Anda di halaman 1dari 67

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

BNO-IVP DENGAN KASUS

NEFROLITIASIS

DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD INDRAMAYU

LAPORAN KASUS
Disusun untuk memenuhi tugas
Praktek Kerja Lapangan

Disusun Oleh :

II IRAWAN

NIM 4501.06.19.A.041

PROGRAM STUDI

DIII TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON

2020/2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa oleh Clinical Instruktur (CI) instalasi radiologi

RSUD INDRAMAYU dan telah disetujui untuk memenuhi tugas Praktik Kerja

Lapangan 3 Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan (STIkes) Cirebon.

Nama : ii irawan

Nim : 4501.06.19.A.041

Judul laporan :“Teknik pemeriksaan Radiografi BNO-IVP dengan kasus

Nefrolitiasis di instalasi Radiologi RSUD INDRAMAYU

INDRAMAYU, 28 Septemberi 2021

Pembimbing

Sigit Purwanto,AMR
NIP :197810012005011007

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya berupa

ilmu, sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul

“Teknik pemeriksaan Radiografi BNO-IVP dengan kasus Neprolitiasis di instalasi

Radiologi RSUD Indramayu” .laporan ini dibuat untuk mengetauhi prosedur

pemeriksaan BNO-IVP dengan indikasi Nefrolitiasis di instalasi Radiologi RSUD

Indramayu dan juga untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan (PKL) 3

Laporan ini terwujud dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak,oleh karena

itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Awis Hamid Dani.ST.,M.PD Selaku ketua STIKes Cirebon

2. Bapak H.Abdul Gamal S,SKM,MKKK ketua Prodi DIII Radiologi

STIKes Cirebon

3. dr. Fitri lutfia,Sp.Rad.M.Kes selaku kepala Instalasi Radiologi Rumah

Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal

4. Bapak Sigit Purwanto,AMR selaku kepala ruangan PKL 2 di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu dan pembimbing

dalam penyusunan laporan kasus ini,sekaligus Clinical Instruktur (CI)

Instalasi Radiologi RSUD Indramayu.

5. Seluruh Radiografer dan Staf Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum

Daerah Indramayu.

6. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan do’a dan

dukungan,moral dan material yang tak ternilai harganya.

ii
7. Teman-teman seperjungan pada Praktik Kerja Lapangan 3 (PKL) di

Instalasi Radiologi RSUD Indramayu.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Kasus

pada Praktik Kerja Lapangan I ini.

Penulis menyadari bahwa ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan

laporan kasus ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga kita dapat menjaga ilmu yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

mahasiswa Program Studi DIII Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi STIKes

Cirebon pada khususnya.

Indaramyu, 28 September 2021

Ii irawan

Nim :45010619A041

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. 1

Halaman Pengesahan........................................................................................ i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iv

Daftar Gambar.................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 4

1.3 Tujuan Masalah.................................................................................... 4

1.4 Manfaat Penulisan................................................................................ 4

1.5 Sistematika Penulisan........................................................................... 5

BAB II TEORI DASAR............................................................................... 6

2.1 Anatomi Tractus urinarius.................................................................. 6

2.2 Patofisiologi Tractus Urinarius........................................................... 13

2.3 Indikasi Dan Kontra Indikasi.............................................................. 13

2.4 Sejarah Sinar-X dan teori terjadinya sinar.......................................... 15

2.5 Prosedur Pemeriksaan......................................................................... 18

2.6 Persiapan Pasien................................................................................... 20

2.7 Teknik Pemeriksaan.............................................................................. 21

2.8 Processing Film.................................................................................. 29

2.9 Proteksi Radiasi.................................................................................. 31

iv
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 33

3.1 Identitas pasien................................................................................... 33

3.2 Alat dan bahan (dilaboratorium)......................................................... 36

3.3 Proyeksi pemeriksaan......................................................................... 40

3.4 Alur Pemeriksaan (pembahasan)........................................................ 48

3.5 Ekspertise Dokter............................................................................... 50

BAB V PENUTUP........................................................................................ 52

4.1 Kesimpulan......................................................................................... 52

4.2 Saran .................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 53

LAMPIRAN.....................................................................................................

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah penemuan sinar-X oleh Wilhem Conrad Rontgen, seorang ahli

fisika berkebangsaan jerman melalui percobaannya pada tanggal 8 November

1995, telah memberikan perkembangan bagi ilmu pengetahuan dan teknologi

termasuk dalam dunia kedokteran. Prinsip dari radiodiagnostik yaitu sinar-X

yang mengenai suatu objek akan menghasilkan gambaran radiograf yang dapat

membantu menegakkan diagnosa adanya suatu kelainan penyakit. (Atlas

Radiologi, Edisi III).

Perkembangan sinar x dari massa ke massa sangatlah pesat sejak

ditemukannya oleh seorang fisikiawan asal jerman bernama Wilhelm Conrad

Rontgen pada tahun 1895, sinar x memegang peran yang sangat penting

dalam dunia medis, yaitu digunakan untuk melihat bagian dalam tubuh

manusia berupa tulang, persendian antar tulang,organ-organ dalam, saluran-

saluran dalam tubuh maupun pembuluh darah, oleh karena itu, sinar x

digunakan sebagai penegak diagnosa suatu penyakit atau kelainan. (Asih Puji

Utami, dkk. 2014)

Pemeriksaan radiologi adalah cara pemeriksaan yang menghasilkan

gambar bagian dalam tubuh manusia untuk tujuan diagnostik yang dinamakan

pencitraan diagnostik. Radiologi merupakan ilmu kedokteran tentang

penggunaan alat-alat radiologi yang digunakan untuk melihat bagian tubuh

1
manusia yang menggunakan pancaran atau radiasi gelombang

elektromagnetik maupun gelombang mekanik. Sinar-X adalah pancaran

gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas,

cahaya sinar ultraviolet, tetapi mempunyai panjang gelombang yang sangat

pendek sehingga dapat menembus benda-benda. Sinar-X juga merupakan

salah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang

berkisar antara 10 nanometer sampai 100 picometer dengan jangkauan

frekuensi 30 PHz sampai 60 EHz. Sinar-X umumnya digunakan dalam

diagnosis gambar medical dan kristalografi. Besarnya penyerapan oleh bahan

tergantung dari panjang gelombang sinar-X, susunan objek terdapat pada alur

berkas sinar-X, ketebalan serta kerapatan suatu bahan. Dalam kegiatan medik,

sinar-X dapat dimanfaatkan untuk diagnose maupun terapi. (Akhdi, M. 2020)

Ada 2 jenis pemeriksaan yang dilakukan di Instalasi Radiologi seperti

pemeriksaan kontras dan non kontras. Pemeriksaan kontras seperti tractus

urinarius (BNO-IVP, urethrography, cystography, urethrocystography,

antegrade pyelography, retrograde pyelography), tractus digestivus

(oesofagografi, OMD, follow through, colon in loop), HSG

(hysterosalpingography), lopography, appendicography, angiography, dan

venography, sedangkan pemeriksaan non kontras seperti skull, vertebrae,

thorax, BNO atau abdomen, pelvis, extremitas upper (manus, wrist joint,

antebrachi, elbow joint, humerus, shoulder joint, clavicula, scapula) dan

extremitas lower (ossa pedis, ankle joint, cruris, knee joint, femur, hip joint)

(Clark, 2011)

2
Salah satu pemeriksaan yang dilakukan kaitannya dengan pemeriksaan

radiologi diagnostik adalah pemeriksaan BNO-IVP (Bless Nier Overzicht

IntraVena Pylografi)

pemeriksaan BNO-IVP (Bless Nier Overzicht IntraVena Pylografi)

pemeriksaan traktus urinaria dengan cara memasukkan kontras media positif

kedalam traktus urinaria melalui pembuluh darah vena. Dimana untuk

mengetahui ada atau tidaknya kelainan.dibutuhkan zat kontras media positif

sebagai penegak diagnosa. Yang kita ketahui zat kontras media positif

memiliki densitas yang tinggi sehingga saat pengambilan gambar akan terlihat

jelas pada ginjal apakah ada kelainan pada traktus urinarius (Ginjal, ureter,

kandung kemih, dan uretra ).

Persiapan pasien juga harus di lakukan pada pemeriksaan BNO IVP

tersebut. Dimana pasien terlebih dahulu puasa kurang lebih selama 12 jam,

tidak boleh merokok dan banyak berbicara. 10-12 jam pasien diberi Laxantia,

misalnya garam inggris, kemudian pada pukul 08:00 WIB, pasien datang ke

unit radiologi untuk melakukan pemeriksaan, sebelum pemeriksaan dilakukan

pasien terlebih dahulu buang air kecil untuk pengosongan kandung

kemih.Kemudia dilakukan pemotretan pertama yaitu foto polos abdomen

untuk melihan sejauh mana persiapan puasa pasien. Jika hasil foto nya

memungkinkan maka akan lanjut dilakukan pemotretan. Maka di lanjutkan

dengan pemasukan Zat kontras media melalui vena, kemudian setelah di masu

kan zat kontras di lakukan pemotretan 5 menit n fase nephrogram, fase

uretrogram setelah 15 menit penyuntikan kontras lalu menit ke 30 dan 45 saat

3
kontras telah mengisi vesika urinaria, dan yang terakir post void setelah

pasien buang air kecil.

Dengan alasan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam

bentuk tulisan dengan judul “Teknik Pemeriksaan Radiografi BNO-IVP Pada

Kasus Nefroilitiasis di Instalasi Radiologi RSUD Indramayu”.

1.2 Rumusan Masalah

Agar dalam penyusunan tugas ini penulis dapat lebih terarah serta karena

keterbatasan waktu dan terbatasnya kemampuan penulis, maka

penulis hanya membahas masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Prosedur dan teknik pemeriksaan radiografi BNO-IVP

pada Klinis Neprolitiasis Instalasi Radiologi RSUD Indramayu?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Prosedur dan teknik pemeriksaan Radiografi radiografi

BNO-IVP pada Klinis Neprolitiasis Instalasi Radiologi RSUD Indramayu

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teori

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta memberikan

informasi kepada pembaca mengenai pemeriksaan BNO-IVP dengan

Prosedur dan Teknik pemriksaan radiografi pada kasus Nefrolitiasis.

2. Manfaat Institusi

4
Sebagai bahan referensi dan pustaka di kampus STIKes Cirebon

terutama pada program studi D3 Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi.

1.5 Sistematika Penulisan

Supaya mempermudah penyusunan laporan kasus ini,maka penulis

menyusun laporan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

 BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

 BAB II TEORI DASAR

Berisi tentang anatomi Tractus Urinarius, patofisiologi Tractus

Urinarius,indikasi dan Kontra Indikasi, Sejarah Sinar-X dan Teori

proses terjadinya sinar-X, teknik pemeriksaan Radiografi BNO-

IVP, Computed Radiograf (CR), dan Proteksi Radiasi.

 BAB III LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang indentitas pasien, paparan kasus, dan pembahasan

 BAB IV PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

5
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Anatomi Tractus Urinarius

Sistem organ dari tractus urinarius terdiri atas ginjal, ureter,

kandung kemih dan uretra (pearce, 1999).

Keterangan :
1. Ginjal
2. Ureter
3. Vesica urinaria
4. Uretra

Gambar Tractus Urinarius (Ballienger 2003)

A. Ginjal

Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak pada

retroperitoneal (antara dinding tubuh dorsal dan peritoneum

parietal) di daerah lumbal superior. Proyeksi ginjal terhadap

tulang belakang setinggi T12 samapi L3. Ginjal kanan terdesak

oleh hepar dan terletak sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Ginjal

orang dewasa memiliki massa sekitar 150 g (2 ons) dan dimensi

ratarata panjangnya 12 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm atau

seukuran sabun besar. Permukaan lateral berbentuk cembung.

6
Permukaan medial

7
berbentuk cekung dan memiliki celah vertikal yang disebut hilus

renal yang mengarah ke ruang internal di dalam ginjal yang disebut

sinus ginjal. Saluran ureter, pembuluh darah ginjal, limfatik, dan

saraf semuanya bergabung dengan masing-masing ginjal di hilum

dan menempati sinus. Di atas setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal

(atau 6 suprarenal), merupakan kelenjar endokrin yang secara

fungsional tidak terkait dengan ginjal (Marieb & Hoehn., 2015).

Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang

mengelilinginya: 1. Fascia renalis, merupakan lapisan terluar

berupa jaringan ikat fibrosa padat yang menyandarkan ginjal dan

kelenjar adrenal ke struktur sekitarnya. 2. Perirenal fat capsule,

merupakan massa lemak yang mengelilingi ginjal dan bantalannya

terhadap pukulan. 3. Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan

yang mencegah infeksi di daerah sekitarnya menyebar ke ginjal

(Marieb & Hoehn, 2015).

Keterangan :
1. Major calyx
2. Minor calyx
3. Renal column
4. Renal pyramid
5. Renal medulla
6. Renal sinus
7. Renal cortex
8. Renal copsule
9. Renal papilla
10. Renal pelvis

Gambar Potongan Mid Coronal Ginjal (Ballienger 2003)

8
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat

terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat

gelap. Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut

nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula

ginjal terdiri dari beberapa massa-massa 7 triangular disebut

piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks

yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk

mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus

kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011; Moore & Anne,

2012). Nefron adalah kesatuan unit fungsional dari ginjal, tiap

nefron terdiri dari glomerulus, kapsula Bowman, tubulus contortus

proksimalis, loop henle, tubulus contortus distalis. Bagian luar

ginjal disebut korteks dan bagian dalam disebut medulla, serta

bagian paling dalam disebut pelvis. Dibagian medulla ada bentukan

piramida sebagai saluran pengumpul (tubulus collectivus) yang

membawa filtrat dari nefron korteks menuju pelvis. Permukaan

medial ginjal yang cekung ada bentukan Hilus. Hilus merupakan

tempat keluar-masuknya vasa renalis, dan tempat keluarnya pelvis

renalis. Ginjal Mempunyai pembungkus dari dalam ke luar yaitu

capsula renalis, perirenal fat dan paling luar adalah fascia renalis

(Maulana, 2014). Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang

merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan

yang mengalirkan darah balik adalah vena renalis yang merupakan

cabang vena kava inferior (Marieb & Hoehn, 2015). Sistem arteri

ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai


9
anastomosis dengan cabang– cabang dari arteri lain, sehingga

apabila terdapat kerusakan salah satu cabang arteri, berakibat

timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya

(Purnomo, 2012). Persarafan ginjal berasal dari pleksus simpatikus

renalis dan tersebar sepanjang cabang-cabang arteri vena renalis.

Serabut aferen yang berjalan melalui pleksus renalis masuk ke

medulla spinalis melalui Nervus Torakalis X, XI, dan XII (Netter,

2014).

B. Ureter

Terdapat dua ureter berupa dua saluran, yang masing-masing bersambung

dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung kemih. Tebal ureter

kira kira setebal tangkai bulu angsa dan panjangnya 35 sampai 40 centi

meter, terdiri atas dinding luar fibrus, lapisan ten- gah yang berotot dan

lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum

ginjal dan berjalan kebawah melalui rongga abdomen masuk kedalam

pelvis dan dengan oblik bermuara kedalam sebelah posterior kandung

kemih.Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya,

yaitu pada ruang piala ginjal yang berhubungan dengan ureter, pada

waktu ureter manjadi kaku sewaktu melewati pinggir pelvis danpada

waktu menembus dinding kemih yaitu :

1. Uretropelvic junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal

pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.

2. Pelvic brim, yaitu ureter yang bermula dari sisi pelvis yang

berpotongan antara pembuluh darah iliaka dengan uterus.

3. Uretrovesical junction, yaitu ujung ureter dan masuk ke dalam vesika

10
urinaria.

11
Keterangan :

1. Uretropelvic junction

2. Iliac vessels

3. Urteral orifice

4. Uretrovesical junction

Gambar Ureter (Ballienger 2003)

C. Kandung Kemih

Kandung kemih bekerja sebagai penampung urine, organ ini berbentuk

seperti buah pier atau kendi. Letaknya didalam panggul besar. Daya

tampung maksimumnya kira-kira 500 cc. Rasa ingin kencing terjadi pada

saat kandung kemih kira-kira 250 cc, terletak di belakang sympisis pubis,

uterus dan vagina sedangkan pada pria berhubungan erat dengan prostat

dan vesica seminalis.

Keterangan :

1. Uretra

2. External urethral orifice

3. nternal urethral orifice

4. Trigone

5. Ureteral openings

6. Urinary bladder

7. Ureter

Gambar Vesica Urinaria (Ballienger 2003)

12
D. Uretra

Uretra merupakan saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke

lubang luar, dilapisi membran mukosa yang bersambung dengan

membran yang melapisi kandung kemih (Pearce, 1999).

1. Uretra pada pria

Pada pria, panjang uretra anggar-anggar 20 cm dan mandek pada

kepala/glans penis.Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bidang dan

dinamakan berdasarkan dengan letaknya:

 pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat.pars

prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana

terletak muara vas deferens.

 pars membranosa, anggar-anggar 1,5 cm dan di lateral terdapat

kelenjar bulbouretralis.

 pars spongiosa/cavernosa, anggar-anggar 15 cm dan melintas di

corpus spongiosum penis.

 pars bulbosa, pars spongiosa yang terlapisi otot bulbocavernosus

dan menempel pada tubuh karena tergantung oleh ligamantum

suspensorium penis.

 pars pendulosa, pars spongiosa yang tidak terlapisi otot dan

menggantung pada kondisi tidak ereksi.

13
Keterangan
1. Bladder

2. Pubic symphisis

3. Prostatic urethra

4. Membranou

s urethra

5. Spongy urethra

Gambar Potongan Mid sagital Pelvis Pria


(Ballienger 2003)

2. Uretra pada wanita

ada wanita, panjang uretra anggar-anggar 2,5 sampai 4 cm dan terletak

di selang klitoris dan pembukaan vagina.

Keterangan :

1. Uterus

2. Bladder apex

3. Pubic symphisis

4. Urethta

5. Rectum

6. Base of bladder

7. Ovary

8. Uterine tube

14
Gambar Potongan Mid sagital Pelvis Pria
(Ballienger 2003)

2.2 Patofisiologi Tractus Urinarius

1. Nefrolitiasis

Batu perkemihan dapat timbul dari beberapa tingkat dari sistem perkemihan

(ginjal, ureter, kandung kemih). Tetapi yang paling sering ditemukan adalah

didalam ginjal (barbara,1996). Nefrolitiasis terjadi adanya timbunan zat

padat yang membatu pada ginjal, mengandung komponen kristal, dan matriks

organik (soeparman,2001).

2. Cystitis

Inflamasi kadung kemih yang paling sering disebabkan oleh penyebaran

infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra

ke dalam kandung kemih. (Prabowo pranata, 2014)

3. Vesikolitiasis

Batu yang ada di vesika urinaria terjadi ketika terdapat defisiensi substansi

tertentu seperti kalsiun oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau

ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal

mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (arora p. Etal 2006)

2.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan

Indikasi dan Kontra Indikasi pemeriksaan pada Bless Nier Overzicht IntraVena

Pl (BNO-IVP) sebagai berikut :

1. Indikasi (Bontrager, 2001)

15
Indikasi Pemeriksaan radiologi pada pemeriksaan traktus urinarius adalah

sebagai berikut :

1 Pembesaran prostat jinak

2 Batu kandung kemih

3 Radang ginjal

4 Batu ginjal atau Nefrolitiasis

5 Ginjal mengalami kelainan, sehingga air seni tidak bisa dikandung

kemih yang menyebabkan ginjal penuh dengan cairan, sehingga fungsi

ginjal terganggu atau Hydronephrosis

6 Kasus hipertensi untuk mengetahui kelainan ginjal

7 Penyempitan uretra

8 Uretrolitiasis atau batu pada uretra

2. Kontra Indikasi (Bontrager, 2001)

Pemeriksaan Intra Vena Pielografi tidak dilakukan pada kelainan kelainan

sebagai berikut:

1. Penyakit Kencing manis

2. Penyakit hati atau lever

3. Kegagalan jantung

4. Anemia berat

5. Alergi terhadap bahan kontras

16
2.4 Sejarah Sinar-X dan Teori proses terjadinya sinar-X

1. Sejarah Sinar-X ( Asih Puji Utami 2014,dkk )

Penemuan Sinar-X untuk Alat Rontgen Pada tanggal 5 Januari 1896,

sebuah surat kabar Austria melaporkan penemuan Röntgen tentang jenis baru

radiasi yang kini disebut sinar-X. Röntgen dianugerahi gelar kehormatan

Doctor of Medicine gelar dari Universitas Würzburg setelah penemuannya.

Ia menerbitkan total tiga makalah pada sinar-X antara 1895 dan 1897.

Pada tanggal 18 Januari 1896 Mesin sinar-X diperlihatkan untuk pertama

kalinya. Sekarang, Röntgen dianggap sebagai Bapak dari radiologi

diagnostik, spesialisasi medis yang menggunakan pencitraan untuk

mendiagnosa penyakit. Wilhelm Conrad Röntgen (27 Maret 1845 – 10

Februari 1923) ialah fisikawan Jerman yang merupakan penerima pertama

Penghargaan Nobel dalam Fisika, pada tahun 1901, untuk penemuannya pada

sinar-X, yang menandai dimulainya zaman fisika modern dan merevolusi

kedokteran diagnostik. Rontgen belajar di ETH Zurich dan kemudian guru

besar fisika di Universitas Strasbourg (1876-79), Giessen (1879-88),

Wurzburg (1888-1900), dan Munich

(1900-20).

Pada 1895, saat mengadakan percobaan dengan aliran arus listrik dan

tabung gelas yang dikosongkan sebagian (tabung sinar katoda), Dia

mengamati

17
nyala hijau pada tabung yang sebelumnya menarik perhatian Crookes.

Roentgen selanjutnya mencoba menutup tabung itu dengan kertas hitam

dengan harapan agar tidak ada cahaya tampak yang dapat lewat. Namun

setelah ditutup ternyata masih ada sesuatu yang dapat lewat. Roentgen

Menyimpulkan bahwa ada sinar-sinar tidak tampak yang mampu menerobos

kertas hitam tersebut. cahaya yang berpendar pada layar yang terbuat dari

barium platino cyanida yang kebetulan berada di dekatnya. Jika sumber

listrik dipadamkan, maka cahaya pendar pun hilang. Roentgen segera

menyadari bahwa sejenis sinar yang tidak kelihatan telah muncul dari dalam

tabung sinar katoda Ia merumuskan teori bahwa saat sinar katode (elektron)

menembus dinding gelas tabung, beberapa radiasi yang tak diketahui

terbentuk yang melintasi ruangan, menembus bahan kimia, dan menyebabkan

fluoresensi.

Pengamatan lebih lanjut mengungkapkan bahwa kertas, kayu, dan

aluminum, di antara bahan lain, transparan pada bentuk baru radiasi ini. Ia

menemukan bahwa itu memengaruhi plat fotografi, dan sejak tidak secara

nyata menunjukkan beberapa sifat cahaya, seperti refleksi atau refraksi,

secara salah ia berpikir bahwa sinar itu tak berhubungan pada cahaya. Dalam

pandangan pada sifat tak pasti itu, ia menyebut fenomena radiasi X. Karena

sebelumnya tidak pernah dikenal, maka sinar ini diberi nama sinar-X. Namun

untuk menghargai jasa beliau dalam penemuan ini maka seringkali sinar-X

itu dinamai juga sinar Roentgen. Kita menyebutnya sinar Rontgen, Ia

mengambil fotografi sinar-X pertama, dari bagian dalam obyek logam dan

18
tulang tangan istrinya. Nyala hijau yang terlihat oleh Crookes dan Roentgen

akhirnya

19
diketahui bahwa sinar tersebut tak lain adalah gelombang cahaya yang

dipancarkan oleh dinding kaca pada tabung sewaktu elektron menabrak

dinding itu, sebagai akibat terjadinya pelucutan listrik melalui gas yang masih

tersisa di dalam tabung. Pada saat yang bersamaan elektron itu merangsang

atom pada kaca untuk mengeluarkan gelombang elektromagnetik yang

panjang gelombangnya sangat pendek dalam bentuk sinar-X.

Sejak saat itu para ahli fisika telah mengetahui bahwa sinar-X dapat

dihasilkan bila elektron dengan kecepatan yang sangat tinggi menab rakatom.

Tergiur oleh penemuannya yang tidak sengaja itu, Roentgen memusatkan

perhatiannya pada penyelidikan sinar-X. Dari penyelidikan itu beliau

mendapatkan bahwa sinar-X dapat memendarkan berbagai jenis bahan kimia.

Sinar-X juga dapat menembus berbagai materi yang tidak dapat ditembus

oleh sinar tampak biasa yang sudah dikenal pada saat itu. Di samping itu,

Roentgen juga bisa melihat bayangan tulang tangannya pada layar yang

berpendar dengan cara menempatkan tangannya di antara tabung sinar katoda

dan layar. Dari hasil penyelidikan berikutnya diketahui bahwa sinar-X ini

merambat menempuh perjalanan lurus dan tidak dibelokkan baik oleh medan

listrik maupun medan magnet.

Pada tahun 1901 Röntgen dianugerahi pertama Penghargaan Nobel

dalam Fisika . Penghargaan ini secara resmi "sebagai pengakuan atas jasa

yang luar biasa ia telah diberikan oleh penemuan sinar yang luar biasa

kemudian dinamai menurut namanya".

20
2. Teori proses terjadinya sinar X ( Asih Puji Utami 2014,dkk )

Sinar X terbentuk saat elektron bebas melepaskan sebagian energinya

saat berinteraksi dengan elektron lain yang mengorbit. Proses terjadinya sinar

x adalah sebagai berikut:

1) Filamen (katoda) dipanaskan dengan cara mengalirkan listrik dari

transformator sampai bersuhu 20.000 C.

2) Saat filamen dihubungkan dengan transformator bertegangan tinggi,

pergerakan elektron semakin cepat menuju anoda.

3) Awan elektron mendadak berhenti pada target sasaran sehingga

terbentuk panas dan sinar X.

4) Pelindung timah akan mencegah keluarnya sinar X dimana sinar x

hanya dapat keluar melalui jendela.

5) Panas yang tinggi mengakibatkan benturan electron dihilangkan

dengan radiator pendingin.

2.5 Prosedur Pemeriksaan

1. Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan Blass Neir Overzicht merupakan pemeriksaan traktus urinarius

dengan menggunakan media kontras positif yang dimasuk- kan kedalam

tubuh melalui pembulu darah / intra vena dengan tujuan untuk melihat

anatomi, fungsi ginjal dan kelainan-kelainan lain dari traktus urinarius

(Amstrong dan Wastie, 1987).

21
2. Media Kontras

Media kontras merupakan bahan yang dapat di gunakan untuk men-

ampakkan struktur gambar suatu organ tubuh (baik anatomi maupun

fisiologi) dalam pemeriksaan radiologi, dimana dengan foto polos biasa

organ tersebut kurang dapat dibedakan dengan jaringan seki tarnya karena

mempunyai densitas yang relatif sama. Media kontras yang sering digunakan

pada pemeriksaan Blass Neir Overzicht ada- lah urografin 60%, urografin

70% dan ultrafis atau skin test yang dimasukkan secara intra vena sebanyak

20 ml. Tes sensitifitas dil akukan dengan memasukkan media kontras ke

tubuh pasien di daerah bolus untuk melihat kerentanan terhadap media

kontras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (Rasad, 1998).

a. Skin tes

Memasukkan media kontras beberapa cc di bawah kulit secara intra

kutan kemudian ditunggu beberapa menit, jika timbul benjolan merah,

mengindikasikan pasien alergi terhadap media kontras berarti sensitive.

Untuk pasien ruangan dilakukan dengan cara memoleskan iodium di

permukaan kulit, ditutup kassa dan diplester.

b. Tes langsung

Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra vena. Tidak jarang orang

yang dilakukan Intra Vena Pielografi ini terjadi alergi sehinga tidak

diperlukan pengawasan secara khusus terhadap pasien. Pada pasien yang

tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi reaksi mayor atau

minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti: mual-

22
mual, gatal-

23
gatal, mata menjadi merah, sesak nafas dan muka menjadi sembab.

Reaksi mayor dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut:

kolaps pembuluh darah tepi, kejang dan cardiac arrest (berhentinya

denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan badan terasa dingin.

Tindakan untuk mengatasi reaksi terhadap media kontras adalah:

(Amstrong dan Wastie, 1989)

1. Memasang oksigen untuk mengatasi keadaan shock, pasien sesak

nafas

2. Memberikan obat anti alergi baik intra meskuler atau intra vena

menurut petunjuk dokter

2.6 Persiapan Pasien

Persisapan pasien pada pemeriksaan BNO-IVP perlu dilakukan ber- tujuan agar

abdomen bebas dari feses dan udara dengan melakukan urus- urus. Selain itu

juga harus dilakukan pemeriksaan kadar creatinin (normal 0,6-1,5 mg/100ml)

dan ureum normal (8-25 mg/100 ml) darah di laboratorium serta pengukuran

tekanan darah pasien.

Prosedur pelaksanaan urus – urus (Ballinger, 1995) :

1. Diet makan makanan lunak yang tidak berserat satu sampai dua hari sebelum

pemeriksaan.

2. Dua belas jam sebelum pemeriksaan penderita puasa hingga pemeriksaan

selesai. Selama berpuasa penderita diharapkan mengurangi berbicara dan

tidak merokok untuk menghindari adanya bayangan gas.

24
3. Pasien dimohon buang air kecil dahulu sebelum pemeriksaan untuk

pengosongan kandung kencing.

2.7 Teknik Pemeriksaan BNO-IVP

Pemeriksaan BNO-IVP menggunakan beberapa proyeksi foto antara lain foto

polos abdomen dilakukan sebelum penyuntikan kontras. Kemudian fase

nephrogram setelah 5 menit penyuntikan, fase uretrogram setelah 15 menit

penyuntikan kontras lalu menit ke 30 dan 45 saat kontras telah mengisi vesika

urinaria, dan yang terakir post miksi setelah pasien buang air kecil.

teori Buku/jurnal Teknik pemerriksaan Bless Nier Overzicht IntraVena pylografi

(BNO-IVP )Bontrager, 2001.

1. Foto Polos Abdomen (Bontrager, 2001)

Tujuan foto polos abdomen adalah untuk melihat persiapan dari penderita,

apakah usus sudah bebas dari udara dan fekal, Kelainan- kelaian anatomi pada

organ saluran kemih dan untuk menentukan faktor eksposi pada pengambilan

radiograf selanjutnya. Teknik pemotretan adalah sebagai berikut:

(Bontrage,2001)

25
 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja

pemeriksaan,kedua lengan disamping tubuh.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah

meja pemeriksaan

 Central Point : Dada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang

menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri

 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

bawah pada sympisis pubis.

 Faktor eksposi : Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)

 Marker : R/L

 Kriteria gambar: Dapat menampakkan organ abdomen secara keseluruhan,

tidak tampak pergerakan tubuh, kedua crista iliaca simetris

kanan dan kiri, gambaran vertebra tampak di pertengahan

radiograf.

26
Gambar Foto polos abdomen Pyoyeksi Anterior Posterior dan Hasil Radiograf.

(Bontrager, 2010)

2. Pemasukan Media Kontras ( Ballinger, 1995 )

Sebelum penyuntikan media kontras terlebih dahulu dilakukan skin test

terhadap pasien. Selanjutnya setelah pasien tidak mengalami alergi maka

pasien tersebut telah memenuhi syarat dilakukan pemeriksaan BNO-IVP.

Penyuntikan Intra Vena Pielografi mempu- nyai dua cara pemasukan media

kontras yaitu penyuntikan langsung dan drip infus. Penyuntikan media kontras

secara langsung dilakukan melalui pembuluh darah vena dengan cara

memasukkan wing needle ke dalam vena mediana cubiti. Penyuntikan media

kontas drip infus adalah media kontras sebanyak 40 ml dicampur dengan

larutan fisiologis sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan melalui selang

infus.

3. Fase Nephogram (5 menit setelah pemasukan media kontras)

Fase Nephogram (5 menit setelah pemasukan media kontras)Tujuannya

adalah Untuk melihat fungsi ginjal dan untuk melihat pengisian media kontras

pada pelviocalises.

27
Gambar Fase Nephogram (5 menit setelah pemasukan media kontras)
dan Hasil Radiograf

 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja

pemeriksaan,kedua lengan disamping tubuh.

 Posisi Objek : Batas atas processus xypoideus dan batas bawah crista iliaca.

 Central Point : Ditujukan pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi 10 cm diatas

crista iliaca.

 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 24 cm x 30 cm diatur melintang tubuh.

 Faktor eksposi : Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)

 Marker : R/L

 Kriteria gambar: Dapat menampakkan kedua kontur ginjal yang terisi media

kontras.

4. Fase Ureterogram (15 menit pemasukan media kontras).

Fase Ureterogram (15 menit pemasukan media kontras).tujuannya adalah

Untuk melihat pengisian media kontras pada ureter.

28
Gambar Fase Uretrogram (15 menit setelah pemasukan media kontras) dan Hasil

 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja

pemeriksaan,kedua lengan disamping tubuh.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah

meja pemeriksaan

 Central Point : Dada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang

menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri

 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

bawah pada sympisis pubis.

 Faktor eksposi : Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)

 Marker : R/L

 Kriteria gambar: Dapat menampakkan media kontras mengisi kedua ureter

29
5. Full Blass (30 menit pemasukan meda kontras)

Full Blass (30 menit pemasukan meda kontras)Tujuan nya adah Untuk

melihat pengisian ureter dan kandungkemih.

 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja

pemeriksaan,kedua lengan disamping tubuh.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah

meja pemeriksaan

 Central Point : Dada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang

menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri

 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

bawah pada sympisis pubis.

 Faktor eksposi : Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)

 Marker : R/L

 Kriteria gambar: Tampak media kontras sudah mengisi ureter dan sudah turun

sampai VU (Vesica Urinaria)

30
Gambar Fase Full Blass (30 menit setelah pemasukan media
kontras) dan Hasil Radiograf

6. Foto Post Mixi

Apabila pada foto 30 menit kandung kemih sudah terisi penuh media

kontras, dan susudah diberikan proyeksi tambahan tertentu, maka pasien

dipersilahkan buang air terlebih dahulu, dilanjutkan foto post miksi,

namun apabila pada foto 45 menit kandung kemih belum terisi penuh

dengan media kontras maka perlu ditunggu untuk foto 1 jam, 2 jam dan

seterusnya. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja

pemeriksaan,kedua lengan disamping tubuh.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah

meja pemeriksaan
 Central Point :
Dada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang

31
menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri
 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang se- jajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

bawah pada sympisis pubis.


 Faktor eksposi :
Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)

 Marker : R/L

 Kriteria gambar: Tampak kontras sudah tidak ada pada gambaran VU setelah

proses mixi.

Gambar 2.11 Foto Post Mixi dan Hasil Radiograf

32
2.8 Processing Film

Prosesing film merupakan suatu langkah yang melengkapi prosedur untuk mendapatkan

hasil radiografi. Prosesing menghasilkan gambar tampak yang berasal dari gambar laten

hasil foto sinar-X. Ketika sinar-X mengenai perak halida (AgBr) pada emulsi film, maka

terbentuk gambar laten. Gambar laten akan menjadi tampak setelah film direndam dalam

larutan kimia yang mengubah perak halida menjadi partikel perak metalik. (Langland &

Langlais, 2012).

Proses pencucian film radiografi dilakukan didalam kamar gelap agar hasil film

radiografi tidak terjadi cacat. Proses pencucian film radiografi sendiri dilakukan dengan dua

cara, yaitu dengan pengolahan film radiografi secara manual dan pengolahan film radiografi

secara otomatis.

1. Pengolahan Film Radiografi Secara Manual

Menurut Bushong (2013 : 226-227), proses pencucian film radiografi terdiri dari

pembasahan (wetting), pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing), penetapan

(fixing), pencucian (washing), dan pengeringan (drying).

2. Pengolahan Film Radiografi Secara Otomatis

Pemrosesan film secara otomatis hampir sama dengan proses film secara manual. Dalam

proses film otomatis langkah-langkah yang dilakukan meliputi developing, fixing,

washing, dan drying. Semua proses pencucian film otomatis dilakukan pada kamar gelap

dengan menggunakan unit mesin. Perbedaan utama dengan proses pencucian film secara

manual terletak pada konsentrasi yang digunakan cenderung lebih besar, dimana suhu

untuk reaksi kimia berlangsung lebih tinggi dibanding proses manual.

Komponen utama dari proses otomatis adalah sistem transportasi, sistem kontrol suhu,

33
sistem sirkulasi, sistem pengisian, dan sistem pengering (Bushong, 2013).

3. Pengolahan Film Radiografi Secara Digital Radiografi (DR)

Digital radiografi adalah sebuah bentuk pencitraan sinar-X, dimana sensor.sensor sinar-

X digital digunakan untuk menggatikan film fotografi konvensional. Dan processing

kimiawi digantikan dengan sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser

printer.

Prinsip kerja Digital Radiography (DR) pada intinya menangkap sinar-X tanpa

menggunakan film. Sebagai ganti film sinar X, digunakan sebuah penangkap gambar

digital untuk merekam gambar sinar X dan mengubahnya menjadi file digital yang 20 20

dapat ditampilkan atau dicetak untuk dibaca dan disimpan sebagai bagian rekam medis

pasien (Bushong, 2013).

Gambar Digital Radiografi System (Bushong, 2013 : 231)

4. Pengolahan Film Radiografi Secara Computed radiography

Computed radiography adalah proses merubah system analog pada konvensional

radiografi menjadi digital radiografi (Bambang Supriyono 2003:1). Pada sistem

Computed Radiography data analog dikonversi ke dalam data digital pada saat tahap

pembangkitan energi yang terperangkap di Gambar Digital Radiography System dalam

Imaging Plate dengan menggunaklan laser, selanjutnya data digital berupa sinyal-sinyal
34
ditangkap oleh Photo Multiplier Tube (PMT) kemudian cahaya tersebut digandakan dan

diperkuat intensitasnya setelah itu di ubah menjadi sinyal elektrik yang akan di konversi

kedalam data digital oleh Analog Digital Converter (ADC), (Bushong, 2013 : 231).

Gambar Computed radiography (Bushong, 2013 : 231)

2.9 Proteksi Radiasi (Setiawan Rudi. 2017 )

Semua zat radioaktif dan radiasi mengandung bahaya luar dan dalam. Yang

dimaksud dengan radiasi disini adalah radiasi pengion seperti sinar x, sinar

gamma dan partikel bermuatan. Bahaya luar diakibatkan oleh pemaparan luar

(external exposure) sedang bahaya dalam diakibatkan oleh pemaparan dari dalam

(internal exposure).

35
Ada 3 prinsip yang dapat digunakan untuk menjaga atau mengawasi/mengontrol

pemaparan terhadap bahaya radiasi :

1) menghilangkan bahaya, dalam hal ini jelas tidak dapat menggunakan atau

bekerja dengan radiasi.

2) mengawasi bahaya, dalam hal ini memerlukan pengetrapan disain yang tepat

untuk daerah kerja dan penggunaan peralatan yang baik untuk mengurangi

bahaya, dan mengawasi pekerja/orang, dalam hal ini memerlukan pengukuran

secara berkala untuk mengontrol radiasi yang diterima orang dan sekitar.

36
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Paparan Kasus

1. Identitas Pasien

Pada hari Rabu, 22 September 2021 pasien bernama Tn. w

berumur 53 tahun datang ke Ruangan lnstalasi Radiologi bersama dari

ruangan Poli Dalam 2 untuk melakukan pemeriksaan radiografi BNO-

IVP dengan membawa surat permintaan pemeriksaan BNO-IVP dari

dokter yang memeriksa. Pasien dengan data sebagai berikut :

Nama : Tn. w

Umur : 53 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl. margadadi

Permintaan foto : BNO-IVP

Dokter Pengirim : dr. Reza Mahdi Sp.PD

Dokter Spesialis Radiologi : dr. Fitri

lutfia,Sp.Rad.M.Kes No Radiologi : 12.044

No RM : 000123***

Tanggal : 21 September 2021

Diagnosa : Nefrolitiasis

Ruang : Poli Dalam 2

Pada kasus ini, prosedur pemeriksaan diagnostik yang dilakukan di Instalasi

Radi ologi RSUD Indramayu,sebelum melakukan pemeriksaan pasien terlebih

37
dahulu puasa kurang lebih selama 12 jam, tidak boleh merokok dan banyak

berbicara. 10-12 jam pasien diberi Laxantia (obat Pencahar), misalnya

Dulcolax, kemudian pada pukul 08:00 WIB, pasien datang ke unit radiologi

untuk melakukan pemeriksaan Teknik pemeriksaan pertama yaitu foto polos

abdomen untuk melihat sejauh mana persiapan puasa pasien. Jika hasil foto

nya memungkinkan maka akan lanjut dilakukan pemotretan. Maka di

lanjutkan dengan pemasukan Zat kontras media melalui vena, kemudian sete

lah di masu kan zat kontras di lakukan pemotretan 5 menit fase nephrogram,

fase uretrogram setelah 15 menit penyuntikan kontras lalu menit ke 30 dan 45

saat kontras telah mengisi vesika urinaria, dan yang terakir post void setelah

pasien buang air kecil.Pemeriksaan Radiografi BNO-IVP dilakukan untuk

menegakkan diagnosa dokter dan mengetahui perkembangan penyembuhan

yang terjadi pada pasien setelah di lakukan pemeriksaan, serta membahas

kesesuaian pemeriksaan di lapangan dengan teori yang ada.

2. Alur Pemeriksaan

Di ruangan Instalasi Radiologi setiap pelayanan radiologi

,mengikuti alur pemeriksaan sebagai berikut:

1. Pasien datang ke bagian instalasi radiologi dengan membawa surat

pengantar dari dokter pengirim.

2. Petugas administrasi mengidentifikasi identitas pasien melalui

billingan computer, pembayaran untuk segera bisa di bayarkan ke

kasir pusat untuk pasien rawat jalan ataupun pasien yang

menggunakan pembayaran mengunakan umum.

38
3. Untuk pasien dari BPJS bisa langsung di kerjakan karena telah

memenuhi persyaratan prosedur foto rontgen di Instalasi Radiologi

Pasien menunggu di depan kamar pemeriksaan dan dipanggil sesuai

nomor urut.

4. Pasien dipanggil masuk kedalam ruang pemeriksaan didampingi

seorang saudara pasien atau perawat bila diperlukan.

5. Identitas pasien di konfirmasi kembali agar tidak terjadi kesalahan

informasi identitas pasien.

6. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan yang akan

dilakukan.

7. Petugas menyiapkan kaset serta memposisikan pesawat x-ray yang di

gunakan serta mempersiapkan peralatan yang mendukung

pemeriksaan.

8. Setelah itu pasien diposisikan di meja pemeriksaan sesuai prosedur

dan selanjutnya di foto dan diatur faktor eksposi

9. Setelah itu kaset dibawa keruangan CR (Computed Radiografi) dan

dimasukan ke Reder,setelah itu tampak terlihat hasil radiograf

dimonitor.

10. Setelah hasil radiograf tersebut terlihat dan tidak tampak artefak atau

pun tidak terjadi reject,hasil radiograf bisa diprinting.

11. Hasil tersebut diantar keruangan dokter radiolog dan langsung di baca

oleh dokter radiolog.

39
3.2 Alat dan bahan di Instalasi Radiologi RSUD Indramayu

1. Persiapan pasien

a. Sehari sebelum pemeriksaan pasien makan-makanan yang

mengandung rendah serat seperti bubur kecap.

b. Untuk mencegah dehidrasi, dianjurkan banyak minum air putih atau

sari buah 1-2 hari per-hari

c. Dilarang merokok atau minum-minuman yang mengandung gas

(alkohol)

d. Setelah makan malam,pk 20.00 WIB minum Dulcolax 2 tablet

e. Mulai pk.22.00 WIB, Puasa sampai pemeriksaan dilakukan (minum

air putih diperbolehkan

f. Dianjurkan tidak banyak berbicara,untuk menghindari agar udara

tidak masuk kedalam saluran pencernaan.

g. Pukul 05.00 dilakukan pemberian dulcolax supositoria

2. Prosedur sebelum pemeriksaan

a. Ada surat permintaan dokter yang yerdapat indikasi klinis

b. Terdapat hasil laboratorium kadar ureum dan kratinin dalam batas

normal.batas normal ureum 50 dan kreatinin 1,1.

c. Memastikan pasein memiliki tensi normal

d. Mengetahui pasein memiliki alergi atau tidak

e. Mengetahui kondisi umum pasien

f. Sebelum melakukan pemeriksaan diberikan informasi consent atas

persetujuan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien

g. Petugas melakukan anamnase singkat kepada pasien

h. Petugas Radiologi menjelaskan prosedur pemeriksaan secara singkat

40
i. Pasien diminta untuk berganti pakaian dan melepaskan benda benda

yang menggangu gambaran radiograf seperti ikat

pinggang,peniti,retsleting,dll

3. Alat dan bahan

a. Bahan Bahan

1. Handscoon

2. Wing Needle

3. Alkohol

4. Spuit 20 cc

5. Bengkok

6. Plester

7. Obat alergi

8. Media kontras xolmetras 350 cc

b. Pesawat Sinar X

o Model /Tipe : Clear Vision DRE 140/150

o No Seri : 1206043

o Merk : “JPI HEALTHCARE”

o Serial No : 1206043

o Filtration : 1.1mm Al Eq.

o Kondisi Maks : 150 KV

41
Gambar Table Control

Gambar 3.2 Pesawat Rontgen

c. Marker R/L untuk identitas.

d. Kaset dan ukuran film

o Merk Kaset : FUJIFILM TYPE CC

o Ukuran Kaset : 30 x 43 cm

42
Gambar Kaset dan Film

e. Computed Radiograf (CR)

Gambar Monitor Komputer RSUD Indaramayu

f. Reader Unit

Gambar Reader Unit RSUD Indaramayu

43
g. Alat Pencetak Gambar (Printing)

Gambar Alat pencetak Gambar (Printing)

3.3 Proyeksi Pemeriksaan

1. Foto Polos Abdomen

Tujuan foto polos abdomen adalah untuk melihat persiapan dari

penderita, apakah usus sudah bebas dari udara dan fekal, Kelainan-

kelaian anatomi pada organ saluran kemih dan untuk menentukan faktor

eksposi pada pengambilan radiograf selanjutnya.

44
 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja pemeriksaan,kedua lengan

disamping tubuh.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja

pemeriksaan
 Central Point :
Pada MSP setinggi Crista illiaca
 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang se- jajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

bawah pada sympisis pubis.


 Faktor eksposi :
Kv 85,25 mAs Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)
 Marker :
R/L

Gambar Hasil Radiograf foto polos AP

45
2. Pemasukan media kontras

Setelah Foto polos AP dan semua bahan kontras telah siap,dilanjutkan

dengan menginjeksi kan water soluble sebanyak 80 cc melalui IntraVena

3. Foto Nefrogram AP Supine 5 Menit Setelah Injeksi

Dilakukan foto 5 menit setelah injeksi kontras bertujuan untuk

menunjukkan pada daerah ginjal terutama sistem pelvikalises dengan

proyeksi AP.

 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja pemeriksaan,kedua lengan

diletakkan di atas tubuh pasien.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja

pemeriksaan
 Central Point :
Ditujukan pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi 1/3 bagian

bawah antara prosesus xipoideus dengan umbilicus.


 Central Ray :
Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
 FFD :
100 cm
 Ukuran Kaset :
Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang se- jajar tubuh

dengan batas atas.


 Faktor eksposi :
Kv 85,25 mAs

Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)


 Marker :
R/L

46

Gambar Hasil Radiograf Foto AP Supine 5 menit

4. Fase uretrogram Foto PA Prone 15 menit setelah injeksi

Foto dilakukan 15 menit setelah injeksi media kontras,bertujuan untuk

melihat pengisian kontras dari ginjal ke ureter dan sebagian telah mengisi

Vesika urinaria dengan proyeksi PA.tujuan dari proyeksi PA itu sendiri

adalah agar ureter lebih dekat dengan kaset.

 Posisi pasien : Posisi pasien prone diatas meja pemeriksaan dengan kedua

lengan diletakkan diatas tubuh pasien.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja

pemeriksaan
 Central Point :
Pada MSP setinggi Crista illiaca
 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
 FFD : 100 cm

47
 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

bawah pada sympisis pubis.

 Faktor eksposi :
Kv 85,20 mAs Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)
 Marker :
R/L

Gambar Hasil Radiograf foto PA 15 menit

5. Foto PA 30 Menit setelah Injeksi

Dilanjutkan dengan dilakukan foto abdomen PA 30 menit untuk melihat

distribusi media kontras pada vesika urinaria dari aspek anterior.

48
 Posisi pasien : Posisi pasien prone diatas meja pemeriksaan dengan kedua

lengan diletakkan diatas tubuh pasien.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja

pemeriksaan
 Central Point :
Pada MSP setinggi Crista illiaca
 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

 Faktor eksposi : bawah pada sympisis pubis.

 Marker : Kv 85,25 mAs Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)

R/L

Gambar Hasil Radiograf PA 30 menit

49
6. Foto PA setelah 60 menit

 Posisi pasien : Posisi pasien prone diatas meja pemeriksaan dengan kedua

lengan diletakkan diatas tubuh Pasien.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah

meja pemeriksaan
 Central Point :
Pada MSP setinggi Crista illiaca
 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

 Faktor eksposi : bawah pada sympisis pubis.

 Marker : Kv 85,25 mAs Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)

R/L

Gambar Radiograf PA setelah 60 menit

50
7. Foto AP supine PM (Post Mixi)

Merujuk pada hasil foto PA 60 menit seletah injeksi diputuskan untuk

dilakukan foto AP Supine PM dengan mempersilahkan pasein untuk

membuang air kecil terlebih dahulu dengan tujuan untuk melihat adakah

sisa media kontras setelah pasien buang air kecil.

 Posisi pasien : Berbaring terlentang diatas meja pemeriksaan,kedua lengan

disamping tubuh.

 Posisi Objek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja

pemeriksaan
 Central Point :
Pada MSP setinggi Crista illiaca
 Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

 FFD : 100 cm

 Ukuran Kaset : Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang se- jajar tubuh

dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas

bawah pada sympisis pubis.


 Faktor eksposi :
Kv ,85,25 mAs Tarik nafas, keluarkan, tahan (ekspirasi)
 Marker :
R/L

51
Gambar Hasil foto Post Void

3.4 Pembahasan

Pasien TN.W , Pada tanggal 22 september 2021 datang ke Instalasi

Radiologi RSUD Indramayu membawa surat permintaan pemeriksaan

radiologi BNO-IVP.

Kemudian petugas radiologi memberikan penjelasan mengenai

pemeriksaan BNO-IVP kepada pasien. Diawali dengan persiapan pasien

terlebih dahulu sehari sebelum pemeriksaan,dimana persiapan tersebut

diinformasikan kepada pasien pada saat melukan penjadwalan pemeriksaan

BNO-IVP.adapun persiapannya yaitu meliputi sehari sebelum pemeriksaan

pasien hanya boleh makan makanan yang mudah dicerna dan rendah

serat,kemudian pada malam hari sebelum pemeriksaan pasien diberi obat

pencahar seperti Dulcolax sebanyak 2 butir. Selanjutnya pasien puasa tidak

boleh makan ,merokok,dan pasien tidak banyak bicara.pada jam 08.00 pagi

pasien sudah ada diruangan radiologi,pasien tetap dalam keaadan puasa

sampai pemeriksaan selesai,sebelum pemeriksaan dilakukan pasien diminta

untuk mengganti baju dengan baju pasien.pemerikaan BNO-IVP dimulai

dengan foto polos AP supine terlebih dahulu,bertujuan untuk menunjukan

persiapan pasien dan adakah kelainan awal.

Setelah dilihat persiapan yang dilakukan sudah cukup,dilanjutkan

dengan memasukkan media kontras yang diinjeksikan melalui IntraVena

sebanyak 50 cc.pemeriksaan BNO-IVP dengan klinis Nefrolitiasis pada

TN.W digunakan media kontras Xolmetras.

52
Setelah penyuntikan media kontras,selanjutnya dibuat foto AP

supine 5 menit setelah injeksi,yang bertujuan untuk menunjukkan pada

bagian ginjal terutama sistem pelvikalises.kemudian dilakukan foto PA

Prone

15 menit setelah injeksi bertujuan untuk melihat pengisian kontras dari

ginjal,ureter,dan sebagian telah mengisi VU.tujuan dari posisi PA rone pada

pemeriksaan BNO-IVP adalah agar ureter dekat dengan kaset serta

gambaran terlihat lebih jelas.

Setelah foto 15 menit,dilakukan foto PA Prone 30, dan 60 menit

setelah injeksi kontras bertujuan untuk melihat distribusi media kontras dari

vesika urinaria dari aspek anterior. Pada hasil radiograf 60 menit diputuskan

untuk langsung dilakukan foto AP supine PM dengan mempersilahkan

pasien untuk buang air kecil terlebih dahulu.

Setelah pasien buang air kecil maka dilakukan foto AP Post Mixi

(PM) dengan posisi pasien supine.tujuan nya adalah untuk melihat adakah

sisa atau residu kontras pada sistem Urinaria.

Kemudian memproses Pengolahan film radiografi adalah sebuah kegiatan

yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran nyata yang permanen pada

film dan dapat dilihat oleh mata pada kondisi umum. Sebuah film yang

terkena eksposi belum dapat dilihat hasilnya jika belum diproses. Proses

pengolahan film dilakukan dengan teknik Computed radiography (CR)

menggunakan imaging plate (IP) terbuat dari phosphor sebagai media

pengumpul gambar pengganti x-ray film, Image plate yang telah dieksposi

selanjutnya dimasukan dalam reader unit, hasil eksposi pada image plate

dibaca dan diubah menjadi signal digital yang selanjutnya ditampilkan pada

53
monitor

54
computer.setelah itu Imaging Plate dimasukkan ke Reader, Reader Unit

yaitu Gambar ditampilkan di monitor komputer yang didukung oleh

software khusus untuk medical imaging sehingga gambar bisa diperbaiki

pada tampilannya yang bertujuan untuk memudahkan menegakkan diagnosa

suatu penyakit.setelah gambar terlihat di computer monitor radiograf

Gambar,dapat disimpan dalam bentuk hasil cetak seperti halnya x-rays film,

juga memungkinkan untuk disimpan dalam hard disk, compact disk,

floppydisk atau media penyimpanan digital lainnya.selanjutnya Proses

pengeprintannya dengan menggunakan Alat printer umtuk mencetak hasil

radiografi yang telah dikerjakan pada computer radiologi.

Pemeriksaan BNO-IVP dengn proyeksi foto polos abdomen,Fase

nefhrogram 5 menit setelah kontras dimasukkan,Fase Uretrogram setelah 15

media kontras dimasukkan,foto PA prone 30 menit,45,dan 60 setelah media

kontras dimasukkan dan yang terakhir Fase PostMixi (PM)setelah pasien

buang air kecil. sudah bisa membantu dokter radiologi dalam mendiagnosa.

3.5 Hasil Expertise Dokter

1. Bless Nier Overzicht (BNO) :

 Preperitoneal fat kanan dan kiri normal

 Psoas line normal

 Kontur kedua ginjal normal

 Tidak tampak bayangan kontkromen opak sepanjang traktus urinarius

2. IntraVena Pylografi (IVP) : 5’-30’

 Fungsi ekskresi kedua ginjal sudah tampak pada menit ke -5.


55
 Sistem pelvocalices ginjal kanan dan kiri tidak melebar

 Ureter kanan dan kiri normal

 Tidak tampak filling defek.

3. Full Blass :

 Kurang terisi penuh,mukosa licin,dinding regular,tidak tampak fililling defeckt

dan fililling affect

4. PostMixi :

 Tampak sedikit sisa kontras di vesika urinaria dan pelvocalyses

kanan dan kiri

KESAN :

 Fungsi ekskresi kedua ginjal normal.

 Tidak tampak urolithiasis opak

56
BAB IV

PENUTUP

Pada bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran

berdasarkanpada bab - bab sebelumnya mengenai teknik pemeriksaan radiografi

BNO-IVP di RSUD Indramayu

4.1 Kesimpulan

1. Prosedur pemeriksaan BNO-IVP di instalasi radiologi RSUD Indramayu

pada pasien TN,W dengan klinis Nefrolitiasis dengan proyeksi foto

polos, AP supine 5 menit, foto Prone 15,30,, dan 60 menggunakan

posisi Prone tujuan nya agar ureter lebih dekat dengan kaset dan

gambaran radiograf lebih terlihat jelas,kemudian Proyeksi AP supine

pada Foto Postvoid

2. Dari prosedur pemeriksaan BNO-IVP di Instalasi Radiologi RSUD

Indramayu sudah dapat memberikan informasi Klinis baik secara

anatomis maupun fungsi yang dapat membantu untuk penegakan

diagnose Nefrolitiasis.

4.2 Saran

1. Pasien disarankana tidak banyak berbicara selama persiapan agar

distribusi usus nya tidak meningkat

2. Pada saat melalukan pemeriksaan agar gambaran ginjal lebih

bagus,disarankan memakai alat fiksasi kompresi.

57
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, Kenneth L., 2001. Text Book of Radiographic Positioning and

Related Anatomy.

Ballinger, Philip W. 1995. Merril of Atlas Radiographic Positioning and

Radiologic Procedures, Eight Edition Vol. II. Missouri : Mosby, Inc.

Pearce, evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

Sylvia dan Wilson. 1973. Patofisiologi 2 - Edisi 4. Jakarta : EGC

Kurniawati Ary, dkk. 2016. “Analisis Kualitas Udara Di Kamar Gelap Yang

Menggunakan Pengolahan Film Secara Manual Dan Otomatis”. Ajimed Jurnal

Imejing diagnostik. Vol 2: 167-168. Tersedia: Diakses: 22 januari 2021

Setiawan Rudi. 2017. “ Pengukuran Paparan Radiasi Pesawat Sinar-X Di Instalasi

Radiodiagnostik Untuk Proteksi Radiasi “. Jurnal Radiologi An-Nasher Vol 1 No.

1 :2.

58
LAMPIRAN

59
60
61

Anda mungkin juga menyukai