Anda di halaman 1dari 48

TEKNIK PEMERIKSAAN CT – SCAN THORAX

KONTRAS PADA KASUS TUMOR PARU DI INSTALASI


RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM INDRIATI SOLO
BARU
Laporan Kasus

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan VI

Disusun Oleh :
MUHAMMAD RIDUAN NUR
NIM. P1337430218036

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


PROGRAM SARJANA TERAPAN
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan laporan kasus Praktik kerja lapangan

VI (PKL VI), dengan judul : “Teknik Pemeriksaan CT–Scan Thorax Kontras

pada Kasus Tumor Paru di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Indriati

Solo Baru”.

Nama : Muhammad Riduan Nur

NIM : P1337430218036

Tanggal : Maret 2022

Tempat Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Indriati

Solo Baru

Solo Baru, Maret 2022

Pembimbing

Putut Tri Wibowo, Amd.Rad.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat,

karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan CT–Scan Thorax Kontras Pada

Kasus Tumor di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Indriati Solo Baru”.

Penulisan laporan kasus tersebut bertujuan untuk memenuhi tugas Mata

Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) 6. Dalam penulisan laporan kasus

tersebut penulis menemui beberapa kendala. Namun atas bantuan dari

berbagai pihak, maka laporan ini dapat terselesaikan, untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Marsum, BE, S.Pd, MHP, Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang.

2. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes, Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.

3. Ibu Dartini, Skm, M.Kes, Ketua Program Studi Sarjana Terapan Teknik

Radiologi Pencitraan Poltekkes Kemenkes Semarang.

4. Bapak Dito Andi Rukmana, S.Si., Kepala Instalasi Radiologi RSU

Indriati Solo Baru.

5. Ibu Santi Tri Mastuti, SST, Instruktur Klinik Instalasi Radiologi RSU

Indriati Solo Baru.

ii
6. Bapak Putut Tri Wibowo, Amd.Rad., Instruktur Klinik Instalasi

Radiologi RSU Indriati Solo Baru

7. Seluruh radiografer dan staf karyawan Instalasi Radiologi RSU Indriati

Solo Baru.

8. Teman seperjuangan di Instalasi Radiologi RSU Indriati Solo Baru, Nad,

Aya, dan Nang.

Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak

kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan masukan dari

semua pihak. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk

penulis maupun pembaca dan dapat dijadikan studi bersama.

Solo Baru, Maret 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan Penulisan........................................................................................3
D. Manfaat Penulisan......................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................5
A. Anatomi Thorax.........................................................................................5
B. Patologi Kanker Paru...............................................................................10
C. Dasar-Dasar CT-Scan..............................................................................12
D. Kualitas Citra CT-Scan............................................................................19
E. Media Kontras..........................................................................................21
F. Teknik CT-Scan Thorax..........................................................................22
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN...............................................28
A. Profil Kasus..............................................................................................28
B. Prosedur CT-Scan Thorax di RSU Indriati..............................................29
C. Hasil Radiograf........................................................................................34
D. Hasil Bacaan Radiograf...........................................................................35
E. Pembahasan.............................................................................................37
BAB IV PENUTUP...............................................................................................39
A. Kesimpulan..............................................................................................39
B. Saran........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40
LAMPIRAN...........................................................................................................42

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tulang rangka dada..............................................................................6


Gambar 2.2 Paru-paru..............................................................................................7
Gambar 2.3 Jantung dan pembuluh darah besar....................................................10
Gambar 2.4 Potongan Axial MSCT Thorax setinggi vertebra thoracal 3.............26
Gambar 2.5 Potongan Axial MSCT Thorax setinggi vertebra thoracal 5.............27
Gambar 2.6 Potongan Axial MSCT Thorax setinggi vertebra thoracal 7.............27
Gambar 3.1 Pesawat CT-scan 128 di RSU Indriati...............................................30
Gambar 3.2 Komputer untuk pengoperasian pesawat CT-scan.............................30
Gambar 3.3 Injector kontras otomatis....................................................................30
Gambar 3.4 Pengaturan scout AP dan Lateral.......................................................33
Gambar 3.5 Ilustrasi pengaturan scan range.........................................................33
Gambar 3.6 Pengaturan scan polos........................................................................33
Gambar 3.7 Citra hasil CT Scan thorax potongan axial........................................34
Gambar 3.8 Citra hasil CT Scan thorax potongan coronal....................................35
Gambar 3.9 Citra hasil CT Scan thorax potongan sagittal.....................................35

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thorax merupakan suatu rongga yang berbentuk kerucut yang dibatasi

olah tulang sejati dan tulang rawan. Di dalam rongga thorax terdapat

beberapa organ yang terdiri dari trakea, bronchus, paru-paru, jantung dan

diafragma (Pearce, 2001). Paru–paru terletak di dalam rongga dada dilindungi

oleh struktur bertulang selangka dan di selaput dinding sebagai pleural yang

berisi cairan pleura. Paru-paru adalah organ tubuh yang berperan dalam

sistem pernapasan (respirasi) yaitu proses pengambilan oksigen (O2) dari

udara bebas saat menarik napas, melalui saluran napas (bronkus) dan sampai

di dinding alveoli (kantong udara) (Syahruddin,2006).

Tumor paru bila keganasan disebut kanker paru atau dikenal juga sebagai

suatu bronchogenic carcinoma adalah istilah lain untuk kanker paru. Kanker

paru-paru adalah tumor yang tumbuh di paru–paru yang sebagian besar

berasal dari sel–sel di dalam paru–paru. Tetapi kanker paru–paru bisa juga

berasal dari kanker di bagian tubuh lainya yang menyebar ke daerah paru-

paru. Untuk mendeteksi tumor paru–paru dapat dilakukan dengan

pemeriksaan radiologi dengan pemeriksaan radiografi konvensional yaitu

foto rontgen thorax. Selanjutnya untuk menunjang diagnosa foto rontgen

thorax adalah pemeriksaan computed tomografi thorax (Wasripin, 2007).

1
CT Scan merupakan salah satu sarana penunjang penegakkan diagnosa

yang menggunakan gabungan dari sinar x dan computer untuk mendapatkan

citra atau gambar berupa variasi irisan tubuh manusia (Seeram, 2016).

Dengan kemanjuan teknologi telah tercipta CT Scan yang lebih canggih yaitu

MSCT (Multi Slice Computed Tomography). Salah satu pemeriksaan yang

dapat dilakukan dengan MSCT yaitu pemeriksaan MSCT thorax merupakan

teknik pemeriksaan secara radiologi untuk mendapatkan informasi anatomis

irisan penampang melintang seperti bidang axial, bidang coronal dan bidang

sagital yang dapat digunakan media kontras intravena untuk menampakkan

struktur-struktur anatomi thorax dengan perbedaan kontras yang dapat

membedakanantomi thorax dengan jelas. Salah satu fungsi penggunaan media

kontras pada pemeriksaan MSCT thorax adalah untuk memperjelas batas

antara jaringan dan tumor serta dengan tujuan untuk mengetahui jenis-jenis

lesi karena beberapa tumor punya karakteristik yang khas (Kenneth L.

Bontrager, 2014).

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan selama pelaksanaan praktek

kerja lapangan IV pemeriksaan MSCT thorax dengan klinis tumor paru di

Instalasi Radiologi RSU Indriati Solo Baru pemeriksaan MSCT thorax posisi

pasien supine di atas meja pemeriksaan, kedua lengan berada di atas kepala,

berberapa parameter seperti scout thorax AP dan Lateral dengan range dari

apex paru sampai ke diafragma dan dapat disesuaikan dengan permintaan

dokter pengirim maupun dokter radiologi dan pengaturan windowing yang

digunakan window lung dan mediastinum. Hal tersebut yang membuat penulis
2
tertarik untuk menjadikan sebuah Laporan Kasus yang berjudul “Teknik

Pemeriksaan CT–Scan Thorax Kontras Pada Kasus Tumor Paru di

Instalasi Radiologi RSU Indriati Solo Baru”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas maka penulis dapat menarik

permasalahan yang akan dibahas antara lain:

1. Bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan thorax kontras pada kasus

tumor paru di Instalasi Radiologi RSU Indriati Solo Baru?

2. Bagaimana persiapan pasien baik sebelum dan sesudah pemeriksaan CT-

Scan thorax dengan kasus tumor paru?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah:

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan CT-Scan thorax kontras pada

kasus tumor paru di Instalasi Radiologi RSU Indriati Solo Baru.

2. Untuk mengetahui persiapan petugas baik sebelum dan sesudah

pemeriksaan CT-Scan thorax kontras dengan kasus tumor paru.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil dari laporan kasus ini diharapkan dapat

menambah wawasan dan sebagai referensi bagi civitas akademika

Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang khususnya jurusan Teknik

3
Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang dan civitas akademika

lainnya.

2. Manfaat Praktis

Laporan Kasus ini diharapkan dapat memberi masukan dan saran

serta evaluasi yang berguna bagi rumah sakit, dalam hal ini di Instalasi

Radiologi pada umumnya radiografer pada khususnya dapat menambah

wawasan mengenai CT scan thorax kontras pada kasus tumor.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Thorax

Thorax atau dada adalah daerah tubuh yang terletak antara leher dan

abdomen. Di depan dan belakang thorax berbentuk rata dan di samping

berbentuk melengkung. Di bagian superior thorax berhubungan dengan leher

melalui apertura thoracic superior dan di inferior dipisahkan dengan

abdomen dan diafragma (Snell, 2000).

Thorax merupakan rongga yang dibatasi dan dikelilingi oleh dinding

thorax yang dibentuk oleh tulang, kartilage, dan otot. Di dalam rongga thorax

terdapat dua ruangan yaitu paru-paru dan mediastinum serta terjadi proses

sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga

dada yaitu; esophagus, paru-paru, hepar, jantung, pembuluh darah dan saluran

limfe (Snell, 2000).

1. Rangka Dada

Thorax berfungsi untuk melindungi organ–organ yang berada di

dalam thorax dan berfungsi untuk proses pernafasan. Rangka thorax

tersusun atas tulang vertebra thoracal, sternum, tulang iga dan tulang

rawan. Dua belas tulang vertebra membentuk bagian belakang dari

rongga thorax, bagian depan terdapat sternum yang berada pada bagian

tengah dari rongga thorax. Sternum sendiri terdiri atas tiga bagian, yaitu:

manubrium, badan sternum dan procesus xiphoideus.

5
Thorax merupakan rongga berbentuk kerucut, di bawah lebih lebar

dari pada di atas dan di belakang lebih panjang dari pada di depan. Pada

bagian belakang thorax dibentuk oleh dua belas vertebra thoracalis, di

bagian depan oleh sternum dan di samping oleh dua belas pasang iga,

yang melingkari badan mulai dari belakang dari tulang belakang sampai

ke sternum di depan (Snell, 2000). Tulang-tulang tersebut berfungsi

untuk mendukung dinding rongga pleura dan diafragma yang

digunakan dalam respirasi, selain itu juga berfungsi untuk melindungi

jantung dan paru-paru.

Keterangan gambar:
1. Manubrium sterni
2. Klavikula
3. Skapula
4. Tulang rusuk
5. Vertebra torakalis
6. Prosessus xipoideus
7. Korpus sterni

Gambar 2.1 Tulang rangka dada (Kenneth L. Bontrager, 2014)

2. Paru-paru

Paru-paru terdiri dari dua paru-paru besar yang seperti spons, yang

terletak di setiap sisi rongga thorax. Paru-paru kanan terdiri atas tiga

lobus, yaitu lobus superior, tengah, dan inferior yang dibagi oleh dua

celah yang dalam. Fisura inferior, yang memisahkan lobus inferior dan

tengah, disebut fisura oblik. Fisura horizontal memisahkan lobus superior

dan tengah. Paru-paru kiri hanya memiliki dua lobus, yaitu lobus superior

dan inferior yang dipisahkan oleh satu fisura oblik yang dalam.
6
Keterangan gambar:
1. Fissures
2. Out parietal
3. Pleura cavity
4. Inner pulmonary

Gambar 2.2 Paru-paru (Kenneth L. Bontrager, 2014)

Organ paru-paru tersusun atas sel-sel parenkim, mirip spons yang

ringan dan sangat elastis sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme

pernapasan. Setiap paru-paru mengandung kantung berdinding ganda

yang halus, atau membran, yang disebut pleura, yang dapat

divisualisasikan baik dalam gambar bagian depan maupun bagian

melintang. Lapisan luar kantung pleura ini melapisi permukaan bagian

dalam dinding dada dan diafragma dan disebut parietal pleura. Lapisan

dalam yang menutupi permukaan paru-paru, yang juga masuk ke celah di

antara lobus disebut pleura paru atau viseral.

3. Pleaura

Pleura dan paru terletak pada kedua sisi mediastinum di dalam

rongga dada. Pleura merupakan dua kantong serosa yang mengelilingi

dan melindungi paru. Setiap pleura terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan

parietalis, yang meliputi dinding thorax, meliputi permukaan thorax

diafragma dan permukaan lateral mediastinum yang meluas sampai ke

pangkal leher; dan lapisan visceralis, yang meliputi seluruh permukaan

7
luar paru dan meluas ke dalam fisura interlobaris. Lapisan parietalis

melanjutkan diri menjadi lapisan visceralis pada lipatan pleura yang

mengelilingi alat-alat yang masuk dan keluar dari hilus pulmonis pada

setiap paru. Untuk memungkinkan pergerakan vasa pulmonalis dan

bronchus besar selama respirasi, lipatan pleura tergantung sebagai lipatan

bebas dan disebut ligamentum pulmonale (Drake et al., 2015).

4. Trachea

Trachea adalah sebuah tabung cartilaginosa dan membranosa yang

dapat bergerak. Dimulai sebagai lanjutan larynx dari pinggir bawah

cartilage cricoidea setinggi corpus vertebra cervicalis VI. Berjalan turun

ke bawah di garis tengah leher. Di dalam rongga thorax, trachea berakhir

pada carina dengan membelah menjadi Bronchus principalis dexter dan

sinister setinggi angulus sterni, terletak sedikit agak ke kanan dari garis

tengah. Pada ekspirasi, bifurcation trachea naik satu vertebra, dan selama

inspirasi dalam bifurcation dapat turun sampai setinggi vertebra thoracal

VI (Drake et al., 2015).

5. Bronchus

Trakea bercabang dua di belakang arcus aorta menjadi Bronchus

principalis dexter dan sinister (primer atau utama). Bronchus principalis

dexter meninggalkan trachea dengan membentuk sudut sebesar 25 derajat

dengan garis vertikal. Bronchus principalis sinister meninggalkan

trachea dengan membentuk sudut 45 derajat dengan garis vertikal. Pada

anak-anak dengan usia lebih kecil dari 3 tahun, kedua bronchus


8
meninggalkan trachea dengan membentuk sudut yang hampir sama.

Bronchus terus menerus bercabang menjadi dua sehingga akhirnya

membentuk jutaan bronchioles terminalis yang berakhir di dalam satu

atau lebih bronchioles respiratorius. Setiap bronkiolus respiratorius

terbagi menjadi dua sampai 11 duktus alveolaris yang masuk ke dalam

saccus alveolaris. Alveoli yang timbul dari dinding saccus sebagai

diverticula (Drake et al., 2015).

6. Mediastinum

Mediastinum merupakan pemisah yang mudah bergerak, yang

terletak di antara kedua pleura dan paru. Meluas ke atas sampai aperture

thoracis superior dan pangkal leher, dan ke bawah sampai diafragma. Ke

depan mediastinum meluas sampai sternum dan ke posterior sampai

columna vertebralis (Drake et al., 2015).

7. Jantung

Jantung adalah organ dengan empat berangka dan berotot yang

terletak pada rongga dada, dibawah perlindungan tulang rusuk, dan

sedikit ke kiri sternum. Jantung berada di dalam kantung yang berisi

cairan yang longgar, yang disebut dengan perikardium. Keempat ruangan

jantung yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan. Atria duduk

berdampingan di atas ventrikel. Atrium dan ventrikel dipisahkan satu

sama lain dengan katup satu arah. Sisi kanan dan kiri jantung dipisahkan

oleh dinding jaringan yang disebut dengan septum. Jantung relatif kecil,

kira-kira berukuran sama seperti kepalan tangan yang tertutup. Sekitar 12


9
cm untuk panjangnya, 9 cm untuk lebarnya dan 6 cm untuk tebalnya,

dengan massa rata-rata 250 gr pada perempuan dewasa dan 300 gr pada

pria dewasa (Tortora & Derrickson, 2017).

Gambar 2.3 Jantung dan pembuluh darah besar (Kenneth L. Bontrager,


2014)

B. Patologi Kanker Paru

Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru,

tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya

yang menyebar ke paru-paru. Kanker paru-paru merupakan kanker yang

paling sering terjadi, baik pada pria maupun wanita. Kanker paru-paru juga

merupakan penyebab utama dari kematian akibat kanker (Hasanudin, 2011).

Terdapat dua jenis kanker paru, yaitu (Varalakhsmi, 2013):

1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)

SCLC adalah jenis kanker paru yang tumbuh lebih cepat daripada

jenis kanker NSCLC, akan tetapi pertumbuhan SCLC lebih dapat

terkendali dengan kemoterapi. Sekitar 20% kasus kanker paru adalah

10
SCLC, atau sekitar 30.000 pasien setiap tahunnya terdiagnosis penyakit

tersebut.

2. Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

Sekitar 75%-80% kasus kanker paru adalah NSCLC. Terdapat 3 tipe

NSCLC, yaitu:

a. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma adalah jenis dari NSCLC yang paling umum

dari kanker paru dan lebih banyak muncul pada wanita. Kanker tipe

ini berkembang dari sel-sel yang memproduksi lendir pada

permukaan saluran udara.

b. Karsinoma Skuamosa

Jenis ini paling umum dari kanker paru serta paling banyak

terjadi pada pria dan orang tua. Karsinoma skuamosa berkembang

dalam sel yang mengisi saluran udara, dan kanker ini tumbuh relatif

lambat

c. Karsinoma sel besar

Pertama kali muncul biasanya di saluran pernapasan yang lebih

kecil dan dapat menyebar dengan cepat. Tipe ini sering disebut juga

karsinoma tidak berdiferensiasi karena bentuk sel kanker ini bundar

besar.

Kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomik. Foto thorax

AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan


11
kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi

lesi dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan

penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto thorax ditemukan lesi yang

dicurigai sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT-Scan thorax wajib

dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut.

CT-Scan thorax dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting

untuk mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen

paru yang terlibat secara tepat. CT-Scan thorax dapat diperluas hingga

kelenjar adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut

(Kenneth L. Bontrager, 2014).

C. Dasar-Dasar CT-Scan

CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-X, komputer

dan televisi sehingga mampu menampilkan gambaran anatomi tubuh

manusia dalam bentuk irisan atau slice. Prinsip kerja dari CT-Scan yaitu

berkas sinar-X yang terkolimasi dan adanya detektor. Proses pengolahan

gambar dan rekonstruksi gambar dilakukan dengan menerapkan prinsip

matematika atau yang lebih dikenal dengan rekonstruksi algoritma.

Setelah proses pengolahan selesai maka akan diperoleh data berupa

data digital, yang selanjutnya diubah menjadi data analog yang

ditampilkan pada layar monitor(Romans, 2011).

1. Komponen CT-Scan

Computed Tomography MSCT mempunyai 2 komponen utama

yaitu scan unit dan operator konsol. Scan unit terdiri dari 2 bagian
12
yaitu meja pemeriksaan (couch), dan gantry. Gantry dan couch

berada didalam ruang pemeriksaan, sedangkan konsol diletakkan

terpisah dalam ruang kontrol. Bagian-bagian dari MSCT :

a. Gantry

Gantry terdiri dari beberapa perangkat keras antara lain

seperti tabung sinar-X, kolimator, dan detektor.

b. Meja Pemeriksaan (Couch)

Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan

pasien. Meja ini terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya bahan ini

maka sinar-X yang menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk

menuju ke detektor. Meja ini harus kuat dan kokoh mengingat

fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama meja pemeriksaan

bergerak ke dalam gantry.

c. Sistem Konsol

Konsol merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menyimpan

data mentah, mengatur dan mengubah data mentah menjadi

gambaran yang lebih informatif (Kenneth L. Bontrager, 2014).

Bagian sistem konsol yaitu :

1) Sistem kontrol, pada bagian ini petugas dapat mengontrol

parameter-parameter yang berhubungan dengan beroperasinya

MSCT seperti pengaturan kV, mA, waktu scanning, ketebalan

irisan (Slice thickness), dan lain-lain. Juga dilengkapi dengan

13
keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan

fungsi tertentu pada komputer.

2) Sistem pencetak gambar, setelah gambar MSCT diperoleh

gambaran tersebut dipindahkan ke dalam bentuk film.

Pemindahan ini menggunakan kamera multi format. Tampilan

gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung ukuran

filmnya (8x10 inchi atau 14x17 inchi).

3) Sistem perekaman gambar, merupakan bagian penting yang lain

dari MSCT. Data-data pasien yang telah ada disimpan dan dapat

dipanggil kembali dengan cepat. Sistem perekaman ini berupa

disket optic dengan kemampuan menyimpan sampai ribuan

gambar. Ada pula menggunakan magnetic tape dengan

kemampuan data hanya sampai 200 gambar. Saat ini untuk

memperoleh hardcopy dari gambar MSCT sudah menggunakan

kamera laser.

2. Parameter CT-Scan

Pada pencitraan MSCT tampilan gambar yang baik sangat

tergantung dari kualitas gambar yang dihasilkan, sehingga aspek klinis

dari hasil gambar tersebut dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka ada beberapa parameter-

parameter pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal.

a. Slice thickness

14
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek

yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1-10 mm sesuai dengan

keperluan klinis. Pada umumnya ukuran yang tebal akan

menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya

ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang

tinggi. Namun semakin tipis irisan maka akan semakin banyak noise

yang terbentuk (Kenneth L. Bontrager, 2014).

Menurut (Seeram, 2016), ketebalan slice thickness yang

digunakan 5-10 mm pada pemeriksaan MSCT Thorax. Menurut

Ballinger dkk.,(2003), nilai slice thickness dapat dipilih antara 1-10

mm sesuai dengan kebutuhan diagnosa, scanning dapat berlanjut

dengan menggunakan slice thickness scanning 5 mm, 2 mm di

daerah yang strukturnya kecil, semakin tipis slice thickness maka

akan semakin baik detail gambar yang diperoleh.

b. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice

thickness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan

irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

c. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu

eksposi (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis

15
pada tiap-tiap pemeriksaan. Namun pengaturan tegangan tabung

dapat diatur ulang sesuai dengan ketebalan objek yang diperiksa.

d. Field Of View (FOV)

FOV merupakan diameter maksimal dari gambar yang akan

direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan berada pada rentan 12-50

cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi gambar karena

FOV yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam

rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV

terlalu kecil maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan

klinis menjadi sulit dideteksi (Kenneth L. Bontrager, 2014).

e. Pitch

Pitch adalah perbandingan antara pergerakan meja dengan slice

thickness (Lampignano, 2018).

f. Gantry tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara vertikal dengan

gantry (tabung sinar-X dengan detektor). Rentang penyudutan

antara -25 derajat sampai +25 derajat. Penyudutan gantry bertujuan

untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi.

Disamping itu bertujuan untuk mereduksi dosis radiasi terhadap

organ yang sensitif (Kenneth L. Bontrager, 2014).

g. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari

picture elemen (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar.


16
Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen

dalam memori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi

gambar. Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran 512 x

512 yaitu 512 baris dan 512 kolom. Rekonstruksi matriks

berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang

dipakai maka semakin tinggi resolusi yang dihasilkan (Seeram,

2016).

h. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algoritma adalah prosedur matematis yang

digunakan dalam merekonstruksi gambar. Semakin tinggi

rekonstruksi algoritma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi

gambar yang dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran

seperti tulang, soft tissue, dan jaringan lain dapat dibedakan dengan

jelas pada layar monitor.

Filter merupakan salah satu parameter dari kualitas citra MSCT.

Filter atau lebih dikenal dengan kernel dapat meningkatkan resolusi

kontras atau dapat menghaluskan image dan mengurangi noise, juga

meningkatkan resolusi kontras. Semakin tinggi nilai image noise,

maka dapat dikatakan bahwa kualitas citra MSCT akan semakin

menurun dan sebaliknya, semakin rendah nilai image noise, maka

kualitas gambar yang dihasilkan akan semakin baik (Seeram, 2016).

Menurut Long dkk., 2016. Pemilihan rekonstruksi kernel/

algoritma didasarkan pada aplikasi klinis tertentu. Seperti misalnya


17
smooth kernel digunakan dalam pemeriksaan otak atau penilaian

tumor pada liver untuk mengurangi noise dan pendeteksian kontras

rendah. Dosis radiasi yang terkait dengan penilaian ini lebih tinggi

dari pemeriksaan lain karena kontras dasar yang lebih rendah antara

jaringan. Sementara itu untuk sharp kernel digunakan dalam

pemeriksaan untuk menilai struktur tulang untuk kebutuhan klinis

resolusi spasial yang lebih baik. Dosis radiasi yang lebih rendah

dapat digunakan dalam uji ini karena kontras tinggi yang melekat

pada struktur tulang. Parameter rekonstruksi yang penting lainnya

adalah ketebalan irisan, yang mengontrol spasial resolusi dalam arah

longitudinal, yang mempengaruhi pemilihan resolusi, noise, dan

dosis radias..

i. Window Width

Window width adalah rentang nilai computed tomography yang

dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan ke layar

monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar

melalui rekonstruksi matriks dan algoritma maka hasilnya akan

dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai

computed tomography (Kenneth L. Bontrager, 2014). Dasar

pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk tulang

mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan

untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Jaringan atau

substansi lain dengan nilai yang berbeda tergantung dari nilai


18
perlemahannya. Jadi penampakan tulang pada monitor menjadi putih

dan penampakan udara menjadi hitam. Jaringan dan substansi lain

akan dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat disebut

dengan grayscale. Khusus untuk daerah yang semula dalam

penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi

media kontras.

Tabel 2.1 Nilai CT pada jaringan berbeda (Kenneth L. Bontrager,


2014)

j. Tipe Jaringan Nilai CT Penampakan di Monitor


(HU)
Window
Tulang + 1000 Putih
Otot + 50 Abu-abu ke putih
Darah + 20 Abu-abu
CSF + 15 Abu-abu
Air 0 -
Lemak - 100 Abu-abu gelap ke hitam
Paru - 200 Abu-abu gelap ke hitam
Udara - 1000 Hitam
Level

Window level digunakan untuk menentukan densitas gambar yang dihasilkan.

Nilainya dapat dipilih dan tergantung karakteristik perlemahan dari struktur objek

yang diperiksa.

D. Kualitas Citra CT-Scan

1. Spasial Resolusi

Spasial resolusi adalah kemampuan untuk dapat membedakan objek

yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang
19
yang sama. Spasial resolusi dipengaruhi oleh faktor geometrik,

rekonstruksi algoritma/ filter kernel, ukuran matriks, pembesaran gambar

(magnifikasi) dan Field Of View (FOV) (Seeram, 2016).

2. Kontras Resolusi

Kontras resolusi merupakan kemampuan untuk membedakan atau

menampakkan objek-objek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil

dan dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice thickness, FOV dan filter

kernel (rekonstruksi algoritma) (Seeram, 2016).

3. Noise

Noise adalah fluktuasi atau standar deviasi dari nilai CT Number

pada jaringan atau materi yang homogen. Sebagai contoh adalah air

memiliki CT Number 0, semakin tinggi standar deviasi nilai CT Number

pada pengukuran berarti noise nya tinggi. Selain itu noise akan

mempengaruhi kontras resolusi, semakin tinggi noise maka kontras

resolusi semakin menurun (Seeram, 2016).

4. Artefak

Artefak adalah kesalahan yang terdapat pada gambar yang tidak ada

hubungannya dengan objek yang diperiksa serta sesungguhnya tidak

diharapkan untuk ada. Menurut Seeram, (2016) Artefak didefinisikan

sebagai perbedaan antara rekonstruksi CT Number dalam gambar dengan

koefisien atenuasi yang sesungguhnya dari objek yang diperiksa. Artefak


20
pada gambar MSCT banyak macamnya antara lain streak artefak, ring

artefak, stair artefak, strip artefak, shading artefak, dan patial volume

artefak.

E. Media Kontras

Media kontras merupakan bahan yang digunakan untuk melihat jaringan

tubuh yang samar atau tidak terlihat dalam pemeriksaan radiodiagnostik.

Bagian tubuh tersebut adalah usus, rongga tubuh,saluran kemih, empedu,

tuba fallopi, ginjal, pembuluh darah, tumor, limpa, kelenjar, sumsum tulang

belakang, cairan tubuh, dan lain lain. Berdasarkan struktur kimia yang

membentuknya ada dua tipe utama media kontras pada CT-Scan, yaitu:

1. Media Kontras Ionik

Kontras agen ini terdiri dari iodium sebagai elemen opasitas dan

komponen kimia lain yang menciptakan molekul kompleks. Senyawa

molekul induk adalah gugus karboksil dalam bentuk asam benzoat dan

molekul kimia lain yang melekat di sampingnya. Media kontras ionik

mengandung elemen rantai samping bermuatan positif yang disebut

kation. Kation adalah jenis garam yang terdiri dari natrium, meglumine,

atau kombinasi keduanya. Garam-garam ini meningkatkan daya larut

media kontras. Kation dikombinasikan dengan komponen bermuatann

negative yang disebut anion. Kation dan anion adalah rantai samping

yang menempel pada cincin asam benzoate induk. Setelah disuntikkan,

kation terlepas dari senyawa atau anion induk, sehingga menjadi dua ion

21
terpisah dalam darah. Hal ini menciptakan kondisi hipertonik atau

peningkatan osmolalitas plasma darah. Peningkatan osmolalitas ini dapat

menyebabkan spasme vena, nyeri pada tempat injeksi, dan retensi cairan.

Agen kontras ionic dapat meningkatkan kemungkinan pasien akan

mengalami reaksi media kontras (Kenneth L. Bontrager, 2014).

2. Media Kontras Non-Ionik

Agen kontras ini mengandung iodium yang dibutuhkan untuk

opasitas tetapi tidak mengandung kation bermuatan positif. Gugus

karboksil pengion diganti dengan gugus yang tidak terdisosiasi seperti

amida atau glukosa. Ketika dilarutkan di dalam air, senyawa non ionik

terbentuk dengan masing-masing molekul yang mengandung tiga atom

iodium. Oleh karena itu, ketika disuntikkan ke dalam darah atau rongga

tubuh, media kontras tetap utuh. Disebut non ionik berdasarkan

karakteristik non ionisasinya. Karena sifat non ionisasinya, agen kontras

ini memiliki osmolaritas rendah sehingga tidak meningkatkan osmolalitas

plasma darah. Dari penelitian yang pernah dilakukan, penggunaan media

kontras non ionik memiliki reaksi atau efek samping yang lebih rendah

dibandingkan media kontras ionik (Kenneth L. Bontrager, 2014).

F. Teknik CT-Scan Thorax

1. Pengertian

Teknik pemeriksaan CT-Scan Thorax adalah teknik pemeriksaan

secara radiologi untuk mendapatkan informasi anatomis irisan atau

penampang pada area thorax. Prosedur teknik pemeriksaan CT-Scan


22
meliputi, persiapan pasien, posisi pasien, scout view, menentukan

parameter scanning yang tepat, sampai mendapatkan kualitas citra CT-

Scan yang baik.

2. Indikasi Pemeriksaan CT Thorax (Kenneth L. Bontrager, 2014)

a. Nodul

b. Metastasis Paru

c. Pneumonia

d. Infiltrat

e. Efusi Pleura

f. Massa Pulmo

g. COVID-19

3. Prosedur Pemeriksaan

a. Persiapan pasien Wijokongko., dkk (2016), (Kenneth L. Bontrager,

2014)

1) Pasien yang non kooperatif, gelisah, diberikan sedasi agar

tenang.

2) Melampirkan hasil laboratorium ureum dan kreatinin terbaru

dengan hasil dalam batas normal (dengan nilai normal ureum

10-50 mg/dl dan kreatinin normal <1,5 mg/dl), bila hasil tidak

normal maka perlu dikonsultasikan ke dokter spesialis penyakit

dalam karena pemberian media kontras yang kita suntikkan

tersebut dapat menimbulkan penyakit ginjal pada pasien.

23
3) Baju dan aksesoris pasien yang dapat menimbulkan artefak pada

gambar dilepas, seperti kalung, kancing baju logam.

4) Inform consent pasien dilakukan sebelum pemeriksaan dimulai

berkaitan dengan pemasukan media kontras misalnya dapat

mengetahui riwayat penyakit pasien dan memperoleh

persetujuan medis sebelum dilakukan suatu tindakan.

5) Waspada dengan penggunaan obat Metformin pada penderita

diabetes melitus.

b. Persiapan alat dan bahan (Wijokongko., dkk 2016)

1) Pesawat CT-Scan

2) Feet holder

3) Body strap

4) Selimut

5) Baju Pasien

6) Media kontras

7) Injector

8) Venocath (IV line).

9) Alat-alat suntik, spuit, kassa dan kapas, alkohol

10) Tabung oksigen

c. Posisi pasien dan objek (Wijokongko dkk., 2016)

1) Tidur terlentang (supine) diatas meja pemeriksaan.

2) Kaki dekat gantry (feet first)

3) Kedua tangan diletakkan di atas kepala.


24
4) Pasien diberi selimut untuk kenyaman pasien.

5) Informasikan ke pasien agar tidak gerak dan rileks semaksimal

mungkin agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar

d. Posisi objek

Pasien diposisikan sehingga MSP tubuh pasien sejajar dengan

lampu indikator longitudinal. MCP ptubuh sejajar dengan lampu

indikator horizontal. Batas atas pemeriksaan pada diatas apex paru,

sedangkan batas bawah pada dibawah diagfragma.

e. Pemasukan media kontras (Wijokongko dkk.,2016).

Teknik pemasukan media kontras menggunakan injector dengan

delay 45-70 detik post injeksi kontras.

1) Volume media kontras 80-100 cc.

2) Flow rate 2,5- 3 ml/ detik.

3) Pemasukkan media kontras melalui vena antecubital.

f. Scanning Parameter

Tabel 2.2 Parameter CT Thorax


Scout AP dan lateral
Breath hold Inspiration
DFOV ~38 cm (disesuaikan bentuk tubuh orang)
SFOV Selebar tubuh
Algorithm Standar
Window settings 350ww / 50 wl (soft tissue) ;
1500ww / -700wl (lung)
16 detector 64 detector
Gantry rotation 0,5s 0,5s
time

25
Aquisition (detector 16x1,25 = 20mm 64x0,625 = 40mm
width x number of
detector rows =
deterctor coverage)
Slice thickness 2,5mm 2,5mm
Slice interval 2,0mm 2,0mm
Pitch 1,375 1,375
kVp 120 120
mA 80-160 (tergantung 80-160 (tergantung
bentuk tubuh) bentuk tubuh)

g. Pengolahan Gambar

1) Mengolah data menjadi gambaran axial pre dan post kontras

kondisi mediastinum.

2) Mengolah data menjadi gambaran axial post kontras kondisi

paru.

3) Mengolah data menjadi gambaran sagital dan coronal post

kontras kondisi mediastinum.

4) Print out film menggunakan window width dan window level

kondisi mediastinum.

5) Gambar MSCT Thorax pada kondisi mediastinum (Gambar

26
Keterangan gambar:
1. Caput humerus 4. Vena subclavia kiri
2. Esophagus 5. Spine of sclavula
3. Trachea 6. Neck of scapula

Gambar 1.4 Potongan Axial MSCT Thorax setinggi vertebra


thoracal 3 (Romans, 2011)

Keterangan gambar:
1. Lung dextra 5. Lung sinistra
2. Trachea 6. Scapula
3. Brachiocephalic A. 7. Vertebra
4. Arcus Aorta 8. Costae

Gambar 2.5 Potongan Axial MSCT Thorax setinggi vertebra


thoracal 5 (Romans, 2011)

Keterangan gambar:
1. Arteri pulmonalis 6. Vena pulmonalis kanan
2. Lung dextra 7. Arteri pulmonalis kiri
3. Vena cava superior 8. Scapula
4. Aorta thoracalis 9. Costae
5. Pulmonalis trunk 27 10. Lung sinistra
Gambar 2.6 Potongan Axial MSCT Thorax setinggi vertebra
thoracal 7 (Romans, 2011)

BAB III
PEMBAHASAN

A. Profil Kasus

1. Identitas Pasien

Nama : Tn.--

Umur : 27 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jawa Tengah

Permintaan pemeriksaan : CT-Scan thorax kontras

Keterangan klinis : Tumor Paru

2. Alur Pemeriksaan Pasien

Pada tanggal 26 Februari pasien berkunjung ke instalasi radiologi RS

Indriati Solo Baru untuk melakukan pemeriksaan tunjukkan dari rumah

sakit sebelumnya untuk pemeriksaan CT scan thorax dengan kontras.


28
Oleh petugas pasien dijadwalkan dan diminta untuk melakukan uji

laboratorium uji kreatinin uji ureum serta uji HbsAg.

Pemeriksaan pemeriksaan CT scan thorax kontras dilaksanakan

setelah uji laboratorium dilakukan dan hasilnya telah keluar pada ada hari

yang sama. Setelah hasil ureum kreatinin dipastikan normal pasien

dilakukan pemeriksaan CT scan thorax

Sebelum dilakukan pemeriksaan CT scan thorax pasien diminta

untuk menandatangani informed consent kemudian pasien diberi

penjelasan mengenai apa saja yang berkaitan dengan pemeriksaan yang

akan dilaksanakan.

B. Prosedur CT-Scan Thorax di RSU Indriati

Prosedur pemeriksaan CT-Scan thorax tanpa kontras di RSU Indriati

Solo Baru - Sukoharjo adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Petugas

Petugas CT-Scan yang bertugas memposisikan pasien, menggunakan

alat pelindung diri ataiu yang disingkat APD Level 1, sedangkan yang

berada di ruang konsole memakai APD level 1. APD yang digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Sarung tangan bedah sekali pakai

b. Baju kerja

c. Masker bedah 3 fly

d. Baju scrub/pakaian jaga

e. Coverall/gown dan apron


29
2. Persiapan Alat dan Bahan

a. Pesawat CT-Scan 128 Slice dengan data sebagai berikut:

Merk : GE

Tipe : Revolution Evo

Gambar 3.1 Pesawat CT-scan 128 di RSU Indriati

b. Komputer Workplace atau Navigator

Gambar 3.2 Komputer untuk pengoperasian pesawat CT-scan

c. Body Starp

d. Feet holder

e. Fiksasi tangan dan kaki

f. Selimut

g. Printer

h. Injector

30
Gambar 3.3 Injector kontras otomatis
i. Media Kontras Iodine/50 ml

j. Spuit 20 cc

k. Spuit skintest 3 cc

l. Tourniquet

m. Wing needle No. 21

3. Persiapan Pasien

a. Membawa hasil pemeriksaan laboratorium (ureum, kreatinin, dan

HbsAg)

b. Melepaskan semua benda-benda logam di area dada untuk

menghindari artefak yang tidak diinginkan.

c. Pasien diwajibkan memakai masker

d. Berganti dengan baju pasien

e. Pasien dipersilakan untuk tidur supine di tempat tidur persiapan

pasien.

f. Pasien dipasangkan venocath IV line untuk infus dan jalur kontras

dimasukan.

g. Kemudian dilakukan observasi untuk kestabilan kondisi pasien

4. Posisi Pasien

31
Pasien di posisikan supine di meja pemeriksaan dan sebisa mungkin

kooperatif saat pemeriksaan. Dan kaki menghadap ke arah gantry (Feet

First).

5. Posisi Objek

a. MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja

pemeriksaan dan sejajar dengan lampu indikator longitudinal, serta

MCP (Mid Coronal Plane) tubuh sejajar dengan lampu indikator

horizontal.

b. Kaki lurus ke bawah. Kedua tangan diletakkan di atas kepala

senyaman mungkin.

c. Ketinggian tubuh pasien diatur dari titik pertemuan lampu indikator

longitudinal dan lampu indikator horizontal pada mid axillary line.

d. Posisikan pasien dimana daerah Thorax bisa tercover dalam

lapangan penyinaran. Batas atas pemeriksaan cervical VII.

e. Menjelaskan kepada pasien untuk inspirasi penuh dan tahan nafas

pada saat pemeriksaan berlangsung.

f. Menjelaskan sensasi saat obat media kontras saat masuk ke

pembuluh darah

6. Langkah Pemeriksaan

a. Setelah pasien diposisikan dan sudah siap pada posisi.

b. Petugas di pada workstation memasukan data pasien pada halaman

registrasi

c. Lalu memilih protokol thorax helical


32
d. Kemudian membuat scout berdasar aspek antero – posterior dan

lateral

Gambar 3.4 Pengaturan scout AP dan Lateral

e. Dari gambaran scout, FOV scan range diatur dengan batas atas pada

apex paru hingga adrenal gland

Gambar 3.5 Ilustrasi pengaturan scan range

f. Kemudian tekan tombol start scan untuk gambaran thorax non-

kontras (polos) dengan menekan tombol “move” dan ”start”.

Gambar 3.6 Pengaturan scan polos

g. Setelah selesai scan lanjutkan dengan mengklik “next series”.

33
h. Kemudian mengatur ”smartprep” pada monitor untuk menentukan

banyaknya scan yang akan dilakukan delay scan un dan menentukan

nilai HU yang perlu dicapai untuk menentukan scanning selanjutnya

dimulai.

i. Scanning ketiga, proses scan dilakukan setelah media kontras

dimasukkan sebanyak 80 cc, menekan tombol “move” kemudian

“start” dengan delay 5 detik

j. Setelah delay 5 detik, kemudian scanning pertama kontras adalah

fase artery, kemudian scanning setelah fase artery adalah scanning

fase late artey.

k. Tunggu hingga selesai, lalu klik “ok”

l. Setelah scan completed, klik “end study”

m. Pemeriksaan selesai, pasien dikeluarkan dari gantry

n. Pasien dipersilakan untuk diobservasi kembali setelah pemeriksaan

selesai

C. Hasil Radiograf

Gambar 3.7 Citra hasil CT Scan thorax potongan axial

34
Gambar 3.8 Citra hasil CT Scan thorax potongan coronal

Gambar 3.9 Citra hasil CT Scan thorax potongan sagittal

D. Hasil Bacaan Radiograf

Pemeriksaan CT-Scan thorax multifase dengan kontras iopamiro 370

mg/ml sebanyak 80 cc dengan kecepatan 4 cc/s hasil sebagai berikut:

Edema kutis-subkutis regio clavicula-supraclavicula kiri dan dinding

anterior thorax.

Tampak massa besar, isodens inhomogen hipervaskular, menyangat kuat

pasca pemberian kontras, tepi irregular, batas tidak tegas berukuran

+/15,82x10, 18x9,83 (APxLLxCC); mengisi mediastinum superior anterior

transmisi paru kiri 1+2 dan 3, lesi tampak mendestruksi os. sternum, os.

clavicula sisi proximal kiri serta menginfiltrasi m. pectoralis mayor kanan kiri

sisi medial (terutama kiri) dan m. intercostalis kiri.

Tampak infiltrat minimal di sekitar lesi paru kiri.

35
Massa mendapat suplai darah (multipel) dari A. pulmonalis kiri.

Tampak perlekatan lesi ke vena brachiocephalica kiri, arcus aorta-aorta

thoracalis descendan proksimal, A. karotis komunis kiri proksimal. A.

subklavia kiri proksimal, bronkus kiri beserta cabang-cabang superior, A.V

pulmonalis kiri.

Tampak nodul solid menyangat kontras di segmen 6 paru kiri diameter

+/1,29 cm.

Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening mediastinum.

Tak tampak penebalan pleura maupun efusi pleura kanan kiri.

Diafragma tidak tampak lesi.

Organ-organ abdomen atas yang tervisualisasi tidak memperlihatkan lesi

fokal patologis

KESAN:

- Massa solid besar, hipervaskular yang mendapat suplai perdarahan

multipel dari A. pulmonalis kiri (uk±15,82x10,18x9,83 (APxLLxCC));

mengisi mediastinum superior anterior serta mengisi paru kiri segmen

1+2 dan 3

- Massa tampak: - mendestruksi os sternum, os clavicula sisi proksimal kiri

- menginfiltrasi m. pectoralis mayor kanan-kiri sisi

medial (terutama kiri) dan m. intercostal kiri.

- melekat pada vena brachiosefalika kiri, arcus aorta -

aorta thoracalis descenden proximal, A. karotis

komunis kiri proksimal, A. subklavia kiri proximal,


36
bronkus kiri beserta cabang-cabang superior dan A.V

pulmonalis kiri

- Nodul solid menyangat kontras segmen 6 paru kiri diameter +/-1,29 cm

kesan lesi metastasis

E. Pembahasan

1. Teknik pemeriksaan CT-Scan Thorax Kontras Pada Kasus Tumor Paru

Teknik pemeriksaan CT-scan thorax kontras pada kasus tumor paru

yang dilakukan hampir sama dengan teori Roman (2016) dan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan terlihat. Hal ini dapat terjadi karena

adanya panduan yang telah diterbitkan oleh rumah sakit yang dipatuhi

sebagai pedoman operasional di Instalasi Radiologi RSU Indriati dan

didasarkan dari teori pada buku prosedur pemeriksaan CT-scan yang

diajakan sehingga hanya perlu disesuikan dengan kondisi dilapangan.

Perbedaan yang penulis dapat amati diantaranya adalah ketika

dipersiapan pasien yang dilakukan baik sebelum dan sesudah pemerikaan

dilaksanakan. Juga body strap yang hampir tidak digunakan, hal ini

dilakukan untuk mengefisienkan waktu pemeriksaan dan kenyamanan

pasien. Pasien juga dalam keadaan sadar sehingga informasi yang

diberikan dapat diterima dengan jelas dan dapat kooperatif dengan

petugas yang melaksanakan pemeriksaan CT-scan thorax kontras.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pemeriksaan CT Scan thorax

kontras di Instalasi Radiologi RS Indriati Solo Baru menggunakan slice

37
thickness 0,625 mm. Dengan menggunakan slice thickness tersebut,

kasus tumor paru sudah dapat menghasilkan hasil yang akan diinginkan.

2. Persiapan Pasien Sebelum dan Sesudah Pemeriksaan CT-Scan Thorax

Kontras Pada Kasus Tumor Paru

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan serta juga penjelas

yang diberikan petugas kepada penulis, adapun persiapan yang dilakukan

pasien sebelum pemeriksaan adalah untuk berpuasa 6 jam sebelum

pemeriksaan dan uji laboratorium (ureum, kreatinin, dan HbsAg).

Kemudian pemeriksaan akan dilaksanakan, pasien dipersilakan untuk

beristirahat pada tempat tidur persiapan untuk dilakukan pengukuran

tensi serta pemasangan venocath (IV line) untuk infus dan jalur kontras

dimasukan. Setelah pemeriksaan selesai, pasien kembali dipersilakan

untuk beristirahat pada tempat tidur persiapan untuk diobservasi ada

tidaknya reaksi alergi yang muncul setelah obat kontras dimasukan dan

untuk melepas IV line kembali.

Hal-hal yang dilakukan ini sudah sesuai dengan teoir Roman (2016)

tentang keselamatan pasien dan sangat diperlukan untuk mengetahui

keadaan pasien baik sebelum dan sesudah pemeriksaan sehingga pasien

bisa merasa nyaman.

38
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan CT Scan Thorax dengan menggunakan media kontras di

Instalasi Radiologi RSU Indriati Solo Baru digunakan untuk mengevaluasi

adanya tumor paru. Pemeriksaan CT Scan Thorax terdapat persiapan khusus

yaitu berpuasa sebelum pemeriksaan, dan melakukan test laboratorium karena

akan dimasukan media kontras melalui intravena dalam pemeriksaannya,

serta melepas benda logam yang dapat mengakibatkan artefak dan berganti

baju dengan baju pasien.

Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, feet first, kedua

tangan berada diatas kepala. Kemudian dilakukan pengambilan scout dengan

range dari cervical VII sampe supra renal. Setelah scanning scout selesai

kemudian dilakukan scanning thorax pre kontras, lalu dilakukan pengambilan

gambar. Kemudian dilakukan proses recon-reformating.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah untuk tetap memasang

body strap agar dapat meminimalkan risiko artefak karena pergerakan dan

risiko pasien bergerak dan terjatuh dari meja pemeriksaan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Bruce W.Long, Jeannean Hall Rollins, B. J. S. (2016). Merrill’s Atlas of Radiographic

Volume 3.

Drake, R. L., Vogl, A. W., & Mitchell, A. W. M. (2015). Gray’s Anatomy For Student

3rd edition. In The Practice Manual of Illustrative Anatomy.

Kenneth L. Bontrager, J. P. L. (2014). Textbook of Radiographic Positioning and

Related Anatomy by Kenneth L. Bontrager, John P. Lampignano. In Textbook of

Radiographic Positioning and Related Anatomy by Kenneth L. Bontrager, John P.

Lampignano (Vol. 53, Issue 9).

Mitchell, R. (2005). Robbins Basic Pathology. Saunders, New York.

Pearce, E, (2001). Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta, PT Gramedia

Pustaka Utama.

Rasad, Sjariar. (2009). Radiologi Diagnostik. Jakarta : Balai Penerbit FK UI

Romans, L. E. (2011). Computed tomography for technologist: A comprehensive text.

Seeram, E. (2016). Computer Tomography Physical Principles, Clinical Applications,

and Quality Control 4th Ed. In Elsevier.

Snell, R. S. (2000). Clinical anatomy for medical students (6th ed.). Lippincott

Williams & Wilkins.

Syahruddin, E, (2006). Characteristic patients in Indonesian association for the study

of lung cancer data. The 4th Scientific Respiratory Medicine Meeting, Jakarta,

Departement of Pulmonology and respiratory Medicine Faculty of Medicine.


40
Tortora, G., & Derrickson, B. (2017). Dasar Anatomi dan Fisiologi. In Journal of

Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

Wasripin. 2007. Teknik Pemeriksaan CT Scan Thorax pada Kasus Kanker Paru.

Poltekkes Kemenkes Semarang

LAMPIRAN

1. Nama Pesawat CT-Scan

41
2.

42

Anda mungkin juga menyukai