Anda di halaman 1dari 39

PROSEDUR PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)

LUMBOSACRAL PADA KASUS HERNIATED NUCLEUS PULPOSUS


(HNP) DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DR SAIFUL
ANWAR KOTA MALANG

Laporan Kasus
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan V

Disusun Oleh :
MARTINHO SOARES PINTO
NIM. P1337430222167

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


PROGRAM SARJANA TERAPAN
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai laporan guna

memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan V Program Studi Teknologi Radiologi

Pencitraan Program Sarjana Terapan Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.

Nama : Martinho Saores Pinto


NIM : P1337430222167

Hari, tanggal :……/………./2022


:Prosedur Pemeriksaan Msct Kepala Kontras
Judul
Dengan Suspect Meningitis Di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar

Mengetahui
,
Pembimbing , Kepala CI pendidikan

Abdurahman Agus Wahyo Jatmiko, S.ST

1
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya Penulis Dapat Menyelesaikan Laporan Kasus Yang Berjudul prosedur

pemeriksaan magnetic resonance imaging (mri) lumbosacral pada kasus herniated

nucleus pulposus (hnp) di instalasi radiologi rumah sakit umum dr saiful anwar kota

malang

Penyusunan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Praktik

Kerja Lapangan V Program Studi Teknologi Radiologi Pencitraan Program Sarjana

Terapan Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Semarang yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 November

sampai dengan 24 Desember 2022 di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Saiful Anwar.

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis telah mendapat bantuan,

bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan

banyak terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang tak henti – hentinya Ia

curahkan bagi penulis.

2. Kedua orangtua penulis yang selalu memotivasi dan mendoakan.

3. Ibu Fatimah, S.ST, M. Kes, selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.

4. Ibu Dartini, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Teknologi Radiologi

3
Pencitraan Program Sarjana Terapan Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.

5. dr. Agung Setyawan, Sp. Rad (K) RI selaku Kepala Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar.

6. Bapak Agus Wahyu Jatmiko, S.ST selaku clinical instructor (CI) di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar.

7. Seluruh radiografer dan staff di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Saiful Anwar.

8. Manda Sydney, Azifah Hani, dan Enggar Galih Cerligio selaku teman

seperjuangan PKL V.

9. Semua pihak yang telah turut serta membantu penyusunan laporan kasus ini

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dengan terselesaikannya laporan kasus ini penulis berharap semoga laporan

kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi pembaca. Penulis menyadari

bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,

mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan

refleksi bagi penulis.

Malang, Desember 2022

Penulis

4
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan.................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 5
A. Anatomi Fisiologi Lumbal ..................................................................................... 5
B. Patologi Herniated Nucleus Pulposus …………………………………………...7
C. Prinsip Dasar MRI ................................................................................................. 9
D. Prosedur Pemeriksaan MRI Lumbosacral............................................................ 19
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN ....................................................... 22
A. Hasil ..................................................................................................................... 22
B. Pembahasan.......................................................................................................... 27
BAB IV PENUTUP .........................................................................................................
29
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 29
B. Saran..................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vertebra lumbal terletak di punggung bawah di antara thoraks dan

sacrum. Karena berat yang kita topang semakin bertambah ke ujung inferior

kolumna vertebra. Vertebra lumbal memiliki korpus yang kuat, yang menjelaskan

ketebalan tubuh di bidang median. Vertebra Lumbal 5 (L5) merupakan vertebra

terbesar dari semua vertebra (Moore, 2015).

Low Back Pain (LBP) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah,

dapat berupa nyeri lokal ataupun disertai nyeri radikuler dan atau keduanya

yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi radik pada satu atau 3 beberapa radik

lumbosakralis yang dapat disertai dengan kelemahan motorik, gangguan

sensorik dan menurunnya refleks fisiologis. Masalah LBP yang pernah diderita

oleh penduduk selama hidup diperkirakan mencapai 80%. Insidens di

beberapa Negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total populasi yang

menderita LBP atau nyeri punggung bawah. Diperkirakan 15% dari jumlah

penduduk menderita LBP. Salah satu penyebab yang paling sering dari LBP

adalah Herniated Nucleus Pulposus (HNP) berkisar antara 27%. Penyebab

lainya karena keganasan 7%, fraktur kompresi 27%, infeksi spinal 1%, Ankylosing

Spondylitis 20%-34% ,sindrom kauda ekuina diperkirakan hanya 4%.

1
2

Usia yang paling sering mengalami HNP adalah pada usia 30-50 tahun.

HNP lebih banyak terjadi pada perempuan (67,5%) daripada laki-laki

(33%). HNP lumbalis paling sering 90% mengenai diskus intervertrebalis L5-

S1 dan L4-L5. Penderita yang mengalami HNP jika tidak segera

mendapatkan penanganan akan mengakibatkan komplikasi seperti kiposis

dan lordosis. Kelainan nyeri punggung bawah HNP ini prognosisnya kurang

baik karena kalau tidak ditangani secara cepat proses penyakit akan

berkepanjangan menjadi ischialgia, tetapi bila ditangani dengan baik pasien

bisa sembuh (Purwata, 2014).

Gambaran citra MRI Lumbal dengan kasus Herniated Nucleus Pulposus

(HNP) memiliki beberapa ciri antara lain gambaran normal yaitu secara

morfologi tidak ada lesi pada diskus, gambaran bulging yaitu adanya

jaringan diskus melingkar (50-100%) diluar tepi cincin apophyses, gambaran

protrusion biasanya memiliki dasar yang luas dari diskus induk dan lebih luas

daripada bagian hernia lainnya, dan gambaran ekstrusi yaitu memiliki basa

yang lebih sempit dari pada material yang diekstrusi. Potrusion dan ekstrusi juga

bisa dibedakan dengan garis besar mereka, protrusion dibatasi oleh serat anulus

luar dan cenderung memiliki garis besar yang halus, sebaliknya ekstrusi memiliki

batas luar yang tidak terdefinisi dengan baik. Informasi anatomi yang

diperlukan untuk melihat patologi berdasarkan klasifikasi herniated nucleus

pulposus (HNP) yaitu lokasi disc spaceserta ukuran dan derajat kompresi syaraf

(A. Jay Khanna, 2002).


3

Selama mengikuti Praktik Kerja Lapangan di RSD K.R.M.T. Wongsonegoro

Kota Semarang, penulis menjumpai pemeriksaan MRI Lumbosacral pada kasus

miom. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam pada Laporan Kasus dengan judul Prosedur Pemeriksaan Magnetic

Resonance Imaging (MRI) Lumbosacral Pada Kasus Herniated Nucleus Pulposus

(HNP) Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Kota Malang.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Lumbosacral Pada Kasus Herniated Nucleus Pulposus (HNP) Di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Kota Malang?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui Prosedur

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Lumbosacral Pada Kasus

Herniated Nucleus Pulposus (HNP) Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Umum Dr Saiful Anwar Kota Malang

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk memenuhi tugas

Praktek Kerja Lapangan (PKL) V


4

D. Manfaat Penulisan

1. Menambah wawasan dan ilmu tentang prosedur pemeriksaan Magnetic

Resonance Imaging (MRI) lumbosacral pada kasus Herniated Nucleus

Pulposus (HNP) khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada

umumnya.

2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi mahasiswa, khususnya

mahasiswa jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang dalam melakukan

pemeriksaan MRI Lumbosacral


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Lumbal

Menurut Moore (2015) Tulang belakang pada orang dewasa secara khas

terdiri dari 33 tulang yang tersusun dari lima region yaitu 7 ruas vertebrae

cervical, 12 ruas vertebrae thoracal, 5 ruas vertebrae lumbal, 5 ruas vertebrae

sacrum, dan 4 ruas vertebrae coccygeus. Dari 9 vertebrae inferior, 5

vertebrae sacrum pada orang dewasa menyatu membentuk coccyx. Normalnya

ukuran dan ciri khas tulang belakang bervariasi untuk setiap regio, namun

struktur dasarnya sama (Moore, 2015).

Vertebra lumbal terletak di punggung bawah di antara thoraks dan sacrum.

Karena berat yang kita topang semakin bertambah ke ujung inferior kolumna

vertebra. Vertebra lumbal memiliki korpus yang kuat, yang menjelaskan

ketebalan tubuh di bidang median. Vertebra Lumbal 5 (L5) merupakan vertebra

terbesar dari semua vertebra (Moore, 2015).

5
6

Keterangan Gambar :
1. Vertebral foramen triangular
2. Spinosus process
3. Transverse processes
4. Articular facets medially and laterally
5. Column

Gambar 2.1 Anatomi vertebrae lumbal (Moore, 2015)

Medula spinalis merupakan pusat refleks utama dan jalur penghubung di

antara tubuh dan otak. Ruang medulla spinalis semula besar kemudian mengecil

menjadi kanalis sentralis, medulla spinalis berbentuk silindris dimulai dari

foramen magnum sampai dengan dua pertiga seluruh panjang kanal vertebralis

berkesinambungan dengan medula oblongata di otak (Moore, 2015).

Gambar 2.2 Medula spinalis pada lumbal (Moore, 2015)

Keterangan Gambar :
1. Ligamentum flavum 13.Spinal Nerve
2.Lamina of vertebral 14. Posterior ramus
3.Epidural 15. Anterior ramus
4.Dura-arachnoid 16. Communicating Meningeal
5.Subarachnoid 17.White ramus communica
6.Pia mater 18.Gray ramus communica
7.Denticulate ligament 19.Sympathetic trunk
8.Intervertebral veins 20. Internal vertebral
9.Spinal branches 21.Pertosteum
10.Foramen 22. Posterior longitudinal
11. Spinal Ganglion. 23. Durameter
12.Meningeal nerve. 24.Arachnoid mate
7

Medula spinalis dikelilingi oleh 3 lapisan meninges, antara lain duramater,

arachnoid, dan piamater. Medula spinalis terdiri atas dua belahan yang sama

dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk oleh sel saraf dan

didukung oleh jaringan interstisial. Medula spinalis terdiri dari 31 segmen,

antara lain 7 segmen cervical, 12 segmen thorakal, 5 segmen Iumbal, 5 segmen

sacral, dan 1 segmen coccygeal. Nervus spinalis keluar dari setiap segmen

medula spinaIis tersebut (Moore, 2015).

B. Patologi Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

1. Definisi

Disk hernia juga disebut sebagai pecah atau menonjol disk. Disk hernia

terjadi ketika sebagian atau seluruh nukleus pulposus (lembut, agar-agar,

bagian tengah dari diskus intervertebralis) dipaksa masuk cincin luar atau

robek annulus fibrosus. Diekstrusi hernia diskus mungkin mengenai akar

saraf tulang belakang saat keluar dari kanal tulang belakang atau di

sumsum tulang belakang itu sendiri (Grey & Ailnani, 2018).

Herniated discs dapat berbentuk protrusion atau ekstrusi. Protrusion

tampak jika jarak terbesar, di antara tepi material disk di luar disc

space kurang dari jarak antara tepi di bidang yang sama. Basis

area crosssectional material disk pada batas luar disc spaceasal, dimana

material disk yang dipindahkan ke luar disc spaceterus menerus dengan

material disk di dalam disc space. Dalam arah kraniokaudal, panjang

basis tidak dapat melebihi tinggi ruang intervertebralis.


8

Ekstrusi tampak jika jarak antara tepi material disk di luar disk lebih

besar daripada jarak antara tepi di bidang yang sama, atau bila tidak

ada kontinuitas antara bahan disk di luar ruang disk dan di dalam

ruang disk. Ekstrusi dapat ditentukan lebih lanjut sebagai sequestration,

jika material disk yang dipindahkan benar-benar kehilangan semua

kontinuitas dengan disk induk. Istilah migrasi dapat digunakan untuk

menandakan pemindahan material disk dari tempat ekstrusi, terlepas dari

apakah itu sequestration atau tidak. Karena material disk posterior yang

sering dibatasi oleh gambar ligamen longitudinal posterior dapat

menggambarkan perpindahan disk sebagai penonjolan pada bagian aksial

dan ekstrusi pada bagian sagital, dimana kasus perpindahan harus

dianggap sebagai ekstrusi.

2. Klasifikasi Herniated Nucleus Pulposus (HNP)

Klasifikasi herniated disc lumbal dapat didasarkan pada stadium klinis

penyakit yang terdiri dari beberapa tahap antara lain (A. Jay Khanna,

2002) :

a. Normal, yaitu disc secara morfologis normal (tidak adalesi).

b. Kongenital/perkembangan yang varian, yaitu disc yang abnormal

secara kongenital atau yang telah mengalami perubahan morfologi

akibat pertumbuhan tulang belakang yangabnormal.

c. Degeneratif/trauma lesi, yaitu annular tear, degenerasi,herniasi.

d. Peradangan/infeksi, yaitu spondilitis inflamasi pada plat ujung

subchondral dan sumsum tulang terwujud sebagai perubahan Modic

tipe-1MRI.e.Neoplasia, yaitu semua entitas patologis yang mungkin

primer ataumetastasis.
9

C. Prinsip Dasar MRI

1. Pengertian MRI

MRI adalah suatu metode pencitraan diagnostik yang dapat

menampilkan informasi anatomis dalam bentuk berbagai irisan langsung

(multiplanar) dengan memanfaatkan pengaruh pemberian pulsa

radiofrekuensi kedalam tubuh pasien di dalam medan magnet luar yang kuat

(Westbrook, 2019).

Gambaran tersebut diperoleh dari interaksi atom hydrogen dalam

medan magnet dan gelombang radio. Interaksi dimulai dengan meletakkan

atom hydrogen ke dalam medan magnet. Di dalam medan magnet ini kutub –

kutub atom akan menjadi searah dengan medan magnet, kemudian dengan

menggunakan sinyal radio frekuensi pada bidang tertentu yang dipilih, maka

inti atom akan menyerap energy (Westbrook, 2019).

2. Instrumen dasar MRI (Westbrook, 2019)

a. Magnet Utama

Magnet utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet

berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh sehingga

menimbulkan magnetisasi.

Beberapa jenis magnet utama, antara lain :

1) Magnet Permanen

Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang keramik

ferromagnetik dan memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3


10

Tesla. Magnet ini di rancang dalam bentuk tertutup maupun terbuka

(C shape) dengan arah garis magnetnya adalah antero-posterior.

2) Magnet Resistif

Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan memberikan

arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet yang mampu

dihasilkan mencapai 0,3 Tesla.

3) Magnet Super Conductor

Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga

berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak dipakai

untuk kepentingan klinik. Helium cair digunakan untuk

mempertahankan kondisi superkonduktor agar selalu berada pada

temperatur yang diperlukan.

a) Koil Gradien

Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet

gradien yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean

frekuensi, dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang

saling tegak lurus, yaitu bidang x,y, dan z. Peranannya akan

saling bergantian berkaitan dengan potongan yang dipilih yaitu

aksial, sagital atau coronal. Gradien ini digunakan untuk

memvariasikan medan pada pusat magnet yang terdapat tiga

medan yang saling tegak lurus antara ketiganya (x,y,z).

Kumparan gradien dibagi 3, yaitu :


11

(1) Kumparan gradien pemilihan irisan (slice) – Gz

(2) Kumparan gradien pemilihan fase encoding - Gy

(3) Kumparan gradien pemilihan frekuensi encoding - Gx

b) Koil Radio Frekuensi

Koil radio frekuensi (RF Coil) terdiri dari 2 yaitu koil

pemancar dan koil penerima. Koil pemancar berfungsi untuk

memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir

sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima berfungsi

untuk menerima sinyal output setelah proses eksitasi terjadi.

Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar

sinyal yang diterima memiliki amplitudo besar. Beberapa jenis

koil RF diantaranya :

(1) Koil Volume (Volume Coil)

(2) Koil Permukaan (Surface Coil)

(3) Koil Linier

(4) Koil Kuadrat

(5) Phase Array Coil

3. Parameter MRI (Westbrook, 2019)

a. Parameter waktu (pulse timing parameters)

Parameter waktu terdiri dari Time Repetition (TR) dan Time Echo

(TE). Time Repetition (TR) adalah interval waktu antara pengulangan

dua pulsa yang sama, sedangkan Time Echo (TE) adalah interval waktu
12

dari saat terakhir eksitasi pulsa RF diberikan sampai terdeteksinya

puncak sinyal ekho gradien. Pada teknik gradien ekho, TR dan flip angle

(FA) mengontrol sejumlah T1 relaksasi yang terjadi sebelum pulsa

berikutnya diaplikasikan. Sementara TE mengontrol T2* sebelum ekho

gradien ditangkap koil. Berbeda dengan T2, T2* adalah peluruhan

magnetisasi transversal yang sangat dipengaruhi oleh medan magnet

luar dan disperse magnetik. Nilai T2* selalu lebih kecil dari pada T2.

b. Sudut Balik = Flip Angle (FA)

FA adalah sudut yang ditempuh Net Magnetisation Vector (NMV)

pada waktu relaksasi. Nilai FA akan mempengaruhi kekontrasan

gambar, dimana besar kecilnya dapat dibagi menjadi:

1) Sudut balik kecil (5° – 30°)

Sudut balik kecil menghasilkan magnetisasi longitudinal besar

setelah aplikasi pulsa RF sehingga dapat mepersingkat waktu. Sudut

kecil juga menyebabkan magnetisasi transversal bernilai kecil

sehingga komponen steady state kecil pula. Steady State merupakan

kondisi dimana TR lebih pendek dari waktu T1 dan T2 tissue.

Keadaan seperti ini akan mengurangi pembobotan T2*. Hasil

gambar lebih didominasi oleh pembobotan Proton Density (PD) jika

TR panjang dan TE pendek. Oleh karena itu untuk memperoleh

pembobotan T2* TR dan TE harus panjang.


13

2) Sudut balik besar

Sudut balik besar (75°– 90°, menurut Hashemi dan 70°-110°,

menurut Westbrook) akan menghasilkan perbedaan T1 karakteristik

dua jaringan dengan baik. Untuk memperoleh pembobotan T1 maka

perbedaan T1 jaringan harus maksimal dan perbedaan T2 nya harus

minimal.

3) Sudut balik sedang (30° – 60°)

Jika pada pembobotan T1 memerlukan FA yang besar, maka pada

pembobotan T2* diperoleh dengan peningkatan steady state. Jika

TR pendek (+ 10 milidetik) maka NMV tidak cukup untuk

melakukan peluruhan magnetisasi transversal sebelum pulsa

berikutnya. Sehingga sisa magnetisasi transversal berkontribusi

terhadap sinyal berikutnya. TR pendek meningkatkan pembobotan

T2*, sedangkan TE yang pendek akan mengurangi pembobotan T2*.

c. Matriks

Matriks adalah jumlah elemen gambar (piksel) dalam satu FOV

(field of view). Ukuran matriks ditentukan oleh dua sisi gambar, yaitu

sisi yang berhubungan dengan jumlah sampel frekuensi yang diambil,

dan sisi yang berhubungan dengan fase enkoding yang dibentuk.

Misalnya matrik 256 x 192, ini berarti bahwa ada 256 sampel frekuensi

yang diambil selama readout dan sebanyak 192 fase enkoding yang

dibentuk. Banyaknya sampel frekuensi dan fase enkoding menentukan


14

banyaknya piksel dalam FOV. Matriks kasar memiliki sedikit piksel

dalam FOV, sedangkan matriks halus berarti banyak piksel dalam FOV.

d. Number of Excitation (NEX)

NEX adalah nilai yang menunjukkan jumlah kelipatan data yang

dicatat selama akuisisi dengan amplitudo dan fase enkoding yang sama.

NEX mengontrol sejumlah data yang masing-masing disimpan dalam

lajur K space. Data tersebut terdiri dari sinyal dan derau (noise).

Sinonim NEX adalah NSA, Nacq = NA (number of acquisition) atau

average.

K space merupakan area frekuensi spasial dimana sinyal berupa

frekuensi yang berasal dari pasien akan disimpan. K space berbentuk

segiempat dimana sisi horisontal adalah sumbu fase sedangkan sisi

vertikal adalah sumbu frekuensi. Dalam K space frekuensi diukur

dengan satuan radians per cm.

e. Bandwidth

Bandwidth adalah frekuensi audible yang berada pada rentang frekuensi

RF. Frekuensi bandwidth akan dimodulasikan pada center

frequency pulsa RF yang akan dikirimkan ke pasien pada center Larmor

frequency untuk menentukan ketebalan potongan.

4. Sistem Komputer

Sistem komputer bertugas sebagai pengendali diri dari sebagian besar

peralatan MRI. Dengan kemampuan piranti lunak yang besar komputer


15

mampu melakukan tugas-tugas multi (multi tasking), diantaranya adalah operator input,

pemilihan slice, kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF dan lain-lain. Komputer juga

berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi citra MRI yang dapat dilihat pada layar

monitor, disimpan ke dalam piringan magnetik, atau bisa langsung dicetak.

5. Sekuen MRI

a. Spin Echo (SE)

1) Pengertian Spin Echo

Spin echo konvensional adalah sekuen yang paling banyak

digunakan pada pemeriksaan MRI. Pada spin echo konvensional,

segera setelah pulsa RF 90 diberikan, sebuah Free Induction Decay

segera terbentuk. Dengan menggunakan kekuatan radio frekuensi

yang sesuai, akan terjadi transfer NMV beRSDut 900

kemudian

diikuti dengan rephasing pulse beRSDut


1800.
16
17

Spin Echo
gradient

frequency encode readout

RF pulse RF pulse

signal

FID spin
echo

Gambar 2.3 Urutan sequence pada pulse sequence spin echo


(Westbrook, 2019)

2) Parameter Spin Echo dan mekanisme T1 dan T2


18

(a) Time Echo (TE) adalah waktu antara eksitasi pulsa dengan echo

yang terjadi.

(b) Time Repetition (TR) adalah waktu antara masing-masing

eksitasi pulsa.

Waktu relaksasi T1 berkaitan kembalinya NMV ke posisi asal sudut

900. Dengan memvariasikan TR dan TE, sekuen dapat digunakan

untuk menandai kontras T1 atau T2 atau hanya untuk melihat spin

density. Perpaduan antara TR dan TE dengan nilai-nilai T1 dan T2

yang dimiliki oleh jaringan inilah yang menyebabkan terjadinya

pembobotan weighting. Jika digunakan TE panjang, maka

perbedaan waktu T2 pada jaringan akan menjadi tampak. Jaringan

dengan T2 yang panjang (misalnya air) akan membutuhkan waktu

yang lebih panjang untuk meluruh (mengalami decay) sehingga

sinyalnya akan tampak lebih terang pada citra dibandingkan sinyal

dari jaringan dengan T2 yang pendek (lemak). Dengan cara yang

sama, TR mengontrol kontras T1, maka jaringan dengan T1 panjang

(air) akan membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk kembali

ke nilai magnetisasi semula. Oleh karena itu dengan T1 panjang

akan membuat jaringan tampak lebih gelap dibandingkan jaringan

dengan T1 pendek (lemak). Secara ringkas, pembobotan T2

membutuhkan TE dan TR panjang, pembobotan T1 membutuhkan


19

TE dan TR pendek, sedangkan pada proton density membutuhkan

TE pendek dan TR yang panjang.

b. Fast Spin Echo (FSE)

1) Pengertian Fast Spin Echo

Fast spin echo adalah spin echo tapi dengan waktu scanning

yang dipersingkat. Waktu scanning dipersingkat dengan melakukan

lebih dari satu phase enchode per TR yang dikenal dengan echo

Train Length yakni aplikasi beberapa RF pulse per TR dan pada

masing-masing rephasing atau refocusing dihasilkan satu echo

sehingga dapat melakukan phase enchode yang lain.

2) Parameter FSE

(a) Echo Train Length (ETL)

Yaitu jumlah rephasing pulsa atau multiple pulsa 180 dalam

setiap TR. Nilai ETL atau turbo factor yang dapat digunakan saat

ini berkisar antara 2 sampai dengan 32.

(b) Echo Train Spacing (ETS) dan effective Time Echo (ETE)

Yaitu waktu antara echo atau antar pulsa 180 atau waktu

interval antara aplikasi RF 180 pada FSE. Biasanya nilai ETS

berkisar antara 16 – 20 ms. Effective TE yaitu waktu antara

echo dan pulsa RF yang menyebabkannya.

c. Inversion Recovery (IR)

1) Pengertian Inversion Recovery (IR).


20

Inversion recovery (IR) merupakan variasi sekuen dari spin echo

sekuen. Inversion recovery memberikan gambaran dengan T1

weighting yang lebih gelap. Basic sekuennya 180 – 90 – 180, waktu

yang diperlukan dari aplikasi 180 ke 90 dikenal dengan Time

Inversion (TI) atau TAU. Kontras gambar tergantung pada panjang

pendeknya TI.

2) Macam – macam Inversion Recovery

a) Short Tau Inversion Recovery (STIR)

STIR merupakan pulsa sekuen Inversion Recovery yang

menekan lemak dengan Time Inversion (TI)=T1 Ln 2, dimana

sinyal dari lemak adalah nol. Biasanya pada T1 lemak akan

tampak terang, sedangkan pada STIR lemak akan tampak

gelap. Parameter STIR :

(1) Short TI = 150 – 175 ms

(2) Short TE = 10 – 30 ms

(3) Long TR = 2000 ms +

(4) Scan time = 5 – 15 menit

(5) Bila dengan FSE, waktunya akan lebih singkat.

b) Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)

FLAIR merupakan pulsa sekuen Inversion Recovery yang

menekan cairan. FLAIR menggunakan long TI untuk bisa

menjadikan air nol. Cairan biasanya akan tampak terang pada


21

T2 SE, sedangkan pada FLAIR cairan akan tampak gelap pada

T2. Parameter FLAIR :

(1) Long TI = 1700 – 2200 ms

(2) Long TE atau Short TE tergantung dengan pembobotannya.

(3) Long TR = 6000 ms +

(4) Scan Time = 13 – 20 menit.

D. Prosedur Pemeriksaan MRI Lumbosacral

1. Indikasi Pemeriksaan (Westbrook, 2019)

a. Kompresi

b. Disritisme spinal (untuk menilai cord termination, syrinx,

diastematomielia)

c. Discitis

d. Nyeri Punggung Bawah

e. Arachnoiditis

2. Teknik Pemeriksaan MRI Lumbosacral (Westbrook, 2019)

a. Persiapan Alat

Alat yang digunakan dalam pemeriksaan MRI Lumbosacral adalah

posterior spinal coil atau multi-coil array spinal coil, alat imobilisasi,

penutup telinga (headphone/earplugs) (Westbrook, 2019).


22

b. Persiapan Pasien (Moeller, 2010)

1) Pasien diminta buang air kecil terlebih dahulu, agar kandung

kemih kosong

2) Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.

3) Berikan pelindung telinga.

4) Pasien diminta untuk melepaskan benda yang mengandung

logam (alat bantu pendengaran, jepit rambut, celana, ikat

pinggang, bra, perhiasan, dll)

c. Posisi Pasien

Pasien diposisikan supine dengan kepala lurus, longitudinal alignment

pada MSP, strep dan bantalan digunakan sebagai alat imobilisasi

(Westbrook, 2019).

d. Protokol Pemeriksaan MRI Lumbosacral (Westbrook, 2019)

1) Localizer

Menurut Westbrook (2014) dalam pemeriksaan MRI Lumbosacral

terdapat localizer dimana hal tersebut dilakukan dengan dua

potongan yaitu coronal dan sagital.

2) Coronal

Irisan Sedang, dari aspek posterior dari spinosus ke atas anterior dari

vertebrae, dari daerah konus ke sacrum masuk dalam gambar.

3) Sagital

Irisan sedang, batas dari kiri ke lateral kanan vertebrae, daerah dari
23

konus ke sacrum masuk dalam gambar.

4) Scanning

(a) Sagital SE/FSET

lrisan tipis, dari kiri ke batas kanan lateral dari vertebra, daerah

dari konus ke sacrum masuk dalam gambar.

(b) Sagital SE/FSE T2

Irisan tipis, dari kiri ke batas kanan lateral dari vertebrae, daerah

konus sampai sacrum masuk dalam gambaran.

(c) Axial/Oblique SE/FSE T1/T2

Irisan tipis, irisan yang diambil disudutkan searah dengan celah

diskus mulai dari lamina atas sampai lamina bawah.

(d) Coronal SE/FSE

Irisan tipis, diambil dari depan ke belakang posterior vertebrae,

bagian konus sampai sacrum masuk dalam gambaran.


BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Identitas Pasien

Nama : Sdr. A

Usia : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat :

Asal Pasien : Rawat Jalan

Pemeriksaan : MRI Lumbosacral

Klinis : HNP

No. RM : 22XXXX

Tanggal Pemeriksaan : 16 Nopember 2021

2. Riwayat Pasien

Pada hari Selasa tanggal 16 Nopember 2021 pasien bernama Sdr. A

berumur 25 tahun berasal dari rawat jalan datang ke Instalasi Radiologi

RSD K.R.M.T. Wongsonegoro Kota Semarang dengan membawa

permintaan untuk dilakukan MRI Lumbosacral tanpa kontras. Pasien

mengeluhkan nyeri pinggang. Dokter spesialis syaraf mengirimkan untuk

dilakukan MRI Lumbosacral untuk mengetahui apakah terdapat gambaran

HNP pada daerah sekitar lumbosacral pasien.

24
25

3. Prosedur Pemeriksaan MRI Lumbosacral

a. Persiapan Alat dan Bahan

1) Pesawat MRI Siemens Healthineers 1,5 Tesla siap pakai

2) Spinal coil CTL (cervical thoracal lumbal)

3) selimut

4) Earplug

5) Baju pasien

6) Selimut

7) Tombol emergency

8) Alat fiksasi

b. Posisi Pasien

1) Pasien diposisikan supine head first dengan posisi koil dipertengahan

tubuh

2) Kedua tangan diatur disamping tubuh

3) Pasien diberikan selimut agar tidak kedinginan dan pasien merasa

nyaman

c. Teknik Pemeriksaan MRI Lumbosacral

1) Petugas mempersiapkan spinal coil terlebih dahulu

2) Petugas memposisikan pasien pada meja pemeriksaan dengan posisi

supine, headfirst, dan lengan berada disamping tubuh

3) Spinal coil yang sudah terpasang kemudian dihubungkan dengan meja

pemeriksaan
26

4) Pengaturan batas sinar longitudinal berada di MSP, batas sinar

horizontal berada di krista iliaka

5) Pasien diberikan selimut, penutup telinga (earplug), dan fiksasi kepala

6) Kemudian petugas menekan “landmark” dan “exam” untuk memulai

pemeriksaan

7) Proses scanning dimulai dengan memasukkan data pasien, dan

pemilihan protocol. Sekuen yang dipilih yaitu : T2_TSE_Tra,

T2_me2d_FS_SAG_GRE_Lumbal,T2_HASTE_Sag_Myelo,T1_TSE

_Tra, T2_TSE_STIR_Sag, T2_TSE_Cor, dan T1_TSE_Sag.

d. Hasil Citra MRI Lumbosacral

1) Scout atau localizer

Plane localizer terdiri dari 3 irisan yaitu coronal, sagittal, dan axial

yang bertujuan untuk melihat persiapan pasien dan untuk pedoman

dalam melakukan scan berikutnya.

2) T2_TSE_Tra
27

3) T2_me2d_FS_SAG_GRE_Lumbal

4) T2_HASTE_Sag_Myelo

5) T1_TSE_Tra
28

6) T2_TSE_STIR_Sag

7) T2_TSE_Cor

8) T1_TSE_Sag

e. Hasil Ekspertise Radiologi

KESAN :

Spondilosis lumbalis
29

Degenerasi diskus L5-S1 (grade 4) serta discus L3-4 dan L4-5 (grade III)

Bulging discus L3-4 dan L4-5 disertai pendesakan ringan pada dural sac,

tak tampak stenosis foramen neuralis.

HNP atau protrusion central pada diskus L5-S1 disertai pendesakan

ringan pada dural sac, tak tampak stenosis foramen neuralis.

Facet joint effusions setinggi L2-3 dan L3-4 kiri

B. Pembahasan

Prosedur pemeriksaan MRI Lumbosacral pada kasus Herniated Nucleus

Pulposus (HNP) di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota

Semarang, diawali dengan persiapan pasien yang sudah dilakukan dengan baik.

Radiografer melakukan screening awal kepada pasien untuk memastikan pasien

tidak menggunakan logam pada saat pemeriksaan berlangsung dan dalam

keadaan nyaman.

Teknik Pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus Herniated Nucleus

Pulposus (HNP) di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota

Semarang sudah sesuai, yaitu dengan menggunakan pemilihan sekuen

T2_TSE_Tra, T2_me2d_FS_SAG_GRE_Lumbal, T2_HASTE_Sag_Myelo,

T1_TSE_Tra, T2_TSE_STIR_Sag, T2_TSE_Cor, dan T1_TSE_Sag. Potongan

axial MRI lumbal dilakukan untuk melihat kelainan tulang belakang dari arah

atas atau bawah, jika terdapat kelainan dapat diukur dari arah anterior ke

posterior. Potongan sagital dilakukan untuk melihat tulang belakang dari arah

samping, Potongan coroal dilakukan untuk mengukur tinggi dan lebar kelainan.
30

Penggunaan sekuen pada pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus

Herniated Nucleus Pulposus ( H N P ) di Instalasi Radiologi RSD

K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang sedikit berbeda dengan penggunaan

sekuen pada teori yaitu, Sagital SE/FSET, Sagital SE/FSE T2, Axial/Oblique

SE/FSE T1/T2, Coronal SE/FSE. Pemeriksaan MRI lumbosacral pada kasus

Herniated Nucleus Pulposus (HNP) di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T

Wongsonegoro Kota Semarang menggunakan tambahan sekuen

T2_me2d_FS_SAG_GRE_Lumbal dan T2_HASTE_Sag_Myelo seperti yang

tidak disebutkan di teori, karena dengan pemilihan sekuen yang ada dinilai

mampu memberikan informasi diagnostik yang cukup pada pemeriksaan MRI

Lumbosacral, khususnya pada kasus Herniated Nucleus Pulposus (HNP).

Menurut penulis, prosedur pemeriksaan MRI Lumbosacral pada kasus

Herniated Nucleus Pulposus (HNP) di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T

Wongsonegoro Kota Semarang sudah sesuai dan dapat menunjang diagnosa,

sehingga informasi diagnostik yang didapat lebih akurat.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Vertebra lumbal terletak di punggung bawah di antara thoraks dan sacrum.

Karena berat yang kita topang semakin bertambah ke ujung inferior kolumna

vertebra. Salah satu patologi yang ada di sekitar lumbosacral yaitu

Herniated Nucleus Pulposus (HNP). Disk hernia juga disebut sebagai

pecah atau menonjol disk. Disk hernia terjadi ketika sebagian atau

seluruh nukleus pulposus (lembut, agar-agar, bagian tengah dari diskus

intervertebralis) dipaksa masuk cincin luar atau robek annulus fibrosus.

Menurut Purwata (2014), diperkirakan 15% dari jumlah penduduk

menderita LBP. Salah satu penyebab yang paling sering dari LBP

adalah Herniated Nucleus Pulposus (HNP) berkisar antara 27 %. U s i a

yang paling sering mengalami HNP adalah pada

usia 30-50 tahun dan lebih banyak terjadi

pada perempuan (67,5%) daripada laki-laki (33%).

2. Prosedur pemeriksaan MRI Lumbosacral pada kasus Herniated Nucleus

Pulposus (HNP) di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota

Semarang sudah dapat menegakkan diagnosa dengan sekuen T2_TSE_Tra,

T2_me2d_FS_SAG_GRE_Lumbal, T2_HASTE_Sag_Myelo, T1_TSE_Tra,

T2_TSE_STIR_Sag, T2_TSE_Cor, dan T1_TSE_Sag.

31
30

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yaitu sebaiknya :

1. Selalu gunakan komunikasi yang dan baik dan komunikatif, sehingga pasien

mudah memahami penjelasan dari petugas.

2. Selalu menginfokan kepada pasien untuk tidak masuk dalam ruang

pemeriksaan mri membawa barang-barang yang terbuat dari besi/logam.


DAFTAR PUSTAKA

Jay Khanna, M. (2002). Magnetic Resonance Imaging of the Cervical Spine.A. Jay

Khanna, M. (2014). MRI Essentials for the Spine Specialist

Grey, M. J., & Ailnani, J. M. (2018). CT & MRI Pathology. In Mc Graw Hill

Education (Vol. 66).

Rafael FV, Geraldine EE. (2015). Pathophysiology of uterine myomas and its clinical

implications. New York: Springer

Moore, L. ., Agur, A. M. R., & Dalley, A. F. (2015). Essential Clinical Anatomy. In

Lippincott Williams & Wilkins: Vol. Fifth Edit. Wolters Kluwer Health.

Westbrook, Catherine and Caroline Kaut. (2019). Handbook of MRI Technique,

Fourth Edition; London : Blackwell Science

Anda mungkin juga menyukai