Anda di halaman 1dari 40

TEKNIK PEMERIKSAN CT SCAN THORAX KONTRAS

DENGAN DIAGNOSA EFUSI PLEURA


DI INSTALASI RADIOLOGI RSD K.R.M.T WONGSONEGORO
SEMARANG

Laporan Kasus

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Kerja Lapangan V

Disusun Oleh:

NAWANG PURBANINGRUM
P1337430221076

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


PROGRAM SARJANA TERAPAN
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SEMARANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas

mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) V atas mahasiswa Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan

Semarang berikut ini :

Nama : Nawang Purbaningrum

NIM : P1337430221076

Prodi : Teknologi Radiologi Pencitraan Program Sarjana Terapan

Jurusan : Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Judul : TEKNIK PEMERIKSAN CT SCAN THORAX KONTRAS DENGAN


DIAGNOSA EFUSI PLEURA DI INSTALASI RADIOLOGI RSD K.R.M.T
WONGSONEGORO SEMARANG

Semarang, 27 Nopember 2021


Clinical Instructure

Aries Widiyatmoko,S.ST
NIP. 19650510 198903 1 026
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Allah subhanahu wa


ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan PKL V mulai tanggal 15 November 2021 sampai
dengan 11
Desember 2021 serta menjalankan hak dan kewajiban sebagai mahasiswa
praktek dan menyelesaikan laporan kasus di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T
Wongsonegoro Kota Semarang.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat
bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Fatimah, S.ST, M.KES , Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang.
2. Ibu Dartini, SKM, M.Kes, Ketua Program Studi Teknologi Radiologi
Pencitraan Teknik Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
Politeknik Kesehatan Semarang.
3. Ibu dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad Kepala Instalasi Radiologi
RSD K.R.M.T WONGSONEGORO Semarang
4. Bapak Aries Widiyatmoko S.ST pembimbing lapangan Instalasi Radiologi
RSD K.R.M.T WONGSONEGORO Semarang.
5. Seluruh Dokter Radiolog, Radiografer dan Staff Instalasi Radiologi RSD
K.R.M.T WONGSONEGORO Semarang.
6. Keluarga atas doa dan dukungannya selama ini.
7. Teman-teman Alih Jenjang Teknik Radiologi Pencitraan dimanapun kalian
praktek.
8. Teman praktek seperjuangan di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T
WONGSONEGORO Semarang Mas Rudy yang telah mensupport penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini.

Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi semua.

Semarang, Nopember 2021

Penulis
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................. ii

KATA PENGANTAR...........................................................................

iii DAFTAR ISI.......................................................................................

iv BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.............................................. 1

1.2. Rumusan Masalah....................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan......................................................... 2

1.4. Manfaat Penulisan....................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi................................................... 3

2.2 Patologi Effusi Pleura……............................................ 6

2.3 Dasar – Dasar CT Scan............................................... 11

2.4 Parameter CT Scan..................................................... 12

2.5 Teknik pemeriksaan CT Scan Kepala.......................... 17

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Profil Kasus.................................................................. 25

3.2. Prosedur Pemeriksaan................................................ 26

3.3. Hasil Radiograf............................................................. 29

3.4. Evaluasi Hasil Radiograf.............................................. 30

3.5. Pembahasan................................................................ 31

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan.................................................................. 33

iv
4.2. Saran............................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Efusi pleura salah satu kelainan yang ada di thorax. Efusi pleura

terjadi karena penumpukan cairan di dalam ruang pleural karena proses

penyakit primer dan dapat juga terjadi karena penyakit sekunder akibat

penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih yang berupa transudat berupa

pus atau darah. Menurut Kastelik (2013) efusi pleura merupakan masalah

medis dengan insiden tahunan sekitar 1,5 juta di Amerika Serikat. Keganasan

adalah salah satu yang paling sering penyebab efusi pleura. Keterlibatan

pleural dapat terjadi hampir semua jenis kanker, dan efusi pleura terlihat pada

setengah dari pasien dengan keganasan metastasis. Namun kanker paru

merupakan penyebab efusi pleura ganas paling besar sekitar 30% diikuti oleh

kanker-kanker yang lain.

CT Scan Thorax merupakan teknik pemeriksaan secara radiologi

untuk mendapatkan informasi anatomis irisan atau penampang melintang

thorax (Rasad, 2000). CT Scan Thorax dengan kontras dapat mendeteksi

adanya tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik,

menentukan ukuran tumor, mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding

thorax, bronkus, mediastinum dan pembuluh darah besar, mendeteksi

adanya efusi pleura, serta mendeteksi adanya penyebaran ke limfonodi dan

hepar. Pemeriksaan CT Scan thorax dengan media kontras dilakukan melalui

intra vena dengan power injektor. Jumlah media kontras sekitar 80-100 cc

dengan flow rate 3 - 4 ml/detik. Scanning dilakukan antara 30 - 60 detik sejak

pemasukkan kontras. Banyaknya media kontras dan kecepatan injeksi serta

delay time tergantung dari berat badan dan organ yang ingin dinilai.

1
2

Pada laporan kasus ini, penulis ingin mengetahui prosedur

pemeriksaan CT Scan Thorax Kontras dengan diagnosa Effusi Pleura di

instalasi radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro dalam mendukung diagnosa

suatu penyakit. Dengan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk

mengangkatnya dalam bentuk laporan dengan judul “TEKNIK PEMERIKSAN

CT SCAN THORAX DENGAN DIAGNOSA EFFUSI PLEURA DI INSTALASI

RADIOLOGI RSD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG”

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax dengan diagnosa Efusi
Pleura di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T WONGSONEGORO
SEMARANG ?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax dengan diagnosa
Efusi Pleura di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T WONGSONEGORO
SEMARANG

1.4. Manfaat
Memperdalam pengetahuan penulis tentang prosedur pemeriksaan CT Scan
Thorax dengan kontras secara umum dan memperdalam pengetahuan
penulis tentang prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax dengan diagnosa Efusi
Pleura di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari

paru-paru adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas

tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru

terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri.

Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri

mempunyai dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi

beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang

disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan

bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut

mediastinum (Evelyn, 2009).

Gambar 1 Anatomi Paru

3
4

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang

bernama pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura

pariental. Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung

membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang

menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat

rongga yang disebut cavum pleura (Guyton, 2007).

Sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses, yaitu

inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer

ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam

paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar

dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas

jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :

a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,

sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis

internus.

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis.

Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-

paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser

pada dinding dada karena memiliki struktur yang elastis. Tekanan

yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada

berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).


5

Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas

antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan

untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan

karbon dioksida.

Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,

pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :

a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan

keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer.

b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan

darah.

c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam

darah dan cairan tubuh ke dan dari sel.Pengaturan ventilais

pada sistem pernapasan. Pada waktu menarik nafas atau

inspirasi maka otot-otot pernapasan berkontraksi, tetapi

pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika

diafragma menutup, penarikan nafas melalui

isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding

badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup dan

berada pada posisi semula (Evelyn, 2009).


6

2.2 Patologi Effusi Pleura

Menurut Darmanto (2016), ada beberapa factor yang menjadi

penyebab dari efusi pleura adalah sebagai berikut:

1. Efusi Pleura Transudatif

Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis

efusi

transudate. Efusi pleura transudatif dapat dibebakan berbagai

faktor

antara lain disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli pada paru,

sirosis hati atau yang merupakan penyakit pada intraabdominal, dialisis

peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut,

retensi garam maupun setelah pembedahan jantung.

2. Efusi Pleura Eksudatif

Efusi pleura eksudatif merupakan jenis cairan eksudat yang terjadi

akibat adanya peradangan atau proses infiltrasi pada pleura

maupun

jaringan yang berdekatan dengan pleura. Selain itu adanya

kerusakan pada dinding kapiler juga dapat mengakibatkan

terbentuknya cairan yang mengandung banyak protein keluar dari

pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab

efusi pleura eksudatif juga bisa di sebabkan oleh adanya bendungan

pada pembuluh limfe.

Penyebab lainnya dari efusi pleura eksudatif yaitu adanya neoplasma,

infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal dan imunologik.

a. Neoplasma

Neoplasma dapat menyebkan efusi pleura dikarenakan karsinoma

bronkogenik karena dalam keadaan tersebut jumlah leukosit


7

>2.500/mL. yang terdiri dari limfosit, sel maligna, dan sering

terjadi reakumulasi setelah terasentesis, selain itu tumor metatastik

yang berasal dari karsinoma mammae lebih sering bilateral

dibandingkan dengan karsinoma bronkogenik yang diakibatkan

adanya penyumbatan pembuluh limfe atau adanya penyebaran

ke daerah pleura. Penyebab lainnya adalah limfoma,

mesotelimoa dan tumor jinak ovarium atau sindrom meig.

b. Infeksi

Penyebab dari efusi pleura eksudatif adalah infeksi,

mikroorganismenya adalah virus, bekteri, mikoplasma maupun

mikobakterium. Bakteri dari pneumonia akut jarang sekali

dapat

menyebabkan efusi pleura eksudatif, efusi pleura yang

mengandung nanah disertai mikroorganisme di sebut dengan

empyema. Selain empyema pneumonia yang disebabkan oleh

virus dan mikoplasma juga dapat menyababkan efusi pleura.

c. Penyakit jaringan ikat

Penyakit jaringan ikat yang dapat menyababkan efusi pleura

adalah seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis rheumatoid.

d. Penyakit intraabdominal

Efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit intra abdominalis

tidak hanya dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif saja tetapi

dapat juga menyebabkan efusi pleura transudatif tergantung pada

jenis penyababnya. Penyakit intraabdominal yang dapat

menyebabkan efusi pleura eksudatif adalah kasus pasca

bedah
8

abdomen, perforasi usus, dan hepatobiliar yang dapat

menyebabkan abses subdiafragmatika. Hal yang sering ditemukan

sebagai penyabab efusi pleura dari penyakit intra abdominalis

adalah abses hepar karena amoba.

e. Imunologik

Imunologik yang dapat menyebabkan efusi pleura adalah

seperti

efusi rheumatoid, efusi lupus, efusi sarkoidosis, granulomatosis

wagener, sindrom sjogren, paska cedera jantung, emboli paru,

paru uremik dan sindrom meig.

Efusi pleura rheumatoid banyak dijumpai pada pasien laki-laki

dibandingkan pada pasien perempuan. Biasanya pasien

rheumatoid tingkat sedang sampai berat yang mempunyai

nodul subkutan dapat menyabkan efusi pleura rheumatoid.

Pada pasien efusi pleura rheumatoid pasien mengaluhkan nyeri

pleuritik dan sesak napas.

3. Efusi pleura hemoragis

Efusi pleura hemoragis merupakan efusi pleura yang disebakan

oleh trauma, tumor, infark paru maupun tuberkolosis.

4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk

Penyebab efusi pleura dari lokasi terbentuknya dapat dibagi

menjadi dua bagian yaitu unilateral dan bilateral. Jenis efusi

pleura unilateral tidak ada kaitannya dengan penyebab penyakit

tetapi efusi pleura bilateral dapat ditemukan pada penyakit-penyakit

berikut seperti gagal jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites,

infark paru, tumer dan tuberkolosis.

5. Analisis cairan pleura


9

Menurut Dramanto (2016), analisa dari cairan pleura adalah

sebagai

berikut. Cairan pleura secara maksroskopik diperiksa warna, turbiditas,

dan bau dari cairannya. Efusi pleura transudate cairannya

biasanya jernih, transparan, berawarna kuning jerami dan tidak

memiliki bau. Sedangakan cairan dari pleura yang menyerupai

susu biasanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan pleura yang

berbau busuk dan mengandung nanah biasanya disebabkan oleh

bakteri anaerob. Cairan yang berwarna kemerahan biasanya

mengandung darah, sedangkan jika berwarna coklat biasanya di

sebabkan oleh amebiasis. Sel darah putih dalam jumlah banyak dan

adanya peningkatan dari kolesterol atau trigliserida akan menyebabkan

cairan pleura berubah menjadi keruh (turbid). Setelah dilakukan proses

sentrifugasi, supernatant empiema menjadi jernih dan berubah menjadi

warna kuning, sedangkan jika efusi disebabkan oleh kilotoraks

warnanya tidak akan berubah tetap seperti berawan.

Sedangkan jika dilakukan sentripugasi. Penambahan 1 mL darah pada

sejumlah volume cairan pleura sudah cukup untuk menyababkan

perubahan pada warna cairan menjadi kemerahan yang di

sebabkan

darah tersebut mengandung 5000-10.000 sel eritrosit. Efusi pleura

yang banyak mengandung darah (100.000 eritrosit/mL) Memicu

dugaan adanya trauma, keganasan atau emboli dari paru.

Sedangkan cairan pleura yang kental dan terdapat darah biasanya

disebabakn adanya keganasan. Jika hematocrit cairan pleura

melebihi 50% dari hematocrit dari darah perifer, termasuk dalam

hemotoraks.
10

Menurut Saferi & Mariza (2013), tanda dan gejala yang ditimbulkan dari efusi

pleura yang berdasarkan dengan penyebabnya adalah:

1. Sesak napas

2. Rasa berat pada daerah dada

3. Bising jantung yang disebabkan payah jantung

4. Lemas yang progresif

5. Penurunan berat badan yang disebabkan neoplasma

6. Batuk disertai darah pada perokok yang disebabkan Ca bronkus

7. Demam subfebril yang disebabkan oleh TB Paru

8. Demam mengigil yang disebabkan empyema

9. Asites pada penderita serosis hati

10. Asites disertai tumor di daerah pelvis yang disebabkan oleh

penderita

sindrom meig. danya keganasan. Jika hematocrit cairan pleura

melebihi 50% dari hematocrit dari darah perifer, termasuk dalam

hemotoraks.
11

2.3 Dasar – Dasar CT Scan

Multi Slice Computed Tomography (MSCT Scan) merupakan

pemeriksaan radiografi yang mampu menampilkan gambaran

tomografi yang tipis yang mewakili rekonstruksi matematis dari

jaringan tubuh dan strukturnya dengan bantuan computer

(Bontrager, 2014).

CT Scan diperkenalkan oleh Godfrey Hounsfield seorang

insinyur dari EMI Limited London dan James Ambrose seorang

teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di London Inggris pada tahun

1970. (Merril, 2016).

Pada CT Scan prinsip kerjanya hanya dapat men-scanning

tubuh dengan irisan melintang tuibuh (potongan axial). Namun

dengan memanfaatkan teknologi computer maka gambaran axial

yang telah didapatkan dapat diformat kembali sehingga didapatkan

gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga

dimensi dari objek tersebut. Menurut Bontrager (2014), ada 3

kelebihan dari CT Scan dibandingkan dengan conventional

Radiogafi, yaitu :
12

- CT Scan dapat menampilkan gambaran slice 3 dimensi dari

struktur internal tubuh.

- System yang digunakan pada CT Scan lebih sensitive pada

diferensiasi jenis jaringan yang berbeda dibandingkan dengan

radiografi konvensional sehingga perbedaan tipe jaringan bisa

dievaluasi dengan lebih .mudah.

- CT Scan memungkinkan kita untuk melakukan manipulasi data

dan penambahan gambar setelah scanning selesai

dilaksaankan, dimana hal ini bisa dilakukan pada semua

teknologi digital.

2.4. Parameter CT Scan

Gambar pada CT Scan terjadi dari hasil dari berkas-

berkassinar-x yang mengalami perlemahan setelah menembus

objek, ditangkap detector, dan dilakukan pengolahan dalam

computer. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam CT Scan

dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output

gambar yang optimal.

a. Slice Thickness

Slice thickness merupakan tebalnya irisan atau potongan dari


objek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1mm-10mm
sesuaidengan keprluan klinis. Pada umumnya ukuran yang tebal
akanmenghasilkan gambaran dengan detail yang rendah
13

sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran

dengan detail yang tinggi.Namun, semakin tipis irisan maka akan

semakin banyak noise yang terbentuk.

b. Range

Range merupakan perpaduan atau kombinasi dari beberapa

slice thickness. Contohnya, untuk CT Scan kepala, range yang

digunakan adalah dua. Range pertama lebih tipis dari range

kedua. Range pertama meliputi irisan dari basis cranii hingga

pars petrosus dan range kedua dari pars petrosum hingga

verteks. Range digunakan untuk mendapatkan ketebalan irisan

yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

c. Volume Investigasi

Volume investigasi merupakan keseluruhan lapangan dari objek

yang diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek

hingga batas akhir objek yang akan diiris.

d. Faktor Eksposi

Faktor eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA)

dan waktu eksposi (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih

secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan. Namun kadang-

kadang pengaturan tegangan tabung diatur ulang untuk

menyesuaikan ketebalan objek yang akan diperiksa (rentang

antara 80-140 kV).


14

e. Field of View (FOV)

Field of view adalah diameter maksimal dari gambaran yang

akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada

pada rentang 12-50 cm. FOV yang kecil akan mereduksi ukuran

pixel (picture element), sehingga resolusi meningkat.. Namun jika

ukuran FOV terlalu kecil maka area yang mungkin dibutuhkan

untuk keperluan klinis menjadi sulit dideteksi.

f. Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertical

dengan gantry (tabung sinar-x dan detector). Rentang

penyudutan antara -25 derajat sampai +25 derajat. Penyudutan

dari gantry bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-

masing kasus yang dihadapi. Disamping itu bertujuan untik

mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitive

seperti mata.

g. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture

element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar.

Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen

dalam memori computer yang berfungsi untuk merekonstruksi

gambar. Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran 512

x 512 yaitu 512 baris dan 512 kolom. Rekonstriksi matriks ini
15

berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan.

Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi

resolusi yang akan dihasilkan.

h. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma)

yang digunakan dalam merekonstruksi gambar.. Semakin tinggi

resolusi algorithma yang dipilih maka akan semakin tinggi pula

resolusi gambar yang akan dihasilkan.

i. Window Width

Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang

dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam TV

monitor. Setelah computer menyelesaikan pengolahan gambar

melaluirekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan

dikonversi menjadi skala numeric yang dikenal dengan nama

nilai computed tomography. Nilai ini mempunyai nilai satuan HU

(Hounsfield Unit) yang diambil dari nama penemu CT Scan

kepala pertama kali yaitu Godfrey Hounsfield.


16

Tipe Jaringan Nilai CT (HU) Gambaran

Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu terang

White matter +45 Abu-abu

Gray matter +40 Abu-abu

Darah +20 Abu-abu

CSF +15 Abu-abu

Air 0 Abu-abu

Lemak -100 Abu-abu gelap


hitam
Paru -200 Abu-abu gelap
hitam
Udara -1000 Hitam

Tabel 1.1 nilai MSCT pada jaringan yang berbeda


penampakannya pada layar monitor (Bontrager, 2014)

Dasar dari pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.

Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000

HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU.

Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi

lain dengan nilai yang berbeda-beda pula tergantung pada

tingkat perlemahannya. Dengan demikian maka penampakan

tulang dalam layar monitor menjadi putih dan penampakan udara

hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi

warna abu-abu yang bertingkat yang disebut gray scale. Khusus


17

untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-

abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras iodine.

j. Window Level

Window level menentukan densitas gambar yang dihasilkan.

Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik

perlemahan dari struktur objek yang diperiksa.

2.5 Teknik Pemeriksaan CT Scan Thorax


a. Indikasi Pemeriksaan
1. Tumor, massa
2. Aneurisma
3. Abses
4. Lesi pada hilus atau mediastinal
b. Persiapan Pemeriksaan
1) Persiapan pasien
Menurut Neseth (2000), persiapan untuk pemeriksaan MSCT
thorax harus dengan perjanjian atau jadwal terlebih dahulu
pada pihak radiologi sebelum pemeriksaan dimulai. Persiapan
dari MSCT thorax dimulai pada malam harinya sebelum
keesokan harinya diperiksa. Ketika scan sudah siap pada pagi
harinya, pasien harus dalam keadaan puasa.
1. Pasien yang non kooperatif, gelisah, diberikan sedasi
agar tenang.
2. Melampirkan hasil laboratorium ureum dan kreatinin
dengan hasil normal.
3. Menginstruksikan mengganti baju dengan baju pasien
dan melepas semua benda - benda yang dapat
menimbulkan artefak.
4. Menjelaskan prosedur pemeriksaan dan memberikan
inform
consent berkaitan dengan pemasukan media kontras
18

2) Persiapan alat dan bahan


Alat dan bahan pemeriksaan MSCT thorax dibedakan menjadi
dua bagian yaitu :
a) Peralatan steril :
1. Spuit
2. Wing needle
3. Kassa dan kapas
4. Alkohol
5. Media kontras
6. Obat anti histamin
b) Peralatan non steril :
1. Seperangkat pesawat MSCT
2. Selimut
3. Body clamp
4. Tabung oksigen
5. Tiang infus
6. Injektor
3) Persiapan Media Kontras
1. Jenis Media Kontras : osmolaritas rendah 350 - 370 mg
iodine/ml
2. Volume pemakaian : 80 – 100 ml
3. Injeksi rate : 2,3 – 2,5 ml/detik
4. Teknik pemasukan media kontras menggunakan injector
dengan delay 30 - 70 detik post injeksi kontras
4) Teknik Pemeriksaan
a. Posisi Pasien
Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan head first
atau feet first
b. Posisi Obyek
Pasien diposisikan sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tubuh
sejajar dengan lampu indikator longitudinal. Lengan pasien
diletakkan di atas kepala. Pasien diinformasikan agar
menarik nafas pada saat pemeriksaan dimulai (Nesseth,
2000).
19

5) Parameter Scanning

1. Scanogram
Setelah pengaturan posisi dan area scanning selesai,
dilanjutkan scanning untuk pembuatan scanogram thorax
Antero Posterior.

Gambar 2
Scanogram thorax

2. Scan Pre kontras dan Post Kontras


Foto sebelum dan sesudah memasukkan Media Kontras
Kasus seperti tumor dibuat foto sebelum dan sesudah
pemasukan media kontras. Tujuan dibuat foto sebelum dan
sesudah media kontras adalah untuk melihat apakah ada
jaringan yang menyerap kontras banyak, sedikit atau tidak
sama sekali.
- Range : cervical VII sampai supra renal masuk
area pemeriksaan
- Slice thickness : 5 - 10 mm
- FOV : mengikuti standar alat yang digunakan
- Sudut gantry : 00
- kV dan mAs : mengikuti standar alat yang digunakan
- Window width soft tissue range : 300 - 500
- Window level soft tissue range : 30 - 60
- Window width lung parenchyma : 800 -1800
- Window level lung parenchyma : -300 - -700
20

6) Kriteria gambar

Berikut adalah contoh irisan axial thorax pada pemeriksaan CT

Scan thorax (Moeller, 2001).

a) Potongan axial 1

Gambar 3 Potongan axial 1 setinggi thoracic vertebra 2 dan

bidang scanning-nya (Moeller, 2001)

Keterangan :
A. Internal jugular vein
F. Left lung
G. Supraspinatus muscle
B. Internal carotid artery H. Scapula
C. Thoracic vertebra 2 I. Trachea
D. Spinal cord J. Thyroid gland
E. Esophagus
21

b) Potongan axial 2

Gambar 4 Potongan axial 2 setinggi carina dan bidang scanning-nya

(Moeller, 2001)

Keterangan :
A. Infraspinatus muscle F. Esophagus

B. Right lung G. Left main stem bronchus

C. Superior vena cava H. Descending aorta

D. Right main stem bronchus I. Pulmonary trunk

E. Right pulmonary artery J. Ascending aorta


23

Gambar 5 Potongan axial 3 setinggi vertebra thoracal 11 dan bidang

scanning-nya (Moeller, 2001)

Keterangan :
A. Liver (right lobe) E. Descending aorta
B. Right lung F. Spleen
C. Erector spinae muscle G. Stomach
D. Inferior vena cava H. Liver (left lobe)

d) Potongan axial 4

Gambar 6 Potongan axial 4 setinggi vertebra thoracal 12 dan bidang

scanning-nya (Moeller, 2001) Keterangan :

F. Liver (right lobe) A. Stomach


G. Caudate lobe of liver B. Pancreas
H. Hepatic portal vein C. Spleen
I. Inferior vena cava D. Descending colon
J. Abdominal aorta E. Left lobe of liver

7) Pengolahan gambar (Protokol Radiologi CT SCAN dan


MRI, 2016
24

- Mengolah data menjadi gambaran axial pre dan post kontras


kondisi mediastinum
- Mengolah data menjadi gambaran axial post kontras kondisi
lung
- Mengolah data menjadi gambaran coronal dan sagital post
kontras kondisi mediastinum
- Print out film menggunakan window width dan window level
kondisi mediastinum.
BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Profil kasus


a. Identitas Pasien
Untuk referensi penunjang dalam melakukan pemeriksaan, penulis
menyajikan identifikasi pasien dalam tinjauan kasus ini yang diperoleh
dari formulir permintaan foto radiograf yang telah didaftarkan
sebelumnya. Adapun identias pasien tersebut :
Nama : Ny. K
Umur : 67 TH
Jenis kelamin : Wanita
Alamat : Mlilir
No. RM : 55xxxx
Ruang : Arjuna I
Dokter Pengirim : dr. Nur Santi, Sp.P
Dokter Radiologi : dr. Luh Putu E Santi M, Sp. Rad
Tanggal Pemeriksaan : 19 November 2021
Permeriksaan : MSCT Scan Thorax Kontras
Diagnosa : Efusi Pleura

b. Riwayat Pasien
Pada hari Rabu, 19 November 2021 pasien datang ke instalasi
radiologi dengan diantar keluarga dan perawat untuk melakukan
pemeriksaan CT Scan Thorax kontras. Pasien tersebut, atas
permintaan dokter pengirim dilakukan pemeriksaan CT Scan Thorax
dengan kontras untuk menegakkan diagnosa.

25
26

3.2. Prosedur Pemeriksaan


3.2.1. Persiapan Alat dan Bahan
a. Bahan Steril
• Media Kontras (injeksi) : ± 80 ml
• NaCl (injeksi) 20 ml
• Air minum sebanyak 1000 ml
b. Pesawat CT-Scan
Merk : Philips 128 slice
Tipe : Ingenuity CT
No Seri : 169017
kV Max : 140 kV
mA Max : 400 mA

Gambar 7. Pesawat MSCT Philips 128 slice


c. Automatic Injector
d. Media kontras iopamidol 350 mg / 50 cc
e. Baju pasien
f. Selimut pasien
g. Printer film radiografi Film CT-Scan

Gambar 8. Printer Fuji Medical Dry Laser Imager DRYPIX


Smart
27

3.2.2. Persiapan Pasien


Pemeriksaan CT Scan Thorax kontras di Instalasi radiologi RSD
K.R.M.T Wongsonegoro ada persiapan khusus, pasien harus cek
laboratorium ureum dan creatinine dan puasa 6 - 8 jam serta pasien
harus melepaskan benda logam di sekitar badan agar tidak
mengganggu hasil gambaran CT scan. Kemudian diinstruksikan
kepada pasien agar tidak bergerak selama pemeriksaan berjalan.

3.2.3. Teknik Pemeriksaan


Sebelum melakukan scanning terlebih dahulu menyiapkan alat dan
bahan seperti mengisi automatic injector dengan media kontras dan
NaCl. Selanjutnya pasien diposisikan supine di atas meja
pemeriksaan dengan posisi feet first dan tangan ke atas di samping
kepala. Axilary mid plane sejajar dengan sinar vertical. Pasien dibuat
senyaman mungkin dan diberi selimut, untuk pemeriksaan
scanogram dengan batas atas apex thorax dan batas bawah
supra renal. Setelah itu masukkan data pasien dan scanning
dilakukan saat pasien tarik napas kemudian tahan.
Selanjutnya dilakukan patent check dengan memasukkan sebanyak
7ml NaCl, Scanning CT Thorax dilakukan dengan kontras 80 ml dan
NaCl sebanyak 20 ml dengan flow rate 2,3 ml/s. Pengambilan
gambar dengan 1 fase, yaitu fase vena porta atau delay 30 detik
setelah injeksi media kontras.

Gambar 9 Computer dan Console CT Scan


28

1) Parameter Scanning
KV : 120 KV
mAs : 250 mAs / Slice
Slice Thickness : 1,00 mm
FOV : 400.0 mm
Scan time : 19,05 sec
2) Teknik Pengolahan Gambar
Setelah didapatkan hasil scanning maka dilakukan
rekonstruksi gambar serta dilakukan filming dengan
mengatur window width dan window level dan memilih
jumlah frame yg digunakan. Teknik Filming pada MSCT
Thorax kontras di RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang menggunakan 2 Film dengan format 5 x 6, terdiri
dari scanogram irisan coronal, selanjutnya potongan axial
polos dan post kontras window mediastinum, irisan coronal
polos dan kontras pada irisan yang terdapat kelainan,
lalu potongan axial lung window.
Pengolahan film CT-Scan di Instalasi Radiologi RSD
K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA SEMARANG secara
otomatis yaitu setelah penyinaran, gambar dipindah ke dalam
alat print. Setelah itu gambar diolah dengan memunculkan
gambar yang informatif, kemudian diprint dengan alat yang
berada pada ruang printing.
29

3.3. Hasil Radiograf

Gambar 10 irisan scanogram coronal dan axial


CT Scan Thorax polos mediastinum window

Gambar 11 irisan scanogram coronal dan axial


CT Scan Thorax post kontras mediastinum window
30

Gambaran 12 irisan scanogram coronal dan axial


CT Scan Thorax lung window

3.4. Evaluasi Hasil Radiograf

TS. Yth,

Pemeriksaan MSCT Scan Thorax dengan Kontras


Tampak nodul hipodens di tiroid kanan ukuran 0,56 x 0,77 cm.
Paru kiri corakan bronkovaskuler meningkat. Tampak infiltrate di segmen
1.
Paru kiri corakan bronkovaskuler meningkat. Tampak infiltrat disertai
fibrotic line di segmen 1-2. Tampak konsolidasi disertai air bronkogram di
segmen 5-6. Tampak massa isodens (CT number 40 HU) bentuk
lobulated batas tegas tepi ireguler di segmen 3-4, ukuran LL 2,81 x AP
3,75 x CC 3,58 cm. Paska injeksi kontras tampak enhancement (CT
Number 75,8 HU)

Tampak limfadenopati di upper paratrakea kiri (0,82 x 0,67 cm),


subcarinal (1,25 x 0,86 cm), axilla kanan (1,74 x 1,14 cm) dan axilla kiri
(1,46 x 1,25 cm).

Bronkus utama kanan-kiri tak menyempit.


Trachea tidak tampak terdesak
31

Esophagus tak melebar, dinding tak tampak menebal, tak tampak massa
dan pendesakan.
Cor tak membesar.
Aorta tak tampak melebar, tampak kalsifikasi dinding.
Tak tampak osteofit pada korpus vertevra torakolumbalis.
Tampak efusi Pleura kiri

KESAN :
Massa paru kiri (ukuran LL 2,81 x AP 3,75 x CC 3,58 cm).
Limfadenopati di upper paratrakea kiri (0,82 x 0,67 cm), subcarinal (1,25
x 0,86 cm), axila kanan (1,74 x 1,14 cm) dan axilla kiri (1,46 x 1,25 cm).
Efusi pleura kiri
---- >>> T2 N2 M1a
Gambaran TB paru lama aktif.
Kardiomegali.
Spondilosis torakolumbalis.
Nodul hipodens tiroid kanan (ukuran 0,96 x 0,77 cm).

3.5. Pembahasan
Prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kontras dengan indikasi
efusi pleura di Instalasi Radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro
Semarang hampir sama dengan prosedur yang ada dalam teori.
Sebelum melakukan scanning terlebih dahulu menyiapkan alat dan
bahan seperti mengisi automatic injector dengan media kontras dan
NaCl. Sebelum melakukan pemeriksaan MSCT Thorax dengan kontras
sebaiknya dilakukan persetujuan (Informed Consent) demi keamanan
dan kelancaran pemeriksaan. Selanjutnya pasien diposisikan supine di
atas meja pemeriksaan dengan posisi feet first dan tangan ke atas di
samping kepala. Axilary mid plane sejajar dengan sinar vertical. Pasien
dibuat senyaman mungkin dan diberi selimut, untuk pemeriksaan
scanogram dengan batas atas apex thorax dan batas bawah supra renal.
Tubuh pasien di fiksasi dengan body strap agar selama pemeriksaan
tidak bergerak. Dan pasien diberi selimut agar lebih nyaman mengingat
32

ruangan pemeriksaan yang ber-AC. Setelah itu masukkan data pasien


dan scanning dilakukan saat pasien tarik napas kemudian tahan.
Selanjutnya dilakukan patent check dengan memasukkan sebanyak 7ml
NaCl, Scanning CT Thorax dilakukan dengan kontras 80 ml dan NaCl
sebanyak 20 ml dengan flow rate 2,5 ml/s. Pengambilan gambar
dengan 1 fase, yaitu fase vena porta atau delay 30 detik setelah injeksi
media kontras.

Setelah selesai scaning selanjutnya gambar di rekontruksi dengan MPR


(Multi Planar Recontruction) di buat irisan coronal dan sagittal. Lalu di
buat kondisi mediastinum window dan lung window.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Secara umum, teknik pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kontras
menggunakan slice thickness 10 mm dan injeksi media kontras
80 – 100 cc dengan flow rate 3-4 ml/detik.
2. Teknik pemeriksaan CT Scan Thorax dengan diagnosa Efusi Pleura
di instalasi radiologi RSD K.R.M.T Wongsonegoro menggunakan
slice thickness 5 mm dan injeksi media kontras 80 cc dengan
flowrate 2,5 ml/detik. Protokol scanning yang digunakan yaitu mulai
dari scanning topogram, scanning pre kontras, pre monitoring dan
monitoring, serta fase kontras. Untuk print film digunakan layout 5 x 6
sebanyak dua lembar terdiri dari mediastinum window dan lung
window pre dan post kontras.

4.2. Saran

1. Pada saat patensi chek sebaiknya ditunggu sekitar beberapa menit


sehingga dapat diketahui apakah ada reaksi alergi terhadap media
kontras.
2. Saran yang dapat penulis sampaikan pada laporan kasus ini yaitu
untuk keamanan dan kelancaran pemeriksaan CT Scan Thorax
dengan kontras perlu dilakukan persetujuan (Informed Consent).

33
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, K.L. 2014. Text Book of Radiographic and Related Anatomy,


Eight Edition. London :The CV Mosby

Bruening, R and Flohr, T.2003. Protocols for Multislice CT 4 and 16 row


Applications, Berlin : Springer

Bruce W Long, Jeannean Hall Rollins, dan Barbara J. Smith. 2016.


Merrill’s Atlas Of Radiographic Positioning & Procedures. Thirteenth
Edition. St. Louis, Missouri : Elsevier

Kementerian kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi. Jakarta


selatan http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-ptm.pdf.

Missouri Moeller, T. B., & Reif, E. 2000. Normal findings in CT and MRI.
Stuttgart – New York: Thieme.
Myrtha R dan Shabrina H. 2012. Gambaran CT Scan Non Kontras pada
Stroke Iskemik. Indonesia: CDK-198/vol.39 No.10.

Taufiqurrohman, Sari Merry Indah. 2016. Manfaat Pemberian Sitikoline


Pada Pasien Stroke Non Hemoragik (SNH). Lampung : UNILA

William, L and Wilkins. 2013. Introduction to Sectional Anatomy.


New York: Wolters Kluwer.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai