sama dan berlawanan, jadi
nukleus sendiri memiliki putaran bersih atau momentum sudut. Ini
dikenal sebagai inti MR aktif. (Westbrook, 2011)
5. Precessional phase
Phase mengacu pada posisi magnetic moment yang berputar
pada jalur presesinya setiap kapanpun, yang satuannya adalah
radian. Sebuah momen magnetik bergerak melalui 360 radian
selama satu rotasi. Dalam konteks ini, frekuensi adalah laju phase
perubahan momen magnetic. Artinya, ini adalah ukuran seberapa
cepatnya posisi phase magnetic moment berubah seiring
berjalannya waktu. Dalam MRI kita terutama tertarik pada posisi
phase relatif dari semua magnet saat-saat hidrogen berputar di
jaringan yang kita citrakan.
D. Komponen MRI
Komponen utama dalam sistem MRI, yaitu magnet utama, koil
gradien, koil pemancar, koil penerima dan komputer.
1. Magnet Utama
Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan magnet
yang besar, yang mampu menginduksi jaringan atau obyek sehingga
mampu menimbulkan magnetisasi dalam obyek. Beberapa jenis
magnet utama adalah:
a. Magnet Permanen
Magnet permanen dibuat dari bahan-bahan feromagnetik. Pada
umumnya yang digunakan sebagai pembuat magnet permanen adalah
campuran antara aluminium, nikel dan cobalt. Magnet permanen tidak
memerlukan listrik, kadang kala dirancang dengan model terbuka dan
sangat umum digunakan pada pasien-pasien claustrophobia, obesitas,
ataupun pasien dengan pemeriksaan muskuloskeletal dan teknik
intervensional yang sulit dilakukan dengan MRI yang tertutup
(Westbrook, 2011)
b. Magnet Resistif
Magnet jenis ini dibangkitkan dengan memberikan arus listrik melalui
kumparan. Magnet resistif lebih ringan dibandingkan dengan magnet
permanen, sementara kuat medan magnet maksimum yang dihasilkan
kurang dari 0,3 tesla (Westbrook, 2011).
c. Magnet Superkonduktor
Magnet superkonduktor menggunakan bahan yang terbuat dari
miobium dan titanium. Bahan tersebut akan menjadi superkonduktor
pada suhu 4K (Kelvin) dengan memberikan arus listrik melalui koil.
Kemagnetan koil harus dijaga dalam suhu yang sangat dingin.
Biasanya digunakan helium cair. Kuat medan magnet yang dihasilkan
berkisar antara 0,5-3 Tesla untuk penggambaran diagnostik
(Westbrook, 2011)
2. Koil Gradien
Koil gradien digunakan untuk membangkitkan suatu medan
magnet yang mempunyai fraksi-fraksi kecil terhadap medan magnet
utama. Gradien digunakan untuk memvariasikan medan pada pusat
magnet. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus antara ketiganya,
yaitu bidang x, y dan z. Fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan
potongan yang dipilih (axial, sagital atau koronal), gradien ini
digunakan sesuai dengan koordinat dimensi ruang. Gradien pemilihan
potongan (slice selection) atau Gz, gradien pemilihan phase (phase
encoding) atau Gy dan gradien pemilihan frekuensi (frequency
encoding) atau Gx (Westbrook, 2011).
3. Koil Radiofrekuensi
Koil yang umum digunakan, yaitu koil penerima dan koil
pemancar-penerima (transceiver coil). Medan magnet yang tinggi
akan lebih efisien menggunakan transceiver jika dibandingkan dengan
penggunaan koil penerima saja, karena koil transceiver hanya
membutuhkan energi radiofrekuensi (RF) yang kecil untuk
menghasilkan magnetisasi transversal, sehingga specific absorbtion
rate (SAR) terhadap pasien dapat dikurangi (Westbrook, 2011)
4. Sistem Komputer
Sistem komputer digunakan sebagai pengendali sebagian besar
operasional peralatan MRI. Kelengkapan perangkat lunak, komputer
mampu melakukan tugas-tugas mulai dari input data, pemilihan
protokol pemeriksaan, pemilihan potongan, mengontrol seluruh
sistem, pengolahan data, penyimpanan data, pengolahan gambar
diagnsotik, display gambaran diagnostik sampai rekam data
(Westbrook, 2011)
Keterangan:
1. shim coil
2. magnet utama
3. active shielding
4. pipa quench
5. untuk koil gradien
6. gradient amplifier
7. koil penerima
8. RF transmitter
9. untuk body coil
10. RF amplifier
11. komputer
12. dari koil penerima
13. sistem transport pasien
2D fourier transform
Gambar 2.13. Spatial Frekuensi K-Space (McRobbie, 2006)
Pada umumnya, pengisian k-space dilakukan secara sekuensial
atau linear trajectory. Pada teknik ini, matriks raw data diisi satu baris
pada satu waktu, dimulai dengan GPE paling negatif dan berakhir
dengan GPE paling positif. Metode lain pengisian k-space digunakan
untuk aplikasi khusus atau ketika kontrol kontras tambahan diperlukan
(Westbrook, 2016).
6. Transformasi Fourier
Transformasi Fourier merupakan hubungan antara data k-space
dan data citra. Akuisisi data matriks berisi raw data sebelum
pengolahan citra. Dalam pencitraan 2D transformasi fourier, baris data
merupakan sinyal MR digital pada level phase encoding tertentu. Posisi
pada k-space trajectory secara langsung berhubungan dengan gradien
obyek yang dicitrakan. Dengan mengubah gradien, data k-space akan di
sampling pada lintasan melalui ruang fourier (Moratal, 2008).
Dalam proses pembentukan citra MR, transformasi fourier
mengubah sinyal MR dari frequency dan phase encoding yang
membentuk k-space. Citra MR yang kita lihat merupakan 2D invers
dari transformasi fourier dari k-space. Pemahaman tentang transformasi
fourier sangat penting untuk memahami beberapa artefak pada MRI dan
sejumlah metode akuisisi sinyal (Gallagher, 2007).
G. Pulse sekuens MRI
Pulse sekuens memungkinkan kita untuk mengontrol jalannya
suatu sistem aplikasi pulse dan gradient. Dengan cara ini pembobotan dan
kualitas citra dapat ditentukan. Banyak pulse sekuen yang berbeda dan
masing-masing dirancang untuk tujuan tertentu.
1. Spin Echo (SE) (Westbrook, 2011).
Sekuens spin echo (SE) merupakan pulsa sekuens gold standard
yang biasa digunakan pada setiap pemeriksaan. Spin echo (SE) ini
dilakukan dengan mengaplikasikan pulsa 90º eksitasi, diikuti dengan
aplikasi pulsa 180º rephasing.
Pembobotan T1 pada sekuens ini sangat baik untuk
mendemonstrasikan anatomi, karena memiliki SNR yang tinggi, serta
mendemonstrasikan kelainan patologis dengan enhancement media
kontras, sementara dalam pembobotan T2 dapat dengan jelas dilihat
adanya kelainan-kelainan pada obyek yang diperiksa seperti oedem
dan kelainan pembuluh darah. Hal tersebut disebabkan karena
komponen air dalam jaringan tersebut meningkat sehingga akan
memberikan sinyal yang tinggi dan mudah diidentifikasi
Keuntungan SE adalah kualitas gambar baik, sangat serbaguna dan
pembobotan T2 yang sensitif pada patologi. Sedangkan keterbatasan
SE yaitu waktu scanning yang relatif lama
3. SSFSE
SSFSE digunakan untuk memperoleh gambaran fast spine echo
dengan waktu yang lebih pendek. Sistem kerja teknik ini yaitu semua
garis K-space diperoleh dalam satu TR. SS - FSE menggabungkan
teknik partial fourier dengan fast spine echo. Setengah dari garis K
space diperoleh dalam satu TR dan separuh lainnya ditransposisikan.
Teknik ini menghasilkan reduksi dalam waktu pencitraan karena
semua data gambar diperoleh dalam satu TR, namun teknik ini
menurunkan nilai SNR. (Westbrook, 2011).
4. FRFSE
Modifikasi lainnya pada FSE (yang beberapa produsen sebut
DRIVE, RESTORE atau FR - FSE), membalikkan pulsa eksitasi flip
angle yang diaplikasikan pada akhir echo train. Modifikasi Ini
mendorong suatu transverse magnetization ke dalam bidang
longitudinal sehingga tersedia untuk eksitasi pada awal periode TR
berikutnya, oleh karena itu tidak perlu menunggu lama agar T1
relaksasi terjadi. Beberapa produsen menetapkan transverse
magnetization dengan pulsa 180° sebelum pengembalian pada pulsa
90 ° yang diterapkan. (Westbrook, 2011)
5. Gradien Echo
Gradien echo disebut juga dengan Gradien Recalled Echo (GRE).
Pulsa sekuens gradien echo menggunakan pulsa RF yang bervariasi
dengan flip angle kurang dari 90º. Tujuan utama digunakan sekuens
gradien echo adalah mereduksi waktu scanning, oleh karena itu
dipilihlah nilai TR pendek dan flip angle yang kecil. (Westbrook,
2011)
6. Balanced Gradient Echo
Mekanisme sekuens ini merupakan modifikasi dari sekuens
koheren gradient echo yang menggunakan keseimbangan sistem
gradien untuk mengoreksi phase error yang disebabkan oleh aliran
darah dan CSF, dan alternative skema eksitasi RF untuk meningkatkan
effek steady state. Hal ini menghasilkan gambar dimana lemak dan air
menghasilkan sinyal yang lebih tinggi, SNR yang lebih besar dan
artefak aliran yang lebih sedikit. Nama lain dari modifikasi ini adalah
FIESTA pada GE, BFFE pada Philips, dan True FISP pada Siemens.
(Westbrook, 2011)
H. Teknik Pemeriksaan MRI Cervical
1. Persiapan pasien
Menurut Moeler (2003), bahwa persiapan pasien terdiri dari
pasien diminta melengkapi checklist yang tersedia. Isi checklist adalah
sebagai berikut :
a. Sebelum dilakukkan pemeriksaan MRI pasien untuk buang air
kecil terlebih dahulu.
b. Meninggalkan semua logam yang dikenakan pasien misalnya gigi
palsu, jepit rambut, perhiasan, dan lain-lain.
c. Pasien diminta untuk ganti baju pasien kecuali celana dalam.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk tidak bergerak dan
menelan ludah selama pemeriksaan untuk menghindari terjadinya
artefak.
e. Memberikan tutup telinga pasien (ear plugs) agar pasien saat
pemeriksaan tidak merasa bising.
2. Persiapan alat
Persiapan alat pemeriksaan MRI menurut Westbrook (2014)
meliputi :
a. Pesawat MRI yang siap digunakan.
b. Koil posterior leher (surface coil), Volume neck coil, Phased
Array Spinal Coil.
c. Spon/busa dan pengikat untuk imobilisasi
d. Ear plugs
3. Posisi pasien
Menurut Mc Robbie dkk (2006), bahwa posisi pasien untuk
pemeriksaan MRI vertebra cervical adalah sebagai berikut :
A. Hasil
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. DK
Umur : 20 Tahun
No. RM : 00771XX
Alamat : Depok, Sleman
Tanggal Pemeriksaan : 29/10/2018
Permintaan Foto : MRI Vertebrae Cervical
Diagnosa : HNP
Pada tanggal 29 Oktober 2018 pasien bernama Nn. DK datang ke
Instalasi Radiologi RS Bethesda Yogyakarta dengan membawa
permintaan dari Poli Saraf untuk di lakukan MRI Cervical. Pasien
mengeluh nyeri bagian punggung.
2. Prosedur Pemeriksaan MRI Cervical RS Bethesda Yogyakarta
a. Anamnesa dan Inform Consent
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien harus kita
anamnesa terlebih dahulu termasuk menanyakan keluhan pasien,
Nn.DK mengeluhkan nyeri bagian punggung.
Kemudian kita menjelaskan kepada pasien atau keluarga
pasien tentang prosedur pemeriksaan MRI Cervical, setelah pasien
atau keluarga nya mengerti dan menyetujui pemeriksaan ini maka
pasien atau keluarga pasien diminta untuk mengisi dan
menandatangani lembar informconsent.
Gambar 3.1. Lembar Informconsent
b. Persiapan Pasien
Pada MRI Cervical tidak ada persiapan khusus. Hanya saja
pasien diminta untuk mengganti baju dengan baju pasien serta
meninggalkan barang-barang yang dibawanya, kemudian disimpan
pada loker ruang ganti baju pasien di radiologi.
Sebelum memasuki ruang pemeriksaan, petugas melakukan
verifikasi lagi terkait keterangan yang sudah diisi di lembar
informconsent mengenai benda logam atau benda-benda lain yang
dapat mengganggu hasil gambaran. Biasanya menggunakan metal
detector.
c. Persiapan Alat dan Bahan
1) Pesawat MRI dengan merk GE SIGNA 1,5 Tesla
2) Cervical Neck Coil
3) Emergency buzzer
4) Penutup telinga (earplug)
5) Komputer Console
d. Teknik Pemeriksaan MRI Cervical
1) Posisi Paien
a) Pasien supine (head first) diatas meja pemeriksaan MRI.
b) Memposisikan pasien dan obyek yang diperiksa (kepala
dan leher) diatur simetris dan tidak ada rotasi. Pastikan
organ cervical masuk dalam coil.
c) Pastikan pasien merasa nyaman dengan posisinya.
d) Memberikan informasi kepada pasien, bahwa pemeriksaan
akan dimulai dan pasien tidak boleh bergerak selama
pemeriksaan.
e) Memasang ear plug pada pasien, untuk mengurangi
kebisingan saat pemeriksaan berlangsung.
f) Mengatur iso center pada pertengahan menti, kemudian
menekan tombol “landmark” pada pesawat.
g) Pintu ruangan pemeriksaan ditutup, agar tidak ada
interferensi dari luar.
2) Entry Data Pasien
Setelah memposisikan pasien, dilakukan entri data pasien
yang berupa berat badan, nama petugas,dokter radiologi,dan
memilih protokol sesuai dengan objek yang aka di periksa.
Untuk nama pasien , RM sudah otomatis terisi karena di RS
Bethesda sudah menggunakan sistem PACS.
Gambar 3.2. Entry data pasien MRI
3) Scanning
Langkah awal pembuatan citra MRI Cervical dilakukan
dengan membuat plan localiser. Di RS Bethesda menggunakan
3-Plane Localiser, 3 irisan pada masing masing bidang.
Pemeriksaan MRI Cervical dilakukan dengan beberapa sekuen
sebagai beriut :
a) Coronal T2
b) Sagital T2
c) Sagital T1
d) Sagital T2 Fat Sat
e) Axial T2
f) Axial T1 FSE
g) 2D Myelo
Di RS Bethesda citra pertama yang di buat adalah
Coronal. Citra coronal dibuat dengan pengambilan citra
dengan seluruh vertebrae cervical dan medulla spinalis harus
masuk area scanning dan memberikan saturasi di depan
vertebrae dengan tujuan untuk meminimalisir gerakan dari
esofagus.
Citra sagital di buat dari potongan coronal pada daerah
pars para vertebrae cervical kanan hingga kiri irisan parallel
dengan garis mid sagital.
Citra Axial di buat dari potongan sagital. Irisan diatur
parallel dengan kemiringan diskus vertebrae cervical.
Kemudian mengatur parameter sesuai dengan sekuen yang ada.
Setelah parameter diatur dilanjut dengan menekan scan dan
scan akan dimulai. Yang terakir adalah myelografi.
T2 Fat
T2 T2 T1 T2 T1
Sat
SAT band - A A A A A
4) Hasil Bacaan Dokter
MRI Vert. Cervical: sagital
Ro Alignment lordotic cervico-thoracal kontinue:dbn, tak
tampak adanya spondilolisthesis. Kontur corpus dan out line
tampak: dbn dengan intensitas bone marrow homogen
normointens
Lipping/ spur formation/osteophyt: tidak prominen, pada
sagital slice end plates corpus vertebrae tak tampak adanya
indentasi yang tegas pada dura Canal Spinalis maupun Medulla
Spinalis.
KESAN :
MRI Vert Cervical : Hidrosyringomyelia Cervicothoracal, tidak
tampak adanya bulging maupun herniasi matenal discus yang
prominen.
Gambar 3.3 Hasil Scanning
B. Pembahasan
1. Pemeriksaan MRI Cervical di RS Bethesda dilakukan tanpa adanya
persiapan khusus, sebelum diperiksa pasien melepas semua benda
yang terbuat dari bahan logam yang dapat mengganggu selama proses
pemeriksaan dan mengisi formulir screening pemeriksaan MRI. Posisi
pasien selama pemeriksaan adalah supine di atas meja pemeriksaan
dengan kepala dekat dengan gantry (Head First). Koil yang di gunakan
adalah Cervical neck coil.
Ada perbedan antara teori dengan praktik di lapangan pada
sekuen yang di gunakan. Menurut Westbrook (2014) , pemeriksaan
MRI Cervical menggunnakan sekuen Sagittal/coronal SE/FSE T1 or
coherent GRE T2*, Sagittal SE/FSE T1, Sagittal SE/FSE T2 or
coherent GRE T2*, Axial/oblique SE/FSE T1/T2 or coherent GRE
T2*, dan sekuen tambahan yaitu Sagital/Axial oblique or sagittal
SE/FSE T1, Sagital SE/FSE T2 atau STIR, 3D coherent/incoherent
(spoiled) GRE T2*/T1, Sagittal SE/FSE T1 or fast incoherent (spoiled)
GRE T1/PD,dan 3D balanced gradient echo (BGRE). Sedangkan pada
RS Betesda Yogyakarta menggunakan Coronal T2, Sagital T2 , Sagital
T1, Sagital T2 Fat Sat, Axial T2, Axial T1, dan 2D Myelo.
Sagital STIR berguna untuk kasus trauma untuk menampakkan
muscular injuries. Sekuen STIR lebih baik di banding T2 FSE untuk
menampakkan fraktur / lesi pada vertebrae. MS plak akan tampak lebi
baik pada sekuen STIR dibandingkan pada sekuen T2 FSE
(Westbrook,2014).
Karakteristik kontras dari sekuen BGRE adalah memiliki sinyal
tinggi dari CSF,sehingga antara CSF dan akar saraf akan memiliki
kontras tinggi. Spin dengan rasio tinggi pada T1 to T2 akan
menampakkan gambaran putih pada darah dan CSF. Cord Lesi seperti
MS plak tidak akan terlihat. Sehingga ini akan berguna untuk pasien
dengan radiculopathy (Westbrook,2014).
RS Betesda Yogyakarta tidak menggunakan sekuen STIR dan
GRE karena kurang informatif. STIR lebih baik digunakan untuk
muskuloskeletal karena akan menampakkan detail yang cukup bagus.
Sedangkan GRE lebih banyak di gunakan di pemeriksaan Brain untuk
kasus pendarahan.
Menurut radiografer sekuen yang ada di RS Bethesda
Yogyakarta sudah cukup untuk klinis HNP. Dengan sekuen tersebut
waktu yang dihasilkan juga sangat efektif. Untuk pemeriksaan spine
ada sekuen tambahan yaitu 2D Myelo. Sekuen ini berguna untuk
melihat kondisi medula spinalisnya.
2. Pada kasus ini terdapat artefak yang mengganggu gambaran yaitu pada
sekuen Sagital T2 Fat Sat. Beberapa metode dapat digunakan dalam
upaya meminimalisir artefak ghosting. Salah satunya dengan cara yang
sederhana, yaitu dengan menukar arah phase dan frequency encoding.
Meskipun cara ini tidak menghilangkan artefak ghosting, namun cara
ini bisa mengalihkan artefak ghosting menuju ke arah lain, sehingga
artefak tidak menganggu anatomi yang dikehendaki. Metode ini
merupakan cara terbaik untuk mengkompensasi artefak ghosting
dengan dimensi kecil, seperti aliran pembuluh darah, aliran CSF, dan
gerakan bola mata.
Pemilihan phase encoding direction untuk potongan sagital
dapat dipilih antara anterior-posterior dan superior-inferior. Dengan
memilih arah phase encoding direction superior-inferior pada potongan
sagital MRI Cervical pembobotan T2 merupakan cara terbaik untuk
menghindarkan artefak ghosting pada area medula spinalis yang
diakibatkan oleh aliran disekitarnya.
Setelah dilakukan perubahan arah phase encoding direction dari
anterior-posterior ke superior-inferior artefak dapat di minimalisir dan
gambaran menjadi lebih bagus.
A B
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemeriksaan MRI Cervical di RS Bethesda tidak memerlukan
persiapan khusus. Hanya saja pasien diminta untuk mengganti baju
dengan baju pasien serta meninggalkan barang-barang yang
dibawanya, kemudian disimpan pada loker ruang ganti baju pasien di
radiologi. Dan mengisi lembar informconsent. Sekuen yang di gunakan
adalah Coronal T2, Sagital T2 , Sagital T1, Sagital T2 Fat Sat, Axial
T2, Axial T1, dan 2D Myelo. Dengan sekuen tersebut dapat
mengefektifkan waktu.
2. Dengan memilih arah phase encoding direction superior-inferior pada
potongan sagital MRI Cervical pembobotan T2 merupakan salah cara
untuk menghindarkan artefak ghosting pada area medula spinalis yang
diakibatkan oleh aliran disekitarnya.
B. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang perubahan phase encoding
direction.