Disusun Oleh :
Ahmad Sayuti
17002001
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt karena atas segala rahmat yang
dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus “Teknik
Pemeriksaan Radiografi Pelvis Dengan Kasus Trauma Pasca Pemasangan Implan
Di Instalasi Radiologi RSUD Arifin Achmad” ini.
Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek
Kerja Lapangan (PKL) 1 Semester III, Prodi D-III Teknik Radiologi STIkes AWAL
BROS PEKANBARU, yang bertempat di Instalasi Radiologi RSUD Arifin
Achmad.
Dalam penyusunan laporan kasus ini tidak akan lepas dari segala bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Wiwik Suryandartiwi A.,MM selaku Ketua STIKes Awal Bros
Pekanbaru
2. dr. Nuzelly, MARS selaku Direktur Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru
3. dr. Andreas Makmur selaku Kepala instalasi Radiologi RSUD Arifin
Achmad
4. Rosmaulina Siregar, Amr selaku Kepala Ruangan Radiologi RSUD Arifin
Achmad
5. Bapak Roikhan Ardhi, SST selaku Clinical Instructure (CI) dan Seluruh
Radiografer beserta Staf Instalasi Radiologi RSUD Arifin Achmad
6. Bapak Marido Bisra, S. Tr. Rad dan Ibuk Annisa, S.Tr. Rad selaku
Supervisor Institusi Teknik Radiologi STIKes Awal Bros Pekanbaru
7. Kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan Laporan Kasus ini
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca, guna memperbaiki laporan kasus selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan .................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi................................................................................................. 4
B. Fisiologi ................................................................................................ 6
C. Patologi ................................................................................................ 7
D. Teknik Pemeriksaan .............................................................................. 9
E. Alat Rontgen ......................................................................................... 17
F. Proses Sinar X .......................................................................................
G. Pencucian .............................................................................................
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 25
B. Saran ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.11 axial outlet, CR 40 ° caudal tegak lurus pada bidang inlet ........... 15
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang digunakan untuk melihat
tubuh manusia dengan menggunakan pancaran radiasi sinar x, namun dengan
kemajuan teknologi modern telah memakai pemindaian (scanning) gelombang
sangat tinggi (ultrasonic) seperti ultrasonography (USG) dan juga MRI (magnetic
resonance imaging). Radiologi ini biasanya digunakan sebagai penunjang suatu
tindakan yang akan dilakukan ataupun untuk mengetahui proses dan hasil dari
perawatan ataupun tindakan yang telah dilakukan yang tidak 1sch diamati secara
klinis. (Kemenkes, 2014 ).
Seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang ini dunia
radiologi sudah banyak mengalami perkembangan dalam segi peralatan maupun
dalam tata cara pemeriksaannya. Adapun pemeriksaan di radiologi ada dua macam
yaitu :
1. Pemeriksaan Kontras
Merupakan pemeriksaan radiologi yang menggunakan media kontras.
Media kontras adalah suatu bahan yang digunakan untuk membedakan dan
menambah kontras dari struktur atau cairan dalam tubuh dalam pencitraan
medik. Yang termasuk pemeriksaan dengan kontras antara lain, pemeriksaan
pada traktus urinarius, saluran pencernaan, pembuluh darah, pembuluh limfe,
dan sebagainya.
2. Pemeriksaan Non Kontras
Merupakan pemeriksaan radiologi tanpa menggunakan media kontras.
Yang termasuk pemeriksaan non kontras antara lain, pemeriksaan ekstremitas
atas, ekstremitas bawah, tengkorak, vertebra, dan sebagainya. Pemeriksaan
Padat Pelvic adalah salah satu pemeriksaan radiologi tanpa menggunakan
media kontras atau pemeriksaan non kontras. Indikasi pada Pelvic yang sering
terjadi adalah Fraktur. Fraktur adalah Suatu patah pada tulang yang utuh
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
1
2
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Pada laporan kasus ini, penulis ingin mengetahui kelebiha dan kekurangan
pemeriksaan Pelvis dengan proyeksi Pelvis AP dan OULET/INLET dalam
mendukung 2schia22 suatu penyakit. Dengan 2schia2 tersebut maka penulis
tertarik untuk mengangkatnya dalam bentuk laporan dengan judul “Teknik
Radiografi Pelvis Pasca Pemasangan Implan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan, maka dapat
dirumuskan data sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik pemeriksaan pelvis dengan kasus trauma setelah
pemasangan implan di Instalasi Radiologi RSUD Arifin Achmad?
2. Apakah radiograf yang dihasilkan telah cukup memberikan informasi yang
diharapkan?
3. Kenapa pada kasus ini penyudutan yang dilapangan berbeda dengan
penyudutan yang ada di teori?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiografi pelvis pada kasus trauma
setelah pemasangan implan.
2. Untuk mengetahui informasi tentang hasil radiograf pelvis setelah pemasangan
implan.
3. Karena pada pesawat RSUD Arifin Achmad mempunyai SOP tersendiri, dan
dengan penyudutan yang telah di tetapkan memberikan hasil radiograf yang
bagus dalam melihat perkembangan pelvis yang telah di pasangi implan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari pembuatan laporan kasus ini untuk membandingkan
Perbedaan teknik pemeriksaan pelvis yang ada di teori dengan praktek dilapangan.
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk menambah wawasan mengenai
3
teknik pemeriksaan pelvis pada kasus trauma setelah pemasangan implan dan untuk
mengetahui perbedaan hasil radiograf yang di hasilkan dengan mengikuti teori dan
yang ditemui dilapangan.
BAB II
DASAR TEORI
A. Anatomi Pelvis
Pelvis merupakan cincin yang terdiri dari tulang inominata dan sacrum yang
dihubungkan oleh ligamen. Tulang inominata terdiri dari os ilium, ischium,dan
pubis. Masing-masing berperan dalam menjaga stabilitas 3 dimensi pelvis. Ketiga
bagian tersebut bergabung dan membentuk suatu ruang berbentuk mangkok yang
disebut acetabulum yang pada permukaan lateral akan mengelilingi caput femoris.
Pelvis membantu dalam menyokong tubuh, melindungi vesica urinaria, bagian
bawah intestinum crassum dan organ reproduksi internal.
iIlium adalah bagian terbesar dan teratas dari tulang pelvis, melebar keluar,
membentuk tonjolan dari pelvis. Garis tepi dari tonjolan tersebut dinamakan crista
iliaca. Secara posterior, ilium bersendi dengan sacrum (sacro-iliac joint)
4
5
Ischium terbentuk dari bagian terbawah pelvis. Terdiri dari korpus yang ikut
membentuk acetabulum, ramus superior dan ramus inferior . Corpus osis ilium
melanjutkan diri sebagai corpus ossis 5schia yang disebelah kaudal melekuk dan
mempunyai bulatan yang kasar disebut tuber iscciadicum (tulang duduk). Ke
ventral melanjutkan diri sebagai ramus inferior ossis 5schia.
5
6
atas foramen obturatorium terdapat sulkus obduratorius. Pada tepi atas ramus
superior lateral dari simfisis pubis terdapat tonjolan disebut tuberculum publicum.
Foramen obturatorium dibatasi oleh ramus superior dan inferior ossis 6schia,ramus
superior dan inferior ossis pubis. Tepi bawah ramus inferior ossis pubis kanan dan
kiri membentuk sudut arcus pubis. (Bontrager, 2001).
6
7
adalah untuk mengontrol bukaan rektum dan organ urogenital yang menembus
dasar panggul dan membuatnya lebih lemah. Untuk melakukan keduanya, dasar
panggul terdiri dari beberapa lembar otot dan jaringan ikat.
C. Patologi Pelvis
1. Osteomielitis
Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian sayap tulang
ilium dan dapat meluas ke sendi sacroiliaca. Pada foto terlihat gambaran
destruksi tulang yang luas, bentuknya tak beraturan, biasanya dengan
sekwester yang multiple. Sering terlihat skerosis pada tepi lesi. Secara klinis
sering disertai abses dan fisura. Bedanya dengan tuberkolosis ialah destruksi
berlangsung lebih cepat dan pada tuberkolosis abses sering mengalami
kalsifikasi. Dalam diagnosis diferensial perlu diperkirakan kemungkinan
keganasan.
2. Osteosarkoma
Merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan prognosis
yang buruk kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun. Jumlah kasus
meningkat lagi setelah berumur 50 tahun yang disebabkan oleh adanya
degenerasi maligna, terutama penyakit paget. Pada kebanyakan tumor ini
terjadi penulangan (ossifikasi) dalam jaringan tumor sehingga gambaran
radiologinya variable bergantung pada banyak sedikitnya pada penulangan
yang terjadi pada stadium dini gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan
osteomielitis.
3. Sarkoma Ewing
Merupakan jenis tumor ganas yang pembesarannya terjadi dengan cepat,
biasanya dalam beberapa minggu tampak destruksi tulang yang luas dan
pembengkakan jaringan lunak yang besar karena infiltrasi tumor ke jaringan
sekitar tulang. Kadang- kadang tumor ini pada metafisis tulang panjang
sehingga sulit di bedakan dengan osteosarkoma. Tumor ini kadang-kadang
memberikan gambaran radiologik yang sukar dibedakan dengan osteomielitis.
7
8
4. Fraktur pelvis
Fraktur pelvis sulit untuk diklasifikasikan karena banyak sekali pola fraktur
yang terjadi. Beberapa penulis mengklasifikasikan fraktur pelvis tersebut
berdasarkan pola fraktur, mekanisme trauma dan anatomi.
Conolly dan Hedberg mengklasifikasikan fraktur pelvis dalam dua jenis :
a. Fraktur Mayor
Jika fraktur mengakibatkan garis transmisi berat badan dari tulang
punggung menuju acetabulum atau fraktur melibatkan ramus pada kedua
sisi dari simphisis pubis. Fraktur mayor meliputi fraktur dari acetabulum,
fraktur dari hemipelvis, fraktur bilateral dari rami pubis, pemisahan
simphisis pubis, dan fraktur dari sacrum.
b. Fraktur Minor
Fraktur minor meliputi fraktur unilateral dari rami pubis, fraktur ilium yang
terisolasi, dan avulse dari pelvis. Conology dan Hedberg mendapatkan
bahwa dari 109 pasien dengan fraktur mayor 28 diantaranya meninggal.
Ternyata klasifikasi sederhana ini mempunyai dampak prognosis yang
nyata.
Key dan Cowell mengklasifikasikan fraktur pelvis menjadi 4 tipe, dimana
klasifikasi ini mempunyai makna yang penting dalam prognosa dan telah
digunakan selama lebih dari tiga decade yaitu sebagai berikut :
1) Tipe I : fraktur tulang tunggal tanpa diskontinuitas cincin pelvis terdiri
dari:
a) Fraktur avulse :
a) Spina Iliaca Anterior Posterior
b) Spina Iliaca Anterior posterior
c) Tuberositas Ichium
b) Fraktur pubis atau ischium
c) Fraktur alae os ilium (Duverney)
d) Fraktur os sacrum
e) Fraktur atau dislokasi coccyx
8
9
a. Ukuran Kaset :
Ukuran kaset 35 x 43 cm melintang, Memakai Moving atau stationary grid
b. Shielding :
Gonad shield dapat dipakai jika tidak menutupi organ penting dari pelvis.
c. Posisi pasien :
9
10
Gambar 2.5. pelvis with femoral necks and trochanters poorly positioned because
of lateral rotation of the limbs. Posisi pasien Pelvis AP dengan rotasi eksternal pada
kaki. ( Frank, Eugene D, Long, Bruce W, Smith, Barbara J, 2016 )
d. Posisi objek :
1) Mengatur MSP (mid-sagital plane) tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan dan pasien dalam posisi true supine.
2) Rotasi eksternal pada kaki 15o-20o dan mengatur collum femoris
paralel dengan IR atau kaset. Namun, rotasi internal ini akan menjadi
kontra indikasi untuk kasus trauma atau faktor patologis.
3) Menempatkan alat bantu fiksasi berupa sandbag pada ankle joint agar
posisi tidak berubah.
4) Memeriksa jarak dari kedua SIAS ke meja pemeriksaan sama jauhnya
untuk memastikan pelvis tidak rotasi.
e. Central Ray :
Vertikal tegak lurus pertengahan IR
f. Central Point :
Pertengahan antara SIAS dan symphysis pubis (2 inchi atau 5 cm inferior
SIAS dan 2 inchi superior symphysis pubis).
10
11
g. FFD : 100 cm
h. Kolimasi : 5 cm diatas SIAS sampai 3 cm dibawah sympisis pubis
i. Eksposi : Tahan napas
j. Struktur yang tampak
Struktur ditampilkan menunjukkan proyeksi AP dari panggul dan kepala,
leher trokhanter, dan proksimal sepertiga atau seperempat batang femur
k. Kriteria radiograf
1) Kolimasi yang tepat
2) Seluruh panggul sampai proximal femur terlihat
3) Lesser trochanter berada pada medial border femur
4) Collum femoris terlihat penuh tanpa super posisi
5) Greater trochanter terlihat
6) Kedua tulang iliaca berjarak sama ke tepi radiograf
7) Kedua greater trochanter berjarak sama ke tepi radiograf
8) Columna verebrae paling rendah berada tepat di pertengahan
radiograf
9) Kedua ala iliaca simetris
10) Sacrum dan coccygeus segaris dengan symphysis pubis
11
12
e. Central Ray :
Sudut sinar Cephalad 20° – 35 ° untuk laki-laki, dan 30 – 45° untuk female.
( Perbedaan sudut ini oleh karena perbedaan ketajaman antara pelvis laki
– laki dan perempuan ).
f. Central Point :
12
13
Sinar langsung menuju titik tengah 2 Inches ( 5 cm) distal ke tepi superior
Sympisis Pubis atau trochanter mayor.
g. FFD : 100 cm (minimum)
h. Kolimasi : 5 cm diatas SIAS sampai 3 cm dibawah
sympisis pubis.
i. Ekspos : pada saat tahan nafas.
j. Patologi yang tampak : Proyeksi ini sangat bagus untuk
memperlihatkan pubis bilateral, ischium
pada fraktur pelvis dan displacement.
13
14
Gambar 2.11. axial proyeksi outlet, CR 40 ° caudal tegak lurus pada bidang inlet
( Bontranger, K.L. 2014 )
a. Ukuran Kaset :
cm 18 x 24 cm Melintang. Memakai Moving atau stationary grid
b. Shielding :
Gonad shield dapat dipakai jika tidak menutupi organ penting dari pelvis.
c. Posisi Pasien :
Tempatkan pasien dalam keadaan terlentang (Supine) diatas meja
pemeriksaan atau brankard, kepala diberi bantal supaya nyaman, kaki
ekstensi dan supaya nyaman lutut diganjal dengan spon.
d. Posisi Obyek :
MSP diatur di tengah meja pemeriksaan, pastikan tidak ada rotasi dari
pelvis, SIAS kedua sisi berjarak sama dengan meja pemeriksaan ,tengah
kaset untuk proyeksi CR.
14
15
e. Central Ray :
Sudut sinar Caudad 40 ° tagak lurus pada bidang inlet . Sinar langsung
pada titik garis tengah setinggi SIAS.
f. Central Point :
Sinar langsung menuju titik tengah 2 Inches ( 5 cm) distal ke tepi superior
Sympisis Pubis atau trochanter mayor.
g. FFD : 100 cm (minimum)
h. Kolimasi : 5 cm diatas SIAS sampai 3 cm dibawah sympisis pubis.
i. Ekspos : pada saat tahan nafas.
j. Kriteria yang tampak :
Proyeksi axial dari pelvic ring ( rongga pelvis ) ini untuk menentukan
trauma pelvis pada posterior displacement rotasi kedalam atau keluar dari
pelvis anterior.
k. Kriteria radiografi :
1) Struktur yang tampak dalam proyeksi ini menampakkan rongga pelvis
atau inlet (superior aperture).
2) Tidak ada rotasi, foramen obtutator dan ischium bilateral bentuk dan
ketajamannya sama.
3) Eksposi yang optimal menampakkan superposisi bagian anterior dan
posterior rongga pelvis. Aspek lateral dari ala biasanya over eksposi.
Tepi tulang dan trabekular marking tulang pubis dan ischium tampak
tajam,Tanpa ada indikasi gerakan.
15
16
E. Alat Rontgen
Alat Rontgen dipergunakan untuk mengetahui bagian dalam khususnya
paru-paru. X ray menjalankan fungsi kerjanya dengan penggunaan sinar radiasi.
Sinar X (rontgen) merupakan jenis radiasi yang paling banyak ditemukan dalam
kegiatan sehari-hari. Semua sinar X di bumi ini dibuat oleh manusia dengan
menggunakan peralatan listrik tegangan tinggi. Alat pembangkit sinar X dapat
dinyalakan dan dimatikan. Jika tegangan tinggi dimatikan, maka tidak akan ada lagi
radiasi. Sinar X dapat menembus bahan, misalnya jaringan tubuh, air, kayu atau
besi, karena sinar X mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar X
16
17
hanya dapat ditahan secara efektif oleh bahan yang mempunyai kerapatan tinggi,
misalnya timah hitam (Pb) atau beton tebal Sinar X atau sinar Röntgen adalah salah
satu bentuk dari radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara
10 nanometer ke 100 pikometer (mirip dengan frekuensi dalam jangka 30 PHz to
60 EHz). Sinar X umumnya digunakan dalam diagnosis gambar medis dan
Kristalografi sinar X. Sinar X adalah bentuk dari radiasi ion dan dapat berbahaya.
17
18
18
19
19
BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
20
21
mA max : 450 mA
Manufactured :11 Dec 2018
Imaging Plate ukuran : 35 x 43 cm
4. Persiapan Pasien
Pada dasarnya pemeriksaan pelvis ini tidak membutuhkan persiapan
khusus, hanya saja pasien dianjurkan memakai baju pasien sehingga
memudahkan dalam pengaturan posisi dan juga pasien melepaskan benda-
benda asing yang berada di sekitar daerah panggul agar tidak menimbulkan
bayangan radiopaq pada radiograf. Dalam hal ini diantaranya yakni ikat
pinggang, resleting, kancing celana dan uang logam pada saku maupun benda-
benda logam lainnya. Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus
memberitahu prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak terjadi kesalah-
pahaman dari pasien tersebut.
5. Teknik Pemeriksaan
a. Proyeksi Ap
1) Ukuran Kaset :
Ukuran kaset 35 x 43 cm melintang, Memakai Moving atau stationary
grid
2) Posisi pasien :
Tempatkan pasien dalam keadaan terlentang (Supine) diatas meja
pemeriksaan atau brankard, kepala diberi bantal supaya nyaman, kaki
eksternal dan supaya nyaman lutut diganjal dengan spon. kedua tangan
diletakkan diatas dada agar tidak menutupi gambaran yang di inginkan.
3) Posisi objek :
Mengatur MSP (mid-sagital plane) tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan dan pasien dalam posisi true supine.
a) Rotasi eksternal pada kaki 15˚- 20˚dan mengatur collum femoris
paralel dengan IR atau kaset. Namun, rotasi internal ini akan
menjadi kontra indikasi untuk kasus trauma atau faktor patologis.
22
5) Central Point :
Sinar langsung menuju titik tengah 2 Inches ( 5 cm) distal ke tepi
superior Sympisis Pubis atau trochanter mayor.
6) FFD : 100 cm (minimum)
7) Kolimasi : 5 cm diatas SIAS sampai 3 cm dibawah sympisis pubis.
8) Ekspos : pada saat tahan nafas.
9) Struktur yang tampak :
Proyeksi axial dari pelvic ring ( rongga pelvis ) ini untuk menentukan
trauma pelvis pada posterior displacement rotasi kedalam atau keluar
dari pelvis anterior.
10) Kriteria radiografi :
Struktur yang tampak dalam proyeksi ini menampakkan rongga pelvis
atau inlet (superior aperture). Tidak ada rotasi, foramen obtutator dan
ischium bilateral bentuk dan ketajamannya sama.
B. Pembahasan Kasus
Dalam berbagai referensi, untuk melihat patologi pada pelvis terdapat
proyeksi tersendiri yakni Outlet dan Inlet. Dalam hal ini, sangat bagus untuk
memperlihatkan pubis bilateral, ischium pada frakrur pelvis dan displacement.
Di instalasi radiologi RSUD Arifin Achmad, pemeriksaan panggul dengan
kasus fraktur dan trauma pasca pemasangan implan dibuat dengan proyeksi antero-
posterior (AP), Outlet dan Inlet sesuai permintaan dan diagnosa dari dokter
pengirim. Proyeksi ini dianggap sudah dapat menegakkan diagnosa serta
memberikan informasi pada kasus trauma pelvis pasca pemasangan implan. Namun
ada sedikit perbedaan teknik yang gunakan dalam praktik di lapangan dengan yang
di teori, yang mana perbedaan itu membuat saya mengangkat kasus ini sebagai Case
Study.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemeriksaan radiografi pada Pelvis dengan kasus Trauma pasca pemasangan
Implan di RSUD Arifin Achmad berbeda dengan teknik yang ada di teori,
sehingga terdapat sebuah perbandingan hasil radiograf yang dihasilkan.
2. Pada pemeriksaan Oulet dan Inlet pelvis dengan kasus trauma pasca
pemasangan implan di RSUD Arifin Achmad terdapat perbedaan penyudutan
yang ada dilapangan dengan teori.
3. Penyudutan yang ada di teori 40˚ sedangkan pada praktik dilapangan
penyudutan yang diberikan 20˚ pada proyeksi Inlet dan 20˚ untuk Outlet.
B. Saran
Pemeriksaan Pelvis/panggul pada kasus trauma pasca pemasangan imflan
setelah operasi sebaiknya menggunakan proyeksi AP, Outlet dan Inlet pelvis
dengan kaki dirotasikan internal. Namun, jika kaki pasien tidak mampu di
rotasikan, hal tersebut tidak perlu dilakukan untuk kenyamanan pasien.
25
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia. A, Dan Wilson, Lorrains, M. 2016. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit; Edisi keenam, Vol dua. Jakarta : Penerbit EGC.
Friedrich. P & Jens. W .2014. Sobotta Atlas Anatomi Manusia; jilid Keempat,
Edisi 24, EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Rasyid, S.Si. MT, Darmini, S.Si. Mkes. 2017. Proteksi Radiasi Bidang
Radiodiagnostik dan Intervensional. Magelang : Inti Medika Pustaka.
Format Lampiran 1
FOTOCOPY SURAT PENGANTAR
Format Lampiran 2
FOTOCOPY HASIL BACA
DAFTAR HADIR SEMINAR PKL
Lokasi Praktik :
Tanggal :
Tempat Seminar :